77-Book Manuscript-406-1-10-20230320

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 139

i

PENDAHULUAN
FISIKA ZAT PADAT

Mustika Wati
Dewi Dewantara

Editor: Saiyidah Mahtari

ii
PENDAHULUAN
FISIKA ZAT PADAT
Mustika Wati
Dewi Dewantara

Editor: Saiyidah Mahtari

Diterbitkan oleh:
Lambung Mangkurat University Press, 2023
d/a Pusat Pengelolaan Jurnal dan Penerbitan ULM Lantai 2
Gedung Perpustakaan Pusat ULM
Jl. Hasan Basri, Kayutangi, Banjarmasin, 70123 Telp/Fax.
0511- 3305195
(Anggota APPTI: No. 004.035.1.03.2018)

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Dilarang


memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin
tertulis dari Penerbit, kecuali untuk kutipan singkat demi
penelitian ilmiah atau resensi

i – ix+ 115 hlm; 15.5 x 23 cm Cetakan Pertama, November


2020 ISBN: ….

iii
PRAKATA

Cabang ilmu fisika yang membahas sistem zat padat


disebut sebagai fisika zat padat, yang mana fungsi dasar dari
ilmu ini adalah untuk mempelajari bagaimana sifat atom suatu
zat padat mempengaruhi sifat keseluruhannya. Oleh karena itu,
Pendahuluan Fisika Zat Padat menjadi salah satu mata kuliah
wajib yang ada di program studi Pendidikan Fisika, Universitas
Lambung Mangkurat (ULM).
Fisika zat padat menjadi salah satu bidang studi yang
berkembang pesat. Akan tetapi, hingga saat ini, masih jarang di
jumpai buku berbahasa Indonesia yang membahas topik
tersebut. Buku ini disusun sebagai produk akhir perkuliahan
fisika zat padat dengan maksud untuk menambah
perbendaharaan literatur bidang ilmu fisika, khususnya pada
topik fisika zat padat.
Penyusunan buku ini didasarkan atas materi-materi
pendahuluan yang mudah dipelajari bagi mahasiswa yang
tertarik untuk mengenal zat padat. Meskipun demikian,
penggunaan buku ini tidak hanya ditujukan untuk mahasiswa
Pendidikan Fisika Universitas Lambung Mangkurat saja, tetapi
juga dapat di gunakan sebagai salah satu referensi untuk
mahasiswa dan dosen bagi mata kuliah sejenis di perguruan
tinggi lain, bahkan juga untuk kalangan umum.
Bagi mahasiswa, Anda akan mempelajari topik-topik
yang sangat mendasar dari zat padat. Anda akan mempelajari
tentang ide-ide dasar dan prinsip-prinsip yang paling sering
digunakan dalam zat padat. Penyajian buku ini dimulai dari
iv
pembahasan struktur kristal, dilanjutkan dengan dinamika kisi,
elektron dalam logam, semikonduktor, sifat dielektrik zat
padat, hingga akhirnya di tutup dengan pembahasan sifat
magnetik zat padat.
Dalam buku ini, lebih banyak disajikan teori dan (tidak
sedikit) berupa pembuktian matematis. Beberapa pembuktian
matematis dibiarkan tidak lengkap sepenuhnya agar Anda
memiliki kesempatan untuk mendiskusikan hal tersebut
bersama teman sejawat Anda. Hal tersebut juga dapat membuat
Anda dapat berlatih sehingga lebih mahir dalam menguasai
konsep dasar fisika zat padat. Pada beberapa bab juga
disematkan kolom Pengayaan yang berfungsi memperkaya
pengetahuan Anda mengenai istilah-istilah yang mungkin asing
terdengar bagi Anda. Selain itu, buku ini juga dilengkapi
beberapa contoh soal untuk memudahkan pembaca dalam
memahami materi yang di sediakan. Pada akhir setiap bab
disediakan lima butir soal-soal latihan yang kami harapkan
dapat dicoba untuk diselesaikan oleh pembaca, agar
pemahaman dalam setiap bab dapat lebih sempurna.
Sebagai penutup, segala bentuk kesalahan yang (bisa saja)
muncul dalam buku ini adalah sepenuhnya kesalahan kami,
dan kami meminta maaf kepada seluruh pembaca atas hal
tersebut. Oleh karena itu, kami sangat berharap koreksi, saran
dan masukan dari seluruh pihak agar buku ini dapat kami
kembangkan pada edisi selanjutnya.

Salam,

Tim Penulis

v
vi
KATA PENGANTAR

Fisika zat padat adalah studi tentang sifat fisik bahan yang
berada dalam keadaan padat. Fisika zat padat adalah cabang
dasar fisika yang berkaitan dengan struktur, perilaku dan
manipulasi padatan, dari padatan kristal sederhana hingga
struktur nano yang kompleks. Fisika zat padat juga merupakan
salah satu bidang studi yang penting dan memiliki dampak
besar pada dunia. Dari pengembangan elektronik canggih
hingga penemuan bahan baru dengan sifat unik, kemajuan yang
dibuat dalam fisika keadaan padat telah membantu
membentuk dunia tempat kita hidup saat ini.
Bidang fisika zat padat telah membuat langkah luar biasa
dalam beberapa abad terakhir serta telah berdampak besar
pada berbagai teknologi, termasuk elektronik, telekomunikasi,
ilmu material dan bahkan energi terbarukan. Dari
pengembangan transistor, yang merevolusi bidang elektronik,
hingga penemuan bahan baru dengan sifat unik, fisika keadaan
padat telah berada di garis depan kemajuan teknologi.
Salah satu gagasan utama fisika zat padat adalah studi
tentang interaksi antara partikel penyusun bahan padat.
Interaksi ini dapat bersifat elektromagnetik, seperti gaya antar
atom dalam kisi kristal, atau mereka dapat dimediasi oleh
pertukaran partikel, seperti fonon dalam getaran kisi atau
elektron dalam transportasi elektronik. Memahami interaksi ini
sangat penting untuk memprediksi dan mengendalikan sifat-
sifat bahan, dan telah mengarah pada pengembangan berbagai
teknologi, seperti semikonduktor, superkonduktor, dan bahan
fotovoltaik (sel surya).
vii
Aspek penting lain dari fisika zat padat adalah studi
tentang perilaku bahan pada skala nano. Pada tingkat ini, sifat-
sifat bahan dapat sangat berbeda dari yang diamati pada skala
makro, salah satunya disebabkan oleh pengaruh efek kuantum.
Studi tentang bahan berstruktur nano telah mengarah pada
pengembangan bahan baru dengan sifat unik, seperti
peningkatan kekuatan bahan, konduktivitas listrik, dan sifat
optik.
Buku ini memberikan pengantar yang komprehensif
tentang konsep dasar dan prinsip-prinsip fisika keadaan padat.
Buku ini dimulai dengan pembahasan struktur kristal,
dinamika kisi, elektron dalam logam, semikonduktor, sifat
dielektrik zat padat, hingga akhirnya di tutup dengan
pembahasan sifat magnetik zat padat Selain itu, buku ini
membahas perkembangan terbaru di lapangan, seperti
superkonduktivitas, yang berpotensi merevolusi cara kita
berpikir dan menggunakan bahan-bahan tertentu agar dapat
dimanfaatkan sebaik mungkin.
Hal-hal tersebut sangat berguna untuk menumbuhkan
minat penelitian, seperti yang berkembang akhir-akhir ini
dalam penggunaan metode komputasi untuk mempelajari zat
padat. Metode ini, yang berkisar dari model kisi sederhana
hingga perhitungan yang canggih, sehingga memungkinkan
para peneliti untuk memprediksi dan memahami sifat-sifat
bahan pada skala atom.
Buku ajar ini dapat menjadi sebuah panduan dasar yang
penting untuk membangun pengetahuan atas konsep dan
prinsip dasar dari bidang zat padat yang sangat menarik dan
terus berkembang ini.

Editor

viii
DAFTAR ISI

PRAKATA ..................................................................... IV
KATA PENGANTAR ...................................................... II
DAFTAR ISI ................................................................... II
UCAPAN TERIMA KASIH ........................................... IX
SINOPSIS .................................................................... XIII
BAB I SUSUNAN KRISTAL ....................................... 1
A. STRUKTUR KRISTAL ..................................... 1
B. JENIS-JENIS KISI .............................................. 5
C. SIMETRI KRISTAL......................................... 12
D. DIFRAKSI PADA KRISTAL ........................... 13
E. CACAT KRISTAL ........................................... 16
F. RANGKUMAN ................................................ 18
G. UJI KOMPETENSI .......................................... 19
BAB II DINAMIKA KISI ............................................. 20
A. GETARAN KISI............................................... 20
B. KALOR JENIS ZAT PADAT .......................... 25
C. EFEK ANHARMONIK ................................... 34
D. KONDUKTIVITAS TERMAL ....................... 34
E. RANGKUMAN ................................................ 36
F. UJI KOMPETENSI .......................................... 37
BAB III ELEKTRON DALAM LOGAM ...................... 38
A. SIFAT KHAS LOGAM .................................... 38
B. TEORI-TOERI ELEKTRON PADA
LOGAM............................................................ 40
C. TEORI PITA ZAT PADAT ............................. 44
D. DINAMIKA GERAK ELEKTRON................. 48
E. SUPERKONDUKTIVITAS ............................ 52
F. RANGKUMAN ................................................ 54
G. UJI KOMPETENSI .......................................... 56

BAB IV SEMIKONDUKTOR....................................... 57
ix
A. PENGERTIAN SEMIKONDUKTOR ............ 57
B. JENIS-JENIS SEMIKONDUKTOR ................ 58
C. KONSEP LUBANG ELEKTRON (HOLE) .... 61
D. KONSENTRASI MUATAN PEMBAWA
DALAM SEMIKONDUKTOR ....................... 63
E. PENERAPAN SEMIKONDUKTOR .............. 65
F. RANGKUMAN ................................................ 68
G. UJI KOMPETENSI .......................................... 69
BAB V SIFAT DIELEKTRIK ZAT PADAT ................ 70
A. PENGERTIAN DIELEKTRIK........................ 70
B. POLARISASI DAN SUSEPTIBILITAS
LISTRIK ........................................................... 72
C. KONSTANTA DAN POLARISABILITAS
DIELEKTRIK .................................................. 73
D. EFEK LAIN ...................................................... 75
E. RANGKUMAN ................................................ 77
F. UJI KOMPETENSI .......................................... 78
BAB VI SIFAT MAGNETIK ZAT PADAT .................. 79
A. SUSEPTIBILITAS MAGNETIK .................... 79
B. DIAMAGNETIK ............................................. 81
C. PARAMAGNETIK .......................................... 84
D. FEROMAGNETIK .......................................... 89
E. ANTI FEROMAGNETIK................................ 94
F. RANGKUMAN ................................................ 97
G. UJI KOMPETENSI .......................................... 98
DAFTAR PUSTAKA..................................................... 100
GLOSARIUM ............................................................... 103
INDEKS ....................................................................... 114
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................. 117

x
UCAPAN TERIMA KASIH

Buku ajar Pendahuluan Fisika Zat Padat ini dipersiapkan


sedemikian rupa sehingga diharapkan mampu membantu
mahasiswa untuk memahami konsep-konsep dasar fisika zat
padat. Materi dalam buku ajar ini disesuaikan dengan
kebutuhan pembelajaran tingkat mahasiswa serta disajikan
dengan bahasa yang mudah dipahami. Dalam penyusunan
buku ini kami mengucapkan terima kasih yang begitu besar atas
saran, kritik dan bahan materi yang diberikan oleh Editor
Saiyidah Mahtari, M.Pd, Banjarmasin; Rahmat Saifuddin
Anwar, Banjarmasin; Aufi Arya Nur Arif, Banjarmasin; Nur
'aina, Banjarmasin; Baginda Kahar Aprijal Raja Sianipar,
Banjarmasin; Nuq Riyangga, Banjarmasin; Gusti Syntia Patima,
Banjarmasin Norma, Banjarmasin; Diyara Berliana Pratiwi,
Banjarmasin; Hani Sapna, Banjarmasin; Raisa Hadianti,
Banjarmasin; Nor Aulida Rahmi, Banjarmasin; Waasik
Murniati, Banjarmasin; Andriana Safitriani, Banjarmasin; Fitria
Dewi Firdawati, Banjarmasin; Fitri Norkhalisa, Banjarmasin;
Lavenia Wulandari, Banjarmasin; Deftri Sekar Ningrum,
Banjarmasin; Eva Amilia, Banjarmasin; Octaviani,
Banjarmasin; Asyafaah, Banjarmasin; Risma Ika Safitri,
Banjarmasin; Arnal Langgene, Palu; Siti Aisyah Al Humaerah,
Palu; Monica Maya Lusia, Banjarmasin; Rizki Maulidia
Isnaniah, Banjarmasin; Sri Maryati, Banjarmasin.

Selain itu, tidak lupa pula kami berterima kasih kepada


Lambung Mangkurat University Press yang telah bersedia
melakukan peninjauan dan penerbitan terhadap naskah buku
xi
ajar yang kami susun ini. Akhir kata kami sangat berterima
kasih atas dukungan dan motivasi yang diberikan selama
penyusunan buku ajar ini.

xii
SINOPSIS

Fisika zat padat merupakan salah satu bagian dari ilmu


fisika yang mempelajari perilaku dan sifat fisik pada zat berfasa
padat. Pada lingkupnya fisika zat padat merumuskan model
yang menggunakan hukum-hukum dasar salah satunya seperti
magnet listrik untuk menjelaskan perilaku dan fisik zat padat.
Analisis zat padat sendiri memerlukan keseimbangan unsur
internalnya. Pada bab pertama membahas mengenai materi
struktur kristal, kisi ruang unit sel, bentuk kristal, ikatan kristal,
difraksi kristal dan cacat kristal.
Berawal dari atom-atom atau gugus atom yang tersusun.
Pengetahuan tentang struktur kristal sangat penting pada fisika
zat padat. Pada subbab pertama berisi materi struktur kristal,
kisi ruang unit sel, bentuk kristal, ikatan kristal, difraksi kristal
dan cacat kristal. Struktur kristal salah satu contohnya dapat
dilihat pada partikel-partikel yang teratur dalam susunan tiga
dimensi yang disebut kisi kristal atau kisi ruang. Kristal sendiri
mempunyai empat bentuk yang dijelaskan dalam buku ini.
Cacat kristal merupakan ketidaksempurnaan pada struktur dan
susunan atom pada kristal cacat kristal ini dibagi menjadi tiga.
Selanjutnya pada materi dinamika kisi, kisi sendiri
merupakan sekumpulan titik dalam ruang yang sedemikian
rupa sehingga jika titik-titik tersebut dilihat dari berbagai
pandang sudut akan terlihat identik satu dengan lainnya. Bab
ini terdiri atas struktur kisi, kisi dua dan tiga dimensi, teori
elektron bebas, getaran kisi dan sifat termal zat padat. Kisi dua
dimensi terbentuk dari dua buah vektor a dan b. Pada ruang
tiga dimensi, terdapat empat belas kisi Bravais berbeda.
xiii
Keempat belas kisi tersebut dibagi menjadi tujuh kelompok
berdasarkan sel unitnya. Menunjukkan kisi tiga dimensi
berdasarkan hubungan vektor dan sudut pembentuknya. Pada
teori elektron bebas (free elektron theory, FET), setiap logam
memiliki sekumpulan elektron bebas yang berperilaku
layaknya molekul gas ideal dan bergerak bebas pada ruang
logam tersebut.
Setelah materi dinamika kisi menuju materi elektron
dalam logam. Logam sendiri merupakan benda yang banyak
tersebar di permukaan bumi dan dimanfaatkan oleh manusia
dalam kehidupan sehari-hari. Logam menjadi material yang
paling dibutuhkan pada berbagai sektor baik itu industri,
perkantoran, dan pertukangan. Logam memiliki nilai relatif
yang cenderung tinggi dan sifat elastis ketika dipanaskan. Biji
logam bisa diperoleh dengan cara penambangan yang
tentunya masih berupa bahan mentah yang diperoleh dari
keadaan murni seperti emas, emas putih, platina, bismut,
serta bisa diperoleh dengan yang bercampur dengan unsur
lain seperti sulfur (S), silikon (Si), fosfor (F) karbon (C), serta
sesuatu yang bisa diamati disekitar seperti pasir, tanah liat. Bab
ini berisi sifat khas logam seperti yang dituliskan diatas, elektron
dan proton dalam inti atom, gerak acak dan sistematis elektron,
teori elektron bebas klasik serta aplikasi superkonduktor pada
bidang transportasi yang menggunakan efek Meissner yang
diangkat oleh magnet superkonduktor.
Selain superkonduktor, terdapat pula semikonduktor
yakni suatu zat dengan karakteristik listrik di tengah-tengah
antara konduktor dan isolator dikenal sebagai semikonduktor.
Temperatur, cahaya, dan medan magnet memiliki sedikit
pengaruh pada karakteristik listrik konduktor dan isolator,
sedangkan semikonduktor sangat sensitif terhadap pengaruh

xiv
ini. Pada bab ini selain membahas tentang semikonduktor juga
berisi tentang jenis-jenis semikonduktor, teknik pengukuran
celah, persamaan gerakan elektron dalam sebuah pita energi
dan aplikasi bahan semikonduktor. Aplikasi pada bahan
semikonduktor sendiri salah satu contohnya terdapat pada
transistor yang merupakan komponen yang pada umumnya
banyak digunakan dalam rangkaian elektronika, mulai dari
rangkaian dengan kompleksitas rendah hingga level canggih.
Dari semikonduktor yang karakteristiknya di tengah
antara konduktor dan isolator terdapat pula zat padat yang
sifatnya yang buruk dalam menghantarkan listrik atau bisa
dikatakan sebagai bahan isolator. Materi ini akan membahas
deskripsi makroskopis pada sifat dielektrik zat padat yakni
dapat ditinjau dari kapasitor keping sejajar yang diisi oleh bahan
dielektrik. Contoh bahan dielektrik sendiri diantaranya kertas,
teflon, karet, mika, berlian dan kaca. Selain itu juga berisi
materi tentang dipol listrik, konstanta dielektrik dan
polarisabilitas serta efek lain yang dibagi menjadi dua yakni
feroelektrisitas dan piezoelektrisitas.
Selain membahas yang berkaitan dengan kelistrikan buku
ini ditutup dengan sifat magnetik pada zat padat yang
subbabnya membahas tentang suseptibilitas magnetik,
diamagnetisme, paramagnetisme, feromagnetisme dan anti
feromagnetik. Suseptibilitas magnetik dapat sendiri dapat
diartikan sebagai kerentanan suatu benda untuk termagnetisasi.
Diamagnetisme adalah bentuk kemagnetan yang sangat lemah
yang ditunjukkan oleh zat-zat dengan kerentanan magnetik
negatif. Paramagnetisme adalah sifat dari karakteristik bahan
yang mana mempunyai momen magnetik permanen dan
disejajarkan dengan arah medan magnet dan nilai suseptibilitas
magnetiknya berbanding terbalik dengan suhu. Feromagnetik

xv
merupakan suatu bahan yang memiliki nilai suseptibilitas
magnetik positif sangat tinggi. Feromagnetik terdapat pada
bahan besi murni, kobalt, nikel, gadolinium, dan disprosium.
Anti feromagnetik, yaitu bahan dengan suseptibilitas positif
rendah pada semua suhu dengan perubahan suseptibilitas suhu
karena kondisi khusus.
Masih banyak materi lainnya yang dibahas pada buku ini
selain yang di paparkan diatas. Buku ini, selain berisi materi
juga dilengkapi contoh soal, soal latihan dan pembahasannya.
Atas dasar itulah buku ini cocok bagi para pembaca untuk
memahami dasar-dasar fisika zat padat sebelum masuk ke
tingkat materi yang lebih kompleks.

xvi
BAB I
SUSUNAN KRISTAL

A. STRUKTUR KRISTAL
Kristal merupakan suatu bahan dimana atom, molekul
atau partikel terbungkus dengan lekat atau bergabung dengan
cara tertentu dengan sebuah energi potensial yang bernilai
kecil. Atas hal itulah, kristal memiliki sebuah bentuk geometri
tertentu. Sebuah kristal dapat di katakan ideal ketika dalam
ruang tiga dimensi kristal di susun oleh unsur satuan yang sama
secara berulang-ulang. Karakteristik kristal yang di kategorikan
sebagai kristal sempurna adalah sebagai berikut.
1. Memiliki ukuran yang tidak berhingga
2. Tidak memiliki cacat geometrik
3. Tidak memiliki ketakmurnian kimiawi, dan
4. Pada suhu 𝑇> 0 K, atomnya tidak mengalami getaran termal
Pada suatu kristal dalam bentuk dua dimensi dimana
kedudukan setiap atom penyusunnya bisa di nyatakan dengan
𝐑, sebagai kombinasi linier dari dua buah vektor basis yang
bersifat tidak unik dan tidak kolinier (𝐚 dan 𝐛) dengan koefisien
bilangan bulat (𝑛 dan 𝑚). Secara matematis, pernyataan itu
setara dengan:

𝐑 = 𝑛𝐚 + 𝑚𝐛 Pers. I.1

Struktur geometrik dari sebuah kristal di anggap


sempurna jika unsur penyusun tepat pada kedudukannya
dalam setiap atom dalam ruang. Bentuk pola geometris disebut
dengan kisi (lattices). Kisi adalah suatu deretan dari titik-titik
yang dihubungkan oleh operator translasi kisi. Secara konsep

1
geometri, kisi adalah sekumpulan titik dalam ruang sedemikian
sehingga jika titik-titik tersebut dilihat dari berbagai sudut
pandang akan terlihat identik satu dengan yang lainnya. Sifat ini
disebut dengan sifat identical surrounding.
Kisi ini terbagi menjadi dua jenis kisi yaitu kisi bravais
dan non-bravais. Sebuah kisi khusus yang mana semua titiknya
berada di tempat yang sama atau ekuivalen di sebut dengan kisi
Bravais. Artinya bahwa titik-titik penyusun kristalnya
mempunyai kisi geometris yang sama. Kisi Bravais adalah kisi
yang memiliki titik-titik yang bertetangga tepat sama besar
jaraknya satu sama lain. Kisi non-bravais adalah saat titik-titik
nya berada pada tempat yang tidak teratur dan tidak berharga
sama.
Perhatikan kembali Pers. I.1, nilai a dan b adalah suatu
vektor yang disebut dengan vektor primitif atau basis sebuah
kisi. Basis merupakan sebuah gugusan atom yang harus di
letakkan dalam setiap titik kisi pada sebuah kristal supaya
didapatkan struktur kristal yang sesungguhnya. Sebuah struktur
kristal yang nyata dapat diperoleh dari meletakkan sebuah basis
disetiap titik kisi.
Untuk memahami sel unit dan sel primitif, bayangkan
larik kisi dua dimensi yang dibagi-bagi menjadi beberapa sub-
larik kecil seperti gambar berikut ini.

𝐛𝟐

𝐚𝟐

𝐚𝟏 𝐛𝟑
𝐛𝟏 𝐚𝟑

Gambar I.1 Sel satuan dan sel primitif

2
Jajaran genjang yang dibentuk oleh vektor-vektor 𝐚𝑙 , 𝐛𝑙 disebut
sebagai sel unit. Jika titik-titik kisi pada sel unit hanya berada
diujung-ujung titik sudut sel, maka sel tersebut disebut sebagai
sel primitif (misalnya 𝐚𝟏 , 𝐛𝟏 dan 𝐚𝟐 , 𝐛𝟐 ). Sel yang bukan
primitif disebut sel non-primitif (misalnya 𝐚𝟑 , 𝐛𝟑 ). Beberapa
sifat sel primitif adalah sebagai berikut.
1. Sel primitif akan memenuhi/menutupi keseluruhan kisi
secara luasan atau volume jika sel diletakkan berderet
membentuk pola tertentu.
2. Sel primitif memiliki volume paling kecil.
3. Luas atau volume tiap-tiap sel primitif yang berbeda adalah
sama besar, tidak bergantung pada pemilihan vektor
translasinya.
4. Setiap sel primitif memiliki satu titik yang sama pada kisi.
Penentuan sel satuan dua dimensi biasanya diambil dari
luasan yang terkecil yang menghasilkan daerah yang dapat
diplotkan pada kisi, sedangkan dalam tiga dimensi unit sel
mengandung pengertian volume. Ada dua sifat unit sel yaitu
semua unit sel mempunyai luasan atau volume yang sama dan
setiap unit sel hanya mempunyai total titik kisi.

kisi basis kristal

Gambar I.2 Komposisi pembentukan kristal dari kisi


dan basis

3
Contoh Soal 1.1 Pembentukan kristal dari basis dan kisi
Diberikan sebuah sel unit seperti berikut ini.

Tentukan bentuk kristal yang akan terbangun ketika sel unit


tersebut menempati larik atom yang berbentuk seperti berikut.

Jawaban
Untuk memperoleh bentuk kristal, kita hanya perlu
menempatkan sel unit ke titik-titik dalam larik. Dengan
demikian, struktur kristal yang terbentuk adalah sebagai
berikut.

4
B. JENIS-JENIS KISI
Struktur dari sebuah kristal juga digambarkan dalam model
tiga dimensi dengan memperkenalkan konsep dari sumbu-
sumbu kristalografi dalam sifat simetris dari suatu kristal. Dapat
di tunjukkan dengan sebuah parameter a, b, c dan 𝛼, 𝛽, 𝛾 (lihat
Gambar I.3).

