Wakalah Dan Sulhu Kelompok 7
Wakalah Dan Sulhu Kelompok 7
Wakalah Dan Sulhu Kelompok 7
Oleh Kelompok 7:
Baedhowi
Ibnu Ali
M. Ilham Muazizi
M. Rafi Kurniawan
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat berdiri sendiri, tetapi selalu
membutuhkan bantuan orang lain, baik untuk memenuhi kepentingannya sendiri maupun
untuk kepentingan orang lain. Setiap manusia pada dasarnya saling membutuhkan bantuan
dari sesamanya dalam berbagai pekerjaan yang dapat mendatangkan manfaat bagi
kehidupannya, dalam arti manusia akan selalu membutuhkan pertolongan dari orang lain.
Dalam agama Islam pada hal tolong menolong sudah adaaturannya yaitu tolong menolong
dalam kebaikan.
Islam merupakn agama yang lengkap dengan segala perbuatannya, baik yang
berhubungan dengan sesama manusia maupun yang berhubungan dengan Sang pencipta-Nya
yaitu Allah SWT. Sejalan dengan itu, hukum Islam disyaratkan untuk mengatur segala
perbuatan dan tingkah laku manusia di muka bumi dalam rangka mencari ridha Allah SWT,
sehingga semua urusan manusia diatur dengan ketentuan hukum yang jelas dan pasti.
Ketentuan Syara’ yang berkenaan dengan hak-hak manusia itu dilaksanakan dengan naik dan
bertanggung jawab.
Berdasarkan penjelasan singkat diatas, yang menjadi fokus pembahasan penulis dalam
makalah ini adalah mengenai wakalah dan sulhu.
1
PEMBAHASAN
A. KOMPETENSI INTI
1. Menghhayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
( gotong royong, kerjasama, toleren, damai ), santun, responsive, dan proaktif dan
menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan.
2. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, budaya dan humanioradengan wawasan kemanusiaan, kebangsan,
kenegaraan dan peradaban terkait penyebab fenomenea dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan proseduralpada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan.
3. Mengelola, menalar dan menyaji dalam ranah konkrit dan ranah absarak terkait
dengan perkembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan
mampu menggunakan metode sesuai dengan kaidah keilmuan.
B. KOMPETENSI DASAR
1.3 Meyakini perintah allah tentang wakalah dan sulhu
2.4 Menunjukan rasa tanggung jawab melalui materi wakalah dan sulhu
3.4 Memahami ketentuan islam tentang wakalah dan sulhu
4.4 Mempresentasikan ketentuan wakalah dan sulhu
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Melalui tanya jawab siswa dapat menunjukan rasa tanggung jawab engan benar
melalui wakalah dan sulhu.
2. Melalui diskusi siswa dapat menjelaskan ketentuan islam tentang wakalah dan
sulhu dengan benar
3. Melalui simulasi siswa mempraktikan wakalah dan sulhu dengan baik.
2
D. PENDALAMAN MATERI
1. Wakalah
a. Pengertian
Wakalah(pemberian kuasa) secara umum dapat di definisikan sebagai suatu
perjanjian dimana seseorang yang lain mendelegasikan atau menyerahkan suatu
wewenang (kekuasaan) kepada sesorang yang lain untuk meneyelenggarakan
suatu urusan, dan orang lain tersebut menerimanya, dan melaksanakannya untuk
atas nama pemberi kuasa.1
b. Dasar hukum
Dasar hukum tentang kebolehan pemberian kuasa ini adalah al-Quran yang
mengisahkan tentang Ashabul Kahfi (surat al-Kahfi) ayat 19 yang artinya;
1
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada Uneversity
Press, 2010), hlm. 147
3
dan taqwa, yang sangat dianjurkan dalam al-Quran dan sunah Rasulullah
SAW.
Kata wakalah (wakil) muncul sekitar dua puluh empat kali dalam al-
Qur’an. Ayat berikut dalam surat al-an’am, digunakan untuk arti “seorang
yang bertanggung jawab untuk mengatur urusan orang lain”: \
(66: َقْو ُم َك َو ُهَو اْلَح ُّق ُقْل َلْس ُت َع َلْيُك ْم ِبَوِكْيٍل (األنعم.َو َك َّذ َب ِبِه
Dan kaummu mendustakan (adzab) padahal adzab itu benar adanya.
Katakanlah : “Aku ini bukan lah orang yang diserahi mengurus urusanmu”.
Kata yang sama diulangi lagi dalam ayat 107 untuk memberi arti yang
sama juga :
107(:َو مآ َاْنَت َع لْيِه ْم ِبَوِكيٍل (األنعم
Dan kamu sekali-kali bukanlah pemelihara bagi mereka.
