Modul PKN Kelas 10

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 93

Unit 1

Pengenalan Konstitusi dalam


Pengalaman Hidup Sehari-hari

Sumber: ANRI IPPHOS 34 (1945)

Pertanyaan kunci yang akan dikaji pada unit ini adalah:


1. Apa yang kalian ketahui tentang pengertian Konstitusi dan UUD
NRI Tahun 1945?
2. Berikan contoh pasal dan ayat dalam UUD NRI Tahun 1945 yang
terkait langsung dengan kehidupan kita sehari-hari.

[1]
1. Aktivitas Belajar
a. Bacalah beberapa pasal dalam UUD NRI Tahun 1945 yang terkait
langsung dengan kehidupan sehari-hari. Seperti Pasal 28 A sampai 28 J
yang terkait dengan pemenuhan hak asasi manusia, Pasal 29 tentang
kebebasan dan perlindungan agama, Pasal 31 dan 32 yang terkait
dengan hak memperoleh pendidikan, dan Pasal 33 dan 34 yang terkait
dengan perekonomian nasional dan kesejahteraansosial.
b. Lalakukanlah brainstorming dengan mengacu kepada 4 pertanyaan satu per satu:
a) apa pengertian konstitusi, b) apa tujuan konstitusi, c) ada berapa jenis
konsti-tusi, dan d) sejarah perubahan konstitusi UUD NRI Tahun 1945.
c. Lakukanlah diskusi kelompok untuk mengidentifikasi minimal dua pasal
dan ayat-ayat dalam UUD NRI Tahun 1945 yang terkait dengan
pengalaman hidup sehari-hari.

Isu (Pengalaman Pasal (Ayat) dalam


No. Implementasi
Hidup Sehari- UUD NRI Tahun
hari) 1945
01 Pendidikan

02 Kesehatan

03 Kebebasan Beragama

04 Sosial Ekonomi

05 Lain-lain

[2]
Konstitusi UUD NRI Tahun 1945
Konstitusi merupakan pernyataan tentang bentuk dan susunan suatu negara,
yang dipersiapkan sebelum atau sesudah berdiri sebuah negara. Konstitusi
sebuah negara merupakan hukum dasar tertinggi yang berisi tata
penyelenggaraan negara. Peru- bahan sebuah konstitusi akan membawa
perubahan besar terhadap sebuah negara. Bahkan termasuk sistem bernegara,
yang semula demokratis bisa menjadi otoriter disebabkan perubahan
konstitusi.
Konstitusi merupakan hukum yang paling tinggi serta paling
fundamental sifat- nya. Konstitusi merupakan sumber legitimasi atau landasan
otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Oleh karena itu, konstitusi se- bagai hukum tertinggi sebuah negara harus
dimaksudkan untuk mencapai dan me-wujudkan tujuan tertinggi bernegara.
Dalam konteks negara Indonesia, tujuan tertinggi bernegara adalah seperti
yang tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, yakni: 1)
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; 2)
Memajukan kesejahteraan umum; 3) Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan 4)
Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Merujuk kepada Ivo D. Duchacek, "Constitutions is identify the sources,
purpo- ses, uses and restraints of public power” (konstitusi adalah
mengidentifikasikan sum- ber-sumber, tujuan-tujuan, penggunaan-penggunaan,
dan pembatasan-pembatasan kekuasaan umum). Oleh karena itu, konstitusi
juga harus memberi perhatian kepadapembatasan kekuasaan.

Konstitusi Indonesia: Hukum Dasar Tertinggi

Tertulis Mengalami
(UUD NRI Tidak Beberapa
Tahun 1945) Tertulis Kali
(Konvensi) Perubahan

Ada 2 macam konstitusi, yakni tertulis dan tidak tertulis. Indonesia


memiliki UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi tertulis dan konvensi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konvensi adalah permufakatan
atau kesepakatan (terutama mengenai adat, tradisi, dan sebagainya). Konvensi
merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara (dilakukan terus
menerus dan berulang-ulang) dalam

[3]
praktik penyelenggaraan negara tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun
1945 dan pelengkap atau pengisi kekosongan yang timbul dalam praktik
penyelenggaraan negara. Contohnya adalah Pidato Presiden setiap tanggal 16
Agustus.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan bahwa
UUD NRI Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-
undangan. Dalam hie- rarki perundang-undangan, UUD NRI Tahun 1945
menduduki posisi nomor satu.
Berdasarkan sejarahnya, ternyata UUD NRI Tahun 1945 sejak disahkan
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) telah mengalami
beberapa kali perubahan, bahkan pergantian. Perubahan ini terjadi karena
dipengaruhi oleh keadaan dan dinamika politik yang berkembang dan terjadi
di Negara Indonesia.
UUD NRI Tahun 1945 untuk pertama kalinya diganti oleh Konstitusi
Republik Indonesia Serikat pada 27 Desember 1949. Maka, sejak tanggal 27
Desember 1949 diberlakukan Konstitusi RIS. Penggantian ini membawa
dampak yang sangat besar dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia, salah
satunya adalah berubahnya Nega- ra Kesatuan Indonesia menjadi Negara
Serikat.
Pemberlakukan Konstitusi RIS 1949 tidak berlangsung lama, karena
sejak 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS tahun
1950. Pergantian ini kembali menyebabkan perubahan dalam ketatanegaraan
Indonesia, yaitu kembali ke negara kesatuan yang berbentuk republik, dan sistem
pemerintahan dari presidensial menjadi sistem parlementer. Setelah melalui
perdebatan panjang tak berkesudahan, akhirnya pada 5 Juli 1959 presiden
mengeluarkan dekrit, yang menyatakan kembali ke UUD NRI Tahun 1945
pertama (hasil pengesahan dan penetapan PPKI).
Setelah berlaku cukup lama, tanpa ada yang berani mengusulkan perubahan
atau mengganti UUD NRI Tahun 1945, maka pada tahun 1999 sampai 2002,
seiring de- ngan terjadinya reformasi di Indonesia, UUD NRI Tahun 1945
mengalami perubah- an sebanyak 4 kali.
Salah satu hasil perubahan terhadap UUD NRI Tahun 1945 adalah
mengenaisistematikanya. Sebelum amandemen, sistematika UUD NRI Tahun
1945 terdiri atas: Pembukaan, Batang Tubuh (37 pasal, 16 bab, 49 ayat), 4 pasal
Aturan Perali- han, dan 2 ayat Aturan Tambahan. Setelah amandemen,
sistematika UUD Tahun 1945 menjadi: Pembukaan (tetap 4 alinea), Batang
Tubuh (21 bab, 73 pasal dan 170 ayat), 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat
Aturan Tambahan.
Selain itu, dari segi perubahan kualitatif, amandemen UUD NRI Tahun
1945 telah mengubah prinsip kedaulatan rakyat yang semula oleh MPR
menjadi dilaksa- nakan menurut undang-undang. Hal tersebut menyebabkan
posisi lembaga negara dalam level yang sederajat, masing-masing
melaksanakan kedaulatan rakyat dalam lingkup wewenang yang dimiliki.
Presiden yang semula memiliki kekuasaan besar (concentration of power and
responsibility upon the president) menjadi prinsip saling mengawasi dan
mengimbangi (check and balances). Dengan cara demikian, cita nega- ra yang
hendak dibangun adalah negara hukum yang demokratis.

[4]
Secara garis besar, perubahan paska amandemen adalah sebagai berikut:
1. Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)]
dengan menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang
merdeka, peng- hormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang
dijalankan atas prinsip due process of law;
2. Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat
negara, seperti Hakim;
3. Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and
balances) yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-Undang
berdasarkan fungsi ma- sing-masing;
4. Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD NRI Tahun
1945;
5. Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk
beberapa lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan
prinsip negara berdasarkan hukum;
6. Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan masing-masing
lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi
modern.

UUD NRI Tahun 1945 dalam Kehidupan Sehari-hari


Kalau kita cermati pasal-pasal yang ada dalam UUD NRI Tahun 1945, ada
banyak pasal yang bersentuhan langsung dengan kehidupan seluruh warga
negara. Berikutadalah beberapa pasal yang dimaksud:

Pasal 28A Pasal 29


sampai 28J Hak Asasi Agama
Manusia

Hak dan
Kewajiban
Pasal 27 Warga
Bela Negara Pasal 30
Negara

Ekonomi dan Pendidikan


Kesejahteraan dan
Sosial Kebudayaan

Pasal 33 dan 34 Pasal 31 dan 32

Gambar 2.1 Beberapa Pasal dalam UUD NRI Tahun 1945 yang
berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari

[5]
Terkait dengan Hak dan Kewajiban Warga Negara

Pasal 27
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahandan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagikemanusiaan.
(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
Terkait dengan Pemenuhan Hak Asasi Manusia
(HAM)Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dantulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.

Pasal 28B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melaluiperkawinan yang sah.
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
ber-hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasar- nya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengeta- huan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dandemi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan
negaranya.

Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hu-kum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yangadil dan layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalampemerintahan.
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan

[6]
Pasal 28E
(1) Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memi- lih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikirandan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat.

Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
me- ngembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, mem-peroleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, mar- tabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta
berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat se-suatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendah- kan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari negaralain.

Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
men- dapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pela-yanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
mempero- leh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan di-rinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak
untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak
dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keada-an apapun.

[7]
(2) Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar
apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang
bersifat diskri-minatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan per-kembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalahtanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi
manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-
undangan.

Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam
tertib kehi-dupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan oranglain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum
dalam suatu masyarakat de-mokratis.
Terkait dengan Jaminan
BeragamaPasal 29
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanyamasing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.
Terkait dengan
Bela Negara
Pasal 30
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dankeamanan negara.
Terkait dengan Pendidikan dan
KebudayaanPasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapat Pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajibmembiayainya.

[8]
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan na-sional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undang-undang.
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran penda- patan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendi-dikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban sertakesejahteraan umat manusia.

Pasal 32
(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembang-kan nilai-nilai budayanya.
(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan
budayanasional.
Terkait dengan Perekonomian Nasional dan
Kesejahteraan SosialPasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hi-dup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh ne-gara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi de- ngan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-un-dang.

Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
mem- berdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabatkemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fa- silitas pelayanan umum yang layak.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang- undang.

[9]
3. Lembar Kerja
a. Tuliskan secara ringkas sejarah perubahan UUD NRI Tahun 1945
(cukup 2-3alinea)
b. Sebutkan minimal 3 pasal dan ayat yang ada dalam UUD NRI Tahun
1945 yangterkait dengan kehidupan kalian sehari-hari.
c. Bagaimana perasaan dan apa yang akan kalian lakukan setelah mengetahui
kaitanantara UUD NRI Tahun 1945 dengan kehidupan sehari-hari?
d. bernegara, yang semula demokratis bisa menjadi otoriter disebabkan
perubahan konstitusi

[10]
Unit 2
Pengenalan Norma dalam Kehidupan Sehari-hari

Sumber: tirto.id/Antara Foto/Andreas Fitri Atmoko (2016)

Pertanyaan kunci yang akan dikaji pada unit ini adalah:


1. Apa yang kalian ketahui tentang norma?
2. Berikan contoh norma dalam kehidupan sehari-hari?
3. Bagaimana kalian melaksanakan norma yang telah disepakati?

[11]
1. Aktivitas Belajar
a. Untuk mendalami materi, marilah kita bermain peran. Setiap peran akan
terkait dengan praktik bermusyawarah untuk membuat kesepakatan
peraturan. Perte- muan dapat dalam bentuk musyawarah di tingkat RT
atau di Sekolah.
b. Dalam bermain peran, kaitkanlah dengan materi belajar: a) definisi
norma dan macam-macamnya, b) tujuan pembuatan norma dalam
kehidupan bermasya- rat di berbagai komunitas, dan c) contoh-contoh
norma dalam kehidupan se- hari-hari.
c. Lakukanlah diskusi dan brainstorming, membahas beberapa pertanyaan, di
antara- nya: a) Apa yang kalian ketahui tentang norma?, b) Apa perbedaan
antara norma dan konstitusi?, c) Apakah di tempat tinggal kalian juga ada
norma?, d) Bagaimana pelaksanaan norma dalam lingkungan hidup kalian
atau di Sekolah?, dan e) Apa- kah kalian pernah mendapat sanksi karena
melanggar Norma?
Tentang Norma
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online, norma
memiliki 2 mak- na. Pertama, aturan atau ketentuan yang mengikat warga
kelompok dalam masyara- kat. Ia dipakai sebagai panduan, tatanan, dan
pengendali tingkah laku yang sesuai dan berterima. Dalam pengertian ini, maka
norma adalah sesuatu yang berlaku dan setiap warga harus menaatinya. Kedua,
aturan, ukuran, atau kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur untuk menilai
atau memperbandingkan sesuatu.
Ada 4 jenis Norma, yakni:
1) Norma Susila: aturan pergaulan dalam masyarakat yang bersumber dari
hati nu- rani manusia yang berkaitan dengan pemahaman baik dan buruk
yang ada da- lam kehidupan masyarakat, seperti pergaulan antara pria
dan wanita;
2) Norma Sosial: aturan pergaulan dalam masyarakat yang menata tindakan
manu- sia dalam pergaulan dengan sesamanya, seperti bagaimana berbicara
dan bertin- dak yang sopan;
3) Norma Agama: aturan
pergaulan da- lam Agama
masyarakat yang
bersumber dari ajaran
agama;
4) Norma Hukum: aturan
pergaulan dalam Sosial Sumber Norma Susila
masyarakat yang berasal
dari peraturan yang
dibuat oleh peme- rintah
dan atau DPR(D) di
berbagai tingkatan.
Hukum
Norma diperlukan agar interaksi an- tarmanusia
dapat berjalan dengan baik, saling
menghormati, saling memberi,
Gambar 2.2 Beberapa sumber
norma

[12]
tolong menolong dalam kebajikan, dan menyayangi. Norma menjadi harapan
agar kehidupan dapat berjalan secara harmonis, tidak saling menafikan, tidak
saling mem- benci dan bermusuhan. Norma menjadi cara agar penyelenggaraan
kehidupan dapatberjalan dengan indah.
Ia ada jauh lebih dahulu dibanding konstitusi atau regulasi dalam sebuah
nega-ra. Norma terkadang sangat lokal atau berbasis lokalitas. Namun, norma
terkadang demikian meluas, menjangkau seluruh umat manusia melewati
batas-batas negara.Sifatnya terkadang universal.
Norma merupakan kesepakatan sosial. Kisi-kisi kesepakatan dapat
bersumber dari manapun dari hati nurani manusia, dari pergaulan
antarmanusia dalam masya- rakat, dari Tuhan Yang Maha Esa melalui ajaran
agama, dan bersumber dari hukum atau peraturan perundang-undangan. Usia
norma dapat panjang, dapat pula pendek. Terkadang, norma menyesuaikan
perkembangan zaman. Oleh karena itu, aturan main dalam norma dapat
berubah setiap saat. Terkadang rigid (kaku) tetapi terka- dang sangat
fleksibel.
Sebagai warga negara, kita mendasarkan kepada perundang-undangan
yang ditetapkan oleh penyelenggara negara. Dan sebagai anggota masyarakat,
kita men- dasarkan kepada aturan main bersama, yang terkadang disebut
norma dan kadang disebut tradisi atau adat. Jika konstitusi ada yang tertulis dan
tidak tertulis, maka nor- ma pun demikian: terkadang tertulis dan terkadang
sekedar dituturkan sebagai sabda suci untuk aturan bermasyarakat.
Bila konstitusi atau regulasi negara memiliki ganjaran (reward) dan
hukuman (punishment), demikian juga dengan norma. Dalam norma, yang
melanggar akan mendapat hukuman dengan ketentuan yang telah disepakati
anggota masyarakat. Dan yang menunaikan norma dengan baik, maka
seseorang akan mendapatkan ganjaran, setidaknya berupa pujian. Hadiah dan
hukuman dalam norma, terkadang berupa pemberian dan sanksi sosial
(kultural). Bukan pemberian material ataupun hukuman fisik, tetapi berupa
pujian karena melaksanakan norma, atau gunjingan (bahkan dijauhi) karena
melanggar aturan yang telah disepakati dalam norma.
Contoh norma dalam kehidupan sehari-hari adalah Peraturan RT. Di
dalamnya, misalnya, tentang bagaimana cara untuk mengurus KTP atau
mendapatkan Pengan- tar Surat bila ingin mengurus izin berusaha di tingkat
desa sampai kabupaten/kota. Ada aturan yang lebih sederhana, bagaimana agar
semua warga tiap malam ikut ron-da kampung untuk menjaga keamanan.
Ada pula norma yang tidak ditulis, seperti antartetangga harus saling
membantu jika ada kesulitan. Antarwarga tidak boleh melakukan aktivitas
yang dapat meng- ganggu tetangga, seperti membunyikan musik keras-keras,
dan lain sebagainya.
Di lembaga pendidikan, seperti sekolah tempat kita menuntut ilmu, ada
pula aturan main. Ada banyak pasal-pasal yang tertulis dan ada aturan main
yang tidak tertulis. Yang tertulis, antara lain, dalam bentuk tata tertib peserta
didik dalam kelas. Yang tidak tertulis, misalnya, peserta didik harus saling
membantu bila ada kesulitandan saling menghormati atas perbedaan.

[13]
Ada banyak contoh norma yang nanti dapat kita identifikasi. Lalu,
bagaimana tanggapan kita atas norma-norma tersebut? Apakah norma-norma
sebagai kesepa- katan telah melibatkan kita dalam perumusannya? Apakah
rumusan norma yang ter- tulis dan tidak tertulis telah benar-benar dapat
dilaksanakan

2. Lembar Kerja
a. Ceritakan pengalaman kalian saat melaksanakan norma yang ada di
dalam ma-syarakat sekitar atau di sekolah?
b. Berikan contoh norma dalam kehidupan bermasyarakat dan di sekolah!
c. Apakah kalian akan terlibat dalam rapat OSIS, Ekskul, atau Karang Taruna?

Uji Pemahaman
1. Apa yang kalian ketahui tentang norma?
2. Berikan contoh norma dalam kehidupan sehari-hari!
3. Ceritakan pengalaman melaksanakan norma yang ada di dalam masyarakat se-
kitar atau di sekolah!
4. Ceritakan pengalaman melaksanakan norma yang ada di dalam masyarakat se-
kitar atau di sekolah!
5. Apakah kalian akan terlibat dalam pertemuan atau rapat di tingkat sekolah dan
lingkungan?

[14]
Unit 3
Hubungan Erat Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945

Pertanyaan kunci yang akan dikaji pada unit ini adalah:


1. Apa makna Pancasila sebagai Sumber dari segala sumber hukum
di Indonesia?
2. Apa maksud UUD NRI Tahun 1945 sebagai sumber hukum ter-
tinggi di Indonesia?
3. Bagaimana kedudukan dan hubungan antara Pancasila dan UUD
NRI Tahun 1945?
4. Berikan contoh hubungan antara Pancasila dan UUD NRI Tahun
1945.

[15]
1. Aktivitas Belajar
a. Lakukan diskusi dengan sesama teman untuk menjawab tabel berikut ini:

Tabel 2.1 Hubungan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945

2 Sila dalam Pancasila Pasal dan Ayat dalam Penjelasan Hubungan


UUD NRI Tahun 1945

b. Sampaikan atau presentasikan hasil diskusi dengan metode “Penjaga dan


Tamu”. Setiap hasil diskusi kelompok dijaga oleh 2 anggota kelompok.
Anggota kelom- pok yang lain dipersilakan untuk bertamu ke kelompok
yang lain. Tugas penjaga adalah menjelaskan hasil diskusi kelompok dan
memberikan jawaban atas per- tanyaan tamu. Sedangkan yang bertamu
bertugas mendengar penjelasan penjaga dan menyampaikan pertanyaan-
pertanyaan penting. Hal ini dilakukan secara bersamaan oleh semua
kelompok.
c. Lakukan diskusi atau brainstorming untuk menjawab 3 pertanyaan: a)
bagaimana rasanya menjadi penjaga dan tamu, apa kesulitannya; b)
apakah kalian sudah semakin memahami materi tentang hubungan
antara Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945; c) jelaskan contoh-contoh
hubungan antara Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 yang dekat
dengan kehidupan kalian sehari-hari.