Gambar I.3 Parameter model kisi tiga dimensi


Keterangan gambar:
1. Panjang rusuk a di gambarkan sepanjang sumbu x,
2. Panjang rusuk b digambarkan sepanjang sumbu y,
3. Panjang rusuk c digambarkan sepanjang sumbu z, dan
4. Besar sudut 𝛼 (sumbu zy), 𝛽 (sumbu xz), dan 𝛾 (sumbu xy)
Setiap parameter a, b dan c merepresentasikan panjang
rusuk sebuah kristal dan untuk 𝛼, 𝛽, 𝛾 merupakan parameter
besarnya sudut perpotongan antara rusuk satu dengan rusuk
yang lain. Dari parameter tiga dimensi tersebut, unit sel dapat
ditentukan dengan membentuknya menjadi tujuh macam unit
sel. Ketujuh unit sel ini sering dinamakan dengan tujuh sistem
kristal dasar, karena pada semua titik kisinya berada pada

5
sudut-sudut unit sel. Adapun ketujuh sistem tersebut disajikan
dalam Gambar I.4.

Gambar I.4 Tujuh sistem kristal dasar

Berdasarkan Gambar I.4, posisi sebuah titik dari kisi ini


tidak hanya dapat di letakkan pada sudut juga dapat di letakkan
pada bagian sisi, yaitu bagian permukaan dan di bagian tengah
atau badan kisi. Bravais (1850) menyatakan ada empat macam
unit sel berbeda yang termasuk dalam tujuh sistem kristal dasar,
yaitu unit sel sederhana (simple), pusat badan (body centered),
pusat muka (face centered), dan pusat alas (base centered).
1. Kisi dua dimensi
Kisi dua dimensi terbentuk dari dua buah vektor a dan b.
Bergantung dengan panjang kedua vektor ini dan sudut γ antara
keduanya, kisi dengan berbagai konfigurasi geometris dapat
dibentuk. Tabel I.1 menunjukkan beberapa contoh kisi yang
dapat dibentuk dari dua vektor translasi.

6
Tabel I.1 Kisi dua dimensi

Nama Kisi Syarat Ilustrasi


Kisi 𝑎 ≠ 𝑏, γ ≠
jajargenjang 90°

γ
𝑏ሬԦ
𝑎Ԧ

Kisi segi 𝑎 ≠ 𝑏, γ=
empat 90°

𝑏ሬԦ γ

𝑎Ԧ

Kisi permata 𝑎 = 𝑏, γ≠
90°

γ
𝑏ሬԦ
𝑎Ԧ

Kisi persegi 𝑎 = 𝑏, γ=
90°

γ
𝑏ሬԦ
𝑎Ԧ

7
Kisi 𝑎 = 𝑏, γ=
heksagonal 120°

γ = 120°
𝑏ሬԦ
𝑎Ԧ

2. Kisi tiga dimensi


Pada ruang tiga dimensi, terdapat empat belas kisi
Bravais berbeda. Keempat belas kisi tersebut dibagi menjadi
tujuh kelompok berdasarkan sel unitnya (Gambar I.5).
Menunjukkan kisi tiga dimensi berdasarkan hubungan vektor
dan sudut pembentuknya.
Tabel I.2 Kisi tiga dimensi

Nama Kisi Syarat


triclinic S 𝑎 ≠ 𝑏 ≠ 𝑐,
𝛼 ≠ 𝛽 ≠ 𝛾 ≠ 90°
Monoklinik sederhana 𝑎 ≠ 𝑏 ≠ 𝑐,
Monoklinik basis di pusat 𝛼 = 𝛾 = 90° ≠ 𝛽
Ortohombik sederhana 𝑎 ≠ 𝑏 ≠ 𝑐,
Ortohombik basis di pusat 𝛼 = 𝛽 = 𝛾 = 90°
Tetragonal sederhana 𝑎 = 𝑏 ≠ 𝑐,
𝛼 = 𝛽 = 𝛾 = 90°
Trigonal 𝑎 = 𝑏 = 𝑐,
𝛼 = 𝛽 = 𝛾 ≠ 90°
Heksagonal 𝑎 = 𝑏 ≠ 𝑐,
𝛼 = 𝛽 = 90°, 𝛾 = 120°
Kubik sederhana 𝑎 = 𝑏 = 𝑐,
(simple cubic, sc) 𝛼 = 𝛽 = 𝛾 = 90°

Sama seperti kisi dua dimensi, kisi tiga dimensi dapat


dibedakan menjadi monoatom dan gabungan. Kisi monoatom

8
tiga dimensi memenuhi persamaan vektor yang mirip dengan
persamaan R pada dua dimensi, yakni*:

𝐑 = 𝑛𝐚 + 𝑚𝐛 + 𝑝𝐜 Pers. I.2

4 tipe sel unit


P = primitif
I = pusat badan
F = pusat muka
C = pusat alas
+

Gambar I.5 Jenis-jenis kisi tiga dimensi


Kisi monoatom terbentuk dari atom-atom dengan satu unsur.
Contoh kisi monoatom paling sederhana adalah kisi Bravais.
Selain itu, terdapat pula konfigurasi kisi simple cubic, face-
centered cubic, body-centered cubic, hexagonal, hexagonal
close-packed (hcp) dan diamond. Beberapa jenis konfigurasi
kisi dibahas sebagai berikut.
a. Kisi kubus sederhana (simple cubic, sc)

*
Biasanya a juga ditulils 𝐚𝟏 , b ditulis 𝐚𝟐 dan 𝐜 ditulis 𝐚𝟑 .

9
Kisi kubus sederhana dapat didefinisikan dengan
himpunan vektor-vektor primitif berikut.
1 0 0
𝐚 = 𝑎 (0) , 𝐛 = 𝑎 (1) , 𝐜 = 𝑎 (0)
0 0 1

Gambar I.6 Kisi kubus sederhana dengan jarak pemisah


antar titik a
Satu-satunya unsur yang memiliki konfigurasi kisi sc dalam
keadaan dasarnya adalah polonium.
b. Kisi face-centered cubic, fcc
Kisi fcc dibentuk dengan meletakkan atom-atom
pada ujung sebuah kubus dan disetiap permukaan kubus
seperti gambar berikut.

Gambar I.7 Kisi fcc dengan jarak pemisah antar atom di


titik sudut sebesar a

10
Himpunan vektor primitif yang menggambarkan kisi ini
adalah:
𝑎 1 𝑎 1 𝑎 0
𝐚 = (1) , 𝐛 = (0) , 𝐜 = (1)
2 2 2
0 1 1

c. Kisi body-centered cubic


Kisi bcc dibangun dengan cara yang sama dengan kisi
fcc, tetapi atom-atom tidak diletakkan di permukaan kubus,
melainkan tepat di bagian tengah kubus seperti ilustrasi
berikut.

Gambar I.8 Kisi bcc dengan jarak pemisah antar atom di


titik sudut sebesar a
Himpunan vektor primitif untuk kisi bcc dengan jarak
pemisah antar atom sebesar a adalah:
𝑎 1 𝑎 −1 𝑎 1
𝐚 = ( 1 ) , 𝐛 = ( 1 ) , 𝐜 = (−1)
2 2 2
−1 1 1

Kisi gabungan terbentuk dari lebih dua jenis unsur.


Oleh karena itu, kisi gabungan bukanlah merupakan kisi
Bravais. Contoh-contoh kisi gabungan adalah kisi pada struktur
natrium klorida (NaCl), sesium klorida (CsCl) dan kalsium
fluorid (CaFl2).

11
Contoh Soal 1.2 Sudut ikatan kristal
Sudut antara ikatan tetrahedral berlian sama dengan sudut
besar antara dua diagonal benda kubus. Gunakan analisis
vektor dasar untuk menemukan nilai sudut tersebut.

Jawaban
Gunakan identitas vektor 𝐚 · 𝐛 = 𝑎𝑏 cos 𝛽, di mana 𝛽
adalah sudut antara dua vektor. Ambil dua diagonal kubus yang
diberikan oleh vektor a = (1, 1, 1) dan b = (1, −1, −1). Dengan
menggunakan identitas vektor diperoleh:
(1, 1, 1) ⋅ (1, −1, −1) = √3 √3 cos 𝛽
1.1 + 1(−1) + 1(−1) = 3 cos 𝛽
1
cos 𝛽 = −
3
yang memberikan 𝛽 = 109.47°.

C. SIMETRI KRISTAL
Simetri kristal dua dimensi, memiliki sifat yang
memenuhi simetri translasi, simetri rotasi, dan simetri refleksi.
1. Translasi, jika dalam seluruh kristal bergerak ke atas vektor
R (menghubungkan dua atom), posisi masing-masing atom
kristal dalam kaitannya dengan yang lain tidak berubah,
atau keberadaannya tetap sama. Dengan kata lain, kristal
tidak berubah untuk gerakan tersebut.
2. Rotasi, berputar/memutar di sekitar posisi atom tertentu
(pasti semua tidak berubah selama 360 rotasi, ada yang
tidak berubah selama 90, 120 atau 180 rotasi).
3. Refleksi, cermin yang dipantulkan oleh garis lurus yang
melewati serangkaian atom.
Sistem kristal tiga dimensi memiliki sifat simetri sebagai
berikut :

12
1. Translasi, jika seluruh kristal dipindahkan ke atas vektor R
(menghubungkan dua atom), maka posisi masing-masing
atom kristal relatif terhadap atom lainnya tidak berubah
atau kehadirannya tetap sama. Dengan kata lain, kristal
tidak berubah untuk gerakan tersebut.
2. Inversi, struktur kristal disebut simetri terbalik ketika setiap
garis yang melewati suatu titik membuat jarak yang sama ke
sisi lain dari pusat simetri dan bertemu dengan titik yang
identik, atau dengan kata lain, inversi menjadi pusat inversi
dengan operasi + menjadi -. Semua jaringan Bravais
memilikinya.
3. Refleksi, struktur kristal dapat dibagi dimana satu belahan
merupakan cerminan dari belahan lainnya. rotasi, rotasi
terhadap sumbu rotasi. Sumbu rotasi ini disebut N jika
invariant rotasinya adalah 2π/N. Kemungkinan nilai N
adalah 1, 2, 3, 4, dan 6. Tidak ada kisi yang tetap dapat
disebut kisi dengan putaran 2π/5.
4. Glide (luncuran), gabungan efek pemantulan dan translasi.
5. Screw, gabungan efek rotasi dan translasi.

D. DIFRAKSI PADA KRISTAL


Pada padatan kristal, terdapat beberapa kelompok
bidang atom paralel yang masing-masing bertindak sebagai kisi
difraksi tiga dimensi. W. L. Bragg pada tahun 1913
menunjukkan penjelasan sederhana mengenai peristiwa
difraksi gelombang elektromagnetik pada kristal. Akan tetapi,
meskipun penjelasan Bragg sangat sederhana karena hanya
menggunakan optika geometri, tetapi hasil ini identik dengan
penurunan yang lebih kompleks dari von Laue dan Ewald.

13
Misalkan terdapat sejumlah kisi persegi sederhana seperti
Gambar I.9†.

2𝑑 sin 𝜃

Gambar I.9 Ilustrasi difraksi Bragg


Pada kisi tersebut ditembakkan seberkas sinar-x paralel yang
memiliki panjang gelombang λ yang kemudian berinteraksi
dengan semua atom kisi yang tersinari. Anggap 𝜃 adalah sudut
yang dibuat oleh sinar datang terhadap bidang kisi. Mula-mula
sinar akan menabrak atom A pada kisi pertama, diikuti atom B
pada kisi kedua. Pada kedua sinar pantul dari A dan B terjadi
interferensi konstruktif yang menyebabkan perbedaan panjang
lintasannya sebesar 𝑛𝜆 dengan 𝑛 bilangan bulat. Berdasarkan
hukum Snellius, besar kedua sudut pantul (baik dari A dan B)
adalah sama besar dengan sudut datang masing-masing berkas
pada atom tersebut. Syarat kedua adalah, agar kedua sinar


Bayangkan Anda menumpuk beberapa selimut dan Anda memandangnya
dari sisi samping. Dengan demikian, Anda dapat menghitung bahwa lapisan
selimut tersebut berjumlah empat, begitupula ilustrasi yang diberikan oleh
Gambar I.9.

14
kembali sefase dan sinar kedua menempuh jarak 2𝑑 sin 𝜃 lebih
panjang, maka haruslah berlaku:

2𝑑 sin 𝜃 = 𝑛𝜆 Pers. I.3

Meskipun persamaan difraksi Bragg menjadi


pemahaman dasar bagi difraksi pada kristal, tetapi pada
kenyataannya persamaan tersebut tidak dapat menggambarkan
kristal sesungguhnya. Persamaan Laue menjadi salah satu solusi
yang dapat digunakan. Bayangkan kembali beberapa kisi
bertumpuk seperti sebelumnya, tetapi kini terdapat sebuah
vektor d yang tegak lurus terhadap bidang kristal seperti
ditunjukkan oleh Gambar I.10.

𝜃 𝜃

𝑑 sin 𝜃
𝐝

Gambar I.10 Berkas sinar-x menumbuk atom pada kisi


(ilustrasi hukum Laue)
Misalkan sinar datang memiliki vektor gelombang k sedangkan
sinar pantulnya adalah 𝐤′. Panjang gelombang sinar datang dan
pantul pun sama besar. Akan tetapi, momentum partikel tidak
konstan, tetapi energi hasil perbedaan tersebut diserap oleh
kristal. Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa:
𝐤 ′ ⋅ 𝐝 = −𝐤 ⋅ 𝐝 = 𝑘𝑑 sin 𝜃

15
besaran 𝑘𝑑 sin 𝜃 disebut lintasan optik. Gelombang atas dan
bawah akan mengalami interferensi konstruktif ketika beda
fasenya adalah kelipatan 2𝜋. Dengan demikian, hukum Laue
dinyatakan secara matematis sebagai berikut.

𝚫𝐤 ⋅ 𝐝 = 2𝜋𝑛 Pers. I.4

E. CACAT KRISTAL
Cacat kristal merupakan salah satu bukti tidak
sempurnanya dalam struktur dan susunan atom pada kristal.
Cacat kristal terbagi dalam beberapa jenis, dimana terdapat
kecacatan pada struktur susunan atomnya. Cacat kristal ini
mempunyai banyak pengaruh dalam menunjukkan sifat dari
suatu material dan penggolongan cacat yang berguna dalam
pemrosesan sebuah bahan. Contoh manfaat cacat kristal pada
kehidupan nyata yaitu pembuatan gawai semikonduktor yang
membutuhkan silikon murni dan cacat kristal tertentu.
1. Cacat Titik
Cacat titik adalah cacat paling sederhana yang dapat
ditemukan dalam fase kristal apa pun. Kristal yang mengalami
cacat titik terlokalisasi hingga memiliki satu lubang dari struktur
kristal. Pertama, cacat titik karena adanya kekosongan atom
dalam kristal. Saat temperatur atau suhu dari kristal berubah
semakin tinggi, atom-atom akan bergetar karena menyerap
panas dengan frekuensi tertentu. Hal tersebut dapat
menyebabkan atom-atom dalam kristal keluar dari kisi atau
lebih dikenal dengan vacancy atau cacat kekosongan. Pada
kasus lain, kekosongan dapat menyebabkan difusi (transpor
massa) atom semakin cepat. Saat temperatur semakin tinggi,
maka akan atom akan semakin banyak pergi meninggalkan
posisinya sehingga lubang (hole, muatan positif) atau

16
kekosongan pada sebuah kristal akan semakin banyak‡. Kedua,
cacat titik interstisial, yaitu jenis cacat kristalografi titik di mana
atom luar dari jenis yang sama atau berbeda, menempati kisi
dalam struktur kristal. Meskipun atom tersebut menempati
ruang interstisial kosong, ukuran atom biasanya lebih besar dari
ruang kosong. Dengan demikian, atom di sekitarnya
dikompresi dan terdistorsi. Kehadiran sejumlah besar atom
interstisial dapat mengubah sifat mekanik dan termal dari zat
padat. Ketiga, cacat Schottky, yakni cacat kristal karena
kekosongan kation dan anion. Cacat ini timbul karena
hilangnya satu kation dan satu anion pada kristal karena adanya
pengaruh dari luar. Hal tersebut membuat kristal ion yang
seharusnya muatan positifnya sama banyak dengan muatan
negatif menjadi tidak stabil.
2. Cacat Dislokasi
Cacat dislokasi terjadi karena ada atom yang berada di
tempat yang tidak semestinya pada kristal. Cacat dislokasi
terbagi menjadi dislokasi tepi dan sekrup.
a. Dislokasi tepi adalah cacat di mana setengah bidang dari
atom berada di tengah kristal, sehingga mendistorsi bidang
di dekat atom. Cacat ini menyebabkan bidang atom
tetangganya membengkok. Oleh karena itu, bidang atom
yang berdekatan tidak lurus dengan larik atom yang lain.
b. Dislokasi sekrup menyebabkan bidang kisi bergeser satu
lapis (atau lebih), seperti tangga spiral. Tidak seperti di
dislokasi tepi, ketika kita memberikan tekanan pada kristal
yang mengalami cacat ini, area dislokasi bergerak tegak
lurus terhadap arah tegangan. Sebenarnya, dislokasi tepi


Anda mungkin belum memahami konsep mengenai hole, tetapi untuk
saat ini kami hanya dapat memohon kepada Anda untuk mempercayai
apa yang kami tulis. Anda akan mempelajari konsep lubang elektron
pada BAB IV di subbab KONSEP LUBANG ELEKTRON (HOLE).

17
dan ulir hanyalah bentuk ekstrem dari kemungkinan
struktur dislokasi yang dapat terjadi. Kebanyakan dislokasi
pada kristal adalah gabungan dari keduanya. Dislokasi
tersebut mempunyai banyak kontribusi terhadap deformasi
plastis, karena dislokasi ini bisa bergerak saat atom yang
berada di lapisan bawah tergeser oleh sebuah gaya yang
diberikan pada bahan.

F. RANGKUMAN
▪ Kristal merupakan suatu substansi dimana atom, molekul
atau partikel terbungkus dengan lekat atau bergabung
dengan cara tertentu dengan sebuah energi potensial yang
bernilai kecil.
▪ Kisi kristal adalah saat dimana banyaknya partikel pada
suatu zat kristal yang menyusun struktur kristal yang teratur
pada sebuah bentuk tiga dimensi
▪ Simetri kristal dua dimensi, memiliki sifat yang memenuhi
simetri translasi, simetri rotasi, dan simetri refleksi.
▪ Simetri kristal tiga dimensi memenuhi sifat translasi, inversi,
refleksi, luncuran dan gabungan rotasi-translasi.
▪ Cacat kristal merupakan salah satu ketidaksempurnaan
dalam struktur dan susunan atom pada kristal. Cacat kristal
terbagi dalam beberapa jenis, dimana terdapat kecacatan
pada struktur susunan atomnya
▪ Cacat kristal terbagi menjadi 3 berdasarkan jenisnya, yaitu
cacat titik, cacat garis, dan cacar antarmuka.

18
G. UJI KOMPETENSI
Kerjakanlah soal-soal berikut agar Anda dapat mengukur
kemampuan Anda setelah mempelajari bab ini.
1. Garam meja biasa sebagian besar terdiri dari kristal NaCl.
Dalam kristal NaCl, ada keluarga bidang yang terpisah
0,252 nm. Jika orde maksimum pertama diamati pada
sudut datang 18,1°, berapakah panjang gelombang
hamburan sinar-X dari kristal ini?
2. Berapa jumlah atom dalam unit sel primitif dari grafit?
3. Jelaskan perbedaan basis dan unit sel!
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kristal tetragonal!
5. Tentukan panjang gelombang sinar-x hasil difraksi pada
kristal garam batu jika panjang gelombangnya mula-mula
bervariasi dari 0,2 Å – 1 Å dan membentuk sudut 9°
terhadap permukaan kristal ketika terjadi tumbukan (𝑑 =
2,814 Å).

19
BAB II
DINAMIKA KISI

A. GETARAN KISI
1. Fonon
Pada sebarang temperatur di atas 0 K, atom-atom dalam
kisi akan mulai bergetar terhadap titik kesetimbangannya
dengan cara menyerap energi termal. Banyak sifat-sifat termal
kristal yang terbentuk akibat getaran kisi. Dalam pendekatan
harmonis, getaran ini diasumsikan memiliki amplitudo sangat
kecil dibandingkan dengan jarak antar atom dan gaya interaksi
antar atom (sehingga berlaku hukum Hooke). Analogi osilator
harmonik juga berlaku pada getaran kisi. Jika pada osilator
harmonik, kuanta pembawa energi disebut foton, maka dalam
getaran kisi, kuanta pembawa energi termal zat padat disebut
dengan fonon. Fonon dibedakan menjadi fonon akustik dan
fonon optik. Hubungan antara energi fonon, E, frekuensi
sudut, ω dan vektor gelombang, 𝐤 adalah sebagai berikut.

𝐸 = ℏ𝜔, 𝜔 = 𝑣𝑠 𝑘 Pers. II.1

dimana 𝑣𝑠 adalah kelajuan gelombang bunyi. Fonon termasuk


partikel boson, sehingga memenuhi statistika Bose-Einstein.
Dalam sebuah kristal, fonon bukanlah partikel bebas.
Fonon terikat pada kristal, sehingga nilai ℏ𝑘 tidak
menunjukkan momentum fonon sebagai partikel bebas,
melainkan merujuk kepada momentum kristal. Teori dasar
dari dinamika kisi diberikan oleh Born dan Huang yang
mengemukakan teori kisi kristal dengan pendekatan
kesimetrian translasi. Teori tersebut menggunakan pendekatan

20
Born-Oppenheimer, dimana elektron bergerak sangat cepat
karena massanya lebih ringan, mengikuti gerak inti yang lebih
lamban. Model yang lebih sederhana yang dapat digunakan
untuk menjelaskan getaran kisi adalah model pegas. Gaya dari
pegas sepanjang a dianalogikan sebagai interaksi antar atom
(atau ion) yang berada pada ujung-ujungnya. Dalam subbab ini
akan dibahas getaran kisi pada kisi satu dan dua dimensi secara
ringkas.
2. Getaran Kisi Satu Dimensi Monoatom
Dalam kisi satu dimensi, untuk penyederhanaan,
anggap terdapat sebuah rantai ion satu dimensi yang terdiri dari
beberapa atom bermassa 𝑚 berjarak masing-masing 𝑎
dihubungkan dengan sebuah pegas dengan konstanta elastisitas
𝓀. Pada sistem ini terdapat N ion dengan panjang rantai 𝐿 =
𝑁𝑎.

