Standar Praktik Kebidanan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

STANDAR PRAKTIK KEBIDANAN

DISUSUN OLEH:

SITTI HURHALISA (

PRASISKA NITA (22224025)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNUNG SARI MAKASSAR

PRODI D3 KEBIDANAN TINGKAT II

TAHUN 2024/2025

1
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...........................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................ii

DAFTAR ISI ..........................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................

A. Latar Belakang............................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................
C. Tujuan..........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN........................................................................

A. Definisi Standar Praktik dan Hukum Perundangan


B. Standar Praktik Bidan di Indonesia
C. Hubungan Standar Profesi dan Hukum Perundangan di Indonesia
D.

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat hidayah dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Etikolegal yang berjudul
Standar Praktik Kebidanan.

Penyusun berharap tulisan ini bisa memberikan wawasan luas untuk memahami tentang
Etikolegal dalam Standar Praktik Kebidanan. Selain itu penyusun berharap tulisan ini dapat
menjadi dasar pengantar dan pemenuhan materi perkuliahan Etikolegal Dalam Standar
Praktik Kebidanan

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat sangat membangun, penulis mengharapkan demi kesempurnaan makalah ini dan
semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
penyusunan tulisan ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua.

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam profesi kebidanan, standar praktik kebidanan merupakan suatu acuan atau pedoman
bagi seorang bidan dalam melakukan sebuah tindakan. Namun, masih saja ada bidan yang
tidak memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar praktik kebidanan yang telah
ditetapkan. Hal ini menimbulkan penurunan kualitas suatu pelayanan yang diberikan oleh
bidan.

Standar adalah ukuran atau parameter yang digunakan sebagai dasar untuk menilai
tingkat kualitas yang telah disepakati dan mampu dicapai dengan ukuran yang telah
ditetapkan. Penentuan standar profesi selalu berkaitan erat dengan situasi dan kondisi dari
tempat standar profesi itu berlaku. Dalam melakukan tugasnya, bidan wajib memenuhi
standar profesi sesuai UU No. 23/92 tentang kesehatan, bahwa tenaga kesehatan dalam
melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dn menghormati hak
pasien.

Pasal 53 UU No. 23/92 menetapkan bahwa standar profesi adalah pedoman yang
digunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik. Tenaga Kesehatan yang
berhadapan dengan pasien seperti dokter, bidan dan perawat dalam melaksanakan tugasnya
harus menghormati hak pasien.

Standar praktik kebidanan dibuat dan disusun oleh organisasi profesi bidan (IBI)
berdasarkan kompetensi inti bidan, dimana kompetensi ini lahir sebagai bukti bahwa bidan
telah menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap minimal yang harus dimilki bidan
sebagai hasil belajar dalam pendidikanya

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Standar Praktik dan Hukum Perundangan

Praktik kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan pelayanan / asuhan
kebidanan kepada klien dengan pendekatan managemen kebidanan. Standar praktik
kebidanan adalah uraian pernyataan tentang tingkat kinerja yang diinginkan, sehingga
kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai. Standar asuhan kebidanan berarti pernyataan
kualitas yang diinginkan dan dapat dinilai dengan pemberian asuhan kebidanan terhadap
pasien/klien. Hubungan antara kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait erat,
karena malelui standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat dan
memburuk. Hukum perundangan adalah himpunan petunjuk atas kaidah atau norma yang
mengatur tata tertib didalam suatu masyarakat, oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat
yang bersangkutan. Hukum perundangan dilihat dari isinya terdiri dari norma atau kaidah
tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak, apa yang dilarang atau apa yang
diperbolehkan.

1. Standar Praktik Bidan di Indonesia

Standar I : Metode Asuhan

Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah:


pengumpulan data dan analisis data, penentuan diagnosa perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
dan dokumentasi.

Difinisi Operasional:

1. Ada format manajemen kebidanan yang sudah terdaftar pada catatan medis.

5
2. Format manajemen kebidanan terdiri dari: format pengumpulan data, rencana format
pengawasan resume dan tindak lanjut catatan kegiatan dan evaluasi.

Standar II: Pengkajian Data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.

