Revisi Cetak 1

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 55

APLIKASI ZAT PEMACU KEMASAKAN (RIPENER)

MENGGUNAKAN DRONE SPRAYER PADA TANAMAN TEBU


(Saccharum officinarum L.)

(Tugas Akhir)

Oleh:

Aldi Wilandzoko
20721003

POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG


BANDAR LAMPUNG
2023
APLIKASI ZAT PEMACU KEMASAKAN (RIPENER)
MENGGUNAKAN DRONE SPRAYER PADA TANAMAN TEBU
(Saccharum officinarum L.)

Oleh

Aldi Wilandzoko
20721003

Tugas Akhir

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Sebutan


Ahli Madya (A.Md.) Pertanian
Pada
Program Studi Produksi Tanaman Perkebunan
Jurusan Tanaman Perkebunan

POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG


BANDAR LAMPUNG
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir : Aplikasi Zat Pemacu Kemasakan (Ripener)


Menggunakan Drone Sprayer Pada Tanaman Tebu
(Saccharum officinarum L.)
Nama : Aldi Wilandzoko
Nomor Pokok Mahasiswa : 20721003
Program Studi : Produksi Tanaman Perkebunan
Jurusan : Budidaya Tanaman Perkebunan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Sismita Sari, S.P., M.P Ir . Any Kusumastuti, M.P.


NIP. 196107051987031002 NIP. 196208031988032003

Menyetujui
Ketua Jurusan Tanaman Perkebunan

Ir. Bambang Utoyo, M.P.


NIP 196211061989031003

Tanggal Ujian: 16 Agustus 2023


APLIKASI ZAT PEMACU KEMASAKAN (RIPENER)
MENGGUNAKAN DRONE SPRAYER PADA TANAMAN TEBU
(Saccharum officinarum L.)

Oleh

Aldi Wilandzoko

RINGKASAN

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman yang sangat


menunjang perekonomian negara. Permasalahan yang sering dialami perusahaan
tebu pada saat awal giling adalah selalu bersamaan dengan musim hujan, sehingga
mempengaruhi tingkat kemasakan pada batang tanaman tebu yang akan digiling
belum mencapai tingkat kemasakan optimalnya. Salah satu upaya yang dilakukan
untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan aplikasi Zat Pemacu Kemasakan
(ZPK) atau ripener. Tujuan penulisan tugas akhir ini yaitu agar menguasai teknik
aplikasi zat pemacu kemasakan (ripener) menggunakan alat Drone spryer, mampu
menghitung kebutuhan dosis, konsentrasi, volume semprot, dan waktu aplikasi
yang dibutuhkan dalam aplikasi zat pemacu kemasakan dengan menggunakan
drone, serta mampu mengidentifikasi pengaruh aplikasi ripener yang terjadi pada
tanaman tebu. Jenis ZPK yang digunakan yaitu Roundup dengan bahan aktif
isoprophylamine glyphosate dengan dosis 0,8 liter/ha dan surfactan 0,04 liter/ha.
Aplikasi ripener ini dilakukan secara mekanis dengan menggunakan drone sprayer.
Penggunaan drone dalam aplikasi ripener untuk luasan 1 ha membutuhkan waktu
8,31 menit. Teknis kegiatan aplikasi ripener yaitu survey dan penentuan varietas
tanaman, kalibrasi, persiapan unit drone di areal, tracking blok, pengawasan
aplikasi, dan pengambilan sampel batang tebu. Pengambilan sampel tanaman yaitu
varietas tebu RGM 612 yang menunjukan ZPK mulai berpengaruh setelah 3 minggu
aplikasi pada tanaman tebu. Pengaruh ZPK meliputi kenaikan nilai brix, penurunan
bobot, dan pertumbuhan siwilan. Nilai brix minggu T0 sampai dengan T2 pada
batang primer naik sebesar 29%, batang sekunder 25%, batang tersier 29,9%, dan
batang sogolan naik 25,6%.

Kata kunci: brix, drone spryer, ripener, tebu, zat pemacu kemasakan
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Aldi Wilandzoko dilahirkan di Lampung Tengah pada


tanggal 17 Januari 2002. Penulis merupakan anak terakhir dari pasangan Bapak
Tumingan dan Ibu Ngatini yang beralamat di PT Gunung Madu Plantations,
Kecamatan Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah. Penulis memiliki satu
orang kakak yang bernama Eka Alifiani. Penulis memulai pendidikan di TK Satya
Dharma Sudjana, melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 4 Gunung
Madu, setelah itu melanjutkan pendidikan di SMP Satya Dharma Sudjana. Penulis
melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas SMA Negeri 1 Terusan Nunyai
dan lulus pada tahun 2020.
Pada tahun 2020, penulis diterima di Politeknik Negeri Lampung, Jurusan
Budidaya Tanaman Perkebunan, Program Studi D3 Produksi Tanaman Perkebunan
melalui jalur SBMPN. Setelah itu, penulis menjalani praktik kerja lapangan (PKL)
selama 4 bulan di PT Pemukasakti Manisindah.
MOTTO

Miliki cukup keberanian


untuk memulai dan cukup hati
untuk menyelesaikan.

“Yourko NS”
PERSEMBAHAN

Alhamdulillah Hirobbil Alamin


Puji Syukur Kehadirat Allah Swt Yang Telah Memberikan
Kemudahan Untuk Segala Urusan Serta Memberikan Rahmat dan Ridho-Nya
Sehingga Penulis Dapat Mempersembahkan Tulisan Ini Sebagai Tanda
Terimakasih dan Kasih Sayang Kepada:

Kedua Orang Tua Dan Kakak-Ku


Bapak Tumingan, Ibu Ngatini, dan Kakakku Eka Alifiani
Terimakasih atas cinta dan kasih sayang yang selalu di curahkan,
didikan, dukungan, pengorbanan, kesabaran, serta doa-doa
tiada henti yang mengiringi langkahku.

Sahabat-sahabatku
Terimakasih Untuk Semua Hari-Hari Yang Penuh Makna, Terimakasih Selalu
Ada Disaat Suka Dan Duka Semoga Kalian Selalu Dalam Lindungan-Nya

Almamaterku

Politeknik Negeri Lampung


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan nikmat, kesehatan, dan karunia-Nya serta ucapan terima kasih kepada
Bapak dan Ibu yang telah berkorban baik dalam materi, perhatian, kasih sayang,
bimbingan, semangat serta mendoakan agar penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir yang berjudul “Aplikasi Zat Pemacu Kemasakan (Ripener) Menggunakan
Drone Sprayer Pada Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)”.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan mahasiswa untuk
memperoleh gelar Ahli Madya Produksi Tanaman Perkebunan (A.Md.P.). Tugas
akhir ini ditulis berdasarkan hasil Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang
dilaksanakan di PT Pemukasakti Manisindah, Kecamatan Pakuan Ratu, Kabupaten
Way Kanan, Provinsi Lampung. Penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak
dalam penulisan dan penyusunan laporan ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Sismita Sari, S.P., M.P. selaku Dosen Pembimbing Praktik Kerja Lapang dan
Pembimbing utama yang selalu memberikan masukan-masukan serta
pengarahan demi kesempurnaan Tugas Akhir ini serta memberikan kritikan dan
saran kepada penulis dengan penuh kesabaran.
2. Ir . Any Kusumastuti, M.P. Selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang selalu
memberikan masukan, kritikan, dan saran serta bimbingannya kepada penulis.
3. Ir. Ersan, M.T.A. dan Supriyanto, S.P., M.Si. selaku dosen penguji Tugas akhir.
4. Ir. Bambang Utoyo, M.P. selaku Ketua Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan.
5. Bapak dan Ibu selaku kedua orang tua yang telah mendukung penulisan terkait
penyusunan Tugas Akhir ini.
6. Seluruh dosen pengajar Program Studi Produksi Tanaman Perkebunan atas ilmu
yang diberikan kepada penulis ini.
7. Untuk kakak, adik, serta teman-teman yang telah mendukung penulisan terkait
penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.
8. Enjelina Putri Chintami yang telah membantu menyusun tugas akhir ini.
9. Seluruh karyawan di PT Pemukasakti Manisindah yang telah membantu penulis
dalam setiap kegiatan praktik kerja lapangan.
10. Bapak dan Ibu pekerja yang berkerja di PT Pemukasakti Manisindah.
Banyaknya kekurangan yang dihadapi saat penyusunan Tugas Akhir ini.
Untuk itu , kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk
perbaikan dimasa yang akan dating. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat
bagi pembaca, teman-teman mahasisawa/i, dan seluruh masyarakat khususnya di
bidang pertanian.

Bandar Lampung, 16 Agustus 2023

Aldi Wilandzoko
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii

I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................ 3

II. KEADAAN UMUM PRUSAHAAN .................................................. 4


2.1 Sejarah Perusahaan ...................................................................... 4
2.2 Letak Geografis ............................................................................ 4
2.3 Struktur Organisasi Perusahaan ................................................... 5
2.4 Visi dan Misi PT PSMI ................................................................ 6
2.4.1. Visi PT PSMI .................................................................... 6
2.4.2. Misi PT PSMI ................................................................... 6
2.5 Tenaga Kerja ................................................................................ 6
2.6 Fungsi Sosial dan Jaminan sosial ................................................. 7
2.7 Kondisi Tanah dan Curah Hujan .................................................. 7
2.8 Luas Areal dan Tata Guna Usaha ................................................ 7
2.9 Perkembangan Perusahaan ........................................................... 8

III. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 10


3.1 Syarat Tumbuh Tanaman Tebu .................................................... 10
3.2 Fase pertumbuhan tanaman tebu .................................................. 12
3.3 Senyawa Terkandung Pada Batang Tebu..................................... 13
3.4 Kemasakan Tanaman Tebu .......................................................... 14
3.4.1. Proses kemasakan tebu ..................................................... 14
3.4.2. Pembentukan gula dalam tanaman tebu ............................ 15
3.5 Drone Sprayer .............................................................................. 16
3.6 Zat Pemicu Kemasakan ................................................................ 18
IV. METODE PELAKSANAAN ............................................................ 21
4.1 Tempat dan Waktu ..................................................................... 21
4.2 Alat dan Bahan .......................................................................... 21
4.3 Prosedur Kerja ........................................................................... 21
4.3.1. Survey blok dan penentuan varietas tanaman ................ 21
4.3.2. Persiapan alat dan larutan ZPK ...................................... 22
4.4 Kalibrasi ..................................................................................... 23
4.5 Teknis Aplikasi Ripener ............................................................ 24
4.6 Pengamatan Batang Tebu .......................................................... 24

V. HASIL DAN PEMBAHASAAN ....................................................... 26


5.1 Survey dan Penentuan Varietas Tanaman ................................. 26
5.2 Persiapan Alat dan Larutan ZPK ............................................... 27
5.2.1 Persiapan baterai remote controller ................................. 27
5.2.2 Persiapan baterai drone ................................................... 27
5.2.3 Persiapan unit drone ........................................................ 28
5.2.4 Persiapan larutan ZPK ..................................................... 29
5.3 Kalibrasi ..................................................................................... 29
5.4 Teknis Aplikasi Ripener ............................................................ 32
5.4.1 Tracking blok................................................................... 32
5.4.2 Aplikasi ripener ............................................................... 33
5.5 Pengamatan Sempel Ripener Berdasarkan Nilai Brix ............... 34
5.6 Pengamatan Berdasarkan Bobot Batang .................................... 35
5.7 Pengamatan Pertumbuhan Siwilan ............................................ 36

