MAKALAH Landpend
MAKALAH Landpend
MAKALAH Landpend
DISUSUN OLEH
AGUSTIN AMELIA 2210378
ANNISA 2210379
KAKA SATRIA PRATAMA 2206491
WULAN RAMADHANI 2207461
Puji syukur kehadirat Allah SWT kami haturkan atas segala rahmat-NYA sehingga
makalah ini dapat tersusun sam[ai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberi sumbangan baik pikiran
maupun materinya.
Tim penulis sangat berharap semoga makalah dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bias pembaca
praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Puji dan syukur dan berhingga kepada Allah SWT tuhan yang maha bijaksana atas kasih
karunia dan rahmatnya sehingga makalah Landasan Pendidikan ini dapat diselesaikan. Bagi kami
sebagao penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah akrena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang mebangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1
Terdapat beberapa landasan yang dapat dijadikan sebagai titik tumpu dalam
melakukan analisis kritis terhadap kaidah-kaidah dan kenyataan dalam rangka membuat
kebajikan dan praktik pendidikan.
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
3
Adapun secara filosofis penolakan tersebut antara lain didasarkan kepada empat
argumen berikut ini:
a. Argumen ontologis. Semua manusia memiliki ide tentang Tuhan. Sementara itu,
bahwa realitas (kenyataan) lebih sempurna daripada ide manusia. Sebab itu, Tuhan
pasti ada dan realitas ada-Nya itu pasti lebih sempurna daripada ide manusia tentang
Tuhan.
b. Argumen kosmologis: Segala sesuatu yang ada mesti mempunyai suatu sebab.
Adanya alam semesta - termasuk manusia adalah sebagai akibat. Di alam semesta
terdapat rangkaian sebab-akibat, namun tentunya mesti ada Sebab Pertama yang tidak
disebabkan oleh yang lainnya. Sebab Pertama adalah sumber bagi sebab-sebab yang
lainnya, tidak berada sebagai materi, melainkan sebagai "Pribadi" atau "Khalik".
C. Argumen Teleologis: Segala sesuatu memiliki tujuan (contoh mata untuk melihat,
kaki untuk berjalan dsb.). Sebab itu, segala sesuatu (realitas) tidak terjadi dengan
sendirinya melainkan diciptakan oleh Pengatur tujuan tersebut, yaitu Tuhan
4
Selain itu, manusia memiliki potensi untuk mampu berpikir (cipta), potensi
berperasaan (rasa), potensi berkehendak (karsa), dan memiliki potensi untuk
berkarya. Adapun dalam eksistensinya manusia berdimensi individualitas
personalitas, sosialitas, moralitas, keberbudayaan dan keberagamaan. Implikasi dari
semua itu, manusia memiliki historisitas, berinteraksi berkomunikasi, dan memiliki
dinamika.
Menurut Julien de La Mettrie dan Feuerbach- dua orang penganut Materialisme –
bahwa esensi manusia semata-mata bersifat badani tubuh fisiknya).Sebaliknya,
menurut Plato-salah seorang penganut Idealisme-bahwa esensi manusia bersifat
kejiwaan/spiritual/rohaniah. Sebagai kesatuan badani-rohani manusia hidup dalam
ruang dan waktu, memiliki kesadara (consciousnesss) dan penyadaran diri (self-
awareness), mempunyai berbagai kebutuha insting, nafsu, serta mempunyai tujuan.
3. Individualitas/Personalitas
Adapun sebagai pribadi/subjek, setiap manusia bebas mengambil tindakan atas
pilihan serta tanggung jawabnya sendiri (otonom) untuk menandaskan keberadaanya
di dalam lingkungan. Dengan demikian dapat Anda simpulkan bahwa manusia adalah
individu/pribadi, artinya manusia adalah satu kesatuan yang tak dapat dibagi,
memiliki perbedaan dengan yang lainnya sehingga bersifat unik, dan merupakan
subjek yang otonom
4. Sosialitas
Terdapat hubungan pengaruh timbal balik antara individu dengan masyarakatnya.