Difinisi Operasional:

 Ada format pengumpulan data


 Pengumpulan data dilakukan secara sistimatis, terfokus, yang meliputi data:
 Demografi identitas klien.
 Riwayat penyakit terdahulu.
 Riwayat kesehatan reproduksi.
 Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi.
 Analisis data.
 Data dikumpulkan dari:
 Klien/pasien, keluarga dan sumber lain.
 Tenaga kesehatan.
 Individu dalam lingkungan terdekat.
 Data diperoleh dengan cara:
 Wawancara
 Observasi.
 Pemeriksaan fisik.
 Pemeriksaan penunjang.

Standar III : Diagnosa Kebidanan

Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulan.

Difinisi Operasional:

 Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi oleh klien atau
suatu keadaan psikologis yang ada pada tindakan kebidanan sesuai dengan wewenang
bidan dan kebutuhan klien.

6
 Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas sistimatis mengarah pada asuhan
kebidanan yang diperlukan oleh klien.

Standar IV : Rencana Asuhan

Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.

Difinisi Operasional :

1. Ada format rencana asuhan kebidanan


2. Format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosa, rencana tindakan dan
evaluasi.

Standar V: Tindakan

Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien:


tindakan kebidanan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.

Difinisi Operasional

1. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi.


2. Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan evaluasi.
3. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien.
4. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan
atau tugas kolaborasi.
5. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode etik kebidanan etika
kebidanan serta mempertimbangkan hak klien aman dan nyaman.
6. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia.

Standar VI : Partisipasi Klien

Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/partisipasi klien dan keluarga dalam rangka


peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.

Difinisi Operasional

7
1. Klien/keluarga mendapatkan informasi tentang:

Status kesehatan saat ini

* Rencana tindakan yang akan dilaksanakan.

* Peranan klien/keluarga dalam tindakan kebidanan.

* Peranan petugas kesehatandalam tindakan kebidanan.

* Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan.

2. Klien dan keluarga bersama-sama dengan petugas melaksanakan tindak kegiatan.

Standar VII :Pengawasan

Monitor/pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk
mengetahui perkembangan klien.

Difinisi Operasional

1. Adanya format pengawasan klien.


2. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus sistimatis un¬mengetahui keadaan
perkembangan klien.
3. Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat pada catatan yang telah disediakan.

Standar VIII :Evaluasi

Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindak kebidanan yang
dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.

Difinisi Operasional

8
 Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakan tindakan kebidanan. Menyesuaikan
dengan standar ukuran yang telah ditetapkan.
 Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang telah dirumuskan
 Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan.

Standar IX : Dokumentasi

Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan


yang diberikan.

Definisi oprasional :

 Dokumentasi dilaksanakan untuk di setiap langkah managemen kebidanan.


 Dokumentasi dilaksanakan secara jujur, sistematis, jelas, dan ada yang bertanggung
jawab.
 Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan.

Dalam melaksanakan profesinya, Bidan memiliki 9 (sembilan) kompetensi yaitu :

1. Bidan mempunyai persyaratan pengetahuan dan keterampilan dari ilmu-ilmu sosial,


kesehatan masyarakat dan etik yang membentuk dasar dari asuhan yang bermutu
tinggi sesuai dengan budaya, untuk wanita, bayi baru lahir dan keluarganya.
2. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, pendidikan kesehatan yang tanggap
terhadap budaya dan pelayanan menyeluruh dimasyarakat dalam rangka untuk
meningkatkan kehidupan keluarga yang sehat, perencanaan kehamilan dan kesiapan
menjadi orang tua.
3. Bidan memberi asuhan antenatal bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan
selama kehamilan yang meliputi: deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari
komplikasi tertentu.
4. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan
setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan yang bersih dan aman,

9
menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita
dan bayinya yang baru lahir.
5. Bidan memberikan asuhan pada ibu nifas dan mneyusui yang bermutu tinggi dan
tanggap terhadap budaya setempat.
6. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi baru lahir
sehat sampai dengan 1 bulan.
7. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi dan balita
sehat (1 bulan – 5 tahun).
8. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komperhensif pada keluarga,
kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat.
9. Melaksanakan asuhan kebidanan pada wanita/ibu dengan gangguan sistem
reproduksi.