Dalam hukum islam, wakalah atau perwakilan muncul ketika satu
orang menguasakan kepada orang lain untuk menggantikannya dalam
memperoleh hak-hak sipilnya.2
4
2) Syarat-syarat wakil (yang mewakili)
a) Cakap hukum
b) Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya
c) Wakil adalah orang yang diberi amanat
3) Hal-hal yang diwakilkan
a) Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili
b) Tidak bertentangan dengan syariat islam
c) Dapat diwakilkan menurut syariat islam
4) Shigat, yaitu lafaz mewakilkan, shigat diucapkan dari yang berwakil
sebagai simbol keridhaannya untuk mewakilkan, dan wakil menerimanya.4
KETIGA :
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
badan arbitrase syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
d. Hikmah wakalah5 :
1) Dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan cepat sebab tidak semua
orang mempunyai kemampuan dapat menyelesaikan pekerjaan tertentu
dengan sebaik-baiknya. Misalnya, tidak semua orang yang yang berqurban
dapat menyembelih hewan qurbannya, tidak semua orang dapat belanja
sendiri dan lain-lain.
2) Saling tolong menolong di antara sesama manusia. Sebab semua manusia
membutuhkan bantuan orang lain.
3) Timbulnya saling percaya mempercayai diantara sesama manusia.
Memberikan kuasa kepada orang lain berarti merupakan bukti danya
keprcayaan pada pihak lain.
2. Sulhu
a. Penengertian al-sulhu6
4
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 235
5
Kementrian Agama, Fiqih, (Jakarta : Kementrian Agama, 2015), hlm.136
6
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, ..., hlm.169-170.
5
Secara etimologi, Al-Sulhu menurut Al-Sayyid Muhammad Syatha Al
Dimyathi : ( اْلَقْطُع الِّنَزاِعmemutuskan pertengkaran )
Sedangkan menurut istilah (terminologi) didefinisikan oleh para ulama
sebagai berikut.
1. Menurut Imam Taqiy al-Din Abi Bakr ibn Muhammad al Husaini
dalam kitabnya kifayatu al-akhyar yang dimaksud al-sulh adalah :
اْلَع ْقُد اَّلِذ ى َيْنَقِط ُع ِبِه ُخ ُصْو َم ُة َاْلُم َتَخ اِص َم ْيِن
“akad yang memutuskan perselisihan dua pihak yang berselisih”
2. Menurut Syeh Ibrahim al Bajuri bahwa yang dimaksud dengan al-
sulhu adalah : َع ْقُد َيْح ِص ُل ِبِه َقْطُع َها
“akad yang berhasil memutuskannya (perselisihan)”
3. Idris Ahmad dalam bukunya fiqh syafi’i berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan al sulh adalah semacam akad yang dengan akad
itu habislah (terputuslah ) perselisihan yang sedang terjadi.
4. Sulaiman Rosyid berpendapat bahwa yang dimaksud al-sulh adalah
akad perjanjian untuk menhilangkan dendam, permusuhan, dan
perbantahan.
5. Sayyid Sabiq berpendapat bahwa yang dimaksud dengan alsulh
adalah suatu jenis akad untuk mengakhiri perlawanan antara dua
orang yang berlawanan.
Dari ta’rif-ta’rif diatas, kiranya dapat dipahami bahwa yang dimaksud
al-sulh adalah suatu akad yang bertujuan untuk mengakhiri perselisihan atau
persengketaan.
6
lain, maka perangilah orang yang aniaya, sampai kembelali kepada perintah
Allah. Tapi jika ia telah kembali damaikanlah keduanya dengan adil, dan
bertindaklah dengan benar. Sungguh Allah cinta akan orang yang berlaku
adil”.
Disamping firman-firman Allah, rasulullah juga menganjurkan untuk
melaksanakan perdamaian. Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh
ibnu Hibban dan Tirmidzi dan Umar bin Auf al Muzanni, Rasulullah SAW
bersabda:
“perdamaian dibolehkan dikalangan kaum muslimin, selain perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Dan orang-orang
islam (yang mengadakan perdamaian itu) bergantung pada syarat-syarat
mereka (yang telah disepakati), selain syarat yang mengharamkan yang halal
atau meng halalkan yang haram”.
Berdasarakan pada ketentuan al-qur’an dan al-hadits diatas,
menunjukan bahwa islam sangat menganjurkan perdamaiana. Perdamaian
sebagai salah satu cara menyelesaikan sengketa, dikatakan sebagai cara yang
adil. Sehingga dampaknya kedepan adalah tidak menimbulkan permasalahan
baru. Dalam hukum positif Indonesia terdapat ketentuan bahwa dalam
sengketa perdata, sebelum menyidangkan hakim diwajibkan menawarkan
perdamaian bagi para pihak. Di lingkungan peradilan umum, upaya
perdamaian dapat ditempuh pada hari sidang pertama, sedangkan di
lingkungan peradilan agama upaya perdamaian dapat dilakukan disetiap tahap
persidangan. Hal ini menunjukan bahwa penyelesaian di pengadilan agama
mengedepankan upaya-upaya perdamaian.8
8
Abdul Ghofur Anshori , Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia..., hlm.155.
