Kepdirjen P2P Pengelolaan Limbah Fasyankes Berbasis Digital Signed

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 34

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT


NOMOR: HK.02.02/C/1389/2024
TENTANG
PEDOMAN PENGELOLAAN LIMBAH FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
BERBASIS DIGITAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT,

Menimbang: a. bahwa dalam rangka pengelolaan limbah fasilitas pelayanan


kesehatan yang efektif dan efisien yang dilaksanakan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan atau bekerja sama dengan
pengelola limbah sesuai standar;
b. bahwa Kementerian Kesehatan memiliki komitmen untuk
melaksanakan transformasi sistem kesehatan, termasuk
transformasi teknologi kesehatan, antara lain melalui
pengelolaan limbah fasilitas pelayanan kesehatan berbasis
digital untuk pemantauan, pelaporan, dan pengambilan
keputusan berdasarkan data;
c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023 tentang Peraturan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014
tentang Kesehatan Lingkungan secara optimal diperlukan
sistem pengelolaan limbah fasilitas pelayanan kesehatan
berbasis digital;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan
Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit tentang Pedoman Pengelolaan Limbah Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Berbasis Digital;
Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5584) sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor
105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6887);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 184, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5570);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang
Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 229, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5942);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021
Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6634);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 185,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6400);
8. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang
Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 83);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 156);
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023 tentang
Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66
Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 55);
MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN


PENGENDALIAN PENYAKIT TENTANG PEDOMAN
PENGELOLAAN LIMBAH FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
BERBASIS DIGITAL.
KESATU : Menetapkan Pedoman Pengelolaan Limbah Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Berbasis Digital sebagaimana tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Keputusan Direktur Jenderal ini.
KEDUA : Pedoman Pengelolaan Limbah Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Berbasis Digital sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU
menggunakan Sistem Monitoring Imunisasi Logistik secara
Elektronik (SMILE) sebagai alat bantu dalam pengelolaan limbah
fasilitas pelayanan kesehatan.
KETIGA : Segala biaya yang timbul dari pelaksanaan Pedoman Pengelolaan
Limbah Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berbasis Digital
dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara,
anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau sumber
dana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

KEEMPAT : Pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah


daerah kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan Pedoman Pengelolaan Limbah Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Berbasis Digital sesuai kewenangan
masing-masing.
KELIMA : Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 30 April 2024

DIREKTUR JENDERAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT,

MAXI REIN RONDONUWU


LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
NOMOR
TENTANG
PEDOMAN PENGELOLAAN
LIMBAH FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
BERBASIS DIGITAL

PEDOMAN PENGELOLAAN LIMBAH FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN


BERBASIS DIGITAL

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes), pada setiap kegiatannya pasti
menimbulkan limbah yang salah satu kategorinya adalah limbah medis. Dalam
rangka memenuhi akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan maka
jumlah Fasyankes di Indonesia terus bertambah, hal ini berdampak juga pada
timbulan limbah yang meningkat. Timbulan limbah ini perlu diidentifikasi secara
akuntabel dan akurat dalam hal jumlah, waktu dan lokasi sebagai upaya menuju
pengelolaan limbah Fasyankes yang lebih baik.
Limbah Fasyankes mencakup berbagai jenis limbah yang dihasilkan dari
rumah sakit, Puskesmas, klinik, laboratorium, dan Fasyankes lainnya. Limbah
Fasyankes yang dihasilkan perlu dikelola secara aman dan sesuai dengan amanat
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan terkait kewajiban
untuk melakukan pengelolaan limbah Fasyankes yang sesuai dengan
persyaratan teknis. Pengelolaan limbah Fasyankes yang memenuhi persyaratan
teknis diperlukan untuk mengurangi risiko kontaminasi dan melindungi
lingkungan.
Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah Fasyankes, pemanfaatan teknologi
digital mempermudah pencatatan timbulan limbah medis, data real-time dibuat
memanfaatkan Internet of Things (IoT), dan memangkas tahapan dalam
melakukan pencatatan dan pemantauan sehingga data bisa lebih akurat dan
minim kesalahan. IoT digunakan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan
limbah medis dengan memberikan solusi digital untuk pemantauan, pelacakan,
dan manajemen limbah secara real-time.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023 tentang
Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Lingkungan dalam rangka pengawasan pengelolaan limbah Fasyankes
dilakukan pelaporan secara online. Pengawasan online dapat dilakukan melalui
SMILE yang merupakan sebuah platform untuk mendukung rantai pasok
(inventarisasi) logistik kesehatan dari berbagai program di dalamnya termasuk
aplikasi pengelolaan limbah Fasyankes berbasis digital.
Penggunaan IoT memungkinkan pemantauan real-time terhadap parameter
seperti berat, waktu, dan lokasi timbulan limbah Fasyankes. Selain itu,
penggunaan sensor timbangan otomatis mempermudah penimbangan limbah,
meningkatkan akuntabilitas, akurasi, dan efisiensi dalam proses manajemen.
Aspek digitalisasi ini juga membantu dalam klasifikasi limbah secara otomatis,
memastikan bahwa setiap jenis limbah dikelola sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Dengan memanfaatkan kecanggihan IoT, pengelola limbah
dapat mengoptimalkan proses merekam, mengurangi risiko, dan memberikan
kontribusi positif terhadap keberlanjutan dan keamanan lingkungan.
Pengelolaan limbah Fasyankes berbasis digital merupakan langkah yang
penting dalam keakuratan data, real-time, efisiensi, keamanan, dan
keberlanjutan untuk meningkatkan akuntabilitas dalam pengelolaan limbah
Fasyankes yang dapat dimanfaatkan oleh para pembuat kebijakan dan pemangku
kepentingan dalam rangka pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan
berdasarkan bukti untuk mendukung pengelolaan limbah Fasyankes di
Indonesia. Sehingga tercapai tujuan pengelolaan limbah Fasyankes berbasis
digital tahun 2029 adalah 100% pengguna SMILE mengelola limbah Fasyankes
sesuai standar dan 50% pengguna SMILE melakukan daur ulang limbah
Fasyankes dan/atau domestik. Hal ini mendukung target SDGs untuk akses
universal terhadap kesehatan lingkungan/WASH (SDG 6.1 dan 6.2) dan untuk
cakupan kesehatan universal (SDG 3.8). Tambahkan SDGs 12
Pedoman teknis pengelolaan limbah Fasyankes berbasis digital dilaksanakan
dengan memerhatikan empat prinsip hukum lingkungan yang menjadi panduan
utama untuk memastikan kelangsungan dan keberlanjutan sumber daya alam.
Prinsip tersebut termasuk "polluters pay principle" yaitu pihak penghasil limbah
bertanggung jawab atas pengelolaan dan biaya serta dampak lingkungan yang
ditimbulkannya. “precautionary principle” dapat diterapkan dalam pengelolaan
limbah untuk mengantisipasi dan mengurangi potensi dampak negatif terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan. "duty of care" adalah konsep etika dan
hukum yang menekankan tanggung jawab untuk melindungi keamanan,
kesehatan, dan kesejahteraan orang-orang serta lingkungan sekitar. “proximity”
adalah prinsip bahwa pengolahan limbah medis dilakukan sedekat mungkin dari
tempat limbah medis ditimbulkan.
Manfaat Prinsip kedekatan mengharuskan pengelolaan limbah medis
dilakukan sesuai dengan lokasi sumbernya, sehingga meminimalkan dampak
negatif terhadap lingkungan sekitar. Pencegahan menjadi prinsip kunci dalam
mengurangi jumlah limbah medis yang dihasilkan melalui praktik-praktik medis
yang berkelanjutan dan penerapan teknologi yang ramah lingkungan.

