Laporan Praktikum Farmakologi II "Sistem Syaraf Otonom"

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 31

FARMAKOLOGI 1

“PENGARUH OBAT TERHADAP SISTEM SARAF OTONOM PADA


HEWAN UJI”

LAPORAN PRAKTIKUM

“Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Nilai Praktikum


Farmakologi 1”

OLEH:

KELOMPOK : IV (EMPAT)
KELAS : B-D3 FARMASI 2022
ASISTEN : AHMAD RIFLY SULEMAN S.Farm

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN FARMASI KLINIS


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2023
Lembar Pengesahan

FARMAKOLOGI I
“PENGARUH OBAT TERHADAP SISTEM SARAF OTONOM PADA
HEWAN UJI”

OLEH
KELOMPOK : IV (EMPAT)

ARRAYAN MOKOAGOW 821322030


RISTIA AHMAD 821322036
NADIA DG AKUBA 821322038
SALSABILLAH A. KOBANDAHA 821322050
SITI FAUZIA N. SANI 821322054

Gorontalo, 10 September 2023 Nilai


Mengetahui
Asisten

Ahmad Rifly Suleman, S. Farm


KATA PENGANTAR
Assalamu’aalaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum
Farmakologi I. Adapun tujuan dari laporan ini yakni untuk memenuhi tugas
laporan praktikum dari asisten pada praktikum Farmakologi I. Selain itu, laporan
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang praktikum dan prosedur
yang dilakukan. Dalam menyelesaikan laporan ini, banyak sekali halangan atau
rintangan yang kami hadapi.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada asisten praktikum
yang telah membimbing dan membantu kami sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan praktikum ini. Masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
praktikum ini, namun kami telah berusaha semaksimal mungkin dalam
melaksanakannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan ide, kritik, dan saran yang
membangun atas isi laporan. Masukan tersebut akan dengan senang hati kami
terima guna perbaikan di kemudian hari.
Dengan ini kami menyadari bahwa laporan ini tidak akan tersusun dengan
baik tanpa adanya bantuan dan kerja sama dari pihak-pihak terkait. Kami harap
laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi para pembaca serta dapat menambah
ilmu pengetahuan.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, 10 September 2023

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................2
1.3 Tujuan Praktikum ....................................................................................2
1.4 Manfaat Praktikum ..................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3
2.1 Dasar Teori ..............................................................................................3
2.2 Uraian Bahan ...........................................................................................7
2.3 Uraian Obat..............................................................................................9
2.4 Uraian Hewan ........................................................................................12
BAB III METODE PRAKTIKUM .................................................................. 13
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ............................................................13
3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................13
3.3 Prosedur Kerja .......................................................................................13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 15
4.1 Hasil .....................................................................................................15
4.2 Pembahasan ...........................................................................................15
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 19
5.1 Kesimpulan ............................................................................................19
5.2 Saran ......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Obat Terhadap Sistem Saraf Otonom
Terhadap Hewan Uji ..........................................................................15

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mencit (Mus musculus) ..................................................................12

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi dalam bahasa Yunani disebut "Pharmacon", yang berarti obat.
Evektififitas dan keamanan pengguna obat serta penyediaan dan cara
pendistribusian obat. Farmasi sendiri yaitu ilmu dan seni dalam penyediaan
bahan-bahan sumber alam dan bahan sintetis yang sesuai untuk didistribusikan
dan juga dipakai dalam pengobatan serta pencegahan suatu penyakit. Ilmu farmasi
meliputi pengetahuan mengenai cara membuat, mencampur, meracik,
memformulasi, mengidentifikasi, mengombinasi, menganalisis dan juga
menstandar obat serta pengobatan. Termasuk juga sifat–sifat obat beserta
pendistribusian dan penggunaannya secara aman. Ilmu yang mempelajari tentang
obat yaitu farmakologi.
Farmakologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang sejarah, asal-
usul, sifat fisik, sifat kimia, cara mencampur dan membuat obat. Farmakologi juga
mempelajari efek obat terhadap fungsi biokimia sel tubuh, fungsi fisiologi tubuh,
cara kerja obat, absorbsi obat, distribusi obat, biotransformasi obat, ekskresi obat,
efek obat, efek keracunan obat serta penggunaan obat. Obat didefenisikan sebagai
senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis, penyakit
atau menimbulkan kondisi tertentu. Farmakologi sangat berhubungan dengan obat
sistem saraf.
Sistem saraf merupakan jaringan kompleks yang memiliki peran penting
untuk mengatur setiap kegiatan dalam tubuh. Beberapa fungsi sistem saraf yang
sering Anda dengar adalah untuk berpikir, melihat, bergerak, hingga mengatur
berbagai kerja organ tubuh. Sistem saraf yang kompleks dapat dibagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat
terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang, sementara sistem saraf tepi terdiri
dari sistem saraf somatik dan otonom. Kedua sistem ini bekerja sama untuk
mengendalikan seluruh aktivitas di dalam tubuh, baik yang disadari maupun tidak
disadari.