VI. KESIMPULAAN ............................................................................... 38


6.1 Kesimpulaan .............................................................................. 38

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 39

LAMPIRAN ............................................................................................... 41
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tata guna lahan PT Pemukasakti Manisindah ...................................... 8

2. Kategori tanaman PT Pemukasakti Manisindah


musim giling 2023 ................................................................................ 9

3. Kategori varietas tebu PT Pemukasakti Manisindah


musim giling 2023 ................................................................................ 9

4. Hasil pengaturan drone sprayer berdasarkan kalibrasi ......................... 33

5. Hasil pengukuran nilai brix pada setiap minggu pengamatan


pada batang primer, sekunder, dan tersier ............................................. 42

6. Kenaikan nilai brix dari pengamatan T0 sampai T1 pada batang


primer, sekunder, dan tersier ................................................................. 42

7. Kenaikan nilai brix dari pengamatan T0 sampai T2 pada batang


primer, sekunder, dan tersier ................................................................. 42

8. Pengamatan berdasarkan bobot batang ................................................. 42

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur organisai PT Pemukasakti Manisindah ................................... 5

2. Drone sprayer ....................................................................................... 18

3. Daun tanaman tebu ................................................................................ 26

4. Persiapan baterai remote controller drone ............................................ 27

5. Persiapan baterai drone ......................................................................... 27

6. Persiapan unit drone ............................................................................. 28

7. Persiapan larutan ZPK........................................................................... 29

8. Edit dan penentuan arah run aplikasi ................................................... 33

9. Aplikasi ripener .................................................................................... 34

10. Diagram peneningkatan nilai brix ....................................................... 35

11. Diagram penimbangan bobot batang tebu........................................... 36

12. Pengamatan pertumbuhan siwilan....................................................... 37

ii
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman yang


memilki dua fase pertumbuhan yaitu fase vegetatif (pertumbuhan tanaman) dan
fase generatif (pengembangbiakan tanaman). Pada fase vegetatif, tanaman tebu
memerlukan air pada beberapa tahap pertumbuhan. Pada fase pertumbuhan dan
pemanjangan batang glukosa yang dihasilkan selama fotosintesis digunakan untuk
pertumbuhan tanaman, sehingga produktivitas tebu ditentukan pada tahap tersebut.
Selama fase pemasakan, glukosa yang dihasilkan disimpan di dalam batang sebagai
sukrosa, namun pada kondisi tekstur tanah, struktur tanah, kandungan bahan
organik, bahan mineral dan kedalaman solum tanah yang baik dan mencukupi
menyebabkan tanaman dalam kondisi optimal, glukosa yang dihasilkan tidak
disimpan sebagai sukrosa tetapi dimanfaatkan untuk pertumbuhan tanaman
tanaman (Watanabe dkk., 2016).
Kelembaban tanah menentukan ketersediaan air dalam tanah sehingga
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tebu. Rata-rata kelembaban tanah 4 bulan
sebelum panen mempengaruhi hasil perolehan gula pada batang tebu. Tanaman
tebu memerlukan kelembaban tanah yang rendah selama 2 - 3 bulan sebelum panen
untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sebaliknya kelembaban tanah yang tinggi
1 - 2 minggu sebelum panen dapat menurunkan hasil gula. (Pawirosemadi, 2011).
Penggunaan zat pemacu kemasakan (ripener) pada tanaman tebu mempercepat
peningkatan kadar sukrosa, terutama pada kondisi kelembaban tanah tinggi (cuaca
basah) atau awal penggilingan menjelang panen, sehingga tanaman tebu tidak
mencapai kematangan optimal. Faktor lain yang menunda kemasakan pada
tanaman tebu yaitu intensitas penyinaran yang tidak optimal pada masa pemasakan
akibat seringnya cuaca mendung juga dapat menurunkan kadar gula atau rendemen
tebu (Sudarsono, Sunaryo dan Saefudin, 2011).
2

Untuk mengatasi permasalahan tersebut pemberian ZPK mengandung bahan


kimia yang mempercepat kemasakan dapat meningkatkan kadar gula yang tinggi,
sehingga produksi gula dapat memenuhi target dan kebutuhan gula terpenuhi untuk
masyarakat. ZPK adalah salah satu bahan kimia yang dapat mempercepat proses
kemasakan pada tanaman tebu, dimana hasil fotositensis dalam bentuk sukrosa
disimpan pada batang tebu. Bila secara alami suatu varietas tebu memiliki potensi
rendemen 11% pada umur 12 bulan, maka pemberian ZPK tidak akan menyebabkan
rendemen menjadi lebih dari 11% (Utama, Tyasmoro, dan Sumarni, 2018).
Secara alami sebenarnya kemasakan tebu bisa dipercepat dengan cara
mengeringkan tanah, menurunkan suhu sekitar perakaran, membuat tanaman stress
(kekurangan) hara atau memperpendek penyinaran matahari. Herbisida SIDAFOS
480 SL yang berbahan aktif isoprophylamine glyphosate yang telah diuji
keefektifannya terhadap tanaman tebu sebagai pemacu kemasakan. Penelitian
sebelumnya pernah dilakukan Hickell pada tahun 1983 selama beberapa tahun
seluas 40.000 hektar di Hawaii, ternyata pemberian herbisida berbahan aktif
glyphosate mampu meningkatkan kadar gula dari awalnya 10% sampai 29%
(Utama, Tyasmoro, dan Sumarni, 2018). Semenjak itu, glyphosate termasuk yang
diproduksi sebagai herbisida yang banyak digunakan sebagai zat pemacu
kemasakan tanaman tebu di seluruh dunia.
Di PT Pemukasakti Manisindah aplikasi ripener menggunakan dua cara
yaitu dengan menggunakan pesawat ultralight dan menggunakan drone. Namun
sebelum penggunaan dua metode tersebut digunakan metode penyemprotan dengan
boom spryer, cara aplikasi yaitu dengan memasang nozzle pada sayap-sayap boom
lalu ditinggikan, unit tractor masuk ke barisan tebu yang berakibat merusak areal,
sehingga cara tersebut kurang efektif dan merugikan. Cara berikutnya yaitu dengan
aplikasi manual, pengaplikasianya dengan menggunakan gawangan yang dipasang
nozzle-nozzle yang dibawa oleh dua orang pekerja lalu memasuki lorong-lorong
berisan tebu. Cara ini tidak efektif dan efisien dikarenakan aplikasi memerlukan
waktu yang lama, biaya operasional yang tinggi dan menimbukan dampak yang
buruk bagi pekerja karena terpapar langsung oleh herbisida yang digunakan untuk
memacu kemasakan tebu. Oleh karena itu pada tugas akhir ini akan dibahas
mengenai penggunaan drone sprayer yang merupakan teknologi baru dalam bidang
3

pertanian dapat bekerja secara efektif, efisien, dan dapat mengurangi biaya
operasional. Berdasarkan kajian tersebut maka dibuatlah Tugas Akhir berjudul
berjudul “Aplikasi Zat Pemacu Kemasakan (Ripener) Menggunakan Drone
Sprayer Pada Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)’’.

1.2 Tujuan

Tugas akhir ini disusun dengan tujuan sebagai berikut:

1. Menguasai teknik aplikasi zat pemacu kemasakan (ripener) menggunakan alat


drone sprayer.
2. Mampu menghitung kebutuhan dosis, konsentrasi, volume semprot, dan waktu
aplikasi yang dibutuhkan dalam aplikasi zat pemacu kemasakan dengan
menggunakan drone.
3. Mampu mengidentifikasi pengaruh aplikasi ripener yang terjadi pada tanaman
tebu.
4

II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Perusahaan

PT Pemukasakti Manisindah (PT PSMI) merupakan salah satu perusahaan


perkebunan swasta besar yang menanam tanaman perkebunan yaitu tebu. Investor
PT PSMI merupakan salah satu investor yang melopori industri gula di kawasan
Asia Tenggara. Investor tersebut memiliki banyak pengalaman di perkebunan gula
dan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia. Pada tahun 1990, seorang investor
pemilik PT Gunung Madu Plantation (GMP) ingin mengikuti kesuksesan PT GMP
dengan mengembangkan perkebunan tebu di Pakuan Ratu, Way Kanan.
Pemilik menyediakan tanah seluas 30.000 ha di kecamatan Pakuan Ratu
berdasarkan izin lokasi No. 60/II/PMDN/BKPMD/90 yang diterbitkan pada 14
November 1990. Awalnya bernama PT Teknik Umum dalam kedudukan
Penanaman Modal Asing (PMA), namun atas usul tokoh masyarakat setempat dan
atas persetujuan pimpinan berubah nama menjadi PT Pemukasakti Manisindah. PT
PSMI mulai memberikan ganti rugi lahan tahun 1992 dan membuka perkebunan
pada tahun 1993. Pada tahun 1996 PT PSMI dapat memulai merencanakan
pembangunan pabrik gula dan sudah membeli sebagian mesin-mesin pabrik dan
peralatannya.

2.2 Letak Geografis

Perkebunan dan pabrik tebu PT PSMI berlokasi di Desa Gunung Waras,


Kecamatan Pakuan Ratu, Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung dan kantor
pusatnya berlokasi di Jakarta. Perkebunan dan pabrik tebu PT PSMI membentang
dari barat ke timur dari desa mesir ilir Kecamatan Bahuga sampai Kampung Tiuh
Baru sepanjang ± 70 km. PT PSMI berbatasan dengan 5 kecamatan yaitu
Kecamatan Pakuan Ratu, Kecamatan Negeri Batin, Kecamatan Bahuga,
Kecamatan Negeri Agung, dan Kecamatan Negeri Besar. Selain itu dikelilingi oleh
beberapa desa yaitu Mesir, Tiuh Baru, Negeri Agung, Negeri Batin, dan lain-lain
yang menjadi tempat sebagian besar masyarakat PT PSMI bekerja.
5

Lokasi perkebunan dan pabrik gula PT Pemukasakti Manisindah cukup jauh


dari pusat kota yaitu 250 km dari kota palembang dan 215 km dari kota Bandar
Lampung. Topografi lahan PT PSMI bergelombang dan sebagian besar miring dan
cukup terjal.

2.3 Struktur Organisasi Perusahaan

PT PSMI merupakan perusahaan yang dikelola oleh site manager yang


berkedudukan di perkebunan yang membawahi beberapa kepala departemen. PT
PSMI terbagi menjadi beberapa divisi yaitu I, II, Tiuh Baru, Negara Batin dan G2.
Struktur organisasi PT PSMI dipimpin oleh seorang manajer umum yang
membawahi beberapa kepala departemen. Departemen PT PSMI dibagi menjadi
beberapa departemen yaitu departemen perkebunan, departemen produk dan
pengembangan, departemen personalia dan sumber daya, departemen pelayanan
atau perbaikan, departemen keuangan dan departemen pabrik. Struktur organisasi
PT PSMI dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pembagian divisi PT PSMI


Sumber: PT PSMI, 2023

2.4 Visi dan Misi PT PSMI

2.4.1 Visi PT PSMI

PT PSMI sebagai salah satu perusahaan perkebunan tebu memiliki Visi


“Berkembang menjadi perkebunan tebu dan pabrik gula yang efisien sehingga
dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi pemegang saham, karyawan, dan
lingkungan sekitar”.
6

2.4.2 Misi PT PSMI

Pencapaian untuk motivasi dalam menjalankan perusahaan PT PSMI


memiliki misi sebagai berikut:

1. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, sehingga karyawan terinspirasi


untuk bekerja dengan sebaik mungkin.
2. Menghasilkan produk dengan merek dan kualitas yang sesuai dengan keinginan
dan kebutuhan konsumen.
3. Membangun tim kerja yang memiliki inovasi tinggi, efisien, dan cepat maju.