Gambar II.1 Rantai ion/atom satu dimensi


Perpindahan atom di posisi ke-r ke posisi atom
sebelahnya memenuhi:

𝑢𝑟 = 𝐴𝑒 𝑖(𝑘𝑟𝑎−𝜔𝑡) Pers. II.2

Menurut hukum II Newton, gaya pemulih pada atom/ion ke-r


memenuhi
𝐹𝑟 = 𝑚𝑎𝑟
= −𝑚𝜔2 𝑢𝑟
21
sehingga,
𝐹𝑟 = 𝐹pegas
−𝑚𝜔2 𝑢𝑟 = 𝓀(𝑢𝑟+1 − 𝑢𝑟 ) − 𝓀(𝑢𝑟 − 𝑢𝑟−1 )
𝓀 𝑢𝑟+1 𝑢𝑟−1
𝜔2 = (2 − − )
𝑚 𝑢𝑟 𝑢𝑟
selanjutnya, substitusikan ke Pers. II.2, sehingga diperoleh:
4𝓀 2 𝑘𝑎
𝜔2 = sin ( )
𝑚 2
Dengan demikian, diperoleh hubungan dispersi dalam besaran
frekuensi sudut, yakni:

𝓀 𝑘𝑎 𝑘𝑎
𝜔 = ±2√ sin ( ) = ±𝜔𝑚 sin ( ) Pers. II.3
𝑚 2 2

Getaran ini memiliki dua karakteristik penting, yakni sebagai


berikut.
a. Untuk nilai 𝑘 yang kecil, 𝜔 sebanding dengan nilai mutlak
dari 𝑘.
b. Solusi persamaan perpindahan atom (𝑢𝑟 ) berulang
periodik dengan periode 2𝜋/𝑎.
Meskipun sebarang pola getaran dapat terjadi pada
medium elastis, terdapat batasan mode-mode yang dapat
dibedakan satu sama lain pada kisi dengan ukuran terbatas yang
terbentuk dari atom-atom diskrit. Misalkan suatu rantai
monoatom linier yang mengandung (𝑁 + 1) atom memiliki
panjang 𝑁𝑎. Anggap atom yang berada pada ujung-ujung rantai
tersebut dijaga tetap, sehingga 𝑢1 = 𝑢𝑁+1 = 0. Mode getaran
yang mungkin terjadi adalah:
𝜋 2𝜋
𝑘= , ,…
𝑁𝑎 𝑁𝑎
Untuk 𝑁 yang sangat besar, maka keadaan yang berada antara
𝑘 dan (𝑘 + 𝑑𝑘) adalah (𝑁𝑎⁄𝜋)𝑑𝑘. Dengan demikian,

22
banyaknya keadaan per satuan panjang untuk kristal satu
dimensi adalah:

1 𝜋
𝑔(𝑘 ) 𝑑𝑘 = 𝑑𝑘, 𝑘≤
𝜋 𝑎 Pers. II.4
𝜋
=0 𝑘>
𝑎
𝑔(𝑘) disebut sebagai rapat keadaan (per satuan panjang, per
satuan interval panjang gelombang 𝑘). “Keadaan” disini
menunjukkan banyaknya mode getaran yang dapat dibedakan.
3. Getaran Kisi Satu Dimensi Non-monoatom
Anggap satu rantai monoatom dengan dua ion/atom
penyusun bermassa 𝑚1 dan 𝑚2 (𝑚1 < 𝑚2 ) yang masing-
masing massa 𝑚1 (atau 𝑚2 ) terpisah sejauh a. Dalam hal ini,
getarannya memiliki frekuensi sudut:

𝑚1 + 𝑚2 ± √𝑚12 + 2𝑚1 𝑚2 cos 𝑘𝑎 + 𝑚22 Pers. II.5


𝜔 = √𝓀 √
𝑚1 𝑚2

Nilai ω ini berkaitan dengan dua cabang fonon, yakni cabang


optik dan akustik. Pada 𝑘 yang kecil, masing-masing cabang
muncul dalam nilai 𝜔 berikut:

𝓀
𝜔𝑎 (𝑘 ) = √ 𝑘𝑎 Pers. II.6
2(𝑚1 + 𝑚2 )

2𝓀(𝑚1 + 𝑚2 )
𝜔𝑜 (𝑘 ) = √ Pers. II.7
𝑚1 𝑚2

23
Cabang akustik terjadi pada tingkat energi yang lebih
rendah dibandingkan cabang optik. Pada mode akustik, atom-
atom yang saling bertetangga bergerak sefase, berbeda dengan
mode optik. Di daerah cabang akustik, atom-atom 𝑚1 dan 𝑚2
berosilasi satu fase. Terdapat dua pengecualian pita akustik
pada kisi monoatom, yakni sebagai berikut.
a. Setiap kelompok perpindahan atom dapat digambarkan
dalam bentuk vektor gelombang dengan nilai mutlak tidak
lebih dari (𝜋⁄2𝑎).
b. Frekuensi sudut maksimum yang mungkin muncul pada
mode getaran akustik adalah:
2𝓀
𝜔𝑎−maks = √
𝑚2
Cabang optik getaran kisi adalah jenis mode getaran yang
memancarkan cahaya. Keadaan ini dapat terjadi ketika
perbandingan amplitudo 𝑚2 dan 𝑚1 bernilai negatif serta
keduanya berlawanan fase. Perbandingan massa atom 𝑚2 /𝑚1
menunjukkan lebar daerah terlarang dan lebar cabang optik.
Ketika massa kedua atom ini tidak jauh berbeda, daerah
terlarang menjadi sempit dan daerah optik mencakup frekuensi
hingga 1,4 kali lebih lebar. Akan tetapi, jika 𝑚2 cukup besar
dibandingkan 𝑚1 , daerah terlarang menjadi lebih lebar,
sedangkan cabang optik menjadi sempit dan berada pada
frekuensi sudut:
2𝓀
𝜔𝑜−min = √
𝑚1

Pengayaan 2.1. Tinjauan kuantum untuk fonon*

*
Lihat Kittel, C. (2005). Introduction to Solid State Physics. John Wiley
& Sons. h. 848.

24
Tinjauan yang diberikan pada subbab Getaran Kisi untuk
fonon adalah tinjauan klasik. Akan tetapi, seperti yang telah
disebutkan, fonon merupakan paket energi yang terkuantitasi.
Energi fonon dengan frekuensi sudut 𝜔 adalah:
1
𝐸 = (𝑛 + ) ℏ𝜔
2
dimana 𝑛 adalah banyaknya fonon dan suku ℏ𝜔/2
menunjukkan titik nol energi mode getaran†. Tinjau sebanyak
N partikel bermassa M terhubung dengan pegas dengan
konstanta 𝓀 dan panjang a. Dengan menggunakan model
osilator harmonik, Hamiltonian sistem ini adalah:
𝑛
1 2 1
𝐻 = ∑( 𝑝 + 𝓀(𝑞𝑟+1 − 𝑞𝑟 )2 )
2𝑀 𝑟 2
𝑟=1
dimana perpindahan partikel ke-r adalah 𝑞𝑟 dan
momentumnya adalah 𝑝𝑟 . Persamaan gerak fonon satu dimensi
dalam model ini dinyatakan dalam:
𝑄𝑘̈ + 𝜔𝑘2 𝑄𝑘 = 0
dengan 𝑄𝑘 = 𝑁 −1/2 Σ𝑟 𝑞𝑟 exp(−𝑖𝑘𝑟𝑎).

B. KALOR JENIS ZAT PADAT


Kalor jenis adalah jumlah energi panas yang harus
diberikan pada satu mol zat padat untuk meningkatkan
suhunya satu derajat. Oleh karena itu, ketika suhu zat padat
meningkat, maka energi dalamnya juga meningkat ketika
diberikan energi panas. Peningkatan energi kinetik elektron
bebas dan peningkatan jumlah getaran atom disekitar posisi


Dalam mekanika kuantum, model “partikel dalam kotak” menunjukkan
bahwa sebuah partikel tidak dapat memiliki total energi nol, meskipun
dalam keadaan dasarnya. Hal ini juga berhubungan dengan
ketidakpastian Heisenberg. Lihat Holgate, S. A. (2021). Understanding
Solid State Physics. CRC Press. h. 344.

25
rata-ratanya adalah dua cara utama untuk melihat adanya
kenaikan energi dalam. Secara umum, kalor jenis pada volume
konstan didefinisikan sebagai berikut.

𝜕𝑈
𝑐𝑉 = ( ) Pers. II.8
𝜕𝑇 𝑉

Seperti telah dijelaskan pada subbab sebelumnya,


getaran kisi (fonon) akan mempengaruhi besaran-besaran
termal kristal, salah satunya adalah kalor jenis. Kontribusi
fonon terhadap kalor jenis suatu kristal disebut kalor jenis kisi
dan dalam buku ini dinotasikan dengan 𝑐𝑙 . Total energi fonon
pada temperatur 𝜏 = 𝑘𝐵 𝑇 (dengan 𝑇 adalah temperatur kristal)
adalah:

𝑈𝑙 = ∑ ∑ 𝑈𝑘,𝑝 = ∑ ∑〈𝑛𝑘,𝑝 〉ℏ𝜔𝑘,𝑝 Pers. II.9


𝑘 𝑝 𝑘 𝑝

dimana 𝑘 adalah vektor gelombang, 𝑝 adalah indeks polarisasi


dan 〈𝑛𝑘,𝑝 〉 adalah okupansi kesetimbangan termal fonon yang
memiliki vektor gelombang k dan polarisasi p.
Dalam perkembangannya, perhitungan kalor jenis zat
mengalami beberapa koreksi. Model-model yang digunakan
dalam penentuan kalor jenis zat diantaranya adalah model
klasik, model Einstein dan model Debye. Penjelasan ringkas
dari model-model tersebut adalah sebagai berikut.
1. Model Klasik
Misalkan suatu atom bermassa 𝑚 sebagai salah satu
pembentuk zat padat, melakukan gerak harmonik dengan
amplitudo 𝑥𝑚 pada frekuensi sudut 𝜔. Konstanta gaya pemulih
adalah 𝓀. Pada setiap saat, perpindahan atom dari titik
kesetimbangan adalah 𝑥, sehingga kecepatannya adalah 𝑣 = 𝑥̇

26
dan percepatannya adalah 𝑥̈ = −𝜔2 𝑥. Total energi pada gerak
atom ini adalah:
𝐸 = 𝐸𝑘 + 𝐸𝑝
𝑚
= (𝑣 2 + 𝜔 2 𝑥 2 )
2
Berdasarkan teori klasik dan distribusi Boltzmann, nilai
ekspektasi energi untuk atom tersebut adalah:

〈𝐸〉 = 𝑘𝑇 Pers. II.10

selanjutnya, untuk 𝑁 atom, masing-masing dengan tiga derajat


kebebasan akan memiliki total energi kisi sebesar:

𝑈 = 3𝑁𝑘𝑇 Pers. II.11

Menurut teori klasik, hukum Dulong-Petit menyatakan


bahwa pada volume tetap, suatu ensambel akan memiliki kalor
jenis per mol sebesar

𝜕𝑈
𝑐𝑣 = ( ) = 3𝑅 = 3𝑁𝐴 𝑘
𝜕𝑇 𝑉 Pers. II.12
= 24,94 J⁄mol ⋅ K

Persamaan ini cocok untuk unsur dengan berat lebih dari 40


pada temperatur ruang dan temperatur tinggi, tetapi gagal pada
temperatur rendah‡.

Pengayaan 2.2. Model klasik tentang energi rata-rata zat padat


Model atom bebas


Beberapa fakta percobaan, seperti pada beberapa logam elektropositif
(misalnya Na, Cs, Ca, dan Mg) menunjukkan kenaikan kalor jenis diatas
3R ketika temperatur mengalami peningkatan. Lihat Wahab, M. A.
(2015). Solid State Physics: Structure and Properties of Materials 3rd
Edition. Narosa Publishing House. h. 301.

27
Tinjau sebuah atom satu dimensi yang bergerak bebas
tanpa pengaruh apa pun di sepanjang sumbu-x. Energi atom
tersebut adalah:
𝑝𝑥2
𝐸𝑥 =
2𝑚
Misalkan 𝑓 (𝐸, 𝑇) = 𝑓 adalah fungsi distribusi atom tersebut,
maka rata-rata energi atom tersebut adalah
∫ 𝐸 𝑓 𝑑𝜏
⟨𝐸 〉 =
∫ 𝑓 𝑑𝜏
dimana 𝑑𝜏 adalah elemen volume ruang fase, untuk satu
dimensi 𝑑𝜏 = 𝑑𝑥 𝑑𝑝𝑥 . Untuk distribusi klasik (Maxwell-
Boltzmann), nilai 𝑓 adalah:
𝑓 = 𝑒 −𝐸/𝑘𝑏 𝑇
dengan demikian diperoleh:
1
⟨𝐸⟩ = 𝑘𝐵 𝑇
2
sehingga energi totalnya adalah:
𝐸 = 𝑁 ⟨𝐸 ⟩

Model osilator harmonik klasik


Pada zat pada satu dimensi, atom akan mengikuti gerak
harmonik satu dimensi di sepanjang sumbu-x (misalnya). Jadi,
energi atom ini adalah:
𝑝𝑥2 1
𝐸= + 𝑚𝜔2 𝑥 2
2𝑚 2
Energi rata-rata atom tersebut adalah:

28
∞ 2
1 𝑝𝑥 1
𝑝2 1 − ( + 𝑚𝜔2 𝑥 2)
∫ ( 𝑥 + 𝑚𝜔2 𝑥 2 ) 𝑒 𝑘𝑏 𝑇 2𝑚 2 𝑑𝑥 𝑑𝑝𝑥
2𝑚 2
−∞
⟨𝐸 ⟩ = ∞
1 𝑝𝑥2 1
− ( + 𝑚𝜔2 𝑥 2)
𝑘𝑏 𝑇 2𝑚 2
∫ 𝑒 𝑑𝑥 𝑑𝑝𝑥
−∞
= 𝑘𝑏 𝑇
Dengan demikian, energi total sistemnya sama dengan model
yang telah dibahas sebelumnya, yakni:
𝐸 = 𝑁𝑘𝑏 𝑇

2. Model Einstein
Einstein adalah orang pertama yang menyelesaikan
masalah kalor jenis menggunakan teori kuantum Planck. Ia
mengasumsikan bahwa zat padat terbangun atas N atom (per
mol) akan dapat dianggap sebagai sebuah larik osilator atom
yang bergetar dalam tiga arah yang saling bebas dengan
frekuensi 𝜈 (nu). Sebelumnya, telah dijelaskan bahwa sebuah
kristal dapat dimodelkan memenuhi hukum Hooke, sehingga
untuk total tiga arah gerakan (sumbu-x, y, z) akan terdapat 3N
osilator. Dengan demikian, total energi dalam kristal sama
dengan rata-rata energi masing-masing osilator, sehingga:

1 1 1
∑ (𝑛 + ) ℏ𝜔 exp (− (𝑛 + ) ℏ𝜔)
0 2 𝑘 𝑏 𝑇 2
⟨𝐸 ⟩ = ∞
1 1
∑ exp (− (𝑛 +
0 𝑘𝑏 𝑇 2) ℏ𝜔)

1
∑ 𝑛ℏ𝜔 exp ( 𝑛ℏ𝜔)
0 𝑘𝑏𝑇 1
= ∞ + ℏ𝜔
1 2
∑ exp ( 𝑛ℏ𝜔)
0 𝑘𝑏 𝑇

29
𝑛ℏ𝜔 1
= + ℏ𝜔
𝑛ℏ𝜔
exp ( 𝑘 𝑇 − 1) 2
𝑏
selanjutnya, untuk masing-masing mode getaran, ekspektasi
energinya adalah:

ℏ𝜔
⟨𝐸 ⟩ = = ℏ𝜔⟨𝑛⟩
ℏ𝜔 Pers. II.13
exp ( − 1)
𝑘𝑏 𝑇

nilai ⟨𝑛⟩ disebut sebagai okupansi fonon. Seringkali, nilai-nilai


dalam Pers. II.13 dituliskan dalam besaran 𝛽0 dimana nilai ini
setara dengan 1⁄𝑘𝑏 𝑇 atau 1/𝜏. Dengan demikian, kalor jenis
zat padat yang menggunakan model Einstein dapat dihitung
dengan definisi pada Pers. II.8.

Pengayaan 2.3. Rapat keadaan


Salah satu hal yang penting dalam getaran kisi adalah
untuk menghitung distribusi frekuensi mode normal getaran.
Spektrum dari frekuensi tersebut bersifat diskrit dan masing-
masing frekuensi berhubungan dengan bilangan bulat n.
Dengan demikian, mode getaran 𝑔(𝜔) dalam interval
frekuensi getaran 𝑑𝜔 secara rata-rata bernilai:
𝑔(𝜔) = 𝑑𝑛
Ingat bahwa banyaknya getaran normal kisi kristal tiga dimensi
adalah 3𝑁, dengan demikian:
∫𝑔(𝜔) 𝑑𝜔 = 3𝑁
0
Besaran 𝑔(𝜔) 𝑑𝜔 disebut dengan rapat keadaan. Rapat
keadaan adalah banyaknya mode frekuensi (atau level energi
dan lain sebagainya) per satuan jangkauan frekuensi tersebut
per satuan volume.

30
3. Model Debye
Pada tahun 1912, Debye menemukan kesalahan pada
asumsi yang dibuat oleh Einstein§. Menurutnya, anggapan itu
tidak dapat dibenarkan karena semua atom terkopel dengan
pegas pada atom tetangganya. Selanjutnya, Debye
menyederhanakan masalah tersebut dengan menganggap zat
padat adalah sebuah medium getar yang kontinu.
Debye mengikuti Einstein yang memostulatkan bahwa
suatu zat padat yang tersusun dari 𝑁 atom akan memiliki mode
getaran 3𝑁. Total energi getaran kisi dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut ini.
𝜔𝑚
ℏ𝜔 ⋅ 𝑔(𝜔) 𝑑𝜔
𝑈=∫ Pers. II.14
0 exp(ℏ𝜔⁄𝑘𝑇) − 1

Persamaan tersebut sedikit sulit untuk diselesaikan, untuk itu


Debye mengemukakan suatu pendekatan yang terkenal untuk
menentukan kalor jenis zat padat pada temperatur rendah,
yakni:
𝑐𝑉 = 𝐴𝑇 𝑚 (26)
dimana 𝐴 adalah suatu konstanta dan 𝑇 adalah temperatur zat
padat. Nilai 𝑐𝑉 ini seringkali pada kenyataannya sebanding
dengan 𝑇 3 . Parameter penting lain dari model Debye adalah
kelajuan suara 𝑣 dan frekuensi maksimum yang diharapkan,
𝜔𝐷 . Hal lain yang bermanfaat dari model Debye adalah konsep
temperatur Debye, 𝜃𝐷 . Besaran ini didefinisikan sebagai:

§
Yaitu bahwa semua osilator atom bergetar secara independen pada
frekuensi konstan.

31
1
ℏ𝜔𝐷 ℏ𝑣 6𝜋 2 𝑁 3 Pers. II.15
𝜃𝐷 = = ( )
𝑘 𝑘 𝑉

Fonon-fonon yang berada di atas temperatur Debye


kebanyakan akan memiliki panjang gelombang beberapa jarak
antar atomik saja. Akan tetapi, fonon yang berada di bawah
temperatur Debye memiliki panjang gelombang di orde
(𝑎𝜃𝐷 ⁄𝑇 ). Pada temperature sangat rendah dan 𝑇 ≪ 𝜃𝐷 ,
berlaku pendekatan Debye 𝑇 3 sebagai berikut.

12𝜋 4 𝑇 3 𝑇 3
𝑐𝑉 ≈ 𝑁𝑘 ( ) ≈ 234𝑁𝑘 ( ) Pers. II.16
5 𝜃𝐷 𝜃𝐷

Contoh Soal 2. Kalor jenis


1. Tentukan frekuensi Debye suatu senyawa yang berada pada
temperatur Debye 300 K.
2. Jika diketahui temperatur Debye untuk tembaga adalah 315
K, tentukan panas spesifik Debye zat tersebut pada
temperatur 10 K dan 300 K.
Jawaban
1. Diketahui:
𝑘 = 1,38 × 10−23
𝜃𝐷 = 300
Ditanya:
𝜔𝐷
Penyelesaian:
𝑘𝜃𝐷 1,38 × 10−23 × 300
𝜔𝐷 = =
ℏ 1,055 × 10−34
= 3 × 1013 Hz
2. Diketahui:

32
N = 6,023 × 1023 mol-1
𝑘 = 1,38 × 10-23 J/K
𝜃𝐷 = 315 K
𝑇1 = 10 K
𝑇2 = 300 K
Ditanya:
𝑐𝑉,1 dan 𝑐𝑉,2
Penyelesaian:
a. Untuk 𝑇1 = 10 K
𝑇 3
𝑐𝑉 = 234𝑁𝑘 ( )
𝜃𝐷
= 234(6,023 × 1023 mol−1 )(1,38 × 10−23 J
10 K 3
/K) ( )
315 K
J
= 234 × 8,31 × (0,032)3
mol ⋅ K
J
= 0,0637
mol ⋅ K
∴ Jadi, panas spesifik Debye untuk tembaga tersebut
pada suhu 10 K adalah 0,637 J/(mol⋅K).
b. Untuk 𝑇2 = 300 K
𝑇 3
𝑐𝑉 = 234𝑁𝑘 ( )
𝜃𝐷
= 234(6,023 × 1023 mol−1 )(1,38 × 10−23 J
300 K 3
/K ) ( )
315 K
J
= 234 × 8,31 × (0,952)3
mol ⋅ K
J
= 1677
mol ⋅ K
∴ Jadi, panas spesifik Debye untuk tembaga tersebut
pada suhu 300 K adalah 1677 J/(mol⋅K).
33
C. EFEK ANHARMONIK
Sejauh ini, teori getaran kisi yang dibahas memiliki
keterbatasan dimana energi potensialnya hanya sampai suku
kuadrat terhadap perpindahan atomnya. Konsekuensinya
adalah sebagai berikut.
1. Tidak ada dua gelombang kisi yang saling berinteraksi.
2. Tidak ada ekspansi termal.
3. Konstanta elastik adiabatis dan isotermal sama besar.
4. Konstanta elastik tidak bergantung pada tekanan dan
temperatur.
5. Kapasitas kalor bernilai tetap pada temperatur tinggi.
Namun, kenyataannya, interaksi fonon mengandung
suku-suku anharmonik (pangkat dua, tiga dan seterusnya).
Dengan demikian, energinya dapat dituliskan dengan:
𝐸𝑝,𝑟 = 𝐸𝑝,𝑟0 + 𝐴(𝑟 − 𝑟0 )2 + 𝐵(𝑟 − 𝑟0 )3 + ⋯
Suku-suku anharmonik ini membuat mode normal getaran kisi
dapat berinteraksi satu sama lain. Interaksi tersebut dapat
menyebabkan masing-masing mode bertukar energi dan
mengubah arah perambatan gelombangnya. Ekspansi termal
padatan, perubahan frekuensi mode normal terhadap suhu
(atau parameter lain), resistivitas termal, perluasan puncak
fonon dalam eksperimen hamburan neutron, dan transisi dari
padat ke cair sebagai beberapa efek fisik anharmonisitas.

D. KONDUKTIVITAS TERMAL
Konduktivitas termal adalah proses ketika kalor
dipindahkan dari satu bagian ke bagian lain suatu sistem karena
adanya gradien temperatur. Energi kalor mengalir pada kristal
dengan memanfaatkan getaran fonon, foton, elektron bebas
dan mode transmisi lainnya. Koefisien konduktivitas termal, 𝜅

34
(kappa) suatu zat padat didefinisikan terhadap aliran tunak
kalor yang mengalir pada gradien (perbedaan) temperatur.
Koefisien ini menunjukkan besarnya kemampuan bahan untuk
menghantarkan panas.
Besarnya konduktivitas termal berbeda-beda untuk
setiap unsur, paduan (aloi), atau senyawa dan didefinisikan oleh
persamaan yang menghubungkan aliran panas dengan gradien
termal yang dihasilkan, yakni:

𝐪 = −𝜅𝛁𝑇 Pers. II.17

dimana 𝐪 adalah fluks aliran energi kalor atau energi yang


dialirkan per satuan luas penampang per satuan waktu. Bentuk
penyederhanaan satu dimensional pada persamaan di atas
adalah dengan mengganti 𝛁𝑇 menjadi 𝑑𝑇/𝑑𝑥. Bentuk ini
menyiratkan bahwa proses transfer energi panas merupakan
sebuah proses acak. Energi tidak hanya memasuki salah satu
ujung bahan kemudian berjalan secara langsung (balistik) lurus
ke ujung lainnya, tetapi berdifusi di sepanjang bahan dan
seringkali mengalami tumbukan. Jika energi merambat lurus,
maka persamaan 𝐪 tidak akan bergantung pada gradien
temperatur, tetapi hanya selisih temperatur awal dan akhir.
Koefisien konduktivitas memiliki sifat yang unik. Pada
konduktor logam, panas dibawa oleh elektron bebas,
sedangkan pada insulator, kebanyakan dibawa oleh fonon.
Oleh karena itu, secara umum konduktivitas termal total dapat
dituliskan dengan:
𝜅 = 𝜅𝑒 + 𝜅𝑝
dimana 𝜅𝑒 adalah koefisien konduktivitas yang disebabkan oleh
elektron dan 𝜅𝑝 disebabkan oleh fonon. Nilai 𝜅𝑒 dapat dicari
dengan menggunakan persamaan berikut:

35
𝜋 2 𝑁𝑘𝑏2 𝜏
𝜅𝑒 = ( )𝑇 Pers. II.18
3𝑚

dengan 𝜏 adalah waktu bebas rata-rata. Adapun efek fonon


dalam 𝜅𝑝 pada insulator berbanding lurus dengan 𝑇 3 (seperti
hukum Debye) pada temperatur rendah. Pada temperatur
tinggi (𝑇 ≫ 𝜃𝐷 ), nilai 𝜅𝑝 sebanding dengan 𝑇 −1 .

E. RANGKUMAN
Keseluruhan materi dalam bab ini dapat dirangkum
secara sederhana sebagai berikut.
▪ Fonon dibedakan menjadi fonon akustik dan fonon optik.
▪ Getaran satu dimensi memiliki dua karakteristik penting,
yakni untuk nilai 𝑘 yang kecil, 𝜔 sebanding dengan nilai
mutlak dari 𝑘.
▪ Menurut teori klasik, hukum Dulong-Petit menyatakan
bahwa pada volume tetap, suatu ensambel akan memiliki
kalor jenis per mol sebesar 24,94 J/mol.K.
▪ Kapasitas kalor klasik cocok untuk zat padat pada
temperatur ruang dan temperatur tinggi, tetapi gagal pada
temperatur rendah.
▪ Zat padat dengan 𝑁 atom akan memiliki mode getaran
sebanyak 3𝑁 dengan frekuensi yang sama berdasarkan
teori Einstein dan Debye
▪ Teori Debye mengemukakan suatu pendekatan yang
terkenal untuk menentukan kalor jenis zat padat pada
temperatur rendah
𝐶𝑉 = 𝐴𝑇 𝑚

36
▪ Koefisien konduktivitas termal, 𝜅 suatu zat padat
didefinisikan terhadap aliran tunak kalor yang mengalir
pada gradien (perbedaan) temperatur.