1
Sistem saraf otonom mengatur jaringan dan organ tubuh yang tidak
disadari. Jaringan dan organ tubuh yang diatur oleh sistem saraf otonom adalah
pembuluh darah dan jantung. Sistem saraf ini memiliki dua subsistem yaitu yang
terdiri atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Fungsi dari kedua
sistem saraf ini adalah saling berbalikan atau berlawanan. Memahami anatomi dan
fisiologi sistem saraf berguna untuk memperkirakan efek farmakologi obat-obatan
baik pada sistem saraf simpatis maupun parasimpatis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sistem saraf otonom?
2. Bagaaimana mekanisme kerja dari sistem saraf otonom?
3. Bagaimana mekanisme kerja dari obat epinefrin, pilokarpin, propranolol,
dan atropin sulfat ?
1.3 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui
pengaruh obat sistem saraf otonom terhadap hewan uji
1.4 Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan sistem saraf otonom yaitu mahasiswa dapat
mengetahui apa yang dimaksud dengan sistem saraf otonom, mekanisme kerja
sistem saraf otonom, perhitungan dosis, serta mengetahui efektivitas obat
bisoprolol terhadap sistem saraf pusat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Sistem Saraf Otonom
Sistem saraf adalah suatu sistem yang saling bekerja sama untuk mengelola
suatu informasi sehingga akan menghasilkan suatu reaksi. Sistem saraf sama
dengan sistem endokrin yaitu keduanya mengurus sebagian
besar pengaturan tubuh. Pada umumnya sistem saraf ini mengatur aktifitas tubuh
secara cepat (Setiadi, 2007).
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan
serta terdiri terutama dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf,
lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur oleh kemampuan
khusus seperti iritabilitas, atau sensitifitas terhadap stimulus, dan konduktifitas
atau kemampuan untuk mentransmisi suatu respon terhadap stimulus, diatur oleh
sistem saraf dalam tiga cara utama yaitu input sensorik, aktivitas integrative dan
output motorik (Sloane, 2004)
Sistem saraf otonom merupakan bagian dari sistem saraf yang bekerja
secara involunter. Saraf otonom mengatur fungsi vital, seperti fungsi respirasi,
sirkulasi, digesti, sekresi, dan reproduksi. Sistem ini memiliki neuron aferen,
konektor, dan eferen. Neuron eferen meliputi neuron preganglion dan
postganglion. Neuron preganglion berada di dalam sistem saraf pusat, sedangkan
neuron postganglion berada di ganglion perifer. Sistem saraf otonom terdiri dari
dua sistem, yaitu sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Kedua sistem bekerja
antagonis satu sama lain (Baehr M, 2012).
Sistem saraf otonom adalah saraf yang mempersarafi alat-alat dalam tubuh
seperti kelenjar, pemubuluh darah, paru, lambung, urusdan ginjal. Alat ini
mendapat dua jenis persarafan otonom yang fungsingya saling bertentangan kalau
yang satu merangsang yang lainnya menghambat dan sebaliknya, kedua susunan
saraf ini disebut saraf simpatis dan parasimpatis. Fungsi saraf otonom mengatur
motilitas dan sekresi pada kulit, pembuluh darah, dan organ visceral dengan cara

3
merangsang pergerakan otot polos dan kelenjar eksokrin. Regulasi otonom dibawa
oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis (Syaifuddin, 2014).
Sistem saraf otonom adalah system saraf yang tidak dapat dikendalikan
oleh kemauan kita melalui otak. System saraf otonom mengendalikan beberapa
organ tubuh seperti jantung, pembuluh darah, ginjal, pupil mata, lambung
danusus. Sistem saraf ini dapat dipicu (induksi) atau dihambat (inhibisi) oleh
senyawa obat (Sulistia, 2009).
Saraf simpatis terletak di dalam kornu lateralis medulla spinalis servikal
VII sampai lumbal I. Dari sini keluar akson yang mengikuti sarafmotoris di dalam
radiks motoris dan masuk ke dalam trunkus simpatikus yang merupakan suatu
rantai ganglia simpatis yang terdapat di sebelah kiri dan kanan kolumna
vertebralis (Syaifuddin, 2011).
Reseptor-reseptor yang umum disebut reseptor prasinaps ditemukan di
seluruh system saraf pusat dan perifer. Istilah reseptor prasinaps menunjukkan
reseptor yang ditemukan pada sisi prasinaptik dari sinaps. Reseptor-reseptor ini
dirasakan memberikan umpan balik ke neuron mengenai tingkat aktivitas pada
sinaps. Aktivasi atau inhibisi reseptor ini dapat memodulasi pelepasan
neurotransmitter dari sinaps. Pada system saraf otonom, reseptor prasinaps yang
mendapatkan perhatian terbanyak adalah reseptor α2. Aktivasi reseptor α2
prasinaps menurunkan pelepasan NE. Pada dasarnya, bila sejumlah NE telah
dilepaskan ke dalam celah sinaps, reseptor prasinaps diaktivasi untuk mengurangi
pelepasan lebih banyak NE (Stringer, 2009).
Reseptor adalah molekul protein yang secara normal diaktivasi
olehtransmitor dan hormon. Terdapat empat jenis utama reseptor seperti di
bawahini (Neal, 2006) :
1. Agonist (ligan)-gated channel terdiri dari subunit protein yang membentuk
pori sentral (misalnya reseptor nikotin, reseptor asam α-aminobutirat
(GABA)
2. G-protein coupled receptor (reseptor yang mengikat protein G) membentuk
suatu kelompok reseptor dengan tujuh heliks yang membentuk membran.