B. Tujuan, Sasaran, Strategi, dan Ruang Lingkup


Tujuan umum dari pedoman ini adalah sebagai panduan dalam melakukan
pengelolaan limbah Fasyankes berbasis digital dan memberikan kemudahan
Fasyankes dalam melakukan pemantauan. Tujuan khusus pedoman ini agar
pengguna SMILE untuk dapat mengoptimalkan pengelolaan limbah Fasyankes
berbasis digital. Diharapkan 100% atau seluruh pengguna mengelola limbah
sesuai standar dan 50% melakukan daur ulang limbah Fasyankes serta
meningkatkan pemantauan dan pelaporan pengelolaan limbah Fasyankes untuk
mendukung pengambilan keputusan berdasarkan data.
Sasaran dari pedoman ini adalah Fasyankes, pengelola limbah Fasyankes yang
terdiri dari pengangkut, pemanfaat, dan pengolah limbah Fasyankes, serta
pemangku kepentingan.
Strategi dalam rangka implementasi Pedoman Pengelolaan Limbah Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Berbasis Digital antara lain melalui advokasi kepada
perusahaan pengelola limbah dalam rangka kemitraan pemerintah dengan
swasta, sosialisasi kepada Fasyankes menggunakan pedoman ini serta panduan
pengguna dan video panduan bagi pengguna, serta integrasi dengan SATUSEHAT
Kemkes, Sikelim Kemkes, dan Siraja Limbah KLHK dalam rangka mendukung
percepatan pengelolaan limbah Fasyankes berbasis digital.
Pedoman ini membahas tentang prinsip-prinsip pengelolaan limbah Fasyankes,
penerapan digitalisasi pengelolaan limbah Fasyankes dengan menggunakan
aplikasi SMILE, serta tahapan dan manfaat penerapan pengurangan dan daur
ulang limbah Fasyankes. Ruang lingkup pedoman ini mencakup:
1. Konsep dalam pengelolaan limbah Fasyankes yang membahas mengenai jenis
dan karakteristik limbah Fasyankes, prinsip dalam pengelolaan limbah
Fasyankes, hierarki pengelolaan limbah, konsep disinfeksi dan sterilisasi, dan
konsep digitalisasi.
2. Pemangku kepentingan mengidentifikasi peran pemangku kepentingan yang
terkait dalam pengelolaan limbah Fasyankes. Pemangku kepentingan yang
terlibat termasuk pemerintah, Fasyankes, swasta, dan masyarakat.
3. Metode pengelolaan limbah Fasyankes membahas mengenai tahapan/alur
pengelolaan limbah Fasyankes, yaitu pengurangan timbulan limbah,
pemilahan limbah, pengumpulan limbah, penyimpanan limbah, pengangkutan
limbah, pengolahan limbah, pemanfaatan limbah, penimbunan, dan
penimbusan.
4. Pengelolaan limbah Fasyankes di dalam SMILE berisi mengenai kebutuhan
dalam pengelolaan limbah Fasyankes berbasis digital menggunakan SMILE,
seperti kebutuhan perangkat elektronik, pembagian peran di internal dan
eksternal Fasyankes, lokasi/area yang berperan dalam SMILE, instrumen
elektronik yang digunakan dalam pelaporan, manfaat dari pelaksanaan SMILE,
status dalam tahap pengelolaan limbah Fasyankes yang tercatat dalam SMILE,
dan pemantauan dan evaluasi.
BAB II
PENGELOLAAN LIMBAH FASYANKES

A. Konsep dalam Pengelolaan Limbah Fasyankes


1. Jenis dan Karakteristik Limbah Fasyankes
Beberapa pengertian digunakan dalam konteks pengelolaan limbah
Fasyankes. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan Fasyankes disebut juga
dengan limbah Fasyankes. Limbah Fasyankes dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
sebagai berikut:
a. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), yaitu limbah yang memiliki
karakteristik berbahaya dan beracun atau terkontaminasi B3, seperti
mudah menyala, mudah meledak, reaktif, infeksius, korosif, dan beracun
yang ditimbulkan dari Fasyankes termasuk limbah radioaktif.
b. Limbah non bahan berbahaya dan beracun (non B3), yaitu limbah yang
tidak memiliki karakteristik B3 yang merupakan hasil dari sterilisasi limbah
medis infeksius.
c. Limbah domestik, yaitu limbah yang tidak memiliki karakteristik B3 atau
pun non B3 dari awal ditimbulkannya seperti plastik kemasan, kertas
dokumen, botol minum bekas, kardus kemasan berupa sampah rumah
tangga.
Limbah medis disebut juga limbah klinis, merupakan semua limbah bahan
berbahaya dan beracun yang ditimbulkan dari pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh Fasyankes. Berdasarkan hal tersebut, limbah Fasyankes
dikelompokkan menjadi:
Tabel 1. Pengelompokan Limbah Fasyankes.
Jenis Penjelasan Kelompok Penjelasan Karakteristik Penjelasan Kode
Limbah yang
Infeksius terkontaminasi A337-1
mikroorganisme.
Limbah infeksius
Infeksius
berupa plastik yang A337-1
Plastik
bisa didaur ulang.
limbah
limbah yang Limbah infeksius yang
yang
berpotensi Infeksius bukan plastik dan
Klinis/ berasal A337-1
Infeksius mengakibatkan Non Plastik tidak bisa didaur
Medis dari
infeksi ulang.
pelayanan
penyakit. Limbah yang
kesehatan.
berpotensi
Tajam A337-1
mengakibatkan luka
tusuk atau sayat.
Limbah yang berasal
Patologi dari jaringan/organ A337-1
tubuh manusia.
Jenis Penjelasan Kelompok Penjelasan Karakteristik Penjelasan Kode
Limbah obat yang
Farmasi sudah tidak A337-2
digunakan.
Limbah beracun dan
Kimia berbahaya yang sudah A337-3
tidak digunakan.
limbah yang Limbah dari pelayanan
tidak Sitotoksis
kemoterapi.
Non mengakibatkan
Infeksius infeksi tetapi Limbah dari pelayanan
Radioaktif
berbahaya dan kesehatan nuklir.
beracun. Limbah yang
Kontainer
berpotensi meledak
Bertekanan
karena tekanan dalam
(B3)
kemasan.
Limbah beracun dan
Logam Berat berbahaya yang A337-5
persisten.
limbah klinis
atau medis
Tidak Tidak
yang disatukan Tidak dipilah
Dipilah Dipilah
dalam satu
kantong.
Limbah sisa
Residu
pembakaran di A347-2
Insinerasi
insinerator.
Limbah dari perangkat
Elektronik B107d
elektronik.
Elektronik Limbah dari
limbah dari
Lampu TL penerangan elektronik.
Limbah penunjang Limbah
Limbah B3 Limbah dari baterai
B3 pelayanan B3 Elektronik
kesehatan. terutama yang
Aki/Baterai A102d
mengandung logam
Bekas
berat.
Limbah pelumas mesin
atau perangkat
Oli
penunjang pelayanan
kesehatan.
Limbah residu
Plastik sterilisasi bersifat
limbah dari plastik
residu Residu Limbah bukan plastik
Limbah pengolahan Residu Autoklaf/ yang dapat dilakukan
Non B3 sterilisasi/ Sterilisasi Gelombang Non Plastik vermicomposting,
panas Mikro seperti kapas, kasa,
rendah. kain, plester kain,
Tidak
Tidak dipilah
Dipilah

Contoh limbah yang ditimbulkan dari Fasyankes pada setiap kategori


termasuk tapi tidak terbatas pada:
a. Limbah infeksius, contohnya sisa vaksin, set infus, alat suntik, kateter.
b. Limbah benda tajam, contohnya jarum suntik, pisau bedah.
c. Limbah patologis, contohnya limbah jaringan/organ tubuh manusia.
d. Limbah farmasi, contohnya limbah obat kadaluwarsa, sisa obat, obat rusak.
e. Limbah bahan kimia, contohnya bahan kimia kadaluwarsa, tumpahan, sisa
bahan kimia.
f. Limbah radioaktif, contohnya limbah nuklir, kontaminasi zat radioaktif.
g. Limbah sitotoksik, contohnya sisa kemoterapi dan kontaminasi sitotoksik.
h. Limbah yang mengandung logam berat, seperti alat kesehatan yang
mengandung merkuri, contohnya termometer bermerkuri, tensimeter
bermerkuri.
i. Limbah kontainer bertekanan, contohnya tabung gas, tabung oksigen,
kemasan aerosol bertekanan.
j. Limbah domestik, contohnya sisa bahan pangan dari dapur, kertas, kardus,
kemasan.

2. Prinsip Pengelolaan Limbah


Empat prinsip hukum lingkungan menjadi panduan utama dalam
pengelolaan limbah Fasyankes untuk memastikan keberlanjutan pengelolaan
limbah dan sumber daya alam, yaitu:
Prinsip “polluters pay principle” adalah konsep pihak yang mencemari atau
menghasilkan limbah bertanggung jawab atas biaya dan dampak lingkungan
yang ditimbulkannya. Prinsip ini mencerminkan konsep keadilan lingkungan.
Para pelaku usaha atau individu yang menyebabkan pencemaran atau
menghasilkan limbah diharapkan untuk membayar biaya yang terkait dengan
penanganan dan pengelolaan limbah tersebut. Limbah Fasyankes khususnya
yang mengandung karakteristik B3 termasuk dalam kategori limbah berisiko
tinggi karena potensial menimbulkan ancaman terhadap kesehatan manusia
dan lingkungan, sehingga penghasil limbah Fasyankes memiliki tanggung
jawab atas biaya dan dampak lingkungan yang ditimbulkannya.

polluters pay precautionary


principle principle

proximity duty of care

Bagan 1. Prinsip Lingkungan dalam Pengelolaan Limbah Fasyankes.