9
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah..., hlm.172-173.
7
1. Adanya ijab qabul, ijab qabul dapat dilakukan dengan lafadz atau dengan
apa saja yang menunjukan adanya ijab qabul yang menimbulkan
perdamaian, serperti perkataaan “aku berdamai denganmu, ku bayar
utangku padamu” dan pihak lain menjawab “telah aku terima”.
Dengan adanya perdamaian penggugat berpegang kepada sesuatu yang
disebut badal al-sulh dan tergugat tidak berhak meminta kembali dan
menggugurkan gugtan.
2. Mushalih, yaitu masing-masing pihak yang melakukan akad perdamaian
untuk menghilangkan permusuhan atau sengketa. Mushalih disyaratkan
orang yang tindakannya dinyatakan syah menurut hukum karena al-sulh
merupakan tindakan tabarru’ (sumbangan). Seperti seorang menagih
hutang kepada orang lain tetapi tidak ada bukti utang-piutang, maka
keduanya berdamai agar utang itu dibayar sekalipun tidak ada tanda
buktinya.
3. Mushalih ‘anhu, yaitu persoalan-persoalan yang diperselisihkan atau
dipersengketakan. Disyaratkan termasuk hak manusia yang boleh
diwadhkan (digantikan) sekalipun tidak berupa harta. Adapun sesuatu
yang ada kaitannya dengan hak Allah, maka tidak boleh di lakukan
perdamaian. Bila sesorang berbuat zina, mencuri atau minum khamar
berdamai dengan orang yang menangkapnya atau dibawa kepada hakim
dengan memberi uang (harta) agar dia dilepaskan, dalam keadaan seperti
ini al-sulh dilarang karena untuk hal itu tidak boleh diganti dengan iwadh
(penggantian). Penggantian dalam masalah tersebut dianggap al-Risywah
(sogok).
4. Mushalih ‘alaih ialah hal-hal yang dilakukan oleh salah satu pihak
terhadap lawannya untuk memutuskan perselisihan. Hal ini disebut juga
badal al-sulh.
Dengan demikian tidak semua permasalahan dapat diselesaikan dengan
perdamaian. Adpun hal-hal yang boleh diselesaikan dengan perjanjian
perdamaian adalah sengketa yang berobyekkan benda-benda yang dapat
dinilai dan sengketa yang menyangkut hak manusia yang boleh diganti, yaitu
hak manusia dibidang muamalah dan tidak untuk perkara-perkara jinayah.10
10
Abdul Ghofur Anshori , Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia..., hlm.156.
8
d. Macam-macam perdamaian11
Dari segi orang yang berdamai, umpamanya :
- Perdamaian antar sesama muslim.
- Perdamaian antar sesama muslim dengan non muslim.
- Perdamaian antar sesama Imam dengan kaum bughat (Pemberontak yang
tidak mau tunduk kepada imam).
- Perdamaian antara suami istri.
- Perdamaian dalam urusan muamalah dan lain-lain.
e. Hikmah Sulhu12
1. Dapat menyelesaikan perselisihan dengan sebaik-baiknya. Bila mungkin
tanpa campur tangan pihak lain.
2. Dapat meningkatkan rasa ukhuwah/persaudaraan sesama manusia
3. Dapat menghilangkan rasa dendam, angkara murka dan perselisihan di
antara manusia.
4. Menjunjung tinggi derajat dan martabat manusia untuk mewujudkan
keadilan.
Allah Swt berfirman dalam QS. Al-Hujurat ayat 9 yang artinya “jika
golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah
antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah.
5. Mewujudkan kebahagiaan hidup baik individu maupun kehidupan
masyarakat.
11
http://enimrf.blogspot.co.id/2014/02/wakalah-dan-shulhu_2709.html diakses pada hari minggu 07
November 2016 pukul 14.00
12
Kementrian Agama, Fiqih, (Jakarta : Kementrian Agama, 2015), hlm.138.
9
PENUTUP
Dapat disimpulkan bahwa wakalah dan sulhu itu dalam Islam diperbolehkan, sebab
dari dua unsur materi tersebut tersirat hikmah untuk menjadikan manusia saling tolong-
menolong terhadap sesamanya.
10
DAFTAR PUSTAKA
11