4
Reseptor ini berkaitan (biasanya) dengan respons fisiologis oleh second
messenger.
3. Reseptor inti untuk hormon steroid dan hormon tiroid terdapat dalam
intisel dan mengatur transkripsi dan selanjutnya sintesis protein.
4. Kinase-linked receptor (reseptor terkait-kinase) adalah reseptor permukaan
yang mempunyai (biasanya) aktivitas tirosin kinase intrinsik. Yang
termasuk reseptor ini adalah reseptor insulin, sitokin, dan faktor
pertumbuhan.
Dalam sistem saraf otonom, diperlukan dua neuron untuk mencapai organ
target, yaitu neuron praganlionik dan neuron pascaganglionik. Semua neuron
praganglionik melepaskan asetilkolin sebagai transmiternya (Gilman,2008).
Asetilkolin berkaitan dengan reseptor nikotinik pada sel pasca ganglionik.
Serabut pascaganglionik parasimpatis melepaskan asetilkolin. Pada organtarget,
asetilkolin berintraksi dengan reseptor muskarinik, dan sebagian besar serabut
pascaganglionik simpatis melepaskan norepinefrin (NE) dan padaorgan target NE
berintraksi dengan berbagai reseptor (Gilman, 2008).
Penggolongan obat sistem saraf otonom terbagi atas (Mardjono, 2009) :
1. Simpatomimetik (agonis adrenergik) yaitu obat yang efeknya menyerupai
efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf simpatis.
2. Simpatolitik (antagonis adrenergik) yaitu obat yang menghambat
timbulnya efek akibat aktivitas saraf simpatis.
3. Parasimpatomimetik (agonis kolinegik) yaitu obat yang efeknya
menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf
parasimpatis.
4. Parasimpatolitik (antagonis kolinergik) yaitu obat yang menghambat
timbulnya efek akibat aktivitas saraf parasimpatis.
Neurotransmitter pada neuron kolinergik meliputi 6 tahapan yang berurut,
empat tahapan pertama-sintesis, penyimpanan, pelepasan dan pengikatan
asetilkolin pada satu reseptor-diikuti kemudian tahap kelima, penghancuran
neurotransmitter pada celah sinaps (yaitu ruang antara ujung akhir atau organ
efektor), dan tahap keenam adalah daur ulang kolin (Harvey,2009).

5
Obat-obat otonom adalah obat yang dapat memengaruhi penerusan impuls
dalam SSO dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan, atau
penguraian neurotransmitter atau memengaruhi kerjanya atas reseptor khusus.
Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, jantung dan
kelenjar. Menurut khasiatnya, obat otonom dapat digolongkan sebagai berikut
(Tan, 2007) :
1. Zat-zat yang bekerja terhadap SSO, yakni :
a. Simpatomimetika (adrenergik), yang meniru efek dan perangsangan SSO
oleh misalnya noradrenalin, efedrin, isoprenalin dan amfetamin.
b. Simpatikolitika (adrenolitika), yang justru menekan saraf simpatis atau
melawan efek adrenergic, umpamanya alkaloida sekale dan propranolol.
2. Zat-zat yang bekerja terhadap SP, yakni :
a. Parasimpatikomimetika (kolinergik) yang merangsang organ-organ yang
dilayani saraf parasimpatik dan meniru efek perangsangan oleha setilkolin,
misalnya pilokarpin dan fisotigmin.
b. Parasimpatikolitika (antikolinergik) justru melawan efek-efekkolinergik,
misalnya alkaloid belladonna dan propantelin.
3. Zat-zat perintang ganglion, yang merintangi penerusan impuls dalam sel-
sel ganglion simpatis dan parasimpatis. Efek perintangan ini dampaknya
luas, antara lain vasodilatasi karena blockade susunan simpatis, sehingga
digunakan pada hipertensi tertentu, antihipertensiva. Sebagai obathipertensi
zat-zat ini umumnya tidak digunakan lagi berhubung efek sampingnya
yang menyebabkan blockade pula dari SP (gangguan penglihatan, obstipasi
dan berkurangnya sekresi berbagai kelenjar). Kebanyakan obat ini adalah
senyawa ammonium kwarterner.

6
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Farmakope Indonesia Edisi II, 1979)
Nama Resmi : Aethanolum
Sinonim : Alkohol, Etanol, Ethyl alcohol
Rumus Molekul : C2H6O
Rumus Struktur :

Berat molekul : 46,07 gr/mol


Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih mudah menguap,
mudah bergerak, bau khas rasa panas, mudah
terbakar, dan memberikan nyala biru yang tidak
berasap
Kelarutan : Mudah larut dalam air, kloroform dan eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari
cahaya, ditempat sejuk jauh dari nyala api
Kegunaan : Sebagai zat tambahan, dapat membunuh kuman
2.2.2 Aquadest (Departemen kesehatan RI, 1979)
Nama Resmi : Aqua destilata
Sinonim : Aquadest, air suling
Rumus Molekul : H2O
Rumus Struktur :

Berat molekul : 18,02 gr/mol


Pemerian : Cair tidak berwarna dan berbau tidak berasa
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Zat pelarut

7
2.2.3 Na CMC (Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995)
Nama Resmi : NATRII CARBOXY METHYL CELLUSUM
Sinonim : Natrium karboksilametilselulosa
Rumus Molekul : C8H8O
Rumus Struktur :

Berat molekul : 152,15 gr/mol


Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau kuning gading,
tidak berbau dan hamper tidak berbau,
higroskopik.
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk
suspense koloidal, tidak larut dalam etanol
(95%) P, dalam eter P, dalam pelarut lain
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai katrol
2.2.4 NaCL (Dirjen POM, 1979; Pubchem, 2022)
Nama Resmi : NATRIUMCHLORIDUM
Sinonim : Natrium Klorida
Rumus Molekul : NaCL
Rumus Struktur :

