Asih Aryani - Hakikat Modern, Modernitas, Modernisas & Sejarah Modernisasi Di Dunia Barat 6C
Asih Aryani - Hakikat Modern, Modernitas, Modernisas & Sejarah Modernisasi Di Dunia Barat 6C
Asih Aryani - Hakikat Modern, Modernitas, Modernisas & Sejarah Modernisasi Di Dunia Barat 6C
Disusun Oleh:
ASIH ARYANI
NIM 12109064
Di sisi lain, modernisasi adalah proses di mana masyarakat berusaha untuk mencapai
kondisi modernitas. Ini melibatkan transformasi sosial, ekonomi, dan politik yang bertujuan
untuk mencapai standar kehidupan yang lebih tinggi, sering kali diukur dengan parameter
seperti tingkat industrialisasi, urbanisasi, dan tingkat pendidikan. Modernisasi sering kali
menjadi pusat perhatian bagi banyak negara di seluruh dunia, dengan keyakinan bahwa melalui
modernisasi, mereka dapat mencapai kemajuan ekonomi dan sosial yang signifikan.
2. Rumusan Masalah
2.1. Apa yang dimaksud dengan pemikiran modern, modernitas, dan modernisasi?
3. Tujuan Penulisan
Istilah "modern" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merujuk pada konsep yang
menggambarkan sesuatu yang terkini, paling mutakhir, dan merangkul sikap serta cara
berpikir yang sesuai dengan perkembangan zaman. Proses penundaan zaman atau
modernisasi menjadi kunci penting dalam transformasi sikap dan mentalitas individu
sebagai anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman yang terus
berkembang. Bukan hanya sekadar istilah, "modernisasi" mencerminkan suatu perubahan
yang melibatkan adopsi terhadap nilai-nilai dan norma-norma baru yang mengakar dari
konteks sejarah dan budaya tertentu. Asal usul istilah-istilah seperti modern, modernisasi,
dan modernisme sendiri banyak dipengaruhi oleh perkembangan di Eropa Barat, terutama
melalui proses Renaissance yang berlangsung dari abad keempat belas hingga abad keenam
belas di negara-negara seperti Italia dan Prancis. Renaissance menjadi pangkal dari
perkembangan ideologi dan gerakan modernisme di Barat, menciptakan landasan filosofis
dan estetis yang memengaruhi berbagai bidang kehidupan. (Nurdin, dkk, 2020: 12)
Modernitas ialah suatu hal yang bersifat modern. Modernitas bukan hanya sekadar
konsep yang mengacu pada keadaan yang aktual atau kontemporer. Ia mencakup kisaran
yang lebih luas, menjadi simbol era historis tertentu yang dicirikan oleh kemajuan,
perubahan sosial, dan penyebaran ide-ide baru. Modernitas menandai transisi dari
masyarakat agraris tradisional ke masyarakat industri yang lebih kompleks, di mana nilai-
nilai budaya, sistem politik, dan struktur ekonomi berubah secara signifikan. Di dalamnya
terkandung elemen-elemen seperti peningkatan sekularisasi, perkembangan kapitalisme,
dan perubahan dalam pola pikir manusia terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring
dengan perkembangan globalisasi, konsep modernitas telah menyebar ke seluruh penjuru
dunia, membawa dampak yang beragam terhadap berbagai aspek kehidupan manusia,
termasuk hubungan antarmanusia, sistem nilai, dan pola perilaku (Hasanah, dkk, 2023:310).
Proses modernisasi merupakan fenomena yang sangat kompleks dan meluas, seringkali
sulit untuk menetapkan batas-batasnya secara mutlak. Terkadang, ruang lingkup
modernisasi dapat bervariasi tergantung pada konteks geografis dan sosial tertentu.
Misalnya, di beberapa daerah, modernisasi mungkin mencakup upaya-upaya untuk
memberantas buta huruf, sementara di tempat lain, proses tersebut dapat melibatkan inisiatif
untuk mengatasi masalah kesehatan dengan menyemprotkan rawa-rawa menggunakan DDT
guna mengurangi penyebaran penyakit, atau bahkan diinterpretasikan sebagai upaya
membangun infrastruktur pembangkit listrik. Di Indonesia, sebagai contoh, fokus
modernisasi terutama ditekankan pada sektor pertanian, selain upaya-upaya modernisasi di
sektor lainnya (Soekanto, 1990:383).