F. UJI KOMPETENSI
Kerjakanlah soal-soal berikut agar Anda dapat mengukur
kemampuan Anda setelah mempelajari bab ini.
1. Sebuah kisi tersusun atas atom yang bermassa 𝑚 dan 3𝑚.
Tentukan perbandingan frekuensi mode akustik
maksimum terhadap frekuensi tersempit mode optik yang
muncul dalam kisi tersebut.
2. Tunjukkan bahwa pada rantai kisi monoatom berlaku
hubungan dispersi berikut.
4𝓀 2 𝑘𝑎
𝜔2 = sin ( )
𝑚 2
3. Pada beberapa permasalahan, sangat berguna apabila rapat
keadaan dinyatakan dalam besaran frekuensi sudut atau
𝑔(𝜔). Buktikan bahwa untuk kisi monoatom,
−1
1 𝓀 𝑘𝑎
𝑔 (𝜔 ) = [√ cos ( )]
𝜋𝑎 𝑚 2
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan mode optik dan mode
akustik fonon.
5. Dengan menggunakan definisi,
𝜕𝑈
𝑐𝑉 = ( )
𝜕𝑇 𝑉
Tentukan persamaan kalor jenis kisi berdasarkan model
Einstein.

37
BAB III
ELEKTRON DALAM LOGAM

A. SIFAT KHAS LOGAM


Logam menjadi material yang paling dibutuhkan baik
karena banyak diterapkan di berbagai sektor baik itu industri,
perkantoran, dan pertukangan. Logam sendiri juga memiliki
nilai relatif yang cenderung tinggi dan mempunyai sifat yang
elastis. Logam akan menjadi kuat dengan cara melelehkan
logam dengan menggunakan suhu tertentu sesuai dengan titik
didih dari material logam yang ingin dilelehkan. Material logam
yaitu suatu bagian dari unsur kimia yang mana bisa bersifat
seperti: kuat, solid, bisa menghantarkan arus listrik dan
menghantarkan panas, juga memiliki titik cair yang relatif
tinggi.
Salah satu cara memperoleh bijih logam adalah dengan
penambangan yang tentunya masih berupa bahan mentah yang
diperoleh dari keadaan murni seperti emas, emas putih,
platina, bismut, serta bisa diperoleh dengan yang bercampur
dengan unsur lain seperti sulfur (S), silikon (Si), fosfor (F)
karbon (C), serta sesuatu yang bisa diamati disekitar seperti
pasir, tanah liat. Biji dari suatu unsur logam mentah yang
diperoleh dari hasil pertambangan pastinya akan diproses
terlebih dahulu sebelum diolah menjadi logam yang siap pakai
pengolahan dari logam dilakukan dengan cara yaitu dipecah
dari yang asalnya bongkahan, dan memilih dari bongkahan
tersebut unsur logamnya, lalu akan di bersihkan dengan air
hal ini digunakan untuk menghilangkan bagian yang tidak
diperlukan serta yang terakhir akan dikeringkan dengan

38
memanggang logam tersebut hal ini dilakukan untuk
mengeluarkan air yang terkandung pada logam. Selain dari
logam ada beberapa penyebutan dari unsur yang selain logam
yaitu non logam dan unsur metaloid (yang mirip dengan
logam).
Logam dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu:
1. Logam berat: merupakan logam yang memiliki kerapatan
massa lebih dari 5,0 g/cm3 , logam berat bisa
mengakibatkan kanker jika terlalu banyak terkandung di
dalam badan. Adapun macam-macam logam berat yaitu:
seng (Zn), besi (Fe), nikel (Ni), krom (Cr), timah putih dan
timah hitam (Sn), tembaga (Cu).
2. Logam ringan: merupakan logam yang memiliki kerapatan
massa kurang dari 5,0 g/cm3. Adapun macam-macam dari
logam ringan seperti: barium (Ba), kalium (K), aluminium
(Al), magnesium (Mg), titanium (Ti), kalsium (Ca).
3. Logam mulia: logam mulia merupakan logam yang nilai
jualnya cenderung tinggi dan dianggap berharga. Logam
mulia juga mempunyai sifat yang anti korosi dan tidak bisa
teroksidasi adapun macam-macam dari logam murni
seperti: emas (Au), perak (Ag) dan platina (Pt).
4. Logam tahan api: zirkonium (Zr), tungsten (W), molibden
(Mo), titanium (Ti).
Logam dan bahan campurannya biasanya digunakan
untuk berbagai keperluan seperti untuk bahan konstruksi
mesin, kendaraan bermotor, kapal dan lain-lain, Karakteristik-
karakteristik logam yang penting ialah sifat mekanis, fisik, dan
kimia. Berikut ini adalah karakteristik-karakteristik dari logam:
1. Sifat mekanik, merupakan sifat mekanis dari unsur logam
yang artinya kemampuan dari logam agar bisa menahan
beban, baik itu beban diam maupun beban dinamis yang
berlaku di suhu ruangan, adapun pada suhu yang relatif

39
tinggi dan suhu yang di bawah 0°C. Beban statis merupakan
beban yang konstan yang artinya beban dalam posisi yang
stabil, berat dan arahnya tidak akan berubah seiring
bertambahnya waktu. Sifat mekanis logam yaitu kekuatan
dari logam, kepadatan logam, lentur (jika dipanaskan pada
suhu tertentu), tahan aus dll.
2. Sifat fisik, merupakan suatu kejadian yang mana hal
tersebut dipengaruhi dari hukum fisika yaitu seperti
pengaruh dari panas dan listrik
a. Sifat yang disebabkan dari pengaruh panas yaitu
mencair, ukuran yang memuai yang disebabkan panas.
b. Sifat listrik yang umum dijumpai ialah tahanan dari
logam terhadap aliran arus listrik ataupun sebaliknya
atau bisa disebut sebagai daya hantar kelistrikan.
3. Sifat kimia, merupakan karakteristik bahan logam yang
terdiri dari kelarutan bahan yang ada pada larutan basa
maupun garam, juga hasil dari oksidasi bahan.

B. TEORI-TOERI ELEKTRON PADA LOGAM


Logam padatan tersusun atas larik-larik atom dan masing-
masing atom memiliki inti dengan elektron yang bebas
bergerak mengelilinginya. Elektron yang berada paling luar
disebut elektron valensi dan mengalami gaya tarik terlemah
terhadap inti atom. Pada logam sederhana seringkali
diasumsikan bahwa potensial total logam adalah nol. Dengan
demikian, elektron konduksi menerima potensial nol dan
bebas bergerak dimanapun dalam logam. Model pendekatan
inilah yang disebut sebagai teori elektron bebas.
1. Teori Drude
Paul Drude, pada tahun 1900-an mencoba untuk
menjelaskan sifat-sifat dasar dari model elektron bebas. Teori
ini dikenal sebagai teori elektron bebas versi klasik. Model

40
elektron bebas klasik terhadap logam dapat mengambil asumsi
sebagai berikut:
a. Pada suatu kristal diilustrasikan menjadi superposisi pada
suatu posisi suatu ion positif (yang akan berbentuk suatu
kristalin) serta elektron yang akan bergerak bebas pada
suatu volume yang berbentuk kristal.
b. Suatu elektron bebas bisa disebut sebagai suatu gas, yang
mana pada setiap elektron tersebut akan bergerak secara
random pada kecepatan yang termal (yakni hampir seperti
gas ideal).
c. Akan berpengaruh ke dalam medan potensial ion yang
akan diabaikan hal ini disebabkan EK(energi kinetik) pada
elektron bebas sangatlah besar dari pada semestinya.
d. Elektron akan bergerak hanya pada keadaan kristal hal ini
disebabkan karena ada suatu penghalang (barrier) potensial
yang berapa pada permukaan batas dari kristal.
Asumsi-asumsi dalam model yang dikemukakan oleh
Drude ini menyebabkan model ini memiliki kekurangan, yakni
elektron bebas bergerak di seluruh logam dalam arah acak. Hal
ini menyebabkan elektron dapat bertabrakan satu sama lain
atau dengan ion positif tetap di kisi kristal. Selain itu, model ini
sama sekali tidak memperhitungkan salah satu detail interaksi
elektrostatis antara elektron atau elektron dan ion. Akan tetapi,
disamping keterbatasannya, model Drude mampu
memprediksi dengan tepat benda mana yang dapat
menghantarkan panas atau listrik. Selain itu, model Drude juga
mampu menjelaskan hubungan hukum Ohm yang selama ini
dikenal.
Model Drude dapat digunakan sebagai dasar dalam
perhitungan konduktivitas termal (𝜅) dan konduktivitas listrik
(𝜎) pada logam. Secara matematis, nilai 𝜅 dan 𝜎 dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut.

41
1 𝑛𝑒 2 𝜏
𝜅 = 𝑛𝑣𝑘𝑏 𝜆 dan 𝜎 = Pers. III.1
2 𝑚
dimana 𝑣 adalah rata-rata kecepatan gerak elektron, 𝜆 jarak
bebas rata-rata elektron, 𝜏 waktu tumbukan rata-rata elektron.
2. Hukum Wiedemann-Franz
Menurut Wiedemann dan Franz, perbandingan
konduktivitas termal, 𝜅 terhadap konduktivitas listrik, 𝜎
sebanding dengan temperatur absolut bahan. Secara matematis
dinyatakan dengan:

𝜅 𝜋 2 𝑘𝑏2
= ( 2 ) 𝑇 = 𝐿𝑇 Pers. III.2
𝜎 3𝑒

dengan 𝐿 adalah konstanta Lorentz. Lorentz mengamati bahwa


nilai 𝐿 selalu konstan, yakni 1,11 × 10–8 WΩ/K2. Dengan
menggunakan nilai eksperimental (untuk konduktivitas listrik
dan untuk konduktivitas termal elektron), peneliti menemukan
bahwa memang rasio Lorenz kira-kira bernilai sama untuk
sejumlah logam. Meskipun demikian, konstanta itu sekitar dua
kali lipat dari yang diturunkan dari teori Drude.
3. Teori Sommerfeld
Sommerfeld adalah orang yang memodifikasi teori
Drude dengan menggunakan mekanika kuantum. Dalam teori
ini, elektron dipandang sebagai partikel fermion menggunakan
fungsi Fermi-Dirac. Asumsi dalam teori Sommerfeld adalah
sebagai berikut.
a. Sejumlah banyak elektron konduksi dalam logam tidak
sepenuhnya bebas bergerak karena terikat pada logam.
Untuk menjelaskan hal ini, bayangkan sebuah kotak
potensial sedalam 𝐸𝑆 , dimana nilai ini juga menunjukkan

42
selisih energi elektron di dasar logam dan pada ruang
vakum.
vakum

𝐸𝑆
𝐸𝐹 logam

Gambar III.1 Sebuah kotak potensial yang terisi logam

Pada temperatur 𝑇 = 0 K, seluruh tingkat energi sampai 𝐸𝐹


(energi Fermi) penuh, sedangkan di atasnya kosong. Nilai
𝜙 disebut fungsi kerja logam dan menunjukkan kerja yang
diperlukan untuk mengeluarkan sebuah elektron dari
dalam logam. Dengan menggunakan Gambar III.1,
diperoleh bahwa:

𝜙 = 𝐸𝑆 − 𝐸𝐹 Pers. III.3

b. Gaya antara elektron konduksi dan inti ion diabaikan,


sehingga elektron di dalam logam diperlakukan sebagai
elektron bebas. Energi total elektron sepenuhnya adalah
energi kinetik (EK) karena energi potensial dapat diabaikan
(disebabkan oleh massa elektron yang sangat kecil).
c. Massa elektron sangat kecil dalam kerapatan logam,
sehingga dapat dianggap sebagai gas yang berada dalam
kompresi sangat tinggi (gas terdegenerasi). Terlebih-lebih,
jika gas ini diberi muatan, elektron bebas dalam logam
dapat dianggap sebagai plasma yang sangat rapat.

43
d. Elektron-elektron dalam logam diasumsikan memenuhi
prinsip larangan Pauli, sehingga memenuhi statistika Fermi-
Dirac.

Pengayaan 3.1. Distribusi Fermi-Dirac


Misalkan 𝐺 (𝐸) 𝑑𝐸 adalah banyaknya keadaan kuantum
yang ada dalam interval energi 𝐸 dan 𝐸 + 𝑑𝐸, maka
konsentrasi elektron pada rentang energi 𝑑𝐸 adalah:
𝑑𝑁 = 𝑁(𝐸) 𝑑𝐸 = 𝑓 (𝐸) 𝐺 (𝐸) 𝑑𝐸
dimana 𝑁(𝐸) adalah fungsi distribusi elektron dan 𝑓(𝐸) adalah
fungsi distribusi Fermi-Dirac. Dengan demikian, kerapatan
energi pada rentang 𝐸 hingga 𝐸 + 𝑑𝐸 adalah:
𝐺 (𝐸 ) 4𝜋
𝑔(𝐸) 𝑑𝐸 = 𝑑𝐸 = 3 (2𝑚)3/2 𝐸1/2 𝑑𝐸
𝑉 ℎ
Adapun nilai 𝑓(𝐸) dinyatakan dalam 𝐸𝐹 (energi fermi), yakni:
1
𝑓 (𝐸) = 𝐸−𝐸𝐹
𝑒 𝑘𝑏𝑇 + 1

C. TEORI PITA ZAT PADAT


1. Model Kronig-Penney
Teori elektron bebas mengasumsikan elektron bergerak
dalam daerah yang memiliki potensial konstan. Teori ini gagal
menjelaskan kenapa sebagian bahan bersifat konduktor listrik
yang baik dan sebagian lainnya tidak. Sifat variatif dari
konduktivitas listrik ini dipelajari oleh Kronig dan Penney
dalam model satu dimensi. Berdasarkan model ini, elektron
bergerak dalam pengaruh potensial yang berubah-ubah.

44
𝑉(𝑥)

Gambar III.2 Gerak elektron dalam potensial periodik pada


kisi kristal

𝑉(𝑥)

𝑉0
II I

𝑥
−𝑏 𝑎 𝑎+b

Gambar III.3 Model Kronig Penney


Gambar III.3 menunjukkan sumur potensial yang berulang
pada periode (𝑎 + 𝑏) dan memenuhi kondisi berikut.
𝑉 (𝑥 ) = 0, untuk 0 < 𝑥 < 𝑎
𝑉(𝑥 ) = 𝑉0 , untuk − 𝑏 < 𝑥 < 0
Dengan demikian, gelombang Schrodinger yang bersesuaian
untuk daerah I dan II adalah:
ΨI = 𝐴𝑒 𝑖𝛼𝑥 + 𝐵𝑒 −𝑖𝛼𝑥
45
ΨII = 𝐶𝑒 𝛽𝑥 + 𝐷𝑒 −𝛽𝑥
dengan 𝛼 = (2𝑚𝐸 ⁄ℏ2 )1⁄2 dan 𝛽 = (2𝑚[𝑉0 − 𝐸] ⁄ℏ2 )1/2.
Kronig dan Penney memperoleh persamaan untuk modelnya,
yakni sebagai berikut.

sin(𝛼𝑎)
𝑃 + cos(𝛼𝑎) = cos(𝑘𝑎) Pers. III.4
𝛼𝑎
dengan 𝑃 = (𝑚𝑎⁄ℏ2 )(𝑉0 𝑏). Nilai 𝑃 sebanding dengan luas
𝑉0 𝑏 dari penghalang potensial selebar 𝑏 dan setinggi 𝑉0 . Nilai
𝑃 ini juga menunjukkan bahwa ikatan elektron lebih kuat
daripada sumur potensial. Plot grafik Pers. III.4 untuk nilai
𝑃 = 3𝜋/2 dan cos(𝑘𝑎) mulai dari −1 ke 1 disajikan dalam
gambar berikut.

sin(𝛼𝑎)
𝑃 + cos(𝛼𝑎)
𝛼𝑎

cos(𝑘𝑎) = −1

𝑘 = 2𝜋/𝑎

𝑘=0

–3π –2π –π π 2π 3π 𝛼𝑎
A B C D E F

cos(𝑘𝑎) = −1 𝑘 = 3𝜋/𝑎
𝑘 = 𝜋/𝑎

Gambar III.4 Grafik persamaan model Kronig-Penney untuk


𝑃 = 3𝜋/2

46
Grafik tersebut menunjukkan batas daerah energi yang
diperbolehkan, yaitu AB, CD, EF dan seterusnya*. Teori
Kronig dan Penney memiliki kesimpulan sebagai berikut.
a. Spektrum energi elektron tersusun atas sejumlah pita energi
yang diperbolehkan dan masing-masing terpisah dengan
daerah terlarang.
b. Lebar daerah yang diperbolehkan meningkat seiring
meningkatnya 𝛼𝑎.
c. Lebar daerah yang diperbolehkan menurun ketika 𝑃
meningkat.

2. Teorema Bloch-Floquet
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, elektron yang
bergerak pada potensial 𝑉0 memenuhi persamaan gelombang
Schrodinger. Jika elektron bergerak dalam pengaruh potensial
periodik 𝑉(𝑥), maka persamaan gelombang yang bersesuaian
adalah:

𝑑 2 Ψ 2𝑚
+ 2 [𝐸 − 𝑉 (𝑥 )]Ψ = 0 Pers. III.5
𝑑𝑥 2 ℏ
Jika gelombang tersebut berada pada kisi kristal dengan
konstanta 𝑎 (jarak dari atom ke atom), maka berlaku:
𝑉 (𝑥 ) = 𝑉 (𝑥 + 𝑎 )
Berdasarkan teorema Bloch (disebut pula teorema Floquet),
solusi dari Pers. III.5 adalah:

Ψ = 𝑢𝑘 (𝑥 ) 𝑒 ±𝑖𝑘𝑥 Pers. III.6

*
AB, CD, EF dan titik yang mengikuti pola ini adalah pita daerah yang
diperbolehkan (allowed zone).

47
dengan 𝑢𝑘 (𝑥 ) = 𝑢𝑘 (𝑥 + 𝑎). Selanjutnya, Pers. III.6 disebut
dengan fungsi Bloch.
3. Pita Brillouin
Pita Brillouin atau zona Brillouin menunjukkan daerah
terlarang. Perhatikan kembali Gambar III.4. Pada kisi satu
dimensi, daerah yang diperbolehkan berada pada titik AB, CD,
EF dan titik yang sama pada daerah negatif, anggaplah –(AB),
–(BC), dan –(EF). Daerah tersebut berada pada nilai-nilai
bilangan gelombang berikut.
𝑛𝜋
𝑘=±
𝑎
dimana 𝑛 = 1, 2, 3 …. Selanjutnya, daerah diantara titik −𝑘
hingga ke 𝑘 untuk 𝑛 yang sama disebut sebagai daerah Brillouin
ke-n. Pada kisi dua dimensi, nilai-nilai yang diperbolehkan
berada pada:
𝜋
𝑛1 𝑘𝑥 + 𝑛2 𝑘𝑦 = (𝑛12 + 𝑛22 )
𝑎
Adapun pada tiga dimensi, hanya perlu menambahkan suku
+𝑛3 𝑘𝑧 pada ruas kiri dan +𝜋(𝑛32 )/𝑎 pada ruas kanan
persamaan tersebut.

D. DINAMIKA GERAK ELEKTRON


1. Kecepatan Grup
Misalkan sebuah paket elektron memiliki vektor
gelombang k dan energi 𝐸𝐤 , maka kecepatan grup paket
gelombang tersebut sama dengan kecepatan elektron adalah:

𝜕𝜔 𝜕 𝐸𝐤 1
𝐯 = 𝐯𝑔 = = ( ) = 𝛁𝐤 𝐸𝐤 Pers. III.7
𝜕𝐤 𝜕𝐤 ℏ ℏ
Pada elektron bebas bergerak pada satu sumbu dan memiliki
energi 𝑝2 /2𝑚, maka kecepatan grupnya adalah:

48
1 𝑑𝐸𝑘 𝑝
𝑣𝑔 = =
ℏ 𝑑𝑡 𝑚
Hal yang ingin kami sampaikan adalah sampai beberapa
pembahasan selanjutnya, nilai 𝐸𝑘 menunjukkan energi
gelombang yang memiliki vektor gelombang k.
2. Massa Efektif Elektron
Jika gerak elektron berada dalam pengaruh potensial
periodik, maka massa elektron juga akan berubah-ubah. Massa
elektron dibawah pengaruh perubahan medan listrik disebut
sebagai massa efektif elektron (𝑚∗). Anggap terdapat sebuah
gelombang elektron yang bergerak pada kisi yang dipengaruhi
medan listrik 𝐄𝐿 (hanya untuk subbab ini kami menggunakan
notasi ini untuk membedakan medan listrik dan energi). Usaha
yang diperlukan elektron selama waktu 𝑑𝑡 untuk melawan
pengaruh medan listrik adalah:
𝑑𝐸 = −𝐹 𝑑𝑠
= −𝐹 𝑣 𝑑𝑡
𝑑𝑥
= −𝑒𝐸𝐿 ( ) 𝑑𝑡
𝑑𝑡
= −𝑒𝐸𝐿 ⋅ 𝑣𝑔 ⋅ 𝑑𝑡
1 𝑑𝐸k
= −𝑒𝐸𝐿 ( ) 𝑑𝑡
ℏ d𝑘
𝑒𝐸𝐿
𝑑𝑘 = − 𝑑𝑡

Selanjutnya, berdasarkan konsep percepatan diperoleh:
𝑑𝑣
𝑎=
𝑑𝑡
𝑑 𝑑𝐸𝑘
= ( )
𝑑𝑡 𝑑𝑘
1 𝑑 2 𝐸𝑘 𝑒𝐸𝐿
= ( 2 (− ))
ℏ 𝑑𝑘 ℏ

49
𝑒𝐸𝐿 𝑑 2 𝐸𝑘
=− 2
ℏ 𝑑𝑘 2
Menurut hukum II Newton, 𝐹 = 𝑚𝑎, tetapi sekarang kita juga
mempunyai −𝑒𝐸𝐿 . Dengan menyamakan kedua hal tersebut
dan mengubah 𝑚 menjadi 𝑚∗ diperoleh:

𝑑𝑘 2
𝑚∗ = ℏ2 Pers. III.8
𝑑𝐸𝑘

Perbandingan 𝑚 (massa elektron) terhadap massa efektifnya


menunjukkan faktor seberapa besar tingkat elektron dalam
keadaan 𝑘 berperilaku seperti elektron bebas, 𝑓𝑘 . Jika 𝑓𝑘 = 1,
maka elektron berperilaku sepenuhnya seperti elektron bebas.

Contoh Soal 3. Massa efektif elektron


Suatu kristal memiliki energi disekitar ujung pita valensi sebesar
𝐸 = −𝐶𝑘 2 dimana 𝐶 = 10−39 Jm2. Sebuah elektron dengan
besar vektor gelombang 𝑘 = 1010 /m tereksitasi dari orbital
tertentu untuk memenuhi pita valensi tersebut. Tentukan
massa efektif muatan positif di tempat elektron tersebut
tereksitasi.

Jawaban
Diketahui:
𝐸 = −𝐶𝑘 2
𝐶 = 10−39 Jm2
𝑘 = 1010 /m
Ditanya:
𝑚∗

50
Penyelesaian:
∗ 2
𝑑𝑘 2
𝑚 =ℏ ( 2 )
𝑑 𝐸
2

= 2
𝑑 𝐸
𝑑𝑘 2
ℏ2
=
−2𝐶𝑘
1
=− −39 10
ℏ2
(
2 10 )( 10 )
−30 2
= 5 × 10 ℏ
= −5,5 × 10−30 kg
Nilai 𝑚∗ di atas adalah massa efektif elektron yang keluar dari
orbitalnya. Akan tetapi, massa ini sama dengan massa muatan
positif (hole) yang menempati tempat elektron tersebut.

Pengayaan 3.2. Prinsip Pauli dan Energi Fermi


Menurut teori kuantum elektron bebas, tingkat energi
elektron dinyatakan dengan:
2
ℏ2 𝟐 2𝜋 2 ℏ2 𝑛𝑥 2 𝑛𝑦 𝑛𝑧 2
𝐸= 𝐤 = [( ) + ( ) + ( ) ]
2𝑚 𝑚 𝐿𝑥 𝐿𝑦 𝐿𝑧
dimana 𝐿 adalah panjang rusuk kotak tempat elektron berada
dan 𝑛 = 0, ±1, ±2, … Dalam mekanika kuantum, terdapat
suatu prinsip dasar yang disebut dengan Prinsip Pauli. Prinsip
ini menyatakan bahwa: seperti tingkat elektron dalam atom,
masing-masing partikel energi E dapat membawa maksimal dua
elektron dengan spin yang berlawanan. Tingkat energi paling
atas disebut sebagai tingkatan Fermi dan energinya sendiri
disebut sebagai energi Fermi, 𝐸𝐹 .
Tingkatan (level) Fermi sendiri memiliki beberapa
karakteristik, yakni sebagai berikut.

51
1. 𝐸𝐹 adalah tingkat energi teratas pada konduktor di
temperatur 0 K. Artinya, 𝐸𝐹 adalah energi maksimum dari
elektron logam pada temperatur 0 K. Pada 0 K, energi
Ferminya adalah:
ℎ2 3𝑛 2/3
𝐸𝐹 = ( )
2𝑚 8𝜋
2. 𝐸𝐹 adalah energi rata-rata yang dilepaskan elektron dalam
peristiwa konduksi listrik.
3. 𝐸𝐹 berfungsi sebagai acuan tingkatan karena dalam logam
terisi penuh.
4. Saat temperatur logam meningkat, hanya sebagian level
yang berada disekitar 𝐸𝐹 yang akan berubah. Beberapa
level dibawah 𝐸𝐹 akan kosong dan di atasnya akan terisi
oleh elektron.
5. 𝐸𝐹 berada pada daerah terlarang pada semikonduktor dan
insulator. Pada keadaan ini, 𝐸𝐹 tidak terisi dan pada
semikonduktor keterisian tingkatan Fermi adalah 1/2.