Emst Cassirer menyatakan: “manusia takkan menemukan diri, manusia takkan
menyadari individualitasnya kecuali melalui perantaraan pergaulan ank a.Masyarakat
terbentuk dars individu-individu, maju mundurnya suatu masyarakat akan tertentukan
oleh individu-individu yang membangunnya (Iqbal, 1978)
5
Karena setiap manusia adalah pribadi/individu, ank arena terdapat hubungan
pengaruh timbal balik antara individu dengan sesamanya, maka idealnya situasi
hubungan antara individu dengan sesamanya itu tidak merupakan hubungan antara
subjek dengan objek. Melainkan subyek dengan subjek
5. Keberbudayaan
Ada tiga jenis wujud kebudayaan, yaitu: 1) sebagai kompleks dari ide-ide, ilmu
pengetahuan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dsb; 2) sebagai kompleks
aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan 3) sebagai benda-
benda hasil karya manusia.kebudayaan memiliki fungsi positif bagi kemungkinan
eksistensi manusia, namun demikian perlu dipahami pula bahwa apabila manusia
kurang bijaksana dalam mengembangkan dan/atau menggunakannya, maka
kebudayaan pun dapat menimbulkan kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi
manusia.
Ada tiga jenis wujud kebudayaan, yaitu: 1) sebagai kompleks dari ide-ide, ilmu
pengetahuan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dsb; 2) sebagai kompleks
aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan 3) sebagai benda-
benda hasil karya manusia.kebudayaan memiliki fungsi positif bagi kemungkinan
eksistensi manusia, namun demikian perlu dipahami pula bahwa apabila manusia
kurang bijaksana dalam mengembangkan dan/atau menggunakannya, maka
kebudayaan pun dapat menimbulkan kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi
manusia.Kebudayaan tidak bersifat statis, melainkan dinamis Kodrat dinamiku pada
diri mengimplikasikan adanya perubahan dan pembaruan kebudayaan.Ada
pergolakan yang tak kunjung reda antara tradisi dan inovasi. Hal ini meliputi semua
kehidupan budaya (Ernst Cassirer, 1987).
6
6. Moralitas Eksistensi
Manusia memiliki dimensi moralitas. Manusia memiliki dimensi moralita karena ia
memiliki kata hati yang dapat membedakan antara baik dan jahat.
7. Keberagamaan
Keberagamaan merupakan salah satu karakteristik esensial eksistensi manusia
yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau keyakinan akan kebenaran suatu agama
yang diwujudkan dalam sikap dan perilakunya. Hal ini terdapat pada manusia
manapun, baik dalam rentang waktu (dulu-sekarang-akan datang), maupun dalam
rentang geografis dimana manusia berada.
8. Historisitas
Artinya bahwa keberadaan mamusia pada saat im terpaut kepada masa lalunya, ia
belum selesai mewujudkan dirinya sebagai manusia, ia mengarah ke masa depan
untuk mencapai tujuan hidupnya.Masa lampaunya yang historis adalah faktor dasar
yang tidak dapat dihindarkan bagi masa depannya" (Fund Hasan, 1973).Tujuan hidup
manusia mencakup tiga dimensi, yaitu (1) dimensi ruang (di sini di sana, dunia-
akhirat); (2) dimensi waktu (masa sekarang-masa datang), (3) dimensi nilai (baik
tidak baik) sesuai dengan agama dan budaya yang diakuinya (M.I. Soelaeman, 1988).
9. Komunikasi/Interaksi
Komunikasi/interaksi ini dilakukannya baik secara vertikal, yaitu dengan
Tuhannya, secara horizontal yaitu dengan alam dan sesama manusia serta budayanya,
dan bahkan dengan "dirinya sendiri". Demikianlah interaksi/komunikasi tersebut
bersifat multi dimensi.
10. Dinamika
Dinamika mempunyai arah horisontal (ke arah sesama dan dunia) maupun arah
transendental (ke arah Yang Mutlak).
7
11. Eksisten Manusia adalah untuk Menjadi Manusia
Bagi manusia bereksistensi berarti meng-ada-kan dirinya secara aktif.
Bereksistensi berarti merencanakan, berbuat dan menjadi.Tegasnya ia harus menjadi
manusia ideal (manusia yang diharapkan, dicita-citakan, atau menjadi manusia yang
seharusnya). Idealitas (keharusan, cita-cita/harapan) ini bersumber dari Tuhan melalui
ajaran agama yang diturunkan-Nya, bersumber dari sesama dan budayanya, bahkan
dari diri manusia itu sendiri.