2.5 Tenaga Kerja

Sumber daya manusia PT PSMI semakin meningkat seiring dengan kemajuan


perusahaan yang terus berkembang. Pada tahun 2023, jumlah pegawai PT PSMI
mencapai 3.727 pekerja. Berdasarkan sifat hubungan kerja perusahaan, status
kepegawaian PT PSMI terdiri atas dua jenis pekerja yaitu pekerja karyawaan dan
buruh harian. Klasifikasi tenaga kerja sebagai berikut:

1. Karyawaan
Karyawaan adalah pekerja yang memiliki tingkat jenjang SMP, SMA,
Diploma III dan Starata I. Karyawaan terdiri dari karyawaan staf dan non staf.
Karyawaan memiliki jabatan seperti Mandor, Conduktor, Supervaisor dan Officer.

2. Harian
Pekerja harian merupakan tenaga pelaksana di lapangan yang bekerja sesuai
dengan program kerja. Jenjang Pendidikan untuk bekerja sebagai tenaga harian
minial memiliki ijazah SD. Sistem jam kerja di PT PSMI di bagi dalam empat
bagian, yaitu shift pagi dimulai pukul 06.00 WIB sampai dengan 14.00 WIB, shift
siang dimulai pukul 14.00 WIB sampai dengan 22.00 WIB, shift malam dimulai
pukul 22.00 WIB sampai dengan pukul 06.00 WIB. Sedangkan untuk non shift,
kegiatan kerja dimulai pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB
kemudian istirahat dan kegiatan kerja dimulai 13.30 sampai dengan pukul 16.00.
7

2.6 Fungsi Sosial dan Jaminan Sosial

Sebagai salah satu perusahaan perkebunan tebu PT. PSMI berperan besar
bagi masyarakat sekitar dalam penyerapan tenaga kerja dan program kemitraan
yang saling menguntungkan. Perusahaan berusaha memenuhi kebutuhan sosial
karyawan berupa:
1. Fasilitas perumahan
2. Jaminan sosial berupa biaya pengobatan dan opname di Rumah sakit
3. Asuransi tenaga kerja
4. Tunjangan hari raya dan hak cuti tahunan
6. Bonus akhir tahun
7. Fasilitas pendidikan untuk anak karyawan dari SD sampai SMP, Sarana ibadah,
olahraga, dan Kesehatan

2.7 Kondisi Tanah dan Curah Hujan

Areal perkebunan PT. PSMI pada umumnya memiliki jenis tanah podsolik
merah kuning (PMK) yang memiliki pH tanah antara 4,5 - 5 berwarna merah
kekuning-kuningan dengan kandungan unsur hara yang sedikit, kandungan bahan
organik yang rendah, dan konsistensi yang tinggi. Topografi bergelombang, miring
dan sebagian datar dengan curah hujan rata-rata 2.300 mm selama 15 tahun.

2.8 Luas dan Tata Guna Lahan PT PSMI

Pengeloaan lahan dibagi berdasarkan wilayah atau divisi bagian yang


ditanggung jawabkan mengelola tata guna lahan perkebunan tebu. Luas lahan PT
PSMI pada tahun 2023 adalah 8.102.153 ha untuk lahan Inti Tata luas dan tata guna
lahan PT PSMI secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas dan tata guna lahan PT PSMI Inti 2023.


Tata guna lahan Luas lahan
Divisi 1 2.969..78
Divisi 2 4.005.19
Negara Batin 385.82
Tiuh Baru Timur 741.34
Total 8.102.153
Sumber: PT PSMI, 2023
8

2.9 Perkembangan Perusahaan

Perusahaan perkebunan tebu dan pabrik gula pertama dan satu-satunya yang
terletak di Kabupaten Way Kanan, PT PSMI pada tahun 2009 telah menggiling
tebu dengan kapasitas 12.00 Ton Cane Day (TCD) dan menghasilkan gula dengan
merek Pemuka Sakti Manis indah (PSM) yang berkualitas tinggi. Secara bertahap
PT PSMI akan meningkatkan kapasitas giling sehingga diharapkan pada tahun-
tahun berikutnya dapat memproduksi gula sekitar 80.000 TCD. Sistem karbonatasi
digunakan untuk memproses gula PSM menghasilkan gula yang lebih putih, bersih,
dan sehat.
Di PT PSMI ada tiga jenis tanaman tebu yaitu tanaman tebu baru (NPC),
tanaman tebu pemudidayaan (RPC), dan tanaman keprasan (RC). Tanaman tebu
baru (NPC) adalah tanaman tebu yang pertama kali ditanam di area yang baru
dibuka, sedangkan tanaman tebu pemudidayaan (RPC) adalah tanaman tebu yang
telah ditanam ulang oleh tanaman tebu sebelumnya. Ratoon cane (RC) juga dikenal
sebagai tanaman keprasan. Jenis tanaman ratoon di PT PSMI dapat dilakukan
sebanyak 3 kali atau lebih bergantung pada produksi ton tebu pada areal tersebut
apabila produksi masih cukup besar maka ratoon akan dirawat jika produksi kecil
maka akan dibongkar. Luas areal perkebunan PT PSMI untuk lahan inti adalah
8.102.13 ha. Kategori jenis tanaman dengan luasan areal yang ditanam dapat dilihat
pada Tabel 2 dan 3.

Tabel 2. Kategori jenis tanaman PT PSMI musin giling 2023

Kategori Tanaman Luasan (Ha)


RPC 3462.76
RC I 2341,78
RC II 1169,91
RC III 184,55
RC IV 52,87
RC V 5,36
RC VI 3,78
Total 7221,01
Sumber: PT PSMI 2023
9

Tabel 3. Kategori varietas tanam tebu PT PSMI musim giling 2023


Varietas Luasan (Ha)
RGM 515 672.13
RGM 1010 1.760.16
RGM 612 1.489.61
RGM 469 1.377.35
RGM 477 165.78
RGM 838 1.738.49
RGM 1802 66.34
RGM 1834 183.14
RGM 1206 374.43
GP 11 48.86
Lain-lain 249.81
Total 8.102.13
Sumber: PT PSMI, 2023

Pabrik gula PT PSMI juga menghasilkan produk sampingan seperti tetes tebu
(molasses), blotong (filter cake), dan ampas tebu (bagasses). Tetes tebu digunakan
sebagai bahan baku untuk industri Monosodium Glutamat (MSG) dan industri
alkohol, dan ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik
tenaga uap.
10

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Syarat Tumbuh Tanaman Tebu

Tanaman tebu menghendaki kondisi lingkungan yang optimal untuk proses


pertumbuhannya sampai memasuki masa panen. Tanaman tebu dapat tumbuh
dengan optimal dengan syarat sebagai berikut:

1. Tanah
Struktur tanah yang baik untuk penanaman tebu adalah tanah yang gembur
sehingga aerasi udara dan pertumbuhan akar sempurna, oleh karena itu kegiatan
olah tanah atau agregat tanah menjadi partikel-partikel kecil (pemecahan
bongkahan tanah) mendorong penetrasi akar, struktur tanah yang baik untuk
penanaman tebu adalah tanah yang gembur sehingga aerasi udara dan
perkembangan akar sempurna, sehingga penguraian tanah atau agregat tanah
menjadi partikel-partikel kecil mendorong penetrasi akar, sedangkan tekstur tanah
yaitu perbandingan partikel-partikel tanah berupa tanah lempung, debu, dan liat
yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tebu (Evizal, 2018). Sifat fisik dan kimia
tanah mempengaruhi pertumbuhan tanaman tebu. Tekstur tanah yang baik untuk
penanaman tebu adalah tanah yang gembur dengan sirkulasi udara dan sistem akar
yang sempurna, sedangkan tanah yang ideal untuk penanaman tebu adalah tanah
yang ringan sampai agak berat dengan daya ikat air yang cukup (Sari, 2016).
Tanaman tebu memerlukan unsur-unsur esensial dalam jumlah besar seperti
nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Pada tanah dengan ketersediaan unsur hara
terbatas, unsur-unsur ini harus dilengkapi dengan pemupukan unsur hara makro dan
mikro yang lengkap supaya pertumbuhan, perkembangan, dan produktivitas
tanaman menjadi baik (Cahyani, Sudirman dan Azis, 2016). Tanaman tebu
memerlukan kedalaman tanah minimal 50 cm dan permukaan air 40 cm tanpa
lapisan kedap air. Jadi di lahan kering, kalau lapisan permukaannya tipis,
budidayanya harus digali lebih dalam. Selain itu, jika terdapat lapisan penahan air,
maka lapisan tersebut harus dipecah agar sistem udara dapat berkembang lebih
11

baik, air tanah dan akar tanaman dapat berkembang dengan baik. Tanaman tebu
dapat tumbuh dengan baik pada tanah dengan pH 6 sampai 7,5, namun masih dapat
mentolerir pH tidak lebih dari 8,5 dan tidak kurang dari 4,5. (Evizal, 2018)

2. Iklim
Kondisi iklim berpengaruh terhadap pertumbuhan tebu dan rendemen gula
sangat besar. Indonesia memiliki dua iklim yaitu penghujan dan kemarau. Dalam
masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air, sedangkan saat masak
tanaman tebu membutuhkan keadaan iklim kering agar pertumbuhan terhenti,
sehingga tercapai kualitas gula yang baik. Apabila bulan basah tinggi maka
pertumbuhan vegetatif akan terus terjadi dan tidak akan mencapai puncak
kemasakan, sehingga rendemen menjadi rendah. Sebaliknya untuk mencapai
kemasakan yang optimal dengan nilai rendemen tinggi diperlukan musim kemarau,
sehingga tanaman tebu tidak mendapatklan pasokan air yang cukup untuk
melakukan pertumbuhan tanaman (Evizal, 2018).

3. Curah hujan
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan curah hujan
tahunan antara 1000 sampai 1300 mm/tahun dan minimal 3 bulan kering.
Distribusi curah hujan yang ideal untuk budidaya tebu adalah pada masa
pertumbuhan vegetatif, diperlukan curah hujan yang cukup intensif yaitu 200
mm/bulan dalam jangka waktu 5 - 6 bulan. Periode berikutnya adalah 2 bulan
dengan curah hujan 125 mm dan 4-5 bulan di bawah 75 mm/bulan yang merupakan
periode kering. Masa ini merupakan masa pertumbuhan reproduktif dan
pematangan tanaman tebu (Sari, 2016). Dilihat dari kondisi iklim yang dibutuhkan,
maka lahan yang ideal untuk budidaya adalah lahan kering. Kondisi curah hujan
berdasarkan Oldemen tipe B2, C2, D2 dan E2, sedangkan untuk iklim tipe B1 C1
D1 dan E1 dapat dibudidayakan dengan masa kering 2 bulan untuk tebu dengan
tanah yang ringan dan memiliki drainase yang baik. Untuk tipe iklim D3, E3 dan
D4 bila terjadi kekeringan selama 4 bulan juga dapat dibudidayakan asalkan
tersedia air irigasi agar tanaman dapat tumbuh dengan baik (Riajaya, Kadarwati,
dan Djumali, 2015).
12

4. Suhu
Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan dan pembentukan sukrosa tebu cukup
besar. Suhu ideal untuk tanaman tebu adalah 24 °C, dan perbedaan maksimum suhu
siang dan malam adalah 10 °C hingga 34 °C. Pembentukan sukrosa terjadi pada
siang hari dan bekerja optimal pada suhu 30°C (Hidayat, 2018).

