Revisi Cetak 1
Revisi Cetak 1
Revisi Cetak 1
(Tugas Akhir)
Oleh:
Aldi Wilandzoko
20721003
Oleh
Aldi Wilandzoko
20721003
Tugas Akhir
Menyetujui,
Menyetujui
Ketua Jurusan Tanaman Perkebunan
Oleh
Aldi Wilandzoko
RINGKASAN
Kata kunci: brix, drone spryer, ripener, tebu, zat pemacu kemasakan
RIWAYAT HIDUP
“Yourko NS”
PERSEMBAHAN
Sahabat-sahabatku
Terimakasih Untuk Semua Hari-Hari Yang Penuh Makna, Terimakasih Selalu
Ada Disaat Suka Dan Duka Semoga Kalian Selalu Dalam Lindungan-Nya
Almamaterku
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan nikmat, kesehatan, dan karunia-Nya serta ucapan terima kasih kepada
Bapak dan Ibu yang telah berkorban baik dalam materi, perhatian, kasih sayang,
bimbingan, semangat serta mendoakan agar penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir yang berjudul “Aplikasi Zat Pemacu Kemasakan (Ripener) Menggunakan
Drone Sprayer Pada Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)”.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan mahasiswa untuk
memperoleh gelar Ahli Madya Produksi Tanaman Perkebunan (A.Md.P.). Tugas
akhir ini ditulis berdasarkan hasil Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang
dilaksanakan di PT Pemukasakti Manisindah, Kecamatan Pakuan Ratu, Kabupaten
Way Kanan, Provinsi Lampung. Penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak
dalam penulisan dan penyusunan laporan ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Sismita Sari, S.P., M.P. selaku Dosen Pembimbing Praktik Kerja Lapang dan
Pembimbing utama yang selalu memberikan masukan-masukan serta
pengarahan demi kesempurnaan Tugas Akhir ini serta memberikan kritikan dan
saran kepada penulis dengan penuh kesabaran.
2. Ir . Any Kusumastuti, M.P. Selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang selalu
memberikan masukan, kritikan, dan saran serta bimbingannya kepada penulis.
3. Ir. Ersan, M.T.A. dan Supriyanto, S.P., M.Si. selaku dosen penguji Tugas akhir.
4. Ir. Bambang Utoyo, M.P. selaku Ketua Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan.
5. Bapak dan Ibu selaku kedua orang tua yang telah mendukung penulisan terkait
penyusunan Tugas Akhir ini.
6. Seluruh dosen pengajar Program Studi Produksi Tanaman Perkebunan atas ilmu
yang diberikan kepada penulis ini.
7. Untuk kakak, adik, serta teman-teman yang telah mendukung penulisan terkait
penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.
8. Enjelina Putri Chintami yang telah membantu menyusun tugas akhir ini.
9. Seluruh karyawan di PT Pemukasakti Manisindah yang telah membantu penulis
dalam setiap kegiatan praktik kerja lapangan.
10. Bapak dan Ibu pekerja yang berkerja di PT Pemukasakti Manisindah.
Banyaknya kekurangan yang dihadapi saat penyusunan Tugas Akhir ini.
Untuk itu , kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk
perbaikan dimasa yang akan dating. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat
bagi pembaca, teman-teman mahasisawa/i, dan seluruh masyarakat khususnya di
bidang pertanian.
Aldi Wilandzoko
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................ 3
LAMPIRAN ............................................................................................... 41
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
ii
1
I. PENDAHULUAN
pertanian dapat bekerja secara efektif, efisien, dan dapat mengurangi biaya
operasional. Berdasarkan kajian tersebut maka dibuatlah Tugas Akhir berjudul
berjudul “Aplikasi Zat Pemacu Kemasakan (Ripener) Menggunakan Drone
Sprayer Pada Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)’’.
1.2 Tujuan
1. Karyawaan
Karyawaan adalah pekerja yang memiliki tingkat jenjang SMP, SMA,
Diploma III dan Starata I. Karyawaan terdiri dari karyawaan staf dan non staf.
Karyawaan memiliki jabatan seperti Mandor, Conduktor, Supervaisor dan Officer.
2. Harian
Pekerja harian merupakan tenaga pelaksana di lapangan yang bekerja sesuai
dengan program kerja. Jenjang Pendidikan untuk bekerja sebagai tenaga harian
minial memiliki ijazah SD. Sistem jam kerja di PT PSMI di bagi dalam empat
bagian, yaitu shift pagi dimulai pukul 06.00 WIB sampai dengan 14.00 WIB, shift
siang dimulai pukul 14.00 WIB sampai dengan 22.00 WIB, shift malam dimulai
pukul 22.00 WIB sampai dengan pukul 06.00 WIB. Sedangkan untuk non shift,
kegiatan kerja dimulai pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB
kemudian istirahat dan kegiatan kerja dimulai 13.30 sampai dengan pukul 16.00.