Hubungan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945

…. maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang


Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan
yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat ke-
bijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

(Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 Alinea 4)

Posisi Pancasila
Lima sila Pancasila dituliskan dengan tinta abadi dalam Pembukaan UUD
NRI Tahun 1945. Kelima sila tersebut digali dari nilai-nilai dan tradisi yang
berkembang selama berabad-abad di negeri Indonesia. Nilai-nilai dan tradisi
yang baik dirumuskan olehpara pendiri bangsa (the founding fathers) kita dalam
5 sila. Pancasila menjadi landas- an dalam pelaksanaan cita-cita berbangsa dan
bernegara Indonesia Raya. Oleh karena itu, Pancasila menjadi sumber segala
sumber hukum negara.

[16]
Kita bersyukur dipimpin oleh para pendiri bangsa yang arif dan visioner.
Mereka menyadari tentang pentingnya menjaga kemajemukan demi persatuan
Indonesia. Oleh karena itu, dalam Rapat Panitia Persiapan Kemerdekaaan
Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945, mereka bersepakat mengubah
rumusan sila pertama Pancasila ketika akan disepakati masuk dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Dari yang semula “Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” yang telah
disepakati dalam Piagam Jakarta, diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara
sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 alinea keempat. Pancasila sebagai dasar dan ideologi
negara serta dasar filosofi negara berarti setiap materi muatan peraturan
perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila.

Ideologi dan Falsafah 


Pancasila sebagai landasan dalam pelaksanaan
cita-cita atau tujuan berbangsa dan bernegara

Sumber segala Sumber Hukum N


Setiap materi muatan peratuan perundang-
undangan tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila

PANCASILA Payung Keragaman ‫הּ‬


Pancasila adalah titik temu atas
keragaman warga negara Indonesia

Sejarah memberikan pelajaran yang berharga bagi kita. Setelah sila


pertama Pancasila berubah, selanjutnya kearifan para pendiri bangsa turut
mengubah dua hal. Kata “Mukadimah” dalam Pembukaan UUD NRI Tahun
1945 berubah menjadi “Pembukaan”. Dan ketentuan Pasal 6 ayat (1) yang
semula menetapkan “Presiden ia- lah orang Indonesia asli dan beragama Islam”,
disepakati syarat beragama Islam tidak dimasukkan dalam pasal tersebut.
Untuk Indonesia raya, maka kita jaga Indonesia dalam kebinekaan. Dan
terasa Pancasila menjadi falsafah yang melandasi kelang- sungan bangsa dan
negara, karena para pendiri bangsa dan kita dapat membumikan nilai-nilai
Pancasila ke dalam kenyataan. Pancasila adalah titik temu seluruh warga
negara Indonesia, dari latar belakang apapun. Ia dapat menyatukan keragaman
bangsa Indonesia. Pancasila juga dapat menjadi asas tunggal dalam tatanan
struktur dan kultur bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila
menjadi keputusan final sebagai landasan bangsa dan negara Indonesia.

[17]
Menurut Yudi Latief, Indonesia adalah contoh kongkret kemajemukan
suatu bangsa. Pancasila menjadi perantara yang mampu menjadi ciri
kebersamaan di tengah-tengah perbedaan yang ada. Pancasila dan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan
ideologi, sebagai instrumen pemersatu keberagaman bangsa Indonesia dari
Sabang sampai Merauke.
Pancasila adalah norma dasar (grundnorm) yang menjadi sumber dari
segala sumber hukum negara. Maknanya adalah kehendak mencari titik temu
dalam menghadirkan kemaslahatan-kebahagiaan hidup bersama. Oleh karena
itu, persatuan Indonesia harus menghadirkan negara untuk melindungi segenap
tumpah darah Indonesia. Negara harus hadir untuk mewujudkan keadilan
sosial bagi rakyat Indonesia, yang berdasar kepada kedaulatan rakyat dalam
permusyawaratanperwakilan.

Tabel 2.2 Hubungan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945

Hubungan dengan
Sila dalam Pancasila
UUD NRI Tahun 1945

Ketuhanan Yang Maha Esa


Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyarawatan Perwakilan
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

UUD NRI Tahun 1945 Sebagai Dasar Hukum


Di bawah Pancasila adalah UUD NRI Tahun 1945. Hubungan antara
Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 sangat erat. Lima sila Pancasila terpatri
rapi dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Oleh karena itu pula,
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 tidak bisa diamandemen seperti Batang
Tubuh dan Penjelasan UUD NRI Tahun 1945.
Menurut Mahkamah Konstitusi, yang tunduk pada ketentuan tentang
perubah-an Undang-Undang Dasar hanya pasal-pasal UUD NRI Tahun 1945,
tidak termasuk Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Pancasila adalah bagian
tidak terpisahkan dari Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, maka dengan
sendirinya tidak terdapat ruang untuk secara konstitusional mengubah
Pancasila sebagai dasar negara.
UUD NRI Tahun 1945 selalu mendasarkan kepada Pancasila yang
tertulis dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 beserta rangkaian cita-cita
berbangsa dan bernegara. Hukum tata negara, tata pemerintahan, hubungan
negara dengan warga negara, yang diatur dalam UUD NRI Tahun 1945,
semua mendasarkan kepada 5

[18]
sila Pancasila. Oleh karena itu, UUD NRI Tahun 1945 menjadi hukum dasar
dalam seluruh peraturan perundang-undangan yang disahkan di Negara
Kesatuan RepublikIndonesia.
UUD NRI Tahun 1945 adalah hukum dasar dalam peraturan perundang-
undang-an di Indonesia. Menurut penjelasan Pasal 3 UU nomor 12 tahun 2011
tentang Pem- bentukan Peraturan Perundang-undangan, maksud “hukum
dasar” adalah norma dasar bagi pembentukan peraturan perundang-undangan
yang merupakan sumber hukum bagi pembentukan peraturan perundang-
undangan di bawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Dengan demikian, maka
seluruh peratur- an perundang- UUD NRI Tahun 1945 selalu
undangan harus sesuai dengan mendasarkan kepada Panca-
Pancasila dan UUD NRI Tahun sila yang tertulis dalam Pem-
1945. Pancasila bukan merupakan bukaan UUD NRI Tahun 1945
bagian dari peraturan per- undang- beserta rangkaian cita-cita
undangan dan bukan merupakan da- berbangsa dan bernegara.
sar hukum tertinggi dalam hierarki Hukum tata negara, tata pe-
peraturan perundang-undangan. merintahan, hubungan negara
Pancasila tidak terdapat dalam dengan warga negara, yang
hierarki karena ia adalah sumber diatur dalam UUD NRI Tahun
dari segala sumber hukum. Dasar 1945, semua mendasarkan
hukum tertinggi adalah UUD NRI kepada 5 sila Pancasila.
Tahun 1945. Setiap pasal di
UUD NRI Tahun 1945 adalah
dalamnya merujuk kepada nilai
hukum dasar dalam peratur-
Pancasila, dan keberadaannya
an perundang-undangan di
menjadi sumber bagi produk Indonesia. UUD NRI Tahun
peraturan perundang-undangan yang 1945 adalah norma dasar
lain. bagi Pembentukan Peraturan
Kita dapat menunjukkan Perundang-undangan yang
beberapa pasal dalam UUD NRI merupakan sumber hukum
Tahun 1945, untuk meng- bagi Pembentukan Peraturan
gambarkan pasal-pasal yang Perundang-undangan di ba-
dirumuskan terkait erat dengan 5 sila wah Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia
Pancasila yang terekam dalam
Tahun 1945.
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Pasal 29 UUD NRI Tahun 1945
merupakan salah satu terjemahan
dan sekaligus upaya pelaksanaan
sila pertama “Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Pasal 34 UUD NRI Tahun 1945
erat kaitannya dengan usaha
pelaksanaan sila “Kemanusiaan yang
Adildan Beradab”.
Pasal 28 A sampai Pasal 28 J UUD NRI Tahun 1945 berisi banyak jenis
hak asasi manusia yang harus dipenuhi oleh negara. Pasal-pasal tersebut erat
kaitannya dengan upaya pemenuhan Sila Kedua Pancasila “Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab”. Pasal 1 tentang Bentuk dan Kedaulatan dan Pasal 25
tentang Wilayah Negara, semua di- arahkan untuk melaksanakan Sila Ketiga

[19]
Pancasila “Persatuan Indonesia”.
Ada banyak pasal yang mengatur kekuasaan pemerintah, seperti Pasal 4,
5, 6, 6A, 7, 7A, 7B, dan Pasal 8 sampai Pasal 16. Pasal sebelumnya, yakni
Pasal 2 dan Pasal 3 mengatur tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dan
banyak pasal lain yang mengatur lembaga-lembaga negara dan tata kelola
pemerintahan. Pasal-pasal ter- sebut dimaksudkan untuk melaksanakan Sila
Keempat Pancasila “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan Perwakilan”. Pasal 33 dan Pasal 34 tentang
Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, menjadi penerjemahan
dari pelaksanaan Sila Kelima Pancasila “Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia”.
Nantinya, kalau kita membaca banyak undang-undang dan produk
peraturan perundang-undangan yang lain, semua diarahkan untuk
menerjemahkan UUD NRI Tahun 1945 sebagai sumber hukum tertinggi dan
Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum. Undang-Undang tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang terbit setiap tahun,
misalnya, dimaksudkan agar tata kelola keuangan negara dapat sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Uji Pemahaman
a. Terangkan hubungan antara Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945!
b. Berikan 2 contoh yang menunjukkan hubungan antara Pancasila dan
UUD NRI Tahun 1945 dikaitkan dengan kehidupan peserta didik sehari-
hari!

[20]
Unit 4
Membuat Kesepakatan Bersama

Pertanyaan Kunci dalam unit ini adalah sebagai berikut:


1. Apa yang dimaksud dengan kesepakatan bersama?
2. Sikap apa yang diperlukan agar kesepakatan bersama dapat di-
laksanakan bersama?
3. Bagaimana pengalaman membangun kesepakatan bersama yang
baik dapat diterapkan pula di tempat lain?

[21]
Membuat Kesepakatan Bersama
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kesepakatan berarti perihal
sepakat atau maknanya konsensus. Sedangkan makna konsensus adalah
kesepakatan kata atau permufakatan bersama (mengenai pendapat, pendirian, dan
sebagainya) yang dicapai melalui kebulatan suara.
Jika ditelusuri lebih lanjut, kesepakatan bersama juga terkait dengan
negosiasi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan negosiasi
sebagai: 1) proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai
kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak
(kelompok atau organisasi) yang lain; atau 2) penyelesaian sengketa secara
damai melalui perundingan antara pihakyang bersengketa.
Kesepakatan Bersama bisa terjadi hanya antara dua orang atau lebih.
Hubungan antara 2 orang, apalagi dalam sebuah perjalanan bersama, tentu
memerlukan kesepa- katan bersama. Kesepakatan bersama juga bisa dilakukan
dalam kesatuan sosial ter- kecil, yakni keluarga. Antara Orang tua dan anak bisa
dibangun kesepakatan bersama agar keluarga menjadi lebih asyik, lebih
dinamis, dan saling mendukung.
Kesepakatan bersama dapat dikaitkan dengan integrasi sosial. Terciptanya
kese- pakatan bersama mengenai norma-norma dan nilai-nilai sosial sangat
penting untuk menguatkan integrasi sosial. Integrasi sosial merupakan proses
penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan
masyarakat sehingga mengha- silkan pola kehidupan masyarakat yang
memilki keserasian fungsi. Integrasi sosial diperlukan agar masyarakat tidak
bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik
maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya. Dalam integrasi sosial,
kesepakatan bersama mewujud dalam bentuk asimiliasi (pembauran
kebudayaan) dan akulturasi (penerimaan sebagian unsur asing).

[22]
Dengan demikian dapat disampaikan bahwa Kesepakatan Bersama
merupakan kesepakatan kata atau permufakatan bersama dalam sebuah proses
negosiasi terma- suk dalam negosiasi untuk terciptanya integrasi sosial.
Kesepakatan bersama diperlu- kan di antara unsur-unsur atau para pihak yang
berbeda untuk menghindari konflikdalam kehidupan bersama.
Sebenarnya, dalam proses perundingan untuk membentuk peraturan
perundang-undangan juga ada kesepakatan bersama. Dalam hal membentuk
perundang-undangan, kesepakatan bersama akan menghasilkan produk
peraturan perundang-undangan. Sedangkan dalam kehidupan sosial,
kesepakatan bersama akan membuahkan peraturan bersama atau yang disebut
sebagai norma.
Kesepakatan bersama diambil karena sebuah kepemimpinan.
Kepemimpinan dari level terkecil, seperti antara 2 orang atau pihak, sampai
terbesar di tingkat negara dan dunia. Sebuah kepemimpinan yang mengarah
kepada tujuan bersama, di sana dibutuhkan kesepakatan bersama. Tidak lain
agar terjadi proses mencapai tujuan se- cara bersama-sama, saling menghargai,
saling mendukung, dan pada akhirnya semua diharapkan akan merasakan hal
yang sama ketika tujuan tercapai.
Kesepakatan dapat tertulis dan tidak tertulis. Dalam kehidupan di
masyarakat, termasuk dalam lingkungan sekolah, ada kesepakatan bersama
yang diwujudkan da- lam peraturan kampung atau peraturan sekolah yang
ditulis, ditempel, dan dapat di- baca di berbagai tempat. Sedangkan kesepakatan
antarteman sejawat sering kali tidak tertulis, setiap orang mengandalkan
ingatan masing-masing.
Antara Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, dan kesepakatan bersama
dalam kehidupan sosial, semua memerlukan komitmen untuk dilaksanakan
atau ditaati. Pelanggaran atas kesepakatan formal kenegaraan dalam
Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan
yang lain akan menyebabkan tatanan kehidupan bernegara tidak dapat
mencapai idealita yang diharapkan bersama. Demikian pula kesepakatan
bersama, tidak mengindahkan aturan bersama dalam interaksi sosial ini akan
membuat hubungan kemasyarakatan menjadi tidak harmonis dan
memungkinkan terjadi konflik sosial.
Dalam membuat norma dalam masyarakat atau dalam lembaga
pendidikan selalu diasumsikan berangkat dari kesepakatan bersama.
Diandaikan ada sebuah partisipasi yang aktif dari anggota masyarakat atau
civitas academica dalam lembaga pendidikan. Dengan partisipasi, maka
diharapkan sebuah norma akan lebih baik dandapat diterapkan lebih efektif.
Hanya saja, dalam proses membangun kesepakatan, sering tidak mudah,
terlebih di awal. Kita dihadapkan dengan banyak kepala yang memiliki cara
pandang dan pikiran berbeda-beda.. Kita harus menyesuaikan dengan
keragaman latar belakang pendidikan, sosial, dan ekonomi. Kita dihadapkan
dengan banyak orang atau pihak yang memiliki kepentingan yang terkadang
bertentangan.

[23]
Pada unit ini, diperlukan seni kepemimpinan dalam memimpin,
termasuk di awal, bagaimana memimpin orang dan pihak-pihak yang
beragam bahkan berten- tangan. Bagaimana menjadikan keragaman sebagai
sumber energi. Sebagai sumber daya yang harus dimanfaatkan untuk
mencapai kesepakatan bersama.
Dalam kepemimpinan, membangun dan mencapai kesepakatan bersama
juga memerlukan jiwa yang tangguh dan siap menjalankan prinsip-prinsip
berdemokrasi, seperti kesamaan di depan hukum, tidak boleh ada diskriminasi,
senantiasa bersikap toleran, dan menghargai hak dari setiap orang atau pihak.
Dengan cara demikian, diharapkan kesepakatan bersama bisa benar-benar
menjadi panduan dalam berhu- bungan dan bergandeng tangan. Dengan cara
demikian pula, kesepakatan bersama yang ada sungguh-sungguh
mencerminkan kehendak bersama, bukan hanya men- cerminkan kehendak
pimpinan atau pihak tertentu saja. Mari kita coba melihat ber- sama: “Apakah
sebuah norma yang ada di sekitar kita benar-benar berangkat dari sebuah
kesepakatan bersama”?

Uji Pemahaman
A. Apakah yang dimaksudkan “Membangun Kesepakatan Bersama”?
B. Bagaimana cara membuat kesepakatan bersama?
C. Apakah kalian terlibat dalam rapat untuk membangun kesepakatan bersama di
dalam keluarga, masyarakat atau di lembaga pendidikan?
D. Ceritakan pengalaman kalian terlibat dalam rapat!

[24]
Unit 5
Produk dan Hierarki Perundang-undangan

PERDA PROVINSI

PERDA KAB/KOTA

Berikut adalah pertanyaan kunci untuk unit ini:


1. Sebutkan macam-macam dan hierarki perundang-undangan
yang ada di Indonesia
2. Apa muatan dan siapa pihak yang memproduksi masing-masing
perundang-undangan tersebut?

1. Aktivitas Belajar
a. Simaklah dengan seksama penjelasan materi dari guru tentang beberapa
produk perundang-undangan yang ada di Indonesia; bagaimana hierarki
masing-masing produk perundang-undangan, termasuk terhadap
Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945; apa saja isi setiap perundang-
undangan; dan lembaga mana saja yang terlibat dalam penerbitan
perundang-undangan. Mendasarkan kepada UU

[25]
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan dan UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peratuan Perundang-undangan.
b. Untuk semakin mendalami materi, kalian dapat menonton bersama
ceramah digital dari ahli hukum tentang hierarki perundang-undangan
yang ada di Indonesia. Salah satu yang bisa dipilih adalah “Jenis dan
Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia” yang
disampaikan oleh Anang Zubaidy, MH, Direktur Pusat Studi Hukum
Konstitusi (PSHK) Universitas Islam Indonesia, dapat diakses di
https://www.youtube.com/watch?v=GFfxEjSq6g8

Produk dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan


Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma
hu- kum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam
Peraturan Per- undang-undangan.
Tabel 2.4 Hierarki Peraturan Perundang-undangan

TAP MPR TAP MPR UU UU


No.
No.XX/MPRS/1966 No.III/MPRS/200 No.10 Tahun No.12 Tahun
0 2004 2011
1 UUD NRI UUD NRI UUD NRI UUD NRI
Tahun 1945 Tahun 1945 Tahun 1945 Tahun 1945

2 Ketetapan MPR Ketetapan MPR UU/Perppu Ketetapan MPR

3 UU/Perppu UU Peraturan UU/Perppu


Pemerintah (PP)

4 Peraturan Perppu Peraturan Peraturan


Pemerintah (PP) Presiden (Perpres) Pemerintah (PP)

5 Keputusan Peraturan Peraturan Daerah Peraturan


Presiden (Keppres) Pemerintah (PP) (Perda) Presiden (Perpres)

6 Peraturan Pelaksana Keputusan Perda Provinsi


lainnya: Presiden (Keppres)
a. Peraturan Menteri
7 b. Instruksi Menteri Peraturan Daerah Perda Kota/
Kabupaten

Saat ini kita memiliki Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang


Pem- bentukan Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang ini
mencakup tahap- an perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan
atau penetapan, dan

[26]
pengundangan sebuah peraturan perundang-undangan. Dalam proses
pembentukan peraturan perundang-undangan, masyarakat berhak memberikan
masukan secara lisan dan/atau tertulis melalui Rapat Dengar Pendapat Umum
(RDPU), Kunjungan Kerja, Sosialisasi, dan atau melalui forum-forum
seminar, lokakarya atau diskusi.
Mengapa undang-undang ini dipandang penting, beberapa pertimbangan
di an-taranya adalah sebagai berikut:
a. Untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara
berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang
dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem
hukum nasional yang menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap
rakyat Indonesia berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
b. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan perundang-
undangan yang baik,perlu dibuat peraturan mengenai pembentukan
peraturan perundang- undangan yang dilaksanakan dengan cara dan
metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga
yang berwenang membentuk peraturanperundang-undangan.

