Msi Kelompok 6 Fix
Msi Kelompok 6 Fix
Msi Kelompok 6 Fix
Oleh:
Bunga Monica Harvira
Salsabilla Ilmi Yanis
Tri Elsi Ramadani
Pembimbing:
Alimuddin Hassan Palawa
A. Pendahuluan
Didalam ajaran agama yang diwahyukan ada dua jalan un-
tuk memperoleh pengetahuan, pertama, jalan wahyu dalam arti
komunikasi dari Tuhan kepada manusia, dan kedua jalan akal,
yang di anugerahkan Tuhan kepada manusia. Pengetahuan yang
dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedang
pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif, mungkin
benar dan mungkin salah.1
Orang yang beriman adalah orang yang berakal, tanpa
memahami secara akal sehat tentang agama maka orang cender-
ung tidak akan beriman (percaya). Artinya, orang tidak akan
beriman kepada agama jika tidak dipahami secara akal sehat. 2
Akal tugas pertamanya adalah membedakan antara yang baik dan
yang merusak serta menentukan status hukum segalanya dengan
menggunakan ukuran-ukuran yang sehat.3
Adanya akal manusia telah bisa melihat potensi-potensi
yang terdapat di alam dan di sekitar lingkungan dimana dia
hidup.4 Ketika manusia sudah tahu bahwa di alam realistis itu
banyak potensi-potensi yang bisa di kembangkan, maka manusia
dengan menggunakan akal sehatnya mencoba merefleksikan reali-
1
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam (Jakarta: UI Pers, 1986),
1.
2
Harjoni, Agama Islam dalam Pandangan Filosofis (Bandung: Alfabeta,
2012), 218.
3
Abdul Wahhab Abu Sulaiman, Peranan Akal dalam Hukum Islam, (Sema-
rang: Dina Utama, 1994), 7.
4
Fuadi,”Peran Akal Menurut Pandangan al-Ghazali”, Jurnal Substantia,
Vol. 15, No. 1, 2013, 81.
1
2 | Metodologi Studi Islam
B. Pengertian Akal
Kata akal yang sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari
kata Arab al-‘aql, yang dalam bentuk kata benda, berlainan
dengan kata al-wahy, tidak terdapat dalam Al-qur’an. Kata ‘aqala
dalam bahasa arab berarti mengikat dan menahan. Arti asli dari
5
Fuadi,”Peran Akal Menurut Pandangan al-Ghazali”, 81.
6
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, 1-2.
7
Abdul Wahhab Abu Sulaiman, Peranan Akal dalam Hukum Islam, 8.
8
Juwaini,”Konsep Akal (Suatu Analisis terhadap Pemikiran al-Farabi dan
Ibnu Sina)”, Jurnal Substantia, Vol. 12, No. 2, 2010, 382.
9
Zulfi Imran,”Akal dan Wahyu Menurut Ibnu Rusydi”, Jurnal Almufida,
Vol. 1, No. 1, 2016, 201.
Akal: Sumber Kebenaran dalam Islam | 3
10
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, 5-7.
11
Dadang Mahdar, “Kedudukan Akal dalam al-Qur’an dan Fungsinya da-
lam Pendidikan Hukum Islam”, Adliya, Vol. 8, NO. 1, 2014, 60.
12
Faisar Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam Jalan Tengah Memahami
Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), 4.
13
Ade Jamarudin,”Eksistensi Fungsi Akal Manusia terhadap Perspektif al-
Qur’an”, Jurnal An-Nur, Vol. 4, No. 1, 2015, 78.
4 | Metodologi Studi Islam
14
Faisar Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam Jalan Tengah Memahami
Islam, 4.
15
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, 8.
16
Reynaldi Aldi Surya,”Kedudukan Akal dalam Islam: Perdebatan antara
Mazhab Rasional dan Tradisional Islam”, Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol. 5, No.
1, 2019, 4-5.
17
Sakban Lubis, ”Akal Menurut Cendekiawan Muslim Klasik dan kontem-
porer”, Jurnal Al-Hadi. Vol. IV, No. 1, 2018, 751.
Akal: Sumber Kebenaran dalam Islam | 5
4. Akal Perolehan
Yaitu akal yang di dalamnya arti-arti abstrak tersebut
selamanya sedia untuk di keluarkan dengan mudah sekali.
Akal dalam derajat ke-empat inilah yang tertinggi dan
terkuat dayanya. Akal serupa inilah yang dimiliki filosof dan akal
inilah yang dapat memahami alam murni abstrak yang tak pernah
berada dalam materi.
