Thoriqnurr 2331360022 Kwu
Thoriqnurr 2331360022 Kwu
Thoriqnurr 2331360022 Kwu
NIM : 2331360022
Kelas : 1A
LATAR BELAKANG
Indonesia dianuugerahi sumber daya alam berlimpah termasuk bahan galian pertambangan. Di
dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dinyatakan bahwa “bumi dan air dn kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Kata
“dikuasai” dalam psal ini mengandung arti bahwa negara diberi kebebasan untuk mengatur, mengurus,
dan mengawasi pengelolaan atau pengusahaan bahan galian tambang yang diberikan seluas luasnya
untuk kemakmuran bagi seluruh rakyat indonesia.
Sebelum melakukan kegiatan usaha pertambangan pasir haruslah memiliki izin, Setiap usaha
pertambangan haruslah mempunyai izin yang sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 35 UU MINERBA
“usaha pertambangan dilaksanakan dalam bentuk izin usaha pertambangan. Menurut Edy Sumantri,
beberapa dampak negatif disebabkan oleh kegiatan pertambangan tanpa izin yaitu :
Kerusakan lingkungan, pemborosan sumber daya mineral, kecelakaan tambang. Negara maupun
pemerintah harus mengeluarkan dana yang sangat besar untuk memperbaiki kerusakan lingkungan dan
gejolak sosial.
Banyak pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam menjalankan usaha kegiatan
pertambangan terutama pertambangan pasir di Kabupaten Sleman, dan masih banyak kegiatan
pertambangan dilakukan secara ilegal tanpa memiliki izin usaha pertambangan yang dikeluarkan oleh
instansi-instansi pemerintah yang diberi wewenang untuk mengeluarkan izin usaha pertambangan (IUP).
Pertambangan ilegal marak dan kerap dilakukan di Kabupaten Sleman. Salah satu kasus yang
sangat menyita perhatian publik adalah penambangan pasir dari letusan merapi pada tahun 2010 silam.
Tindakan pemerintah membuat sebuah aturan dalam upaya penanggulangan dan normalilasi aliran
sungai kering akibat tertimbun material vulkanik, seperti batu dan pasir. Pemerintah mempunyai tujuan
utama yaitu Memulihkan ekonomi warga pasca letusan merapi. Pengambilan pasir dan batu yang
dilakukan di lahan warga yang berguna agar secepat mungkin lahan warga yang tertimbun batu dan
pasir pasca letusan merapi dapat ditanami dan dilakukan penghijauan kembali. Namun justru sebaliknya
hal tersebut menimbulkan banyak masalah, seperti pohon-pohon yang tumbuh di sekitar perumahan
warga yang seharusnya berfungsi sebagai tempat untuk penyaringan resapan air tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya lagi.Semua itu di karenakan pohon-pohon yang tumbuh di sekitar perumahan
warga tidak dapat tumbuh maupun ditanami kembali. Warga pun menjadi kesulitan untuk mendapatkan
air bersih untuk di manfaatkan dalam kebutuhan kehidupan sehari-hari.
Para pelaku usaha pertambangan yang telah memperoleh izin usaha pertambangan juga tak
luput dari pengawasan pemerintah dan kontrol dari para aparatur pemerintah yang berwenang karena
bisa saja menyebabkan kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari kegiatan pertambangan pasir yang
dilakukan oleh pemilik IUP. Menurut Muchsan, pengawasan merupakan segala usaha atau kegiatan
untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan,
apakah sesuai dengan semestinya atau tidak.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu :
1. Apakah ada kendala atau hambatan di dalam pelaksanaan izin usaha pertambangan (IUP) sebagai
pengendalian kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir di Kabupaten Sleman?