5. Sinar matahari
Tanaman tebu memerlukan cahaya matahari 12 - 14 jam/hari. Proses asimilasi
berlangsung optimal pada saat daun tanaman menerima penyinaran matahari secara
penuh, sehingga cuaca mendung pada siang hari mempengaruhi intensitas
penyinaran dan menyebabkan lambatnya proses fotosintesis sehingga pertumbuhan
dan pemasakan tanaman melambat (Evizal, 2018).

6. Angin
Kecepatan angin berperan penting dalam mengatur kelembapan kanopi dan
keseimbangan Co2 yang mempengaruhi proses fotosintesis. Kecepatan angin
dibawah 10 km/jam pada siang hari akan memberikan pengaruh positif terhadap
pertumbuhan tanaman tebu, namun diatas 10 km/jam akan mengganggu
pertumbuhan tanaman tebu bahkan tanaman yang berakar dapat patah dan roboh
sehingga menghambat pertumbuhan (Evizal, 2018).

3.2 Fase Pertumbuhan Tanaman Tebu

Menurut Indrawanto dkk., (2010), pertumbuhan tebu memiliki beberapa fase


pertumbuhan, diantaranya yaitu:

1. Fase perkecambahan (germination phase)


Dimulai sejak awal penanaman hingga terbentuknya perkecambahan pada
mata tunas, selama 30 - 45 hari. Faktor yang mempengaruhi fase ini, yaitu suhu,
kadar air, nutrisi nutrien akar, dan aerasi tanah.

2. Fase pertunasan (tillering phase)


Fase pembentukan tunas, berlangsung pada waktu 75 hari. Fase ini
menentukan pupulasi tanaman tebu. Faktor yang mempengaruhi fase pertunasan,
yaitu varietas, suhu, sinar matahari, air, dan pupuk.
13

3. Fase pemanjangan batang (grand growth phase)

Fase pemanjangan batang berlangsung pada umur 120 - 150 hari. Faktor
yang mempengaruhi fase ini meliputi: suhu, pupuk, air, dan sinar matahari yang
optimal sehingga mempengaruhi kecepatan pemanjangan batang mencapai 4 - 5
ruas per bulan.

4. Fase pematangan (maturity and ripening phase)


Fase pembentukan gula yang berlangsung pada waktu 90 hari. Pada fase ini
nutrisi dan air yang diserap akar ditranslokasikan menuju daun, melalui proses
fotosintesis akan membentuk gula (sukrosa). Gula akan disimpan di dalam batang,
mulai dari pangkal batang akan berangsur-angsur naik hingga ujung batang. Fase
kemasakan tanaman tebu ditandai dengan terhambat dan berhentinya pertumbuhan
vegetatif.

3.3 Senyawa Terkandung Pada Batang Tebu

Fase pertumbuhan tanaman tebu memasuki umur 3 - 8 bulan, kemudian fase


kemasakan pada tanaman tebu umur 9 - 12 bulan yang ditandai dengan tebu
mengeras dan berubah warna menjadi kuning pucat. Menurut Riswan (2008),
berikut ini merupakan kandungan yang terdapat pada batang tebu:

1. Air (75 - 85%)


Air merupakan komponen yang paling besar yang ada pada batang tanaman
tebu sehingga untuk mendapatkan gula komponen air harus diturunkan sebanyak-
banyaknya.

2. Sukrosa (10 - 12%)


Sukrosa terdapat pada batang tanaman tebu yang sudah masak. Kandungan
sukrosa yang paling tinggi pada batang tebu bagian bawah, sedangkan kandungan
sukrosa terendah pada bagian batang atas.

3. Gula Reduksi (0,5 - 2%)


Gula reduksi yaitu glukosa dan fruktosa dalam perbandingan yang berlebihan
satu sama lain. Semakin masak tebu semakin sedikit pula gula reduksinya, semakin
14

masak tebu kandungan nira yang terkandung semakin tinggi sehingga tidak terdapat
gula yang terbuang.

4. Senyawa Organik
Senyawa organik pada tanaman tebu tersimpan dalam bentuk asam laktat,
asam suksinat, serta asam glukonat. Jika tebu busuk, asam akan teroksidasi menjadi
asam laktat. Asam laktat dalam jumlah yang besar akan mempercepat proses
inverse. Proses inverse dapat dicegah dengan mempertahankan pH >7 dengan
temperatur proses pemurnian yang tidak terlalu tinggi.

5. Senyawa Anorganik
Senyawa anorganik yang terdapat didalam tebu antara lain FeO3, Al2O3, MgO,
CaO, K2O, SO3, dan H2SO4. Senyawa-senyawa tersebut berasal dari tanah dan dari
pupuk yang dapat dipisahkan pada proses pemurnian.

6. Senyawa Phosphate
Senyawa phosphate adalah senyawa yang berperan penting dalam proses
pemurnian, karena senyawa ini dapat menarik dan mengendapkan kotoran yang
terdapat pada sukrosa.

7. Serabut
Serabut tanaman tebu tersusun dari selulosa atau hemiselulosa. Terdapat
senyawa yang keras karena adanya lignin dan pektin. Pada serabut tidak terdapat
kandungan nira, jika dipanaskan atau dikeringkan maka 50% dari serabut adalah
selulosa.

3.4 Kemasakan Tanaman Tebu

3.4.1 Proses kemasakan tebu

Kemasakan merupakan fase yang terjadi setelah pertumbuhan vegetatif


menurun dan sebelum batang tebu mati. Pada fase tersebut gula dalam batang tebu
mulai terbentuk hingga optimal dalam bentuk sukrosa. Tanaman tebu yang masih
muda memiliki kandungan kadar gula yang rendah, maka akan merugikan apabila
apabila tebu yang masih mudah dipanen. Tebu yang sudah tua, seluruh tunasnya
dari atas hingga bagian bawah memiliki kandungan gula yang tinggi. Proses
15

terbentuknya rendemen gula didalam batang tebu berjalan dari ruas ke ruas
tergantung pada umur ruas. Ruas bawah (lebih tua) tingkat kandungan gulanya
lebih banyak dibandingkan dengan ruas diatasnya (lebih muda), demikian
seterusnya sampai ruas paling pucuk. Oleh karena itu, tebu dikatakan sudah
mencapai masak optimal apabila kadar gula disepanjang batang telah seragam,
kecuali beberapa ruas dibagian pucuk (Supriyadi, 1992).
Tebu dikatakan masak apabila rendemen batang atas sama dengan rendemen
batang bawah, namun demikian fakta dilapangan sulit dicapai bahkan sangat sulit
dicapai, karena adanya heterogenitas lingkungan dan heterogenitas tanaman.
Secara umum dilapangan, tebu dikatakan masak apabila faktor kemasakannya
sudah mencapai 20%, karena heterogenitas tanaman dan lingkungan tersebut maka
pencapaian derajat kemasakan berbeda antara satu tempat satu dengan tempat
lainnya (Sariyono, 2011).

3.4.2 Pembentukan gula dalam batang tebu

Pembentukan gula pada batang tebu merupakan fase yang paling penting bagi
tercapainya produksi gula yang tinggi. Pembentukan gula yang diawali didalam
daun tebu untuk menentukan tingkat rendemen tebu. Proses asimilasi atau
fotositensis di dalam daun tebu menghasilkan glukosa, sebagai hasil asimilasi yang
tidak langsung digunakan tanaman oleh tanaman itu sendiri (respirasi) asimilasi
diubah menjadi bahan lain misalnya fruktosa, lilin, sukrosa, dan lain sebagainya.
Suhu lingkungan berpengaruh terhadap proses pemasakan tebu yaitu suhu
antara 20 - 30 ⁰C. Suhu tersebut menghambat pertumbuhan vegetasi tanaman tebu,
sehingga gula yang tertimbun dalam batang tebu tidak banyak karena digunakan
untuk pertumbuhan tanaman tebu. Akan tetapi suhu lebih dari 35 - 40 ⁰C cendrung
akan mempercepat terurainya sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, sehingga
meperbanyak penimbunan gula dalam batang tebu (Suriyono, 2011).
Kualitas gula diukur dengan menganalisis nira tebu perahan pertama (NPP).
Analisa mutu nira meliputi %brix, %pol, pH, %brix gula pereduksi, nilai kemurnian
(HK) dan nilai nira perahan pertama (NNPP). %brix adalah padatan terlarut dalam
larutan (gr/100 g larutan) dihitung sebagai sukrosa. %pol adalah jumlah gula (g)
yang dilarutkan dalam 100 gram larutan dengan putaran optik yang sama dengan
16

sukrosa murni. Semakin tinggi persentase Brix maka semakin tinggi pula potensi
kandungan sukrosanya. Peningkatan Brix% terjadi akibat adanya penguapan,
semakin banyak air yang keluar maka jumlah padatan terlarut semakin banyak.
Nilai pH merupakan salah satu parameter keasaman yang mempengaruhi kualitas
nira pada setiap proses pemurnian menjadi gula. Penurunan kadar gula Brix
disebabkan oleh inversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. HK adalah
persentase dari %pol dan %brix. NNPP merupakan besaran yang menyatakan
kristal (%) yang diperkirakan diperoleh dari NNPP (Santoso, 2011).
Menurut Santoso (2011), nira yang bermutu tinggi dihasilkan dari varietas
yang bermutu tinggi. Varietas tebu dengan kandungan gula yang tinggi
mempengaruhi kinerja pabrik dan produk yang dihasilkan. Sebagian besar
komposisi Brix adalah sukrosa. Semakin tinggi persentase Brix maka semakin
tinggi pula kemungkinan adanya kandungan sukrosa pada batang.