Peraturan Perundang-undangan

Jenis dan Hierarki Selain Jenis dan Hierarki

Ps. 7 UU No. 12/2011 Ps. 8 UU No. 12/2011

UUD
NRI
Tahun
1945

TAP MPR

UU/PERPPU

PP

PERPRES

PERDA PROVINSI

PERDA KABUPATEN/KOTA

[27]
Peraturan yang ditetapkan oleh:
• Parlemen: MPR, DPR, DPD
• Lembaga Yudisil: MA, MK
• Kementerian/Lembaga: BPK,
Komisi Yudisial, BI, Menteri,
Badan, Lembaga atau KOmisi
yang setingkat yang dibentuk
dengan UU atau Pemerintah atas
perintah UU
• Pemerintahan Daerah Otonom:
DPRD Provinsi, Gubernur, dan
DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/
Walikota
• Kepala Desa atau yang setingkat

Gambar 2.4 Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, menurut UU No. 12 Tahun


2011 jo. UU No. 15 Tahun 2019.

[28]
Setidaknya ada tujuh jenis peraturan perundang-undangan yang berlaku
di Indonesia. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011, berikut adalah jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Siapa yang berwenang menetapkan atau mengesahkan dan apa materi


muatan masing-masing perundang-undangan tersebut? Berikut adalah daftar jenis
peraturan perundang-undangan, yang berwenang menetapkan atau
mengesahkan, dan materimuatan yang diatur.

Jenis Yang Berwenang


No. Materi
Peraturan Menetapkan/
Muatanyang
Perundang- Mengesahkan
Diatur
undangan
01 Undang-Undang Ditetapkan oleh MPR Meliputi jaminan hak
Dasar Negara yang terdiri dari Anggota asasi manusia bagi setiap
Republik DPR (Dewan warga negara, prinsip-
Indonesia Tahun Perwakilan Rakyat) dan prinsip dan dasar negara,
1945 (UUD Anggota DPD (Dewan tujuan bernegara, dan lain
NRI Perwakilan Daerah) sebagainya
Tahun 1945)
02 Ketetapan MPR Ditetapkan oleh MPR Yang dimaksud dengan
“Ketetapan MPR” adalah
Ketetapan MPR yang
Sementara dan Ketetapan
MPR masih berlaku
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 dan Pasal
4 Ketetapan MPR No.
1/MPR/2003 tentang
Peninjauan Terhadap
Materi dan Status Hukum
Ketetapan MPR Sementara
dan Ketetapan MPR Tahun
1960 sampai dengan tahun
2002

[29]
Jenis Yang Berwenang
No. Materi
Peraturan Menetapkan/
Muatanyang
Perundang- Mengesahkan
Diatur
undangan
03 Undang- Rancangan UU yang Materi muatan yang harus
Undang (UU) telah disetujui bersama diatur dengan UU berisi:
atau Peraturan oleh DPR dan Presiden • Pengaturan lebih lanjut
Pemerintah disampaikan oleh mengenai ketentuan UUD
Pengganti pimpinan DPR kepada NRI Tahun 1945
Undang-Undang Presiden untuk disahkan • Perintah suatu UU untuk
(Perppu) menjadi UU dalam diatur dengan UU
jangka waktu paling • Pengesahan Perjanjian
lama 7 hari sejak tanggal internasional tertentu
persetujuan bersama. • Pemenuhan kebutuhan
Perppu adalah peraturan hukum dalam masyarakat
perundang-undangan
yang ditetapkan oleh Materi muatan Perppu sama
Presiden dalam hal dengan materi muatan UU.
ihwal kepentingan yang
memaksa

04 Peraturan Ditetapkan oleh Presiden Materi muatan PP berisi


Pemerintah (PP) untuk menjalankan UU materi untuk menjalankan
sebagaimana mestinya. UU sebagaimana mestinya

05 Peraturan Ditetapkan oleh Presiden Berisi materi yang diperin-


Presiden untuk menjalankan tahkan oleh UU, materi un-
perintah peraturan tuk melaksanakan PP, atau
perundang-undangan materi untuk melaksanakan
yang lebih tinggi atau penyelenggaraan kekuasaan
dalam menyelenggarakan pemerintahan.
kekuasaan pemerintahan

06 Peraturan Daerah Rancangan Perda Berisi materi muatan dalam


(Perda) Provinsi Provinsi yang telah rangka penyelenggaraan
disetujuai bersama otonomi daerah dan
DPRD Provinsi dan tugas pembantuan serta
Gubernur disampaikan menampung kondisi khusus
oleh Pimpinan DPRD daerah dan/atau penjabaran
Provinsi kepada Gubernur lebih lanjur peraturan
untuk ditetapkan menjadi perundang-undangan yang
PerdaProvinsi. lebih tinggi.

[30]
Jenis Yang Berwenang
No. Materi
Peraturan Menetapkan/
Muatanyang
Perundang- Mengesahkan
Diatur
undangan
07 Peraturan Rancangan Perda Sama dengan Perda Provinsi,
Daerah (Perda) Kabupaten/Kota yang Perda Kabupaten/Kota juga
Kabupaten/Kota telah disetujui bersama berisi materi muatan dalam
oleh DPRD Kabupaten/ rangka penyelenggaraan
Kota dan Bupati/ otonomi daerah dan
Walikota disampaikan tugas pembantuan serta
oleh Pimpinan DPRD menampung kondisi khusus
Kabupaten/Kota kepada daerah dan/atau penjabaran
Bupati/Walikota untuk lebih lanjut peraturan
ditetapkan menjadi Perda perundang-undangan yang
Kabupaten/Kota. lebih tinggi.

[31]
Uji Pemahaman
A. Sebutkan produk perundang-undangan yang ada di Indonesia, baik di
tingkatnasional maupun daerah!
B. Menurut kalian, apakah masyarakat terlibat dalam perencanaan berbagai
produkperundang-undangan?
C. Bagaimana seharusnya sikap masyarakat setelah mengetahui
berbagai jenisperundang-undangan?
D. Isilah tabel berikut ini:

Sebutkan 2 Bagaimana seharusnya


Sebutkan kata
perundang- undangan sikap kita terhadap berbagai
kunci materi
yang telah kalian baca macam perundang-
hari ini
undangan

[32]
Unit 6
Hubungan Antar Perundang-undangan

TATA URUTAN PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN

UUD
NRI
Tahun MPR
1945

TAP MPR MPR

UU/PERPPU DPR Presiden

PP Presiden

PERPRES Presiden

PERDA PROVINSI DPRD Prov. Gubernur

PERDA KABUPATEN/KOTA DPRD Kab/Kota Bupati/Walikota

Berikut adalah beberapa pertanyaan kunci dalam unit ini:


1. Bagaimana hubungan yang seharusnya antar peraturan perun-
dang-undangan?
2. Simak beberapa perundang-undangan, apakah mereka merupa-
kan terjemahan atas peraturan perundang-undangan di atasnya
ataukah sebaliknya: tumpang tindih bahkan saling meniadakan.

[33]
Hubungan Antar Peraturan Perundang-undangan
UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah bagian dari
pembangunan hukum nasional. Pembentukan peraturan perundang-undangan
dari merencanakan sampai menetapkan, melibatkan legislatif dan eksekutif di
tingkat nasional dan daerah, juga partisipasi masyarakat. Diharapkan masing-
masing produk perundang-undangan dapat sinkron dan saling melengkapi,
sehingga dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara seperti yang
dicita-citakan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Bappenas bersama Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia
pada tahun 2019 menyelenggarakan kajian mendalam terkait dengan sistem
perundang- undangan di Indonesia. Menurut Diani Sadiawati, dkk. sebagai
peneliti dan penyusun laporan kajian ini, ada sejumlah permasalahan mendasar
dalam sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Di antaranya,
tidak sinkron antar-perencanaan peraturan perundang-undangan (pusat dan
daerah) dengan perencanaan dan kebijakan pembangunan. Selain itu, ada
kecenderungan peraturan perundang- undangan bahkan menyimpang dari
materi muatan yang seharusnya diatur.
Dokumen Perencanaan Pembangunan diatur dalam UU No. 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).
Sedangkan dokumen perencanaan peraturan perundang-undangan diatur
dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

[34]
Perencanaan pembangunan memerlukan kerangka regulasi (peraturan
perundang-undangan), dan kerangka regulasi juga memerlukan arah agar
sesuai dengan tujuan nasional melalui pembangunan. Adanya pemisahan dua
dokumen (antara perencanaan dan kerangka regulasi) menyebabkan keduanya
berjalan sendiri- sendiri, tidak sinkron dan harmonis. Dampaknya juga adalah
pemborosan regulasi, ada banyak regulasi di setiap tingkatan (nasional dan
daerah) dan perencanaan.
Tidak sinkron antara perencanaan pembangunan dan perencanaan legislasi
dapat tergambar dalam dokumen perencanaan pembangunan dan dokumen
perencanaan legislasi periode tahun 2015-2019. Dari 70 Rancangan Undang-
Undang dalam usulan RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional) dan Prolegnas 2015-2019, hanya 3 RUU yang kemudian dapat
disahkan. Di luar 70 RUU tersebut, masih ada 12 RUU yang diusulkan oleh
pemerintah dalam Prolegnas yang berada di luar kerangka perencanaan
pembangunan nasional, dan terdapat 14 RUU yang masuk dalam RPJMN
tetapi tidak masuk ke dalam Prolegnas.

 RPJMN
14 RUU
70 Prolegnas
12 RUU

84 RUU 82
RUU RUU

Gambar 2.5 Grafik Perbandingan dan irisan jumlah RUU yang diusulkan
pemerintah dalam RPJMN 2015-2019 dan dokumen Prolegnas 2015-2019
Sumber: Bappenas (diolah dari RPJMN dan Prolegnas 2015-2019)

Selain itu, ada banyak peraturan perundang-undangan, seperti peraturan


dae- rah (Perda), yang bahkan bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan di atasnya. Hal ini yang kemudian memunculkan kebijakan
pemerintah untuk mem- batalkan sebanyak 3.143 Perda pada tahun 2016, karena
dinilai bertentangan dengan kebijakan nasional dan menjadi kendala dalam
mendorong percepatan pembangun- an, menghambat pertumbuhan ekonomi
daerah, memperpanjang jalur birokrasi, dan menghambat investasi dan
kemudahan berusaha.

[35]
Uji Pemahaman
A. Tulislah tanggapan kalian terkait dengan hubungan antarproduk
perundang- undangan yang ada di Indonesia!
B. Berdasarkan pengalaman kalian, apakah hubungan berbagai jenis
perundang- undangan saling mendukung, tumpang tindih, atau bahkan
saling menafikan?
C. Apa yang bisa kalian lakukan untuk mendorong hubungan antar
perundang- undangan agar sinkron atau saling mendukung?

[36]
UNIT 7
Menganalisis Produk Perundang -
undangan

Berikut adalah beberapa pertanyaan kunci unit ini:


1. Bagaimana seharusnya isi peraturan perundang-undangan
dikaitkan dengan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum dan UUD NRI Tahun 1945 sebagai sumber hukum
tertinggi di Indonesia?
2. Bacalah sebuah peraturan perundang-undangan. Buatlah
analisis, apakah peraturan perundang-undangan tersebut sudah
sesuai dengan semangat, nilai, dan isi Pancasila dan UUD NRI
Tahun 1945?

Aktivitas Belajar
A. Peserta didik berdiskusi untuk menjawab tabel berikut ini:

Tujuan Bernegara Pasal dalam Perundang- Apa pesan yang kalian


Menurut Pembukaan undangan yang terkait tangkap dari norma (pasal/
UUD NRI Tahun 1945 dengan Pembukaan UUD ayat) perundang-undangan
NRI Tahun 1945

B. Peserta didik akan menonton video yang menggambarkan kemiskinan di


Indonesia. Misalnya,
1) Potret Kemiskinan yang ada dalam link berikut: https://www.youtube.com/
watch?v=aZkyJSiY1_0 atau
2) Keluarga Miskin Hidup Memprihatinkan, https://www.youtube.com/watc-
h?v=AdtlkdkpT5U
C. Peserta didik akan mendiskusikan potret kemiskinan dan dikaitkan dengan
Pancasila, UUD NRI Tahun 1945 dan Undang-Undan

[37]
Menganalisis Isi Produk Perundang-Undangan
Dari pertemuan kita terdahulu, kita telah mengetahui hubungan antara
Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 serta mengenal jenis dan hierarki
perundang-undangan di In- donesia. Pancasila sebagai falsafah dan ideologi.
UUD NRI Tahun 1945 menerjemah- kan ke dalam norma-norma hukum
yang mendasar. Keduanya menjadi pegangan dalam hidup bernegara: tujuan
bernegara dan bagaimana menyelenggarakan peme-rintahan agar memenuhi
tujuan bernegara.
Seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia harus merujuk
kepada Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Tidak boleh mengabaikan
apalagi bertentang- an. Seperti halnya sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”
dalam Pancasila, dan Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945,
keduanya memberikan perlindungan kepa- da agama dan kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Maka, peraturan perun- dang-undangan yang
ada di bawahnya tidak boleh bertentangan terhadap keduanya. Undang-
Undang sampai Peraturan Daerah; tidak boleh menuliskan norma hukum
yang melarang kebebasan beragama.
Kedua, peraturan perundang-undangan yang ada di bawah UUD NRI
Tahun 1945 juga harus merujuk pasal atau ayat yang ada dalam UUD NRI
Tahun 1945. Hal demikian berlaku secara hierarikis dalam urutan
perundang-undangan. Sehingga se- buah Peraturan Daerah, misalnya, bukan
hanya harus merujuk kepada UUD NRI Tahun 1945 tetapi harus pula
merujuk kepada Undang-Undang atau Peraturan Peme- rintah yang ada di
atasnya, yang sejalur perihal yang diatur.

Tidak boleh bertentangan Norma hukum yang ada


 dengan Pancasila dan harus dapat dilaksanakan

UUD NRI Tahun 1945
Istilah yang digunakan
Harus merujuk atau harus jelas dan tidak

 memiliki cantolan terhadap menimbulkan penafsiran
pasal atau ayat yang ada yang bermacam-macam
dalam UUD NRI Tahun 1945
Harus selaras dengan 
upaya melayani kepentingan
 Isinya harus searah dan
mendukung terhadap rakyat, memperhatikan rasa
peraturan perundang- keadilan masyarakat, dan tidak
undangan yang di atasnya berpeluang terjadinya korupsi

Gambar 2.7 Isi Produk Peraturan Perundang-undangan

[38]
Di dalam melihat peraturan perundang-undangan, selain keharusan terkait dan
merujuk kepada peraturan perundang-undangan di atasnya, hal ketiga, yang pen- ting
juga adalah isi peraturan perundang-undangan itu sendiri. Selain isinya harus searah
dan mendukung terhadap peraturan perundang-undangan yang di atasnya, norma
hukum yang ada harus dapat dilaksanakan. Istilah yang digunakan harus je- las dan
tidak menimbulkan penafsiran yang bermacam-macam. Isi peraturan per- undang-
undangan juga harus selaras dengan upaya mendorong pemerintahan yang melayani
kepentingan rakyat, memperhatikan rasa keadilan masyarakat, dan tidak berpeluang
digunakan untuk korupsi.
Apabila ketiga hal di atas tidak terpenuhi, maka sebuah peraturan perun- dang-
undangan dapat digugat. Jika peraturan berbentuk undang-undang, maka dapat digugat
(judicial review) ke Mahkamah Konstitusi. Sedangkan selain undang-undang, dapat
dilayangkan gugatan ke Mahkamah Agung (MA). Ketiga hal di atas, sekaligus
merupakan alat sederhana untuk menganalisis sebuah produk perundang-undangan.
Berikut adalah contoh analisis terhadap undang-undang. Dalam hal ini adalah
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Analisis Undang-Undang Desa


Reformasi kebijakan tentang desa akan terlihat dengan jelas apabila kita sudah
memahami konten dari UU Nomor 6 tahun 2014 tersebut, dan akan tampak lebih jelas
apabila kita bandingkan dengan peraturan tentang desa sebelumnya. Aspek perubahan
fundamental dalam UU Nomor 6 tahun 2014 tersebut akan jelas jika dibandingkan
dengan kebijakan tentang desa yang termuat dalam peraturan perundang-undangan
sebelumnya. Namun sebelum mengulas perbedaan substansi peraturan perundangan
tentang desa tersebut, bisa dicermati lebih dalam mengenai perbedaan konsep desa yang
lama menurut UU Nomor 32 tahun 2004 dan PP Nomor 72/2005 dengan konsep desa
baru menurut UU Nomor 6 tahun 2014 menurut Eko (2015: 17-18) seperti terlihat
pada tabel berikut ini:

Tabel 2.5 Perbedaan Desa Lama dan Baru dalam Perspektif UU Desa

Desa Lama Desa


Baru
Payung Hukum UU No. 32/2004 dan PP UU No. 6/2014
No.72/2005
Asas Utama Desentralisasi-Residualitas Rekognisi-Subsidiaritas
Kedudukan Sebagai organisasi Sebagai pemerintahan
pemerintahan yang berada masyarakat, hybrid antara self
dalam sistem pemerintahan governing community dan local
kabupaten/kota (local state self governement
government)

[39]
Desa Lama Desa
Baru
Posisi dan Peran Kab/ Kabupaten/kota mempunyai Kabupaten/kota mempunyai
Kota kewenangan yang besar dan kewenangan yang terbatas dan
luas dalam mengatur dan strategis dalam mengatur dan
mengurus desa. mengurus desa; termasuk
mengatur dan mengurus bidang
urusan desa yang tidak perlu
ditangani langsung oleh pusat.