A Bahtiar, "Pelaksanaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Sebagai Upaya Pengendalian Kerusakan
Lingkungan Akibat Penambangan Pasir di Kabupaten Sleman" (e-journal.uajy.ac.id, 2016), http://e-
journal.uajy.ac.id/9190/
Nama : Thoriq nur r Prodi : Teknologi sipil
NIM : 2331360022
Kelas : 1A
TUJUAN
1. Kepengurusan IUP (Izin Usaha Pertambangan) Untuk Pertambangan Pasir. Dengan berlakunya
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Berdasarkan Pasal 14 UU
PEMDA.
A Bahtiar, "Pelaksanaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Sebagai Upaya Pengendalian Kerusakan
Lingkungan Akibat Penambangan Pasir di Kabupaten Sleman" (e-journal.uajy.ac.id, 2016), http://e-
journal.uajy.ac.id/9190/
Nama : Thoriq nur r Prodi : Teknologi sipil
NIM : 2331360022
Kelas : 1A
METODE
A. Jenis Penelitian
Penelitian hukum empiris merupakan penelitian yang berfokus pada perilaku
masyarakat hukum (law in action). Penelitian ini menggunakan data primer sebagai data
utamanya yang didukung dengan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder.
a. Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden dan narasumber
terkait pelaksanaan izin usaha pertambangan (IUP) sebagai upaya pengendalian
kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir di Kabupaten Sleman.
1) Bahan Hukum Primer, yaitu :
a) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
b) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
c) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan
Batuan.
d) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
e) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
f) PP No. 25 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan.
g) PP No. 23 Tahun 2010 sebagaimana yang telah diubah dalam PP No. 24 Tahun
2012 dan diubah pada perubahan kedua dalam PP No 1 Tahun 2014 serta
Perubahan Ketiga dalam PP 77 Tahun 2014Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan MINERBA.
h) PP No 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan.
i) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 Tentang
Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove.
j) Keputusan Negara Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun 2004 Tentang Kriteria
Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun.
k) Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta No. 3 Tahun 2015 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
l) Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Usaha
Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan.
m) Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Organisasi
Perangkat Daerah Pemeritah Kabupaten Sleman.
n) Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 31 Tahun 2015
Tentang Tata Cara Pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Mineral
Logam, Mineral Bukan Logam dan Batuan.
o) Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 46 Tahun 2015
Tentang Pelaksanaan Kegiatan Izin Usaha Pertambangan Mineral Logam,
Mineral Bukan Logam dan Batuan.
A Bahtiar, "Pelaksanaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Sebagai Upaya Pengendalian Kerusakan
Lingkungan Akibat Penambangan Pasir di Kabupaten Sleman" (e-journal.uajy.ac.id, 2016), http://e-
journal.uajy.ac.id/9190/
Nama : Thoriq nur r Prodi : Teknologi sipil
NIM : 2331360022
Kelas : 1A
HASIL DISKUSI
3. Urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan
dengan pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan pemerintah pusat,
dan
4. Urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan
langsung dengan panas bumi dalam daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan
daerah kabupaten/kota.
Berdasarkan hal tersebut, kewenangan untuk menerbitkan izin usaha pertambangan MINERBA
menjadi kewenangan pemerintah Provinsi dan bukan kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
Sebagai contoh, IUP mineral bukan logam dan batuan di Kabupaten Sleman tidak lagi diberikan oleh
Pemerintah Kabupaten Sleman melainkan diberikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Yogyaakarta
(lebih khususnya Dinas PUP dan ESDM).
A Bahtiar, "Pelaksanaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Sebagai Upaya Pengendalian Kerusakan
Lingkungan Akibat Penambangan Pasir di Kabupaten Sleman" (e-journal.uajy.ac.id, 2016), http://e-
journal.uajy.ac.id/9190/
Nama : Thoriq nur r Prodi : Teknologi sipil
NIM : 2331360022
Kelas : 1A
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dikemukakan dalam bab sebelumnya dapat ditarik
kesimpulan bahwa :
A Bahtiar, "Pelaksanaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Sebagai Upaya Pengendalian Kerusakan
Lingkungan Akibat Penambangan Pasir di Kabupaten Sleman" (e-journal.uajy.ac.id, 2016), http://e-
journal.uajy.ac.id/9190/