Akal, dalam pengertian islam, tidaklah otak, tetapi adalah
daya berfikir yang terdapat dalam jiwa manusia;daya, yang se-
bagai digambarkan dalam al-Qur’an, memperoleh pengetahuan
dengan memperhatikan alam sekitarnya. Akal dalam pengertian
inilah yang dikontraskan dari luar diri manusia yaitu dari tuhan.18
19
Muhammad Amin, Kedudukan Akal Dalam Islam, Jurnal Pendidikan
Agama Islam, Vol. 3, No. 1, 2018, 81.
6 | Metodologi Studi Islam
20
Ade Jamarudin, ”Eksistensi Fungsi Akal Manusia terhadap Perspektif al-
Qur’an”, 81-86.
21
Harjoni, Agama Islam dalam Pandangan Filosofis, 220.
22
Ahmad Aldi Saputra, dkk., ”Fungsi Akal dalam Pemikiran Pembaharuan
Modern Islam”, Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol. 3, No. 2, 2022. 83.
23
Ahmad Aldi Saputra, dkk., ”Fungsi Akal dalam Pemikiran Pembaharuan
Modern Islam”, 83.
Akal: Sumber Kebenaran dalam Islam | 7
24
Dadang Mahdar, “Kedudukan Akal dalam al-Qur’an dan Fungsinya da-
lam Pendidikan Hukum Islam”, 73.
25
Dadang Mahdar, “Kedudukan Akal dalam al-Qur’an dan Fungsinya da-
lam Pendidikan Hukum Islam”, 60-61.
26
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, 49.
8 | Metodologi Studi Islam
28
Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (Bandung: Sinar Baru Al-
gensindo, 2014), 34.
29
Dian Ramadhanti, Apresiasi Prosa Indonesia, (Sumbar: Deepublish,
2018), 1.
30
Dadang Mahdar, “Kedudukan Akal dalam al-Qur’an dan Fungsinya da-
lam Pendidikan Hukum Islam”, 61.
Akal: Sumber Kebenaran dalam Islam | 9
ruk, yang bersih dan yang kotor, bermanfaat dan madharat, serta
baik dan buruk.31
Banyak yang beranggapan dengan antusias mengatakan
bahwa akal tidak bisa dijadikan referensi atau pedoman dalam
memahami agama, hanya iman yang kompeten, padahal jika saya
boleh membuat premis atau tesis sebagai berikut:
Nafsu dan akal terhadap agama:
a. Jangan lupa bahwa, karena sumbangan nafsu dan akal lah
maka kita mengenal agama, bahkan percaya agama dan be-
ragama.
b. Karena nafsu dan akal lah kita hidup sampai sekaarang
dalam serba kemewahan dan kenikmatan dunia.
c. Karena nafsu dan akal lah kita bisa menderita atau bahagia,.
d. Karena nafsu dan akal lah kita bisa masuk surga dan neraka.32
Dari sini, jelaslah bahwa akal murni itu telah dijadikan se-
bagai standar dan timbangan bagi segala persoalan.33
31
Dadang Mahdar, “Kedudukan Akal dalam al-Qur’an dan Fungsinya da-
lam Pendidikan Hukum Islam”, 61.
32
Harjoni, Agama Islam dalam Pandangan Filosofis, 205.
33
Abdul Wahhab Abu Sulaiman, Peranan Akal dalam Hukum Islam, 8.
34
Harjoni, Agama Islam dalam Pandangan Filosofis, 205.
10 | Metodologi Studi Islam
35
Harjoni, Agama Islam dalam Pandangan Filosofis, 205-207.
36
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, 49.
Akal: Sumber Kebenaran dalam Islam | 11
78.
38
Dadang Mahdar, “Kedudukan Akal dalam al-Qur’an dan Fungsinya da-
lam Pendidikan Hukum Islam”, 60.
39
Mohammad Iqbal Abdullah Kafi dan Syarifah Hanum, “Pendidikan
Kecerdasan Intelektual Berbasis Al-Qur’an”, Jurnal Al-Hikmah, Vol 2, No 1,
2020, 98.
40
Aan Rukmana, “Kedudukan Akal dalam al-Qur’an dan al-Hadis”, Mum-
taz, Vol. 1, No. 1, 2017, 24.
41
Abdul Wahhab Abu Sulaiman, Peranan Akal dalam Hukum Islam, 5.
12 | Metodologi Studi Islam
42
https://islami.co/tiga-fungsi-akal-dalam-al-quran/
Akal: Sumber Kebenaran dalam Islam | 13
43
Aan Rukmana, “Kedudukan Akal dalam al-Qur’an dan al-Hadis”, 23-24.