E. SUPERKONDUKTIVITAS
Salah satu sifat yang tidak biasa dari zat padat adalah
beberapa padatan dan aloi mampu memiliki resistivitas listrik
hampir nol (konduktivitasnya sangat besar). Keadaan ini sering
disebut dengan superkonduktivitas dan pertama kali diamati
oleh H. K. Onnes pada 1911 ketika melakukan pengukuran
konduktivitas listrik logam pada suhu rendah. Dikemudian
hari, fenomena ini ditemukan pula pada Pb, Sn, Zn, Al dan
logam lainnya. Tidak ada kriteria umum untuk menentukan
suatu bahan adalah superkonduktor atau bukan. Sifat
superkonduktor dapat berubah dengan memvariasikan suhu,
medan magnet, tegangan, pengotor, struktur atom, ukuran,
frekuensi eksitasi medan listrik terapan, dan massa isotop.

52
Superkonduktor banyak dimanfaatkan pada berbagai
bidang, misalnya pada bidang transportasi yang menggunakan
efek Meissner yang diangkat oleh magnet superkonduktor.
Adapun penerapannya seperti pada kereta api super cepat yang
terdapat di Kota Jepang bernama The Yamanashi MLX01
Maglev Train. Kereta api tersebut dapat mengudara pada
magnet bagian atas superkonduktor, sehingga roda saling
bergesekan dengan rel dan bisa dimusnahkan serta
mengakibatka kereta api melintas cepat.
Selanjutnya, adanya Magnetic Resonace Imaging (MRI)
yang sering dimanfaatkan pada bidang kedokteran. MRI ini
memanfaatkan medan magnet dan gelombang radio, sehingga
aman digunakan. Kemudian, Superconducting Quantum
Interference Device (SQUID) dimanfaatkan untuk mendeteksi
medan magnet yang sangat kecil dan digunakan untuk mencari
minyak ataupun mineral. Disamping itu, dalam bidang
kelistrikan, terdapat kabel superkonduktor dengan nitrogen
pendingin guna mengalihkan adanya kabel listrik yang tersusun
dari tembaga pada bagian bawah tanah. Dengan,
memanfaatkan kabel listrik superkonduktor, arus akan di
transmisikan jauh lebih meningkat.
Terakhir, superkonduktor dimanfaatkan juga pada bidag
komputer yaitu adanya komputer yang menggunakan device
seperkonduktor. Kemudian, dalam tenaga baterai yaitu
Superconducting Magnetic Energy Storage (SMES) . SMES ini
adalah tambahan peralatan kontroler yang memiliki fungsi
dalam meredam daya osilasi dalam bidang kelistrikan.

53
F. RANGKUMAN
Keseluruhan materi dalam bab ini dapat dirangkum
secara sederhana sebagai berikut:
▪ Material logam yaitu suatu bagian dari unsur kimia yang
mana bisa bersifat seperti: kuat, solid, bisa menghantarkan
arus listrik dan menghantarkan panas, juga memiliki titik
cair yang relatif tinggi.
▪ Salah satu cara memperoleh bijih logam adalah dengan
penambangan yang tentunya masih berupa bahan mentah
yang diperoleh dari keadaan murni seperti emas, emas
putih, platina, bismut, serta bisa diperoleh dengan yang
bercampur dengan unsur lain seperti sulfur (S), silikon
(Si), fosfor (F) karbon (C), serta sesuatu yang bisa diamati
disekitar seperti pasir, tanah liat.
▪ Beberapa golongan dari logam diantaranya: logam berat,
logam ringan, logam mulia, dan logam tahan api.
▪ Adapun karakteristik-karakteristik dari logam adalah sifat
mekanik, sifat fisik dan sifat kimia.
▪ Teori Drude dikenal sebagai teori elektron bebas versi
klasik yang dapat digunakan sebagai dasar dalam
perhitungan konduktivitas termal (𝜅) dan konduktivitas
listrik (𝜎) pada logam. Secara matematis:
1 𝑛𝑒 2 𝜏
𝜅 = 𝑛𝑣𝑘𝑏 𝜆 dan 𝜎 =
2 𝑚
▪ Hukum Wiedemann dan Franz membahas perbandingan
konduktivitas termal, 𝜅 terhadap konduktivitas listrik, 𝜎
sebanding dengan temperatur absolut bahan. Secara
matematis:
𝜅 𝜋 2 𝑘𝑏2
= ( 2 ) 𝑇 = 𝐿𝑇
𝜎 3𝑒

54
▪ Teori Sommerfeld yang memodifikasi teori Drude
membahas bahwa , elektron dipandang sebagai partikel
fermion menggunakan fungsi Fermi-Dirac.
▪ Teori pita zat padat model Kronig-Penney menjelaskan
bahwa elektron bergerak dalam pengaruh potensial yang
berubah-ubah.
▪ Persamaan Kronig dan Penney:
sin(𝛼𝑎)
𝑃 + cos(𝛼𝑎) = cos(𝑘𝑎)
𝛼𝑎
▪ Fungsi Bloch (disebut pula teorema Floquet):
Ψ = 𝑢𝑘 (𝑥 ) 𝑒 ±𝑖𝑘𝑥
▪ Zona Brillouin menunjukkan daerah terlarang. Daerah
tersebut berada pada nilai bilangan:
𝑛𝜋
𝑘=±
𝑎
▪ Superkonduktivitas adalah keadaan beberapa padatan dan
aloi mampu memiliki resistivitas listrik hampir nol
(konduktivitasnya sangat besar)
▪ Superkonduktor banyak dimanfaatkan pada berbagai
bidang, misalnya pada bidang transportasi yang
menggunakan efek Meissner yang diangkat oleh magnet
superkonduktor seperti pada kereta api.
▪ Pemanfaatan superkonduktor pada bidang kedokteran
salah satunya adalah Magnetic Resonace Imaging (MRI)
yang memanfaatkan medan magnet dan gelombang radio,
sehingga aman digunakan.

55
G. UJI KOMPETENSI
Kerjakanlah soal-soal berikut agar Anda dapat
mengukur kemampuan Anda setelah mempelajari bab ini:
1. Jelaskan dan sebutkan karakteristik dari logam.
2. Ada berapa asumsi terpenting dalam teori klasik? Jelaskan
salah satunya.
3. Apa yang dimaksud dengan gerak elektron?
4. Dalam teori pita energi dikenal model Kronig-Penney.
Dengan menggunakan model tersebut, tunjukkan bahwa
apabila 𝑃 jauh lebih kecil daripada 1, maka tingkat energi
terendah pita adalah:
ℏ2 𝑃
𝐸=
𝑚𝑎2
5. Jelaskan beberapa penerapan superkonduktor dalam
berbagai bidang.

56
BAB IV
SEMIKONDUKTOR

A. PENGERTIAN SEMIKONDUKTOR
Suatu bahan dapat diklasifikasikan menjadi konduktor,
isolator, dan semikonduktor berdasarkan seberapa baik dapat
membawa arus listrik. Bahan dengan hambatan listrik 10 Ωm
-6

dianggap sebagai konduktor dan (10 –10 ) Ωm dianggap


12 20

sebagai isolator jika dapat mencegah arus listrik mengalir


melewatinya atau menghantarkan listrik secara tidak efisien.
Bergantung pada keadaan, semikonduktor dapat berupa
konduktor atau isolator. Nilai hambatan listrik semikonduktor
pada suhu kamar, berkisar antara 10− − 10 Ωm. Germanium,
4 7

silikon, karbon, dan selenium adalah beberapa bahan yang


dapat digunakan untuk membuat semikonduktor.

Gambar IV.1 Klasifikasi bahan berdasarkan pita-nya

57
Struktur pita energi isolator dan semikonduktor identik,
kecuali celah energi atau energi terlarang. Selisih antara ujung
atas pita valensi 𝐸𝑣 dan ujung bawah pita konduksi 𝐸𝑐 disebut
sebagai energi celah (daerah terlarang). Semikonduktor
berperilaku berbeda dari bahan isolator karena celah energi
yang kecil ini. Semikonduktor adalah bahan dengan pita
terlarang yang sangat kecil (±1 hingga 2 eV) dan pita valensi
serta pita konduksi yang hampir penuh. Kristal semikonduktor
terdiri dari atom-atom yang masing-masing memiliki sejumlah
elektron valensi di kulit terluarnya. Elektron ini akan
menempati posisi valensi tertentu dan energinya adalah 𝐸𝑣 .
Peningkatan energi panas akan menyebabkan putusnya ikatan
kovalen jika suhu kristal semikonduktor dinaikkan. Elektron
bebas selanjutnya akan lompat ke pita konduksi dengan tingkat
energi 𝐸𝑐 .

B. JENIS-JENIS SEMIKONDUKTOR
1. Semikonduktor Intrinsik
Semikonduktor murni atau semikonduktor yang belum
memiliki atom tambahan yang dimasukkan ke dalamnya
dikenal sebagai semikonduktor intrinsik. Pada semikonduktor
intrinsik, muatan positif dan negatif sama-sama menjadi muatan
pembawa. Semikonduktor intrinsik memiliki celah energi
(energi gap) pada orde 1 eV. Energi ini hampir mirip dengan
energi panas sehingga bahan semikonduktor intrinsik dapat
diperoleh dengan eksitasi energi kalor elektron yang melintasi
celah energi. Beberapa contoh semikonduktor intrinsik adalah
Si, Ge, GaAs, InSb, SiC dan PbS.
Pada temperatur 0 K, pita valensi semikonduktor
intrinsik terisi penuh dan pita konduksinya kosong. Atas dasar
inilah pada temperatur tersebut, semikonduktor intrinsik
berperilaku seperti sebuah insulator dan memiliki

58
konduktivitas nol. Misalkan terdapat silikon dengan nomor
atom 14. Masing-masing silikon bervalensi empat sehingga
mampu membentuk empat atom valensi dengan atom
tetangganya (pada temperatur 0 K).
Namun, ketika temperatur tersebut meningkat, beberapa
ikatan kovalen terputus sehingga elektron dapat bergerak bebas
dalam kristal. Elektron yang bergerak itu disebut sebagai
elektron konduksi. Ketika elektron sudah lepas, tempat yang
ditinggalkan elektron disebut lubang elektron atau hole. Jadi,
ketika satu saja elektron terlepas, sebuah pasangan elektron-
hole (PEH) akan terbentuk (Gambar IV.2).
Elektron valensi

Elektron bebas

Atom Si Lubang elektron

Gambar IV.2 Representasi dua dimensi dari kisi silikon


Berdasarkan teori pita, pita energi untuk semikonduktor
intrinsik dapat dilihat sebagai berikut.

59
Pita konduksi
Energi konduksi
(𝐸𝑐 )

Energi celah (𝐸𝑔 )

Energi valensi (𝐸𝑣 )

Pita valensi

Gambar IV.3 Pita energi pada semikonduktor intrinsik

2. Semikonduktor Ekstrinsik
Selain bahan murni, terdapat pula semikonduktor yang
tidak benar-benar murni. Bahan semikonduktor yang tidak
murni dikenal sebagai semikonduktor ekstrinsik. Dengan
menambahkan sedikit pengotor ke dalam bahan, resistansi
jenis bahan semikonduktor sangat mungkin untuk diturunkan.
Proses penambahan dopan (pengotor) ini disebut sebagai
proses pencangkokan. Pencangkokan (doping) adalah strategi
yang digunakan dalam teori fisika zat padat untuk
meningkatkan kemampuan listrik bahan. Upaya ini biasanya
dapat dilakukan dengan mencangkokkan ion ke dalam suatu
zat sehingga menyebabkan bahan yang awalnya murni menjadi
tercemar. Pengotoran ini dapat mengubah karakteristik
kelistrikan bahan agar dapat digunakan untuk fungsi tertentu.
Semikonduktor ekstrinsik dapat dibedakan menjadi dua, yakni
tipe-p dan tipe-n.
a. Semikonduktor tipe-p
Bahan semikonduktor tipe-p ialah bahan di mana
beberapa kecil atom pengotor trivalen ditambahkan ke

60
semikonduktor murni. Penambahan atom trivalen disebabkan
karena atom pengotor ini memiliki tiga elektron valensi,
sehingga hanya dapat secara efektif membentuk tiga ikatan
kovalen dan meninggalkan satu tempat kosong. Dengan
demikian, tiga ikatan kovalen yang lengkap dapat terbentuk
ketika atom trivalen menempati posisi atom kosong pada kisi
kristal, lalu atom semikonduktor yang tidak berpasangan dapat
membentuk muatan positif yang dikenal sebagai lubang (hole).
Semikonduktor ini dapat diproduksi dengan menggabungkan
unsur-unsur dalam golongan IV dengan unsur golongan IIIB
seperti B, Al, Ga, dan In. Nama ‘p’ berasal dari kelebihan
muatan positif (lubang) dalam semikonduktor tipe ini.
b. Semikonduktor tipe-n
Bahan semikonduktor tipe-n adalah bahan
semikonduktor yang dikotori oleh atom bervalensi 5.
Semikonduktor ini dapat dibuat dengan mencangkokkan
arsenik, bismut, fosfor dan antimon. Setelah atom pentavalen
ini mencapai posisi kesetimbangan dalam kristal
semikonduktor, hanya 4 elektron bebas yang dapat
membentuk ikatan-ikatan kovalen yang lengkap. Satu elektron
lebihnya tidak akan membentuk ikatan. Nama ‘n’ berasal dari
lebihnya muatan negatif (elektron) dalam semikonduktor tipe
ini.

C. KONSEP LUBANG ELEKTRON (HOLE)


Sebelumnya telah dijelaskan bahwa ketika temperatur
semikonduktor meningkat dari titik nol kelvin, sebagian
elektron pada pita valensi akan tereksitasi melewati celah antar
pita menuju pita konduksi. Hasilnya adalah semikonduktor
akan mempunyai beberapa tempat kosong pada pita valensi.
Anda mungkin sudah familier dengan nama dari tempat

61
kosong tersebut, yaitu lubang atau hole. Baik elektron maupun
hole, sama-sama bertindak sebagai muatan pembawa (carrier).
Sekarang, tinjau sebuah kisi satu dimensi, pada salah satu
pitanya mempunyai sebuah hole. Jika muatan elektron yang
sama-sama berada satu pita dengan hole tersebut adalah −𝑒
dan kelajuan geraknya adalah 𝑣𝑖 , maka arus yang dihasilkan
pada pita tersebut (akibat elektron) adalah:
𝐼 = ∑ −𝑒𝑣𝑖

= −𝑒 (𝑣𝑗 + ∑ 𝑣𝑖 )
𝑖≠𝑗
Jika tidak ada medan listrik eksternal, maka arus listrik tidak
akan dihasilkan. Dengan demikian,
−𝑒𝑣𝑗 − 𝑒 ∑ 𝑣𝑖 = 0
𝑖≠𝑗

−𝑒 ∑ 𝑣𝑖 = 𝑒𝑣𝑗
𝑖≠𝑗
sehingga apabila elektron ke-j keluar dari pita (sehingga
terbentuk satu hole), maka arus tanpa elektron tersebut adalah:
𝐼 ′ = 𝐼 − (−𝑒𝑣𝑗 )

= [−𝑒 (𝑣𝑗 + ∑ 𝑣𝑖 )] + 𝑒𝑣𝑗


𝑖≠𝑗

= −𝑒𝑣𝑗 − 𝑒 ∑ 𝑣𝑖 + 𝑒𝑣𝑗
𝑖≠𝑗

= −𝑒 ∑ 𝑣𝑖
𝑖≠𝑗
Akan tetapi, pada kondisi tanpa medan listrik, perhatikan
bahwa 𝐼 ′ = 𝑒𝑣𝑗 . Sekarang, jika terdapat medan listrik (𝐸𝐿 ),
dengan mengingat Pers. III.7 untuk satu dimensi, serta sub-
62
pembahasan Massa Efektif Elektron pada hal. 49, maka laju
perubahan arus 𝐼′ terhadap waktu adalah:
𝑑𝐼 ′ 𝑑𝑣𝑗
= 𝑒( )
𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑 1 𝑑𝐸𝑗
= 𝑒( ( ))
𝑑𝑡 ℏ 𝑑𝑘
𝑒 𝑑 𝑑𝐸𝑗 𝑑𝑘
= ( )⋅
ℏ 𝑑𝑡 𝑑𝑘 𝑑𝑘
𝑒 𝑑 𝑑𝐸𝑗 𝑑𝑘
= ( ( )) ⋅
ℏ 𝑑𝑘 𝑑𝑘 𝑑𝑡
𝑒 𝑑 2 𝐸𝑗 𝑒𝐸𝐿
= ( 2 ) (− )
ℏ 𝑑𝑘 ℏ
𝑒 2 𝐸𝐿
=− ℏ 2
𝑑𝑘
ℏ 2
𝑑 𝐸𝑗
Akan tetapi, perhatikan bahwa terdapat suku-suku yang
familier, yakni ℏ 𝑑𝑘 2 /𝑑 2 𝐸𝑗 yang telah kita definisikan sebagai
massa efektif elektron yang terlepas (𝑚𝑗∗ ). Dengan demikian,
dapat kita pahami pula bahwa massa efektif hole adalah |𝑚𝑗∗ |.

D. KONSENTRASI MUATAN PEMBAWA DALAM


SEMIKONDUKTOR
Konsentrasi elektron dan hole dalam semikonduktor
dapat diketahui dengan mempelajari rapat keadaan yang ada di
pita valensi dan konduksi. Telah dijelaskan bahwa pada
temperatur 0 K, pita valensi semikonduktor terisi penuh dan
pada kondisi ini energi Fermi (𝐸𝐹 ) lebih besar daripada energi
pita valensi (𝐸𝑉 ). Selanjutnya, 𝐸𝐹 juga akan bernilai lebih kecil
daripada energi pita konduksi (𝐸𝐶 ). Dengan demikian, energi

63
Fermi pada semikonduktor harusnya berada diantara energi
valensi dan energi konduksi. Sekarang, tingkat energi Fermi
sendiri dapat diperoleh dengan mengetahui konsentrasi
muatan pembawa (elektron dan hole).
Semikonduktor intrinsik. Pada semikonduktor intrinsik,
konsentrasi elektron dalam pita konduksi adalah:

2𝜋𝑚𝑒∗ 𝑘𝑏 𝑇 3/2 𝐸𝐹𝑘−𝐸 𝐶


Pers. IV.1
𝑛𝑒 = 2 ( ) 𝑒 𝑏𝑇
ℎ2
Adapun konsentrasi hole pada pita valensi ditentukan dengan:

2𝜋𝑚ℎ∗ 𝑘𝑏 𝑇 3/2 𝐸𝑉𝑘−𝐸 𝐶


Pers. IV.2
𝑛ℎ = ( ) 𝑒 𝑏𝑇
ℎ2
Nilai energi Fermi pada semikonduktor intrinsik adalah:

1
𝐸𝐹 = (𝐸 + 𝐸𝑉 ) Pers. IV.3
2 𝐶
Anda dapat menurunkan persamaan tersebut dengan
mengingat bahwa pada semikonduktor intrinsik 𝑛𝑒 = 𝑛ℎ .
Selain itu, berlaku pula 𝑛𝑐2 = 𝑛𝑒 𝑛ℎ , dengan 𝑛𝑐 adalah
konsentrasi muatan pembawa*.
Semikonduktor ekstrinsik tipe-n. Pada semikonduktor
ekstrinsik (baik tipe-n maupun tipe-p) terdapat satu lagi pita
energi, yakni pita dopan (𝐸𝐷 ). Semikonduktor tipe-n memiliki
𝐸𝐷 dibawah energi Fermi Pada semikonduktor ekstrinsik tipe-
n, nilai 𝑛𝑒 adalah:

*
Dengan menelaah lebih lanjut Anda akan menemukan formula-formula
yang mirip untuk semikonduktor ekstrinsik. Ingat bahwa pada
semikonduktor ekstrinsik terdapat tambahan konsentrasi dopan atau
pengotor.

64
2𝜋𝑚𝑒∗ 𝑘𝑏 𝑇 3/2 −Δ𝐸/2𝑘 𝑇 Pers. IV.4
𝑛𝑒 = (2𝑛𝐷 )1/2 ( ) 𝑒 𝑏
ℎ2
dimana Δ𝐸 = 𝐸𝐶 − 𝐸𝐷 . Persamaan ini menunjukkan bahwa
konsentrasi elektron sebanding dengan akar kuadrat
konsentrasi dopan.
Semikonduktor ekstrinsik tipe-p. Semikonduktor tipe-p
memiliki tingkatan energi 𝐸𝐷 diatas energi Fermi, sehingga
konsentrasi muatan hole nya adalah:

2𝜋𝑚ℎ∗ 𝑘𝑏 𝑇 3/2 −Δ𝐸/2𝑘 𝑇 Pers. IV.5


𝑛𝑒 = (2𝑛𝐷 )1/2 ( ) 𝑒 𝑏
ℎ2
dengan Δ𝐸 = 𝐸𝐷 − 𝐸𝑉 .

E. PENERAPAN SEMIKONDUKTOR
1. Transistor
Transistor merupakan komponen yang pada umumnya
banyak digunakan dalam rangkaian elektronika, mulai dari
rangkaian dengan kompleksitas rendah hingga level canggih.
Transistor pertama dibuat pada tahun 1948 oleh seorang
peneliti dari laboratorium Bell Telephone. Secara umum,
transistor terbagi dalam dua kategori: transistor bipolar, juga
dikenal sebagai BJT (Bipolar Junction Transistor), transistor
efek medan FET (Field Effect Transistor). Perbedaan dari
kedua jenis transistor BJT dan FET terletak pada prinsip
pengendaliannya. FET pada umumnya terdiri dari tiga jenis
yaitu JFET, D-MOSFET, E-MOSFET
Transistor BJT merupakan jenis transistor yang
dikendalikan oleh arus. Arus keluaran dari jenis transistor ini
ditentukan oleh besarnya arus input yang masuk. Sedangkan
FET merupakan jenis transistor yang dikendalikan oleh

65
tegangan. Besarnya arus yang mengalir pada FET dikendalikan
oleh besar tegangan input. Di luar perbedaan sudut pandang
mekanisme teknis, baik transistor BJT dan FET adalah
komponen dasar yang umum digunakan untuk banyak aplikasi
mulai dari aplikasi penguat sederhana hingga perangkat
pengendali untuk rangkaian komputasi digital kompleks
aplikasi yang melibatkan frekuensi rendah hingga frekuensi
sangat tinggi serta aplikasi yang melibatkan listrik berdaya
rendah hingga daya tinggi.
2. Dioda
Germanium atau silikon, yang lebih sering dikenal sebagai
dioda junction, merupakan komponen utama yang digunakan
dalam pembuatan dioda. Sesuai namanya, struktur dioda ini
menghubungkan semikonduktor tipe-p yang berfungsi sebagai
anoda dan semikonduktor tipe-n berfungsi sebagai katoda.
Dari struktur ini, arus dapat berpindah dari sisi p ke sisi n.

Gambar IV.4 Diagram dioda


Tegangan maju merupakan potensial yang terdapat pada
lapisan pengosongan. Potensi kerusakan material pada 25 °C
untuk dioda silikon adalah sekitar 0,7 volt, sedangkan untuk
dioda germanium sekitar 0,3 volt. Bias maju adalah kondisi
yang terjadi ketika satu jenis indikator positif dan yang lainnya
negatif.
3. LED (Light Emitting Diode)
Salah satu kegunaan bahan semikonduktor yang
menghasilkan cahaya monokromatik inkoheren ketika dikenai
tegangan maju adalah sebagai dioda cahaya (LED).

66
Electroluminescence adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan gejala ini. Warna dihasilkan tergantung pada
bahan semikonduktor yang digunakan, dan mungkin juga
inframerah dekat atau ultraviolet.

Gambar IV.5 Simbol dioda cahaya


4. Sel Surya
Sel Surya merupakan suatu pelat datar cukup tipis yang
terbuat dari kristal silikon. Sel surya mampu memproduksi
listrik secara langsung tanpa melalui tahapan konversi energi
perantara semisal energi termal ke energi mekanik. Listrik
tersebut dihasilkan melalui proses tanpa menyebabkan adanya
polusi suara dan polusi udara.
Ketika cahaya dari matahari mengenai elektron di sel
pipi, itu memberi mereka energi yang cukup untuk
memindahkan sebagian dari mereka menjauh dari sambungan
semikonduktor dan menghasilkan listrik. Sel surya terdiri dari
dua lapis pita yaitu pita valensi dan pita konduksi. Daerah
antara pita valensi dan konduksi dikenal sebagai daerah
terlarang (forbidden gap). Di daerah antara tersebut terdapat
energi yang disebut band gap energy yang harus ditangani oleh
elektron-elektron yang bergerak. Jika foton memiliki energi
yang lebih besar dibanding dengan band gap energi kemudian
mengenai elektron dari semikonduktor tipe-n, maka elektron
tersebut akan mampu lepas dari pita valensi lompat ke pita
konduksi. Di sel surya yang memanfaatkan sambungan PN,
elektron bebas dari semikonduktor tipe-n yang telah berada di

67
pita konduksi tersebut dapat bergerak langsung ke arah
semikonduktor P. Jika sisi N dihubungkan dengan sisi P
melalui rangkaian eksternal, maka melalui rangkaian tersebut
elektron bebas ini dapat mengalir dari sisi N kemudian dapat
mengisi elektron ke sisi P, sehingga terjadilah aliran listrik
dalam sirkuit eksternal tersebut.