Prinsip “precautionary principle” adalah prinsip kehati-hatian dalam
pengelolaan limbah Fasyankes. Prinsip ini dapat diterapkan untuk
mengantisipasi dan mengurangi potensi dampak negatif terhadap kesehatan
manusia dan lingkungan. Dengan mengadopsi prinsip ini, langkah-langkah
pencegahan dan pengurangan risiko menjadi prioritas dalam pengelolaan
limbah Fasyankes, terutama dengan memperhatikan adaptasi terhadap
perubahan iklim dan resistensi anti mikroba (AMR). Hal ini mengharuskan
penerapan praktik pengelolaan limbah yang lebih hati-hati dan berkelanjutan,
seperti penggunaan teknologi yang ramah lingkungan, peningkatan kesadaran
akan efek kesehatan dan lingkungan, serta pengurangan penggunaan bahan
kimia berbahaya. Dengan demikian, pengelolaan limbah Fasyankes yang
memperhitungkan prinsip precautionary tidak hanya bertujuan untuk
meminimalkan risiko kesehatan dan lingkungan saat ini, tetapi juga untuk
menghadapi tantangan masa depan terkait perubahan iklim dan AMR.
Prinsip "duty of care" merupakan konsep etika dan hukum yang menyoroti
tanggung jawab untuk melindungi keamanan, kesehatan, dan kesejahteraan
individu serta lingkungan sekitar dalam pengelolaan limbah Fasyankes.
Prinsip ini menegaskan bahwa setiap pihak yang terlibat dalam proses
pengelolaan limbah, baik itu lembaga kesehatan, pemerintah, maupun
masyarakat umum, memiliki kewajiban moral dan hukum untuk memastikan
bahwa limbah Fasyankes ditangani dengan aman, bertanggung jawab, dan
proaktif. Dengan menjunjung tinggi prinsip "duty of care", upaya-upaya dapat
dilakukan untuk mencegah risiko kontaminasi dan dampak buruk terhadap
lingkungan serta kesehatan masyarakat, sehingga tercipta lingkungan yang
lebih sehat dan berkelanjutan.
Prinsip "proximity" dalam pengelolaan limbah Fasyankes mengacu pada
pendekatan pengolahan limbah yang dilakukan sedekat mungkin dari tempat
limbah ditimbulkan. Prinsip ini tidak hanya mencakup efisiensi transportasi
dan pengurangan risiko pencemaran lingkungan, tetapi juga memiliki dampak
signifikan terhadap aspek kesehatan dan lingkungan yang terkait dengan
perubahan iklim, resistensi anti mikroba (AMR), serta Gender Equality,
Disability, dan Social Inclusion (GEDSI). Dengan menjalankan prinsip
kedekatan, pengelolaan limbah Fasyankes dapat meminimalkan dampak
negatif terhadap perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca
yang dihasilkan selama transportasi limbah Selain itu, pengolahan limbah
yang dilakukan dekat dengan sumbernya juga dapat membantu mengurangi
risiko penyebaran AMR dengan memastikan perlakuan yang tepat terhadap
limbah Fasyankes yang mengandung bahan kimia dan antibiotik. Prinsip ini
juga meminimalkan sampah plastik dan pencemaran plastik di lingkungan,
karena memberi peluang kepada Fasyankes untuk melaksanakan disinfeksi di
internal Fasyankes dan memberi kesempatan pada pemanfaat limbah plastik
untuk menerapkan daur ulang. Dalam konteks GEDSI, pendekatan ini juga
dapat meningkatkan aksesibilitas dan keterlibatan masyarakat yang beragam,
termasuk kelompok yang rentan seperti penyandang disabilitas, serta
mempromosikan kesetaraan gender dalam kegiatan pengelolaan limbah.
3. Hierarki Pengelolaan Limbah
Dalam paradigma pengelolaan limbah saat ini, prinsip "3R" yang melibatkan
Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), dan Recycle (mendaur
ulang) menjadi pedoman utama. Pendekatan ini diterapkan dengan tujuan
utama untuk pencegahan timbulan limbah, pengurangan volume, dan
pemulihan material dari limbah yang dihasilkan. Fokus utamanya adalah
mengubah pola pikir dari pengelolaan limbah tradisional menuju ke
penekanan pada langkah-langkah pencegahan dan pengurangan sejak awal
proses tindakan medis (melalui penerapan SPO yang efektif) dan penggunaan
barang. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan risiko kontaminasi dan
melibatkan Fasyankes dan penyedia layanan pengolahan limbah untuk
memastikan kepatuhan terhadap standar keamanan dan lingkungan.
Tren terkini dalam pengelolaan limbah menggambarkan pergeseran
paradigma menuju konsep yang menekankan prioritas pada upaya
pencegahan timbulan limbah sebagai langkah awal, sebelum
mempertimbangkan opsi pengurangan, penggunaan kembali, dan daur ulang.
Fasyankes dapat mengurangi dampak limbah terhadap lingkungan dan
kesehatan masyarakat dengan memprioritaskan pencegahan limbah sehingga
mengurangi pengolahan dan pembuangan limbah yang berlebihan.
Pencegahan
(Prevention)

Pengurangan
(Reduce)

Guna Ulang
(Reuse)

Daur Ulang
(Recycle)

Pembuangan
(Disposal)

Bagan 2. Hierarki Pengelolaan Limbah Fasyankes.


4. Konsep Disinfeksi dan Sterilisasi
Dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan limbah Fasyankes berbasis
digital tahun 2029, yaitu 100% pengguna SMILE mengelola limbah Fasyankes
sesuai standar dan 50% pengguna SMILE melakukan daur ulang limbah
Fasyankes maka diperlukan konsep yang jelas dalam pengelolaan dan daur
ulang tersebut. Konsep pengelolaan limbah Fasyankes sesuai standar adalah
pengelolaan limbah Fasyankes yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan termasuk pengelolaan limbah Fasyankes untuk daur ulang.
Konsep disinfeksi dapat dijelaskan sebagai suatu proses pengolahan limbah
medis yang memiliki karakteristik infeksius dengan perlakuan tertentu untuk
menghilangkan karakteristik infeksiusnya sehingga dapat digunakan untuk
fungsi yang berbeda maupun dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang.

Gambar 1. Autoclave untuk Sterilisasi Limbah Medis.


Limbah Fasyankes dari kegiatan pelayanan kesehatan yang termasuk dalam
kelompok infeksius berbahan plastik dapat diolah menggunakan teknologi non
insinerasi seperti autoclave, microwave, dan disinfeksi kimia. Limbah plastik
yang sudah didisinfeksi atau disterilisasi ini dicacah terlebih dahulu untuk
kemudian didaur ulang. Dalam penerapannya, ada standar yang perlu
dipenuhi, yaitu angka spora Bacillus stearothermophilus.
Tabel 2. Disinfeksi dan Sterilisasi (Metode dan Hasil).
Konsep Teknologi Uji Kinerja Pemberi Izin Residu
Spora Bacillus
Autoklaf
stearothermophilus konsentrasi KLHK Non B3
(autoclave)
1 x 104 spora/ml
Gelombang Spora Bacillus
Sterilisasi mikro stearothermophilus konsentrasi KLHK Non B3
(microwave) 1 x 101 spora/ml
Spora Bacillus
Iradiasi
stearothermophilus konsentrasi KLHK Non B3
frekuensi
1 x 104 spora/ml
Disinfeksi Spora Bacillus Subtillis Kabupaten/
Disinfeksi Non B3
Kimia konsentrasi 1 x 101 spora/ml Kota