Delivery Target Mandat


Kewenangandan
Program
Politik Tempat Lokasi: Desa sebagai Arena: Desa sebagai
lokasi proyek dari atas arena bagi orang desa
untuk menyelenggarakan
pemerintahan, pembangunan,
pemberdayaan dan
kemasyarakatan

Posisi dalam Objek Subjek


Pembangunan
Model Pembangunan Government driven Village driven development
development atau community
driven development
Pendekatan dan Imposisi dan mutilasi Fasilitasi, emansipasi dan
Tindakan sektoral konsolidasi

Sumber: Eko, Sutoro “Regulasi Baru, Desa Baru” (2015: 7-18)

Pada periode sebelum reformasi, perbedaan mencolok mengenai kebijakan ten-tang


desa tampak pada UU Nomor 5 tahun 1979, yaitu ada upaya orde baru untuk
menyeragamkan nama, bentuk, susunan dan kedudukan pemerintahan desa. Un- dang-
Undang ini mengatur desa dari segi pemerintahannya yang berbeda dengan
pemerintahan desa/marga pada awal masa kolonial yang mengatur pemerintahan
menurut adat-istiadat yang sudah ada. Dalam UU Nomor 5 tahun 1979, pengakuan
terhadap hak ulayat dan hak rekognisi (pengakuan) terkurangi. Akibatnya hilangnya
nilai-nilai keberagaman tentang desa di nusantara berdasarkan asal-usulnya.
Harus diakui bahwa tereduksinya otonomi desa terjadi sejak diimplementasi-
kannya UU Nomor 5 tahun 1979. Kebijakan penyeragaman (uniformitas) baik me-
ngenai nama, bentuk, susunan dan kedudukan Pemerintahan Desa, mengakibatkan
hancurnya sistem sosial masyarakat desa yang menjadi penunjang bagi upaya penye-
lesaian masalah sosial di desa. Kebijakan yang bersifat asimetris rezim Orde Baru
telah merombak secara drastis desa dan semua perangkatnya menjadi mesin birokrasi yang
efektif dalam menjalankan semua kebijakan secara top down. Desa mengalami

[40]
pergeseran peran dan kedudukan, dari entitas sosial yang bertumpu pada nilai-nilai
budaya dan tradisi sesuai dengan hak asal-usulnya berubah menjadi unit pemerin-
tahan yang merupakan perpanjangan tangan bagi kepentingan rezim yang berkuasa.
UU Nomor 6 tahun 2014 lebih mengedepankan peran desa secara otonom dengan
keunikan hak-hak asal-usulnya (rekognisi). Sedangkan dalam UU Nomor 32 tahun
2004 menunjukkan bahwa nuansa peran pemerintah masih dominan, meskipun telah
diimplementasikan konsep desentralisasi sesuai nafas otonomi daerah. Dalam UU
Nomor 32 tahun 2004, desa hanya berperan sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat
maupun provinsi dan kabupaten/kota, dengan otonomi yang lebih luas. Sehingga desa
hanya sebagai lokasi dimana program-program pemerintah diimplementasikan, sementara
peran masyarakat desa sendiri kurang diperhatikan. Namun dalam UU Nomor 6 tahun
2014 tersebut, peran desa sebagai wilayah otonom dijamin, sehingga desa dapat
menjalankan perannya sesuai dengan asal-usul desa (rekognisi) dan adat istiadat yang
sudah berjalan dari nenek moyang, penetapan kewenangan berskala lokal dan
pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa
(subsidiaritas), keberagaman, kebersamaan, kegotong-royongan, kekeluargaan,
musyawarah, demokrasi, kemandirian, partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan dan
keberlanjutan. Dalam implementasi UU Nomor 32 tahun 2004, maka ditetapkanlah
Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa.
Pengaturan tentang desa pasca reformasi 1998 mengalami degradasi melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005. Kemudian, melalui Nomor 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, harapan besar mengenai otonomi desa tumbuh kembali, dan
dibayangkan akan tumbuh seperti masa sebelum 1979. Sayangnya, otonomi desa justru
tereduksi akibat dari meluasnya ekspansi otonomi daerah. Semakin luas ekspansi otonomi
daerah, bersamaan dengan itu menyusut pula makna otonomi desa. Desa menjadi
powerless, kehilangan kewenangan, meskipun secara ekpslisit jelas memiliki otonomi
asli. Otonomi asli desa yang termuat dalam UU Nomor 22 tahun 1999, dengan meluasnya
otonomi daerah seketika itu pula berubah menjadi kabur.
Dalam perkembangannya, PP Nomor 72 tahun 2005 tersebut naik kelas menjadi
UU Nomor 6 tahun 2014. Dengan berlakunya UU Nomor 6 tahun 2014, desa
memperoleh eksistensinya kembali dan memiliki kedudukan yang signifikan dalam
entitas pemerintahan daerah. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014,
desa seakan bangun kembali setelah mengalami tidur panjang (1979-1999) dan setalah
mengalami pelucutan sebagian besar otonomi aslinya pasca reformasi (1999-2013).
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa setidaknya akan menjawab
permasalahan-permasalahan di atas.
Substansi yang terkandung dalam batang tubuh UU Nomor 6 tahun 2014 memuat
tentang pengaturan desa yang didasarkan pada pengakuan terhadap hak asal-usul
(rekognisi), penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal
untuk kepentingan masyarakat desa (subsidiaritas), keberagaman, kebersamaan, kegotong-
royongan, kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, kemandirian, partisipasi, kesetaraan,
pemberdayaan dan keberlanjutan. Dengan substansi yang terkandung dalam batang
tubuh UU Nomor 6 tahun 2014 tersebut, maka ditegaskan kembali

[41]
otonomi asli desa yang sejak awal telah dikoreksi oleh UU Nomor 22/1999 dan
UU Nomor 32/2004. Dengan kembalinya otonomi asli desa tersebut diharapkan dapat
tercapai salah satu tujuan kemandirian desa, yaitu terciptanya Self Governing
Community (Kemandirian Masyarakat Desa). Berdasarkan hak asal usul yang diakui
dan dihormati oleh negara berdasarkan amanah konstitusi Pasal 18B ayat (2) UUD
NRI Tahun 1945, desa dan atau nama lain berhak mengatur dan mengurus urusannya
masing-masing. Bahkan lebih dari itu, sangat dimungkinkan untuk tumbuhnya desa
adat di luar desa administratif.
Selanjutnya, pemerintah desa diharapkan mampu mengembangkan otonomi
aslinya untuk membatasi pengaruh kekuasaan otonomi daerah yang mengancam
seluruh sendi kehidupan pemerintah dan masyarakat desa. Dengan diakuinya otonomi asli
desa, diharapkan pemerintah desa juga bisa lebih otonom dan mandiri tidak menjadi
alat birokrasi rezim pemerintah yang berkuasa saja. Local Self Government
(Kemandirian Pemerintah Desa) yang menjadi salah satu pilar kemandirian desa yang
hendak dicapai melalui UU Nomor 6 tahun 2014 diharapkan dapat terwujud. Peluang
itu akan semakin besar dengan diberlakukannya UU Nomor 6 tahun 2014 yang secara
substansial megendung aspek reformasi mengenai pengurusan tentangdesa.
Ada banyak lagi hasil analisis yang bisa kita temukan melalui dunia digital.
Analisis dilakukan oleh berbagai pihak, baik dari dosen maupun mahasiswa, ada juga
yang berasal dari lembaga pemerintah. Seperti yang dilakukan oleh Badan Pembinaan
Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Salah satu
yang dihasilkan dalam analisis BPHN adalah “Analisis dan Evaluasi Hukum Mengenai
Sistem Pendidikan Nasional”. Analisis ini tertuju kepada Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Analisis dilakukan mencakup
setidaknya empat hal:
a. Analisis dan evaluasi berdasarkan ketepatan jenis perundang-undangan;
b. Analisis dan evaluasi berdasarkan kejelasan rumusan ketentuan;
c. Analisis dan evaluasi berdasarkan potensi disharmoni dengan peraturan per-
undang-undangan yang lain;
d. Analisis dan evaluasi berdasarkan efektivitas implementasi peraturan per-
undang-undangan.

[42]
Uji Pemahaman
a. Apakah kalian pernah menemukan bunyi pasal atau ayat dalam
perundang- undangan di tingkat nasional atau daerah yang tidak
sesuai dengan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945 atau peraturan
perundang-undangan di atasnya?
b. Sebutkan 1 pasal atau ayat dalam undang-undang yang pernah kalian
baca. Tulislah analisis kalian, terkait kesesuaian dengan Pancasila
dan UUD NRI Tahun 1945!
c. Apa yang kalian lakukan jika menemukan norma perundang-
undangan yang bertentangan dengan Pancasila, UUD NRI Tahun
1945, atau perundang-undang-an yang ada di atasnya?

[43]
Unit 1
Mengidentifikasi Identitas Individu
dan Identitas Kelompok

Pertanyaan kunci dari Unit 1 yang akan dikaji adalah:


1. Apakah identitas atau jati diri itu? Bagaimana identitas individu
dan identitas kelompok terbentuk?
2. Bagaimana menjelaskan konsep identitas serta kaitannya dengan
Pancasila?

Jenis dan Pembentukan Identitas


“Pancasila adalah jati diri bangsa Indonesia”. Kita tentu sering mendengar atau
mem- baca kalimat tersebut. Di sana kita menemukan dua kata yang menjadi frase yakni
jati dan diri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jati diri diartikan sebagai
keadaan atau ciri khusus seseorang. Padanan kata jati diri adalah identitas. Jadi, iden- titas
dan jati diri akan digunakan secara bergantian untuk merujuk pada pengertian yang sama.
Setidaknya, ada dua pendapat besar tentang bagaimana identitas itu terbentuk. Pertama,
ada yang beranggapan bahwa identitas itu given atau terberi. Identitas, da- lam pandangan
kelompok ini, merupakan sesuatu yang menempel secara alamiah pada seseorang atau
sebuah grup. Seseorang yang dilahirkan memiliki ciri fisik ter- tentu, seperti berkulit putih,
bermata biru, berambut keriting adalah contoh tentang bagaimana kita memahami identitas
dalam diri sebagai sesuatu yang alamiah.
Kedua, identitas yang dipahami sebagai hasil dari sebuah desain atau rekayasa.
Bangunan identitas seperti ini bisa dilakukan dalam persinggungannya dengan aspek
budaya, sosial, ekonomi, dan lainnya. Berbeda halnya dengan identitas yang secara
alamiah melekat pada diri manusia, identitas atau jati diri dalam pengertian ini, ter- lahir
sebagai hasil interaksi sosial antarindividu atau antarkelompok. Jati diri sebuah bangsa
adalah contoh bagaimana identitas itu dirumuskan, bukan diberikan secara natural.
Identitas individu adakalanya bersifat alamiah tapi juga bisa melekat karena hasil
interaksi dengan individu dan kelompok lain. Begitu juga identitas kelompok. Ada
identitas yang berasal dari sebuah interaksi dengan kelompok di luar dirinya, serta jati diri
yang secara alamiah menjadi ciri dari kelompok tersebut. Untuk lebih jelas- nya, mari kita
simak uraian mengenai empat tipe jati diri tersebut.

[44]
Identitas Individu yang Alami
Saat ada bayi yang baru saja lahir, pertama-tama yang kita kenali tentu
saja ciri-ciri fisiknya. Warna kulit, jenis rambut, golongan darah, mata,
hidung dan sebagainya, adalah sebagian dari ciri yang melekat pada bayi
tersebut. Ciri fisik seperti ini bisa kita sebut sebagai karakter atau identitas
yang bersifat genetis. Ia melekat pada diri manusia dan dibawa serta sejak
lahir.
Ciri fisik manusia, sudah pasti berbeda satu dengan yang lainnya.
Mereka yang lahir dari rahim yang sama sekalipun, akan tumbuh dengan
ciri fisik yang berbeda. Termasuk juga mereka yang terlahir kembar. Ada
identitas fisik yang secara alamiah, membedakan dirinya dengan saudara
kembarnya itu.
Di luar karakter fisik, identitas individu juga bisa berasal dari aspek
yang bersifat psikis. Misalnya, sabar, ramah, periang, dan seterusnya. Kita
mengenali seseorang ka- rena sifatnya yang penyabar atau peramah.
Sebetulnya, sifat ini juga bisa menjadi ciri dari kelompok tertentu. Namun,
pada saat yang sama, kita bisa mengenali seseorang dengan karakter-
karakter tersebut.

Identitas Individu yang Terbentuk Secara Sosial


Selain karakter yang terbentuk secara alamiah, kita bisa mengenali jati diri
seseorang atau individu karena hasil pergumulannya dengan mereka yang
ada di luar dirinya. Dari interaksi itu, lahirlah identitas individu yang
terbentuk sebagai buah dari hu- bungan-hubungan keseharian dengan
identitas di luar dirinya. Identitas diri itu ter- bentuk bisa karena pekerjaan,
peran dalam masyarakat, jabatan di pemerintahan, dan sebagainya.
Salah satu contohnya adalah dalam hal pekerjaan. Kita mengenal
berbagai macam jenis pekerjaan. Guru dan peserta didik salah satu
contohnya. Seseorang menjadi guru karena ia menjalankan tugasnya untuk
mengajar dan menyebarkan ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya. Ia
sendiri tidak terlahir otomatis sebagai guru, tetapi identitasnya itu
didapatkan karena ada pekerjaan yang dijalankannya.
Peserta didik adalah murid-murid yang diajar, menerima pengetahuan
serta belajar bersama dengan guru. Identitas sebagai peserta didik tidak
melekat sejak lahir, bukan sesuatu yang alamiah atau genetik. Peserta didik
adalah jati diri yang tercipta karena seseorang datang ke sekolah dan
mendaftarkan diri untuk menjadi murid disekolah tertentu.

[45]
Identitas Kelompok yang Alami
Selain melekat pada individu, ada juga identitas yang secara alamiah menjadi
ciri dari kelompok. Jadi dalam suatu kelompok, ada individu-individu yang
menjadi anggo- tanya dan memiliki ciri yang sama. Istilah ras atau race
dalam bahasa Inggris, itulah salah satu contoh bagaimana yang alamiah
melekat kepada sebuah kelompok.
Ras digunakan untuk mengelompokkan manusia atas dasar lokasi-
lokasi geografis, warna kulit serta bawaan fisiologisnya seperti warna
kulit, rambut, dan tulang. Ada banyak yang berpendapat tentang
penggolongan ras ini. Salah satunya adalah penggolongan ras dalam lima
kelompok besar yaitu “ras Kaukasoid”, “ras Mongoloid”, “ras Etiopia”
(yang kemudian dinamakan “ras Negroid”), “ras Indian”, dan “ras
Melayu.” (Blumenbach dalam Schaefer, 2008).

Identitas Kelompok yang Terbentuk secara Sosial


Selain terbentuk secara alamiah, jati diri sebuah kelompok juga bisa
terbangun kare- na ciptaan. Seperti halnya identitas individu yang terbentuk
karena interaksi mereka secara sosial, begitu pula halnya identitas
kelompok. Mereka yang suka sepakbola, pasti mengenal banyak nama klub
atau kesebelasan, baik di dalam maupun luar nege- ri. Contoh lain adalah
organisasi peserta didik di sekolah. Identitas sebagai organisasi peserta didik
merupakan jati diri yang terbentuk atau dibentuk. Lebih tepatnya difa-
silitasi oleh pihak sekolah.
Bangsa dan negara adalah sebuah kelompok sosial. Setiap bangsa
memiliki iden- titasnya masing-masing. Begitupun juga negara. Dasar,
simbol, bahasa, lagu kebang- saan, serta warna bendera menjadi salah satu
penanda sebuah negara. Sebagai ke- lompok, negara juga terbentuk secara
sosial. Negara Indonesia dibentuk atas dasar perjuangan rakyatnya, baik
yang dilakukan melalui berbagai medan pertempuran maupun upaya
diplomasi di meja perundingan.

1. Aktivitas Belajar 2
a. Bacalah bahan bacaan di bawah ini, kemudian kalian akan bersama-
sama me- nonton Film Pendek berjudul “Kembali Kepada Karakter
dan Jati Diri Bangsa”.
b. Kalian akan berdiskusi, dengan dipandu guru, menjawab dan
menguraikan per-tanyaan-pertanyaan di bawah ini.
1) Bagaimana keragaman dikelola agar bisa mencapai tujuan yang dicita-
citakan?
2) Apa saja peristiwa yang menjadi tonggak keberhasilan dalam
upaya menya- tukan perbedaan-perbedaan suku, agama, ras dan
golongan dalam sejarahIndonesia?
3) Bagaimana jati diri bangsa Indonesia dalam bidang pendidikan?
4) Bagaimana relevansi film tersebut dengan Pancasila sebagai
identitas bangsa Indonesia?

[46]
Pancasila, Identitas Bangsa Indonesia
Meski Ir. Soekarno yang menyampaikan pidato Pancasila pada 1 Juni
1945, tetapi lima dasar tersebut bukanlah identitas presiden pertama saja.
Kelimanya merupakan identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Tanpa
Pancasila, tidak ada Indonesia. Begitu- pun sebaliknya. Identitas Indonesia
adalah Pancasila. Keduanya seperti dua sisi matauang.

Darimana identitas Pancasila itu berasal?


Seperti berulangkali disampaikan Ir. Soekarno, dirinya bukanlah
penemu Pancasila. Ia hanya menggali Pancasila dari bumi nusantara.
Sebagai bangsa yang berciri Pancasila, maka sikap, pikiran, dan tindakan
manusia Indonesia haruslah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Jangan
sampai Pancasila selesai sebagai sebuah jargon, tetapi tidak
terimplementasi dalam sikap dan perbuatan.

“Di Pulau Buangan jang sepi tidak berkawan aku telah


menghabiskan waktu berdjam-djam lamanja merenung dibawah
pohon kaju. Ketika itu datanglah ilham jang diturunkan oleh
Tuhan mengenai lima dasar falsafah hidup jang sekarang dikenal
dengan Pantjasila. Aku tidak mengatakan, bahwa aku
mentjiptakan Pantjasila. Apa jang kukerdjakan hanjalah
menggali tradisi kami djauh sampai ke dasarnja dan keluarlah
aku dengan lima butir mutiara jang indah.” [Cindy Adams,
1966, 300]

Tentang hal ini, Wakil Presiden kita pertama, Mohammad Hatta telah
mengingat- kan bagaimana kita memaknai Pancasila. Hal tersebut ia
sampaikan melalui pidato pada peringatan lahirnya Pancasila 1 Juni 1977
di Gedung Kebangkitan Nasional Ja- karta. Pancasila, Bung Hatta
mengatakan, “…tidak boleh dijadikan amal di bibir saja,” karena jika
demikian, “…berarti pengkhianatan pada diri sendiri.” Bung Hatta me-
nambahkan, “Pancasila harus tertanam dalam hati yang suci dan diamalkan
denganperbuatan.” (Hatta: 1978, 21).

"Pancasila tidak boleh dijadikan amal di bibir saja, itu berarti


pengkhianatan pada diri sen- diri. Pancasila harus tertanam
dalam hati yang suci dan diamalkan dengan perbuatan. Sejak 5
Juli 1959 negara kita kembali kepada Undang-Undang Dasar
1945. Pembukaan dengan rumus Pancasila yang tertera di
dalamnya berlaku lagi. Tetapi seperti dikatakan tadi ideologi dan
tujuan neara tidak berubah. Perubahan dalam Pembukaan hanya
memperkuat keduduk- an Pancasila sebagai pedoman dan
mempertajam tujuan negara."

Pancasila adalah identitas yang digali dari kearifan serta kekayaan


nilai bumi Indonesia. Agar terus hidup sebagai ciri bangsa, Pancasila tidak
sekadar dihafalkan, tetapi juga diamalkan. Pancasila adalah nilai yang hidup
sebagai jati diri bangsa. Padasebuah bangsa yang majemuk, Pancasila adalah
jawaban yang tepat sebagai jati diri.
Sejarah bangsa Indonesia adalah kisah tentang sebuah negara yang

[47]
majemuk. Keberagaman tidak bisa kita ingkari sebagai fakta sosiologis
sekaligus sebagai kenya- taan alami yang memang demikian adanya.
Pancasila kemudian membingkainya dan sekaligus memayungi
keberagamaan tersebut. Masyarakat yang berbeda latar bela- kang agama,
etnis ataupun suku, bisa hidup di dalam bingkai tersebut.
Dengan kekayaan yang dimiliki, Pancasila menjadi identitas bersama
yang mengakui perbedaan-perbedaan di dalamnya. Meskipun di satu sisi
keragaman adalah tantangan, tetapi, jika dikelola dengan baik, maka ia
akan menjadi kekuatan yang saling menopang satu dengan lainnya.
Pancasila hadir sebagai identitas yang mengakomodir dan menghargai
perbedaan-perbedaan tersebut.

[48]
Unit 2
Mengenali, Menyadari, dan
Menghargai Keragaman Identitas

Pertanyaan kunci yang akan dikaji pada Unit 2 ini adalah:


1. Bagaimana sikap kita atas keragaman di negara Indonesia?
2. Mengapa penghargaan atas kebudayaan masyarakat lain yang
berbeda harus dilakukan oleh kita yang juga memiliki kebuda-
yaannya sendiri?

Aktivitas Belajar 1
A. Bacalah artikel di bawah ini, kemudian kalian akan dibagi ke dalam 3 atau 4 kelompok.
Masing-masing diberi nama dan lambang sebagai identitasnya. Lambang tersebut harus
memilki filosofi.
B. Selain lambang, setiap kelompok juga harus memiliki aturan yang disepakati bersama oleh
anggota kelompoknya.
C. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya di kelas besar.

Mengenali dan Menyadari Keragaman Identitas


Sebagai makhluk sosial, ciri yang melekat pada manusia adalah keinginan untuk
melakukan interaksi satu dengan lainnya. Interaksi sendiri berarti hubungan timbal balik
yang dilakukan baik antarindividu, antarkelompok maupun individu dengan kelompok.
Dalam interaksi, ada proses mempengaruhi tindakan kelompok atau in- dividu melalui
sikap, aktivitas atau simbol tertentu. Orang akan mengenali yang lain melalui proses
interaksi tersebut.
Proses untuk mengenali yang lain, yang juga dilakukan oleh manusia dalam kapasitasnya
sebagai makhluk sosial bisa dijumpai melalui cara lain, yakni sosialisasi. Sosialisasi berarti
penanaman atau penyebaran (diseminasi) adat, nilai, cara pandang atau pemahaman yang
dilakukan oleh satu generasi kepada generasi berikutnya dalam sebuah masyarakat.