F. RANGKUMAN
Keseluruhan materi dalam bab ini dapat dirangkum
secara sederhana sebagai berikut.
▪ Suatu bahan dapat diklasifikasikan menjadi konduktor,
isolator, dan semikonduktor berdasarkan seberapa baik
dapat membawa arus listrik.
▪ Semikonduktor berperilaku berbeda dari bahan isolator
karena celah energi yang kecil.
▪ Semikonduktor intrinsik adalah semikonduktor murni atau
semikonduktor yang belum memiliki atom tambahan yang
dimasukkan ke dalamnya.
▪ Semikonduktor ekstrinsik adalah bahan semikonduktor
yang tidak murni. Semikonduktor ini terbagi menjadi dua,
yakni tipe-p dan tipe-n.
▪ Konsep lubang elektron (hole) bertindak sebagai muatan
pembawa (carrier).
▪ Transistor merupakan komponen yang pada umumnya
banyak digunakan dalam rangkaian elektronika, mulai dari
rangkaian dengan kompleksitas rendah hingga level
canggih.
▪ Germanium atau silikon, yang lebih sering dikenal sebagai
dioda junction, merupakan komponen utama yang
digunakan dalam pembuatan dioda.

68
▪ Dioda cahaya (LED) adalah semikonduktor yang
menghasilkan cahaya monokromatik inkoheren ketika
dikenai tegangan maju.
▪ Sel Surya merupakan suatu pelat datar cukup tipis yang
terbuat dari kristal silikon.

G. UJI KOMPETENSI
Kerjakanlah soal-soal berikut agar Anda dapat mengukur
kemampuan Anda setelah mempelajari bab ini.
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan semikonduktor.
2. Jelaskan lebih lanjut mengenai proses pengotoran pada
bahan semikonduktor sehingga diperoleh bahan
semikonduktor ekstrinsik tipe-n dan tipe-p.
3. Jelaskan cara kerja dari sel surya.
4. Suatu spesimen germanium dikotori dengan 0,1% arsenik.
Anggaplah bahwa pada suhu ruang semua atom arsenik
terionisasi. Jika kerapatan muatan pembawa dalam arsenik
19 3
adalah 2,37 × 10 /m dan kerapatan atom germanium
28 3
adalah 4,41 × 10 /m . Tentukan kerapatan (konsentrasi)
elektron dan hole pada germanium.

5. Energi celah indium pada temperatur 0 K adalah 1,05 × 10
3
eV. Tentukan panjang gelombang maksimum suatu foton
yang dapat memutus ikatan suatu atom dengan indium
tersebut.

69
BAB V
SIFAT DIELEKTRIK ZAT PADAT

A. PENGERTIAN DIELEKTRIK
Bahan-bahan yang kita kenal tidak selalu memberikan
respon yang sama ketika berada di medan listrik. Beberapa
bersifat konduktor, sedangkan yang lain bersifat insulator
(dielektrik). Contoh bahan dielektrik diantaranya adalah kertas,
teflon, karet, mika, berlian dan kaca. Studi tentang dielektrik
dapat dilakukan dengan meninjau model pita energi dielektrik.
Model ini hampir mirip dengan model pada semikonduktor,
kecuali fakta bahwa pada dielektrik daerah celah terlarang lebih
lebar (lihat kembali Gambar IV.1, isolator).
Dielektrik merupakan suatu sifat bahan yang buruk
dalam menghantarkan listrik atau bisa dikatakan sebagai bahan
isolator. Dalam suatu medan listrik, sebuah dielektrik dapat
dipandang sebagai susunan ruang bebas dari dipol listrik
*
mikroskopis . Nama dielektrik digunakan menyusul fakta
bahwa sebuah insulator akan terpolarisasi ketika berada dalam
pengaruh medan listrik. Artinya, bahan itu akan memiliki
sebuah dipol listrik atau jika sudah memiliki dipol, maka dipol-
dipol tersebut akan memiliki kecenderungan untuk menyusun
dirinya sendiri. Suatu dielektrik dikatakan homogen dan

*
Dipol-dipol ini masing-masing tersusun atas muatan positif dan negatif,
tetapi pusatnya tidak saling bersinggungan. Dua muatan ini bukanlah
muatan bebas dan tidak berperan dalam proses konduksi, tetapi
keduanya terikat dengan gaya molekuler. Keduanya hanya akan dapat
bertukar posisi sangat kecil ketika ada medan eksternal ( Lihat Hayt, W.
H. Jr., & Buck, J. A. (2013). Engineering Electromagnetics 8th Edition.
McGraw-Hill. h. 127)

70
isotropik jika diambil sekumpulan titik secara acak pada
dielektrik, maka sifat-sifat dielektriknya sama.
Bayangkan Anda mempunyai dua buah muatan sama
besar, tetapi berlawanan tanda, yakni +𝑞 dan −𝑞 yang terpisah
sejauh jarak 𝑟 pada sumbu-x. Konfigurasi sistem dua muatan
ini disebut dipol listrik. Momen dipol dapat muncul pada
bahan dielektrik ketika dipengaruhi medan listrik dengan dua
cara, yakni polarisasi molekul bahan dan penyejajaran dipol.
Setiap dipol memiliki momen dipol yang didefinisikan sebagai
berikut:

𝐩 = 𝑞𝐫 Pers. V.1

dengan 𝐫 adalah vektor pemisah muatan negatif terhadap


muatan positif. Satuan dari p dalam SI adalah Cm (Coulomb
meter). Pastikan Anda tidak bimbang dengan cm (centimeter).

Contoh Soal 5.1. Momen dipol


Hitunglah besar momen dipol pasangan muatan titik ± 3 pC
yang terpisah sejauh 5 nm.

Jawaban
Dengan menggunakan Pers. V.1 diperoleh:
𝑝 = 𝑞𝑟
= (3 × 10−15 )(5 × 10−9 )
= 1,5 × 10−23 Cm
∴ Jadi, momen dipol pasangan muatan tersebut adalah 1,5 ×
10–23 Cm.

71
B. POLARISASI DAN SUSEPTIBILITAS LISTRIK
Misalkan suatu dielektrik berada dalam pengaruh medan
listrik eksternal 𝐄𝟎 †, maka momen dipol totalnya tidaklah nol.
Dipol tersebut akan mengalami penyearahan ke arah medan
listrik . Polarisasi didefinisikan sebagai momen dipol per satuan

volume. Jika semua dipol dalam dielektrik homogen dan


isotropik, maka vektor polarisasinya adalah:

𝐏 = 𝑛𝐩 Pers. V.2

Ketika terjadi polarisasi, besar medan listrik eksternal 𝐸0


menjadi lebih kecil. Dengan demikian, medan listrik total
dielektrik menjadi:

𝐄 = 𝐄𝟎 + 𝐄𝐏 Pers. V.3

dimana 𝐄𝐏 disebut medan polarisasi atau medan lokal.


Secara umum, hubungan polarisasi dan medan listrik
makroskopis, 𝐄 adalah:

𝐏 = 𝜖0 𝜒𝑒 𝐄 Pers. V.4

dengan 𝜖0 adalah permitivitas ruang hampa dan 𝜒𝑒 adalah


suseptibilitas listrik. Suseptibilitas listrik menunjukkan
seberapa besar bahan dielektrik mampu terpolarisasi akibat
adanya medan listrik makroskopis. Bahan-bahan yang
memenuhi Pers. V.4 disebut sebagai dielektrik linier.


Anda mungkin mulai bimbang dengan simbol yang kami pilih. Pada bab
sebelumnya mungkin Anda akan mengingat 𝐸 sebagai energi dan 𝐸𝐿 sebagai
kuat medan listrik. Akan tetapi, pada bab ini penggunaan simbol tersebut
sedikit akan merepotkan sehingga kami berharap Anda dapat beradaptasi.

Maksudnya adalah muatan positif dipol akan mendekati sisi negatif medan
listrik, begitupun sebaliknya untuk muatan negatif dipol.

72
Pengayaan 5. Dielektrik dan hukum Gauss
Hukum Gauss dalam bentuk divergensi dapat dituliskan
sebagai berikut.
𝜌
𝛁⋅𝐄=
𝜖0
Secara umum, seringkali dibedakan antara muatan dari luar
dielektrik, Q dan muatan dari dalam dielektrik itu sendiri. Jenis
muatan yang pertama ini disebut sebagai muatan bebas (free
charge), sedangkan muatan yang merupakan bagian dari
dielektrik disebut sebagai muatan terikat (bound charge).
Dengan demikian, hukum Gauss dapat kita modifikasi
menjadi:
1
𝛁 ⋅ 𝐄 = (𝜌𝑓 + 𝜌𝑏 )
𝜖0

C. KONSTANTA DAN POLARISABILITAS


DIELEKTRIK
Pada bahan dielektrik, nilai 𝜌𝑏 dapat didefinisikan
sebagai divergensi dari polarisasi bahan. Secara matematis
dinyatakan sebagai:
𝜌𝑏 ≡ −𝛁 ⋅ 𝐏
Dengan demikian, menurut hukum Gauss diperoleh:
1
𝛁 ⋅ 𝐄 = (𝜌𝑓 + 𝜌𝑏 )
𝜖0
𝜖0 𝛁 ⋅ 𝐄 = 𝜌𝑓 − 𝛁 ⋅ 𝐏
𝜖0 𝛁 ⋅ 𝐄 + 𝛁 ⋅ 𝐏 = 𝜌𝑓
𝛁 ⋅ (𝜖0 𝐄 + 𝐏) = 𝜌𝑓
Sekarang, besaran dalam tanda kurung seringkali disebut
sebagai vektor perpindahan listrik, atau

73
𝐃 = 𝜖0 𝐄 + 𝐏 Pers. V.5

Selanjutnya, dengan menggabungkan Pers. V.4 dan Pers. V.5


diperoleh:

𝐃 = 𝜖0 𝐄 + 𝜖0 𝜒𝑒 𝐄
= 𝜖0 (1 + 𝜒𝑒 )𝐄
= 𝜖𝐄 Pers. V.6

Besaran 1 + 𝜒𝑒 inilah yang dikenal dengan sebutan permitivitas


relatif atau konstanta dielektrik (𝜖𝑟 ). Konstanta dielektrik dapat
diartikan sebagai ukuran kemampuan bahan untuk
menyimpan muatan listrik.
Sampai saat ini Anda telah mendapatkan beberapa faktor
yang mempengaruhi polarisasi, yakni momen dipol, medan
listrik, bahkan konstanta dielektrik. Selanjutnya akan dibahas
mengenai ukuran kemampuan atom penyusun dielektrik untuk
mendistribusikan kembali elektronnya sebagai respons
terhadap medan listrik yang diberikan (terpolarisasi). Ukuran
tersebut disebut dengan polarisabilitas (𝛼) yang secara
matematis didefinisikan sebagai:

𝐩 = 𝛼𝐄𝐏 Pers. V.7

Sumber-sumber polarisabilitas ada tiga, yakni


polarisabilitas elektronik seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, Selain polarisasi elektronik (seperti yang telah
dijelaskan di atas), terdapat pula polarisasi yang lain, polarisasi
ionik dan polarisasi orientasi. Polarisasi ionik berkaitan dengan
zat padat ionik, yang mana terdiri dari ion positif atau biasa
disebut kation dan ion negatif atau biasa disebut anion.
Contohnya adalah molekul NaCl, terdapat ion Na+ dan ion Cl–

74
. Ketika dikenai medan listrik, maka ion positif akan mengalami
gaya listrik atau biasa disebut gaya coulomb yang mana arahnya
searah dengan medan listriknya. Di sisi lain, ion negatifnya akan
bergeser berlawanan arah dengan medan listrik eksternalnya.
Jika sebelum diberi medan listrik suatu bahan telah memiliki
momen dipol (memiliki dipol permanen), maka bahan tersebut
dapat mengalami polarisasi orientasi. Pada polarisasi orientasi,
masing-masing molekul penyusunnya akan berotasi tanpa
mengubah bentuk. Contohnya adalah molekul air atau yang
dikenal dengan H2O.

D. EFEK LAIN
1. Feroelektrisitas
Suatu peristiwa terjadinya perubahan polarisasi listrik
secara langsung (spontan) pada suatu materi yang tidak ada
pengaruh medan listrik luar disebut sebagai feroelektrisitas.
Feroelektrik diindikasikan dengan terjadinya polarisasi listrik
secara langsung pada suatu materi yang tidak ada pengaruh
medan listrik luar. Bahan feroelektrik dicirikan dengan
konstanta dielektrik yang sangat tinggi. Mereka juga memiliki
konduktivitas listrik yang sangat rendah dan merupakan
isolator. Bahan feroelektrik digunakan dalam berbagai aplikasi,
termasuk kapasitor, sensor, dan perangkat memori.
Berhubungan dengan struktur dielektrik, volume sel unit
(𝑉) memengaruhi nilai polarisasi listrik spontan (𝑃𝑠 ) melalui
hubungan persamaan sebagai berikut.

(∑ 𝑞𝑖 𝑟𝑖 )
𝑃𝑠 = Pers. V.8
𝑉

75
2. Piezoelektrisitas
Piezoelektrisitas adalah fenomena di mana sebuah gaya
diberikan terhadap suatu segmen bahan yang menyebabkan
adanya muatan listrik di dalam permukaan segmen bahan
tersebut karena adanya distribusi muatan listrik dalam sel
kristal. Bahasa Latin piezoelektrik adalah piezein, memiliki arti
ditekan atau dipadatkan, serta piezo, yang berarti didorong.
Pada tahun 1880-an, bahan piezoelektrik pertama kali
ditemukan oleh Jacques dan Pierre Curie. Kata piezo juga
berarti tekanan, sehingga efek piezoelektrik terjadi ketika suatu
bahan mengalami tekanan mekanik terbentuklah medan listrik.
Jacques dan Pierre Curie menggabungkan gagasan
mereka tentang piroelektrisitas (kemampuan suatu bahan
untuk menghasilkan potensial listrik saat didinginkan atau
dipanaskan) dengan mempelajari tentang struktur kristal serta
perilaku kristal garam rossel, turmalin, dan kuarsa. Dari hasil
kerja tersebut, ditemukan bahwa garam rossel dan kristal
kuarsa memiliki piezoelektrik tertinggi pada saat itu. Efek
piezoelektrik terjadi ketika arus listrik diterapkan pada suatu
material, material bergetar dan sebaliknya, ketika tekanan
diterapkan padanya, dihasilkan listrik. Apabila medan listrik
melewati suatu bahan, molekul yang terpolarisasi
menyesuaikan dengan medan listrik, sehingga didapatkan dipol
yang diinduksi pada struktur molekul atau kristal dari bahan
tersebut.

76
E. RANGKUMAN
Keseluruhan materi dalam bab ini dapat dirangkum
secara sederhana sebagai berikut.
▪ Dielektrik merupakan suatu sifat bahan yang buruk dalam
menghantarkan listrik atau bisa dikatakan sebagai bahan
isolator.
▪ Contoh bahan dielektrik diantaranya kertas, teflon, karet,
mika, berlian dan kaca.
▪ Polarisasi ini merupakan keadaan dimana arah molekul
dielektrik(dipol) yang bermuatan negatif menuju positif jika
dipol dikenai medan listrik maka sejajar dengan medan
listriknya.
▪ Dipol listrik merupakan sebuah muatan dalam listrik yang
memiliki besar yang sama namun memiliki arah yang
berlawanan.
▪ Apabila dalam dielektrik molekulnya bersifat polar, maka
dialektrik itu akan mempunyai momen dipol yang
permanen.
▪ Apabila sifat molekul dalam dielektrik adalah non polar,
adanya medan listrik luar yang memengaruhi akan
menimbulkan momen dipol.
▪ Polarisabilitas adalah kemampuan suatu molekul untuk
membentuk dipol spontan (sesaat) ketika dipengaruhi oleh
induksi muatan terdekatnya.
▪ Mekanisme yang mengarah ke polarisasi listrik
mikroskopis terbagi menjadi tiga tahapan yaitu polarisasi
elektronik, polarisasi ionik, dan polarisasi orientasi.
▪ Feroelektrik diindikasikan dengan terjadinya polarisasi
listrik secara langsung pada suatu materi yang tidak ada
pengaruh medan listrik luar dan feroelektrik mampu
digambarkan dengan kurva histerisis.

77
▪ Piezoelektrik adalah fenomena di mana sebuah gaya
diberikan terhadap suatu segmen bahan yang
menyebabkan adanya muatan listrik di dalam permukaan
segmen bahan tersebut.
▪ Efek piezoelektrik terjadi ketika arus listrik diterapkan pada
suatu material, material tersebut bergetar dan sebaliknya,
ketika tekanan diterapkan padanya, dihasilkan listrik.

F. UJI KOMPETENSI
Kerjakanlah soal-soal berikut agar Anda dapat
mengukur kemampuan Anda setelah mempelajari bab ini.
1. Dua muatan 40 C dan -40 C terpisah satu sama lain dengan
jarak 4 cm. Tentukan besarnya momen dipol listrik!
2. Suatu papan (𝜖𝑟 = 2,1) terletak pada daerah 0 ≤ x ≤ a.
Asumsikan 𝑥 < 0 dan 𝑥 > 𝑎 hanyalah ruang hampa udara.
Jika medan listrik disekitar papan adalah 𝐄𝐨 = 𝐸0 𝐱
(dimana x adalah vektor satuan pada arah sumbu-x),
tentukan nilai D, E dan P di dalam dan di luar papan
tersebut.
3. Hitunglah polarisasi tetes air hujan yang berjari-jari 10 mm,
jika diketahui momen dipol air hujan adalah 6 × 10−13
C.m dan banyak molekul tetes air adalah 1,40 × 1020 /m . 3

4. Jelaskan beberapa contoh potensi pemanfaatan bahan


feroelektrik.
5. Apa yang terjadi saat bahan Piezoelektrik diberikan
tegangan listrik!

78
BAB VI
SIFAT MAGNETIK ZAT PADAT

A. SUSEPTIBILITAS MAGNETIK
Agar Anda dapat lebih memahami apa itu suseptibilitas
magnetik, terlebih dahulu perhatikan gambar berikut ini.

Gambar VI.1 Obeng yang termagnetisasi


Dari Gambar VI.1, dapat dilihat bahwa obeng akan
termagnetisasi karena adanya medan magnet yang dimiliki oleh
magnet batang. Dari fenomena ini kita akan mengenal
suseptibilitas magnetik. Suseptibilitas magnetik (𝜒𝑚 ) dapat
diartikan sebagai kerentanan suatu benda untuk termagnetisasi
karena adanya medan magnetik yang diberikan pada benda
tersebut. Pada bahan paramagnetik (𝜒𝑚 > 0) dan diamagnetik
(𝜒𝑚 < 0), magnetisasi (M) ditentukan oleh medan magnetnya.
Saat B dihilangkan, maka M juga akan hilang. Magnetisasi juga
didefinisikan sebagai besar momen magnetik dipol per satuan
volume. Faktanya, pada kebanyakan bahan, magnetisasi akan
sebanding dengan medan magnet untuk medan yang tidak
terlalu kuat. Secara matematis dinyatakan dengan persamaan
seperti di bawah ini:
79
𝐌
𝜒𝑚 ≡ Pers. VI.1
𝐇
sehingga diperoleh 𝐌 = 𝜒𝑚 𝐇 dimana M adalah vektor
magnetisasi bahan (satuannya A/m) dan H adalah vektor
intensitas medan magnet (satuannya A/m). Keadaan magnetik
sistem linier yang dikaitkan dengan B dan H memenuhi
persamaan:

𝐁 = 𝜇0 (𝐇 + 𝐌) = 𝜇0 (1 + 𝜒𝑚 )𝐇 Pers. VI.2

Dimana B adalah kerapatan fluks magnet (A/m)* dan besaran


𝜇0 (1 + 𝜒𝑚 ) didefinisikan sebagai permeabilitas material (𝜇).

Pengayaan 6.1. Pembuktian untuk Pers. VI.2


Bayangkan sebuah batang yang terbuat dari logam seperti
berikut ini.

Selain itu, bayangkan pula sebuah solenoid dengan N putaran


per satuan panjang (n) yang membawa arus sebesar I dengan
arah seperti pada gambar berikut.

*
Pada ruang hampa udara, dimana 𝐌 = 𝟎, maka Pers. VI.2 akan menjadi:
𝐁 = 𝜇0 𝐇
Selanjutnya, perbedaan antara H dan B dapat ditemukan pada Purcell, E.
M., & Morin, D. J. (2013). Electricity and Magnetism. Cambridge
University Press, h. 560.

80
Besarnya medan magnetik di dalam solenoid adalah:
𝐁𝟎 = 𝜇0 𝑛𝐈
Selanjutnya, masukkan batang tersebut ke dalam kumparan
solenoid. Ketika batang logam dimasukkan, maka batang logam
akan termagnetisasi (menjadi bersifat seperti magnet) dan mulai
menghasilkan medan magnetnya sendiri, yaitu:
𝐁𝐦 = 𝜇0 𝐌
Dengan demikian, medan magnetik total sistem batang-
solenoid adalah:
𝐁 = 𝐁𝟎 + 𝐁𝐦
= 𝜇0 𝑛𝐈 + 𝜇0 𝐌
= 𝜇0 𝐇 + 𝜇0 𝐌
= 𝜇0 (𝐇 + 𝐌 ) ∎
Selanjutnya, jika nilai M dimasukkan ke Pers. VI.2 akan
diperoleh:
𝐁 = 𝜇0 (𝐇 + 𝐌 )
= 𝜇0 (𝐇 + 𝜒𝑚 𝐇)
= 𝜇0 𝐇(1 + 𝜒𝑚 ) ∎

B. DIAMAGNETIK
Diamagnetik adalah bentuk kemagnetan pada suatu
bahan yang bersifat sangat lemah. Hal ini ditunjukkan oleh zat-
zat penyusunnya yang memiliki suseptibilitas negatif (𝜒𝑚 < 0).
Contoh dari bahan diamagnetik untuk logam adalah perak,
emas, dan tembaga; dan atom-atom dengan konfigurasi gas
langka seperti A, He, dan Ne. Sifat diamagnetisme
berhubungan dengan kecenderungan sebagian muatan listrik
bahan untuk melindungi bagian bahan tersebut dari medan
magnet yang diterapkan pada benda tersebut. Pada bahan-
bahan diamagnetik, dalam medan magnet, gerakan elektron di
sekitar inti pusat, untuk orde pertama dalam B, sama dengan

81
gerakan yang mungkin tanpa adanya B, kecuali untuk
superposisi presesi † elektron dengan frekuensi sudut sebesar:

𝑒|𝑩|
𝜔 = |𝛚| = Pers. VI.3
2𝑚
Jika medan diterapkan pada sistem perlahan-lahan, gerakan
rotasi sistem acuan akan sama dengan gerakan asli sistem
sebelum pemberian medan magnetik. Pernyataan tersebut
dikenal dengan teorema Larmor dan nilai 𝜔 disebut sebagai
frekuensi Larmor.
Saat arus elektron rata-rata di sekitar nukleus mula-mula
adalah nol, pemberian medan magnet akan menimbulkan
sejumlah arus di sekitar nukleus. Arus hasil magnetisasi ini
besarnya sebanding dengan momen magnetik yang berlawanan
dengan medan yang diterapkan. Keadaan tersebut terpenuhi
bahwa frekuensi Larmor (Pers. VI.3) jauh lebih rendah dari
frekuensi asal gerak sistem pada medan pusat. Menurut
Larmor, presesi Z elektron pada sistem sebanding dengan arus
listrik yang dihasilkan oleh presesi tersebut, sehingga

1 𝑒𝐵 𝑍𝑒 2 𝐵
𝐼 = (−𝑍𝑒) ( ⋅ )=− Pers. VI.4
2𝜋 2𝑚 4𝜋𝑚
Berdasarkan teori elektromagnetik, medan magnet akan
dihasilkan ketika sebuah arus I mengalir tegak lurus bidang
loop stasioner yang memiliki luas penampang A. Arus ini
sebanding dengan momen dipol magnetik yang dihasilkan.
Secara matematis hubungannya adalah sebagai berikut.

𝛍𝐦 = 𝐼𝐀 Pers. VI.5


Presesi adalah perubahan orientasi sumbu rotasi benda yang berputar.

82
Selanjutnya, dengan mengambil acuan koordinat bola, besar
momen magnetik yang disebabkan oleh pergerakan (bisa
membesar, mengecil, berubah sudut) bidang orbit elektron
yang memiliki luas penampang 𝜋𝜌 2 adalah:

𝑍𝑒 2 𝐵
𝜇m = − 〈𝜌 〉2 Pers. VI.6
4𝑚
dimana 〈𝜌〉2 adalah kuadrat rata-rata jarak tegak lurus elektron
dari sumbu medan yang melalui inti atom. Pada muatan yang
terdistribusi homogen dan merata pada ruang sferik, nilai
〈𝜌〉2 = 2〈𝑟〉2 /3, dimana 〈𝑟〉2 adalah kuadrat rata-rata jarak
elektron dari inti atom (nukleus). Dengan demikian, diperoleh
nilai suseptibilitas bahan diamagnetik sebagai berikut.