Konsep disinfeksi dan sterilisasi limbah medis merupakan langkah


penting dalam pengelolaan limbah untuk mengurangi risiko kontaminasi
serta mempraktikkan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle). Proses ini memiliki
beberapa manfaat. Pertama, melalui disinfeksi dan sterilisasi, jumlah
limbah medis yang seharusnya diolah dengan metode insinerasi dapat
dikurangi dengan memastikan bahwa limbah yang dikeluarkan dari
Fasyankes telah melalui proses pengurangan risiko kontaminasi dari
mikroorganisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian, disinfeksi dan sterilisasi membantu dalam memastikan
pengelolaan limbah medis yang lebih efisien dengan mengirimkan hanya
limbah yang benar-benar perlu diolah lebih lanjut ke fasilitas pengolahan.
Langkah selanjutnya dalam konsep disinfeksi dan sterilisasi limbah medis
adalah menerapkan prinsip 3R untuk mengurangi kebutuhan akan proses
pengolahan limbah insinerasi yang lebih lanjut.
Dengan menerapkan konsep disinfeksi limbah medis, bukan hanya
keselamatan dan keberlanjutan dalam pengelolaan limbah kesehatan yang
ditingkatkan, tetapi juga mengurangi emisi berbahaya yang biasanya terjadi
pada metode tradisional seperti insinerasi. Hal ini sejalan dengan upaya
global untuk mengurangi dampak lingkungan dari aktivitas manusia,
termasuk pengelolaan limbah. Dengan demikian, konsep disinfeksi limbah
menjadi penting dalam memastikan Fasyankes memenuhi regulasi
keamanan dan lingkungan serta mengoptimalkan sumber daya dengan
mengembangkan sistem pengelolaan limbah yang lebih berkelanjutan.
5. Konsep Digitalisasi
Konsep pengelolaan limbah Fasyankes berbasis digital merupakan
pendekatan modern yang mengintegrasikan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) dalam proses pengelolaan limbah Fasyankes. Digitalisasi
membawa berbagai manfaat signifikan dalam efisiensi, akurasi, dan
keberlanjutan pengelolaan limbah Fasyankes.
Salah satu aspek utama dari konsep digitalisasi adalah penggunaan
sistem manajemen limbah Fasyankes berbasis aplikasi atau perangkat
lunak khusus. Aplikasi ini memungkinkan pencatatan, pelacakan,
pelaporan dan evaluasi pengelolaan limbah secara real-time. Informasi
tentang jenis limbah, volume, waktu, dan pengolahan akhir dapat diakses
dan dianalisis dengan cepat, memungkinkan pengambilan keputusan yang
lebih efisien dan tepat waktu. Selain itu, digitalisasi memfasilitasi pelacakan
limbah dari sumbernya hingga pengolahan akhir, termasuk proses
pengumpulan dan transportasi. Ini membantu memastikan kepatuhan
terhadap regulasi yang berlaku serta memudahkan audit dan pemantauan.
Implementasi teknologi sensor IoT dan pelacakan berbasis kode QR
menjadi bagian penting dari konsep digitalisasi pengelolaan limbah
Fasyankes. Sensor IoT yang terpasang pada indikator timbangan limbah dan
kode QR untuk merekam berat limbah, lokasi, dan waktu secara
otomatis/langsung ke dalam sistem. Data yang dikumpulkan oleh sensor
IoT dan kode QR ini dapat diakses secara real-time melalui platform digital,
berguna untuk mengidentifikasi limbah, dan pelacakan limbah. Teknologi
IoT dan kode QR dapat ditambahkan dengan teknologi lainnya sesuai
dengan perkembangan untuk mendukung pengelolaan limbah Fasyankes
secara digital.
Selain manfaat operasional, konsep digitalisasi pengelolaan limbah
Fasyankes juga memberikan dampak positif pada keberlanjutan lingkungan.
Dengan pemantauan yang lebih akurat dan pengelolaan yang lebih efisien,
limbah Fasyankes dapat dikelola dengan lebih tepat sasaran, mengurangi
risiko kontaminasi lingkungan dan bahaya kesehatan masyarakat. Selain
itu, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dapat mengurangi
kebutuhan akan dokumen fisik dan proses manual, mengurangi jejak
karbon dan limbah kertas.
Dalam penggunaan SMILE, tahapan pengelolaan limbah berbasis digital
adalah pada saat pewadahan di ruangan penghasil dan penimbangan
limbah Fasyankes sebelum disimpan di Tempat Penyimpanan Sementara
Limbah B3 (TPSLB3). Kantong kuning limbah medis dan safety box yang
digunakan untuk mewadahi limbah medis di ruangan penghasil diberi stiker
kode QR sesuai dengan jenis limbah dan ruangan penghasil. Ketika kantong
limbah medis dan safety box diangkut ke TPSLB3, dilakukan penimbangan
dengan timbangan pintar. Timbangan pintar yang terkoneksi dengan
internet dan SMILE digunakan untuk penimbangan limbah medis.
Kemudian dengan SMILE yang telah terpasang di Ponsel pintar, dilakukan
pemindaian pada angka yang tertera pada timbangan. Pada tahap ini, angka
yang dipindai akan masuk ke database SMILE.

B. Pemangku Kepentingan
Pengelolaan limbah medis Fasyankes melibatkan berbagai sektor dan
organisasi untuk memastikan bahwa limbah tersebut ditangani dengan aman
dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Beberapa sektor dan
organisasi yang relevan dan terlibat dalam pengelolaan limbah Fasyankes
termasuk:
1. Fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes), sebagai penghasil limbah
Fasyankes. Fasyankes ini bertanggung jawab atas pengelolaan limbah yang
ditimbulkan.
2. Tenaga medis dan tenaga kesehatan, antara lain dokter, perawat, bidan,
petugas laboratorium, tenaga sanitasi lingkungan.
3. Manajemen Fasyankes, bertanggung jawab atas kebijakan dan prosedur
pengelolaan limbah di fasilitas mereka. Pihak ini harus memastikan bahwa
infrastruktur dan sumber daya yang diperlukan untuk pengelolaan limbah
disediakan dan dikelola dengan baik.
4. Pemerintah, yaitu kabupaten/kota, provinsi, dan nasional memiliki peran
dalam mengatur dan mengawasi pengelolaan limbah Fasyankes. Pemerintah
menetapkan peraturan dan standar yang harus diikuti oleh Fasyankes serta
menyediakan panduan mengenai pengelolaan limbah Fasyankes. Pemerintah
dapat dikelompokkan menjadi tiga sektor, yaitu:
a. Sektor kesehatan yang berperan dalam penyusunan regulasi mengenai
pengelolaan limbah Fasyankes, pembinaan Fasyankes dalam pengelolaan
limbah Fasyankes, menyusun Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria
(NSPK) pengelolaan limbah Fasyankes, peningkatan kapasitas petugas,
dukungan sarana pengelolaan limbah Fasyankes, pemantauan dan evaluasi
kepatuhan Fasyankes terhadap regulasi dan prosedur pengelolaan limbah.
b. Sektor lingkungan hidup yang berperan dalam penyediaan sarana pengolah
limbah, regulasi pengelolaan limbah, regulasi mengenai pengurangan
limbah dan 3R dalam pengelolaan limbah, pembinaan terhadap Fasyankes,
implementasi regulasi yang sejalan dengan konvensi internasional.
c. Sektor yang menangani nuklir berperan dalam regulasi limbah radioaktif,
penetapan standar pengelolaan limbah radioaktif, menangani pengelolaan
limbah radioaktif, pengawasan terhadap aktivitas yang melibatkan
radioaktif di Fasyankes, dan pengawasan terhadap pengelolaan limbah
radioaktif.
5. Perusahaan pengelola limbah, yaitu perusahaan pengangkutan, pengolahan,
dan penimbusan terlibat dalam pengelolaan limbah Fasyankes. Pihak ini harus
memastikan bahwa limbah tersebut dikelola dengan aman sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Perusahaan pengelola limbah dapat
dikelompokkan menjadi empat yaitu:
a. Pengangkut (transporter) berperan dalam pengangkutan limbah Fasyankes
dari Fasyankes atau depo penyimpanan ke perusahaan pengolah.
Pengangkut ini memiliki kewajiban untuk menjaga agar limbah yang
dibawanya tidak tercecer selama proses pengangkutan, mengikuti rute yang
ditentukan dengan aman dan sesuai peraturan perundangan, serta
memastikan penggunaan kendaraan dan peralatan yang sesuai untuk
menghindari kontaminasi atau kerusakan limbah yang dibawa. Selain itu,
mereka juga bertanggung jawab untuk melaporkan setiap insiden atau
kejadian darurat yang terkait dengan pengangkutan limbah kepada otoritas
terkait dan mengikuti prosedur darurat yang ditetapkan.
b. Pengolah limbah B3 berperan dalam pengolahan limbah Fasyankes yang
mengandung karakteristik B3. Limbah B3 ini diolah sehingga dapat
dilakukan penimbusan untuk limbah yang diolah dengan insinerasi dan
teknologi lain yang menghasilkan residu B3. Sedangkan untuk limbah B3
dengan karakteristik infeksius, dapat dilakukan sterilisasi dan disinfeksi
sehingga dapat dilakukan pemanfaatan kembali.
c. Pemanfaat limbah berperan dalam pemanfaatan limbah yang telah melalui
proses disinfeksi atau sterilisasi. Pemanfaatan ini dapat mencakup daur
ulang limbah sehingga menjadi bentuk dan kegunaan yang berbeda. Dengan
melibatkan pemanfaat limbah dapat mengurangi pencemaran lingkungan
akibat insinerasi dan mengurangi pencemaran plastik dari praktik
pembuangan limbah yang tidak tepat. Upaya ini juga mempromosikan
praktik pengelolaan limbah yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
d. Penimbus berperan dalam penyimpanan lestari residu limbah Fasyankes
yang sudah tidak dapat dimanfaatkan kembali. Mereka bertanggung jawab
untuk memastikan bahwa fasilitas penimbusan memenuhi standar
keamanan, sanitasi, dan lingkungan yang ditetapkan oleh peraturan
perundangan. Penimbus juga memiliki peran dalam mengawasi dan
memonitor residu limbah yang disimpan agar tidak menciptakan risiko
kontaminasi atau pencemaran lingkungan sekitar.
6. Masyarakat juga memiliki peran dalam pengelolaan limbah Fasyankes dengan
memahami pentingnya pengelolaan limbah Fasyankes dengan benar dan
mendukung praktik-praktik pengelolaan limbah Fasyankes yang aman dan
ramah lingkungan.
Pembagian peran dari masing-masing sektor secara rinci dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 3. Identifikasi Peran Pemangku Kepentingan.
Pemangku
Sektor/Instansi Organisasi Peran
Kepentingan
Tenaga medis dan - Melakukan pemilahan
Tenaga kesehatan limbah secara benar
- Pemantauan risiko
Pencegahan dan
kontaminasi
Pengendalian
- Perlindungan diri
Infeksi
terhadap petugas
Sanitasi Pengelolaan limbah
Pemantauan kesehatan
K3 kerja dan risiko di
tempat kerja.
Instalasi
Pemeliharaan sarana
Pemeliharaan
pengelolaan limbah
Rumah Sakit, Pusat Sarana dan
Fasyankes.
Fasyankes Kesehatan Masyarakat, Prasana RS
dan Fasyankes lainnya Diklat Pelatihan petugas.
Penyediaan logistik
dukungan pengelolaan
Pengadaan
limbah Fasyankes
berbasis digital.
Perencanaan,
pemantauan, dan
evaluasi untuk
Manajemen
dukungan pengelolaan
limbah Fasyankes
berbasis digital.
- Menyusun regulasi
pengelolaan limbah
Fasyankes.
- Menginisiasi
percontohan sarana
dan prasarana
pengelolaan limbah
Kementerian Fasyankes.
Kesehatan - Melakukan
pembinaan
Pemerintah Kesehatan pengelolaan limbah
Fasyankes.
- Melakukan
peningkatan kapasitas
terhadap petugas.
- Melakukan advokasi.
- Melakukan
pemantauan dan
Dinas Kesehatan pembinaan
pengelolaan limbah
Fasyankes.
Pemangku
Sektor/Instansi Organisasi Peran
Kepentingan
- Melakukan
peningkatan kapasitas
terhadap petugas.
- Melakukan advokasi.
- Menyusun regulasi
pengelolaan limbah.
- Menginisiasi
percontohan sarana
dan prasarana
pengelolaan limbah.
- Menyusun Best
Kementerian Available
Lingkungan Hidup Techniques/Best
Environmental
Lingkungan Hidup
Practices pengelolaan
limbah.
- Melakukan
pemantauan dan
pembinaan.
- Melakukan advokasi.
- Melakukan
Dinas Lingkungan pemantauan dan
Hidup pembinaan
- Melakukan advokasi
- Menyusun regulasi
pengelolaan limbah
radioaktif
- Melakukan
pemantauan dan
pembinaan
Badan Pengawas
pengelolaan limbah
Tenaga Nuklir
radioaktif.
- Melakukan advokasi
kedaruratan dalam
pengelolaan limbah
radioaktif dari
Nuklir
Fasyankes
- Menyusun Best
Available
Badan Riset dan Techniques/Best
Inovasi Nasional Environmental
(ex. Batan) Practices pengelolaan
limbah radioaktif.
- Melakukan advokasi.
Melakukan riset
Badan Riset dan mengenai pengelolaan
Inovasi Nasional limbah Fasyankes