[49]
Melalui sosialisasi, seseorang atau sebuah kelompok menunjukkan
nilai-nilai yang dianutnya. Tujuannya, bisa sebatas hanya mengenalkan atau
bermaksud mem- pengaruhi yang lain. Dalam sebuah kelompok yang
terdiri dari banyak individu, po- tensi munculnya perbedaan persepsi
sangatlah besar. Masing-masing orang memiliki nilai serta pandangan yang
menjadi identitasnya. Terhadap pandangan yang tidak sama itu,
kemampuan untuk bernegosiasi sangatlah penting. Satu anggota kelompok
dengan anggota lainnya, mencari titik temu agar ada satu identitas yang
disepakatisebagai jati diri kelompok.
Begitu juga yang dilakukan oleh mereka yang ingin membentuk grup
atau ke- lompok yang lebih besar. Kelompok-kelompok kecil itu
berunding untuk mencipta- kan satu identitas yang bisa mewakili
semuanya. Identitas atau jati diri yang menjadi ciri dari kelompok besar itu,
bisa saja berasal dari nilai sebuah kelompok kecil yang kemudian
disepakati oleh semua kelompok. Atau, ia bisa didapati dengan cara lain.
Identitas itu betul-betul sesuatu yang baru, yang tidak ada pada anggota
kelompoknya.
Terciptanya identitas kelompok, dengan demikian, mendapatkan
pengaruh dari mereka yang menjadi anggotanya. Identitas sebuah grup
merupakan hasil dari ru- musan dan kesepakatan yang diharapkan bisa
menjadi media bagi kelompok lain ke- tika hendak mengenalinya. Di sini
kita bisa menarik dua hal penting, yakni jati diri dan keragaman atau
kebinekaan. Mengapa kebinekaan menjadi tema penting dalam kaitannya
dengan masalah identitas atau jati diri?
Kita perhatikan bagaimana sebuah kelompok terbangun. Jika ada 10
individu dalam satu kelompok, itu berarti ada 10 cara pandang atau pendapat
tentang apa dan bagaimana menciptakan jati diri kelompok tersebut. Begitu
pula ketika 100 kelompok hendak menciptakan jati diri untuk satu
kelompok besar. Kita akan mendapati 100 jati diri yang sedang berbincang
tentang bagaimana menciptakan identitas bersama mereka.
Sepuluh, seratus, seribu dan seterusnya adalah representasi dari
kebinekaan atau kemajemukan. Di dunia ini, ada beragam identitas. Baik
identitas individu maupun kelompok. Identitas yang tercipta secara
alamiah atau dibentuk secara sosial. Ke- ragaman merupakan hukum alam
yang harus disadari dan diterima oleh siapapun. Bangsa Indonesia sedari
awal telah menyadari akan hal ini. Kita hidup dalam ke- ragaman, tetapi
ingin tetap berada dalam payung yang bisa mengayomi kebinekaan itu.
Inilah hakikat dari semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.
Sebagaimana para pendiri bangsa yang menyadari bahwa Indonesia
adalah ne- gara dengan keragaman budaya, agama, etnis, suku dan bahasa,
begitupun juga yang harus dilakukan oleh generasi penerus. Kesadaran
tentang kebinekaan, harus dilan- jutkan oleh kehendak untuk mengenali
yang lain. Berkenalan dengan identitas lain di luar dirinya merupakan cara
terbaik ketika kita hidup dengan mereka yang berbeda.
Coba diingat, ketika awal berpindah sekolah dari SMP ke SMA.
Sebagian besar teman-teman adalah orang-orang baru. Guru-guru yang
mengajar pun demikian. Lingkungan sekolah juga berbeda dengan situasi
sebelumnya. Jika kita tak berso- sialisasi dengan cara mengenal satu
dengan yang lain, kita seperti hidup seorang diri,

[50]
meski faktanya ada banyak orang di sekeliling. Karenanya kita harus
berjumpa, ber- kenalan dan berinteraksi agar kebinekaan atau keragaman itu
tak hanya sekadar adadan diakui tapi juga saling dikenali.
Menghargai keragaman adalah salah satu bentuk ketaatan kita pada
hukum alam. Tuhan telah menciptakan manusia dengan segala keragaman
identitas yang melekat padanya. Menyadari dan menghormati keragaman, tak
hanya sebagai cara mengenali sesama tetapi juga memuliakan ciptaan-Nya.
Berapa jumlah suku bangsa, bahasa, dan suku di Indonesia?
Berdasarkan ca- tatan Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, hingga tahun
2010, ada 1300-an lebih suku bangsa di Indonesia. Sementara, Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Badan Bahasa Kemendikbud) telah me- metakan dan
memverifikasi 718 bahasa daerah di Indonesia. Agama-agama yang di- anut
oleh penduduk Indonesia, jumlahnya juga banyak. Selain Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu, kita juga mengenal agama-agama
lokal seperti Par- malim, Sunda Wiwitan, Kaharingan, Marapu, dan lain
sebagainya.
Mereka mempraktikkan adat serta tradisi yang berbeda satu dengan
lainnya. Ba- hasa yang dituturkan juga tidak sama. Keyakinan serta ajaran-
ajaran yang dianut pe- meluknya hadir dalam doktrin serta ritual yang
berlainan. Perbedaan-perbedaan ini adalah bagian dari kekayaan bangsa
Indonesia yang harus dihormati dan perlu dijaga. Salah satu ciri bangsa
Indonesia adalah keragaman yang dimilikinya. Tidak hanya sebagai ciri,
kebudayaan yang beragam itu adalah sekaligus jati diri bangsa Indonesia.
Indonesia adalah negara yang memiliki dua identitas sekaligus.
Identitas perta- ma bersifat primordial atau jati diri yang berkaitan dengan
etnis, suku, agama, dan bahasa. Identitas kedua bersifat nasional. Jika dalam
identitas primordial kita melihat banyak sekali jati diri, tidak demikian
halnya dengan identitas nasional. Dalam jati diri kita yang bersifat nasional
itu, kita bersama-sama memiliki satu warna, satu iden- titas. Dengan begitu,
keunikan Indonesia terletak pada keragaman sekaligus kesatu- annya.
Keragaman pada identitas kita yang bersifat primordial sementara
kesatuandan persatuan terletak pada jati diri kita yang bersifat nasional.
Tugas besar yang membentang di hadapan kita sebagai sebuah bangsa
yang besar adalah mengelola keragaman sebagai sebuah kekuatan yang
saling mendukung satu dengan lainnya. Tidak ada cara lain bagi segenap
elemen bangsa untuk terus meng- ingat dan menyadari eksistensi kita
sebagai bangsa yang dicirikan oleh kebinekaan pada identitas kita yang
bersifat primordial. Tak hanya menyadari, tetapi proses se- lanjutnya harus
terus diupayakan, yakni mengenali keragaman-keragaman tersebut. Dalam
setiap upaya pengenalan, ada tujuan mulia yang tersimpan di dalamnya, yakni
menghargai setiap budaya, religi, suku, serta bahasa sebagai identitas khas
dan unikyang melekat pada diri manusia.

[51]
2. Aktivitas Belajar 2
A. Bacalah artikel di bawah ini, kemudian kalian akan dibagi ke dalam 3
atau 4 kelompok. Masing-masing diberi nama dan lambang sebagai
identitasnya. Lambang tersebut harus memilki filosofi.
B. Selain lambang, setiap kelompok juga harus memiliki aturan yang
disepakati bersama oleh anggota kelompoknya.
C. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya di kelas
besar.

Menghargai Keragaman Identitas

Kita mengenal nenek moyang nusantara sebagai pelaut yang ulung.


Tinggal di negara kepulauan, para pelaut nusantara melakukan
ekspedisi yang sangat luar biasa panjang. Mereka tak hanya berlayar
antarpulau di wilayah nusantara saja, tetapi melakukan perjalanan
yang sangat jauh hingga wilayah Afrika. Perjalan- an laut sudah
dilakukan sekitar abad 5 dan 7 M. Perjalanan yang dilakukan,
memungkinkan mereka berinteraksi dengan kebudayaan yang berbeda
di tem- pat di mana para pelaut itu singgah. Di situlah terjadi
kontak. Nenek moyang kita berkenalan dengan lingkungan barunya.
Tak hanya berkenalan, beberapa di antaranya menetap dan
meneruskan generasinya di sana.
Pada apa yang dilakukan oleh nenek moyang pelaut kita itu,
tercipta sebu- ah bangunan identitas khas pada masyarakat Afrika.
Di sana dikenal tentang asal-usul ”Zanj” yang namanya merupakan
asal-usul nama bangsa Azania, Zanzibar, dan Tanzania. Zanj adalah
ras Afro-Indonesia yang menetap di Afri- ka Timur, jauh sebelum
kedatangan pengaruh Arab atas Swahili.
Dari peristiwa yang terjadi di masa silam seperti di atas, kita
bisa belajar, setidaknya dua hal. Pertama, pada setiap perjalanan,
seseorang akan bersua dengan perbedaan-perbedaan.
Ketidaksamaan itu mewujud dalam tampilan fisik atau bahasa yang
dituturkan. Pada bahasa yang sama sekalipun, ada dialek yang
berlainan. Sehingga tetap ada keragaman dalam sebuah identitas
yang pada awalnya kita yakini ada. Begitu juga dalam hal
keyakinan atau ajaran agama, sudah pasti ada ketidaksamaan. Kita
bisa mengibaratkan ini dengan seorang yang sedang bertamu ke
rumah kerabat, tetangga atau orang yang baru ditemui dalam
kehidupannya. Perjumpaan antara kebudayaan yang berbeda, dalam
kasus di atas, kemudian dibungkus dalam sebuah etika tentang
bagai- mana sebaiknya hidup bersama dalam identitas yang beragam
tersebut.
Pelajaran kedua dari kisah tentang perjalanan laut nenek moyang
nusanta- ra adalah pembentukan identitas baru yang tercipta dari
persilangan berbagaiidentitas. Pada setiap identitas yang melekat, ada
keragaman di sana. Pemben-

[52]
tukan itu terjadi melalui proses perjumpaan budaya yang melintasi
batas-batas geografis yang sangat mungkin tercipta, karena dunia
yang kita huni, sesung-guhnya saling terhubung.
Jika kita menghargai kebudayaan yang berbeda, apakah itu
artinya kita tidak menghormati kebudayaan yang kita miliki?
Dalam dunia yang sudah terhubung, cara untuk mengetahui
bahwa ada banyak kebudayaan di belahan bumi menjadi lebih
mudah. Perangkat tekno- logi memungkinkan kita mengakses
informasi di tempat yang berbeda dengan sangat cepat. Pengetahuan
kita akan tradisi serta budaya masyarakat di wilayah lain juga menjadi
lebih mudah didapat.
Kebanggaan atas jati diri yang kita miliki, tidak lantas membuat
kita harus menganggap rendah identitas bangsa lain. Masing-masing
kebudayaan memi- liki kekhasan atau keunikannya masing-masing.
Kita tentu berhak untuk me- rasa bangga atas apa yang dimiliki.
Rasa hormat atas identitas sebagai sebuah bangsa yang memiliki
peradaban adiluhung misalnya, adalah sikap yang wajar dimiliki.
Namun, bersamaan dengan sikap bangga terhadap kebudayaan
yang kita miliki, harus juga ditunjukkan penghormatan atas budaya
Sebagai salah satu cara untuk mengenali kekayaan
bangsa lain.
agama dan suku di Indonesia, buatlah jurnal harian
untuk mengenali hal tersebut. Untuk tabel, bisa de-
ngan mengembangkan contoh di bawah.

Agama-Agama di
Indonesia
Nama Agama Rumah Ibadah Pemuka Agama

[53]
Suku-Suku di Indonesia

Nama Suku Wilayah Ciri-ciri


(Rumah, Pakaian, dll.)

[54]
Unit 3
Kolaborasi Antarbudaya di Indonesia

Sumber: tirto.id/Antara Foto/Mohammad Ayudha (2020)

Pertanyaan kunci yang akan dikaji pada Unit 3 ini adalah:


1. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada
1945, bagaimana eksistensi kebudayaan-kebudayaan yang sudah
ada sebelumnya?
2. Apa yang dilakukan terhadap kekayaan budaya bangsa Indonesia
setelah kita menghargainya?
3. Bagaimana memaknai keragaman budaya yang ada di Indonesia?
Kekuatan atau tantangan?

[55]
1. Aktivitas Belajar 1
a. Bacalah artikel di bawah ini, kemudian kalian akan diskusi yang
dibuka dengan pertanyaan “Bagaimana hubungan antara keragaman
suku dan agama anggota BPUPK terhadap pembentukan Dasar
Negara Indonesia?
b. Diskusi dilaksanakan di kelompok kecil dengan memberikan
penekanan pada aspek demografi (suku dan agama) dari anggota
BPUPK kepada peserta didik. Peserta didik berdiskusi tentang
hubungan antara keragaman suku dan agama serta pembentukan
negara Indonesia.

Indonesia adalah negara yang memayungi berbagai kebudayaan di


dalamnya. Kebinekaan budaya difasilitasi dan dimajukan. Tak hanya itu,
Indonesia memfasilitasi segala macam ragam kebudayaan yang
berkolaborasi dari Sabang sampai Merauke. Kebudayaan Indonesia adalah
kebudayaan dari Aceh hingga Papua.
Mari kita cermati komposisi para peserta Sidang Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Di dalamnya, ada 70
anggota yang berlatarbela- kang suku dan agama yang tidak sama.
Tak hanya menghormati, kebudayaan-kebudayaan yang ada, baik
dalam sebuah negara atau kebudayaan antarnegara, sebaiknya membangun
sebuah kerja nyata yang menunjukkan bagaimana perbedaan itu bisa
mendorong harmonisasi. Kolaborasi antarbudaya bisa menjadi agenda
berikutnya.
Kolaborasi merupakan sebuah kerja sama yang dilakukan, baik
individu maupun kelompok. Mereka yang terlibat dalam kerja sama itu
mendasarkan dirinya pada nilaiyang disepakati, komitmen yang dijaga serta
keinginan untuk menunjukkan kepada khalayak bahwa perbedaan latar
belakang budaya, tidak menghalangi siapapun untuk bisa bekerja bersama-
sama.
Dengan semangat kolaboratif, jati diri yang berbeda itu bisa
bergandengan tangan menciptakan prakarya kebudayaan. Karena bersifat
kolaborasi, maka identitas-iden- titas yang turut di dalamnya tidak
kehilangan jati dirinya. Persis seperti gambaran tentang jati diri bangsa
Indonesia yang berasal dari keragaman identitas yang masih sangat terjaga,
meski dalam satu waktu, ada identitas yang secara bersama-sama dise- pakati
sebagai identitas nasional.

2. Aktivitas Belajar 2
a. Lakukan diskusi dengan pertanyaan pemantik “Kapan keragaman itu
menjadi kekuatan dan kelemahan?”
b. Sebagai bahan bacaan, kalian bisa menelaah tulisan di bawah ini yang
berjudul
1) “Kasus Kekerasan yang Dipicu Masalah Keberagaman di
Indonesia” https://
www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/190000569/kasus-
kekerasan- yang-dipicu-masalah-keberagaman-di-
indonesia?page=all

[56]
2) "Menilik Situasi Kasus Diskriminasi Terhadap Kelompok
Minoritas di Indonesia", https://tirto.id/menilik-situasi-kasus-
diskriminasi-terhadap- minoritas-di-indonesia-fXpD
c. Kalian kemudian mendiskusikan bacaan tersebut lalu menganalisis
keragaman dalam bentuk tabel. Bilamana keragaman menjadi
kekuatan dan kelemahan.
d. Diskusikan juga beberapa pertanyaan berikut:
1) Bagaimana pendapatmu tentang banyaknya kasus kekerasan yang
terjadi ke-pada kelompok minoritas?
2) Mengapa sampai terjadi banyak sekali kekerasan terhadap
kelompokminoritas?
3) Apakah kekerasan yang terjadi patut untuk dilakukan?
4) Bagaimana cara mengubah situasi dan kondisi tersebut menjadi
lebih baik?
Tabel 3.1 Contoh tabel sederhana mengenai analisis terhadap keragaman budaya

No Kekuatan Kelemaha
n

[57]
“Kasus Kekerasan yang Dipicu MasalahKeberagaman di Indonesia”

Gambar 3.1 Ratusan warga Ambon berkumpul di Monumen Gong


perdamaian dunia Minggu (19/1/2014) untuk mengenang konflik
kemanusiaan di Ambon 15 tahun silam
Sumber: Kompas.com/Rahman Patty (2014)

KOMPAS.com - Indonesia merupakan negara yang beragama.


Indonesia me- miliki suku bangsa, adat istiadat, budaya dan ras
yang berbeda-beda tersebardi wilayah Indonesia.
Namun keberagaman tersebut terus dilakukan diuji dengan
munculnya berbagai konflik yang terjadi diberbagai daerah.
Konflik-konflik menimbulkan korban jiwa, luka-luka dan harus
mengungsi.
Diberitakan Kompas.com (23/12/2012), Yayasan Denny JA
mencatat sela- ma 14 tahun setelah masa reformasi setidaknya ada
2.398 kasus kekerasan dan diskriminasi yang terjadi di Indonesia.
Dari jumlah kasus tersebut sebanyak 65 persen berlatar
belakang agama. Sementara sisanya kekerasan etnik sekitar 20
persen, kekerasan gender seba- nyak 15 persen, kekerasan seksual
ada 5 persen.
Dari banyak kasus yang terjadi tercatat ada beberapa konflik
besar yang banyak memakan jatuh korban baik luka atau meninggal,
luas konflik, dan ke-rugian material.
Berikut sejumlah beberapa konflik di Indonesia tersebut.

[58]
Konflik Ambon
Menurut Yayasan Denny JA, konflik Ambon, Maluku
merupakan konflik terburuk yang terjadi di Indonesia setelah
reformasi. Di mana telah menghi- langkan nyawa sekitar 10.000
orang.
Diberitakan Kompas.com (19/1/2020), konflik Ambon
berlangsung pada 1999 hingga 2003. Dalam konflik tersebut
tercatat ribuan warga meninggal, ribuan rumah dan fasilitas umum
termasuk tempat ibadah terbakar.
Bahkan ratusan ribu warga harus meninggalkan rumahnya
untuk me- ngungsi dan meninggalkan Maluku atas konflik tersebut.
Konfik Ambon ber- langsung selama empat tahun.

Konflik Sampit
Konflik Sampit, Kalimantan Tengah terjadi pada 2001.
Konflik antaretnis tersebut berawal dari bentrokan antara warga
Suku Dayak dan Suku Madurapada 18 Februari 2001.
Diberitakan Kompas.com (13/6/2018), konflik tersebut meluas
ke seluruh Provinsi Kalimantan Tengah, termasuk di ibu kota
Palangkaraya.
Diduga, konflik tersebut terjadi karena persaingan di bidang
ekonomi. Pada konflik tersebut Komnas HAM membentu Komisi
Penyelidikan Pelanggaran HAM Sampit.
Menurut, Yayasan Denny JA, tercatat ada sekitar 469 orang
meninggal da- lam konflik tersebut. Sebanyak 108.000 orang harus
mengungsi.

Kerusuhan Mei 1998


Kerusuhan yang berlangsung di Jakarta tersebut setidaknya
banyak kor- ban yang meninggal, pemerkosaan dan 70.000 orang
harus mengungsi.
Kerusuhan tersebut terjadi pada 13-15 Mei 1998.
Dikutip Kompas.com (13/5/2019), kerusuhan tersebut
dilatarbelakangi terpilihnya kembali Soeharto sebagi presiden pada
11 Maret 1998.
Mahasiswa melakukan aksi turun ke jalan dan terjadi
kericuhan dengan aparat. Dampaknya ada mahasiswa yang terluka
dan meninggal.
Tragedi berdarah juga menimpa mahasiswa Universitas
Trisakti, Jakarta. Mahasiswa yang melakukan aksi harus berhadapan
dengan aparat keamanan. Mediasi dilakukan dengan konsekuensi
mahasiswa diminta kembali ke kam- pus Trisakti.
Namun, upaya ini tak sesuai rencana. Terdengar letusan senjata
api yang membuat empat mahasiswa meninggal. Yakni Elang Mulia
Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie.
Sementara mahasiswa yang lain mengalami luka-luka.
Kondisi itu membuat aksi mahasiswa semakin luas dan
berlangsung bebe- rapa hari. Bahkan massa menduduki Gedung
MPR/DPR.