𝜇0 𝑁𝑍𝑒 2 2
𝜒𝑚 = − 𝑟̅ Pers. VI.7
6𝑚
Persamaan tersebut dikenal dengan persamaan Langevin klasik
untuk diamagnetisme.

Contoh Soal 6.1. Persamaan Langevin klasik


Suatu bahan yang konsentrasinya sebesar 3,45 × 1028 atom/m3
memiliki banyak atom 𝑍 = 10 berada pada suhu 4 K. Jika rata-
rata jari-jari atom tersebut adalah 0,58 Å, tentukanlah
suseptibilitas magnetik bahan tersebut!
Petunjuk: massa elektron = 9,11 × 10–31 kg,
𝜇𝑜 = 4π × 10–31 H/m, dan
muatan elektron = –1,6 × 10–19 C

Jawaban:
Diketahui:
Z = 10
83
T = 4K
〈𝑟 =〉2 0,58 Å = 0,58 × 10–10 m
m = 9,11 × 10–31 kg
μ0 = 4π × 10–31 H/m
e = –1,6 × 10–19 C

Ditanya:
Suseptibilitas magnetik bahan (𝜒𝑚 )

Penyelesaian:
𝜇0 𝑁𝑍𝑒 2 2
𝜒𝑚 = − 〈𝑟 〉
6𝑚
(4𝜋 × 10−7 )(3,45 × 1028 )(10)(−1,6 × 10−19 )2
=− (0,58
6(9,11 × 10−31 )
× 10−10 )2
= −6,83 × 10−6
Jadi, suseptibilitas magnetik bahan tersebut adalah –6,83 × 10–
6
.

C. PARAMAGNETIK
Pada bahan paramagnetik, magnetisasi pada bahan
bersifat paralel terhadap medan magnet yang diberikan
padanya, sehingga memiliki suseptibilitas magnetik positif.
Paramagnetisme lebih sering terjadi pada atom atau molekul
yang memiliki elektron ganjil, dimana mereka memiliki
kelebihan atom tidak berpasangan yang akan dikenai torsi

84
magnetik‡. Contoh sifat paramagnetisme dapat ditemukan pada
Mn2+, Gd3+, U4+, logam, molekul oksigen, gas nitrit oksida, atom
F tengah pada halida alkali dan lain sebagainya.
Sama seperti fenomena diamagnetisme, Langevin juga
memiliki pendapat mengenai fenomena paramagnetisme.
Langevin mempunyai asumsi bahwa jika suatu gas
paramagnetik yang memiliki N atom per satuan volume yang
mana memiliki momen magnetik permanen 𝜇𝑚 . Interaksi
antara dipol-dipol magnetik dianggap dapat diabaikan. Adanya
induksi magnetik B membuat dipol mengarahkan diri pada
arah medan untuk mengurangi energinya. Akan tetapi, energi
panas di temperatur tertentu umumnya menolak penyejajaran
dipol-dipol sejenisnya. Pada kesetimbangan panas, dipol
menyejajarkan diri pada sudut 𝜃 dengan arah medan yang
diberikan, seperti pada Gambar VI.2.

Gambar VI.2 Dipol magnetik dengan momen sebesar


𝜇𝑚 terarah pada sudut 𝜃 terhadap
medan magnetik yang diberikan


Berdasarkan prinsip larangan Pauli, elektron pada atom harus terisi dalam
bentuk berpasangan. Hal ini menyebabkan elektron memiliki dua spin
berlawanan, sehingga torsi totalnya bernilai nol. Dengan nilai nol ini,
medan magnet-pun akan bernilai nol. Lihat Griffiths, D. J. (2013).
Introduction to Electrodynamics 3rd Edition. Pearson Education, h. 262.

85
Energi potensial masing-masing dipol pada posisi ini
ditentukan oleh persamaan:

𝐸 = −𝛍𝐦 ⋅ 𝐁 = −𝜇𝑚 𝐵 cos 𝜃 Pers. VI.8

Pada mekanika statistik, peluang suatu dipol magnetik untuk


membuat sudut antara 𝜃 dan 𝜃 + 𝑑𝜃 dengan medan magnet
tersebut, atau jumlah dipol (𝑑𝑛) yang memiliki sumbu-sumbu
pada sudut ruang 𝑑𝜔 yang terletak diantara dua kerucut
berongga dengan sudut puncaknya 𝜃 dan 𝜃 + 𝑑𝜃 yang dapat
ditentukan dengan:

𝜇𝐵 cos 𝜃 𝜇𝐵 cos 𝜃
𝑑𝑛 𝛼𝑒 𝑘𝑇 𝑑𝜔 = 𝑘𝑒 𝑘𝑇 2𝜋 sin 𝜃 𝑑𝜃 Pers. VI.9

dimana 𝑘 merupakan konstanta. Tiap-tiap dipol memberikan


momen magnetik 𝜇𝑚 cos 𝜃 terhadap magnetisasi, sedangkan
komponen-komponen yang tegak lurus dengan medan saling
meniadakan. Oleh karena itu, komponen rata-rata momen
magnetik dari masing-masing atom sepanjang arah medan
dikalikan dengan jumlah atom per satuan volume, N
memberikan magnetisasi M, yaitu:

𝑀 = 𝑁 〈 𝜇𝑚 〉
𝜋
∫0 𝜇𝑚 cos 𝜃
=𝑁 𝜋
∫0 𝑑𝑛
𝜋 𝜇 𝐵 cos 𝜃
𝜇𝑚 ∫0 cos 𝜃 sin 𝜃 exp ( 𝑚 ) 𝑑𝜃
=𝑁 𝑘𝑇
𝜋 𝜇𝐵 cos 𝜃
∫0 sin 𝜃 exp ( 𝑘𝑇 ) 𝑑𝜃
Misalkan 𝜇𝑚 𝐵⁄𝑘𝑇 = 𝑥 dan cos 𝜃 = 𝑦, maka diperoleh
sin 𝜃 𝑑𝜃 = 𝑑𝑦. Dengan demikian, diperoleh:

86
−1
∫1 𝑦 𝑒 𝑥𝑦 𝑑𝑦
𝑀 = 𝑁 𝜇𝑚 −1
∫1 𝑒 𝑥𝑦 𝑑𝑦
𝑒 𝑥 + 𝑒 −𝑥 1
= 𝑁 𝜇𝑚 [ 𝑥 − ]
𝑒 − 𝑒 −𝑥 𝑥
1
= 𝑁𝜇𝑚 [coth 𝑥 − ]
𝑥
untuk kemudahan, didefinisikan coth 𝑥 − 1⁄𝑥 = 𝐿(𝑥 ),
dimana 𝐿 (𝑥 ) adalah fungsi Langevin untuk paramagnetik.
Perubahan nilai 𝐿(𝑥 ) pada 𝑥 ditunjukkan pada Gambar VI.3.
Dari grafik, untuk 𝑥 ≪ 1, pada kuat medan magnet dan
temperatur normal, kurva mendekati linier dan berimpit
dengan garis singgung kurva. Garis singgung ini memiliki
persamaan 𝐿(𝑥 ) ≈ 𝑥/3. Dengan demikian, besar magnetisasi
dan suseptibilitasnya menjadi:

2
𝑁𝜇𝑚 𝐵
𝑀≈ Pers. VI.10
3𝑘𝑇

2
𝑀 𝜇0 𝑀 𝜇0 𝑁𝜇𝑚
𝜒𝑚 ≡ = = Pers. VI.11
𝐻 𝐵 3𝑘𝑇
Hasil dari Pers. VI.11 menunjukkan bahwa suseptibilitas
magnetik berbanding terbalik dengan temperatur bahan.

87
Gambar VI.3 Variasi 𝐿(𝑥 ) terhadap 𝑥 = 𝜇𝑚 𝐵/𝑘𝑇
Persamaan ini juga dapat dituliskan dalam konstanta Curie (C),
yakni:

2
𝐶 𝜇0 𝑁𝜇𝑚
𝜒𝑚 = , 𝐶= Pers. VI.12
𝑇 3𝑘
Untuk nilai 𝑥 besar, untuk rapat fluks magnetik tinggi dan
temperatur rendah, 𝐿(𝑥) mendekati satu dan magnetisasi yang
besarnya M menjadi;

𝑀 = 𝑁𝜇𝑚 = 𝑀𝑠 Pers. VI.13

Persamaan ini merupakan keadaan jenuh yang bersesuaian


dengan pelurusan sempurna dari dipol-dipol magnetik pada
arah medan sehingga 𝑀𝑠 disebut sebagai magnetisasi jenuh.

Contoh Soal 6.2. Bahan paramagnetik


1. Bagaimana nilai suseptibilitas pada magnet yang memiliki
material paramagnetik?
2. Sebuah unsur transisi dapat dikatakan sifat paramagnetik
ditentukan dari banyaknya?

88
Jawaban
1. Nilai suseptibilitas magnet yang dari bahan paramagnetik
berbanding terbalik dengan temperatur. Medan magnet
dengan bahan ada jika termagnetisasi oleh medan magnet
yang berasal dari luar. Jika pengaruhnya hilang maka
medan magnet juga akan menghilang. Akibatnya, pengaruh
termal pada gerakan momen dipolnya akan tidak beraturan
dan nilai induksi magnetnya kecil. Hal ini dikarenakan
jumlah elektronnya ganjil dan sebagian kecil saja spin yang
memungkinkan dapat berpasangan.
2. Sifat sebuah unsur yang mampu ditarik magnet merupakan
sifat dari paramagnetik. Sifat paramagnetik dipunyai oleh
unsur transisi, hal ini dikarenakan terdapatnya elektron
tunggal pada orbital d. Maka dari itu, sifat ini gampang
diinduksikan medan magnet. Jika banyak orbital yang berisi
elektron tunggal maka kekuatan induksi dari medan
magnet juga akan semakin kuat, maka sifat magnetiknya
juga akan semakin besar. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa sebuah unsur transisi dapat dikatakan
memiliki sifat paramagnetik ditentukan dari banyaknya
elektron tunggal di orbital d.

D. FEROMAGNETIK
Feromagnetisme merupakan sifat suatu bahan yang mana
memiliki nilai suseptibilitas magnetik positif sangat tinggi. Sifat
feromagnetisme dapat ditemukan pada besi murni, kobalt,
nikel, perpaduan logam, gadolinium, disprosium dan beberapa
senyawa lainnya. Bahan tersebut memiliki magnet yang kuat
karena keberadaannya yang domain magnetik sehingga
menyebabkan atom tersusun secara sejajar paralel. Ketika

89
bahan feromagnetik berada pada keadaan tak termagnetisasi,
hampir seluruh wilayah akan secara acak terorganisir dan
medan magnet bersih secara keseluruhan adalah nol. Bahan
feromagnetik dapat dideteksi dengan menggunakan metode
magnetik partikel.
Bahan feromagnetik memiliki momen magnetik
meskipun tanpa pengaruh medan magnet (magnetisasi sesaat)
ketika berada dibawah temperatur Curie (akan dijelaskan sesaat
lagi). Spontanitas (ke-sesaat-an) ini memberikan kesan bahwa
spin-spin elektron dan momen-momen magnetik tersusun
secara teratur. Bahan feromagnetik memiliki interaksi internal
yang cenderung mengarahkan momen-momen magnetik
sejajar sama satu lain. Selain itu, bahan feromagnetik memiliki
elektron yang tidak berpasangan sehingga atom menghasilkan
momen magnet total yang tidak nol.

Gambar VI.4. Susunan spin-spin elektron pada


bahan feromagnetik

90
Teori feromagnetisme awal mulanya dicetuskan oleh seorang
fisikawan Prancis, Pierre Weiss. Postulat Weiss yang dimaksud
adalah sebagai berikut.
1. Pada suatu sampel bahan feromagnetisme berisi sejumlah
daerah kecil yang mana disebut dengan ranah atau domain,
lalu termagnetisasi secara spontan. Besar magnetisasi
spontan bahan secara keseluruhan di tentukan oleh jumlah
vektor dari masing-masing arah.
2. Magnetisasi setiap arah disebabkan oleh adanya medan
pertukaran (exchange field) 𝐇𝐄 yang cenderung
menghasilkan susunan dipol-dipol atomik yang sejajar.
Besar medan pertukaran 𝐻𝐸 dianggap sebanding dengan
besar magnetisasi 𝑀 masing-masing ranah, yaitu:

𝐻𝐸 = 𝜆𝑀 Pers. VI.14

dimana 𝜆 disebut sebagai konstanta Weiss. Medan 𝐻𝐸 juga


disebut medan molekul atau medan Weiss dan biasanya
sangat kuat dibandingkan dengan medan yang diberikan B.
Berangkat dari postulat 2, besarnya medan magnetik efektif
pada sebuah atom atau ion menjadi:

𝐻𝑒𝑓 = 𝐻 + 𝐻𝐸 = 𝐻 + 𝜆𝑀 Pers. VI.15

Dimana H adalah medan magnetik eksternal yang diterapkan


pada bahan. Pers. VI.15 kemudian sering disebut sebagai
hukum Curie-Weiss.
Bahan feromagnetik yang berada di atas temperatur
Curie (yakni ketika berada di daerah paramagnetik) tidak akan
mengalami magnetisasi sesaat. Dengan demikian, suatu medan
magnet eksternal harus diberikan agar terjadi magnetisasi.
Medan magnet ini haruslah cukup lemah agar tidak masuk ke

91
keadaan jenuh. Dengan menggunakan definisi Pers. VI.1 dan
Pers. VI.12,
𝑀 𝐶
𝜒𝑚 = =
𝐻𝑒𝑓 𝑇
𝑀 𝐶
= =
𝐻𝑒𝑓 + 𝜆𝑀 𝑇
= 𝑀𝑇 = 𝐻𝑒𝑓 𝐶 + 𝜆𝑀𝐶
= 𝑀𝑇 − 𝜆𝑀𝐶 = 𝐻𝑒𝑓 𝐶
= 𝑀 (𝑇 − 𝜆𝐶 ) = 𝐻𝑒𝑓 𝐶
𝑀 𝐶
= =
𝐻𝑒𝑓 𝑇 − 𝜆𝐶
Nilai 𝜆𝐶 didefinisikan sebagai temperatur Curie (𝑇𝐶 ). Jadi,
suseptibilitas magnetik bahan feromagnetik adalah:

𝐶
𝜒𝑚 = Pers. VI.16
𝑇 − 𝑇𝐶

Bahan paramagnetik akan bersifat feromagnetik ketika 𝑇𝐶 → 𝑇,


sehingga 𝜒𝑚 → ∞.

Contoh Soal 6.3. Bahan feromagnetik


Berapakah besar suseptibilitas europium(II) oksida (EuO) jika
konstanta Curienya adalah 4,7 K, temperatur bahan 78 K dan
temperatur Curie 70 K?

Jawaban
Diketahui:
C = 4,7 K
T = 78 K
𝑇𝐶 = 70 K

92
Ditanya:
Suseptibilitas magnetik bahan (𝜒𝑚 )

Penyelesaian:
𝐶
𝜒𝑚 =
𝑇 − 𝑇𝐶
4,7
=
78 − 70
= 0,59
Jadi, suseptibilitas magnetik europium(II) oksida pada kondisi
tersebut adalah 0,59.

Pengayaan 6.2. Teori kuantum untuk penentuan


suseptibilitas magnetik bahan
Penentuan suseptibilitas magnetik bahan feromagnetik
juga dapat dirunut dari teori Langevin dengan tinjauan
kuantum. Momen magnetik atom atau ion di ruang hampa
udara memenuhi hubungan:
𝛍𝐦 = 𝛾ℏ𝐉 = −𝑔𝜇𝐵 𝐉
dimana 𝛾 adalah perbandingan momen magnetik terhadap
momentum sudut (disebut juga rasio giromagnetik), ℏ𝐉 adalah
jumlah momentum sudut pada orbital ℏ𝐋 dan spin ℏ𝐒, dan 𝜇𝐵
adalah magneton Bohr (= 𝑒ℏ/2𝑚).
Magnetisasi bahan menurut teori kuantum dapat dihitung
dengan persamaan.
𝑔𝐽𝜇𝐵 𝐵
𝑀 = 𝑁𝑔𝐽𝜇𝐵 𝐵𝐽 (𝑥 ), 𝑥≡
𝑘𝐵 𝑇
dimana 𝐵𝐽 (𝑥) adalah fungsi Brillouin dan N adalah banyaknya
atom per satuan volume. 𝐵𝐽 (𝑥) didefinisikan sebagai:

93
2𝐽 + 1 (2𝐽 + 1)𝑥 1 𝑥
𝐵𝐽 (𝑥 ) = coth ( ) − coth ( )
2𝐽 2𝐽 2𝐽 2𝐽
Saat 𝐽 ≫, fungsi Brillouin menjadi identik dengan fungsi
Langevin, yakni
1 𝑥
𝐵𝐽 (𝑥 ) = 𝐿(𝑥 ) = coth 𝑥 − ≡
𝑥 3
Pada T → 0, nilai 𝑥 → ∞ sehingga nilai 𝐵𝐽 (𝑥) menjadi 1.
Selanjutnya, suseptibilitas dapat ditentukan dengan mengingat
definisinya.

E. ANTI FEROMAGNETIK
Bahan anti feromagnetik adalah bahan yang memiliki
suseptibilitas positif rendah pada semua domain temperatur.
Misalnya terdapat sebuah kristal yang terbentuk dari dua atom
A dan B yang terdistribusi di seluruh dua kisi yang saling
bertetangga. Jika atom-atom A menempati posisi titik sudut sel
unit kubik, maka, atom-atom B akan terletak di pusat kubik
kristal. Asumsikan pula interaksi antar atom terjadi sedemikian
sehingga spin A cenderung bergerak antiparalel terhadap spin
B. Pada temperatur rendah, interaksi ini sangat efektif dan pada
pengaruh medan magnet eksternal, magnetisasi sistem ini
sangatlah kecil. Peningkatan temperatur pada interaksi-
interaksi atom A dan B akan membuat suseptibilitas magnetik
sistem meningkat.
Jika temperatur terus meningkat hingga ke titik
temperatur kritis (temperatur Neel, 𝑇𝑁 ), suseptibilitas magnetik
sistem menjadi maksimum. Saat temperatur dipaksa
meningkat, spin kedua atom akan bebas dan sistem akan
berubah menjadi bahan paramagnetik. Contoh bahan-bahan
anti feromagnetik adalah oksida, sulfida, klorida dan lain
sebagainya.

94
Bahan jenis anti feromagnetik ini memiliki dipol dengan
momen sama besar, tetapi dipol-dipol dalam bahan arahnya
berselang-seling berlawanan arah satu sama lain. Telah
disebutkan sebelumnya bahwa anti feromagnetik dapat diamati
pada saat bahan berada di bawah temperatur Neel. Sebuah
aproksimasi untuk menghitung temperatur Neel yaitu dengan
menggunakan hubungan berikut.

𝑇𝑁 = 𝜇𝑚 𝐶 Pers. VI.17

dimana C adalah nilai yang sama dengan ditunjukkan oleh Pers.


VI.12. Suseptibilitas bahan anti feromagnetik dapat diketahui
dengan menggunakan meninjau dua kasus, yakni sebagai
berikut§.
Kasus I
Pada kasus ini, medan magnet eksternal (H) arahnya
tegak lurus terhadap sumbu spin akibat magnetisasi (M).
Anggaplah 𝑀 = |𝑀𝐴 | = |𝑀𝐵 |, maka kerapatan energi dalam
sistem akibat adanya medan magnet sebesar 𝐻⊥ adalah:

𝑈 = 𝜇𝑚 𝐌𝐀 ⋅ 𝐌𝐁 − 𝝁𝟎 𝑯⊥(𝐌𝐀 + 𝐌𝐁 )
1
≅ −𝜇𝑚 𝑀2 [1 − (2𝜑)2 ] − 2𝜇0 𝐻⊥𝑀𝜑 Pers. VI.18
2
dimana 2𝜑 merupakan sudut spin A dan B satu sama lain. Pada
kondisi energi minimum (𝜕𝑈⁄𝜕𝜑 = 0), nilai 𝜑 adalah
𝜇0 𝐻⊥ /2𝜇𝑚 𝑀. Dengan demikian, suseptibilitas magnetiknya
adalah:

§
Pada temperatur T, diatas temperatur Neel 𝑇𝑁 , suseptibilitas magnetik
bahan hampir tidak bergantung pada arah medan relatif terhadap arah
sumbu spin. Lihat Kittel, C. (2005). Introduction to Solid State Physics.
John Wiley & Sons. h. 343.

95
2𝑀𝜑 1
𝜒𝑚,⊥ = = Pers. VI.19
𝜇0 𝐻⊥ 𝜇𝑚

Kasus II
Kasus kedua adalah medan magnet eksternal arahnya
sejajar terhadap sumbu spin. Ketika arah medan magnet (H)
sejajar terhadap sumbu spin yang saling berselang-seling, maka
magnetisasi bahan pada 0 K adalah nol, atau:

𝜒𝑚,|| = 0 Pers. VI.20

Ketika suhu meningkat, keadaan diam spin akan mulai


terganggu, sehingga mampu menghasilkan sedikit suseptibilitas
magnetiknya.

Pengayaan 6.3. Suseptibilitas magnetik bahan anti


feromagnetik di daerah paramagnetik
Kebergantungan suseptibilitas magnetik pada temperatur
dalam bahan paramagnetik, diamagnetik dan anti feromagnetik
dapat dilihat pada grafik berikut ini.

(Sumber: Kittel, 2005)

96
Misalkan ingin ditemukan suseptibilitas magnetik bahan anti
feromagnetik ketika berada pada daerah paramagnetik, yakni
dimana bahan tersebut bertemperatur 𝑇 > 𝑇𝑁 . Suseptibilitas
magnetiknya adalah sebagai berikut.
2𝐶𝑇 − 2𝜇𝑚 𝐶 2
𝜒𝑚 = 2
𝑇 − (𝜇𝑚 𝐶 )2
2𝐶
=
𝑇 + 𝜇𝑚 𝐶
2𝐶
=
𝑇 + 𝑇𝑁
Pada 𝑇 > 𝑇𝑁, nilai 𝑇𝑁 = 𝜆𝐶 = 𝑇𝐶 , sehingga persamaan
tersebut setara dengan persamaan berikut ini.
2𝐶
𝜒𝑚 =
𝑇 + 𝑇𝐶
Akan tetapi, secara percobaan, 𝑇𝑁 biasanya akan lebih kecil
daripada 𝑇𝐶 . Hal ini disebabkan model dua sub-kisi terlalu
sederhana, sedangkan situasi sebenarnya lebih kompleks.

F. RANGKUMAN
Keseluruhan materi dalam bab ini dapat dirangkum
secara sederhana sebagai berikut.
▪ Suseptibilitas magnetik dapat diartikan sebagai kerentanan
suatu benda untuk termagnetisasi. Besarnya adalah:
𝑀
𝜒𝑚 =
𝐻
▪ Keadaan magnetik sistem ditentukan oleh magnetisasi (𝐌),
yang dikaitkan dengan (𝐁) dan (𝐇) memenuhi persamaan:
𝐁 = 𝜇0 (𝐇 + 𝐌 )
▪ Suseptibilitas bahan diamagnetik bernilai negatif (𝜒𝑚 < 0),
sedangkan bahan paramagnetik memiliki suseptibilitas
positif (𝜒𝑚 > 0).

97
▪ Diamagnetisme adalah bentuk kemagnetan yang sangat
lemah yang ditunjukkan oleh zat-zat dengan kerentanan
magnetik negatif
▪ Paramagnetisme adalah sifat dari karakteristik bahan yang
mana mempunyai momen magnetik permanen dan
disejajarkan dengan arah medan magnet dan nilai
suseptibilitas magnetiknya berbanding terbalik dengan suhu
T.
▪ Sifat bahan paramagnetik mempunyai suseptibilitas positif
kecil permanen dari ion-ion yang dihasilkan oleh kontribusi
momen-momen spin elektron-elektron, gerak orbit
elektron-elektron dan momen magnetis spin inti.
▪ Paramagnetisme ditemukan di logam, atom dan molekul
yang mempunyai jumlah elektron ganjil karena spin total
tidak dapat nol.
▪ Feromagnetik merupakan suatu bahan yang memiliki nilai
suseptibilitas magnetik positif sangat tinggi.
▪ Anti feromagnetik, yaitu bahan dengan suseptibilitas positif
rendah pada semua suhu dengan perubahan suseptibilitas
suhu karena kondisi khusus

G. UJI KOMPETENSI
Kerjakanlah soal-soal berikut agar Anda dapat mengukur
kemampuan Anda setelah mempelajari bab ini.
1. Suatu bahan diamagnetik dipanaskan dari suhu 310 K
menjadi 690 K. Berapakah besarnya perubahan
suseptibilitas diamagnetisme bahan tersebut?
2. Tentukan suseptibilitas magnetik dari kripton (Kr) dengan
nomor atom 36, dimana pada suhu 3 K konsentrasinya
adalah 4,68×10 atom/m dan besarnya 𝑟̅ 2 adalah 0,64 Å!
28 3

3. Diketahui beberapa unsur dengan nomor atomnya sebagai


berikut, yaitu Mg, F, P dan V. Tentukanlah apakah
12 9 15 23

98
unsur tersebut merupakan paramagnetik atau bukan dan
berikan alasannya!
4. Jika 𝑀(𝑇) adalah magnetisasi bahan pada suhu T ketika
bahan mengalami magnetisasi spontan (dengan 𝐻 = 0),
𝑀𝑆 (0) adalah magnetisasi jenuh (yakni kondisi ketika 𝑇 =
0) dan 𝐵𝐽 (𝑥) adalah fungsi Brillouin. Buktikan secara
matematis bahwa:
𝑀 (𝑇 )
= 𝐵𝐽 (𝑥)
𝑀𝑆 (0)
5. Tentukan nilai suseptibilitas suatu bahan anti feromagnetik
dengan temperatur 92 Κ dan temperatur Neel 88 Κ.
(diketahui Konstanta Curie = 4,7 Κ )!