7
Sebagai salah satu perusahaan perkebunan tebu PT. PSMI berperan besar
bagi masyarakat sekitar dalam penyerapan tenaga kerja dan program kemitraan
yang saling menguntungkan. Perusahaan berusaha memenuhi kebutuhan sosial
karyawan berupa:
1. Fasilitas perumahan
2. Jaminan sosial berupa biaya pengobatan dan opname di Rumah sakit
3. Asuransi tenaga kerja
4. Tunjangan hari raya dan hak cuti tahunan
6. Bonus akhir tahun
7. Fasilitas pendidikan untuk anak karyawan dari SD sampai SMP, Sarana ibadah,
olahraga, dan Kesehatan
Areal perkebunan PT. PSMI pada umumnya memiliki jenis tanah podsolik
merah kuning (PMK) yang memiliki pH tanah antara 4,5 - 5 berwarna merah
kekuning-kuningan dengan kandungan unsur hara yang sedikit, kandungan bahan
organik yang rendah, dan konsistensi yang tinggi. Topografi bergelombang, miring
dan sebagian datar dengan curah hujan rata-rata 2.300 mm selama 15 tahun.
Perusahaan perkebunan tebu dan pabrik gula pertama dan satu-satunya yang
terletak di Kabupaten Way Kanan, PT PSMI pada tahun 2009 telah menggiling
tebu dengan kapasitas 12.00 Ton Cane Day (TCD) dan menghasilkan gula dengan
merek Pemuka Sakti Manis indah (PSM) yang berkualitas tinggi. Secara bertahap
PT PSMI akan meningkatkan kapasitas giling sehingga diharapkan pada tahun-
tahun berikutnya dapat memproduksi gula sekitar 80.000 TCD. Sistem karbonatasi
digunakan untuk memproses gula PSM menghasilkan gula yang lebih putih, bersih,
dan sehat.
Di PT PSMI ada tiga jenis tanaman tebu yaitu tanaman tebu baru (NPC),
tanaman tebu pemudidayaan (RPC), dan tanaman keprasan (RC). Tanaman tebu
baru (NPC) adalah tanaman tebu yang pertama kali ditanam di area yang baru
dibuka, sedangkan tanaman tebu pemudidayaan (RPC) adalah tanaman tebu yang
telah ditanam ulang oleh tanaman tebu sebelumnya. Ratoon cane (RC) juga dikenal
sebagai tanaman keprasan. Jenis tanaman ratoon di PT PSMI dapat dilakukan
sebanyak 3 kali atau lebih bergantung pada produksi ton tebu pada areal tersebut
apabila produksi masih cukup besar maka ratoon akan dirawat jika produksi kecil
maka akan dibongkar. Luas areal perkebunan PT PSMI untuk lahan inti adalah
8.102.13 ha. Kategori jenis tanaman dengan luasan areal yang ditanam dapat dilihat
pada Tabel 2 dan 3.
Pabrik gula PT PSMI juga menghasilkan produk sampingan seperti tetes tebu
(molasses), blotong (filter cake), dan ampas tebu (bagasses). Tetes tebu digunakan
sebagai bahan baku untuk industri Monosodium Glutamat (MSG) dan industri
alkohol, dan ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik
tenaga uap.
10
1. Tanah
Struktur tanah yang baik untuk penanaman tebu adalah tanah yang gembur
sehingga aerasi udara dan pertumbuhan akar sempurna, oleh karena itu kegiatan
olah tanah atau agregat tanah menjadi partikel-partikel kecil (pemecahan
bongkahan tanah) mendorong penetrasi akar, struktur tanah yang baik untuk
penanaman tebu adalah tanah yang gembur sehingga aerasi udara dan
perkembangan akar sempurna, sehingga penguraian tanah atau agregat tanah
menjadi partikel-partikel kecil mendorong penetrasi akar, sedangkan tekstur tanah
yaitu perbandingan partikel-partikel tanah berupa tanah lempung, debu, dan liat
yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tebu (Evizal, 2018). Sifat fisik dan kimia
tanah mempengaruhi pertumbuhan tanaman tebu. Tekstur tanah yang baik untuk
penanaman tebu adalah tanah yang gembur dengan sirkulasi udara dan sistem akar
yang sempurna, sedangkan tanah yang ideal untuk penanaman tebu adalah tanah
yang ringan sampai agak berat dengan daya ikat air yang cukup (Sari, 2016).
