Laporan Survey Pendahuluan: FEBUARI 2021

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN SURVEY PENDAHULUAN

LOKASI ENDAPAN EMAS SEKUNDER


DAN LOKASI QUARRY

FEBUARI 2021

1
I. TINJAUAN UMUM CEBAKAN EMAS ALLUVIAL/PLACER
Emas dalam bentuk cebakan di alam dijumpai dalam dua tipe, yaitu cebakan emas
primer dan emas sekunder. Cebakan emas primer umumnya terbentuk oleh aktifitas
hidrotermal, yang membentuk tubuh bijih dengan kandungan utama silika. Cebakan emas
primer mempunyai bentuk sebaran berupa urat atau dalam bentuk tersebar pada batuan.
Proses oksidasi dan pengaruh sirkulasi air yang terjadi pada cebakan emas primer pada atau
dekat permukaan menyebabkan terurainya penyusun bijih emas primer. Proses tersebut
menyebabkan juga terlepas dan terdispersinya emas. Terlepas dan tersebarnya emas dari
ikatan bijih primer dapat terendapkan kembali pada rongga-rongga atau pori batuan, rekahan
pada tubuh bijih dan sekitarnya, membentuk kumpulan butiran emas dengan tekstur
permukaan kasar. Akibat proses tersebut, butiran-butiran emas pada cebakan emas sekunder
cenderung lebih besar dibandingkan dengan butiran pada cebakan primernya (Boyle, 1979).
Partikel dari emas yang ditemukan dalam endapan placer berasal dari urat atau zona
mineralisai pada bedrock, dimana lepas karena pelapukan dipermukaan dan proses
disintegration dari matriks batuan (Olaf P. Jenkins, 1964) (Gambar 1. A). Berdasarkan proses
terbentuknya, tidak semua endapan placer yang terbentuk dapat dilakukan penambangan,
tergantung lama waktu pelapukan yang menghasilkan separasi yang menghasilkan kuantitas
bijih emas yang banyak dari bedrock. Hal ini juga di ikuti dengan proses erosi yang lebih aktif
pada saat uplift (kondisi tektonik yang aktif). Ini adalah kondisi yang ideal dimana bijih emas
yang lepas akan tersapu oleh material sedimen sungai kemudian terendapkan pada steram
channel dan terkonsentrasikan kedalam endapan placer yang kaya akan bijih emas (Gambar
1. B). Semakin tua umur endapan sungai yang mengandung bijih emas, maka semakin banyak
kandungan emas yang ada.
Pelapukan yang intensif dalam kurun waktu yang lama adalah faktor utama yang
berperan dalam proses lepasnya bijih emas dari bedform. Faktor utama dalam lepasnya bijih
emas adalah perubahan temperature, kedalaman muka air tanah, tingkat oksidasi, tingkat
curah hujan, efek grafitasi, kondisi vegatasi, kemiringan topografi dan material yang
menyusun batuan sumber. Pelapukan batuan biasanya lebih cepat terjadi dibawah water
table (muka air tanah) dan kondisi daerah yang memikliki iklim tropis.

2
Gambar 1. A. Sketsa penampang horizontal dari pembentukan endapan emas placer
Gambar 1. B. sketsa peta dari perpindahan material yang kaya bijih emas.

Untuk proses lepasnya bijih logam emas pada urat kuarsa dijelaskan oleh A.H. Brooks
(U.S Geological Survey Bulletin 328 pp.125-127) sebagai berikut : Pada urat kuarsa biasanya
mengandung jenis mineral yang mudah terdekomposisi, sebagai contoh adalah pirit, oleh
karena itu secara intensif akan hancur dan mineral yang resisten seperti emas akan dapat
lepas. Proses ini disebabkan pleh pengaruh fisik seperti suhu yang cepat berubah.
Bijih logam yang berat (densitas) dan resisten terhadap pelapukan kimia dan mekanik
ikut menyertai dalam proses transportasi endapan placer. Sebagai contoh dalam black sand
secara umum tersusun oleh mineral magnetite (United Sates Berau of mines dalam geology
of placer deposit, 1964) selain kandungan mineral magnetit juga terdapat titanium mineral
(ilmenit dan rutite), garnet, zircon, hematite, cromit, olivine, epidote, pyrite, emas, monazite,
limonite, platinum, galena, metallic chopper, dan nails.