- Mendukung
pelaksanaan
pengelolaan limbah
Mitra PBB UNDP
Fasyankes dengan
inisiasi inovasi yang
dapat digunakan
Pemangku
Sektor/Instansi Organisasi Peran
Kepentingan
dalam pengelolaan
limbah Fasyankes
- Penyusunan panduan
- mendukung replikasi
- peningkatan
kapasitas.
- Mendukung
pelaksanaan
pengelolaan limbah
Fasyankes dengan
tolok ukur,
- Penyusunan
guideline/
WHO
pedoman/prosedur
- inisiasi inovasi yang
dapat digunakan
dalam pengelolaan
limbah Fasyankes,
- peningkatan
kapasitas.
- Mendukung
pelaksanaan
kesehatan lingkungan
Fasyankes untuk
mendukung
pengelolaan limbah,
- inisiasi inovasi yang
UNICEF
dapat digunakan
dalam pengelolaan
limbah Fasyankes,
- pengembangan
instrumen penilaian
- peningkatan
kapasitas.
- Mendukung
pelaksanaan
pengelolaan limbah
Fasyankes dengan
tolok ukur,
- inisiasi inovasi yang
dapat digunakan
UNEP
dalam pengelolaan
limbah Fasyankes,
- Standar pengolahan
limbah
- Standar emisi
- peningkatan
kapasitas.
Melakukan
pengangkutan limbah
Pengangkut Fasyankes sesuai
Pengelola dengan peraturan
perundang-undangan.
Melakukan pengolahan
Pengolah
limbah Fasyankes
Pemangku
Sektor/Instansi Organisasi Peran
Kepentingan
sesuai dengan
peraturan perundang-
undangan.
Melakukan
pemanfaatan terhadap
limbah Fasyankes yang
telah
Pemanfaat
didisinfeksi/disterilisasi
sesuai dengan
peraturan perundang-
undangan.
Melakukan
penimbunan dan
penyimpanan lestari
terhadap residu
Penimbus
pengolahan limbah
Fasyankes sesuai
dengan peraturan
perundang-undangan.
Melakukan pengawasan
terhadap pengelolaan
limbah Fasyankes yang
Masyarakat
dilakukan oleh semua
komponen yang terlibat
di dalamnya.

C. Metode Pengelolaan Limbah Fasyankes

penimbunan/
pengurangan pemilahan pengumpulan penyimpanan pengangkutan pengolahan pemanfaatan
penimbusan

Bagan 3. Tahap/Alur Pengelolaan Limbah Fasyankes


Pengelolaan limbah Fasyankes termasuk limbah vaksinasi/imunisasi
dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan. Metode pengelolaan limbah
merupakan acuan pengelolaan limbah yang sesuai standar yang ada saat ini.
Metode ini digunakan juga sebagai referensi dalam rangka peningkatan
pelaksanaan pengurangan limbah Fasyankes, baik limbah domestik dan/atau
limbah klinis/medis termasuk limbah vaksinasi/imunisasi. Berikut ini
merupakan penjelasan/deskripsi dan contoh setiap tahap alur pengelolaan
limbah Fasyankes:
1. Pengurangan merupakan tahap agar limbah yang ditimbulkan tidak lebih
banyak dan bahkan sedikit, hal ini dilakukan melalui pencegahan,
pembatasan, penggunaan kembali, dan daur ulang. Misalnya, pencegahan
timbulan limbah Fasyankes yang tidak menggunakan alat kesehatan
bermerkuri sehingga limbah logam berat berupa merkuri dapat dicegah
timbulannya. Contoh pembatasan adalah penggunaan alat pelindung diri
sewajarnya untuk mengurangi timbulan limbah. Contoh daur ulang limbah
medis plastik dengan sifat infeksius yang dipilah untuk disterilisasi kemudian
dijadikan sebagai bahan baku untuk didaur ulang. Contoh penggunaan
kembali adalah penggunaan jeriken hemodialisis bekas untuk safety box.
2. Pemilahan merupakan pemisahan limbah menggunakan wadah dan kantong
berkode QR dengan warna, label, dan simbol yang sesuai dengan jenis limbah
dan metode atau teknologi pengolahannya. Pemilahan merupakan tahap yang
penting sebagai penentu metode atau teknologi pengolahan limbah. Pemilahan
juga berperan dalam pengurangan timbulan limbah karena limbah domestik
akan menjadi limbah B3 bila tercampur dengan limbah medis. Fasyankes
wajib memilah limbah domestik, medis, dan tajam di dalam tempat limbah
yang berbeda. Limbah vaksinasi/imunisasi dipilah menjadi limbah benda
tajam, limbah infeksius, dan limbah cair yang berasal dari sisa vaksin sesuai
timbulan limbah yang ada. Limbah infeksius berupa sisa tempat penampung
cairan vaksin (misalnya vial atau ampul) harus dapat dihitung jumlahnya
terutama untuk imunisasi yang tidak rutin atau tambahan, seperti imunisasi
Polio dan vaksinasi Covid-19. Pemilahan yang baik memastikan perhitungan
jumlah timbulan limbah yang akurat dan sesuai pengolahannya.
3. Pengumpulan adalah kegiatan pemindahan atau pengangkutan limbah yang
ada di dalam wadah dan kantong dari sumber menuju tempat penyimpanan.
Pengumpulan yang aman dilakukan menggunakan alat angkut khusus
limbah (direkomendasikan yang memiliki roda) yang mudah dibersihkan dan
tidak bocor dengan jalur atau waktu khusus. Misalnya pengangkutan sampah
medis tajam di dalam safety box menggunakan wadah beroda (wheel bin).
4. Penyimpanan merupakan tahap limbah ditempatkan di lokasi yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku untuk menunggu jadwal pengangkutan atau
pengolahan. Penyimpanan limbah medis dilakukan di lokasi tempat
penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan beracun yang
disingkat dengan TPSLB3. Limbah yang masuk, keluar, dan/atau disimpan di
TPSLB3 dilakukan pencatatan, catatan ini dikenal dengan nama log book.
Durasi atau lama penyimpanan limbah mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5. Pengangkutan adalah proses pemindahan atau pengiriman limbah dari
sumber di Fasyankes ke penyimpanan di luar Fasyankes dan/atau dari
penyimpanan (penghasil) menuju pengolah/pemanfaat/penimbus (penerima).
Hal ini menjadikan Fasyankes sebagai penghasil, pengangkut sebagai
pengirim, dan pengolah sebagai penerima. Sarana transportasi yang
digunakan dalam pengangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
6. Pengolahan merupakan proses yang dilakukan untuk mengubah sifat atau
karakteristik limbah B3 menjadi kurang/tidak berbahaya dan beracun.
Pengolahan dapat dilakukan secara mandiri oleh Fasyankes penghasil limbah
atau bekerja sama dengan perusahaan pengolah limbah B3. Semua metode
atau teknologi pengolahan limbah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
7. Pemanfaatan merupakan proses daur ulang limbah menjadi bentuk atau
produk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Penimbunan adalah tahap penempatan/pembuangan limbah non B3 residu
pengolahan limbah hasil sterilisasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
9. Penimbusan adalah tahap penempatan/pembuangan limbah B3 residu
pengolahan limbah hasil insinerasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Gambar 2. Skenario Pengelolaan Limbah Fasyankes Berbasis Digital.