Tanaman tebu memerlukan unsur-unsur esensial dalam jumlah besar seperti
nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Pada tanah dengan ketersediaan unsur hara
terbatas, unsur-unsur ini harus dilengkapi dengan pemupukan unsur hara makro dan
mikro yang lengkap supaya pertumbuhan, perkembangan, dan produktivitas
tanaman menjadi baik (Cahyani, Sudirman dan Azis, 2016). Tanaman tebu
memerlukan kedalaman tanah minimal 50 cm dan permukaan air 40 cm tanpa
lapisan kedap air. Jadi di lahan kering, kalau lapisan permukaannya tipis,
budidayanya harus digali lebih dalam. Selain itu, jika terdapat lapisan penahan air,
maka lapisan tersebut harus dipecah agar sistem udara dapat berkembang lebih
11
baik, air tanah dan akar tanaman dapat berkembang dengan baik. Tanaman tebu
dapat tumbuh dengan baik pada tanah dengan pH 6 sampai 7,5, namun masih dapat
mentolerir pH tidak lebih dari 8,5 dan tidak kurang dari 4,5. (Evizal, 2018)
2. Iklim
Kondisi iklim berpengaruh terhadap pertumbuhan tebu dan rendemen gula
sangat besar. Indonesia memiliki dua iklim yaitu penghujan dan kemarau. Dalam
masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air, sedangkan saat masak
tanaman tebu membutuhkan keadaan iklim kering agar pertumbuhan terhenti,
sehingga tercapai kualitas gula yang baik. Apabila bulan basah tinggi maka
pertumbuhan vegetatif akan terus terjadi dan tidak akan mencapai puncak
kemasakan, sehingga rendemen menjadi rendah. Sebaliknya untuk mencapai
kemasakan yang optimal dengan nilai rendemen tinggi diperlukan musim kemarau,
sehingga tanaman tebu tidak mendapatklan pasokan air yang cukup untuk
melakukan pertumbuhan tanaman (Evizal, 2018).
3. Curah hujan
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan curah hujan
tahunan antara 1000 sampai 1300 mm/tahun dan minimal 3 bulan kering.
Distribusi curah hujan yang ideal untuk budidaya tebu adalah pada masa
pertumbuhan vegetatif, diperlukan curah hujan yang cukup intensif yaitu 200
mm/bulan dalam jangka waktu 5 - 6 bulan. Periode berikutnya adalah 2 bulan
dengan curah hujan 125 mm dan 4-5 bulan di bawah 75 mm/bulan yang merupakan
periode kering. Masa ini merupakan masa pertumbuhan reproduktif dan
pematangan tanaman tebu (Sari, 2016). Dilihat dari kondisi iklim yang dibutuhkan,
maka lahan yang ideal untuk budidaya adalah lahan kering. Kondisi curah hujan
berdasarkan Oldemen tipe B2, C2, D2 dan E2, sedangkan untuk iklim tipe B1 C1
D1 dan E1 dapat dibudidayakan dengan masa kering 2 bulan untuk tebu dengan
tanah yang ringan dan memiliki drainase yang baik. Untuk tipe iklim D3, E3 dan
D4 bila terjadi kekeringan selama 4 bulan juga dapat dibudidayakan asalkan
tersedia air irigasi agar tanaman dapat tumbuh dengan baik (Riajaya, Kadarwati,
dan Djumali, 2015).
12
4. Suhu
Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan dan pembentukan sukrosa tebu cukup
besar. Suhu ideal untuk tanaman tebu adalah 24 °C, dan perbedaan maksimum suhu
siang dan malam adalah 10 °C hingga 34 °C. Pembentukan sukrosa terjadi pada
siang hari dan bekerja optimal pada suhu 30°C (Hidayat, 2018).
5. Sinar matahari
Tanaman tebu memerlukan cahaya matahari 12 - 14 jam/hari. Proses asimilasi
berlangsung optimal pada saat daun tanaman menerima penyinaran matahari secara
penuh, sehingga cuaca mendung pada siang hari mempengaruhi intensitas
penyinaran dan menyebabkan lambatnya proses fotosintesis sehingga pertumbuhan
dan pemasakan tanaman melambat (Evizal, 2018).
6. Angin
Kecepatan angin berperan penting dalam mengatur kelembapan kanopi dan
keseimbangan Co2 yang mempengaruhi proses fotosintesis. Kecepatan angin
dibawah 10 km/jam pada siang hari akan memberikan pengaruh positif terhadap
pertumbuhan tanaman tebu, namun diatas 10 km/jam akan mengganggu
pertumbuhan tanaman tebu bahkan tanaman yang berakar dapat patah dan roboh
sehingga menghambat pertumbuhan (Evizal, 2018).
