Organisasi Dan Kode Etik Profesi.
Organisasi Dan Kode Etik Profesi.
Organisasi Dan Kode Etik Profesi.
Organisasi Profesi.
Tujuan umum sebuah profesi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme
tinggi sesuai bidangnya, mencapai tingkat kinerja yang tinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik.
Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat 4 kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh sebuah profesi
yaitu:(Surajiyo, 2022)
a. Kredibilitas. Bahwa masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi yang
dimiliki sebuah profesi.
b. Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa
sebuah profesi sebagai profesional di bidangnya.
c. Kualitas Jasa. Adanya keyakinan bahwa semua pelayanan yang diberikan pelaku sebuah profesi
memenuhi standar kinerja yang tinggi.
d. Kepercayaan. Pemakai jasa sebuah profesi harus merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika
profesional yang melandasi pemberian jasa tersebut sehingga menimbulkan kepercayaan yang tinggi
pada profesi yang bersangkutan.
Untuk memenuhi keempat hal tersebut, dalam rangka menetapkan standar kualitas, menetapkan
prinsip-prinsip profesionalisme dan menciptakan kepercayaan atas hasil kerja profesi di mata masyarakat
maka diperlukan sebuah organisasi yang mengatur dan melakukan standardisasi terhadapnya. Organisasi
itulah yang disebut organisasi profesi. Salah satu profesi penting di Indonesia telah memiliki organisasi profesi
yang secara formal diakui oleh pemerintah maupun masyarakat pengguna jasa profesi tersebut.
Organisasi-organisasi profesi tersebut adalah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Merupakan organisasi
profesi yang mengatur standar profesionalisme dan aturan etika bagi profesi akuntan di Indonesia. Pada
dasarya, organisasi profesi memiliki empat fungsi pokok dalam kerangka peningkatan profesionalisme sebuah
profesi, yaitu:
a. Mengatur keanggotaan organisasi.
Dalam hal ini, organisasi profesi menentukan kebijakan tentang keanggotaan, struktur organisasi, syarat-
syarat keanggotaan sebuah profesi dan kemudian lebih lanjut lagi menentukan aturan-aturan yang lebih
jelas dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
b. Membantu anggota untuk dapat terus memperbaharui pengetahuannya sesuai perkembangan teknologi.
Organisasi profesi melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi anggotanya untuk meningkatkan
pengetahuan sesuai perkembangan dan tuntutan masyarakat yang membutuhkan pelayanan profesi
tersebut. Organisasi profesi merupakan jembatan antara perkembangan yang terjadi di masyarakat dengan
para pelaku profesi yang menjadi anggotanya.
c. Menentukan standardisasi pelaksanaan sertifikasi profesi bagi anggotanya.
Sertifikasi merupakan salah satu lambang dari sebuah profesionalisme. Dengan kepemilikan sertifikasi
yang diakui secara nasional maupun internasional maka orang akan melihat tingkat profesionalisme yang
tinggi dari pemegang sertifikasi tersebut. Organisasi profesi berperan dalam mengatur pelaksanaan
1
sertifikasi profesi bagi anggotanya, termasuk mengatur syaratsyarat sertifikasi, teknis pelaksanaan
sertifikasi dan sebagainya.
d. Membuat kebijakan etika profesi yang harus diikuti oleh semua anggota.
Etika profesi merupakan aturan yang diberlakukan untuk seluruh anggota organisasi profesi. Aturan
tersebut menyangkut hal-hal yang boleh dilakukan maupun tidak serta pedoman keprofesionalan yang
digariskan bagi sebuah profesi.
e. Memberi sanksi bagi anggota yang melanggar etika profesi.
Sanksi yang diterapkan bagi pelanggaran kode etik prefesi tentunya mengikat semua anggota. Sanksinya
bervariasi, tergantung jenis pelanggaran dan bisa bersifat internal organisasi seperti misalnya black list
atau bahkan sampai dikeluarkan dari organisasi profesi tersebut.