44
Achmad Syathori, Ijtihad dalam Syariat Islam (Jakarta: PT. Bulan Bin-
tang, 1987), 1.
45
Amiur Nuruddin, Ijtihad Umar Ibn al-Khaththab (Jakarta: CV. Rajawali,
1991), 51.
46
Helmi Karim, Konsep Ijtihad Majelis Ulama Indonesia dalam Pengem-
bangan Hukum Islam (Pekanbaru: Perc. CV. Fajar Harapan, 1994), 23.
14 | Metodologi Studi Islam
yaitu pada masa tasyri’ dan masa sahabat. Perbedaan ini meliputi
hubungan ijtihad dengan fikih, ijtihad dengan al-Qur’an, ijtihad
dengan Al-Sunnah, dan ijtihad dengan dalala nash.
Menurut Abu Zahrah, secara istilah arti ijtihad ialah upaya
seorang ahli fikih dengan kemampuannya dalam mewujudkan
hukum-hukum amaliah yang diambil dari dalil-dalil yang rinci. Se-
dangkan menurut Harun Nasution, pengertian ijtihad hanya da-
lam lapangan fikih adalah dalam pengertian sempit. Dalam arti
luas, menurutnya, ijtihad juga berlaku dalam bidang politik,
akidah, tasawuf dan filsafat.47
Sementara Imam al-Amidi mengatakan bahwa ijtihad ada-
lah mencurahkan semua kemampuan untuk mencari hukum syara
yang bersifat dhanni, sampai merasa dirinya tidak mampu untuk
mencari tambahan kemampuannya itu. Sedangkan Imam al-
Ghazali menjadikan batasan tersebut sebagai bagaian dari definisi
al-ijtihad attaam (ijtihad sempurna).48
Tetapi pengertian ijtihad dapat dilihat dari dua segi baik
etimologi maupun terminologi. Dalam hal ini memiliki konteks
yang berbeda. Ijtihad secara etimologi memiliki pengertian:
“pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuati yang
sulit”. Sedangkan secara terminologi adalah “penelitian dan
pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada
kitabullah(syara) dan sunnah rasul atau hyang lainnya untuk
memperoleh nasb yang ma’qur, agar maksud dan tujuan umum
dari hikmah syariah yang terkenal dengan maslahat.49
Ijtihad mempunyai arti umum, yaitu sebagai kekuatan atau
kemampuan untuk mencetuskan ide-ide yang bagus demi ke-
maslahatan umat. Ada beberapa pendapat bahwa ijtihad adalah
pengerahan segenap kesanggupan dari seorang ahli fikih atau mu-
jtahid untuk memperoleh pengertian terhadap hukum syara
(hukum Islam).50
47
Atang ABD, dkk., Metodologi Studi Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010), 95-97
48
Abd Wafi Has, “Ijtihad Sebagai Alat Pemecahan Masalah Umat Islam”,
Epesteme, Vol. 8, No. 1, 2013, 92.
49
Abd Wafi Has, “Ijtihad Sebagai Alat Pemecahan Masalah Umat Islam”,
91
50
Abd Wafi Has, “Ijtihad Sebagai Alat Pemecahan Masalah Umat Islam”,
93
Akal: Sumber Kebenaran dalam Islam | 15
b. Dasar-Dasar Ijtihad
Adapun yang menjadi dasar hukum ijtihad ialah al-Qur’an
dan al-Sunnah. Diantara ayat al-Qur’an yang menjadi dasar ijtihad
adalah sebagai berikut.
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu
dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara
manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu,
dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yangf tidak
bersalah), karena(membela) orang-orang yang khianat. (Q.S
al-Rum[30]: 105).”51
Adapun sunnah yang menjadi dasar ijtihad diantaranya
hadis ‘Amr bin al-‘Ash yang diriwayatkan oleh Imam Bukhsri,
Muslim, dan Ahmad yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad
bersabda:
“Apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan berijti-
had, kemudian dia benar maka ia mendapatkan dua pahala.
Akan tetapi, jika ia menetapkan hukum dalam ijtihad itu salah
maka ia mendapatkan satu pahala. (Muslim, II, t.th:62)”52
c. Hukum Ijtihad
Jumhur ulama sepakat apabila dalam nas tidak di jumpai
hukum yang akan di terapkan pada suatu kasus, maka seorang
mujtahid boleh melakukan ijtihad sesuai dengan metode yang te-
lah di sepakati Bersama.53
Ulama berpendapat, jika seorang Muslim dihadapkan
kepada suatu peristiwa, atau ditanya tentang suatu masalah yang
berkaitan dengan hukum syara, maka hukum ijtihad bagi orang
itu bisa wajib ‘ain, wajib kifayah, sunat, atau haram, bergantung
pada kapasitas orang tersebut.