3.5 Drone Sprayer

Perkembangan Teknologi merupakan salah satu dari pokok pembangunan


berkelanjutan yang diusahan pada bidang pertanian. Perkembangan teknologi
pertanian menjadi aspek utama dalam keberhasilan meningkatkan produksi produk
usahatani. Salah satu inovasi teknologi yang berkembang di era globalisasi saat ini
adalah Drone.
Drone atau pesawat udara tak berawak (UAV) merupakan pesawat terbang
yang mempunyai kendali jarak jauh dan dapat dikendalikan dari jarak jauh serta
mampu membawa muatan sesuai dengan tujuan dan namanya (Radiansyah, 2017).
Drone awalnya digunakan tentara dalam bidang militer di Amerika, dengan
berkembangnya teknologi modern drone telah banyak digunakan dalam bidang
pemetaan wilayah, kesehatan, foto, video, dll.
Menurut Suroso (2016), ada dua jenis drone yaitu multicopters dan fixed
wing. Fixed wing berbentuk seperti pesawat terbang dengan sistem sayap
konvensional. Multicopter adalah jenis drone yang menggunakan baling-baling
untuk terbang. Drone dilengkapi dengan peralatan kamera resolusi tinggi dapat
melakukan pemotretan foto udara dan sensor-sensor untuk pencegahan terjadinya
human eror. Drone sprayer adalah octocopter yang dirancang untuk aplikasi
17

penyemprotan Powerful Stable Design pestisida cair, pupuk, dan herbisida


membawa tingkat baru dalam efisiensi dan pengolahan sektor pertanian.
Sistem propulsi (motor pendorong) yang efisien, drone sprayer dapat
membawa muatan hingga 10 kg, termasuk pestisida dan pupuk. Kombinasi
kecepatan dan tenaga membuat area seluas 4.000-6.000 m2 dapat teraplikasi hanya
dalam waktu 10 menit atau 40 - 60 kali lebih cepat dibandingkan penyemprotan
manual. Sistem penyemprotan cerdas secara otomatis menyesuaikan penyemprot
sesuai dengan kecepatan terbang, sehingga penyemprotan selalu seragam. Dengan
cara ini, jumlah pestisida atau pupuk diatur secara tepat untuk mencegah
kontaminasi dan menghemat biaya operasional. Peralatan yang digunakan sensitif
terhadap debu dan korosi, sehingga menyebabkan biaya perawatan yang tinggi dan
masa pakai yang lebih pendek. Untuk mencegah keruntuhan, drone dirancang
dengan rangka tertutup dan sistem pendingin sentrifugal terintegrasi yang efisien.
Spray nozzle dapat dipilih sesuai dengan sifat masing-masing cairan untuk
mengoptimalkan atomisasi, efisiensi energi, dan jumlah cairan yang disemprotkan.
Nozzle tahan terhadap aus dan dapat digunakan selama ribuan jam penyemprotan
efektif tanpa degradasi. Secara total, drone sprayer memiliki empat nozzle, masing-
masing ditempatkan tepat di bawah motor. Aliran udara ke bawah yang dihasilkan
oleh baling-baling mempercepat semprotan serta meningkatkan jangkauannya
(Dokterdrone, 2022).
Drone sprayer secara otomatis mencatat posisinya saat beroprasi dan
mengingat koordinat terakhir dilaluinya saat itu membuat rute melintasi lapangan.
Dalam operasi yang terganggu, misalnya karena kehabisan baterai atau larutan
dalam tangki habis, penerbangan dengan mudah dapat dilanjutkan dari titik terakhir
dalam memorinya setelah mengganti baterai atau mengisi ulang tangkinya. Desain
drone sprayer didasarkan pada struktur lipat Y-type yang dapat dipasang tanpa
menggunakan alat tambahan apa pun. Terbuat dari bahan serat karbon berkekuatan
tinggi, kerangka bodi ringan namun tahan lama dan mampu menahan kondisi paling
keras (Dokterdrone, 2022). Drone sprayer dapat dilihat pada Gambar 2.
18

Gambar 2. Drone sprayer

3.6 Zat Pemacu Kemasakan


Pemasakan tebu dapat direkayasa dengan manipulasi pertumbuhan baik
secara fisik maupun kimiawi. Secara fisk tanaman yang titik tumbuhnya mati
karena serangan hama penggerek pucuk akan lebih dahulu masak dibandingkan
dengan tanaman normal. Manipulasi secara kimiawi dilakukan dengan senyawa
kimia yang disemprotkan ke bagian atas tanaman untuk menghambat pertumbuhan
vegetatif. Ada dua kelompok senyawa kimia yang dapat digunakan untuk memacu
kemasakan pada tanaman tebu, yaitu kelompok herbisida dan kelompok Zat
Pengatur Tumbuh (ZPT). Kelompok herbisida bekerja dengan mematikan titik
tumbuh, sedangkan zat pengatur tumbuh bekerja dengan menghambat pertumbuhan
vegetatif tanpa mematikan titik tumbuh (Mahdalena dalam Suriyono, 2011).
Zat pemacu kemasakan yang beredar di Indonesi, yaitu 1) Isoprophylamine
glyphosate dengan merek dagang roundap, 2) Flucifop buryl dengan merek dagang
fusilide super, 3) Sulfosate dengan merek dagang touchdown, dan 4) Terinexapac
ethyl dengan merek dagang moddus. Dosis glyphosate, fluazifop, sulforase, dan
terinexapac ethyl/ha masing-masing berkisar antara 250 - 280 gram, 125 - 150
gram, 0,6 - 0,7 liter, dan 0,8 - 1 liter. Dosis anjuran di atas dilarutkan kedalam air
bersih antara 40 - 80 liter/ha, kemudian ditambah surfactan sebanyak 0,1 - 0,5%.
Jika ZPK dilarutkan kedalam 50 liter air, maka jumlah surfactan yang ditambahkan
sebanyak 50 ml hingga 100 ml. Jumlah surfactan untuk ZPK Fusilade cukup 0,1%,
sedangkan untuk Roundup sekitar 0,5%. Setelah dicampur kemudian diaduk-aduk
hingga semua ZPK larut dalam air. Surfactan mempercepat pelarutan ZPK dalam
19

air dan akan membantu masuknya ZPK ke dalam tanaman tebu. Campuran ZPK air
dan surfactan dimasukkan ke dalam alat sprayer, kemudian drone menyemprotkan
ke permukaan daun tebu secara merata. Pada saat penyemprotan ZPK umur tebu
umumnya di atas 10 bulan sehingga tanaman tebu relatif tinggi, maka aplikasi ZPK
harus menggunakan alat yang telah dimodifikasi atau menggunakan pesawat
terbang kecil atau dengan drone spryer (Utama, 2015.)
Mekanisme kerja ZPK bersama dengan bahan aktif glifosat umumnya
menghambat pertumbuhan meristem apikal (titik tumbuh), sehingga menghambat
pertumbuhan vegetatif tebu. Energi gula yang sebelumnya digunakan untuk
pertumbuhan tanaman dialihkan atau disimpan dalam tebu sebagai sukrosa.
Glyphosate menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam sintesis tiga asam
amino aromatik (fenilalanin, tripton, dan tirosin), yang diperlukan untuk
pertumbuhan tebu. Enzim terhambat, ketiga asam amino tersebut tidak dapat
terbentuk sehingga tebu tidak dapat tumbuh lagi. Glyphosate juga menghambat
aktivitas enzim yang memecah gula menjadi sumber energi tebu. Akibatnya, lebih
banyak gula yang disimpan di batang tebu.
Efektivitas ZPK dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti varietas tebu, jenis
dan dosis ZPK, serta kondisi lingkungan yang untuk pemberian. Beberapa varietas
tebu memberikan respon yang baik terhadap aplikasi ZPK, sedangkan kultivar lain
memberikan respon yang kurang atau tidak sama sekali. Varietas yang rentan cepat
masak jika diberi ZPK, sedangkan yang tidak merespons hanya menunjukkan
sedikit respons pengaruh ZPK (Utama, 2015). (Utama, 2015).

3.7 Varietas Tanaman Tebu

Varietas tebu dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kemasakannya yaitu


varietas tebu masak awal, masak tengah dan masak akhir. Varietas tebu masak awal
rendemen tinggi pada awal giling tebu (bulan Mei sampai Juni). Varietas tebu
masak tengah, rendemen tinggi pada tengah giling tebu (bulan Juli sampai Agustus).
Varietas masak akhir, rendemen tinggi pada akhir giling (bulan September sampai
Oktober) (Sari, 2012).
20

Varietas merupakan hasil pemuliaan tanaman yang bertujuan untuk


memperbaiki sifat-sifat tanaman, baik secara kualitatif maupun kuantatif. Sebagai
contoh perbaikan sifat-sifat unggul dari varietas yaitu kesesuaian lahan, potensi
rendemen tinggi, diameter batang besar, pertumbuhan anakan cepat, tahan
keprasan, tahan kekeringan, tahan terhadap hama penyakit tertentu, dan lain
sebagainya. Menurut Sari (2012), varietas tebu dapat dibedakan berdasarkan fase
kemasakanya. Fase kemasakan varietas tebu sebagai berikut:

1. Varietas masak awal


Sifat genetis varietas yang menunjukkan tingkat tertinggi rendemen pada awal
musim kemarau dengan nilai KDT (kuefisien daya tahan) relatif terbatas. Masak
awal mencapai masak optimal pada umur >12 bulan. Tebu masak awal merupakan
tebu dengan varietas yang dapat dilakukan panen pada awal dimulainya musim
giling tebu.

2. Varietas masak tengah


Sifat genetis varietas sifat varietas yang menunjukkan puncak rendemen pada
tengah musim kemarau dengan nilai KDT (koefisien daya tahan) relaif terbatas.
Varitas masak awal mencapai masak optimal pada umur 12 sampai 14 bulan.

3. Varietas masak akhir


Sifat genetis varietas yang menunjukan puncak rendemen pada tengah musim
kemarau dengan nilai-nilai KDT (koefisien daya tahan) panjang. Varietas masak
akhir mancapai masak optimal pada umur lebih dari 14 bulan.
21

IV. METODE PELAKSANAAN

4.1 Tempat dan Waktu

Penulisan Tugas Akhir ini berdasarkan data yang diperoleh dari


pembelajaran yang dilakukan di PT Pemukasakti Manisindah, Provinsi Lampung
pada tanggal 20 Februari hingga 16 Juni di Desa Gunung Waras, Kecamatan
Pakuan Ratu, Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung.

4.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk aplikasi ripener meliputi drone, golok, mobil
truck, timbangan digital, hand refractometer, besi penusuk batang tebu, gelas ukur,
corong, saringan, jerigen, dan alat tulis. Bahan yang digunakan yaitu air bersih,
bahan aktif glyphosate dengan merek dagang roundap dan surfactan. Varietas tebu
yang di lakukan aplikasi ripener yaitu RGM 612 yang berumur kurang dari 12
bulan.

4.3 Prosedur Kerja

Teknis persiapan aplikasi penyemprotan dengan drone dan pengambilan data


hasil dari efek ripener terdapat prosedur-prosedur kerja yang harus dilakukan
sebagai berikut:

4.3.1. Survey dan penentuan varietas tanaman

Survey blok merupakan kegiatan awal sebelum pengaplikasian ripener.


Survey blok merupakan kegiatan identifikasi kondisi tanaman tebu secara visual
sebelum aplikasi dengan mengambil sampel 10 batang pada blok tersebut. Hal-hal
yang perlu diperhatikan sebelum aplikasi ripener sebagai berikut:

1. Melakukan survey kondisi tanaman tebu harus sehat dari serangan hama dan
penyakit untuk menentukan dosis ZPK yang digunakan.
2. Melakukan survey daun hijau pada batang tebu minimal 7 helai daun.
22

3. Melakukan survey varietas tebu apakah termasuk varietas yang sensitif terhadap
glyphosate atau tahan terhadap glyphosate. Varietas sensitif yaitu tanaman tebu
yang berdaun sempit, sedangkan variatas yang tahan terhadap ZPK tanaman tebu
yang berdaun lebar.
4. Memastikan blok areal yang akan dilakukan aplikasi termasuk tanaman rawat
(PC/Ratoon) atau blok yang akan di replanting (bongkar) untuk menentukan
dosis ZPK yang akan di aplikasikan.
Varietas tebu yang ditanam pada suatu blok sudah ditentukan dengan kondisi
lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan varietas tersebut. Penentuan varietas
tanaman tebu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui varietas yang akan
teraplikasi termasuk varietas yang rentan atau tahan terhadap glyphosate, selain itu
varietas tebu yang ditanam pada satu blok diusahakan satu varietas agar saat
pengambilan sampel tanaman tebu dapat seragam (homogen) karena setiap varietas
memiliki fase kemasakan yang berbeda-beda.

