Bab 1

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keputusan Menteri Kesehatan 129 tahun 2008 menyatakan rumah sakit

adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Depkes, 2008). Rumah sakit

sebagai sebuah unit pelayanan medis tentunya tidak lepas dari perawatan pasien

dengan berbagai kasus penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroba patogen.

Transmisi mikroba patogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan

perangkatnya disebut dengan infeksi nosokomial (Darmadi, 2008).

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi selama mendapatkan

perawatan di rumah sakit, dan tidak diderita pasien pada saat awal masuk

melainkan muncul setelah 48 jam atau lebih di rumah sakit (Nair et al., 2017).

Infeksi nosokomial merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka

kesakitan dan angka kematian di rumah sakit, sehingga dapat menjadi masalah

kesehatan baru, baik di negara berkembang maupun di negara maju (Darmadi,

2008). World Health Organization (WHO) melaporkan lebih dari 1,4 juta orang di

dunia mengalami infeksi nosokomial dengan kejadian infeksi rata-rata 8,7% di 55

rumah sakit daerah Eropa, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat

(WHO, 2002). Di Indonesia sekitar 9,8% pasien rawat inap mengalami infeksi

nosokomial (Mariana, Zainab and Kholik, 2015).

Saat ini, angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan salah satu

tolok ukur mutu pelayanan rumah sakit (Darmadi, 2008). Berdasarkan Menteri

1
Kesehatan RI No. 129/Menkes/SK/II/2008, standar kejadian infeksi nosokomial di

rumah sakit yaitu sebesar ≤ 1,5 % (Depkes, 2008). Berdasarkan hasil Riskesdas

2013 menyatakan bahwa untuk rawat inap di Provinsi Bali paling banyak

memanfaatkan RS Pemerintah dengan persentase 4,5% sedangkan RS Swasta

memiliki persentase sebesar 2,3% (Riskesdas, 2013). RSUD Badung Mangusada

merupakan salah satu rumah sakit milik pemerintah yang terletak di daerah Kapal,

Mangupura Badung. Rumah sakit ini menyediakan berbagai fasilitas pelayanan

yang rawat jalan, rawat inap, ruang operasi, ruang pasca operasi serta berbagai

fasilitas penunjang lainnya. Dengan adanya fasilitas pelayanan sehingga tidak

menutup kemungkinan terjadinya infeksi nosokomial pada rumah sakit ini. Data

yang diperoleh dari Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) RSUD

Badung Mangusada menunjukkan angka kejadian infeksi nosokomial dari

Januari-Juni 2017 antara 0,28-3,86%.

Infeksi nosokomial dapat diperoleh dari petugas kesehatan, orang sakit,

dan pengunjung yang berstatus karier (Sari and Satyabakti, 2015). Infeksi

nosokomial dapat disebabkan dari kontak langsung maupun tidak langsung.

Petugas kesehatan di rumah sakit dapat menjadi penyebab infeksi nosokomial

salah satunya yaitu tenaga paramedis karena secara langsung memberikan asuhan

perawatan kepada pasien sehingga berpotensi menyebabkan infeksi nosokomial

(Agustanti and Rokhanawati, 2017). Tindakan medis yang dilakukan oleh

tenaga kesehatan yang dimaksudkan untuk tujuan perawatan atau penyembuhan

pasien, bila dilakukan tidak sesuai prosedur dapat berpotensi dalam menularkan

penyakit infeksi, baik bagi pasien maupun petugas kesehatan itu sendiri

(Kemenkes RI, 2011).

2
Infeksi nosokomial terjadi karena adanya segitiga epidemiologi yaitu host

(penjamu), environment (lingkungan) dan agen (mikroorganisme). Salah satu agen

penyebab infeksi nosokomial yaitu flora normal. Flora normal yang terdapat dalam

tubuh juga dapat menjadi agen infeksi nosokomial contohnya yaitu Staphylococcus

epidermidis, Micrrococcus, Streptococcus alpha dan nonhemolyticus, difteroid

aerob dan anaerob. Bila pada kulit terdapat bakteri lain yang bukan merupakan

flora normalnya maka dapat memungkinkan terjadinya suatu penyakit (Darmadi,

2008 dan Syahrurachman et al, 2010). Beberapa mikroorganisme patogen yang

berpeluang mengkontaminasi saat terjadinya kontak langsung maupun tidak

langsung yaitu Staphylococcus aureus, batang gram negatif, atau ragi (WHO,

2009). Penelitian yang dilakukan oleh Angga, Prenggono, & Budiarti (2015)