Pertama, bagi orang Muslim yang memenuhi kriteria mu-
jtahid yang dimintai fatwa hukum atas suatu peristiwa yang ter-
jadi dan ia khawatir peristiwa itu akan hilanh begitu saja tanpa
kepastian hukumnya, atau ia sendiri mengalami peristiwa yang
51
Atang ABD. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, 99.
52
Atang ABD. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, 99.
53
Ahmad Badi’, “Ijtihad: Teori dan Penerapannya”, Vol. 24, No. 2, 2013.
16 | Metodologi Studi Islam
d. Ijtihad Rasulullah
Dalam Islam sumber wewenang dan otoritas tertinggi han-
yalah Allah semata-mata. Semua orang, termasuk Rasulullah dan
para penguasa yang memerintah tunduk kepada hukum-hukum
Allah. Dilihat dari segi ini, maka Nabi Muhammad55 sebagai
Rasulullah (utusan Allah) bertugas melaksanakan dan menyam-
paikan perintah-perintah Allah kepada umat manusia. Oleh sebab
itu, segala sebab itu segala kententuan yang bersumber dari Allah
yang disampaikan melalui wahyu dan diterima oleh Rasulullah
berfungsi sebagai peraturan yang mesti dilaksanakan.56
Pembicaraan ijtihad Rasulullah dikalangan para ulama,
nampaknya cukup luas dan berbelit-belit. Secara teoritis
umumnya mereka sependapat bahwa ijtihad Rasulullah terjadi
dalam urusan-urusan keduniawian, seperti dalam menentukan
taktik dan strategi dalam peperangan, serta keputusan-keputusan
yan berhubungan dengan perselisihan dan persengketaan. Akan
tetapi walaupun dari segi teoritis terdapat semacam kesepakatan,
namun ditinjau dari segi agama mereka berbeda pendapat dalam
seluruh persoalan, bukan saja dalam hal yang menyangkut masa-
lah-masalah agama, tetapi juga dalam masalah-masalah dunia.
Akibatnya, akan terlihat ada pendapat yang “bemuka dua”, yang
54
Atang ABD. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, 105.
55
Amiur Nuruddin, Ijtihad Umar IBN Al-Khaththab, 69.
56
Amiur Nuruddin, Ijtihad Umar IBN Al-Khaththab, 70.
Akal: Sumber Kebenaran dalam Islam | 17
57
Achmad Syathori, Ijtihad dalam Syari’at Islam, 261.
58
Achmad Syathori, Ijtihad dalam Syari’at Islam, 261.
59
Achmad Syathori, Ijtihad dalam Syari’at Islam, 262.
18 | Metodologi Studi Islam
dari kedua sudut tersebut. Oleh sebab itu tidaklah boleh membu-
ka jalan ijtihad dalam suatu hukum yang telah ditetapkan dalam
dalil al-Qur’an yang pasti.
Apabila hukum-hukum qath’I ini dijadikan hukum yang
tidak qath’I dan masih dianggap sebagai letak perselisihan dan
pertentangan, berarti sudah tidak ada lagi di sana hukum yang
dijadikan tempat rujukan dan dijadikan sandaran, serta tidak ada
pula ukuran yang dijadikan landasan hukum.60
60
Achmad Syathori, “Ijtihad dalam Syari’at Islam”, 261-262.
61
Achmad Syathori, “Ijtihad dalam Syari’at Islam”, 263.
62
Achmad Syathori, “Ijtihad dalam Syari’at Islam”, 264.
Akal: Sumber Kebenaran dalam Islam | 19
g. Pengertian Dinamika
Secara terminologi dalam Nandang Rusmana, kata dina-
mika berasal dari kata Dynamics (Yunani) yang bermakna
“Kekuatan” (force). “Dynamics is facts or concepts with refer to
conditions of change, expecially to forces” (Rusmana, n.d.). Da-
63
Achmad Syathori, “Ijtihad dalam Syari’at Islam”, 265.
64
Ahmad Hanany Naseh, “Ijtihad dalam Hukum Islam”, Jurnal an-Nur,
Vol. IV, No. 2, 2012, 254-255.
20 | Metodologi Studi Islam
65
Indah Suci Julia Sari, “Hakekat, Dinamika Organisasi, dan Fungsi Pem-
impin dan Kepemimpinan Pendidikan Islam”, Jurnal Ilmiah Iqra’ FTIK IAIN
Manado, Vol. 13, No. 1, 2019, 29.