3
Dalam kasus diatas, banyaknya kuantitas mineral magnetite yang berasosiasi dengan
bijih emas menyebabkan masalah dalam penerapan ilmu metalurgi. Sedangkan dalam
penerapan ilmu geofisika, keterdapatan mineral magnatit juga berpengaruh terhadap
magnometer yang akan mempengaruhi hasil eksplorasi.
Untuk itu perlu diketahui apakah mineral yang terdeposisi memiliki umur yang sama
ataukah berasal dari aliran yang lebih tua. Perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai sumber
bedrock dari endapan placer yang ditemukan yang berpengaruh terhadap sumber dan
mineral yang dibawa dan layer dimana mineral tersebut terendapkan.
Proses transportasi dan deposisi dari emas di aliran sungai tergantung terhadap velocity,
dimana nilai velocity tergantung volume dan banyaknya sedimen yang terangkut. Prinsip
dalam konsentrasi mekanik dilakukan dengan cara material hasil lapukan batuan dicuci secara
perlahan oleh air kearah downslope. Pergerakan aliran air akan menyapu lebih bersih matrik-
matrik tersebut sehingga melepas mineral-mineral dari matriknya, mineral-mineral yang
mempunyai berat jenis lebih besar akan mengendap lebih dahulu atau bergerak relatif lebih
dekat. Demikian juga untuk gelombang dan arus pantai akan memisahkan minral-mineral
berat dari mineral yang lebih ringan dan memisahkan butiran-butiran kasar dari butiran yang
lebih halus. Laju pengendapan material selain dipengaruhi oleh kecepatan pergerakan fluida,
juga dipengaruhi oleh perbedaan berat jenis, ukuran dan bentuk partikel.
Karakteristik fisik dan lingkungan pengendapan beberapa mineral ekonomis endapan
placer dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Ciri fisik dan lingkungan pengendapan beberapa mineral ekonomis


endapan placer (Evans, 1993).

4
Sebagaimana telah diketahui untuk proses pengendapan placer emas terdapat pada
system fluvial. Untuk proses pengendapannya sendiri dimulai dari sifat mineral emas yang
memiliki tingkat resisten yang tinggi, tidak akan hancur dengan mudah selama proses
transportasi dan memiliki masa jenis yang tinggi akan menyebabkan material ini terendapkan
bersamaan dengan residual soil atau tertransport bersamaan dengan pasir dan kerikil pada
material sungai. Endapan placer mungkin terakumuluasi dekat dengan sumber, sebagai
konsentrasi dari zat sisa, atau tersapu menuju sungai dan terakumulasi pada sand bar atau
sisi dalam dari chanel sungai.
Menurut Matt Thornton (1979) perpindahan dan deposisi endapan emas
diansumsikan seperti gambar dibawah (gambar 2). Dimana pada system fluvial bagian sisi
dalam memiliki arus yang rendah sehingga memungkinkan terjadinya deposisi bijih emas
bersama dengan metrial sungai yang berukuran kerikil (ukuran tergantung kuat arusnya) yang
tidak ikut tertransport.
Cebakan mineral yang terbentuk karena proses alluvial memiliki bentuk tubuh bijih
biasanya perlapisan tidak teratur, lensa-lensa, dan bentuk tidak teratur lainnya. Sebaran
bahan berharga juga tidak merata. Pola persebaran bijih yang tidak merata didasarkan oleh
tidak selalu sedimen bagian bawah merupakan sedimen yang lebih tua (Gambar 3.) karena
pengaruh arus sungai yang berubah ubah dimana terkadang terdapat kondisi arus sungai yang
besar (banjir) menyapu material sedimen yang sudah ada (lebih tua) sehingga terbentuk
material sedimen baru diantaranya, sesuai dengan perubahan kondisi sungai (Matt Thornton,
1979).