Fase pemanjangan batang berlangsung pada umur 120 - 150 hari. Faktor
yang mempengaruhi fase ini meliputi: suhu, pupuk, air, dan sinar matahari yang
optimal sehingga mempengaruhi kecepatan pemanjangan batang mencapai 4 - 5
ruas per bulan.
masak tebu kandungan nira yang terkandung semakin tinggi sehingga tidak terdapat
gula yang terbuang.
4. Senyawa Organik
Senyawa organik pada tanaman tebu tersimpan dalam bentuk asam laktat,
asam suksinat, serta asam glukonat. Jika tebu busuk, asam akan teroksidasi menjadi
asam laktat. Asam laktat dalam jumlah yang besar akan mempercepat proses
inverse. Proses inverse dapat dicegah dengan mempertahankan pH >7 dengan
temperatur proses pemurnian yang tidak terlalu tinggi.
5. Senyawa Anorganik
Senyawa anorganik yang terdapat didalam tebu antara lain FeO3, Al2O3, MgO,
CaO, K2O, SO3, dan H2SO4. Senyawa-senyawa tersebut berasal dari tanah dan dari
pupuk yang dapat dipisahkan pada proses pemurnian.
6. Senyawa Phosphate
Senyawa phosphate adalah senyawa yang berperan penting dalam proses
pemurnian, karena senyawa ini dapat menarik dan mengendapkan kotoran yang
terdapat pada sukrosa.
7. Serabut
Serabut tanaman tebu tersusun dari selulosa atau hemiselulosa. Terdapat
senyawa yang keras karena adanya lignin dan pektin. Pada serabut tidak terdapat
kandungan nira, jika dipanaskan atau dikeringkan maka 50% dari serabut adalah
selulosa.
terbentuknya rendemen gula didalam batang tebu berjalan dari ruas ke ruas
tergantung pada umur ruas. Ruas bawah (lebih tua) tingkat kandungan gulanya
lebih banyak dibandingkan dengan ruas diatasnya (lebih muda), demikian
seterusnya sampai ruas paling pucuk. Oleh karena itu, tebu dikatakan sudah
mencapai masak optimal apabila kadar gula disepanjang batang telah seragam,
kecuali beberapa ruas dibagian pucuk (Supriyadi, 1992).
Tebu dikatakan masak apabila rendemen batang atas sama dengan rendemen
batang bawah, namun demikian fakta dilapangan sulit dicapai bahkan sangat sulit
dicapai, karena adanya heterogenitas lingkungan dan heterogenitas tanaman.
Secara umum dilapangan, tebu dikatakan masak apabila faktor kemasakannya
sudah mencapai 20%, karena heterogenitas tanaman dan lingkungan tersebut maka
pencapaian derajat kemasakan berbeda antara satu tempat satu dengan tempat
lainnya (Sariyono, 2011).
Pembentukan gula pada batang tebu merupakan fase yang paling penting bagi
tercapainya produksi gula yang tinggi. Pembentukan gula yang diawali didalam
daun tebu untuk menentukan tingkat rendemen tebu. Proses asimilasi atau
fotositensis di dalam daun tebu menghasilkan glukosa, sebagai hasil asimilasi yang
tidak langsung digunakan tanaman oleh tanaman itu sendiri (respirasi) asimilasi
diubah menjadi bahan lain misalnya fruktosa, lilin, sukrosa, dan lain sebagainya.
Suhu lingkungan berpengaruh terhadap proses pemasakan tebu yaitu suhu
antara 20 - 30 ⁰C. Suhu tersebut menghambat pertumbuhan vegetasi tanaman tebu,
sehingga gula yang tertimbun dalam batang tebu tidak banyak karena digunakan
untuk pertumbuhan tanaman tebu. Akan tetapi suhu lebih dari 35 - 40 ⁰C cendrung
akan mempercepat terurainya sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, sehingga
meperbanyak penimbunan gula dalam batang tebu (Suriyono, 2011).
Kualitas gula diukur dengan menganalisis nira tebu perahan pertama (NPP).
Analisa mutu nira meliputi %brix, %pol, pH, %brix gula pereduksi, nilai kemurnian
(HK) dan nilai nira perahan pertama (NNPP). %brix adalah padatan terlarut dalam
larutan (gr/100 g larutan) dihitung sebagai sukrosa. %pol adalah jumlah gula (g)
yang dilarutkan dalam 100 gram larutan dengan putaran optik yang sama dengan
16
sukrosa murni. Semakin tinggi persentase Brix maka semakin tinggi pula potensi
kandungan sukrosanya. Peningkatan Brix% terjadi akibat adanya penguapan,
semakin banyak air yang keluar maka jumlah padatan terlarut semakin banyak.