2. Hukum Perundangan di Indonesia

Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik kebidanan:

a. UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan Bab II (Tugas Pemerintah),


pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum,
wewenang dan kesanggupan hukum.
b. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan penjabaran
dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan
bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga
perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan
pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam
menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada
keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan
terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung. UU ini
boleh dikatakan sudah usang karena hanya mengkalasifikasikan tenaga kesehatan
secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur
landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam
UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti
sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak

10
mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga
kesehatan lainnya.
c. UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2,
ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah
wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.Dalam pasal 3
dijelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan yang
dimaksud pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri sehingga
peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya UU ini untuk
saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat
pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut
sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen calon peserta wajib kerja, apa
sangsinya bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan lain-lain. Yang perlu
diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga
kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari
aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung
jawab terhadap pelayanannya sendiri.
d. SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979 Membedakan paramedis menjadi
dua golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non
keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga
bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.
e. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980 Pemerintah membuat suatu pernyataan
yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya
dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan
secara resmi tidak diijinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk
mengobati orang sakit dan bidang dapat menolong persalinan dan pelayanan KB.
Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil bagi profesi keperawatan.
Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka praktik swasta. Dalam
bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan atau mengisi kekurangan
tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati terutama dipuskesmas-
puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi perawat
yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang secara resmi tidak diakui,
maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan kuratif atau
pengobatan utnuk benar-benar melakukan nursing care.

11
f. SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 4/Menpan/1986, tanggal
4 November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem
kredit point. Dalam sisitem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik
jabatannya atau naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit
tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : Penyenang
Kesehatan, yang sudah mencapai golingan II/a, Pengatur Rawat/Perawat
Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S1 Keperawatan.
Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak
tergantung kepada pangkat/golongan atasannya
g. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 Merupakan UU yang banyak memberi
kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional karena
dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien,
kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk
keperawatan.
h. BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 3

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.

3. Hubungan Standar Profesi dan Hukum Perundangan di Indonesia

Hubungan hukum perundang-undangan dan hokum yang berlaku dengan tenaga


kesehatan adalah: Klien sebagai penerima jasa kesehatan mempunyai hubungan
timbal balik dengan tenaga kesehatan yang dalam hal ini adalah pemberi jasa.
Hubungan timbale balik ini mempunyai dasar hokum yang merupakan peraturan
pemerintah. Klien sebagai penerima jasa kesehatan dan tenaga kesehatan sebagai
pemberi jasa sama-sama mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut
adalah:

Hak dan Kewajiban Bidan

a. Hak bidan

12
Bidan berhak mendapat perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan profesinya

 Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap timgkat
jenjang pelayanan kesehatan
 Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien dan keluarga yang bertentangan
dengan peraturan perundangan, dan kode etik profesi.
 Bidan berhak atas privasi/kerahasiaan dan menuntut apabila nama baiknya
dicemarkan baik oleh pasien, keluarga maupun profesi lain.
 Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui
pendidikan maupun pelatihan.
 Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan
jabatan yang sesuai
 Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.
b. Kewajiban bidan
 Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan
hokum antara bidan tersebut dengan rumah sakit bersalin dan sarana
pelayanan dimana ia bekerja.
 Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan
standar profesi dengan menghormati hak-hak pasien.
 Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang
mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien.
 Bidan wajib member kesempatan kepada pasien untuk didampingi suami
atau keluarga.
 Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan
ibadah sesuai dengan keyakinannya.
 Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien.
 Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang
akan dilakukan serta resiko yang mungkin dapat timbul.
 Bidan wajib meminta persetujuan tertulis atas tindakan yang akan
dilakukan.
 Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan.

13
 Bidan wajib mengikuti perkembangan iptek dan menambah ilmu
pengetahuannya melalui pendidikan formal dan non formal.
 Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait
secara timbal balik dalam memberikan asuhan kebidanan.

Hak dan kewajiban pasien.