Gambar 2. Menunjukkan bagian dari sungai yang mengalami erosi dan deposisi (Hickin :
river geomorfology)

5
Gambar 3. Skema penampang yang menunjukkan hubungan umur endapan alluvial
(Geology of Placer deposit, 1964).

II. LOKASI SURVEY DAERAH PULAU PADANG, MADINA, SUMATRA UTARA


Berdasarkan Peta Geologi Lembar Lubuksikaping (Rock drr., 1983), batu-batuan yang
terdapat di Mandailing Natal (Madina) dan sekitarnya berumur Karbon hingga Resen. Litologi
(batuan) tersebut dari tua ke muda dapat diuraikan sebagai berikut: Kelompok Tapanuli
(Karbon Awal - Perem Awal), Kelompok Peusangan (Perem Akhir - Trias Akhir), Kelompok
Woyla (Jura Akhir - Kapur Awal), Kelompok Gadis (Oligosen Akhir - Miosen Tengah), Sedimen
Kuarter dan Aluvium. Batuan magmatik dan vulkanik yang tersebar di daerah ini dan berumur
Pratersier hingga Resen antara lain: batolit granitoid Paleozoikum, intrusi granitoid Mesozoi-
kum, intrusi dan batuan vulkanik Tesier, serta batuan vulkanik Kuarter
Kelompok Woyla, menempati daerah bagian Barat, terdiri atas tiga formasi, dua
anggota dan satu kompleks. Formasi Muarasona (Mums), berupa batulempung,
batugamping, arenit, batusabak, sekis hijau, metavulkanik, metakonglomerat, dan kalsilutit.
Anggota Sekis Formasi Muarasoma (Mumss), terdiri atas sekis muskovit - klorit - kuarsa dan
metakuarsa - felspar. Anggota Batugamping termetakan Formasi Muarasoma (Mumsl), terdiri
atas batugamping bersisipan batuan lempungan. Formasi Sikubu (Musk), berupa batuan
metavulkanik, wake, dan andesit.
Secara administratif lokasi daerah survey berada di Desa Pulau Padang, Kabupaten
Mandailing Natal, Sumatra Utara. Luas daerah survey ± 0,5 Ha, dengan sebagian daerah yang
sudah ditambang.
Berdasarkan pengamatan dilapangan, endapan batuan pembawa emas dilokasi survey
disusun oleh fragmen dan matriks, terpilah buruk sampai baik. Fragmen berukuran kerikil
sampai kerakal, semakin bertambah kedalaman dijumpai berangkal sampai bongkah,

6
umumnya berbentuk membulat. Matriks berukuran pasir terdiri dari mineral berat berupa
magnetit, pirit, galena dan mineral ringan berupa kuarsa (Gambar 5).
Selain Pemerian singkapan batuan dilokasi survey, dilakukan juga pengujian dengan
Metode Amalgamasi, pada beberapa jenis batuan yang diindikasikan membawa emas sebagai
pendukung data geologi.
Amalgamasi adalah salah satu proses ekstraksi logam emas dengan cara pembasahan
permukaan butiran emas dengan air raksa(Hg) sehingga butiran emas akan terjebak dan
menggumpal berupa Amalgam (Au+Ag+Hg), metode ini dilakukan dengan menggunakan alat
Amalgamator atau gelundung istilah tambang rakyat. Proses amalgamasi dilakukan pada saat
proses penggerusan atau grinding. Selama penggerusan, merkuri akan teraduk bersama
dengan bijih yang digerus. Sehingga dapat mempersingkat jalur operasi dan penghomogenan
dari pencampuran serta dapat meningkatkan efektivitas pencampuran.
Material yang diuji dengan metode ini terdiri dari 4 jenis batuan berbeda yang diambil
dari lokasi survey, 4 sample batuan yang diindikasikan sebagai batuan/lapisan pembawa emas
(P1, P2, P3, P4) dan 1 sample batuan diambil dari Tailing Sluice Box (K1) . Dari hasil pengujian
amalgamasi ini, didapatkan Bullion ± 0,5 Gram dari Sample P1 dan Bullion ± 0,5 dari sample
K1 (Gambar 4), hal ini menguatkan data dilapangan terkait kandungan emas dan sebagai
penunjuk lapisan batuan pembawa emas.
Pada sebagian lokasi survey, telah dilakukan penambangan secara terbuka dengan
menggunakan alat berat excavator (Gambar 6), dengan kedalaman untuk setiap Pit nya
berkisar antara 7 – 8 meter. Metode pengolahan emas yang dilakukan dalam penambangan
ini adalah Gravity Separation.
Gravity Separation merupakan salah satu proses konsentrasi yang bertujuan untuk
memisahkan mineral berharga dan mineral tak berharga (pengotor) berdasarkan perbedaan
massa jenis dari partikel bijih dan partikel pengotor. Mineral – mineral yang terdapat dalam
bijih akan merespon gaya gravitasi dari bumi sesuai dengan massa jenis yang dimilikinya.
Mineral – mineral yang memiliki nilai massa jenis yang tinggi disebut dengan mineral berat,
sedangkan mineral – mineral yang memiliki nilai massa jenis yang rendah disebut dengan
mineral ringan. Media yang digunakan pada Gravity Separation adalah fluida, yaitu air. Dalam
fluida tersebut partikel – partikel mineral bergerak sesuai dengan massa jenis dan ukurannya.