Berat molekul : 58,44 gr/mol


Pemerian : Hablur hedraksal, tidak berwarna atau serbuk
hablur putih, tidak berbau, dan rasa asin
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air
mendidih, dan dalam kurang lebih 10 bagian
gliserol P. Sukar larut dalam etanol 95%P
Penyimpanan : Dalam wadah yang tertutup
Kegunaan : Sebagai ion klorida dan ion natrium

8
2.3 Uraian Obat
2.3.1 Atropin Sulfat (Dirjen POM, 1979; Sulistia, 2007)
Zat aktif : Atropin Sulfat
Golongan obat : Kardiovaskular
Indikasi : Tukak peptic, gastritis, hiperasiditas saluran
cerna
Efek samping : Anti muskarinik, bradikardina, penurrunan
secret bronchial, retensi urin, mulut kering, dan
kulit kering.
Interaksi obat : Efek antikolinergik meningkat dengan
antihistamin, butifenon, fenotiazin, amatadin,
antidepresen trisiklik.
Farmakologi : Sebagai antikolinergik yang berperan secara
kompetitif dalam menghambat aksi asetilkolin
pada efektor otonom yang diinervasi oleh saraf
postganglionik.
Farmakokinetik : Aksi onset: cepat, absorpsi lenkap, terdistribusi
secara cepat dalam badan, menembus plasenta,
masuk dalam air susu, menembus sawar darah
otak, metabolisme hepatik, ekskresi: urin
Kontraindikasi : Glaukoma sudut tertutup, obstruksi saluran
kemih atau saluran cerna, asma, miastenia
gravis, penyakit hati atau ginjal.
Waktu Paruh : Waktu 1 jam, dan durasi kerja sekitar 4 jam.
2.3.2 Pilokarpin (MIMS, 2010; Sulistia, 2007)
Zat aktif : Cendocarpin, Epicarpine
Golongan Obat : Agonis kolinergik kerja langsung
Indikasi : Anti glaucoma simpleks kronik glaucoma
tertutup
Efek Samping : Muntah dan efek kolinergik perifer lainnya

9
Interaksi Obat : Penggunaan pilocarpine dengan β-blockers
dapat menyebabkan gangguan konduksi.
Penggunaan pilocarpine dengan 2 miotik
(menyebakan pengecilan pupil) dapat
meningkatkan resiko reaksi berbahaya
Farmakologi : Sebagai agen parasimpatomimetik kolinergik
bertindak melalui stimulasi langsung reseptor
muskarinik dan otot polos menyebabkan
penurunan resistansi aliran keluar dari aqueous
humor dan menurunkan tekanan intraokular
Farmakokinetik : Efek utamanya yang menyangkut terapi dapat
terlihat pada pupil mata, usus dan sambungan
saraf otot.
Kontraindikasi : Glaucoma tertutup
Farmakodinamika : Anti glaukoma, golongan obat miotik.
Waktu Paruh : 2-4 jam setelah pemberian secara topical dan
berlangsung selama 12-24.
2.3.3 Epinephrin (MIMS, 2010)
Zat aktif : Epinephrine
Golongan Obat : Agonis adrenergik kerja langsung
Indikasi : Henti jantung (untuk resusitasi jantung-paru)
Efek Samping : Kecemasan, pusing, penglihatan kabur, sedasi,
tinnitus.
Interaksi Obat : Potensiasi dengan anti aritma. Adrenalin
menekan respon antidepresan trisiklik,
penghambat saraf adrenergik dan resiko aritmia
jentung meningkat dengan anestesi halogen dan
glikosida
Farmakologi : Secara farmakologi, epinefrin atau adrenalin
bekerja dengan cara menstimulasi saraf simpatis
melalui reseptor alfa dan beta adrenergik. Obat

10
ini memiliki onset yang cepat dan durasi kerja
yang singkat ketika diberikan secara parenteral
dan intraokular
Farmakokinetik : Diabsorpsi di saluran cerna. Metabolisme:
diambil oleh saraf adrenergic dimetabolisme oleh
monoamine oksidase dan katekol -o-
metiltransferase. Diekskresi di ginjal
Kontraindikasi : Ansietis, tremor, takikardi, sakit kepala.
Waktu Paruh : 4 jam
2.2.4 Propanolol (MIMS, 2010)
Zat aktif : Propanolol
Golongan Obat : Antagonis adrenergik penghambat reseptor β
Indikasi : Hipertensi, sebagai monterapi
Efek Samping : Bradikardi, gagal jantung, hipotensi, gangguan
konduksi, bronkospasme, vasokonstriksi perifer,
gangguan saluran cerna, fatigue, gangguan tidur,
jarang ruam kulit dan mata kering (reversibel bila
obat dihentikan), eksaserbasi psoriasis.
Interkasi Obat : Hipertensi, mengatasi detak jantung lemah,
pembuluh darah yang menyempit.
Farmakologi : Propanolol adalah suatu obat penghambat beta-
adrenoseptor yang terutama digunakan untuk
terapitakiaritma dan antiangina. Propranolol
memiliki khasiat menghambat kecepatan konduksi
impuls danmendepresi pembentukan fokus aktopik.
Perbedaannya dengan kinidin adalah Propranolol
tidakmemiliki efek antikolinergik, sehingga tidak
mengakibatkan takikardia paradoksal.
Farmakokinetik : Onset beta-bloker oral 1-2 jam, durasi 6 jam.
Distribusi Vd= 3,9 L/kg untuk dewasa menembus
plasenta, sejumlah kecil masuk air susu. Ikatan