1. Hak pasien
2. Pasien mempunyai hak untuk mempertimbangkan dan menghargai asuhan
keperawatan/keperawatan yang akan diterimanya.
3. Pasien berhak memperoleh informasi lengkap dari dokter yang memeriksanya
berkaitan dengan diagnosis, pengobatan dan prognosis dalam arti pasien layak untuk
mengerti masalah yang dihadapinya.
4. Pasien berhak untuk menerima informasi penting dan memberikan suatu persetujuan
tentang dimulainya suatu prosedur pengobatan, serta resiko penting yang
kemungkinan akan dialaminya, kecuali dalam situasi darurat.
5. Pasien berhak untuk menolak pengobatan sejauh diizinkan oleh hukum dan
diinformasikan tentang konsekuensi tindakan yang akan diterimanya.
6. Pasien berhak mengetahui setiap pertimbangan dari privasinya yang menyangkut
program asuhan medis, konsultasi dan pengobatan yang dilakukan dengan cermat dan
dirahasiakan.
7. Pasien berhak atas kerahasiaan semua bentuk komunikasi dan catatan tentang asuhan
kesehatan yang diberikan kepadanya.
8. Pasien berhak untuk mengerti bila diperlukan rujukan ketempat lain yang lebih
lengkap dan memperoleh informasi yang lengkap tentang alasan rujukan tersebut, dan
RS yang ditunjuk dapat menerimanya.
9. Pasien berhak untuk memperoleh informasi tentang hubungan RS dengan instansi
lain, seperti instansi pendidikan atau instansi terkait lainnya sehubungan dengan
asuhan yang diterimanya.
10. Pasein berhak untuk memberi pendapat atau menolak bila diikutsertakan sebagai
suatu eksperimen yang berhubungan dengan asuhan atau pengobatannya.
11. Pasien berhak untuk memperoleh informasi tentang pemberian delegasi dari
dokternya ke dokter lainnya, bila dibutuhkan dalam rangka asuhannya.

14
12. Pasien berhak untuk mengetahui dan menerima penjelasan tentang biaya yang
diperlukan untuk asuhan kesehatannya.
13. Pasien berhak untuk mengetahui peraturan atau ketentuan RS yang harus dipatuhinya
sebagai pasien dirawat.
14. Kewajiban pasien
15. Pasien atau keluarganya wajib menaati segala peraturan dan tata tertib yang ada
diinstitusi kesehatan dan keperawatan yang memberikan pelayanan kepadanya.
16. Pasien wajib mematuhi segala kebijakan yanga da, baik dari dokter ataupun perawat
yang memberikan asuhan.
17. Pasien atau keluarga wajib untuk memberikan informasi yang lengkap dan jujur
tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter atau perawat yang merawatnya.
18. Pasien atau keluarga yang bertanggungjawab terhadapnya berkewajiban untuk
menyelesaikan biaya pengobatan, perawatan dan pemeriksaan yang diperlukan selama
perawatan.
19. Pasien atau keluarga wajib untuk memenuhi segala sesuatu yang diperlukan sesuai
dengan perjanjian atau kesepakatan yang telah disetujuinya.

Di dalam praktek apabila terjadi pelanggaraan praktek kebidanan, aparat penegak hukum
lebih cenderung mempergunakan Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
Sehingga masyarakat sangat berharap adanya pemahaman yang baik dan benar tentang
beberapa piranti hukum yang mengatur pelayanan kesehatan untuk menunjang pelaksanaan
tugas di bidang kebidanan dengan baik dan benar.

15
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Standar praktik kebidanan adalah uraian pernyataan tentang tingkat kinerja yang
diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai.

Hukum perundangan adalah himpunan petunjuk atas kaidah atau norma yang mengatur
tata tertib didalam suatu masyarakat, oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat yang
bersangkutan. Dalam melaksanakan praktiknya terdapat sembilan standar praktik kebidanan
yaitu metode asuhan, pengkajian, diagnosa kebidanan, rencana asuhan, tindakan, partisipasi
klien, pengawasan, evaluasi,dan dokumentasi.Dalam pelaksanaan praktiknya bidan
berpegang pada beberapa peraturan perundangan.

Klien sebagai penerima jasa kesehatan mempunyai hubungan timbal balik dengan tenaga
kesehatan yang dalam hal ini adalah pemberi jasa. Hubungan timbale balik ini mempunyai
dasar hokum yang merupakan peraturan pemerintah. Klien sebagai penerima jasa kesehatan
dan tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa sama-sama mempunyai hak dan kewajiban

2. Saran

Bidan merupakan suatu profesi kesehatan yang bekerja untuk pelayanan masyarakat dan
berfokus pada Kesehatan Reproduksi Perempuan, Keluarga Berencana, kesehatan bayi dan
anak balita, serta Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Standar Profesi ini terdiri dari Standar
Kompetensi Bidan Indonesia, Standar Pendidikan, Standar Pelayanan Kebidanan, dan Kode
Etik Profesi.

Standar praktik bidan yang berhubungan dengan profesi, wajib dipatuhi dan dilaksanakan
oleh setiap bidan dalam mengamalkan amanat profesi kebidanan.

16
Daftar Pustaka

Heni Puji Wahyuningsih, Asmar Yetti Zein.2005.Etika Profesi Kebidanan.Yogyakarta:


Fitramaya

17

Anda mungkin juga menyukai