4.3.2. Persiapan alat dan larutan ZPK

Sebelum pangaplikasian ripener ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan


sebelum ke lapangan yaitu persiapan baterai remote, persiapan baterai drone,
persiapan bahan (air bersih, glyphosate, dan surfactan), dan persiapan unit drone.
Persiapan baterai remote dan baterai drone satu hari sebelum dilakukanya aplikasi
ripener pada saat aplikasi penggunaak alat sprayer ZPK dapat digunakan secara
efektif dan efisien dikarenakan akses pengisian daya baterai hanya dapat dilakukan
digudang drone. Memastikan baterai yang digunakan dalam kondisi yang masih
baik agar baterai dapat berfungsi dengan normal dapat bekerja sesuai luasan yang
didapat berdasarkan kapasitas baterai.
Drone dapat beroperasi dengan baik jika komponen-komponen yang
dibutuhkan pada aplikasi sudah dipersiapkan dengan baik. Persiapan-persiapan
komponen drone, meliputi pengecekan kondisi unit, memastikan nozzle pada drone
sudah terpasang, tangki drone berfungsi dengan baik hingga memasukan drone
pada pada kotak kayu.

Persiapan larutan ZPK perlu diperhatikan agar larutan yang dibawa ke areal
mencukupi untuk luasan lahan yang akan diaplikasikan. Air bersih yang digunakan
23

sebagai pelarut larutan ZPK di persiapkan dengan cukup agar volume semprot
sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan perusahaan untuk satuan luasan
tersebut.

4.4 Kalibrasi

Kalibrasi merupakan kegiatan menghitung atau mengukur banyaknya larutan


yang dikeluarkan alat sprayer untuk menyemprot pada satuan luasan lahan tertentu,
menghitung volume semprot, dosis, konsentrasi, dan kecepatan jalan alat saat
aplikasi. Rumus mengitung kalibrasi sebagai berikut:
1. Angka curah nozzle = Larutan yang keluar pada nozzle/menit x 4
Luas lahan . flow rate
2. Lebar gawangan semprot (LGS) =
Volume . meter/menit

Luas lahan . Flow rate


3. Volume semprot =
LGS . Jarak aplikasi/meter
Dosis
4. Konsentrasi larutan (ml/liter) =
Volume semprot

5. Dosis (liter/ha) = Konsentrasi x Volume semprot


Luas lahan . Flow rate
6. Kecepatan drone aplikasi =
volume . LGS

Luas lahan
7. - Jumlah aplikasi drone/ha =
Jarak tanam
Luas lahan
- Jumlah juringan/ ha =
Lebar areal

Lebar gawangan semprot


- Jumlah juringan/aplikasi =
Jarak tanam

Jumlah juringan
- Jumlah aplikasi/ha =
Jumlah juringan/aplikasi

8. Waktu aplikasi/ha
Menghitung waktu:

1. Waktu yang dibutuhkan untuk take off


2. Waktu drone selesai aplikasi sampai landing
24

Jarak aplikasi
3. Waktu aplikasi/100 meter =
Kecepatan

4. Waktu aplikasi/ha = Waktu aplikasi/100 meter x Jumlah aplikasi

5. Waktu perpindahan = Waktu perpindahan x Jumlah aplikasi

- Total waktu yang dibutuhkan untuk aplikasi


= take off + aplikasi/ha + perpindahan aplikasi + drone landing

4.5 Teknis Aplikasi Ripener

Persiapan sebelum aplikasi selanjutnya yaitu persiapan remote untuk tracking


blok (pemetakan blok). Tracking blok bertujuan untuk menentukan batasan-
batasan blok yang akan diaplikasikan ZPK. Tracking dilakukan dengan cara
mengoprasikan remote drone dengan memanfaatkan sinyal GPS yang kemudian
pada remote drone akan muncul blok areal tersebut. Penentuan batasan aplikasi
berdasarkan pada penentuan blok yang akan diaplikasi, kondisi obstacle
(halangan) sekitar blok tanaman tebu, bentuk blok, dan tanaman disekitar blok
selain tanaman tebu.
Jika semua persiapan sudah selesai, operator drone naik ke Menara control
untuk memudahkan pegawasan saat proses aplikasi. Sebelum aplikasi cek kondisi
keluaran larutan pada keempat nozzle. Pilot drone melakukan aplikasi dari atas
Menara control untuk melihat berlangsungnya aplikasi ripener. Saat take-off
maupun landing drone diterbangkan secara manual dilakukan oleh pilot drone itu
sendiri, namun drone akan bekerja secara auto pilot jika sudah terbang dan
melakukan proses penyemprotan larutan.

4.7 Pengamatan Batang Tebu

Parameter pengamatan batang tebu yang akan diamati pada satu blok areal
sebelum pengaplikasian dan sesudah pengaplikasian ripener. Pengamatan batang
tebu yang diambil pada satu rumpun tanaman yang terdiri dari batang primer,
batang sekunder, dan batang tersier. Pada setiap pengamatan batang tebu diambil
sempel batang bagian bawah, batang bagian tengah, dan batang bagian atas.
Parameter yang diamati, yaitu pengukuran kandungan nira (Brix), bobot batang,
25

dan siwilan (mata tunas yang tumbuh). Pengukuran kandungan nira menggunakan
alat hand refractometer dengan melihat nilai yang keluar pada alat setelah
dilakukan penetesan nira tebu pada kaca prisma. Penimbangan bobot pada masing-
masing batang tebu yang diambil sampel dengan cara memotong batang 1 - 2 ruas
untuk memudahkan penimbangan dan diamati penurunan bobot pada setiap
pengamatan. Melakukan pengamatan pertumbuahan siwian atau tunas yang
tumbuh pada batang tebu sampai titik tumbuh dengan membuka ruas-ruas tebu yang
masih tertutup oleh pelepah daun tebu.
26

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Survey dan Penentukan Varietas Tanaman

Survey dan penentuan varietas tanaman merupakan kegiatan awal yang


dilakukan sebelum aplikasi ripener. Survey pada blok yang akan di aplikasi ripener
bertujuan menetahui kondisi tanaman dan penentuan dosis larutan ZPK yang akan
diaplikasikan. Jika kondisi tanaman tebu terserang hama penyakit dengan intensitas
serangan rendah aplikasi ripener dapat dilakukan dengan menurunkan dosis
larutan, sedangkan tanaman yang terserang hama dan penyakit dengan intensitas
tinggi disarankan tidak melakukan aplikasi ripener dikarenakan kondisi tanaman
tersebut sudah tidak optimal atau tanaman stres, sehingga untuk memasuki fase
generatif tidak perlu perlakukan aplikasi ripener. Contoh tanaman tebu yang
terserang hama penggerek pucuk titik tumbuh tanaman tebu akan mati sehingga
tanaman tebu akan memasuki fase generaif tanpa perlu dilakukan aplikasi ZPK.
Pengaruh aplikasi larutan ZPK pada tanaman tebu berbeda-beda, hal ini
dipengaruhi oleh varietas morfologi daun pada tanaman tebu. Varietas yang rentan
terhadap ZPK yaitu tanaman tebu dengan morfologi daun sempit, sedangkan
varietas tahan terhadap ZPK bermorfologi daun lebar. Pertumbuahan daun sempit
tegak keatas, sedangkan pertumbuhan daun lebar melengkung kebawah.
Identifikasi varietas rentan dan tahan terhadap ZPK dapat dilihat pada Gambar 3.

a) b)

Gambar 3. Daun tanaman tebu


Keterangan: a) Daun sempit
b) Daun lebar
27

5.2 Persiapan Alat dan Larutan ZPK

5.2.1. Persiapan baterai remote controller

Remote controller berfungsi untuk menyambungkan drone dengan sinyal


GPS dan mengendalikan drone saat aplikasi. Persiapan yang harus dilakukan untuk
mengoprasikan remote ini adalah baterai remote harus di charge terlebih dahulu.
Butuh waktu kurang lebih 30 menit untuk mengisi daya baterai remote hingga
penuh. Pada baterai drone terdapat lampu indikator yang menadakan daya baterai
terisi penuh. Persiapan baterai remote dapat dilihat pada Gambar 4.

a) b)

Gambar 4. Persiapan baterai remote controller


Keterangan: a) Charge baterai
b) Lampu indikator

5.2.2 Persiapan baterai drone

Baterai drone merupakan kompenen penting yang harus dipersiapkan


sebelum aplikasi ripener. Aplikasi dapat berlangsung dengan efektif jika daya
baterai terisi penuh, maka dari itu sebelum aplikasi baterai drone harus di charge
terlebih dahulu. Butuh waktu 30 – 45 menit untuk mengisi daya drone hingga
penuh. Untuk mempercepat proses pengisian daya pada charge station terdapat 4
connector yang dapat mengisi empat baterai sekaligus. Tedapat 2 mode dalam
pengisian daya baterai drone, yaitu slow charging dan quick charging. Satu baterai
drone dapat digunakan untuk aplikasi ripener dengan luasan 1ha. Masukan baterai
drone pada kotak penyimpanan drone, setelah sampai di areal keluarkan baterai dari
kotak penyimpanan. Persiapan baterai drone dapat dilihat pada Gambar 5.
28

a) b)

c)

Gambar 5. Persiapan baterai drone


Keterangan: a) Charge station baterai
b) Lampu indikator
c) Kotak penyimpanan

5.2.3 Persiapan unit drone

Drone dapat beroperasi dengan baik jika komponen-komponen yang


dibutuhkan pada aplikasi sudah dipersiapkan dengan baik. Persiapan-persiapan
komponen drone, meliputi pengecekan kondisi unit, memastikan nozzle pada drone
sudah terpasang, tangki drone berfungsi dengan baik hingga memasukan drone
pada pada kotak kayu supaya saat transportasi dari gudang ke areal unit drone dapat
aman dari goncangan dan debu. Setelah sampai di areal drone dikeluarkan dari
kotak penyimpanan untuk proses persiapan aplikasi. Persiapan unit drone dapat
dilihat pada Gambar 6.

a) b)
29

c)

Gambar 6. Persiapan unit drone


Keterangan: a) Kotak penyimpanan
b) Pemasangan lengan drone
c) Pemasangan baterai

5.2.4 Persiapan larutan ZPK

Persiapan bahan yang harus dibawa saat akan melakukan aplikasi yaitu air
bersih, glyphosate, dan surfaktan. Air bersih yang harus dibawa sekitar 4 jerigen
dengan kapasitas 20 liter/jerigen, untuk glyphosate membawa 1 jerigen, dan
surfactan membawa 0,5 liter. Glyphosate dan surfactan dicampurkan pada jerigen-
jerigen tersebut sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Persiapan larutan ZPK
dapat dilihat pada Gambar 7.

a) b)