[59]
Tragedi Trisaksi pada 12 Maret 1998 ini merupakan pemicu
aksi yang le- bih besar. Setelah korban mendapatkan perawatan,
pihak Universitas Trisaksi menuntut aparat keamanan terkait peristiwa
ini. Mereka menuntut aparat ber- tanggung jawab.
Selain jatuh korban meninggal dan luka. Peristiwa tersebut
juga menim-bulkan kerugian mencapai Rp 2,5 triliun.
Bulan Mei pun dikenang masyarakat Indonesia sebagai bulan
duka atas munculnya korban jiwa akibat aksi kerusuhan. Besarnya
kerusuhan itu menye- babkan situasi pemerintahan tidak stabil.
Soeharto pun semakin sulit meme- gang kendali pemerintahannya.
Pada 21 Mei 1998, Soeharto mundur sebagaipresiden.

Konflik Ahmadiyah
Konflik Ahmadiyah berlangsung pada 2016-2017. Meski tidak
menimbul- kan korban jiwa yang besar, konflik tersebut mendapat
sorotan media cukup kuat. Pasca konflik terjadi selama 8 tahun para
pengungsi tidak jelas nasibnya. Mereka sulit memperoleh fasilitas
pemerintah, seperti KTP.

Konflik Lampung
Konflik di Lampung Selatan telah menimbulkan korban
meninggal 14 orang dan ribuan orang mengungsi. Konflik
Lampung terjadi pada 2012

Konflik Poso
Konflik Poso, Sulawesi Tengah terjadi antara kelompok
Muslim dengan Kelompok Kristen. Konflik tersebut terjadi pada
akhir 1998 hingga 2001.
Sejumlah rekonsiliasi dilakukan untuk meredakan konflik
tersebut. Ke- mudian munculnya ditandatangani Deklarasi Malino
pada 20 Desember 2001. Belum diketahui secara pasti korban akibat
konflik Poso.

Sumber:https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/190000569/k
asus-kekerasan-yang-dipicu-masa- lah-keberagaman-di-
indonesia?page=all

[60]
Menilik Situasi Kasus DiskriminasiTerhadap Minoritas di Indonesia

Kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas di


Indonesia tidak juga kunjung berakhir. Tidak hanya terus berulang,
kasus-kasus ini juga jarang terselesaikan dengan baik. Terakhir,
kasus kekerasan ini terjadi di Solo,Jawa Tengah, Sabtu (8/8/2020).
Tindak kekerasan dan penyerangan di Solo tersebut dilakukan
oleh seke- lompok orang pada upacara Midodareni yang
diselenggarakan di kediaman almarhum Segaf Al-Jufri, Jl.
Cempaka No. 81, Kp. Mertodranan, Pasar Kliwon, Kota Surakarta,
pada Sabtu, (8/8/2020).
Sekelompok orang tersebut melakukan penyerangan, merusak
sejumlah mobil dan memukul beberapa anggota keluarga yang
melakukan upacara Mi- dodareni, sembari meneriakan bahwa Syiah
bukan Islam dan darahnya halal. Sedikit catatan, Midodareni
merupakan tradisi yang banyak dilakukan oleh masyarakat Jawa
untuk mempersiapkan hari pernikahan.
Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian Alissa Wahid
mengecam tin- dak kekerasan tersebut. Menurutnya, insiden tersebut
menambah catatan buruk kasus intoleransi di Indonesia. Padahal,
Presiden RI Joko Widodo pernah me- nyatakan bahwa tidak ada
tempat bagi tindak intoleransi di Indonesia.
Kejadian tersebut memperpanjang daftar tindak diskriminasi
dan intole- ransi terhadap kelompok minoritas khususnya dalam
kerukunan beragama. Pada 2018 lalu, Komnas HAM bersama
Litbang Kompas meluncurkan survei berjudul "Survei Penilaian
Masyarakat terhadap Upaya Penghapusan Diskri- minasi Ras dan
Etnis di 34 Provinsi".
Hasil survei tersebut memperlihatkan bahwa kesadaran
masyarakat ter- hadap isu diskriminasi ras dan etnis masih perlu
ditingkatkan. Misalnya, seba- nyak 81,9 persen responden
mengatakan lebih nyaman hidup dalam keturun- an keluarga yang
sama.
Kemudian, sebanyak 82,7 persen responden mengatakan
mereka lebih nyaman hidup dalam lingkungan ras yang sama.
Sebanyak 83,1 persen respon- den juga mengatakan lebih nyaman
hidup dengan kelompok etnis yang sama. Komnas HAM mencatat
101 aduan terkait diskriminasi ras dan etnik se- panjang 2011-2018
dengan aduan tertinggi pada 2016. Jumlah pengaduan ter-
banyak berasal dari DKI Jakarta dengan 34 aduan.

Fluktuatif
Kementerian Agama setiap tahun merilis indeks Kerukunan
Umat Bera- gama (KUB). Dalam Peraturan Bersama Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006,
KUB merupakan keadaan hubungan sesa-

[61]
ma umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian,
saling meng- hormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran
agamanya dan ker- jasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara di dalamNKRI berdasarkan Pancasila dan UUD NR
Tahun 1945.
Indeks tersebut digambarkan dengan angka 0-100. Komponen
penilaianyang disorot dalam penilaian ini yaitu kesetaraan,
toleransi, dan kerja samaantarumat beragama. Skor indeks KUB
nasional mengalami fluktuasi setiaptahunnya, mulai dari 75,35 pada
2015 hingga menjadi 73,83 pada 2019. Angkarerata nasional sempat
turun pada 2017-2018 hingga menjadi 70,90 pada 2018.Saat
mengumumkan angka indeks KUB 2018, Kepala Badan Litbang
dan Diklat Kementerian Agama Abdurrahman Mas’ud menyebut
banyak peristiwayang terjadi pada periode 2017-2018 yang menguji
kerukunan berbangsa dan
bernegara.
"Kental terasa di benak kita, isu-isu keagamaan bersinggungan
dengan isu-isu politik. Atau, ada juga yang menganggap bahwa ras dan
agama telah di- bawa menjadi isu politik atau politisasi agama
menjelang perhelatan Pileg dan Pilpres serentak pada 17 April 2019”
ujar Mas’ud, Senin (25/3/2019).
Mas’ud mencontohkan peristiwa keagamaan yang
bersinggungan dengan politik pada periode 2016-2017 yaitu kasus
mantan Gubernur DKI Jakarta Ba- suki Tjahaja Purnama (Ahok),
situasi menjelang Pilkada DKI 2017, serta resi- du politik pada
2018-2019 menjelang Pemilu serentak.
Pada 2019, Kementerian Agama mencatat 18 provinsi
mendapatkan skor di bawah rerata nasional 73,83. Tiga provinsi
dengan skor terendah yaitu: Jawa Barat 68,5; Sumatera Barat 64,4;
dan Aceh 60,2.
Selain terhadap perbedaan agama, tingkat toleransi atau
penerimaan ter- hadap isu lain dapat dilihat dari Social Progress
Index yang dirilis oleh Social Progress Imperative. Indeks tersebut
dirancang untuk melihat kualitas kemaju- an sosial suatu negara
melalui tiga variabel penilaian yaitu basic human needs, foundations
of wellbeing, dan opportunity dengan skor 0-100.
Variabel opportunity dapat menjadi sorotan ketika melihat tingkat
toleran- si di Indonesia. Dalam variabel tersebut, terdapat komponen
penilaian inclusi- veness. Komponen inclusiveness merupakan
penilaian tingkat penerimaan ma- syarakat terhadap seluruh golongan
untuk dapat menjadi anggota masyarakat yang berkontribusi tanpa
ada pengecualian.
Jika dirinci, komponen inclusiveness terdiri dari beberapa sub
komponen penilaian yaitu penerimaan terhadap gay dan lesbian,
diskriminasi dan keke- rasan terhadap minoritas, kesetaraan kekuatan
politik berdasarkan gender, ke- setaraan kekuatan politik berdasarkan
posisi sosial ekonomi, dan kesetaraan kekuatan politik berdasarkan
kelompok sosial.
Pada periode 2015-2019, skor inclusiveness Indonesia pada
awalnya me- nunjukan tren peningkatan pada tiga tahun pertama,
kemudian turun dalamdua tahun terakhir.

[62]
Pada 2015, skor inclusiveness Indonesia sebesar 38,68
kemudian naik menjadi 40,81 pada 2016 dan 42,03 pada 2017. Skor
kemudian turun menjadi
40,77 pada 2018, dan kembali turun pada 2019 menjadi 39,96. Skor
pada 2019 tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat 99 dari
149 negara.
Periode 2018-2019 memang merupakan periode yang banyak
diisi oleh agenda politik, utamanya menjelang Pemilu 2019. Tidak
jarang, sejumlah agenda politik tersebut bersinggungan dengan
pemanfaatan isu identitas ter- masuk ras, agama, dan kelompok
minoritas untuk kepentingan politik.
Dalam lima tahun terakhir, tindak intoleransi dan
diskriminasi terha- dap kelompok minoritas memang seolah
mendapatkan traksi pada pagelaran politik. Salah satu contoh yang
paling kentara boleh jadi tampak pada kasus penistaan agama yang
melibatkan calon gubernur DKI Jakarta Basuk Tjahaja Purnama
atau Ahok di 2016.
Lebih lanjut, fenomena peningkatan tindak intoleransi dan
diskriminasi ini memiliki dampak tidak langsung terhadap situasi
demokratisasi di Indo- nesia. Laporan indeks demokrasi oleh The
Economist Intelligence Unit (EIU) menunjukkan, situasi
demokratisasi Indonesia sedikit 'terganggu' dalam lima tahun
terakhir. Catatan singkat, EIU menyusun indeks tersebut melalui
lima variabel penilaian dengan rentang skor 0-10 terhadap 165
negara.
Berdasarkan laporan EIU, indeks demokrasi Indonesia tercatat
mengalami tren menurun sejak 2016, meskipun mengalami
kenaikan pada 2019. Indeks demokrasi Indonesia turun menjadi 6,97
dari tahun sebelumnya 7,03. Skor ter- sebut kembali turun menjadi
6,39 pada 2017 dan stagnan pada tahun berikut- nya. Kenaikan skor
terjadi pada 2019 menjadi 6,48.
Meskipun Pemilu serentak 2019 telah usai, kasus terkait
intoleransi dan dis- kriminasi yang bersinggungan dengan identitas
belum menunjukkan tanda-tan- da akan melandai. Terlebih, hingga
tulisan ini dimuat, Pemilihan Kepala Daerah (Pikada) serentak di
beberapa daerah masih direncanakan akan tetap diselengga- rakan di
2020 di tengah situasi pandemi. A Flourish chart.
Sumber: https://tirto.id/menilik-situasi-kasus-diskriminasi-
terhadap-minoritas-di-indonesia-fXpD

[63]
3. Aktivitas Belajar 3
a. Kalian akan dibagi ke dalam 4 kelompok yang terdiri dari 7-10 orang.
b. Tunjuklah salah satu anggota menjadi ketua kelompok.
c. Berkumpullah dengan teman-teman satu kelompokmu untuk
mendiskusikan pertanyaan yang akan diajukan kepada kelompok
minoritas (agama, etnis, suku,dan lain-lain).
d. Dengarkanlah penjelasan dari guru kalian tentang aturan-aturan yang
harus di-patuhi selama kunjungan ke kelompok minoritas, seperti:
1) Saat sesi dialog dan diskusi dengan kelompok minoritas (agama,
etnis, suku, dan lain-lain), kalian tidak diperkenankan
mengajukan pertanyaan yang merendahkan kelompok minoritas
(agama, etnis, suku, dan lain-lain).
2) Kalian wajib menjaga sikap dan tata krama selama kunjungan.
3) Kalian wajib mengikuti aturan yang berlaku di tempat kunjungan.
e. Bawalah alat perekam dan kamera atau kertas dan bolpoin untuk
mencatat dan mendokumentasikan hasil diskusi saat kunjungan ke
kelompok minoritas (agama, etnis, suku, dan lain-lain).
f. Sampaikanlah beberapa bertanyaan yang telah disusun kepada
kelompok mino- ritas (agama, etnis, suku, dan lain-lain) pada saat
mengunjungi mereka.
g. Rekam dan ambillah foto/gambar atau catatlah hal-hal penting untuk
mendoku- mentasikan diskusi pada saat kunjungan ke kelompok
minoritas (agama, etnis,suku, dan lain-lain).
h. Setelah kegiatan kunjungan selesai, buatlah laporan sederhana mengenai
kegiat- an tersebut dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Laporan kegiatan kunjungan ke kelompok minoritas dapat
diketik komputer atau ditulis tangan sebanyak 5-10 halaman. Jika
diketik komputer menggunakan 1,5 spasi, jenis huruf Times New
Roman dengan ukuran 12pt,dan margin 4-4-3-3.
2) Sistematika laporan terdiri dari: (1) Judul kegiatan, (2) waktu
dan tempat kegiatan, (3) uraian kegiatan, (4) pengalaman dan
pembelajaran yang didapat dari kegiatan, (5) evaluasi kegiatan
yang berisi tentang hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki dan
ditingkatkan dari kegiatan tersebut, (6) dokumentasi (jika ada),
dan (7) penutup (Lembar kerja 3).
i. Kalian memiliki waktu seminggu untuk menyusun dan menyelesaiakan
laporan.
j. Setelah itu, masing-masing kelompok mempresentasikan dan
mendiskusikan la- poran hasil kunjungan ke kelompok minoritas di depan
kelas

[64]
Lembar Kerja
Lembar kerja 1: Format Laporan

Nama Kelompok

Nama-nama anggota 1.
kelompok 2.
3.
4.
5.
6.
7.

Judul kegiatan

Waktu dan tempat kegiatan

Uraian hasil observasi

Dokumentasi

Penutup

[65]
Unit 4
Pertukaran Budaya di Pentas Global

Sumber: tirto.id/Antara Foto/Fikri Yusuf (2016)

Pertanyaan kunci yang akan menjadi bahan diskusi pada Unit 4 ini
adalah:
1. Bagaimana mengenali tradisi dan kearifan masyarakat di ne-
gara-negara lain?
2. Bagaimana mengenalkan atau mempromosikan kekayaan buda-
ya yang dimiliki di pentas dunia serta melakukan kolaborasi de-
ngan kebudayaan bangsa lain?

[66]
67. Aktivitas Belajar 1 Mengenali Kearifan Masyarakat Dunia
Kalian akan belajar mengenai nilai, kearifan, tradisi, serta kebudayaan pada
masyara-kat di negara-negara lain.
a. Kebijakan atau nilai yang dimiliki sebuah bangsa tercermin tidak
hanya dalam simbol negara tetapi filosofi hidup. Kita bisa
mengenalinya dalam berbagai tin-dakan yang dilakukannya.
b. Salah satu yang bisa kita jadikan sebagai contoh bagaimana kearifan
itu tercer- min dalam perbuatan adalah kisah pendukung tim nasional
Sepakbola Jepang
https://www.panditfootball.com/cerita/211668/RPU/180704/menang-
atau- kalah-tetap-pungut-sampah

c. Bersama anggota kelompok lainnya, kalian silahkan mencari


sebanyak-banyak- nya tradisi, adat-istiadat atau kebudayaan dari
negara lain serta filosofi yang mendasarinya. Lalu tuangkanlah dalam
tabel sederhana.

Negara Jenis
Kebudayaan

[67]
3. Aktivitas Belajar 2
Promosi dan Kolaborasi Budaya dalam Dunia yang Terhubung.

Pada pertemuan ini, kalian akan melakukan proyek


promosi kebudayaan melalui media sosial.

a. Bersama anggota kelompok yang lain, silahkan kalian membuat video


atau info-grafis mengenai kebudayaan bangsa Indonesia.
b. Setelah jadi, video sederhana atau infografis dipresentasikan di hadapan
peserta didik lainnya.
c. Setelah dipresentasikan, masing-masing kelompok membagikan
video atau infografis yang dibuat melalui media sosial yang
dimilikinya. Akan lebih baik lagi jika media sosial yang
digunakannya adalah akun milik sekolah.

Gambar 3.3 Contoh Infografis

[68]
4. Refleksi.
Setelah mengikuti pembelajaran hari ini, silahkan kalian melakukan
refleksi. Untuk membantu merefleksikan aktivitas yang dilakukan,
jawablah pertanyaan-pertanyaandi bawah ini:
a. Dari proses belajar hari ini, hal yang saya pahami adalah

b. Dari proses belajar hari ini, hal yang belum saya pahami adalah/saya
ingin me-ngetahui lebih dalam tentang

c. Dari proses belajar hari ini, hal yang akan saya lakukan dalam
kehidupan sehari-hari

5. Uji Pemahaman
Untuk mengetahui sejauh mana pemahamanmu tentang unit ini, jawablah
pertanyaan berikut:
a. Jika ada keragaman dalam sebuah negara, apa yang perlu dilakukan
agar negaraitu menjadi kuat? Kolaborasi, kompetisi atau negasi?

b. Mengapa kolaborasi dan kerja sama itu penting bagi sebuah bangsa?

69
Unit 5
Belajar dari Kekayaan Tradisi

Sumber: tirto.id/Antara Foto/Agus Bebeng (2016)

Pertanyaan kunci yang akan dikaji pada Unit 5 ini adalah:


1. Bagaimana sikap kita atas keragaman di negara Indonesia?
2. Mengapa penghargaan atas kebudayaan masyarakat lain harus
dilakukan?

1. Aktivitas Belajar 1
a. Bacalah materi di bawah ini, kemudian kalian akan melakukan diskusi
kelompokdengan panduan pertanyaan di bawah ini:
1) Apakah manfaat yang kita dapatkan hidup di sebuah negara yang
majemukseperti Indonesia?
2) Nilai apa yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari
kaitannyadengan penghargaaan atas keragaman.

[70]
b. Jawaban atas pertanyaan tersebut, bisa dibuat dalam bentuk grafis atau
diagram. Peserta didik, secara individu maupun berkelompok,
mempresentasikan jawab-an atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Gambar 3.4 Contoh Infografis

Apa arti penting dari keragaman tradisi yang kita miliki? Bagaimana
kita me- maknai keragaman dalam kehidupan keseharian?
Mula-mula tentu saja ada kebanggaan karena bagaimanapun juga
keragaman tradisi yang dimiliki menunjukkan bahwa kita adalah bangsa
yang kaya. Tak hanya itu, tradisi yang kaya tersebut pada perkembangannya
bisa hidup saling berdamping-an, tidak saling menafikan satu dengan lainnya.
Bayangkan, jika satu kebudayaan me- rasa dirinya lebih adiluhung daripada
kebudayaan lain. Atau, jika ada pemeluk agama yang menganggap ajarannya
yang paling sempurna, sehingga pemeluk agama lain tidak berhak hidup di
negara ini. Kalau ada klaim keunggulan budaya atau agama, sudah pasti
kita tidak lagi menjadi negara yang bineka, yang kaya akan tradisi.
Di negara Indonesia, semua kebudayaan memiliki posisi yang sama.
Tidak ada satu budaya yang lebih unggul atau lebih superior dibandingkan
dengan budaya la- innya. Semua warga negara dengan segala identitas
kelompok yang melekat padanya; agama, etnis, bahasa dan lainnya, berada
pada payung yang sama. Mereka dijamin untuk beribadah sesuai dengan
keyakinannya, dan diberi kesempatan yang sama pula untuk mengembangkan
dan memajukan kebudayaan serta tradisi leluhurnya.
Sebagai sebuah bangsa, kita telah cukup teruji sebagai negara yang
mampu me- ngelola keragaman kebudayaan tersebut, sehingga terhindar
dari disintegrasi. Kita telah melewati ujian yang sangat menentukan,
terutama ketika pada masa reformasi tahun 1998. Konflik bernuansa etnis
dan agama, banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Namun, fase
tersebut bisa dilewati dengan baik, meski tentu saja tidak sempurna. Kita
pun terhindar dari perpecahan.
Kebanggaan akan tradisi dan budaya, sebaiknya tidak hanya berhenti
sebatas pe- rayaan saja. Tradisi tidak hanya perlu dilestarikan agar terjaga
dari kerusakan. Lebih dari itu, tradisi harus terus dihidupkan sekaligus
dikukuhkan. Nilainya perlu diper- tahankan dalam situasi yang terus
berubah. Tantangan yang dihadapi saat ini datang dari berbagai dimensi
(sosial, ekonomi, budaya) serta berasal dari semua arah (lokal, nasional dan
internasional).