Nilai pH merupakan salah satu parameter keasaman yang mempengaruhi kualitas
nira pada setiap proses pemurnian menjadi gula. Penurunan kadar gula Brix
disebabkan oleh inversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. HK adalah
persentase dari %pol dan %brix. NNPP merupakan besaran yang menyatakan
kristal (%) yang diperkirakan diperoleh dari NNPP (Santoso, 2011).
Menurut Santoso (2011), nira yang bermutu tinggi dihasilkan dari varietas
yang bermutu tinggi. Varietas tebu dengan kandungan gula yang tinggi
mempengaruhi kinerja pabrik dan produk yang dihasilkan. Sebagian besar
komposisi Brix adalah sukrosa. Semakin tinggi persentase Brix maka semakin
tinggi pula kemungkinan adanya kandungan sukrosa pada batang.
air dan akan membantu masuknya ZPK ke dalam tanaman tebu. Campuran ZPK air
dan surfactan dimasukkan ke dalam alat sprayer, kemudian drone menyemprotkan
ke permukaan daun tebu secara merata. Pada saat penyemprotan ZPK umur tebu
umumnya di atas 10 bulan sehingga tanaman tebu relatif tinggi, maka aplikasi ZPK
harus menggunakan alat yang telah dimodifikasi atau menggunakan pesawat
terbang kecil atau dengan drone spryer (Utama, 2015.)
Mekanisme kerja ZPK bersama dengan bahan aktif glifosat umumnya
menghambat pertumbuhan meristem apikal (titik tumbuh), sehingga menghambat
pertumbuhan vegetatif tebu. Energi gula yang sebelumnya digunakan untuk
pertumbuhan tanaman dialihkan atau disimpan dalam tebu sebagai sukrosa.
Glyphosate menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam sintesis tiga asam
amino aromatik (fenilalanin, tripton, dan tirosin), yang diperlukan untuk
pertumbuhan tebu. Enzim terhambat, ketiga asam amino tersebut tidak dapat
terbentuk sehingga tebu tidak dapat tumbuh lagi. Glyphosate juga menghambat
aktivitas enzim yang memecah gula menjadi sumber energi tebu. Akibatnya, lebih
banyak gula yang disimpan di batang tebu.
Efektivitas ZPK dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti varietas tebu, jenis
dan dosis ZPK, serta kondisi lingkungan yang untuk pemberian. Beberapa varietas
tebu memberikan respon yang baik terhadap aplikasi ZPK, sedangkan kultivar lain
memberikan respon yang kurang atau tidak sama sekali. Varietas yang rentan cepat
masak jika diberi ZPK, sedangkan yang tidak merespons hanya menunjukkan
sedikit respons pengaruh ZPK (Utama, 2015). (Utama, 2015).
Alat yang digunakan untuk aplikasi ripener meliputi drone, golok, mobil
truck, timbangan digital, hand refractometer, besi penusuk batang tebu, gelas ukur,
corong, saringan, jerigen, dan alat tulis. Bahan yang digunakan yaitu air bersih,
bahan aktif glyphosate dengan merek dagang roundap dan surfactan. Varietas tebu
yang di lakukan aplikasi ripener yaitu RGM 612 yang berumur kurang dari 12
bulan.
1. Melakukan survey kondisi tanaman tebu harus sehat dari serangan hama dan
penyakit untuk menentukan dosis ZPK yang digunakan.
2. Melakukan survey daun hijau pada batang tebu minimal 7 helai daun.
22
3. Melakukan survey varietas tebu apakah termasuk varietas yang sensitif terhadap
glyphosate atau tahan terhadap glyphosate. Varietas sensitif yaitu tanaman tebu
yang berdaun sempit, sedangkan variatas yang tahan terhadap ZPK tanaman tebu
yang berdaun lebar.
4. Memastikan blok areal yang akan dilakukan aplikasi termasuk tanaman rawat
(PC/Ratoon) atau blok yang akan di replanting (bongkar) untuk menentukan
dosis ZPK yang akan di aplikasikan.
Varietas tebu yang ditanam pada suatu blok sudah ditentukan dengan kondisi
lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan varietas tersebut. Penentuan varietas
tanaman tebu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui varietas yang akan
teraplikasi termasuk varietas yang rentan atau tahan terhadap glyphosate, selain itu
varietas tebu yang ditanam pada satu blok diusahakan satu varietas agar saat
pengambilan sampel tanaman tebu dapat seragam (homogen) karena setiap varietas
memiliki fase kemasakan yang berbeda-beda.