Gambar 7. Persiapan larutan ZPK


Keterangan: a) Pencampuran larutan
b) Pengisian larutan

5.3 Kalibrasi

Perhitungan kalibrasi drone sprayer bertujuan untuk memastikan alat


semprot masih berfungsi dengan baik sesuai dengan penggunaan sesaui dengan
luasan lahan yang akan diaplikasikan. Perhitungan kalibrasi sebagai berikut:
30

Cara perhitungan kalibrasi:


1. Angka curah Nozzle = larutan yang keluar pada nozzle/menit x 4
= 0,432 liter/menit x 4
= 1,72 liter/menit
luas lahan x flow rate
2. Kecepatan drone aplikasi =
volume x LGS
10.000 meter2 x 1,72 liter/menit
=
10 liter x 5,73 meter
17.200 meter/menit
=
57,3 met
= 300 meter/menit
luas lahan x flow rate
3. Lebar gawangan semprot (LGS) =
volume x jarak aplikasi/menit

10.000 meter2 x 1,72 liter/menit


=
10 liter x 300 meter/menit
17.200 meter
=
3.000

= 5,73 meter atau 6 meter


luas lahan x flow rate
4. Volume semprot/ha =
LGS x jarak aplikasi/menit
1 ha x 1,728 liter/menit
=
5,73 meter x 300 meter/menit
1,72 ha/liter
=
1.719 meter2
1,72 ha/liter
=
0,1719 ha

= 10 liter/ha
5. Dosis (liter/ha) = Konsentrasi x volume semprot
= 80,4 ml x 10 liter/ha
= 804 ml atau 0,80 liter/ha
Dosis
6. Konsentrasi (ml/l) =
volume semprot
0,80 liter/ha
=
10 liter/ha

= 80,4 ml/liter
31

Luas lahan
6. Panjang Juringan/ha =
Jarak tanam

10.000 meter2
=
1,5meter

= 6.666 meter
Jika diasumsikan Panjang lahan 100 meter x lebar 100 = 10.000 meter2, maka
Panjang juringan
- Jumlah juringan/ ha =
Lebar areal
6.666 meter2
=
100 meter

= 66,6
Lebar gawangan semprot
- Jumlah juringan/aplikasi =
Jarak tanam
6 meter
=
1,5 meter/juringan

= 4 juringan
Jumlah juringan
- Jumlah aplikasi/ha =
Jumlah juringan/aplikasi
66,6 juringan
=
4 juringan/aplikasi

= 16,65 kali aplikasi atau 17 kali


1. Waktu aplikasi yang dibutuhkan
- Waktu yang dibutuhkan untuk take off = 20 detik atau 0,33 menit
Jarak aplikasi
- Waktu aplikasi/100 meter =
Kecepatan
100 meter
=
5 meter/detik

= 20 detik atau 0,33 menit


- Waktu aplikasi/ha = 20 detik x 17
= 340 detik atau 5,6 menit
- Waktu perpindahan aplikasi = 5,50 detik x 17
= 93 detik atau 1,55 menit
32

- Waktu drone selesai aplikasi sampai landing


= 35 detik kembali ke titik take off + 15 detik landing
= 50 detik atau 0,83 menit
- Total waktu aplikasi yang dibutuhkan
= take off + aplikasi/ha + perpindahan aplikasi + drone landing
= 0,33 menit + 5,6 menit + 1,55 menit + 0,83 menit
= 8,31 menit/ha
Berdasarkan data hasil perhitungan kalibrasi aplikasi ripener menggunakan
drone sprayer untuk apliksi areal dengan luasan 1 ha dibutuhkan dosis larutan
glyphosate 0,80 liter/ha dan surfactan 4 ml/ha dengan volume semprot 10 liter/ha.
Waktu yang dibutuhkan untuk aplikasi ripener dalam luasan 1 ha yaitu 8,31 menit.

5.4 Teknis Aplikasi Ripener

Aplikasi ripener dilakukan di waktu pagi hari pada pukul 06.00 WIB dan sore
hari pada pukul 16.00 – 18.00 WIB. Apabila kondisi cuaca berangin, berkabut,
panas, dan hujan aplikasi ripener tidak dapat dilakukan. Kegiatan aplikasi ini
dilakukan dua orang pekerja, pekerja sebagai pilot drone dan pekerja lainnya
melakukan tracking blok yang akan dilakukan aplikasi.

5.4.1 Tracking blok

Setelah selesai dalam persiapan alat dan bahan, selanjutnya persiapkan


remote untuk tracking blok dengan tekan tombol power dua kali, tekanan yang
kedua ditekan lama untuk menghidupkan remote. Pilih menu plan field untuk
memunculkan petakan dengan pemanfaatan sinyal GPS, setelah itu pilih menu walk
with RC dan klik menu start measuring. Tunggu remote mendapatkan sinyal
dengan ditandai indikator sinyal berwarna hijau, kemudian pilih start untuk
tracking areal tersebut. Lakukan calibration point dan tambah waypoint dengan
menekan tombol C2 untuk menentukan titik koordinat petakan yang akan diaplikasi
ZPK (setiap belokan dan pojokan petakan), kemudian tandai halangan berupa
pohon-pohon besar dan tanaman lain selain tebu disekitar areal (obstacle) dengan
menekan tombol C1. Setelah tracking selesai pilih menu end measurement
33

kemudian simpan hasil tracking tersebut. Setelah itu pilih menu execute operations
cari file yang sudah disimpan untuk dilakukan aplikasi ripener.

5.4.2 Aplikasi ripener

Penggunaan drone sprayer untuk aplikasi ripener terlebih dahulu


menentukan batasan areal yang akan diaplikasi, atur run aplikasi, atur tingkat
kecepatan aplikasi, ketinggian, lebar gawangan semprot, dan dosis yang akan
diaplikasikan pada blok tersebut. Pengaturan ini dilakukan agar penyemprotan
drone dapat dilakukan secara efektif dan tepat sasaran. Pengaturan drone
berdasarkan hasil kalibrasi dapat dilihat pada Tabel 4 dan penentuan arah run
aplikasi dapat dilihat pada Gambar 8.

Tabel 4. Hasil pengaturan drone MG1-P berdasarkan kalibrasi

Pengaturan Drone Saat Aplikasi Satuan


(meter/detik), liter/menit, dan meter
Curah/nozzle 0,432 liter
Lebar gawangan semprot (LGS) 5 – 6 meter
Ketinggian aplikasi 2,5 – 3 meter
Kecepatan aplikasi 5 m/detik

Gambar 8. Edit dan penentuan arah run aplikasi.

Jika semua persiapan sudah selesai, operator drone naik ke Menara control
untuk memudahkan pegawasan saat proses aplikasi. Sebelum aplikasi cek kondisi
ke empat nozzle apakah keluaran larutan sudah lancar dan tidak pecah karena
tersumbat, jika tersumbat nozzle disikat atau ditiup agar keluaran larutan lancar
kembali. Pilot drone melakukan aplikasi dari atas Menara control untuk melihat
berlangsungnya aplikasi ripener. Saat take-off maupun landing drone diterbangkan
34

secara manual dilakukan oleh pilot drone itu sendiri. Namun drone akan bekerja
secara auto pilot jika sudah terbang dan melakukan proses penyemprotan larutan.
Pada kondisi tertentu pilot juga harus mengoprasikan drone secara manual untuk
mengatur ketinggian drone yang dikarenakan kondisi lahan atau tinggi tanaman
tidak sama. Jika larutan atau baterai drone habis remote drone akan memberi
peringatan berupa suara. Setelah baterai drone diganti dan larutan diisi penuh pilot
drone menerbangkan secara manual dan untuk mengembalikan posisi drone pada
titik terakhir aplikasi, pilot drone hanya perlu memilih menu slide to execute pada
layar remote dan drone akan secara auto pilot kembali pada titik terakhir aplikasi.
Pengawasan aplikasi ripener dapat dilihat pada Gambar 9.

a) b)

c)

Gambar 9. Aplikasi ripener


Keterangan: a) Pengawasan aplikasi
b) Cek keluaran larutan
c) Menu Pre-task

5.5 Pengamatan Sempel Ripener Berdasarkan Nilai Brix

Pengaruh aplikasi ripener dapat diukur berdasarkan nilai brix. Pengukuran


nilai brix dilakukan pada tanaman sebelum aplikasi (T0), minggu ketiga setelah
aplikasi (T1), dan minggu keempat setelah aplikasi (T2). Pengukuran nilai brix
pada pengamatan batang tebu setiap batang primer, sekunder, dan tersier diambil
35

tiga bagian, yaitu bagian batang bawah, tengah, dan atas untuk dilihat hasil brix di
setiap minggu pengamatan. Pengukuran dilakukan dengan alat hand refractomer
dengan melihat nilai yang keluar pada alat ukur tersebut. Pada pengamatan sampel
nilai brix varietas yang diamati yaitu varietas RGM 612. Nilai brix yang dapat
dicapai pada varietas ini diangka 22% – 23%. Kenaikan nilai brix dari T0 sampai
T1 pada batang primer mencapai 7,95%, batang sekunder 8,8%, dan batang tersier
5,6%, sedangkan hasil kenaikan nilai brix dari T0 sampai T2 pada batang primer
mencapai 29,9%, batang sekunder 25%, dan batang tersier 30,6%. Pengukuran
nilai brix pada setiap minggu pengamatan dicapai nilai brix optimalnya setelah
memasuki minggu keempat. Keseragaman nilai brix pada batang bagian bawah,
tengah, dan atas yang menandakan aplikasi ripener dapat menyeragamkan
kemasakan pada batang tebu. Sebenarnya pada aplikasi ZPK ini difokuskan agar
menaikan kadar sukrosa pada batang tebu bagian atas hingga dapat setara dengan
batang bagian bawah dan tengah. Menurut Sariyono (2011) tebu dikatakan masak
apabila kadar gula bagian atas sama dengan kadar gula bagian bawah. Hasil dari
pengukuran nilai brix dapat dilihat pada Gambar 10.

Brix
25

20 Batang
Nilai brix (%)

primer
15
Batang
10 sekunder
Batangn
5 tersier

0
T0 T1 T2
Minggu pengukuran

Gambar 10. Diagram peningkatan nilai brix

5.6 Pengamatan Berdasarkan Bobot Batang


Pengaruh aplikasi ripener dapat diukur berdasarkan bobot batang tebu.
Pengukuran nilai brix dilakukan pada tanaman sebelum aplikasi (T0), minggu
ketiga setelah aplikasi (T1), dan minggu keempat setelah aplikasi (T2).
Hasil sampel pengamatan pada batang primer, sekunder, dan tersier pada
setiap minggu pengamatan diamati dan ditimbang bobot pada setiap batang. Hasil
36

penimbangan bobot batang tebu tebu selalu berkurang. Penimbangan bobot batang
tebu pada gejala masaknya tebu terlihat dengan berkurangnya daun-daun hijau,
kandungan sukrosa telah mencapai optimum dan berkurangnya bobot tebu sehingga
terjadi penurunan kadar air pada batang (Kirubakaran dan Jaabir, 2013). Menurut
Muliangan dkk. (2013), faktor diperhitungkan yang mempengaruhi bobot tebu oleh
hari hujan, kondisi tersebut menyababkan kadar air dalam batang tebu meningkat.
Jika kadar air tebu meningkat terjadi pemecahan sukrosa dalam tebu yang akan
diubah menjadi glukosa. Selama fase kematangan, tingkat sukrosa dibatang secara
bertahap meningkat, sedangkan presentase glukosa dan fruktosa menurun jika
dalam kondisi lingkungan yang sesuai. Kandungan air yang paling tinggi dalam
nira menyebabkan kuantitas nira ditentukan oleh jumlah air yang terkandung dalam
batang tebu. Penurunan bobot batang tebu dapat dilihat pada Gambar 11.