[71]
Refleksi
Setelah mengikuti pembelajaran hari ini, silahkan kalian melakukan refleksi. Untuk
membantu merefleksikan aktivitas yang dilakukan, jawablah pertanyaan-pertanyaandi bawah
ini:
A. Dari proses belajar hari ini, hal yang saya pahami adalah
B. Dari proses belajar hari ini, hal yang belum saya pahami adalah/saya ingin me-ngetahui
lebih dalam tentang
C. Dari proses belajar hari ini, hal yang akan saya lakukan dalam kehidupan sehari- hari

Uji Pemahaman. Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman kalian tentang unit ini,
jawablah perta- nyaan berikut:
1. Pernahkah kamu menemukan praktik-praktik yang bertentangan dengan sema- ngat
penghargaan terhadap keragamaan di lingkungan sekolah atau tempat ting- galmu?
Berikan penjelasan.
2. Banyak sekali budaya luar yang datang ke Indonesia dan disukai oleh anak-anak
muda. Bagaimana kalian menjelaskan kenyataan ini?

[72]
Unit 1
Paham Kebangsaan, Nasionalisme,
dan Menjaga NKRI

Sebelum masuk pada pembahasan inti tentang sengketa batas


wilayah, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu prinsip-prinsip
paham kebangsaan dan nasionalisme yang mendasari kedaulatan
negara. Pertanyaan kunci yang akan dijawab dalam unit ini adalah:
1. Apa makna filosofis dari paham kebangsaan dan nasionalisme
terhadap bangsa?
2. Bagaimana menjelaskan paham kebangsaaan dan nasionalisme
dalam hubungannya dengan menjaga keutuhan NKRI?

1. Tujuan Pembelajaran
Peserta didik dapat menjelaskan dan menganalisis dasar-dasar filosofis
paham ke- bangsaan dan nasionalisme dalam konteks menjaga keutuhan
NKRI atas kasus seng-keta batas wilayah. Diharapkan pula muncul empati
dan semangat patriotisme bagi peserta didik, setelah mengetahui tentang
bagaimana konsep kebangsaan dirumus- kan oleh the founding fathers (para
pendiri bangsa), dan dengan begitu, dapat memupuk rasa cinta pada NKRI.

2. Aktivitas Belajar 1
Pada bagian ini, pertama-tama kalian diminta untuk mengisi tabel KWL.
KWL ada- lah singkatan dari What I Know, What I Want to Know, dan
What I Learned, yang berarti “Apa yang saya tahu”, “Apa yang saya ingin
ketahui”, dan “Apa yang telah sayaketahui”.
Pertama-tama, kalian perlu mengisi 2 kolom di awal pembelajaran.
Berikut pan-duan pertanyaan untuk mengisi tabel KWL tersebut.
a. Berdasarkan materi PPKn pada kelas sebelumnya, apa yang telah
kalian ketahui tentang Pancasila? Secara lebih spesifik, apa yang
kalian ketahui tentang pahamkebangsaan dan nasionalisme?
b. Berdasarkan pengetahuan kalian sebelumnya, tuliskan apa yang ingin
kalian ke- tahui lebih mendalam tentang paham kebangsaan dan
nasionalisme?

[73]
Paham Kebangsaan, Nasionalisme, dan Menjaga NKRI
Tegak berdirinya Indonesia sesungguhnya dibangun oleh ide-ide besar dari
para pen- diri bangsa (the founding fathers). Di antara ide itu, tentang paham
kebangsaaan, yang dalam rapat atau sidang-sidang sebelum Indonesia
merdeka, seperti pada BPUPK 29 Mei-1 Juni 1945, terjadi diskusi atau
tukar pikiran mengenai apa yang dimaksud dengan bangsa dan
kebangsaan itu?
Perbedaan pendapat di antara tokoh-tokoh bangsa dalam sidang
BPUPK tentang makna kebangsaan terlihat dalam pidato Soekarno, 1 Juni
1945. Pendapat Soekarno menjadi titik tolak dalam merumuskan konsep
kebangsaan dalam konteks Indonesia.
Dalam sidang BPUPK, perbedaan pandangan mengenai suatu
persoalan dapat dilihat dari dua kelompok, antara kubu nasionalis dan
islamis. Karena itu, Soekarno memberikan penekanan bahwa apa yang
disampaikannya saat sidang, atas dasar se- bagai bagian dari bangsa, yang
tidak memiliki tendensi untuk menolak atau mendu-kung salah satu kubu.
Sebagaimana terlihat secara eksplisit dalam petikan pidatonya,
Soekarno meng- garisbawahi dua hal. Pertama, tentang identitas dirinya
yang juga merupakan penga- nut agama Islam, sehingga pendapat-
pendapatnya tidak dimaksudkan untuk menye- rang atau menolak
pandangan tokoh Islam. Kedua, meletakkan paham kebangsaaan sebagai
dasar tegak berdirinya sebuah negara.
Saya minta saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo dan saudara-saudara
Islam lain: maafkanlah saya memakai perkataan “kebangsaan” ini!
Sayapun orang Islam. Tetapi saya minta kepada saudara- saudara,
janganlah saudara-saudara salah faham jikalau saya katakan bahwa dasar
pertama buat Indonesia ialah dasar kebangsaan

[74]
Soekarno, jika kita baca isi pidatonya dengan seksama, akan terlihat, di
satu sisi ia setuju dengan Ki Bagus Hadikusumo, sedang di sisi lain, ia
justru tidak setuju kepada tokoh-tokoh perumus konsep kebangsaan seperti
Ernest Renan dan Otto Bauer.
Sebagai saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo katakan kemarin, maka
tuan adalah orang bang- sa Indonesia, bapak tuanpun adalah orang
Indonesia, nenek tuanpun bangsa Indonesia, da- tuk-datuk tuan, nenek-
moyang tuanpun bangsa Indonesia. Di atas satu kebangsaan Indonesia,
dalam arti yang dimaksudkan oleh saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo
itulah, kita dasarkan negara Indonesia.
Soekarno mengajukan pertanyaan: Apakah yang dinamakan bangsa?
Apakah sya- ratnya bangsa? Upaya menjawab pertanyaan yang
diajukannya itu, di sinilah terlihat wawasan kebangsaan Soekarno yang
begitu luas. Ia pada awalnya ingat dan mengutip pendapat tokoh terkemuka
bernama Ernest Renan dan Otto Bauer.
Menurut Renan syarat bangsa ialah “kehendak akan bersatu”. Perlu
orang-orangnya merasa diri bersatu dan mau bersatu. Ernest Renan
menyebut syarat bangsa: “le desir d’etre ensemble”, yaitu kehendak akan
bersatu. Menurut definisi Ernest Renan, maka yang menjadi bangsa, yaitu
satu gerombolan manusia yang mau bersatu, yang merasa dirinya
bersatu.
Kalau kita lihat definisi orang lain, yaitu definisi Otto Bauer, di dalam
bukunya “Die Nationali- tatenfrage”, disitu ditanyakan: “Was ist eine
Nation?” dan jawabnya ialah: “Eine Nation ist eine aus chiksals-
gemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft”. Inilah menurut Otto
Bauer satu natie. (Bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul
karena persatuan nasib).
Namun demikian, Soekarno tidak sepenuhnya setuju dengan
pendapat Ernest Renan dan Otto Bauer. Sebab, kata Soekarno, tatkala
Otto Bauer mengadakan de- finisinya itu, tatkala itu belum timbul satu
wetenschap baru, satu ilmu baru, yang dinamakan Geopolitik.
Geopolitik adalah merujuk pada hubungan antara politik dengan
teritori dalam skala lokal, nasional, dan internasional; ilmu atau studi
mengenai penyelenggaraan negara yang kebijakannya dikaitkan dengan
masalah-masalah geografi wilayah ataudaerah pada suatu bangsa.
Soekarno pada akhirnya setuju dengan Ki Bagus Hadikusumo dan
Munanan, sekaligus menegaskan, bahwa kebangsaan itu erat
hubungannya dengan persatuanantara “orang dan tempat”.

[75]
Perhatikan penjelasan Soekarno berikut:

Kemarin, kalau tidak salah, saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo,


atau Moenandar, mengatakan tentang “Persatuan antara orang
dan tempat”. Persatuan antara orang dan tempat, tuan-tuan
sekalian, persatuan antara manusia dan tempatnya!

Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat


dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya. Ernest
Renan dan Otto Bauer hanya sekedar melihat orangnya. Mereka
ha- nya memikirkan “Gemeinschaft”nya dan perasaan orangnya,
“l’ame et desir”. Mereka hanya mengingat karakter, tidak
mengingat tempat, tidak mengingat bumi, bumi yang didiami
manu- sia itu, Apakah tempat itu? telah ditentukan oleh s.w.t.,
tinggal dikesatuannya semua pu- lau-pulau Indonesia dari
ujung Utara Sumatra sampai ke Irian! Seluruhnya!

[76]
Dari sanalah, pemahaman yang substansial terhadap makna kebangsaan,
meng- antarkan pada sikap nasionalisme yang menghendaki rasa ingin
bersatu, persatuan perangai dan nasib. Dalam pemahaman yang lebih luas,
nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat dan bangsa yang
mempunyai kesamaan kebudayaan, wilayah, serta kesamaan cita-cita, dan
tujuan. Dengan demikian, masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan
adanya kesetiaan yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri.
Tempat itu yaitu tanah air. Tanah air itu adalah satu kesatuan. Allah
s.w.t membuat peta dunia, menyusun peta dunia. Kalau kita melihat peta
dunia, kita dapat menunjukkan di mana”kesa- tuan-kesatuan” disitu.
Seorang anak kecilpun, jikalau ia melihat peta dunia, ia dapat menun-
jukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan.
Pada peta itu dapat ditunjukkan satu kesatuan gerombolan pulau-
pulau di antara 2 lautan yang besar, lautan Pacific dan lautan Hindia, dan
di antara 2 benua, yaitu benua Asia dan benua Australia. Seorang anak
kecil dapat mengatakan, bahwa pulau-pulau Jawa, Sumatera, Borneo,
Selebes, Halmaheira, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan lain-lain
pulau kecil di an- taranya, adalah satu kesatuan.
Persatuan antara orang dan tempat itulah yang melahirkan apa yang
lazim dise- but “Tanah Air kita” atau “tumpah darah kita”.
Maka manakah yang dinamakan tanah tumpah-darah kita, tanah air
kita? Menurut geopolitik, maka Indonesialah tanah air kita. Indonesia
yang bulat, bukan Jawa saja, bukan Sumatera saja, atau Borneo saja, atau
Selebes saja, atau Ambon saja, atau Maluku saja, tetapi segenap
kepulauan uang ditunjuk oleh Allah s.w.t. menjadi suatu kesatuan antara
dua benua dan dua samudera, itulah tanah air kita!
Maka jikalau saya ingat perhubungan antara orang dan tempat,
antara rakyat dan buminya, maka tidak cukuplah definisi yang dikatakan
oeh Ernest Renan dan Otto Bauer itu. Tidak cu- kup “le desir d’etre
ensembles”, tidak cukup definisi Otto Bauer “aus schiksalsgemeinschaft
er- wachsene Charaktergemeinschaft” itu.
Menurut Soekarno, bangsa atau kebangsaan itu tidak berdasarkan
satu daerah tertentu, contohnya Pulau Jawa, tetapi mencakup semua
pulau, semua etnis, dalam teritorial Indonesia. Ini menjadi landasan
pentingnya persatuan Indonesia, mencintai dan turut menjaga keutuhan
NKRI.
Rakyat ini merasa dirinya satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan
satu kesatuaan, melain- kan hanya satu bahagian kecil dari pada satu
kesatuan! Penduduk Yogyapun adalah merasa “le desir d”etre ensemble”,
tetapi Yogyapun hanya satu bahagian kecil dari pada satu kesatuan. Di
Jawa Barat rakyat Pasundan sangat merasakan “le desir d’etre ensemble”,
tetapi Sundapun hanya satu bahagian kecil dari pada satu kesatuan.
Pendek kata, bangsa Indonesia, Natie Indonesia, bukanlah sekedar
satu golongan orang yang hidup dengan “le desir d’etre ensemble” di atas
daerah kecil seperti Minangkabau, atau Madura, atau Yogya, atau Sunda,
atau Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia-manusia yang,
menurut geopolitik yang

[77]
3. Aktivitas Belajar 2
a. Kalian akan dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil.
b. Pada 15 menit pertama, masing-masing kelompok akan membahas
konsep da-sar tentang paham kebangsaan dan nasionalisme.
c. Pada 15 menit kemudian, setelah setiap anggota kelompok membaca
artikel, lalu berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil.
d. Setelah masing-masing anggota kelompok kecil mendiskusikan
materi, guru akan mengajak peserta didik untuk mempresentasikan
hasil diskusi kelompok- nya melalui juru bicara satu atau dua orang
pada masing-masing kelompok.

4. Aktivitas Belajar 3

Bacalah artikel di bawah ini dan catatlah informasi -


informasi penting yang menjawab pertanyaan kunci
pada unit ini pada kolom yang telah disediakan.

Pentingnya
Nasionalisme, Sikap Mencintai
Bangsa dan Negara
Tahukah kamu bahwa nasionalisme adalah sikap yang sangat penting
untuk dikem- bangkan dalam berbangsa dan bernegara. Negara yang
rakyatnya menjunjung tinggi rasa nasionalisme, akan menjadi bangsa yang
kuat.
Sikap nasionalisme ini juga harus sejak dini. Pentingnya sikap
nasionalisme membuat siapa saja wajib mengetahui apa itu nasionalisme
yang sebenarnya. Menge- tahui lebih dalam tentang makna nasionalisme
adalah sebuah keharusan bagi siapa saja yang cinta terhadap negara. Di
bawah ini akan diulas secara lengkap apa itu se- benarnya nasionalisme,
ciri-ciri, tujuan, serta contoh sikap nasionalisme dalam kehi- dupan sehari-
hari.

Pengertian Nasionalisme
Secara bahasa, nasionalisme adalah kata serapan yang diambil dari bahasa
Inggris yaitu nation. Nation artinya adalah bangsa. Jika merujuk pada arti
dari asal katanya, nasionalisme adalah sesuatu yang berkaitan dengan
bangsa. Bangsa sendiri adalah sebuah rumpun masyarakat yang tinggal di
sebuah teritorial yang sama dan memilikikarakteristik yang hampir sama.
Menurut Kamus Bahasa Besar Indonesia (KBBI), nasionalisme
adalah sebuah paham yang mengajarkan untuk mencintai bangsanya
sendiri. Dalam hal ini jelas jika nasionalisme sangat erat kaitannya
dengan mencintai negara, baik budayanya, masyarakatnya, maupun
tatanan yang ada di negara tersebut.

[78]
Jika merujuk pada KBBI, maka orang yang memiliki rasa
nasionalisme yang tinggi adalah orang yang mencintai negaranya.
Sementara, jika merujuk pada paham Pancasila dan pembukaan UUD NRI
Tahun 1945, nasionalisme adalah sikap cinta tanah air dan menjaga
persatuan bangsa dengan tetap menjaga perdamaian yang ada di dunia.
Pengertian nasionalisme dari segi bahasa berbeda dengan
chauvinisme. Kedua kata ini sama-sama diartikan mencintai bangsa dan
negara. Namun pada paham chauvinisme, kecintaan pada negara sangat
fanatik sehingga membenarkan merusak atau menghancurkan negara lain
demi kejayaan bangsa sendiri. Tentu saja paham cauvinisme ini tidak
sejalan dengan nilai nasionalisme, karena paham chauvinisme bisa
merusak perdamaian dunia.
Tujuan Nasionalisme
Sikap nasionalisme di suatu negara memiliki tujuan-tujuan yang ingin
dicapai. Me-rujuk pada definisinya, beberapa tujuan nasionalisme adalah
sebagai berikut:
1. Menumbuhkan dan meningkatkan rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa;
2. Membangun hubungan yang rukun dan harmonis antarindividu dan
masyarakat;
3. Membangun dan mempererat tali persaudaraan antar-sesama anggota
masyarakat;
4. Berupaya untuk menghilangkan ekstrimisme atau tuntutan berlebihan
dari war-ga negara kepada pemerintah;
5. Menumbuhkan semangata rela berkorban bagi tanah air dan bangsa; dan
6. Menjaga tanah air dan bangsa dari serangan musuh, baik dari luar
maupun daridalam negeri.
Ciri-Ciri Nasionalisme
Nasionalisme dapat kita kenali dari karakteristiknya. Menurut Drs. Sudiyo,
ciri-cirinasionalisme adalah sebagai berikut:
1. Adanya persatuan dan kesatuan bangsa;
2. Adanya organisasi modern yang sifatnya nasional;
3. Perjuangan yang dilakukan sifatnya nasional;
4. Nasionalisme bertujuan untuk kemerdekaan dan mendirikan suatu
negara mer-deka di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan
rakyat; dan
5. Nasionalisme lebih mengutamakan pikiran, sehingga pendidikan
memiliki pe-ranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Semangat nasionalisme juga tertuang dalam Pancasila, yaitu pada sila ke-3
Pancasilayang bunyinya “Persatuan Indonesia” dengan ciri-ciri:
1. Rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa Indonesia;
2. Rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara;
3. Bangga memiliki tanah air dan bangsa Indonesia; dan
4. Memposisikan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentinga
pribadi dangolongan

[79]
Bentuk-Bentuk Nasionalisme
Ada beragam bentuk nasionalisme yang diterapkan di suatu negara. Berikut
ini bebe-rapa bentuk nasionalisme.

1. Nasionalisme Kewarganegaraan
Nasionalisme kewarganegaraan biasa juga disebut dengan nasionalisme
sipil. Nasio- nalisme kewarganegaraan ialah bentuk nasionalisme di mana
negara memiliki kebe-naran politik dari keikutsertaan rakyatnya, kehendak
rakyat, atau perwakilan politik.

2. Nasionalisme Etnis
Nasionalisme etnis ialah berupa semangat kebangsaan di mana negara
memiliki ke-benaran politik dari budaya asal atau etnis suatu masyarakat.

3. Nasionalisme Romantik/Organik/Identitas
Bentuk nasionalisme tersebut ialah negara memiliki kebenaran politik
secara orga- nik, yakni berupa hasil dari suatu bangsa atau ras menurut
semangat romantisme.

4. Nasionalisme Budaya
Bentuk nasionalisme budaya ialah negara memiliki kebenaran politik yang
berasal dari budaya bersama, dan bukan dari sifat keturunan seperti ras,
warna kulit, dan lainnya.

5. Nasionalisme Kenegaraan
Bentuk nasionalisme kenegaraan ialah masyarakatnya memiliki perasaan
nasionalis- tis yang kuat dan diberi keutamaan mengatasi hak universal
dan kebebasan. Nasio- nalisme kenegaraan juga sering berhubungan
dengan nasionalisme etnis.