66
Indah Suci Julia Sari, “Hakekat, Dinamika Organisasi, dan Fungsi Pem-
impin dan Kepemimpinan Pendidikan Islam”, 29.
67
Emanuel Kelbulan, dkk.,”Dinamika Kelompok Tani Kalelon di Desa
Kauneran Kecamatan Sonder”, Jurnal Transdisiplin Pertanian( Budidaya Tana-
man, Perkebunan, Kehutanan, peternakan, Perikanan), Sosial dan Ekonomi ,
Vol. 14, No. 3, 2018, 55-56.
68
Wilaela, Seri Sejarah Peradaban Islam Reinterpretasi Sejarah Islam Klasik
(Pekanbaru: Suska Press, 2012), 2.
Akal: Sumber Kebenaran dalam Islam | 21
69
Wilaela, Sejarah Islam Klasik (Pekanbaru: Fakultas Ushuluddin UIN Sul-
tan Syarif Kasim Riau, 2016), 57.
70
Musyrifa Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Prenada Media Group,
2007), 6.
71
https://an-nur.ac.id/periodisasi-sejarah-peradaban-islam/
72
Musyrifa Sunanto, Sejarah Islam Klasik, 6.
73
Amiur Nuruddin, Ijtihad Umar IBN al-Khaththab, 75.
74
Rusdiyah, “’Peranan Ijtihad dalam Legislasih Hukum Islam pada Era
Khulafaur Rasyidin”, Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan , Vol. 10, No. 18,
2012, 40.
22 | Metodologi Studi Islam
75
http://myrealblogcom.blogspot.com/2018/11/ijtihad-dan-fiqh-pada-
masa-bani-umayyah.html?m=1
76
Hadi Daeng Mapuna, “Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam
pada Masa Kodifikasi dan Iman-Iman Mujtahid”, al-daulah, Vol. 7, No. 1,
2018, 183-184.
Akal: Sumber Kebenaran dalam Islam | 23
77
Hadi Daeng Mapuna, “Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam
pada Masa Kodifikasi dan Iman-Iman Mujtahid”, 185.
78
Hadi Daeng Mapuna, “Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam
pada Masa Kodifikasi dan Iman-Iman Mujtahid”, 185.
24 | Metodologi Studi Islam
H. Penutup
Akal adalah anugrah yang sangat mulia yang Allah berikan
kepada manusia, dengan akal manusia dapat membedakannya
dengan mahluk yang lain. Dengan akal manusia dapat mem-
bedakan mana yang hak dan mana yang batil, dapat mem-
bedakan yang lurus dengan yang berliku-liku. Akal sangatlah ban-
yak perannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama di dunia is-
lam. Dengan akal manusia dapat memikirkan tentang penciptaan
Allah SWT.
Sebagaimana langit yang ditinggikan diciptakan dengan tanpa
tiang yang menyangganya, bagaimana terjadinya siang dan mal-
am yang terus menerus bergulir. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an
yang menjelaskan tentang akal, menjelaskan supaya manusia
menggunakan akalnya dengan baik. Allah memerintahkan manu-
sia supaya mempergunakan akal mereka untuk memikirkan apa-
apa yang ada disepannya, sesuatu yang terjadi yang manusia tisak
bisa melakukan semua itu, manusia disuruh berfikir tentang pen-
ciptaan Allah yang begitu besar, memikirkan tentang keagungan
Allah. Semua itu yang diperintahkan Allah supaya manusia
menggunakan akal yang diberikan denan maksimal dan tidak sia-
sia. Banyak fungsi-fungsi akal yang bisa kita lihat sepanjang ke-
hidupan ini. Dengan akal manusia dapat menciptakan penemuan-
penemuan yang canggih-canggih saat ini. Para ilmuan mem-
pergunakan akal mereka untuk meneliti sesuatu yang menurut
mereka belum pernah mereka temukan, para mufassir, para mu-
jitahid dan banyak lagi yang mempergunakan akal mereka untuk
menyelesaikan masalah yang hadir seiring dengan pergantian
waktu dan zaman.
Semua yang kita lakukan agar baik dan benar, kita harus
mempergunakan akal sehat kita sehingga mendapatkan hasil yang
memuaskan, karena seseorang yang mempergunakan akal mereka
dengan baik akan mendapatkan apa yang mereka tujukan.
79
Hadi Daeng Mapuna, “Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam
pada Masa Kodifikasi dan Iman-Iman Mujtahid”, 186.
Akal: Sumber Kebenaran dalam Islam | 25
DAFTAR PUSTAKA