Bobot
1,6
1,4
Bobot batang (kg)

1,2
1 Batang
primer
0,8
Batang
0,6
sekunder
0,4
Batangn
0,2
tersier
0
T0 T1 T2
Minggu penimbangan

Gambar 11. Diagram penimbangan bobot batang tebu

5.7 Pengamatan Pertumbuhan Siwilan

Fase generatif ditandai dengan pecahnya mata tunas pada tanaman tebu, mata
tunas yang pecah disebut siwilan. Berdasarkan pada pengamatan T0 efek
pertumbuan siwilan belum terlihat, pertumbuhan siwilan terlihat pada T1 mata mata
tunas mulai berkecambah atau pecah. Pada pengamatan T2 pertumbuhan siwilan
sudah jelas terlihat, mata-mata tunas sudah pecah bahkan sudah membentuk tunas-
tunas daun tebu. Pertumbuhan dan pemendekan ruas atas akibat pengaruh aplikasi
ripener dapat dilihat pada Gambar 12. Ciri-ciri keberhasilan aplikasi ripener yaitu:
1. Pucuk tanaman tebu sudah mengeras.
37

2. Terjadi pemendekan ruas.


3. Tajuk daun yang belum sempurna berubah warna coklat dan tidak mudah patah
(sudah keras).

a) b)
b)

c) d)

Gambar 12. Pengamatan pertumbuhan siwilan


Keterangan: a) Pengamatan T0
b) Pengamatan T1
c) Pengamatan T2
d) Batang tebu dibelah
38

VI. KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:


1. Aplikasi ripener membutuhkan persiapan yang dilakukan sebelum aplikasi di
areal meliputi persiapan baterai remote controller, baterai drone, persiapan unit
drone yang akan dibawa ke areal, dan persiapan larutan ZPK. Teknis kegiatan
aplikasi ripener yaitu survey blok aplikasi, kalibrasi, persiapan unit drone di
areal, tracking blok, pengawasan aplikasi, dan pengambilan sampel batang tebu.
2. Aplikasi ripener dengan luasan lahan 1 ha membutuhkan dosis larutan
glyphosate 0,80 liter/ha dan surfactan 0,004 liter/ha dengan volume semprot 10
liter/ha. Waktu yang dibutuhkan dalam aplikasi ripener yaitu untuk take off
0,33 menit, waktu aplikasi/ha 5,6 menit, waktu perpindahan aplikasi drone 1,56
menit, dan waktu drone kembali ke titik awal setelah selesai aplikasi sampai
landing 0,83 menit. Jadi total waktu yang dibutuhkan drone dalam aplikasi
ripener untuk luasan 1 ha yaitu 8,31 menit.
3. Pengaruh Aplikasi ripener dapat dilihat melalui beberapa parameter pengamatan
meliputi pengukuran nilai brix, pengukuran bobot, dan pertumbuhan siwilan
pada tanaman tebu. Pengaruh apikasi mulai terlihat pada minggu ketiga setelah
penyemprotan ZPK, namun pada minggu keempat setelah aplikasi pengaruh
ripener sangat terlihat jika dilakukan dengan cara mengukur parameter
pengamatan tersebut. Nilai brix minggu T0 sampai dengan T2 pada batang
primer naik sebesar 29%, batang sekunder 25%, batang tersier 29,9%, dan
batang sogolan naik 25,6%. Penurunan bobot batang pada setiap minggu
pengamatan selalu berkurang dan pertumbuhan siwilan terjadi pada minggu
ketiga setelah aplikasi.
39

DAFTAR PUSTAKA

Cahyani, Sudirman, dan Azis. 2016. Respons Pertumbuhan Vegetatif Tanaman


Tebu (Saccharum officinarum L.) Ratoon 1 Terhadap Pemberian Kombinasi
Pupuk Organik Dan Pupuk Anorganik. Politeknik Negeri Lampung. Jurnal
AIP. 4(2): 69 - 70.

Dokterdrone. 2022. Dji Agras MG-1P Agriculture drone.


https://dokterdrone.com/dji-agras-mg-1p/diakses 03 Juni 2023.

Evizal. R. 2018. Pengelolaan Perkebunan Tebu. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Hidayat. R. 2018. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Tebu Di Kecamatan


Lintau Buo Utara Kabupaten Tanah Datar. Universitas Negeri Padang.

Indrawanto, C., Syakir, M., Rumini, W., Purwono, dan Siswanto. 2010. Budidaya
dan Pasca Panen Tebu. ESKA Media. Jakarta.

Kirubakaran, R., Venkataramana, S. dan Jaabir, M.M. 2013. Effect of ethrel and
glyphosate on the ripening of sugar cane. International Journal of Chemical
Technology Research. 5(4): 1927 - 1938.

Muliangan, B., Begue, A., Simoes, M,. dan Todoroff, P. 2013. Forecasting
Regional Sugarcane Yield Based on Time Integral and Spatial Aggregation
of MODIS NDVI. Remote Sens. 5: 2184 - 2199.

Permana, Winarsih, Soegianto, dan Kuswanto. 2018. Respon Enam Varietas


Unggul Tebu Terhadap Genangan. Universitas Brawijaya. Jurnal Produksi
Tanaman. 6(6): 1195 – 1203.

Pawirosemadi, M. 2011. Dasar-Dasar Teknologi Budidaya Tebu dan Pengolahan


Hasilnya. Universitas Negeri Malang. UM Press.

Radiansyah, S. 2017. Aplikasi Pesawat Tanpa Awak (UAV) atau Drone Untuk
Pemantauan Satwa Liar. Disertasi. Institut Pertanian Bogor..

Riajaya, Kadarwati, dan Djumali. 2015. Potensi Sumber Daya I klim di Kabupaten
Bone untuk Pengembangan Tanaman Tebu. Jurnal Balai Penelitian
Tanaman Pemanis dan Serat Malang. 7(1): 28 − 44.

Sari, L. M. 2016. Respons Pertumbuhan Dua Varietas Tebu (Saccharum


officinarum L.) Terhadap Penambahan Pupuk Organonitrofos Pada
Pembibitan Bud set. Skripsi. Universitas Lampung.
40

Sariyono. 2011. Aplikasi Zat Pemacu Pemasakan Terhadap Kemasakan Tebu


(Sachharum officinarum L.) Di PTPN VII (Persero) Unit Usaha Bunga
Mayang Kota Bumi Lampung Utara.Politeknik Negeri Lampung. Tugas
Akhir.

Sudarsono, H., Sunaryo, dan Saefudin. 2011. Intensitas Kerusakan pada Beberapa
Varietas Tebu Akibat Serangan Penggerek Pucuk Tebu (Scirpophaga nivella
intacta) setelah Aplikasi Zat Pemacu Kemasakan Isoprophylamine
Glyphosate. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 11(3): 129 – 136.

Sulistyoningrum, SCD. 2008. Gangguan kesehatan akut petani pekerja akibat


pestisida di Desa Kedung Rejo Kecamatan Megaluh Kabupaten Jombang.
Skripsi. Universitas Sanata Dharma.

Supriyadi, A. 1992. Rendemen Tebu dan Liku-Liku Permasalahannya. Kanisius.


Yogyakarta.

Suroso, I. 2016. Peran drone/Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Buatan STTKD


Dalam Dunia Penerbangan: Prosiding Seminar Nasional 2016 Pengembangan
dan Kebijakan Regulasi Penerbangan dan Antariksa: Problema dan
Tantangan. Yogyakarta.

Utama, A.P. 2015. Pengaruh Glifosat Sebagai Zat Pemacu Kemasakan Pada
Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L). Tesis. Universitas Brawijaya.

Utama, A.P., Tyasmoro, S.Y., Sumarni, T., 2018. Pengaruh Glyphosate Sebagai Zat
Pemacu Kemasakan Pada Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.). Jurnal
Produksi Tanaman. 5(10): 1692 – 1699.

Watanabe, K., Nakabaru, M., Taira, E., Ulno, M., dan Kawamitsu, Y. 2016.
Relationships Between Nutrients And Sucrose Concentrations In Sugarcane
Juice And Use Of Juice Analysis For Nutrient Diagnosis In Japan. Plant
Production Science. 19(2): 215 − 222.
41

LAMPIRAN
42

Tabel 5. Hasil pengukuran nilai brix pada di setiap minggu pengamatan pada
batang primer, sekunder, tersier

Nilai Primer Sekunder Tersier


Brix B T A B T A B T A
Brix T0 19,2 17,2 16,8 19,0 17,0 18,0 19,0 18,0 16,0
Brix T1 20,0 18,0 19,0 21,0 19,0 19,0 19,0 19,0 18,0
Brix T2 23,0 23,0 23,0 23,6 23,0 21,0 23,0 23,0 23,0
Keterangan: B (batang bawah), T (batang tengah), A (batang atas)

Tabel 6. Kenaikan nilai brix dari pengamatan T0 sampai T1 pada batang primer,
sekunder, tersier, dan sogolan.
T0 Rata- T1 Rata- Kenaikan
Pengukuran Brix Rata
B T A B T A Rata (%)
Batang primer 19,2 17,2 16,8 17,7 20,0 18,0 19,0 19,0 7,9%
Batang sekunder 19,0 17,0 18,0 18,0 21,0 19,0 19,0 19,6 8,8%
Batang tersier 19,0 18,0 16,0 17,6 19,0 19,0 18,0 18,6 5,6%
Keterangan: T0 (Treatment sebelum aplikasi), T1 (Treatment 3 minggu setelah
aplikasi), T2 (Treatment 4 minggu setelah aplikasi)

Tabel 7. Kenaikan nilai brix dari pengamatan T0 sampai T2 pada batang primer,
sekunder, tersier, dan sogolan.
T0 Rata- T2 Rata- Kenaikan
Pengukuran Brix
B T A Rata B T A Rata (%)
Batang primer 19,2 17,2 16,8 17,7 23,0 23,0 23,0 23,0 29,9%
Batang sekunder 19,0 17,0 18,0 18,0 23,6 23,0 21,0 22,5 25%
Batang tersier 19,0 18,0 16,0 17,6 23,0 23,0 23,0 23,0 30,6%
Keterangan: T0 (Treatment sebelum aplikasi), T1 (Treatment 3 minggu setelah
aplikasi), T2 (Treatment 4 minggu setelah aplikasi)

Setelah aplikasi−sebelum aplikasi


Rumus = Kenaikan nilai brix (%) = x 100
sebelum aplikasi

Tabel 8. Hasil pengamatan bobot sampel batang tebu


Berat Batang Sampel Pengamatan
(kg/batang) Primer Sekunder Tersier
Bobot T0 1,46 1,14 0,62
Bobot T1 1,40 1,02 0,60
Bobot T2 1,37 1,00 0,54
Keterangan: T0 (Treatment sebelum aplikasi), T1 (Treatment 3 minggu setelah
aplikasi), T2 (Treatment 4 minggu setelah aplikasi)

Anda mungkin juga menyukai