Persiapan larutan ZPK perlu diperhatikan agar larutan yang dibawa ke areal
mencukupi untuk luasan lahan yang akan diaplikasikan. Air bersih yang digunakan
23
sebagai pelarut larutan ZPK di persiapkan dengan cukup agar volume semprot
sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan perusahaan untuk satuan luasan
tersebut.
4.4 Kalibrasi
Luas lahan
7. - Jumlah aplikasi drone/ha =
Jarak tanam
Luas lahan
- Jumlah juringan/ ha =
Lebar areal
Jumlah juringan
- Jumlah aplikasi/ha =
Jumlah juringan/aplikasi
8. Waktu aplikasi/ha
Menghitung waktu:
Jarak aplikasi
3. Waktu aplikasi/100 meter =
Kecepatan
Parameter pengamatan batang tebu yang akan diamati pada satu blok areal
sebelum pengaplikasian dan sesudah pengaplikasian ripener. Pengamatan batang
tebu yang diambil pada satu rumpun tanaman yang terdiri dari batang primer,
batang sekunder, dan batang tersier. Pada setiap pengamatan batang tebu diambil
sempel batang bagian bawah, batang bagian tengah, dan batang bagian atas.
Parameter yang diamati, yaitu pengukuran kandungan nira (Brix), bobot batang,
25
dan siwilan (mata tunas yang tumbuh). Pengukuran kandungan nira menggunakan
alat hand refractometer dengan melihat nilai yang keluar pada alat setelah
dilakukan penetesan nira tebu pada kaca prisma. Penimbangan bobot pada masing-
masing batang tebu yang diambil sampel dengan cara memotong batang 1 - 2 ruas
untuk memudahkan penimbangan dan diamati penurunan bobot pada setiap
pengamatan. Melakukan pengamatan pertumbuahan siwian atau tunas yang
tumbuh pada batang tebu sampai titik tumbuh dengan membuka ruas-ruas tebu yang
masih tertutup oleh pelepah daun tebu.
26
a) b)
a) b)
a) b)
c)
a) b)
29
c)
Persiapan bahan yang harus dibawa saat akan melakukan aplikasi yaitu air
bersih, glyphosate, dan surfaktan. Air bersih yang harus dibawa sekitar 4 jerigen
dengan kapasitas 20 liter/jerigen, untuk glyphosate membawa 1 jerigen, dan
surfactan membawa 0,5 liter. Glyphosate dan surfactan dicampurkan pada jerigen-
jerigen tersebut sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Persiapan larutan ZPK
dapat dilihat pada Gambar 7.
a) b)
5.3 Kalibrasi
= 10 liter/ha
5. Dosis (liter/ha) = Konsentrasi x volume semprot
= 80,4 ml x 10 liter/ha
= 804 ml atau 0,80 liter/ha
Dosis
6. Konsentrasi (ml/l) =
volume semprot
0,80 liter/ha
=
10 liter/ha
= 80,4 ml/liter
31
Luas lahan
6. Panjang Juringan/ha =
Jarak tanam
10.000 meter2
=
1,5meter
= 6.666 meter
Jika diasumsikan Panjang lahan 100 meter x lebar 100 = 10.000 meter2, maka
Panjang juringan
- Jumlah juringan/ ha =
Lebar areal
6.666 meter2
=
100 meter
= 66,6
Lebar gawangan semprot
- Jumlah juringan/aplikasi =
Jarak tanam
6 meter
=
1,5 meter/juringan
= 4 juringan
Jumlah juringan
- Jumlah aplikasi/ha =
Jumlah juringan/aplikasi
66,6 juringan
=
4 juringan/aplikasi
Aplikasi ripener dilakukan di waktu pagi hari pada pukul 06.00 WIB dan sore
hari pada pukul 16.00 – 18.00 WIB. Apabila kondisi cuaca berangin, berkabut,
panas, dan hujan aplikasi ripener tidak dapat dilakukan. Kegiatan aplikasi ini
dilakukan dua orang pekerja, pekerja sebagai pilot drone dan pekerja lainnya
melakukan tracking blok yang akan dilakukan aplikasi.
kemudian simpan hasil tracking tersebut. Setelah itu pilih menu execute operations
cari file yang sudah disimpan untuk dilakukan aplikasi ripener.