11
protein pada bayi 68% dan dewasa 93%.
Metabilisme aktif di hati dan kombinasi tidak aktif.
Kontraindikasi : Asma, gagal jantung, hipotensi, syok kardiogenik
Waktu Paruh : 2-6 jam
2.4 Uraian Hewan
2.4.1 Klasifikasi Mencit (Mus Muculus) menurut Akbar Budhi, (2010):
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Ordo : Mamalia
Famili : Muridae
Gambar 2.1
Genus : Mus
Mencit (Mus musculus)
Spesies : Mus musculus
Mencit (Mus musculus) merupakan omnivora alami sehat dan kuat,
profilik, kecil dan jinak. Mencit memiliki bulu pendek halus berwarna putih serta
ekor berwarna kemerahan dengan ukuran lebih panjang daripada badan dan
kepala. Mencit memiliki warna bulu yang berbeda disebabkan perbedaan dalam
proporsi darah mencit liar dan memiliki kelenturan pada sifat-sifat produksi dan
reproduksinya. Salah satu hewan laboratorium yang digunakan dalam penelitian
biologis maupun bromedis dan dipelihara secara intensif di laboratorium
digunakan yaitu mencit (Mus musculus). Mencit di laboratorium digunakan untuk
untuk meneliti atau untuk penelitian dalam bidang obat-obatan generik, diabetes
melitus dan obesitas. Mencit termasuk ke dalam golongan hewan omnivora
sehingga mencit dapat memakan semua jenis makanan (Weki, 2011).
Hewan penggerak yang cepat bermiak, mudah dipelihara dalam jumlah
banyak, variasi genetic cukup besar. Denyut jantung 600/menit. Berat lahir 0,5-1,5
gr berat jantan dewasa yaitu 20-40 gr adalah 25-40. Luas permukaan tubuh 20 gr
adalah 36 cm2. Dan siklus birahi 19-21 hari. Jumlah anak perkelahiran 10-12. Mus
musculus digunakan dilaboratorium, umumnya ditempatkan dikotak dan plastik
diberi alas kendang (Malole, 1989).

12
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu & Tempat Pelaksanaan
Praktikum Farmakologi 1 dengan percobaan “Pengaruh Obat Terhadap
Sistem Saraf Otonom Pada Hewan Uji” ini dilaksanakan pada hari minggu, 10
September 2023, pada pukul 08.00–11.00 WITA. Di Laboratorium Farmakologi
dan Farmasi Klinis, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan,
Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang kami gunakan pada praktikum ini yaitu dispo 1 mL, sonde
oral, pot salep, timbangan dan wadah.
3.2.2 Bahan
Bahan yang kami gunakan pada praktikum ini yaitu Alkohol 70%,
Aquadest, Atropin Sulfat, Epinerfin, Propanolol, Pilokarpin, Na-CmC, NaCl dan
Mencit.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Pemberian obat secara Intramuskular pada mencit 29 g
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Diambil dan letakkan satu ekor mencit diatas
3. Ditenangkan mencit dengan cara mengusap tengkuknya
4. Diambil tengkuk mencit menggunakan ibu jari dan ekornya diselipkan
diantara jari kelingking dan jari manis
5. Diangkat mencit kemudian ambil dispo yang sudah terisi NaCl yang
sudah dicampurkan dengan obat atropin sulfat sebanyak 0,05 ml.
6. Disuntik pada bagian paha mencit
7. Diletakkan mencit kedalam wadah dan dilihat reaksi obat pada mencit
8. Dicatat apa yang terjadi pada mencit
3.3.2 Pemberian obat secara oral pada mencit 26 g
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Diambil dan letakkan satu ekor mencit diatas

13
3. Ditenangkan mencit dengan cara mengusap tengkuknya
4. Diambil tengkuk mencit menggunakan ibu jari dan ekornya diselipkan
diantara jari kelingking dan jari manis
5. Diangkat mencit kemudian ambil dispo yang sudah terisi Aquadest yang
sudah dicampurkan dengan obat pilokarpin sebanyak 1 ml.
6. Disuntikkan kedalam mulut mencit (oral)
7. Diletakkan mencit kedalam wadah dan dilihat reaksi obat pada mencit
8. Dicatat apa yang terjadi pada mencit
3.3.3 Pemberian obat secara oral pada mencit 28 g
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Diambil dan letakkan satu ekor mencit diatas
3. Ditenangkan mencit dengan cara mengusap tengkuknya
4. Diambil tengkuk mencit menggunakan ibu jari dan ekornya diselipkan
diantara jari kelingking dan jari manis
5. Diangkat mencit kemudian ambil dispo yang sudah terisi Na-CMC yang
sudah dicampurkan dengan obat propranolol sebanyak 1 ml.
6. Disuntikkan kedalam mulut mencit (oral)
7. Diletakkan mencit kedalam wadah dan dilihat reaksi obat pada mencit
8. Dicatat apa yang terjadi pada mencit
3.3.4 Pemberian obat secara subcutan pada mencit 27 g
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Diambil dan letakkan satu ekor mencit diatas
3. Ditenangkan mencit dengan cara mengusap tengkuknya
4. Diambil tengkuk mencit menggunakan ibu jari dan ekornya diselipkan
diantara jari kelingking dan jari manis
5. Diangkat mencit kemudian ambil dispo yang sudah terisi NaCl yang
sudah dicampurkan dengan obat epinerfin sebanyak 1 ml.
6. Disuntikkan kedalam tengkuk mencit
7. Diletakkan mencit kedalam wadah dan dilihat reaksi obat pada mencit
8. Dicatat apa yang terjadi pada mencit

14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Obat Terhadap Sistem Saraf Otonom Pada
Hewan Uji
Pupil Warna Daun Eksoftalm
Obat Tremor Diare Grooming
Mata Telinga us
Atropin
Sulfat
  