Dalam rangka pengelolaan yang ramah lingkungan dan mendukung
pengurangan limbah Fasyankes melalui upaya penggunaan kembali dan daur
ulang maka tahap pengelolaan limbah medis berikut dapat dilakukan:
1. Identifikasi dan penetapan jenis limbah yang akan dilakukan penggunaan
kembali dan daur ulang.
2. Pemilahan dilakukan dengan memisahkan wadah dan kantong untuk jenis
limbah yang akan digunakan kembali atau didaur ulang.
3. Pengumpulan dilakukan dalam wadah dan kantong yang sama dari pemilahan
pada sumber menuju penyimpanan.
4. Penyimpanan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
5. Pengolahan dengan metode disinfeksi dilakukan sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
6. Pengangkutan dilakukan untuk limbah residu desinfeksi dari penghasil ke
pemanfaat untuk daur ulang.
7. Pemanfaatan residu disinfeksi dapat digunakan kembali atau didaur ulang
dan residu sterilisasi dapat didaur ulang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam rangka pengelolaan yang ramah lingkungan dan mendukung
pengurangan limbah Fasyankes melalui upaya daur ulang maka tahap
pengelolaan limbah medis berikut dapat dilakukan:
1. Identifikasi dan penetapan jenis limbah yang akan dilakukan penggunaan
kembali dan daur ulang.
2. Pemilahan dilakukan dengan memisahkan wadah dan kantong untuk jenis
limbah yang akan digunakan kembali atau didaur ulang.
3. Pengumpulan dilakukan dalam wadah dan kantong yang sama dari pemilahan
pada sumber menuju penyimpanan.
4. Penyimpanan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
5. Pengolahan dengan teknologi sterilisasi dilakukan sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
6. Pengangkutan dilakukan untuk limbah residu sterilisasi dari penghasil ke
pemanfaat untuk daur ulang.
7. Pemanfaatan limbah domestik dilakukan dengan metode penggunaan kembali
dan daur ulang.
Intervensi dalam rangka peningkatan kinerja pengelolaan limbah Fasyankes,
jenis limbah, dan alur pengelolaan limbah untuk mencapai tujuan, misalnya
melalui:
1. Evaluasi dan revisi regulasi untuk mengakomodasi kemudahan dalam daur
ulang limbah medis.
2. Pembuatan media komunikasi, informasi, dan edukasi untuk daur ulang
limbah medis.
3. Peningkatan kapasitas agar petugas mampu melakukan pengelolaan limbah
Fasyankes sesuai standar dan meningkatkan daur ulang limbah medis.
4. Penyediaan infrastruktur, fasilitas, serta sarana dan prasarana pengelolaan
limbah Fasyankes.
5. Pendanaan terutama dukungan dalam rangka penyediaan pengolah limbah
non insinerasi.
6. Analisis atau penilaian potensi daur ulang seperti vermicomposting residu
sterilisasi, potensi daur ulang limbah domestik.
Dalam rangka optimalisasi dan peningkatan metode pengelolaan limbah
Fasyankes maka diperlukan intervensi, misalnya melalui:
1. evaluasi regulasi untuk mengakomodasi kemudahan dalam daur ulang
limbah medis,
2. penetapan jenis limbah dan alur pengelolaan limbah sesuai dengan
perkembangan kegiatan (terutama pada kondisi wabah/kedaruratan) serta
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pengelolaan limbah yang lebih baik,
3. pemanfaatan teknologi dalam meningkatkan kinerja pengelolaan limbah
Fasyankes,
4. pembuatan media komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) untuk daur ulang
limbah medis,
5. peningkatan kapasitas agar petugas mampu melakukan pengelolaan limbah
Fasyankes sesuai standar dan meningkatkan daur ulang limbah medis,
6. pendanaan terutama dukungan dalam rangka penyediaan pengolah limbah
non insinerasi,
7. pemantauan dan evaluasi yang tercantum pada pedoman ini serta mengacu
pada peraturan perundang-undangan, dll.
BAB III
PENGELOLAAN LIMBAH FASYANKES BERBASIS DIGITAL MENGGUNAKAN SMILE

A. Kebutuhan Pengelolaan Limbah Fasyankes di dalam SMILE


Kebutuhan merupakan persyaratan yang perlu ada pada setiap tahap
pengelolaan limbah Fasyankes berbasis digital di dalam SMILE. Kebutuhan
tersebut diidentifikasi dan disediakan dalam rangka dukungan operasional agar
efisien, akurat, aman, dan dapat diandalkan. Kebutuhan pengelolaan limbah
Fasyankes berbasis digital di dalam SMILE termasuk tapi tidak terbatas pada
penyediaan:
1. Komputer digunakan sebagai perangkat untuk mengakses situs SMILE dan
pendukung mesin cetak.
2. Jaringan internet menggunakan akses nirkabel yang berfungsi untuk
menyambungkan komputer bermesin cetak kode QR, timbangan pintar, dan
Ponsel yang terpasang aplikasi SMILE ke peladen dan komputasi di awan.
3. Mesin cetak berupa alat cetak termal (thermal printer) sebagai sarana mencetak
label kode QR tanpa menggunakan tinta.

Gambar 3. Bagan Mesin Cetak Kode Respon Cepat (QR Code).


4. Kertas termal berupa kertas gulung (roll paper) untuk mencetak label kode QR
yang kemudian ditempelkan pada kantong limbah Fasyankes untuk
identifikasi limbah tersambung pada pangkalan data SMILE.
Gambar 4. Kertas Termal untuk Mencetak Kode Respon Cepat (QR Code).
5. Timbangan pintar adalah alat yang digunakan untuk mendapatkan data berat
limbah yang tersambung dengan perangkat berbasis internet of things (IoT)
untuk pengiriman data ke SMILE. Kapasitas timbangan disesuaikan dengan
timbulan limbah dari Fasyankes.

Gambar 5. Bagan Timbangan Pintar Limbah Fasyankes.


6. Telepon seluler (Ponsel) pintar merupakan Ponsel dengan kemampuan
instalasi atau pemasangan aplikasi SMILE, seperti Ponsel dengan sistem
operasi Android atau iOS.
7. Sensor pintu digunakan sebagai pengaman dalam pengangkutan limbah
Fasyankes untuk memastikan limbah diangkut dari penghasil ke pengolah
sesuai besaran timbulannya.