Jika semua persiapan sudah selesai, operator drone naik ke Menara control
untuk memudahkan pegawasan saat proses aplikasi. Sebelum aplikasi cek kondisi
ke empat nozzle apakah keluaran larutan sudah lancar dan tidak pecah karena
tersumbat, jika tersumbat nozzle disikat atau ditiup agar keluaran larutan lancar
kembali. Pilot drone melakukan aplikasi dari atas Menara control untuk melihat
berlangsungnya aplikasi ripener. Saat take-off maupun landing drone diterbangkan
34
secara manual dilakukan oleh pilot drone itu sendiri. Namun drone akan bekerja
secara auto pilot jika sudah terbang dan melakukan proses penyemprotan larutan.
Pada kondisi tertentu pilot juga harus mengoprasikan drone secara manual untuk
mengatur ketinggian drone yang dikarenakan kondisi lahan atau tinggi tanaman
tidak sama. Jika larutan atau baterai drone habis remote drone akan memberi
peringatan berupa suara. Setelah baterai drone diganti dan larutan diisi penuh pilot
drone menerbangkan secara manual dan untuk mengembalikan posisi drone pada
titik terakhir aplikasi, pilot drone hanya perlu memilih menu slide to execute pada
layar remote dan drone akan secara auto pilot kembali pada titik terakhir aplikasi.
Pengawasan aplikasi ripener dapat dilihat pada Gambar 9.
a) b)
c)
tiga bagian, yaitu bagian batang bawah, tengah, dan atas untuk dilihat hasil brix di
setiap minggu pengamatan. Pengukuran dilakukan dengan alat hand refractomer
dengan melihat nilai yang keluar pada alat ukur tersebut. Pada pengamatan sampel
nilai brix varietas yang diamati yaitu varietas RGM 612. Nilai brix yang dapat
dicapai pada varietas ini diangka 22% – 23%. Kenaikan nilai brix dari T0 sampai
T1 pada batang primer mencapai 7,95%, batang sekunder 8,8%, dan batang tersier
5,6%, sedangkan hasil kenaikan nilai brix dari T0 sampai T2 pada batang primer
mencapai 29,9%, batang sekunder 25%, dan batang tersier 30,6%. Pengukuran
nilai brix pada setiap minggu pengamatan dicapai nilai brix optimalnya setelah
memasuki minggu keempat. Keseragaman nilai brix pada batang bagian bawah,
tengah, dan atas yang menandakan aplikasi ripener dapat menyeragamkan
kemasakan pada batang tebu. Sebenarnya pada aplikasi ZPK ini difokuskan agar
menaikan kadar sukrosa pada batang tebu bagian atas hingga dapat setara dengan
batang bagian bawah dan tengah. Menurut Sariyono (2011) tebu dikatakan masak
apabila kadar gula bagian atas sama dengan kadar gula bagian bawah. Hasil dari
pengukuran nilai brix dapat dilihat pada Gambar 10.
Brix
25
20 Batang
Nilai brix (%)
primer
15
Batang
10 sekunder
Batangn
5 tersier
0
T0 T1 T2
Minggu pengukuran
penimbangan bobot batang tebu tebu selalu berkurang. Penimbangan bobot batang
tebu pada gejala masaknya tebu terlihat dengan berkurangnya daun-daun hijau,
kandungan sukrosa telah mencapai optimum dan berkurangnya bobot tebu sehingga
terjadi penurunan kadar air pada batang (Kirubakaran dan Jaabir, 2013). Menurut
Muliangan dkk. (2013), faktor diperhitungkan yang mempengaruhi bobot tebu oleh
hari hujan, kondisi tersebut menyababkan kadar air dalam batang tebu meningkat.
Jika kadar air tebu meningkat terjadi pemecahan sukrosa dalam tebu yang akan
diubah menjadi glukosa. Selama fase kematangan, tingkat sukrosa dibatang secara
bertahap meningkat, sedangkan presentase glukosa dan fruktosa menurun jika
dalam kondisi lingkungan yang sesuai. Kandungan air yang paling tinggi dalam
nira menyebabkan kuantitas nira ditentukan oleh jumlah air yang terkandung dalam
batang tebu. Penurunan bobot batang tebu dapat dilihat pada Gambar 11.