didapatkan bakteri kontaminan pada tangan perawat yaitu Staphylococcus aureus,

Staphylococcus epidermidis, Escherichia coli dan Bacillus sp. Penelitian yang

dilakukan oleh Pratami, Apriliana, & Rukmono (2013) ditemukan bakteri patogen

dan non patogen pada swab tangan tenaga medis dan paramedis di Unit

Perinatologi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek.

Meskipun dalam melakukan asuhan keperawatan seorang petugas

kesehatan menggunakan sarung tangan (hand glove) untuk mencegah terhadap

paparan cairan tubuh pasien, namun penggunaan sarung tangan saja tidak cukup

bila tidak memperhatikan kebersihan tangan (Kemenkes RI, 2011). Bila pada

petugas kesehatan kurang memperhatikan higienitas perorangan terutama pada

higienitas tangan maka dapat memungkinkan hadirnya bakteri patogen dan

meningkatnya angka kuman yang dapat menimbulkan suatu penyakit pada pasien

maupun pada tenaga kesehatan itu sendiri. Standar angka kuman pada tangan

tenaga kesehatan yaitu 3,9 x 104 hingga 4,6 x 106 CFU/cm2 (WHO, 2009).

3
Semua pasien di ruangan rumah sakit dapat terkena infeksi nosokomial,

salah satunya yaitu Ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) (Darmadi, 2008).

Infeksi nosokomial sering terjadi pada pasien yang dirawat di ruang NICU dan

merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatus

(Sadowsaka-Krawczenko and Korbal, 2009). Prevalensi infeksi nosokomial pada

neonatus dilaporkan 3-20 kali lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan

dengan negara maju (WHO, 2009). Neonatus yang dirawat di ruangan NICU

memiliki risiko lebih tinggi terkena infeksi nosokomial hal tersebut disebabkan

karena sistem imun pada neonatus yang belum sempurna (Sadowsaka-

Krawczenko and Korbal, 2009). Selain itu faktor-faktor seperti berat lahir rendah,

prematuritas, lama rawat inap, penggunaan kateter vena sentral juga

mempengaruhi tingginya kejadian infeksi nosokomial di ruang NICU (Christina et

al., 2015).

Berdasarkan uraian tersebut maka penting dilakukan pemeriksaan angka

kuman dan mengidentifikasi bakteri pada swab tangan petugas kesehatan di

rumah sakit. Penelitian ini dibatasi pada swab tangan tenaga paramedis yang

beresiko menjadi agen penularan infeksi nosokomial di ruang NICU RSUD

Badung Mangusada.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

dalam penelitian ini adalah bagaimana angka kuman dan jenis bakteri pada swab

tangan tenaga paramedis di ruang NICU RSUD Badung Mangusada?

4
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui angka kuman dan jenis bakteri pada swab tangan

tenaga paramedis di ruang NICU RSUD Badung Mangusada.

2. Tujuan khusus

a. Untuk menghitung angka kuman pada swab tangan tenaga paramedis di ruang

NICU RSUD Badung Mangusada.

b. Untuk mengetahui higienitas tangan tenaga paramedis ditinjau dari angka

kuman pada swab tangan tenaga paramedis di ruang NICU RSUD Badung

Mangusada berdasarkan standar yang telah ditetapkan.

c. Untuk mengidentifikasi jenis bakteri pada swab tangan tenaga paramedis di

ruang NICU RSUD Badung Mangusada.

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat

yaitu :

1. Manfaat teoritis

Dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan mengenai

pentingnya menjaga higienitas tangan guna menurunkan angka kejadian infeksi

nosokomial.

2. Manfaat praktis

a. Sebagai bahan informasi kepada pihak rumah sakit untuk melakukan

pengawasan terhadap infeksi nosokomial dengan melakukan pemeriksaan

swab tangan petugas kesehatan di rumah sakit.

5
b. Untuk dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi peneliti berikutnya yang

melakukan penelitian sejenis.

Anda mungkin juga menyukai