4
A. Tantangan Etika dalam Konteks Pengelolaan Keuangan Daerah
Etika Profesi sebagai sikap hidup untuk masa yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan pelayanan
profesional dari klien dengan keterlibatan dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka kewajiban
masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai
refleksi yang seksama. Dimana dalam menerapkan prinsip dasar etika profesi ini berharap dapat menjadikan
kita sebagai pemberi positif terhadap ketegasan sikap dalam memberikan hak kepada masyarakat, dengan
mengedepankan kompetensi dan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan jasa profesinya berdasarkan
ketekunan sikap dan prilaku konsisten terhadap reputasi profesi yang akan di emban kelak. Etika profesi
akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota Ikatan
Akuntan Indonesia dan dapat dipergunakan oleh seluruh akuntan di Indonesia. Penegakkan kode etik di
Indonesia diawasi oleh: anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.(Mafazah, 2022)
Tantangan etika dalam konteks pengelolaan keuangan daerah sangat penting untuk dipahami dan
ditangani dengan serius karena melibatkan pengelolaan sumber daya publik yang bersifat vital bagi
kesejahteraan masyarakat. Berikut adalah beberapa tantangan utama yang dapat dihadapi dalam konteks
ini:(Pasolong, 2020)
1. Transparansi dan Akuntabilitas
Pengelolaan keuangan daerah harus didasarkan pada prinsip transparansi dan akuntabilitas yang tinggi.
Namun, praktik-praktik korupsi dan penyalahgunaan keuangan seringkali menjadi masalah, yang dapat
menghambat transparansi dan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.
2. Keterbatasan Sumber Daya
Pemerintah daerah sering kali dihadapkan pada keterbatasan sumber daya, yang dapat menciptakan
tekanan untuk melakukan tindakan yang tidak etis, seperti penyalahgunaan dana atau pemotongan sudut
dalam pengadaan barang dan jasa.
3. Konflik Kepentingan
Tantangan etika juga muncul dalam mengelola konflik kepentingan antara kepentingan pribadi pejabat
pemerintah dengan kepentingan publik. Misalnya, dalam pengambilan keputusan investasi atau alokasi
anggaran, kepentingan pribadi pejabat tidak boleh menggantikan kepentingan masyarakat.
4. Standar dan Peraturan yang Lemah
Di beberapa daerah, standar dan peraturan terkait pengelolaan keuangan mungkin tidak cukup kuat atau
jelas. Hal ini dapat menciptakan celah bagi praktik-praktik yang tidak etis atau kurang bertanggung jawab.
5. Kemampuan Manajemen dan Pengawasan yang Kurang
Tantangan lainnya adalah kemampuan manajemen dan pengawasan yang kurang di tingkat pemerintah
daerah. Kurangnya pelatihan, sumber daya, dan infrastruktur pengawasan dapat menyebabkan
penyalahgunaan keuangan dan kelemahan dalam sistem pengelolaan keuangan.
Untuk mengatasi tantangan etika dalam pengelolaan keuangan daerah, diperlukan komitmen yang kuat
untuk mematuhi prinsip-prinsip integritas, transparansi, dan akuntabilitas. Reformasi kebijakan, peningkatan
pengawasan, pelatihan bagi pegawai, serta keterlibatan aktif masyarakat dalam pemantauan pengelolaan
5
keuangan daerah merupakan langkah-langkah yang penting untuk memastikan pengelolaan keuangan yang
etis dan bertanggung jawab. Hal tersebut dapat dibentuk dengan membangun budaya etika dalam organisasi
keuangan daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K. (1993). Etika. PT Gramedia.
Edison, E., Anwar, Y., & Komariyah, I. (2018). Manajemen Sumber Daya Manusia. Alfabeta.
Hafiez Sofyani dan Nadia Rahma. (2017). ‘Kenapa Seseorang Melakukan Manipulasi Laporan Keuangan?:
Studi dengan Pendekatan Skenario Kasus Dilema. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Islam, 5, 31–46.
Keraf, S. (1991). Etika Bisnis: membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur. Kanisius.
Mafazah, P. (2022). Etika profesi akuntansi problematika di era masa kini. Sibatik Journal: Jurnal Ilmiah
Bidang Sosial, Ekonomi, Budaya, Teknologi, Dan Pendidikan, 1(7), 1207–1212.
Rukmana, S. L., Haryani, S., & Primadineska, R. W. (2021). Pengaruh Budaya Organisasi, Etika Kerja, dan
Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Sleman.
Cakrawangsa Bisnis: Jurnal Ilmiah Mahasiswa, 1(2).
Setiawan, F., & Kartana, T. J. (2016). Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi, dan Motivasi
Kerja terhadap Prestasi Kerja Pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB. Multiplier.
Surajiyo, S. (2022). Prinsip-Prinsip Etis Profesi Akuntan. Prosiding Serina, 2(1), 781–788.
Wahyono, T. (2006). Etika Komputer dan Tanggung Jawab Profesional di Bidang Teknologi Informasi.
ANDI.