7
Produk dari proses Gravitasi Separation ada 3 (tiga), yaitu :
1. Konsentrat (Concentrate) yang terdiri dari kumpulan mineral berharga dengan kadar
tinggi.
2. Amang (Middling) yaitu konsentrat yang masih kotor.
3. Ampas (Tailing) yang terdiri dari mineral-mineral pengotor yang harus dibuang.

Alat yang digunakan dalam proses ini adalah Sluice Box dan Panning. Sluice Box
merupakan suatu alat kosentrat mineral bijih berdasarkan atas perbedaan Specific Gravity.
diharapkan dalam proses ini mineral yang mempunyai SG tinggi akan mengendap yang
nantinya akan diambil sebagai konsentrat, sedang mineral yang ringan akan ikut terbawa
aliran air sebagai Tailing (Gambar 7). Panning merupakan suatu proses yang dilakukan untuk
memisahkan dua bahan galian. Alat yang digunakan adalah Pan yaitu sejenis piring besar yang
terbuat dari kayu yang berbentuk bundar dan cekung.
Dengan alat Sluice Box ini, didapatkan Konsentrat yang didominasi oleh mineral
magnetit (Black Sand). Kemudian konsentrat tersebut di Dulang/Panning. Setelah dilakukan
pendulangan terhadap konsentrat tersebut, didapatkan butiran emas beberapa gram. Butiran
emas yang didapat dari proses ini adalah emas dengan ukuran relatif besar (ukuran
milimeter).

8
Gambar 4. Bullion Hasil Pengujian Amalgamasi Gambar 5. Litologi Daerah Survey

Gambar 6. Lubang Penambangan Gambar 7. Sluice Box yang digunakan untuk


penangkapan Emas

KESIMPULAN DAN SARAN


1. Perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai sumber Bedrock dari endapan placer
yang ditemukan yang berpengaruh terhadap sumber dan mineral yang dibawa
dan layer dimana mineral tersebut terendapkan.
2. Dilakukan pengeboran dangkal untuk pengambilan sample bawah permukaan
dengan metode Gridding, dimana sample bisa mewakili batuan di daerah
survey.
3. Pengadaan Amalgamator (Tromol/Gelundung) di lokasi survey.
4. Dilakukan uji labolatorium untuk Analisa Fraksinasi butir emas dan Uji
Amalgamasi dari setiap sample yang didapat.
5. Perlu dilakukan pengukuran Topografi detail didaerah survey.
6. Perlu dilakukan pengukuran Geofisika dengan Metode Geomagnetik, untuk
melihat pola penyebaran mineral logam secara lateral dan pengukuran Metode
Induced Polarization(IP), untuk mengetahui kedalaman serta sebaran mineral
logam dibawah permukaan.
7. Dilakukan uji labolatorium dengan metode Fire Assay dari Tailing Gravity
Separation, untuk mengetahui unsur dalam batuan serta kandungan emas
(Dalam satuan Ppm).