B. Peran
Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan limbah Fasyankes berbasis digital
terdapat beberapa pengguna di Fasyankes yang memiliki peran, akses, dan fungsi
sesuai dengan tabel berikut:
Tabel 4. Akses dan Fungsi Pemangku Kepentingan Internal Fasyankes dalam
Pengelolaan Limbah Fasyankes Berbasis Digital.
Peran Akses Fungsi
Pimpinan Pemantauan dan - Melihat data rekapitulasi timbulan limbah
Fasyankes pengawasan transaksi - Mengambil keputusan berdasarkan data
Peran Akses Fungsi
dan data timbulan
limbah
Supervisi terhadap
Kepala - Melihat data rekapitulasi timbulan limbah
transaksi dan data
Bidang/Manajer - Mengambil keputusan berdasarkan data
timbulan limbah
Memiliki akses untuk - Mencetak laporan rekapitulasi.
Kepala/
menyimpan data - Mencetak label menggunakan printer termal.
Penanggung
transaksi dan - Menambah data transaksi (kantong limbah)
jawab Sanitasi/
memantau aplikasi melalui timbangan pintar.
Administrator
SMILE - Mencetak laporan transaksi.
- Menempelkan label pada kantong limbah.
- Mendistribusikan kantong limbah yang sudah
tertempel label.
Memiliki akses untuk
Petugas/Tenaga - Melakukan penimbangan dan pemindaian kode
mencetak label dan
Sanitasi QR pada kantong limbah.
menyimpan data
Lingkungan - Menambah data transaksi (kantong limbah)
transaksi
melalui timbangan pintar.
- Melakukan konfirmasi penyerahan limbah
Fasyankes ke Pengangkut

Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan limbah Fasyankes berbasis digital


terdapat beberapa pengguna di luar Fasyankes yang memiliki peran, akses, dan
fungsi sesuai dengan tabel berikut:
Tabel 5. Akses dan Fungsi Pemangku Kepentingan Eksternal Fasyankes dalam
Pengelolaan Limbah Fasyankes Berbasis Digital.
Peran Akses Fungsi
Memiliki akses untuk memperbarui status
- Melakukan pemindaian kode
pengelolaan limbah Fasyankes dalam proses
QR pada kantong limbah
pemindahan atau pengiriman limbah dari
Pengangkut dan memperbarui status
sumber di Fasyankes ke penyimpanan di luar
pengelolaan limbah
Fasyankes dan/atau dari penyimpanan
Fasyankes.
(penghasil) menuju pengolahan (penerima).
- Melakukan pemindaian kode
Memiliki akses untuk memperbarui status
QR pada kantong limbah
pengelolaan limbah Fasyankes dalam proses
Pengolah dan memperbarui status
mengubah sifat atau karakteristik limbah B3
pengelolaan limbah
menjadi kurang/tidak berbahaya dan beracun.
Fasyankes.
Memiliki akses untuk memperbarui status - Melakukan pemindaian kode
pengelolaan limbah Fasyankes dalam proses QR pada kantong limbah
Pemanfaat daur ulang limbah menjadi bentuk atau produk dan memperbarui status
lain sesuai dengan ketentuan peraturan pengelolaan limbah
perundang-undangan. Fasyankes.
Memiliki akses untuk memperbarui status
pengelolaan limbah Fasyankes dalam tahap
- Memperbarui status
penempatan/pembuangan limbah B3 residu
Penimbus pengelolaan limbah
pengolahan limbah hasil insinerasi sesuai
Fasyankes.
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pemangku kepentingan terkait pengelolaan limbah Fasyankes berbasis digital


pada SMILE memiliki peran sebagai berikut:
1. Dinas Kesehatan, berperan dalam pembinaan Fasyankes dalam pengelolaan
limbah Fasyankes, melakukan pemantauan terhadap pengelolaan limbah
Fasyankes melalui platform SMILE, serta menambah data pengguna di wilayah
kerjanya.
2. Kementerian Kesehatan, memiliki peran menetapkan peraturan dan standar
yang harus diikuti oleh Fasyankes, melakukan pemantauan terhadap
pengelolaan limbah Fasyankes melalui platform SMILE, serta menambah data
pengguna di seluruh level baik Kab/Kota maupun Provinsi.
3. UNDP, berperan sebagai mitra pembangunan pada pengembangan platform
SMILE sesuai standar dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Pengguna lainnya memiliki peran yang dapat ditetapkan kemudian sesuai
perkembangan pada sistem.

C. Lokasi
Lokasi kegiatan menyatakan tempat atau area SMILE digunakan dalam setiap
tahap pengelolaan limbah Fasyankes.
1. Ruang pelayanan dan ruang tindakan sebagai tempat sumber limbah
dihasilkan, dapat berupa limbah infeksius, limbah benda tajam, dan
sebagainya
2. Ruang Kerja Tenaga Sanitasi Lingkungan sebagai tempat komputer yang
terhubung internet dan printer berbasis tinta termal diletakkan, sehingga
dapat digunakan untuk mencetak Kode Respon Cepat (QR Code).

Gambar 6. Komputer dan Mesin Cetak Kode Respon Cepat (QR Code).
3. Tempat Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (TPSLB3) di
Fasyankes sebagai tempat penyimpanan sementara limbah Fasyankes
sebelum diangkut. Timbangan pintar diletakkan di area TPSLB3 sehingga
dapat digunakan untuk mengukur berat limbah yang akan disimpan dan
menyimpan data transaksi.

Gambar 7. Peletakan Timbangan di TPSLB3 Dilengkapi Sambungan Internet.


4. Tempat pengolahan limbah di dalam Fasyankes sebagai tempat pengolahan
limbah Fasyankes melalui proses mengubah sifat atau karakteristik limbah B3
menjadi kurang/tidak berbahaya dan beracun yang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Area pemuatan limbah untuk persiapan pengangkutan dan pengolahan di luar
Fasyankes sebagai tempat berlangsungnya proses pemindahan atau
pengiriman limbah dari sumber di Fasyankes ke penyimpanan di luar
Fasyankes dan/atau dari penyimpanan (penghasil) menuju pengolah
(penerima).

D. Instrumen
Instrumen identifikasi limbah Fasyankes pada SMILE terintegrasi dengan
instrumen manajemen limbah Fasyankes pada Sikelim dan pelaporan kinerja
pengelolaan limbah Fasyankes pada Siraja. Indikator pengelolaan limbah
Fasyankes sesuai standar dipantau berdasarkan data:
1. SMILE: timbulan limbah, status pemilahan, status pengumpulan, status
pengangkutan, status pengolahan.
2. SATUSEHAT: master data fasilitas pelayanan kesehatan, rekam medis
elektronik, aset sarana dan prasarana pengelolaan limbah.
3. Sikelim: prosedur tersedia, tenaga cukup, dana memadai.
4. Siraja: rincian teknis TPSLB3, pengangkut berizin, pengolah berizin atau izin
pengolahan mandiri.
Indikator daur ulang limbah dipantau berdasarkan data:
1. SMILE: timbulan limbah, status pemilahan, status pengolahan, status
pengangkutan, status pemanfaatan.
2. SATUSEHAT: master data fasilitas pelayanan kesehatan, rekam medis
elektronik, aset sarana dan prasarana pengelolaan limbah.
3. Sikelim: prosedur/ketetapan daur ulang tersedia.
4. Siraja: izin pengolahan mandiri autoclave/microwave/desinfeksi, pemanfaat
berizin.

E. Manfaat
Manfaat pada setiap tahap pengelolaan limbah, ketika dilakukan sesuai
standar, meliputi pengurangan risiko kontaminasi lingkungan dan kesehatan
masyarakat, pematuhan terhadap regulasi lingkungan dan kesehatan, serta
peningkatan kesadaran lingkungan di kalangan staf dan masyarakat sekitar.
Manfaat lain yang sebetulnya signifikan adalah pengurangan cemaran plastik dan
emisi pembakaran plastik.
Dalam konteks implementasi disinfeksi/sterilisasi limbah infeksius berbahan
plastik, analisis cost benefit dapat digunakan untuk menunjukkan keuntungan
ekonomi melalui pengurangan biaya pengelolaan limbah dan pengurangan risiko
pencemaran lingkungan, jika dibandingkan dengan pengolahan limbah berbahan
plastik yang tidak mengalami proses disinfeksi/sterilisasi. Hal ini dapat
mencakup pengurangan biaya transportasi limbah, biaya penyimpanan limbah,
dan biaya pengolahan akhir limbah medis.
Limbah yang telah didesinfeksi/disterilisasi ini dapat dimanfaatkan oleh pihak
pendaur ulang dan dapat bernilai ekonomis. Analisis cost benefit juga dapat
dilakukan sebelum Fasyankes memutuskan untuk melakukan upaya
disinfeksi/sterilisasi limbah medis berbahan plastik untuk diserahkan kepada
pihak pemanfaat.
Bagi Fasyankes yang menghasilkan limbah medis tidak banyak, mekanisme
penyimpanan limbah dan disinfeksi/sterilisasi yang dilakukan di depo perlu
dibuat dengan melibatkan banyak pihak dan didukung dengan kebijakan
sehingga tidak menyusahkan Fasyankes yang akan melakukan opsi ini, yang juga
diikuti dengan analisis cost benefit.