Manusia yang bersangkutan juga harus belajar atau harus mendidik diri. Mengapa
harus mendidik diri? Sebab, dalam bereksistensi yang harus mengadakan/menjadikan diri
itu hakikatnya adalah manusia itu sendiri. Sebaik dan sekuat apa pun upaya yang
diberikan pihak lain (pendidik) kepada seseorang (anak didik) untuk membantunya
menjadi manusia atau untuk mencapai kedewasaan, tetapi apabila seseorang tersebut
(anak didik) tidak mau mendidik diri, maka upaya bantuan tersebut tidak akan
memberikan kontribusi bagi kemungkinan seseorang tadi untuk menjadi manusia atau
menjadi manusia dewasa. Menyendirilah dan lihat. Memperingan garis ini dan
memurnikan garis lainnya lagi, hingga sebuah patung yang molek tampil atas karyanya.
Lakukanlah pula seperti itu;…. Janganlah sekali-kali berhenti memahat patungmu….”
(E.F. Schumacher, 1980:77). Dalam suatu pertanyaan apakah manusia akan dapat
dididik? Kita dapat mengidentifikasi bahwa manusia berhasil dan dapat dididik dengan
mengaju pada beberapa Antropologis yang melandasinya
1. Prinsip potensialitas
2. Prinsip Dinamika
3. Prinsip individualitas
4. Prinsip Sosialitas
5. Prinsip moralitas
2.4 Sosok Manusia yang Utuh
Pendidikan diarahkan menuju manusia ideal, melalui suatu tindakan yang tergolong
sebagai perwujudan manusia yang ideal. Unsur hakiki dari manusia adalah kepribadian yang
mana dengan didikan yang benar dapat diberikan dengan nyata untuk tiap individu. Di pihak
lain dapat dipahami pula bahwa eksistensi manusia untuk menjadi manusia.
10
Learning to be
Learning to live together berperan menjadi pilar belajar yang penting Konsep ini
berperan dalam mengembangkan semangat menghormati n lai-nilai kemajemukan, saling
memahami, dan perdamaian. Prinsip learning to live together :
a. Membangun sistem nilai.
b. Pembentukan identitas melalui proses pemilikan konsep luas.
15
Learning to believe in God (belajar untuk beriman kepada Tuhan Yang Maha
Esa) bahwa manusia mempunyai pegangan yang universal dalam berhubungan dengan
lingkungannya dan berhubungan dengan penciptanya. Dalam artian ini bahwa pengetahuan
yang dicari seseorang harus dapat memberi manfaat untuk isi alam itu sendiri, dan
bagaimana mengelolanya untuk kebaikan bersama secara berkelanjutan (sustain able yang
secara religius dapat dipertanggungjawabkan kepada Yang Mahakuasa.
Perkembangan manusia ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal, kedua faktor ini
penting diperhatikan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam prosesperkembangan
manusia serta pendidikannya. Ditinjau dari faktor internal tentunya mengarah pada peserta didik,
namun bila ditinjau secara eksternal salah satunya adalah dari faktor guru. Pendidikan bertujuan
untuk mengajar, memanusiakan, dan mengarahkan anak didik agar mencapai akhir sempurna
Setiap pendidikan pasti memiliki tujuan yang terkait dengan kehendak yang akan dicapai.
Pendidikan humanis bertujuan agar dalam proses pembelajaran menjadikan siswa dan
menempatkan siswa sebagai manusia yang bebas. Bebas menentukan dan bebas melakukan hal
positif. Apapun yang dilakukan oleh siswa dalam pandangan pendidikan positif yang bersifat
humanis itu dapat dibenarkan sepanjang tidak mengekang hak siswa sebagai individu yang
bebas. Alternatif yang ditawarkan dalam pendidikan humanis adalah mengambil yang terbaik
untuk diterapkan dalam pola pendidikan yang sesuai dengan karakter ke-Indonesiaan.
Pola Pendidikan humanis yang berbasis ajaran kepemimpinan Ki Hadjar Dewantoro yang
sangat poluler di kalangan masyarakat adalah Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mbangun
Karso, Tut Wuri Handayani. Pendidikan humanism bila dikaitkan dengan konsep pendidikan Ki
Hajar Dewantoro mempunyai keselarasan bahwa seseorang yang mampu berkembang secara
utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampumenghargai dan
menghormati kemanusiaan setiap orang.
19