9
8. Untuk meminimalisir butiran emas yang lolos dalam proses Gravity Separation,
proses pengkonsentrasian emas pada Sluice Box dilakukan dengan lebih hati-
hati dan material batuan yang masuk ke Sluice Box harus tercuci bersih,
khususnya emas yang menempel pada fragmen batuan akan terlepas, dan
diendapkan pada media penangkap (Karpet) dalam Sluice Box.

III. LOKASI SURVEY DAERAH TOMBANG, PASAMAN BARAT, SUMATRA BARAT


Daerah Pasaman secara geologi didasari oleh batuan metasedimen Permo-Karbon
Formasi Kuantan yang disusun oleh batusabak, kuarsit, arenit, metakuarsit, metawake,
batugamping, filit dan sedikit batuan metagunungapi intermediate-basa yang diintrusi oleh
Batolit Granitoid Mesozoik. Batuan tersebut dikelompokan menjadi beberapa group batuan
sedimen dan meta sedimen, batuan gunungapi dan batuan intrusi serta dapat di uraikan
sebagai berikut dengan urutan tua ke muda. Batuan Sedimen Metasedimen, terdiri dari
Tapanuli Group berumur Permo Karbon, Woyla Group berumur Jura Dan Kapur. Batuan
Intrusi Berumur Permo-Trias, Jura Dan Kapur, Tersier (Oligosen – Eosen – Miosen – Pliosen)
terdiri dari batuan : granodiorit, granit, diorit. Batuan Gunungapi (Tersier) Terdiri dari batuan
gunungapi tak terpisahkan, terutama lapisan batuan gunungapi, tidak menunjukan bekas
pusat gunungapi.
Lokasi survey berada didaerah Tombang, Kecamatan Talu, Kabupaten Pasaman Barat,
berada pada aliran sungai besar, yang berhulu di Gunung Talamau. Berdasarkan pengamatan
dilapangan, endapan batuan pembawa emas dilokasi survey diendapkan pada aliran sungai
aktif, disusun oleh fragmen dan matriks, terpilah buruk sampai baik. Fragmen berukuran
kerikil sampai bingkah, umumnya berbentuk membulat. Matriks berukuran pasir terdiri dari
mineral berat berupa magnetit, pirit, galena dan mineral ringan berupa kuarsa (Gambar 8).

10
Gambar 8. Endapan alluvial di daerah survey

Gambar 9. Float batuan kuarsa dilokasi survey dengan kandungan mineral sulfida

11
Gambar 10. Kegiatan pertambangan rakyat dilokasi survey

Secara umum daerah survey terdiri dari tiga satuan topografi , yaitu dataran rendah,
.
dataran tinggi dan daerah pergunungan.
Sebagai bahan analisa, tim membawa sample batuan dari endapan sungai, ± 10 kg.
Sample batuan tersebut kemudian dikeringkan dan dihaluskan. Setelah sample dipreparasi,
kemudian sample tersebut dilihat dibawah mikroskop. Terlihat mineral-mineral sulfida dalam
batuan, dan mineral-mineral magnetit (Gambar 9).

12
Gambar 9. A.

Gambar 9. B.

Gambar 9 A,B,C. Mineral-mineral sulfida dalam batuan sample yang diambil.

KESIMPULAN DAN SARAN


1. Perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai sumber Bedrock dari endapan placer
yang ditemukan yang berpengaruh terhadap sumber dan mineral yang dibawa
dan layer dimana mineral tersebut terendapkan.
2. Dilakukan pengeboran dangkal untuk pengambilan sample bawah permukaan
dengan metode Gridding, dimana sample bisa mewakili batuan di daerah
survey.

13
3. Pengadaan Amalgamator (Tromol/Gelundung) di lokasi survey.
4. Dilakukan uji labolatorium untuk Analisa Fraksinasi butir emas dan Uji
Amalgamasi dari setiap sample batuan.
5. Dilakukan uji labolatorium dengan metode Fire Assay untuk mengetahui unsur
dalam batuan serta kandungan emas dalam batuan (Dalam satuan Ppm).