Bobot
1,6
1,4
Bobot batang (kg)
1,2
1 Batang
primer
0,8
Batang
0,6
sekunder
0,4
Batangn
0,2
tersier
0
T0 T1 T2
Minggu penimbangan
Fase generatif ditandai dengan pecahnya mata tunas pada tanaman tebu, mata
tunas yang pecah disebut siwilan. Berdasarkan pada pengamatan T0 efek
pertumbuan siwilan belum terlihat, pertumbuhan siwilan terlihat pada T1 mata mata
tunas mulai berkecambah atau pecah. Pada pengamatan T2 pertumbuhan siwilan
sudah jelas terlihat, mata-mata tunas sudah pecah bahkan sudah membentuk tunas-
tunas daun tebu. Pertumbuhan dan pemendekan ruas atas akibat pengaruh aplikasi
ripener dapat dilihat pada Gambar 12. Ciri-ciri keberhasilan aplikasi ripener yaitu:
1. Pucuk tanaman tebu sudah mengeras.
37
a) b)
b)
c) d)
VI. KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Indrawanto, C., Syakir, M., Rumini, W., Purwono, dan Siswanto. 2010. Budidaya
dan Pasca Panen Tebu. ESKA Media. Jakarta.
Kirubakaran, R., Venkataramana, S. dan Jaabir, M.M. 2013. Effect of ethrel and
glyphosate on the ripening of sugar cane. International Journal of Chemical
Technology Research. 5(4): 1927 - 1938.
Muliangan, B., Begue, A., Simoes, M,. dan Todoroff, P. 2013. Forecasting
Regional Sugarcane Yield Based on Time Integral and Spatial Aggregation
of MODIS NDVI. Remote Sens. 5: 2184 - 2199.
Radiansyah, S. 2017. Aplikasi Pesawat Tanpa Awak (UAV) atau Drone Untuk
Pemantauan Satwa Liar. Disertasi. Institut Pertanian Bogor..
Riajaya, Kadarwati, dan Djumali. 2015. Potensi Sumber Daya I klim di Kabupaten
Bone untuk Pengembangan Tanaman Tebu. Jurnal Balai Penelitian
Tanaman Pemanis dan Serat Malang. 7(1): 28 − 44.
Sudarsono, H., Sunaryo, dan Saefudin. 2011. Intensitas Kerusakan pada Beberapa
Varietas Tebu Akibat Serangan Penggerek Pucuk Tebu (Scirpophaga nivella
intacta) setelah Aplikasi Zat Pemacu Kemasakan Isoprophylamine
Glyphosate. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 11(3): 129 – 136.
Utama, A.P. 2015. Pengaruh Glifosat Sebagai Zat Pemacu Kemasakan Pada
Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L). Tesis. Universitas Brawijaya.
Utama, A.P., Tyasmoro, S.Y., Sumarni, T., 2018. Pengaruh Glyphosate Sebagai Zat
Pemacu Kemasakan Pada Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.). Jurnal
Produksi Tanaman. 5(10): 1692 – 1699.
Watanabe, K., Nakabaru, M., Taira, E., Ulno, M., dan Kawamitsu, Y. 2016.
Relationships Between Nutrients And Sucrose Concentrations In Sugarcane
Juice And Use Of Juice Analysis For Nutrient Diagnosis In Japan. Plant
Production Science. 19(2): 215 − 222.
41
LAMPIRAN
42
Tabel 5. Hasil pengukuran nilai brix pada di setiap minggu pengamatan pada
batang primer, sekunder, tersier
Tabel 6. Kenaikan nilai brix dari pengamatan T0 sampai T1 pada batang primer,
sekunder, tersier, dan sogolan.
T0 Rata- T1 Rata- Kenaikan
Pengukuran Brix Rata
B T A B T A Rata (%)
Batang primer 19,2 17,2 16,8 17,7 20,0 18,0 19,0 19,0 7,9%
Batang sekunder 19,0 17,0 18,0 18,0 21,0 19,0 19,0 19,6 8,8%
Batang tersier 19,0 18,0 16,0 17,6 19,0 19,0 18,0 18,6 5,6%
Keterangan: T0 (Treatment sebelum aplikasi), T1 (Treatment 3 minggu setelah
aplikasi), T2 (Treatment 4 minggu setelah aplikasi)
Tabel 7. Kenaikan nilai brix dari pengamatan T0 sampai T2 pada batang primer,
sekunder, tersier, dan sogolan.
T0 Rata- T2 Rata- Kenaikan
Pengukuran Brix
B T A Rata B T A Rata (%)
Batang primer 19,2 17,2 16,8 17,7 23,0 23,0 23,0 23,0 29,9%
Batang sekunder 19,0 17,0 18,0 18,0 23,6 23,0 21,0 22,5 25%
Batang tersier 19,0 18,0 16,0 17,6 23,0 23,0 23,0 23,0 30,6%
Keterangan: T0 (Treatment sebelum aplikasi), T1 (Treatment 3 minggu setelah
aplikasi), T2 (Treatment 4 minggu setelah aplikasi)