Konsep modernisasi mulai mencuat pada tahun 1950-an di Amerika Serikat sebagai
tanggapan dari kalangan intelektual terhadap gejolak Perang Dingin, di mana evolusi
dipandang sebagai jalur optimis menuju perubahan. Perang Dingin memunculkan
pertarungan ideologi dan teori antara kapitalisme dan sosialisme, setelah berakhirnya
Perang Dunia II, Amerika Serikat dan Uni Soviet menjadi dua kekuatan utama yang
bersaing dan memicu perang ideologi tersebut. Dalam kompetisi tidak langsung melalui
perlombaan senjata dan eksplorasi angkasa, kebijakan luar negeri Amerika Serikat bertujuan
untuk menahan penyebaran komunisme, terlibat dalam konflik seperti perang di Korea dan
Vietnam. Meskipun Liberalisme meraih banyak kemajuan terutama melalui program New
Deal, pada pertengahan 1960-an, terutama dalam perjuangan hak sipil, namun
konservatisme kembali muncul pada tahun 1980-an di bawah pemerintahan Ronald Reagan
(Hasanah, dkk, 2023:314).
Pada masa Perang Dingin, terjadi pembentukan tiga istilah klasifikasi negara di dunia.
Pertama, terdapat Dunia Pertama yang mencakup negara-negara industri maju seperti Eropa
Barat, Amerika Serikat, Kanada, dan Jepang, yang berhasil pulih dan berkembang setelah
berakhirnya Perang Dunia Kedua. Kedua, terdapat Dunia Kedua yang terdiri dari negara-
negara sosialis seperti Uni Soviet, Tiongkok, dan Kuba. Ketiga, terdapat Dunia Ketiga yang
meliputi negara-negara yang tidak memihak pada salah satu kubu dalam Perang Dingin,
serta negara-negara pasca-kolonial yang baru merdeka dan masih tertinggal dalam hal
industri dan pembangunan (Ansyari, 2021:3).
Para tokoh di Amerika Serikat telah menegaskan bahwa proses sejarah modernisasi
melalui tiga fase penting di dunia setelah berakhirnya Perang Dunia II. Pertama, fase ini
terjadi pada tahun 1950-an hingga 1960-an, di mana Amerika Serikat muncul sebagai
kekuatan dominan yang mempengaruhi banyak aspek dalam dunia internasional. Fase
kedua terjadi pada tahun 1970-an hingga 1980-an, ketika terjadi perluasan gerakan
komunisme di seluruh dunia dengan Uni Soviet memperluas pengaruh politiknya terutama
di Eropa Timur dan Asia. Fase ketiga kemudian terjadi pada tahun 1990-an, di mana terjadi
lahirnya negara-negara baru yang merdeka di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, yang
sebelumnya merupakan jajahan dari negara-negara Eropa. Teori modernisasi lahir sebagai
upaya untuk menjelaskan dan mengkaji perkembangan tiga peristiwa signifikan tersebut,
yang secara kolektif membentuk lanskap politik, ekonomi, dan sosial pasca-Perang Dunia
II (Alamsyah, 2022:149-150).
Zaman modern ditandai oleh tiga karakteristik utama, yaitu subjektivitas, kritik, dan
kemajuan. Subjektivitas mencerminkan kesadaran manusia akan dirinya sendiri sebagai
pusat realitas, di mana segala ukuran dan penilaian didasarkan pada perspektif individu
tersebut. Selain itu, kritik menggarisbawahi bahwa rasionalitas tidak hanya berfungsi
sebagai sumber pengetahuan, tetapi juga sebagai alat praktis yang memungkinkan individu
untuk membebaskan diri dari otoritas tradisi yang telah mapan. Dan yang terakhir,
munculnya perubahan-perubahan signifikan dalam berbagai bidang kehidupan manusia
yang menghasilkan kemajuan, baik dalam konteks ilmiah, teknologi, maupun sosial, yang
secara keseluruhan memberikan dampak positif bagi perkembangan manusia dan wilayah-
wilayahnya (Hasanah, dkk, 2023:315).
Modernisasi Westernisasi
Abdulsyani. (2004). Sosiologi Skematika Teori dan Terapan. Jakarta : Bumi Aksara
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1988). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka.
Moore, Wibert E. (1965). Sociale Verandering dalam Social Change, diterjemahkan oleh A.
Basoski, Prisma Boeken. Antwepen: Utrecht
Nurdin, M. Amin, dkk. (2020). SATU ISLAM, BANYAK JALAN: Corak Pemikiran Modern
dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Soekanto, Soerjono. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sztompka, Piotr. (2004). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada Media