6. Nasionalisme Agama
Bentuk nasionalisme agama ialah negara memiliki legitimasi politik dari
adanya per-samaan agama.

Contoh Perilaku yang Mencerminkan Rasa Nasionalisme


Beberapa contoh sikap dan perilaku yang sejalan dengan sikap nasionalisme
adalah:
1. Mematuhi aturan yang berlaku;
2. Mematuhi hukum negara;
3. Melestarikan budaya bangsa;
4. Menciptakan dan mencintai produk dalam negeri; dan
5. Bersedia melakukan aksi nyata membela, mempertahankan, dan
memajukannegara.
https://www.dream.co.id/news/pentingnya-nasionalisme-sikap-
mencin- tai-bangsa-dan-negara-200806s.html

[80]
Setelah mencatat informasi penting, kalian
diminta
untuk membuat sebuah peta infografis tentang
pa- ham kebangsaan dan nasionalisme sebagai
wujud cinta NKRI. Kalian dapat menggambar
secara ma- nual atau menggunakan aplikasi
G seperti photoshop, corel draw, atau canva.
ambar 4.1 Contoh peta infografis
Sumber: indonesiabaik.id/Septian Agam dan RM Ksatria Bhumi Persada

[81]
Uji Pemahaman
Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman kalian tentang unit ini, jawablah perta-nyaan
berikut.
A. Apa yang kalian ketahui tentang paham kebangsaan?
B. Bagaimana konsepsi paham kebangsaan menurut Soekarno?
C. Apa yang kalian ketahui tentang nasionalisme, dan hubungannya dengan paham
kebangsaan?
D. Apa tujuan dari sikap nasionalisme?
E. Apa contoh baik yang bisa kalian lakukan untuk menunjukkan rasa cinta kepadaNKRI

[82]
Unit 2
NKRI dan Kedaulatan Wilayah
.

Pertanyaan kunci yang akan dikaji pada Unit 2 ini adalah:


1. Apa arti kedaulatan bagi NKRI?
2. Bagaimana fakta dan regulasi batas wilayah negara?
3. Apa yang menjadi visi dan cita-cita NKRI?

Aktivitas Belajar 1
Sebelum memulai pembahasan lebih jauh, mari menilai diri kita sendiri.
“Seberapa besar cintamu untuk NKRI?” Bagaimana dukunganmuuntuk pemerinta dalam
menjaga keutuhan NKRI?

Kemudian, baca dan beri pendapat kalian setelah


membaca berita di bawah ini.

Wilayah Indonesia ini Jadi Rebutan Negara Lain


Hubungan Indonesia dan China kembali memanas terkait sengketa di
perairan Kepulauan Natuna. Terbaru soal nekatnya kapal-kapal nelayan
China yang masih beroperasi di laut Natuna. Bahkan mereka dibela oleh
pemerintahan China.
Saling klaim batas wilayah bukan hanya terjadi antara Indonesia
dengan China. Beberapa negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia
kerap kali bersengketa batas wilayah. Berikut ini ulasannya yang diambil
dari berbagai sumber:

[83]
Soal Pulau Sipadan dan Ligitan
Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan
Malaysia atas pe- milikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat
Makassar yaitu pulau Sipadan.
Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun
1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara,
masing-masing negara ter- nyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau
Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya.
Kemudian pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan
dibawa ke Mahkamah Internasional. Pada babak akhir Mahkamah
Internasional menilai, argu- mentasi yang diajukan Indonesia mengenai
kepemilikan Sipadan dan Ligitan yang terletak di sebelah timur Pulau
Sebatik, Kalimantan Timur, tidak relevan. Karena itu secara defacto dan
dejure dua pulau yang luasnya masing-masing 10, 4 hektare dan 7,4 ha untuk
Ligitan menjadi milik Malaysia.
Delegasi Indonesia memang mengakui, argumen Malaysia lebih
kuat. Negeri Jiran diuntungkan dengan alasan change of title atau rantai
kepemilikan dan argu- men effectivitÃs (effective occupation) yang
menyatakan kedua pulau itu lebih ba- nyak dikelola orang Malaysia. Jurus
effective occupation juga secara tidak langsung menunjukkan kedua pulau
itu sebagai terra nullius (tanah tak bertuan). Mahkamah Internasional juga
memandang situasi Pulau Sipadan-Ligitan lebih stabil di bawah
pengaturan pemerintahan Malaysia

Blok Ambalat
Perseteruan yang terjadi di Ambalat antara Indonesia dan Malaysia terus
terjadi. Rupanya sudah beberapa kali terjadi. Blok Ambalat terletak di
Laut Sulawesi atau Selat Makassar dan berada di dekat perpanjangan
perbatasan darat antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur,
Indonesia.
Sejak akhir tahun 1960, tepatnya saat Malaysia membuat pemetaan
daerah yangbaru di mana pulau Sipadan dan Ligitan masuk dalam wilayah
negeri jiran tersebut, negera tersebut pun mulai menyebut bahwa Blok
Ambalat termasuk dalam wilayahnya.
Bahkan pada tahun 2007 silam, sejumlah kapal perang dan pesawat
Malaysia melanggar wilayah perairan dan udara Indonesia di blok Ambalat.
Seperti 24 Februari 2007 kapal perang Malaysia KD Budiman dengan
kecepatan 10 knot memasuki wilayah Republik Indonesia sejauh satu mil
laut.
Masih di tanggal 24 Februari 2007 pada sore harinya, pukul 15.00
WITA, kapal perang KD Sri Perlis melintas dengan kecepatan 10 knot
memasuki wilayah Republik Indonesia sejauh dua mil laut yang setelah itu
dibayang-bayangi KRI Welang, kedua kapal berhasil diusir keluar wilayah
Republik Indonesia.
Konflik kepemilikan wilayah ini pun bergulir hingga puluhan tahun.
Diketahui, Ambalat hingga saat ini masih berstatus milik Indonesia.

[84]
Perairan Natuna
Hubungan Indonesia dan China kembali memanas terkait sengketa di
perairan Ke- pulauan Natuna. Ketegangan antar-kedua negara itu terjadi
dipicu aksi kapal-kapal nelayan asal negeri tirai bambu dikawal kapal
coast guard memasuki kawasan ZonaEkonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia
di perairan Natuna.
Adu klaim antara Indonesia dan China pun terjadi. Indonesia
berpegang pada ZEE, sementara China menjadikan sembilan garis putus-
putus atau nine dash line sebagai patokan menyatakan perairan Natuna
masuk dalam wilayahnya.
Pemerintah, melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi
menegaskan menolak klaim China terhadap wilayah Natuna. Hal ini
disampaikan usai rapat koordinasi ter-batas di kantor Kemenko Polhukam.
"Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line, klaim
sepihak yang di- lakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan
hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama UNCLOS 1982,"
kata Menteri Retno di kantor Kemenko Pol-hukam, Jakarta, Jumat (3/1).
Dia menuturkan, dalam rapat tersebut, pemerintah memastikan
bahwa ka- pal-kapal China telah melakukan pelanggaran-pelanggaran di
wilayah ZEE (zona ekonomi eksklusif) Indonesia.
Menurut Retno, ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum
internasional yaitu melalui UNCLOS 1982. "Tiongkok merupakan salah
satu party (bagian) dari UNC- LOS 1982. Oleh karena itu merupakan
kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormatiimplementasi dari UNCLOS
1982," kata Retno. [dan]
Sumber: https://www.merdeka.com/peristiwa/wilayah-indonesia-ini-jadi-rebutan-
negara-lain.html
Aktivitas Belajar 2
Setelah kalian membaca dan memberi pendapat terhadap isi berita yang
ditampilkan pada pembelajaran sebelumnya, maka kali ini diminta untuk
mencermati persoalan sengketa batas wilayah berdasarkan regulasi dan
fakta.
Sebuah wilayah negara, atau wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 43
Tahun 2008 adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan
wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut
teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di
atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di
dalamnya.
Letak geografis Indonesia berada pada posisi antara dua benua dan dua
samudera. Dua benua itu adalah Benua Asia yang terletak di sebelah utara,
dan Benua Australia yan berada di sebelah selatan. Sedangkan dua
samudera yang dimaksud adalah Samudera Pasifik di sebelah timur, dan
Samudera Hindia di sebelah barat Indonesia. Letak Indonesia yang
strategis tersebut membuat konsekuensi berbatasan de- ngan banyak
negara, baik di laut maupun darat. Berikut adalah beberapa kawasan di
mana Indonesia berbatasan langsung dengan negara lain.

[85]
1. Kawasan perbatasan laut dengan Thailand, India dan Malaysia di
Aceh, SumateraUtara, dan 2 (dua) pulau kecil terluar.
2. Kawasan perbatasan laut dengan Malaysia, Vietnam dan
Singapura di Riau,Kepulauan Riau, dan 20 (dua puluh) pulau kecil
terluar.
3. Kawasan perbatasan darat dengan Malaysia di Kalimantan Barat dan
KalimantanTimur.
4. Kawasan perbatasan laut dengan Malaysia dan Filipina di
Kalimantan Timur,Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, dan 18
(delapan belas) pulau kecil terluar.
5. Kawasan perbatasan laut dengan Pulau di Maluku Utara, Papua
Barat, Papua,dan 8 (delapan) pulau kecil terluar.
6. Kawasan perbatasan darat dengan Papua Nugini di Papua.
7. Kawasan perbatasan laut dengan Timor Leste dan Australia di
Papua, Maluku,dan 20 (dua puluh) pulau kecil terluar.
8. Kawasan perbatasan darat dengan Timor Leste di Nusa Tenggara Timur.
9. Kawasan perbatasan laut dengan Timor Leste dan Australia di NTT,
dan 5 (lima)pulau kecil terluar.
10. Kawasan perbatasan laut berhadapan dengan laut lepas di Aceh,
Sumatera Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan 19
(sembilan belas) pulau kecil terluar.
Perbatasan wilayah Indonesia dengan negara-negara lain tersebut
seringkali menimbulkan kesalahpahaman yang berakhir dengan konflik,
meski pada akhirnya selalu dapat diselesaikan dengan cara damai. Karena
itu, batas wilayah negara telah diatur berdasarkan regulasi Undang-Undang
Dasar Tahun 1945, dan Peraturan Men- teri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun
2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah.
Apa pentingnya batas wilayah? Mengapa batas wilayah perlu
diundangkan? Wi- layah perbatasan, ternyata memiliki arti yang sangat vital
dan strategis, baik itu dilihat dari sudut pandang perbatasan kabupaten/kota
dalam satu provinsi atau perbatasankabupaten/kota antarprovinsi.
Mengacu pada Pasal 2 ayat (1) Permendagri Nomor 76 Tahun 2012, hal
itu karena menyangkut pertahanan dan keamanan suatu negara, sosial,
ekonomi, dan budaya, sehingga untuk menciptakan tertib administrasi
pemerintahan, perlu memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap
batas wilayah suatu daerah. Indonesia seringkali mengalami sengketa
betas wilayah dengan negara-negara lain. Data tahun 2009 dari Institute for
Defense, Security and Peace Studies (IDSPS) me- nyebutkan jika Indonesia
masih memiliki sejumlah sengketa batas wilayah perbatasan yang belum
terselesaikan. Misalnya, Indonesia mempunyai batas barat dengan tiga ne-
gara, yakni Papua Nugini, Timor Leste, dan Malaysia. Namun, di antara
ketiga negara itu, yang memiliki titik rawan dan sering terjadi sengketa
adalah dengan Malaysia. Terjadinya sengketa wilayah antara Indonesia
dengan Malaysia, biasanya karena adanya perbedaan persepsi terkait
beberapa perjanjian, antara lain perjanjian tahun 1891 dan 1915 di Sektor
Timur, serta Traktat tahun 1928 di Sektor Barat

[86]
Aktivitas Belajar 3
Agar lebih memahami materi ini, kalian diminta untuk membuat jurnal
harian yangberkaitan dengan pengamalan cinta NKRI dalam konteks
sengketa batas wilayah.

Lihat contoh berikut.


Hari/Tanggal Senin/28 September 2020
Waktu Pagi hari
Tempat Di rumah
Deskripsi kegiatan Update status di Facebook dengan tema “Aku bangga
menjadi warga NKRI”

Hari pertama

Hari/Tanggal
Waktu
Tempat

Deskripsi kegiatan

Hari Kedua
Hari/Tanggal
Waktu
Tempat

Deskripsi kegiatan

Hari Ketiga

Hari/Tanggal
Waktu
Tempat

Deskripsi kegiatan

[87]
Hari Keempat

Hari/Tanggal
Waktu
Tempat

Deskripsi kegiatan

Hari Kelima

Hari/Tanggal
Waktu
Tempat

Deskripsi kegiatan

Hari Keenam
Hari/Tanggal
Waktu
Tempat

Deskripsi kegiatan

Hari Ketujuh
Hari/Tanggal
Waktu
Tempat

Deskripsi kegiatan

[88]
Uji Pemahaman
Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman kalian tentang unit ini,
jawablah perta-nyaan berikut:
A. Apa yang dimaksud dengan wilayah negara?
B. Meliputi apa sajakah kedaulatan NKRI?
C. Sebutkan negara apa saja yang secara teritorial berbatasan
dengan negaraIndonesia!
D. Apa yang menyebabkan terjadinya sengketa batas wilayah?
E. Sebutkan regulasi yang mengatur batas wilayah Indonesia!

[89]
Unit 3
Sengketa Batas Wilayah
Antara Indonesia dan
Malaysia

Sumber: Kemendikbud/M. Isnaini (2020)

Pertanyaan kunci yang akan dikaji pada Unit 3 ini adalah:


1. Mengapa terjadi sengketa batas wilayah antara Indonesia dan
Malaysia?
2. Bagaimana akar sejarah sengketa batas wilayah antara Indonesia
dan Malaysia?
3. Bagaimana kita menyikapi sengketa batas wilayah antara Indonesia
dan Malaysia?

[90]
1. Aktivitas Belajar 1
Materi dalam unit ini sebagai pengantar untuk masuk ke dalam kasus-
kasus lain da-lam konteks sengketa batas laut Indonesia dengan Malaysia,
dan beberapa negara lain. Karena sebagai pengantar, pembahasan yang
disajikan belum begitu mendalam pada satu kasus yang spesifik, tetapi lebih
pada aspek sejarah dan relevansinya dengan dasar hukum yang menjadi
acuan kedua negara.
Namun demikian, materi dalam unit ini sangat penting dicermati
sebagai dasar untuk dapat memahami, menjelaskan, dan mengalisa kasus-
kasus terkait sengketa batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia, serta
negara-negara lain. Pertama- tama, perlu dimengerti bahwa masalah
sengketa batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia telah berlangsung
lama. Namun demikian, kedua negara seringkali menyelesaikan persoalan
ini dengan cara damai.
Sejak dekade 1970-an, telah disepakati beberapa Memorandum of
Understanding (MoU), yakni MoU antara Indonesia-Malaysia di Jakarta
pada 26 November 1973, Minutes of the First Meeting of the Joint
Malaysia-Indonesia Boundary Committee pada 16 November 1974, serta
Minutes of the Second Meeting of the Joint Indonesia-Malaysia Boundary
Committee di Bali, pada 7 Juli 1975.
Tahun 2000 dilakukan penegasan batas wilayah antara Indonesia dan
Malaysia dalam bentuk Joint Survey on Demarcation, yang merupakan
tindak lanjut dari perjanjian tahun 1975. Namun demikian, perjanjian
damai antara Indonesia dan Malaysia dalam kasus sengketa batas wilayah
ini sebenarnya memiliki akar sejarah yang melibatkan negara lain, sejak
masa kolonialisme.
Situasi itu mempengaruhi terhadap bagaimana penyelesaian sengketa
batas wi- layah antara Indonesia dan Malaysia. Dalam hukum
internasional, dikenal istilah uti possidetis juris, yang populer sejak MoU
1973. Uti possidetis juris adalah suatu negara yang baru dapat mewarisi
kekayaan dan wilayah negara penguasa sebelumnya. Dari pengertian ini,
dapat dipahami bahwa Indonesia mewarisi wilayah Belanda, sedang- kan
Malaysia mewarisi wilayah Inggris. Hal ini lumrah dan menjadi
kebiasaan yang diakui secara internasional, dan diterapkan di banyak
negara bekas jajahan.
Pada masa sebelum Indonesia dan Malaysia merdeka, terdapat pula
produk hukum internasional, yang dikenal dengan Traktat London.
Hukum internasional dalam bentuk traktat ini masih dipakai oleh
Indonesia maupun Malaysia sebagai dasar hukum dalam menentukan
batas wilayah di Pulau Kalimantan.
Ada pula asas hukum internasional pacta tertiis nec nocent nec
prosunt, yang menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak memberikan hak
atau membebani kewajiban kepada pihak yang tidak terikat kepada
perjanjian tersebut. Artinya, Indonesia dan Malaysia tidak dianggap
berhak memiliki serta tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas
Traktat London.

[91]
Dasar Hukum Batas Wilayah Periode Kemerdekaan
Berikut penjelasan dasar hukum kesepakatan patok batas wilayah
Indonesia dan Malaysia, sejak masa penjajahan hingga kemerdekaan.

a. Konvensi Belanda-Inggris tahun 1891


Belanda dan Inggris menandatangani perjanjian ini pada 20 Juni 1891 di
London. Konvensi ini mengatur banyak hal menyangkut penentuan batas
wilayah, seperti penentuan watershed dan hal-hal- lain yang menyangkut
kasus sengketa wilayah.

b. Kesepakatan Belanda-Inggris tahun 1915


Belanda dan Inggris menyepakati atas hasil laporan bersama tentang
penegasan batas wilayah pada 28 September 1915 di Kalimantan.
Kesepakatan ini kemudian ditindak- lanjuti dengan penandatanganan MoU
oleh kedua belah pihak berdasarkan Traktat 1891, lalu dikokohkan di
London pada 28 September 1915.

c. Konvensi Belanda-Inggris tahun 1928


Belanda dan Inggris menandatangani kesepakatan ini pada 28 Maret 1928
di Den Haag. Kemudian diratifikasi oleh kedua negara pada 6 Agustus
1930. Konvensi ini mengatur tentang penentuan batas wilayah kedua
negara di daerah Jagoi, antara gunung raya dan gunung api, yang menjadi
bagian dari Traktat 1891.

d. MoU Indonesia dan Belanda tahun 1973


Dokumen ini mengacu pada hasil konvensi-konvensi sebelumnya, 1891,
1915, dan 1928. Di dalamnya juga berisi kesepakatan-kesepakatan
tentang penyelenggaraan survei dan penegasan batas wilayah antara
Indonesia dan Malaysia, yang terdiri dari organisasi The Joint Technical
Committee, penentuan area prioritas, prosedur survei, tahapan pelaksanaan,
pembiayaan, dukungan satuan pengamanan, logistik dan ko- munikasi,
keimigrasian, dan ketetuan bea dan cukai.
Karena alasan yang kompleks itulah, Pasal 25A UUD NRI Tahun
1945 menga- rahkan agar dibuat regulasi berupa undang-undang dalam
menentukan batas wila-yah. Undang-Undang ini dapat dijadikan pedoman
dalam mempertahankan kedau- latan Indonesia, memperjuangkan
kepentingan nasional dan keselamatan bangsa, memperkuat potensi,
memberdayakan dan mengembangkan sumber daya alam bagi kemakmuran
seluruh bangsa Indonesia.

[92]
Studi Kasus
Kalian dan teman kelompok akan diberikan beberapa kasus yang men-
cerminkan dukungan terhadap langkah pemerintah dalam menyelesaikan
sengketa batas wilayah. Kasus tersebut dapat berupa berita yang dipublika-
sikan melalui berbagai media cetak maupun digital. Kalian diminta untuk
menganalisis kasus tersebut dengan menjawab beberapa pertanyaan berikut:
1. Isi berita/masalah
2. Tokoh dalam berita
3. Alasan terjadi masalah
4. Apa sikap kita terhadap masalah itu

Hasil diskusi kalian dan teman kelompok dapat berupa poster ataupun
presentasi menggunakan slide presentasi.

Contoh berita:
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/17/11572701/mendagri-ungkap-
sejum- lah-sengketa-perbatasan-indonesia-dengan-negara?page=all

[93]

Anda mungkin juga menyukai