IV. LOKASI SURVEY LOKASI HUTABARGOT, SUMATRA UTARA


Berdasarkan Peta Geologi Lembar Lubuksikaping (Rock drr., 1983), batu-batuan yang
terdapat di Mandailing Natal (Madina) dan sekitarnya berumur Karbon hingga Resen. Litologi
(batuan) tersebut dari tua ke muda dapat diuraikan sebagai berikut: Kelompok Tapanuli
(Karbon Awal - Perem Awal), Kelompok Peusangan (Perem Akhir - Trias Akhir), Kelompok
Woyla (Jura Akhir - Kapur Awal), Kelompok Gadis (Oligosen Akhir - Miosen Tengah), Sedimen
Kuarter dan Aluvium. Batuan magmatik dan vulkanik yang tersebar di daerah ini dan berumur
Pratersier hingga Resen antara lain: batolit granitoid Paleozoikum, intrusi granitoid Mesozoi-
kum, intrusi dan batuan vulkanik Tesier, serta batuan vulkanik Kuarter
Berbeda dengan lokasi survey pertama dan kedua, lokasi tambang rakyat di Desa
Hutabargot berada di Kabupaten Panyambungan, Sumatra Utara. Lokasi pertambangan
rakyat ini berada dalam hutan dengan vegetasi lebat, dengan topografi relatif sangat terjal
(Gambar 10).
Dari hasil pengamatan dilapangan, bijih emas dilokasi survey diindikasikan berada
dalam retakan-retakan batuan kwarsa yang menyebar dalam bentuk veint/urat. Berdasarkan
proses terbentuknya, endapan bijih emas dilokasi pertambangan rakyar Hutabargot termasuk
kedalam Endapa Primer. Mineralisasi dilokasi survey ditunjukkan oleh terdapatnya pirit,
kalkopirit, magnetit, kadang-kadang galena pada batuan dan urat-urat kuarsa (Gambar 11).
Salah satu tipe cebakan primer yang biasa dilakukan pada penambangan skala kecil
adalah bijih tipe vein ( urat ), yang umumnya dilakukan dengan teknik penambangan bawah
tanah terutama metode gophering / coyoting ( di Indonesia disebut lubang tikus ).
Penambangan dengan sistem tambang bawah tanah (underground), dengan membuat lubang
bukaan mendatar berupa terowongan (tunnel) dan bukaan vertikal berupa sumuran (shaft)
sebagai akses masuk ke dalam tambang (Gambar 12). Penambangan dilakukan dengan
menggunakan peralatan sederhana ( seperti pahat, palu, cangkul, linggis, belincong ) dan

14
dilakukan secara selektif untuk memilih bijih yang mengandung emas baik yang berkadar
rendah maupun yang berkadar tinggi.
Terhadap batuan/bijih yang ditemukan, dilakukan proses peremukan batuan atau
penggerusan, selanjutnya dilakukan sianidasi atau amalgamasi.

Gambar 10. Akses jalan menuju lokasi

Gambar 11. Urat/veint kuarsa yang mengandung mineral sulfida, dilokasi survey

15
Gambar 12. Tambang Rakyat untuk pengambilan bijih emas di daerah survey

Gambar 13. Gelundung/tromol (Amalgamator) yang dipakai masyarakat untuk pengolahan


emas dengan cara Amalgamasi
Secara umum, beberapa karakteristik dari bijih tipe vein ( urat ) yang mempengaruhi
teknik penambangan antara lain :

16
- Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan urat.
- Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit sehingga rentan dengan pengotoran
( dilution ).
- Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan zona geser
(regangan), sehingga pada kondisi ini memungkinkan terjadinya efek dilution pada
batuan samping.
- Perbedaan assay ( kadar ) antara urat dan batuan samping pada umumnya tajam,
berhubungan dengan kontak dengan batuan samping.
- Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang yang terbatas, serta
mempunyai kadar yang sangat erratic ( acak / tidak beraturan ) dan sulit diprediksi.
- Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle.