F. Status
Status limbah Fasyankes pada setiap tahap pengelolaan diketahui melalui
hasil pencatatan, penimbangan, dan pemindaian sebagai berikut:
1. Pencatatan dilakukan pada tahap pemilahan, pewadahan, dan pengumpulan
limbah.
2. Penimbangan dilakukan sebelum tahap penyimpanan limbah dan
pemanfaatan residu limbah serta penimbunan dan penimbusan residu limbah
yang diolah oleh Fasyankes.
3. Pemindaian dilakukan pada tahap pengangkutan, pengolahan, dan
pemanfaatan serta penimbusan residu limbah yang diolah di luar Fasyankes.
Status limbah Fasyankes pada setiap tahap pengelolaan tersebut sesuai alur
pengelolaan limbah dengan informasi yang dapat dipantau pada SMILE.
Pengguna SMILE berperan dalam memperbarui status pengelolaan limbah sesuai
kewenangan akun masing-masing:
1. Status pengurangan dapat disiapkan melalui proses pencegahan atau
pembatasan dan pemilahan. Pencegahan terlihat dari data limbah yang tidak
ditimbulkan seperti merkuri, logam berat dari radiologi, dll sedangkan
pemilahan merupakan langkah awal untuk menentukan metode atau teknologi
pengolahan limbah. Limbah yang akan didaur ulang dipilah dalam satu wadah
untuk memudahkan proses berikutnya.
2. Status pemilahan limbah dilakukan melalui pencatatan dengan memilih jenis,
kategori, dan karakteristik limbah apa saja yang dipisahkan tempatnya.
Pemilahan limbah dilakukan berdasarkan metode atau teknologi pengolahan
yang digunakan. Fasyankes wajib memilah limbah domestik, medis, dan tajam
di dalam tempat limbah yang berbeda. Pemilahan merupakan satu bagian
dengan pewadahan menggunakan wadah dan kantong plastik dengan warna,
label, dan simbol sesuai peraturan yang berlaku. Pemilahan limbah didukung
dengan teknologi pemindaian objek cerdas untuk memastikan limbah dipilah
dengan benar. Konfirmasi limbah yang telah dipilah dilakukan untuk
memastikan tidak ada limbah domestik yang tercampur limbah medis dengan
cara memeriksa beberapa foto yang diambil petugas pengelola limbah pada
tempat sampah medis sehari-hari.
3. Status pengumpulan dipastikan melalui jumlah kantong yang dikumpulkan
untuk dibawa dari sumber ke penyimpanan. Jumlah kantong limbah diperoleh
dari penimbangan dan pemindaian kode QR yang ada pada kantong limbah.
Mengadopsi teknologi machine learning yang digunakan dalam menganalisis
pengumpulan limbah.
4. Status penyimpanan diperoleh melalui penimbangan dan pemindaian sebelum
limbah masuk ke TPSLB3. Satuan massa kilogram atau ton digunakan sebagai
identifikasi besaran limbah yang disimpan. Besaran limbah ini menjadi
informasi bagi pengguna SMILE untuk menyesuaikan kapasitas penyimpanan
dan frekuensi pengangkutan. Selain itu data waktu dan durasi penyimpanan
juga didapatkan saat penimbangan. Limbah infeksius berupa sisa tempat
penampung cairan vaksin (misalnya vial atau ampul) harus dapat dihitung
jumlahnya terutama untuk imunisasi yang tidak rutin atau tambahan, seperti
imunisasi Polio dan vaksinasi Covid-19. Metode perhitungan tersebut
menggunakan data nomor kode pengeluaran/pembuangan dari logistik ke
limbah sehingga dalam satu kode QR pada kantong limbah terdapat daftar
beberapa nomor kode yang akan dikelola limbahnya. Tahap berikutnya
memanfaatkan kemampuan SMILE untuk menjalankan konversi berat
menjadi estimasi jumlah, kemampuan ini ditambah dengan kemampuan
konversi gambar yang mampu menghitung jumlah sisa tempat penampung
cairan vaksin, seperti vial atau ampul bekas vaksinasi/imunisasi. Log book
yang ada pada status penyimpanan bisa diakses pada SMILE.

Gambar 8. Tangkapan Layar SMILE pada Tahap Penyimpanan.


5. Status pengangkutan diperbarui melalui pemindaian kode QR di kantong
limbah oleh pengguna SMILE. Pemindaian akan memperbarui status dari
penyimpanan ke pengangkutan hingga tiba di lokasi pengolahan dengan
membaca lokasi dan waktu saat pemindaian sehingga dapat diketahui kapan
dan dimana lokasi limbah dimuat dan dibongkar.

Gambar 9. Tangkapan Layar SMILE pada Tahap Pengangkutan.

6. Status pengolahan yang dilakukan secara mandiri (pengolahan internal)


didapatkan dari pemindaian kantong limbah berkode QR sebelum proses
pengolahan dilakukan. Penimbangan residu dilakukan setelah pengolahan
sebagai identifikasi timbulan residu untuk kemudian dilanjutkan ke tahap
pengangkutan lalu pemindaian kantong limbah berkode QR sebelum
pemanfaatan (daur ulang), penimbunan, dan/atau penimbusan. Status
pengolahan yang dilakukan secara kerja sama antara penghasil dan pengolah
(pengolahan eksternal) didapatkan dari pemindaian kantong limbah berkode
QR sebelum proses pengolahan dilakukan.
Gambar 10. Tangkapan Layar SMILE pada Tahap Pengolahan Internal

Gambar 11. Tangkapan Layar SMILE pada Tahap Pengolahan Eksternal.


7. Status pemanfaatan didapatkan dari penimbangan kantong limbah oleh
Fasyankes yang mengolah limbah secara mandiri dilanjutkan pemindaian
kantong limbah berkode QR sebelum proses pemanfaatan dilakukan.

Gambar 12. Tangkapan Layar SMILE pada Tahap Pemanfaatan.


8. Status penimbunan diperoleh melalui penimbangan kantong limbah oleh
Fasyankes yang mengolah limbah secara mandiri dilanjutkan pemindaian
kantong limbah berkode QR sebelum proses penimbunan dilakukan.
9. Status penimbusan diperoleh melalui penimbangan kantong limbah oleh
Fasyankes yang mengolah limbah secara mandiri dilanjutkan pemindaian
kantong limbah berkode QR sebelum proses penimbunan dilakukan.
Gambar 13. Tangkapan Layar SMILE pada Tahap Penimbusan.
G. Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan adalah proses melihat, memeriksa, menilai, atau mengkaji status
pengelolaan limbah Fasyankes secara digital. Evaluasi merupakan tindak lanjut
yang direncanakan dan dilakukan sebagai hasil dari pemantauan yang telah
dilakukan.
Pemantauan nyata posisi kantong limbah pada tahap penyimpanan,
pengangkutan, pengolahan, dan pemanfaatan/penimbunan/penimbusan
dilakukan oleh pengguna SMILE melalui pemindaian. Pemantauan digital
pengelolaan limbah Fasyankes dilakukan melalui tampilan situs dan aplikasi
SMILE. Memanfaatkan kemampuan SMILE untuk pemantauan dan evaluasi
menjadikannya mudah, cepat, dan efisien. Pemantauan dan evaluasi yang dapat
dilakukan melalui SMILE antara lain:
1. Pemantauan dapat dilakukan melalui pemeriksaan status pengelolaan limbah,
analisis timbulan limbah disandingkan dengan kemampuan pengolahan,
membandingkan timbulan limbah dengan kapasitas sumber daya dan dana,
menilai implementasi standar dalam pengelolaan limbah, mengkaji potensi
daur ulang limbah, dll.
2. Evaluasi dapat dilaksanakan dengan melakukan konfirmasi status
pengelolaan limbah, menyesuaikan timbulan limbah dengan kapasitas dan
sumber daya pengelolaan untuk pengelolaan limbah yang lebih baik,
menindaklanjuti pengelolaan limbah untuk memenuhi standar, melakukan
daur ulang limbah untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, lingkungan, dan
kesehatan, dll.
BAB IV
PENUTUP

Seluruh rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, dan Fasyankes lainnya serta
pengelola limbah dan juga pemangku kepentingan dapat memanfaatkan pedoman
pengelolaan limbah Fasyankes berbasis digital menggunakan SMILE. Hal ini
diyakini dapat meningkatkan kinerja pengelolaan limbah menjadi lebih baik.
Diharapkan dengan menerapkan pedoman ini Fasyankes dan pengguna lainnya
dapat meningkatkan efisiensi operasional, meminimalkan risiko pajanan limbah
medis terhadap tenaga kesehatan dan masyarakat, memastikan kepatuhan
terhadap regulasi lingkungan dan kesehatan yang berlaku, serta meningkatkan
kesadaran lingkungan di kalangan petugas dan masyarakat sekitar. Selain itu,
pengelolaan limbah yang efektif dan efisien berdasarkan data juga dapat
mengurangi dampak negatif limbah terhadap lingkungan dan kesehatan
masyarakat secara keseluruhan, menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman
dan sehat, serta meningkatkan citra Fasyankes.

DIREKTUR JENDERAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT,

MAXI REIN RONDONUWU

Anda mungkin juga menyukai