Pilokarpin   

Propanolol    

Epiberfin    
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu tentang pengaruh obat terhadap sistem syaraf
otonom pada hewan uji. Sistem saraf otonom adalah bagian sistem saraf tepi yang
mengatur fungsi viseral tubuh. Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh
pusat-pusat yang terletak di madula spinalis, batang otak, dan hipotalamus, juga
bagian korteks serebri khususnya korteks limbik, dapat menghantarkan impus ke
pusat-pusat yang lebih rendah sehingga demikian mempengaruhi pengaturan
otonomik (Iwan dkk, 2009).
Sistem saraf otonom merupakan bagian dari sistem yang bekerja secara
introvoluter. Saraf otonom mengatur fungsi vital, seperti fungsi respirasi,
sirkulasi, digesti, sekresi, dan reproduksi. Sistem ini memilii neuron aferen,
konektor, dan eferen. Neuron eferen meliputi neuron preganglion dan
postganglion. Neuron preganglion berada di dalam sistem saraf pusat, sedangkan
neuron postganglion berada di ganglion parifer. Sistem saraf otonom terdiri dari
dua sistem, yaitu sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Kedua sistem berkerja
antagonis satu sama lain (Baehr and Frotscher, 2010)

15
Langkah awal yaitu mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
Adapun alat yang akan digunakan pada saat praktikum yaitu: wadah pengamatan,
pot salep, spoit 1 mL, sonde, batang pengaduk, lumpang alu, timbangan. Adapun
bahan yang akan digunakan pada saat praktikum yaitu: alkohol 70%, aquadest,
atropine sulfat, epinerfin, propanolol, Na-cmc, Nacl, pilokarpin dan mencit
sebagai hewan uji. Obat atropine sulfat, epinerfin, propanolol, pilokarpin memiliki
indikasi dan mekanisme yang berbeda, tetapi berkerja disistem syaraf otonom.
Oleh karena itu, dilakukan praktikum “Pengaruh Obat Terhadap Sistem Saraf
Otonom Pada Hewan Uji” untuk mengetahui pengaruh obat terhadap sistem
syaraf otonom, dengan dosis yang telah dihitung dan pada rute yang berbeda-
beda.
Langkah kedua yaitu dilakukan penimbangan pada berat mencit
menggunakan neraca mekanik. Tujuan dilakukan penimbangan berat mencit
menurut Riskawati (2019), adalah untuk mengukur berat mencit yang akan
digunakan pada praktikum sehingga dapat memudahkan proses perhitungan dosis.
Kemudian dilakukan perhitungan dosis. Menurut Tjay (2010), perhitungan dosis
harus digunakan sehingga tidak menimbulkan adanya overdosis.
Langkah ketiga yaitu diukur obat epinerfin, pilokarpin, propanolol, dan
atropine sulfat sesuai pada perhitungan dosis menggunakan dispo kemudian
diambil Na-CMC, NaCl, sesuai dengan volume yang dibutuhkan. Selanjutnya
dicampurkan obat kedalam larutan Na-CMC untuk obat propanolol. Menurut
Ariyani dan Nana (2013), Na-CMC merupakan derivate dari selulosa yang
sifatnya mengikat air dan sering digunakan sebagai pembentuk tekstur halus.
Selain itu, viskositas natrium karboksimetil selulosa dapat turun dengan
meningkatnya kekuatan ionik dan menurunnya pH yang diakibatkan karena
polimernya yang bergulung. Untuk epinefrin, dan atropin sulfat dicampurkan
dengan NaCl. Kemudian untuk pilokarpin dicampurkan dengan Aqua Pro Injeksi.
Pada kelompok pertama, obat yang digunakan adalah atropin sulfat.
Menurut Sari dkk (2020), Atropin sulfat termasuk golongan antikolinergik yang
bekerja pada reseptor muskarinik (antimuskarinik), menghambat transmisi
asetilkolin yang dipersyarafi oleh serabut pascaganglioner kolinergik. Pemberian

16
obat melalui rute intramuscular. Menurut Perry Potter (2009) Injeksi
intramuskuler (IM) adalah pemberian obat/ cairan dengan cara dimasukkan
langsung ke dalam otot (muskulus). Rute intramuscular (IM) memungkinkan
absorbsi obat yang lebih cepat dari pada rute subcutan (SC), karena pembuluh
darah lebih banyak terdapat di otot. Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan, reaksi yang terjadi pada mencit yaitu terjadinya grooming, tremor, dan
eksoftalmus. Hasil ini cukup berbanding lurus dengan penelitian Samsidar (2018)
yaitu, Atropin sulfat memiliki efek terhadap sistem saraf otonom, seperti miosis,
midriasis, vasodilatasi, vasokontriksi, eksoftalmus, kejang, salviasi, dan diare.
Pada kelompok kedua, obat yang digunakan adalah pilokarpin melalui rute
oral. Menurut Ferdinad (2010), pemberian secara oral merupakan cara yang paling
banyak dipakai karena meupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan
nyaman. Menurut (Mycek, 2011) Pilokarpin merupakan parasimpatomimetik yang
bekerja menyerupai kerja syaraf parasimpatis. Pada otot polos longitudinal pada
saluran pencernaan, pengaruh parasimpatis menyebabkan peningkatan kontraksi
usus. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada mencit, reaksi obat yang
terjadi yaitu terjadinya grooming, tremor, dan eksoftalmus. Hasil ini cukup
berbanding dengan penelitian Praditya dan Nasrul (2019), yaitu pemberian
pilokarpin setelah 30 menit, mencit memberikan respon tremor, kejang, dan
peripheral kolinergik.
Pada kelompok ketiga, obat yang digunakan adalah propranolol. Menurut
Sugiarto dkk (2013), propranolol memiliki indikasi dalam terapi angina, aritmia,
hipertensi dan profilaksis pendarahan viseral pada portal hipertensi. Dilakukan
pemberian obat propranolol melalui rute sub cutan. Menurut (Tripathi and Peter,
2013) mekanisme kerjanya obat propranolol yaitu dengan cara mengeblok baik
reseptor β1 atau β2. Blokade reseptor β1 menyebabkan penurunan curah jantung
sedangkan blokade reseptor β2 akan menurunkan aliran portal melalui
vasokonstriktor splanknikus. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan,
reaksi yang terjadi pada mencit yaitu terjadinya tremor, diare, pupil mata
membesar, warna telinga berubah dan grooming.