KESIMPULAN DAN SARAN


1. Perlu dilakukan eksplorasi geokimia lebih lanjut untuk menentukan dan
melokalisir tubuh mineralisasi, untuk mengetahui pola penyebaran bijih serta
untuk mengetahui batuan sumber.
2. Perlu dilakukan eksplorasi Geofisika dengan Metode Geomagnetik, untuk
melihat pola penyebaran mineral logam secara lateral dan pengukuran Metode
Induced Polarization(IP), untuk mengetahui kedalaman serta sebaran mineral
logam dibawah permukaan
3. Dilakukan pengeboran dangkal untuk pengambilan sample bawah permukaan
dengan metode Gridding, dimana sample bisa mewakili batuan di daerah
survey.
4. Pengadaan Amalgamator (Tromol/Gelundung) di lokasi survey.
5. Dilakukan uji labolatorium dengan metode Fire Assay untuk mengetahui unsur
dalam batuan serta kandungan emas dalam batuan (Dalam satuan Ppm).
6. Sebaiknya Proses Ekstraksi Emas dengan menggunakan Metode Sianidasi.
Pengolahan bijih emas dengan cara sianidasi adalah salah satu cara untuk
mengekstraksi logam emas dan perak dengan metode pelarutan. Keunggulan cara
sianidasi ini adalah dapat mengekstraksi logam emas yang berkadar rendah karena
kemampuannya yang lebih baik dalam penetrasi pelarut sianida melalui padatan,
sehingga kontak dengan logam emas dan perak diharapkan akan lebih baik. Dalam

17
proses sianidasi, logam emas dan perak dilarutkan sebagai senyawa kompleks
Au(CN)2- dan Ag(CN)2- dalam larutan sianida. Agitated tank leaching (pelindian
adukan) : pelindian emas yang dilakukan dengan cara mengaduk bijih emas yang
sudah dicampur dengan batu kapur dengan larutan sianida pada suatu tangki
dan diaerasi dengan gelembung udara. Lamanya pengadukan biasanya selama
24 jam untuk menghasilkan pelindian yang optimal. Air lindian yang dihasilkan
kemudian dikumpulkan untuk kemudian dilakukan proses berikutnya. Efektifitas
ekstraksi emas dapat mencapai lebih dari 90 %. Tank leaching (tong pengolahan
emas) dapat menggunakan beberapa model, selain model tangki silinder
dilengkapi propeler sebagai agitator (pengaduk), dapat pula menggunakan tong
kerucut dengan menggunakan tenaga angin dari kompresor sebagai aerator
sekaligus agitator. Tong pengolahan emas model kerucut dapat terbuat dari plat
besi dengan rangka besi sebagai penyangga sehingga posisi tong menjulang
tinggi.Berikut ini adalah Mesin dan Jenis Peralatan Pengolahan Emas dengan
cara Sianidasi (Gambar 14).

18
19
20
21
22
23
V. LOKASI QUARRY PASAMAN BARAT, SUMATRA BARAT
Batuan andesit merupakan batuan yang cukup keras dan masif. Metode penambangan
yang biasa diterapkan terhadap andesit adalah tambang terbuka (quarry). Secara garis besar
tahapan kegiatan penambangan dapat diuaraikan sebagai berikut :
1. Persiapan (development)
Meliputi pembangunan sarana dan prasarana tambang antara lain jalan, perkantoran,
tempat penumpukan (stockpile), mobil-isasi peralatan, sarana air, work-shop, listrik
(genset), serta poliklinik
2. Pembersihan permukaan (land clearing)
Perbersihan permukaan lahan yang ditumbuhi pepohonan dan semak belukar dengan
alat konvensional atau buldoser
3. Pengupasan lapisan penutup (stripping overburden)
Mengupas tanah penutup dilakukan dengan buldoser atau back hoe. Tanah penutup
didorong dan dibuang ke arah lembah (disposal area) yang terdekat, namun bila
tumpukan hasil pengupasan ini jauh dari disposal area pembuangan-nya dapat
dibantu dengan dump truck.
4. Pembongkaran (lossening).
Pekerjaan ini dimaksudkan untuk membongkar andesit dari batuan induknya sehingga
dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.
5. Pemuatan (loading).
Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan alat muat mekanis untuk memuat hasil
kegiatan pembongkaran ke dalam alat angkut yaitu truk
6. Pengangkutan (transporting)
Bongkahan andesit diangkut ke lokasi unit peremukan menggunakan dump truck.
7. Pengolahan (Peremukan)
Pengolahan andesit adalah mereduksi ukuran yang sesuai dengan berbagai
kebutuhan. Untuk kegiatan ini dilaksanakan melalui unit peremukan (crushing plant).
Andesit banyak digunakan untuk sektor konstruksi, terutama infrastruktur seperti
sarana jalan raya, jembatan, gedung-gedung, irigasi, bendungan dan perumahan, landasan
terbang, pelabuhan dan lain-lain