99
DAFTAR PUSTAKA

Aharonî, A., & Entin-Wohlman, O. (2019). Introduction to


Solid State Physics. World Scientific.
Akhadi, M. (2019). Memproduksi Bahan Semikonduktor di
dalam Teras Reaktor Nuklir. KILAT (Jurnal Kajian
Ilmu dan Teknologi) 4 (1), 90-97.
Babbar, V., & P. R. (1997). Solid State Physics, 8th edition. S.
Chand & Company LTD.
Beiser, A. (2003). Concepts of Modern Physics (6th ed).
McGraw-Hill.
Budiharto, W. &. (2007). Teknik Reparasi PC dan Monito.
Elex Media Komputindo
Christman, J. R. (1988). Fundamentals of Solid State Physics.
John Wiley & Sons.
Dabas, S. (n.d.). Hukum Maxwell tentang Distribusi
Kecepatan. Shyam Lal College.
Galsin, J. S. (2019). Solid State Physics: An Introduction to
Theory. Academic Press.
Griffiths, D. J. (2013). Introduction to Electrodynamics (Fourth
edition). Pearson.
Grosso, G., & Pastori, .P, G. (2014). Solid State Physics
(Second edition). Academic Press, an imprint of
Elsevier.

100
Haliday, D. &. (1989). Fisika Jilid 2. Terjemahan Pantur
Silaban dan Erwin Sucipto. Jakarta: Erlangga.
Hamid, A. (2019). Pendahuluan Fisika Zat Padat. Syiah Kuala
University Press.
Hayt, W. H., & Buck, J. A. (2012). Engineering
Electromagnetics (8th ed). McGraw-Hill.
Hoffman, p. (t.thn.). Solid State Physics. Wiley.
Holgate, S. A. (2021). Understanding Solid State Physics
(Second edition). CRC Press.
Ibach, H. &. (2015). Solid-State Physics, an introduction to
principles of material science. In Statewide Agricultural
Land Use Baseline 2015 (Vol. 1).
Indra, G. (2022). Desain Rangkaian Elektronik Dengan
Transistor. Digitama.
Jain, V. K. (2022). Solid State Physics (Third edition). Springer;
ANE Books India.
Kittel, C. (2004). Introduction to Solid State Physics, 8th
edition. Wiley & Sons.
Meisya, I. J. (2014). Pembuatan Material Feroelektrik Barium
Titanat (BaTi03) Menggunakan Metode Solid State
Reaction. Jurnal Fisika Indonesia, XVIII(53), 59-61.
Misbah. (2016). Modul Fisika Zat Padat. FKIP ULM.
Nurfadhilah, A., & Mantofani, A. R. (2021). Welcome to
Renewable Energy. Dewantara Press.
Parno. (2006). Fisika Zat Padat. Universitas Negeri Malang.
Purcell, E. M. (2013). Electricity and Magnetism (Third
edition). Cambridge University Press.

101
Puri, R. K., & Babbar, V. K. (2008). Solid State Physics. S.
Chand.
Sendari, S. W. (2021). Sensor Tranduser. AhliMedia Press.
Setiadi, D. (2014). Penalaran Paramenter Superconducting
Magnetic Energy Storage (SMES) menggunakan Firefly
Algorithm (FA) pada Sistem Tenaga Listrik
Multimesin. ITS.
Snoke, D. W. (2019). Solid State Physics: Essential Concepts
(Second edition). Cambridge University Press.
Sujarwata. (2015). Sensor Ofet Berbasis Film Tipis Untuk
Deteksi Gas Beracun (Vol. 148). Deepublish.
Windartun. (2008). Superkondukter. Universitas Pendidikan
Indonesia.

102
GLOSARIUM

celah energi : perbedaan pada akhir atas pita


valensinya dengan pita
konduksinya.
dielektrik : bahan yang kurang pandai dalam
menghantarkan listrik.
difraksi : adalah penyebaran atau pembelokan
gelombang saat gelombang tersebut
melintasi bukaan atau mengelilingi
ujung penghalang.
difusi : proses yang dihasilkan dari gerakan
molekul dimana alirannya
berpindah dari daerah
berkonsentrasi tinggi ke daerah
berkonsentrasi rendah
dioda : produsen semikonduktor yang
hanya menggunakan satu busur arus
germanium atau silikon digunakan
untuk membuat dioda, yang lebih
sering dikenal dengan dioda
junction.
diode cahaya : semikonduktor yang memancarkan
cahaya monokromatik yang tidak
koheren (LED)

103
dipol magnetik : magnet di mana kutub yang
berlawanan berada di sisi
berlawanan dari magnet
dipol : penggunaan ide momen
pada dipol listrik untuk mengukur
suatu "polaritas" dari ikatan kimia di
dalam suatu molekul.
diskrit : tidak saling berhubungan.
disprosium : logam tanah langka yang terang,
lembut, berwarna putih keperakan.
domain : daerah-daerah mikroskopis
magnetik tempat atom-atom
tersusun atau terkelompokkan.
dopan : sejumlah kecil bahan ditambahkan
ke semikonduktor untuk
meningkatkan konduksi listrik
efek meissner : efek yang mana superkonduktor
menghasilkan medan magnet.
eksitasi : naiknya energi sebuah sistem
sehingga lebih tinggi dari keadaan
dasarnya
elastis : kecenderungan bahan padat kembali
ke bentuk aslinya.
elektrik : listrik
elektron : partikel subatom yang bermuatan
negatif dan umumnya ditulis
sebagai e-

104
elektron bebas : elektron yang dapat bebas bergerak
karena sudah lepas dari ikatan atom
energi band gap : parameter utama yang membagi
semikonduktor dengan material
lainnya
energi fermi : tingkat energi tertinggi yang
ditempati elektron pada suhu
energi gap : sebuah energi minimum yang di
butuhkan untuk mengeluarkan
ikatan kovalen dalam kristal
semikonduktor
energi termal : energi panas
faktor-g lande : faktor penghubung antara frekuensi
radiasi dengan medan magnet yang
digunakan pada resonansi dan
merupakan salah satu dari
karakteristik bahan
ferimagnetik : momen magnetik yang sejajar
berada dalam jumlah yang tidak
sama bisa dalam arah paralel dan
antiparalel.
feroelektrik : suatu peristiwa terjadinya
perubahan polarisasi listrik secara
langsung pada suatu materi yang
tidak ada pengaruh medan listrik
luar.
feromagnetik : benda atau bahan yang dapat ditarik
dengan kuat oleh suatu magnet.

105
fonon : kuanta pembawa energi dalam atom
atau molekul zat padat.
foton : suatu partikel elementer dalam
fenomena elektromagnetik
fungsi brillouin : menggambarkan ketergantungan
magnetisasi pada medan magnet
yang diterapkan dan jumlah
kuantum momentum sudut dari
momen magnetik mikroskopis
material.
gaya dipol : gaya yang bekerja antara molekul-
molekul polar, yaitu antara molekul
yang memiliki momen dipol.
Semakin besar momen dipolnya,
maka semakin kuat gayanya.
gaya : gaya yang timbul pada dua
elektrostatik benda/atom yang memiliki muatan
listrik statis
godolinium : logam putih keperakan yang lembut
dan licin yang bersifat ulet dan
mudah dibentuk. Pada suhu kamar
logam akan bersifat paramagnetik,
namun menjadi feromagnetik saat
didinginkan. Temperatur Curie
gadolinium adalah 17℃
identical : sifat dari kisi dimana ia akan selalu
surrounding terlihat sama meskipun dilihat dari
sudut pandang berbeda.

106
impuritas : atom asing yang pada material
ion : sebuah atom/molekul yang
mempunyai muatan listrik total
tidak nol.
isolator : bahan dengan harga yang tahan
pada arus listrik/penghantar listrik
yang buruk lainnya memiliki
resistivitas sebesar 1012–1020 ω m.
isolator : benda atau bahan yang tidak bisa
menghantarkan panas/listrik.
isolator : bahan yang sulit mengalami
perpindahan muatan listrik atau
tidak dapat menghantarkan listrik.
isotermal : salah satu proses termodinamika
yang mana sistem berada di suhu
konstan.
kalor : suatu energi yang dapat mengalami
perpindahan dari benda yang
memiliki suhu tinggi ke benda yang
memiliki suhu yang lebih rendah.
kisi : sekumpulan titik (partikel) dalam
larik berukuran dua (atau tiga
dimensi).
kohesi : gaya tarik menarik anatara molekul
yang sama, seperti air dengan air
atau alkohol dengan alkohol

107
konduksi : sebuah proses perpindahan kalor
tanpa diikuti perpindahan bagian-
bagian zat tersebut.
konduktivitas : kemampuan suatu benda ataupun
bahan untuk menghantarkan
panas/listrik.
konduktor : benda ataupun bahan yang dapat
menghantarkan panas/listrik.
konstanta : perbandingan dari kapasitas
dielektrik kapasitor pelat sejajar dengan bahan
dielektrik tertentu dan kapasitas
kapasitor pelat sejajar dengan bahan
dielektrik udara.
kuantum orbit : bilangan yang menunjukkan
kedudukan electron pada atom yang
wakilkan oleh nilai yang
menerangkan kuantitas tetap pada
sistem dinamis dan menggambarkan
sifat elektron di orbital
kuantum spin : bilangan kuantum keempat dari
seperangkat bilangan kuantum yang
menggambarkan keadaan kuantum
magnetic elektron
kurva : objek yang mirip dengan garis yang
tidak harus lurus.
larik : sekumpulan objek yang tersusun
dalam susunan tertentu.

108
logam berat : logam yang memiliki berat sekitar >
5
logam mulia : logam yang tahan dengan korosi dan
oksidasi.
logam ringan : logam yang memiliki berat < 5
lubang : elektron yang meninggalkan
kekosongan di pita valensi (hole)
magnetisasi : sebuah proses ketika sebuah materi
yang ditempatkan dalam suatu
bidang magnetik akan menjadi
magnet
magnetisasi : perkalian antara momen magnet
jenuh neto tiap atom dengan jumlah atom
yang ada
magneton bohr : konstanta fisika untuk menyatakan
momen magnetik dari suatu
elektron yang disebabkan baik
karena momentum sudut orbital
atau spin
metaloid : unsur semi logam yang memiliki
sifat perpaduan unsur non logam
dengan unsur logam
mikroprosesor : sebuah CPU yang di bangun dalam
single chip semikonduktor
minoritas : himpunan dibawah mayoritas,
mereka lebih kecil secara jumlah
dan power.

109
molekul : bagian terkecil senyawa yang
tersusun dari gabungan dua atau
lebih atom.
momen dipol : perkalian hasil kali muatan listrik
dengan jarak antar muatan.
momen sudut : jumlah seluruh sudut
neto
non logam : unsur kimia yang tidak memiliki
sifat logam yang dominan
nonpolar : molekul yang tidak mempunyai
perbedaan muatan pada ujungnya.
osilator : perangkat mekanik (atau listrik)
yang bekerja dengan prinsip osilasi.
paramagnetisme : sifat dari karakteristik bahan,
mempunyai momen magnetik tetap
yang disejajarkan dengan arah
medan magnet dan nilai
suseptibilitas magnetiknya
berbanding terbalik dengan suhu t
pita konduksi : rentang terendah dari keadaan
elektronik kosong
pita valensi : rentang energi elektron tertinggi
dimana elektron biasanya hadir
pada suhu mutlak
polar : molekul yang mempunyai sebuah
dipol (dua kutub muatan)

110
polarisabilitas : kemampuan molekul untuk
membuat dipol sesaat ketika
diinduksi oleh muatan terdekatnya.
polarisasi : pergeseran muatan-muatan yang
ada pada dielektrikum.
polarisasi : adanya pergeseran suatu elektron
elektronik dalam atom atau molekul
disebabkan adanya medan listrik
sehingga terjadi polarisasi.
polarisasi ionik : perpindahan muatan serta
pembentukan dipol dalam bahan
dielektrik ketika ditempatkan di
medan liar.
polarisasi : polarisasi yang terjadi pada material
orientasi yang dengan molekul asimetris
sehingga mengakibatkan dipol
permanen.
proton : partikel penyusun inti atom yang
bermuatan positif
resistivitas : sifat dasar bahan yang mengukur
listrik seberapa kuar mampu menahan arus
listrik.
sel : sub-larik kecil ketika suatu larik kisi
dibagi-bagi menjadi beberapa
bagian.
sel primitif : sel unit yang tidak memiliki partikel
di tengah/dalam sel.

111
sel surya : suatu plat datar cukup tipis yang
terbuat dari kristal silikon. Sel surya
mampu memproduksi listrik secara
langsung tanpa melalui tahapan
konversi energi perantara semisal
energi termal ke energi mekanik.
Listrik tersebut dihasilkan melalui
proses tanpa menyebabkan adanya
polusi suara dan polusi udara.
sel unit : sel terkecil yang jika diulang-ulang
dalam suatu larik akan membentuk
sebuah kristal.
suhu neel : suhu yang menandai perubahan sifat
magnetik dari anti feromagnetik ke
paramagnetik
superkonduktor : bahan yang tidak mempunyai
hambatan tapi memiliki arus yang
mengalir dibawah nilai suhu
tertentu
suseptibilitas : kerentanan suatu benda untuk
magnetik termagnetisasi
transistor : komponen elektronika
semikonduktor yang terdiri dari tiga
terminal yang dibentuk dengan
menghubungkan dua komponen
dioda serta berurutan
trivalen : benda yang bervalensi tiga

112
volume molar : volume satu mol suatu zat pada
tekanan dan suhu tertentu
x-ray : salah satu jenis radiasi gelombang
elektromagnetik yang dapat
menampilkan gambar bagian tubuh.

113
INDEKS

celah energi, 60, 71, 108


dielektrik, iv, vii, 73, 74, 75, 76, 77, 79, 80, 108, 112, 115
difraksi, xi, 14, 15, 16, 20, 108
difusi, 18, 108
dioda, 68, 69, 71, 108, 116, 121
diode cahaya, 108
dipol, 73, 74, 75, 78, 80, 83, 89, 90, 93, 95, 99, 108, 114,
115
dipol magnetik, 89, 90, 93, 108
diskrit, 23, 31, 109
disprosium, 94, 109
domain, 94, 95, 99, 109
dopan, 62, 67, 109
efek meissner, 109
eksitasi, 55, 60, 109
elastis, 23, 40, 109
elektrik, 109
elektron, iv, vii, 18, 22, 27, 36, 37, 42, 43, 44, 45, 46, 47,
48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 57, 58, 60, 61, 63, 64, 65, 66, 67,
70, 71, 72, 86, 87, 88, 89, 93, 94, 95, 103, 109, 112, 113,
114, 115, 120, 121
elektron bebas, 27, 36, 37, 43, 44, 46, 47, 51, 52, 54, 57, 63,
70, 109
energi band gap, 109
energi fermi, 47, 109
energi gap, 60, 110
energi termal, 21, 70, 110, 115
faktor-g lande, 110
ferimagnetik, 110
feroelektrik, 78, 81, 82, 110
feromagnetik, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 103, 104,
110, 111, 116
fonon, 21, 24, 26, 27, 31, 33, 35, 36, 37, 39, 110
foton, 21, 36, 70, 72, 110

114
fungsi brillouin, 110
gaya dipol, 110
gaya elektrostatik, 111
godolinium, 111
identical surrounding, 2, 111
impuritas, 111
ion, 18, 22, 23, 24, 43, 44, 46, 62, 78, 96, 98, 103, 111
isolator, 59, 60, 71, 73, 78, 80, 111, 121
isotermal, 35, 111
kalor, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 35, 36, 38, 39, 60, 112
kisi, iv, vii, xi, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 17,
19, 21, 22, 23, 25, 27, 28, 31, 32, 35, 38, 39, 44, 47, 50, 51,
61, 63, 64, 99, 102, 111, 112, 115, 120
kohesi, 112
konduksi, 43, 45, 46, 54, 60, 61, 66, 70, 73, 109, 112
konduktivitas, 36, 37, 38, 44, 45, 47, 55, 57, 61, 78, 112
konduktor, 37, 47, 54, 59, 71, 73, 112, 121
konstanta dielektrik, 77, 78, 112
kuantum orbit, 112
kuantum spin, 112
kurva, 81, 91, 113
larik, 2, 4, 19, 30, 42, 112, 113, 115
logam berat, 41, 57, 113
logam mulia, 41, 57, 113
logam ringan, 41, 57, 113
lubang, 17, 18, 61, 63, 64, 71, 113
magnetisasi, 83, 84, 86, 89, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 99, 100,
101, 102, 104, 110, 113
magnetisasi jenuh, 93, 104, 113
magneton bohr, 113
metaloid, 41, 113
mikroprosesor, 113
minoritas, 113
molekul, 1, 19, 74, 78, 79, 80, 82, 89, 96, 103, 108, 109,
110, 111, 112, 113, 114, 115
momen dipol, 74, 75, 77, 78, 80, 81, 87, 93, 111, 114

115
non logam, 41, 113, 114
nonpolar, 114
osilator, 21, 26, 30, 32, 114
paramagnetisme, 89, 114
pita konduksi, 60, 61, 64, 66, 70, 108, 114
pita valensi, 53, 60, 61, 64, 66, 70, 108, 113, 114
polar, 80, 110, 114
polarisabilitas, 77, 114
polarisasi, 27, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 110, 114, 115
polarisasi elektronik, 78, 81, 115
polarisasi ionik, 78, 81, 115
polarisasi orientasi, 78, 81, 115
proton, 115
resistivitas listrik, 55, 58, 115
sel, xi, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 20, 70, 72, 79, 99, 115, 120
sel primitif, 2, 3, 20, 115
sel surya, 70, 72, 115
sel unit, 2, 3, 4, 8, 79, 99, 115
suhu neel, 116
superkonduktor, 55, 56, 58, 109, 116
suseptibilitas magnetik, 83, 88, 89, 92, 94, 96, 97, 98, 99,
100, 101, 103, 114, 116
transistor, 68, 116, 121
trivalen, 63, 116
volume molar, 116
x-ray, 116

116
LAMPIRAN-LAMPIRAN

LAMPIRAN I. KUNCI JAWABAN UJI KOMPETENSI


Kunci jawaban diberikan hanya untuk beberapa soal dan dalam
bentuk jawaban akhir/petunjuk saja.

BAB I SUSUNAN KRISTAL


1. 𝜆 = 0,157 mm
2. 4 atom
3. Basis adalah gugusan atom pada setiap titik kisi,
sedangkan sel satuan adalah bagian terkecil
4. –
5. 𝜆1 = 0,8804 Å; 𝜆2 = 0,4402 Å; 𝜆3 = 0,2935 Å;
𝜆4 = 0,2201 Å;

BAB II DINAMIKA KISI


1. 1/√3
2. Petunjuk: selesaikan 𝐹𝑟 = 𝐹pegas
3. Petunjuk: selesaikan 𝑔(𝜔) 𝑑𝜔 = 𝑔(𝑘 ) 𝑑𝑘 dengan
1
menggunakan 𝑔(𝜔) 𝑑𝜔 = 𝜋 𝑑𝑘
4. –
ℏ𝜔 ℏ𝜔 2
5. 𝑐𝑣 = 3𝑁ℏ2 𝜔𝐸2 exp ( 𝑘𝑇𝐸 )⁄𝑘𝑇 2 (exp ( 𝑘𝑇𝐸 ) − 1)

BAB III ELEKTRON DALAM LOGAM


1. Sifat mekanik, sifat fisik, sifat kimia
2. Salah satunya adalah kecepatan elektron mengikuti
distribusi kecepatan Maxwell-Boltzman

117
3. –
4. Petunjuk: atur cos(𝑘𝑎) = 1 dan gunakan aproksimasi
sin 𝑡 ≈ 𝑡 jika diperlukan.
5. Salah satunya adalah dioda

BAB IV SEMIKONDUKTOR
1. Bahan yang sifat-sifat kelistrikannya terletak antara
sifat-sifat konduktor dan isolator
2. –
3. Sel surya pada dasarnya terdiri atas sambungan p-n
yang sama fungsinya dengan sebuah dioda.
4. 𝑛𝑒 = 4,41 × 1028 /m3 dan 𝑛ℎ = 1,27 × 1013 /m3
5. 𝜆 = 1,18 × 107 Å

BAB V SIFAT DIELEKTRIK ZAT PADAT


1. 8𝜖0 𝐴/3𝑑 satuan
2. D = 0 (di luar), D = 𝜖0 Eo (di dalam)
P = 0 (di luar), P = 0,524Eo (di dalam)
E = 0,476Eo (di dalam)
3. 8,4 × 10–10 C/m2
4. Berpotensi pada penggunaan kapasitor, transistor dan
berbagai komponen elektronika
5. Timbul getaran suara

BAB VI SIFAT MAGNETIK ZAT PADAT


1. Δ𝜒𝑚 = 0
2. −4,06 × 10–5
3. 12Mg: diamagnetik, 9F, 15P, 23V: paramagnetik,
Petunjuk: periksa elektron tak berpasangannya.
4. Petunjuk: gunakan Pengayaan 6.2 dan definisi dari 𝜒𝑚 .
5. 0,052

118
LAMPIRAN II. TABEL-TABEL TETAPAN FISIS
BEBERAPA BAHAN

Suseptibilitas magnetik bahan


Suseptibilitas
Rapat Massa
Bahan Magnetik
(×103 kg/m3)
(×10-6)
Batuan beku
Andesit 2,61 170.000
Basal 2,99 250-180.000
Diorit 2,85 630-130.000
Gabro 3,03 1.000-90.000
Granit 2,64 0-50.000
Batuan beku asam 2,61 38-82.000
(rata-rata)
Batuan beku basa (rata- 2,79 550-120.000
rata)

Mineral non-magnetik
Kuarsa (SiO2) 2,65 -(13-17)
Grafit (C) 2,16 -(80-200)
Gipsum 2,34 -(13-29)
(CaSO4.2H2O)
Magnesit (MgCO3) 3,21 -15
Kalsit (CaCO3) 2,83 -(7,5-39)
Halit (NaCl) 2,17 -(10-16)
Galena (PbS) 7,50 -33

119
Konduktivitas termal
Konduktivitas Konduktivitas
Bahan Termal Bahan Termal
(W/m⋅K) (W/m⋅K)
Beton 0,8 Berlian 1000
Air* 0,6 Perak 406,0
Asbes 0,08 Tembaga 385,0
Kaca fiber 0,04 Emas 314
Batu bata, 0,15 Kuningan 109,0
isolasi
Bata merah 0,6 Aluminium 205,0
papan gabus 0,04 Besi 79,5
Wol terasa 0,04 Baja 50,2
Wol batu 0,04 Timbal 34,7
Styrofoam 33 Air raksa 8,3
Poliuretan 0,02 Es 1,6
Kayu 0,12-0,04 Kaca, biasa 0,8
Udara# 24 Helium* 138
Nitrogen* 234 Hidrogen* 172
Oksigen* 238 Silika gel 3
# *
Pada 0 °C Pada 20 °C

120
Konstanta dielektrik
Konstanta Konstanta
Bahan Bahan
Dielektrik Dielektrik
Alkohol 16-31 Kertas 2,0-2,5
Asam asetat 6,2 Parafin 1,9-2,5
Asetat 3,2-7,0 Pasir 3,0-5,0
Benzena 2,3 Garam 3,0-15,0
Berlian 16,5 Wijen 1,8-2,0
Butana 20 Silikon 2,4
Dolomit 3,1 Salju 3,3
Etil asetat 6,4 Gula 3
Freon 2,2 Teflon 2
Kalsium 3 Tembakau 1,5
Karbon ~1,0 Urea 5-8
dioksida
Udara ~1,0 Kerosin 1,8

121
Temperatur Debye
Temperatur Debye (K)
Bahan Limit Temperatur Temperatur Ruang
Rendah (pada 0 K) (pada 298 K)
Aluminium 433 390
Argon 92 -
Kalsium 229 230
Boron 1480 1362
Disprosium 183 158
Sesium 40,5 43
Germanium 373 403
Besi 477 373
Hidrogen 122 -
Emas 162,3 178
Timah 105 87
Silikon 645 692
Perak 227,3 221
Seng 329 237
Litium 344 448

122
Kalor jenis
Kalor Jenis Kalor Jenis
Bahan Bahan
(J/kg⋅C°) (J/kg⋅C°)
Alkohol, etil 2440 Tembaga 385
Aluminium 436 Berlian 516
Arsenik 348 Es (0°C) 2093
Beton aspal 920 Emas 129
Bismut 130 Hidrogen 14304
Boron 960 Timbal 129
Perunggu 370 Marmer 880
Kadmium 234 Neon 1030
Kalsium 523 Garam 880
Kapur 750 Tanah kering 800
Arang 840 Seng 388
Kromium 452 Titanium 523

123

Anda mungkin juga menyukai