17
Pada kelompok keempat menggunakan obat epinefrin. Menurut Ganang
(2005) epinefrin adalah sebuah hormone yang memicu reaksi terhadap tekanan
dan kecepatan gerak tubuh. Hormone ini memicu reaksi terhadap efek lingkungan
seperti suara derau tinggi atau cahaya yang terang. Mekanisme epinefrin bekerja
dengan cara menstimulasi saraf simpatis melalui reseptor alpha 1, dan beta
adrenergik. Dilakukan pemberian obat epinefrin melalui rute oral. Berdasarkan
pengamatan reaksi yang terjadi pada mencit yaitu terjadinya tremor, diare, warna
daun telinga berubah dan grooming.
Adapun kemungkinan kesalahan yang terjadi yaitu kurangnya ketelitian
dalam membersihkan alat-alat sehingga bahan yang digunakan tidak dalam
keadaan steril, adanya kesalahan dalam menimbang serta menentukan dosis
pemberian obat, adanya kesalahan dalam mempuasakan hewan uji, dan salah
melakukan perlakuan kepada mencit sehingga mencit merasa tersiksa.

18
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sistem otonom adalah sistem saraf tak sadar. Ia melakukan perintah atau
bekerja dengan tanpa kita sadari. Mekanisme kerja sistem saraf otonom yaitu
mengontrol aktivitas tubuh secara tidak sadar. Sistem saraf ini akan mengatur
aktivitas kita, seperti proses metabolisme tubuh, detak jantung, hingga bernapas.
Mekanisme kerja obat obat epinefrin bekerja pada stok volume dan juga kontra
indikasi jantung, mekanisme obat propanolol yaitu dengan cara menghambat
reseptor beta di jantung dan pembuluh darah, mekanisme obat pilokarpin adalah
bekerja langsung untuk mempengaruhi otot pada mata sehingga meningkatkan
aliran dari cairan dalam bola mata, dan mekanisme kerja obat atropine sulfat yaitu
menghambat reseptor muskarinik baik sentral maupun perifer
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Praktikum
Diharapkan agar praktikum Sistem Saraf Otonom selanjutnya agar
kedepannya dapat melengkapi fasilitas seperti alat-alat contohnya sonde oral
untuk mencit, dispo 1 mL dan 5 mL obat-obatan yang digunakan dan NaCl agar
kegiatan praktikum yang dilaksanakan dapat berjalan lancar dan bisa efektif.
Diharapkan untuk asisten selalu menjaga hubungan baik antara praktikan dengan
asisten agar bisa menciptakan suasana praktikum yang baik dan nyaman.
Diharapkan kepada para prkatikan agar selalu tertib disaat praktikum masih
berlangsung dan senatiasa belajar dengan baik untuk mempersiapkan praktikum
yang akan dilaksanakan.

19
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2016, MIMS Petunjuk Konsultasi, Edisi 16, PT. Bhuana Ilmu Populer:
Jakarta

Ariyani, Sukma Budi dan Nana Supriyatna. 2013. “Perbandingan Karbopol Dan
Karboksimetil Selulosa Sebagai Pengental Pada Pembuatan Bioetanol
Gel”. Biopropal Industri 4, No. 2 : Hal 59-64.

Baehr M, Frotscher M. Duus’. 2012. Topical Diagnosis in Neurology, Anatomy,


Physiology, Signs, Symptoms. Ed 5. New York: Thieme. Hal. 188-200.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI. Hal 32-33.

Febianty, N., Sugiarto, C. and Sadeli, L. 2013. Perbaningan Pemeriksaan Kadar


Hemoglobin dengan Menggunakan Metode Sahli Dan Autoanalyzer
Pada Orang Normal. pp. 3–6.

Ganong W.F. 2005. Review of medical physiology. 22nd ed. Singapore : Mc Graw
Hill. 192-201.

Goodman and Gilman, 2008, Manual Farmakologi dan Terapi, Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

Harvey R.A., Champe P.C. 2009. Pharmacology. 4nd ed. China: Lippincott
William & Wilkins.p.249-60.

Iwan Dwi Cahyono, Himawan Sasongko, Aria Dian Primatika. 2009.


Neurotransmitter Dalam Fisiologi Saraf. Jurnal anastesiologi indonesi

Mardjono,M,. Sidharta, P., 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta, Dian Rakyat.
pp: 185-7.

Mycek, M. J, Harvey, R.A. dan Champe, P.C. 2001. Farmakologi Ulasan


Bergambar 2nd ed. H. Hartanto, ed., Jakarta, Widya Medika.