24
Dari hasil survey lapangan, sumber bahan baku berada dialiran sungai, dengan
kategori endapan aluvial.

Gambar 15 A,B. Sumber Bahan baku Stone Crusher pada endapan aluvial, dengan fragmen
batuan beku, berukuran bongkah sampai keril

Dengan kondisi endapan aluvial ini, pelaksanaan penambangan akan lebih cepat,
sehingga kuota produksi stone crusher akan terpenuhi. Didukung dengan Jarak hauling dari

25
sumber ke crushing plant berkisar antara 10-12 KM, dengan kondisi jalan aspal provinsi. Hal
ini menjadi pertimbangan utama dalam menjalankan bisnis Stones Crusher..
Pengolahan adalah tahap dimana material yang berukuran besar/bongkahan besar
yang diangkut dari tambang (Run of Mine) ke tempat peremukan. Kegiatan ini bertujuan
untuk memperoleh ukuran material batuan tertentu sesuai dengan kebutuhan yang
diinginkan (pasar) atau sesuai dengan persyaratan yang diperlukan untuk proses berikutnya.
Pada tahap peremukan ini berfungsi untuk memproses bahan baku yang diperoleh dari hasil
penambangan yang berupa batu andesit yang diolah menjadi produk siap dipakai dalam
pemasaran, lebih dikenal dengan sebutan material bangunan.
Dari kegiatan ini batuan yang diangkut oleh dump truk ditumpahkan kedalam alat
peremuk (Crushing Plant), untuk memperoleh hasil dari batuan yang diinginkan, keadaan ini
dilakukan dengan pengolahan menggunakan crusher
Adapun Produk yang dihasilkan dari Crushing Plant, adalah sebagai berikut :
- Jenis Sirtu (limbah)
- Batu Split 2/3 (ukuran – 20 + 10 mm)
- Batu Split 1/2 (ukuran – 10 + 8 mm)
- Scren Murni (ukuran – 8 + 6 mm)Scren Murni (ukuran – 6 + 4 mm)

Gambar 16. Stones Crusher dengan kapasitas produksi 80 ton/jam

26
Secara garis besar kegiatan Quarry dapat dilihat pada gambar diagram alir di bawah ini:

PENGUPASAN
PENGUPASAN
QUARRY TANAH
BATUAN LAPUK
PENUTUP

PEMUATAN PELEDAKAN PENGEBORAN

CRUSHING
PENGANGKUTAN PEMASARAN
PLANT

Gambar17. Diagram alir kegiatan penambangan hingga pemasaran

Gambar 12. Alur Proses Produksi Stone Crushing Plant

27
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Pembuatan izin Quarry terlebih dahulu untuk lokasi sumber bahan baku yang akan
ditambang, atau bisa bekerjasama dengan perusahaan lokal yang sudah mempunyai izin
Quarry.
2. Dilakukan Uji labolatorium Berat Jenis Batuan terlebih dahulu dari batuan yang akan
diproduksi.
3. Tempat pabrikasi Crushing Plant sebaiknya berada di akses jalan provinsi, guna
memudahkan pemasaran produk dan logistik dengan luasan 2 Ha untuk lahan pabrikasi
dan stockpile.
4. Kegiatan pemasaran menggunakan strategi konsumen datang dan membeli langsung
produk ke lokasi Crushing Plant, atau sebagai suplier material untuk berbagai proyek
pemerintah dan swasta.
5. Untuk produksi awal Crushing Plant digunakan spesifikasi mesin : Jaws Primer dengan
ukuran 600 x 900 dengan kapasitas produksi 80 ton/jam. Jaws Sekunder ukuran 1200 x
250 dan Tersier dengan menggunakan Cone Crusher ukuran 1200.

28

Anda mungkin juga menyukai