Neal, M.J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima.Jakarta : Penerbit


Erlangga. pp. 85

Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba


Medika

Samsidar Usman, Ismail Ibrahim. 2018. UJI EFEK ANTI DIARE DAN UJI EFEK
SISTEM SARAF OTONOM (SSO) INFUS DAUN TAPAK DARA
(Catharanthus roseus L.) TERHADAP HEWAN UJI MENCIT. Jurnal
Media Farmasi Vol. XIV. No. 1. Universitas Indonesia Timur Makassar
Sari NN, Dkk. Protokol Kesehatan Covid-19 : Sebagai Upaya Pencegahan Covid-
19 di Area Kerja Pada Karyawann Perkantoran di Bandar Lampung. J
Peduli Masy. 2020;2:173–80.

Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Graha Ilmu. Yogyakarta

Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Stringer, Janet L., 2009, Konsep Dasar Farmakologi : Panduan Untuk


Mahasiswa, Edisi 3, (diterjemahkan oleh: Huriawati Hartanto), Jakarta :
Penerbit Buku EGC.

Sulistia Gan Gunawan. 2009. Farmakologi dan Terapi, 5th ed. Jakarta.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Edisi Keenam. 262, 269-271.
PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Tripathi, D and Peter CH. 2013. Beta-Bloker in Portal hypertension: New


Developments and Controversies. Liver International. 147 : 1-13.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 : Skema Kerja

Pengaruh Obat Terhadap Sistem


Saraf Otonom Pada Hewan Uji

Obat Atronerpine
Obat Pilokarpin Obat Epinerfin Obat Propanolol
Sulfat

- Disiapkan alat - Disiapkan alat - Disiapkan alat - Disiapkan alat


dan bahan yang dan bahan yang dan bahan yang dan bahan yang
akan digunakan akan digunakan akan digunakan akan digunakan
- Ditimbang berat - Ditimbang berat - Ditimbang berat - Ditimbang berat
mencit yang mencit yang mencit yang mencit yang
akan digunakan akan digunakan akan digunakan akan digunakan
- Dihitung dosis - Dihitung dosis - Dihitung dosis - Dihitung dosis
obat yang akan obat yang akan obat yang akan obat yang akan
digunakan digunakan digunakan digunakan
- Dilarutkan obat - Dilarutkan obat - Dilarutkan obat - Dilarutkan obat
dengan NaCL dengan NaCL dengan NaCL dengan Na-CMC
- Diberikan obat - Diberikan obat - Diberikan obat - Diberikan obat
sebanyak 1 ml sebanyak 1 ml sebanyak 1 ml sebanyak 1 ml
dengan rute dengan rute dengan rute dengan rute
Intramuskular Oral Oral Subkutan
- Dilakukan - Dilakukan - Dilakukan - Dilakukan
pengamatan pengamatan pengamatan pengamatan
-
-
Lampiran 2 : Perhitungan Dosis
1. Perhitungan Dosis (Rute Intramuskular, Dosis Lazim)
Dosis lazim untuk manusia = 1 mg
Faktor Konversi = 0,0026
Konversi dosis untuk mencit 20 g = Dosis Lazim × Faktor Konversi
= 1 mg × 0,0026
= 0,0026 mg
Untuk berat mencit 29 g = × 0,0026 mg

= 0,00377 mg
Vol Pemberian = 0,05 ml
Larutan persediaan = 5 ml
Jumlah obat yang ditimbang = × 0,00377 mg

= 100 x 0,00377 mg
= 0,377 g

Berat serbuk yang ditimbang = × 1 ml

= 0,001508 ml
2. Perhitungan dosis (Rute Oral, Dosis Lazim 1 mg)
Dosis lazim untuk manusia = 1 mg
Faktor Konversi = 0,0026
Konversi dosis untuk mencit 20 g = Dosis Lazim × Faktor Konversi
= 1 mg × 0,0026
= 0,0026 mg

Untuk berat mencit 26 g = × 0,0026 mg

= 0,00338 mg
Vol Pemberian = 1 ml
Larutan persediaan = 5 ml
Jumlah obat yang ditimbang = × 0,00338 mg

= 0,0169 mg
Berat serbuk yang ditimbang = × 5 ml

= 0,0042 ml
3. Perhitungan Dosis (Rute Oral, Dosis Lazim 40 mg)
Dosis lazim untuk manusia = 40 mg
Faktor Konversi = 0,0026
Konversi dosis untuk mencit 20 g = Dosis Lazim × Faktor Konversi
= 40 mg × 0,0026
= 0,104 mg
Untuk berat mencit 28 g = × 0,104 mg

= 0,1456 mg
Vol Pemberian = 1 ml
Larutan persediaan = 5 ml
Jumlah obat yang ditimbang = × 0,1456 mg

= 0,728 mg
Berat 1 tablet = 0,2002 g

Berat serbuk yang ditimbang = × 0,2002 g

= 0,003643 g
4. Perhitungan Dosis (Rute Subkutan, Dosis Lazim 1 mg)
Dosis lazim untuk manusia = 1 mg
Faktor Konversi = 0,0026
Konversi dosis untuk mencit 20 g = Dosis Lazim × Faktor Konversi
= 1 ml × 0,0026
= 0,0026 mg

Untuk berat mencit 27 g = × 0,0026 mg

= 0,00351 mg
Vol Pemberian = 1 ml
Larutan persediaan = 5 ml
Jumlah obat yang ditimbang = × 0,00351 mg
= 0,01755 mg
Berat serbuk yang ditimbang = × 1 ml

= 0,01755 ml

Anda mungkin juga menyukai