LP Minggu 3

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN


DIAGNOSA MEDIS HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS MEKAR SARI KOTA BALIKPAPAN

Fasilitator Akademik : Ns. Vera Veriyallia, M, Kep


Fasilitator Klinik : Ns. Linda Kristian N, S. Kep

Di Susun Oleh:
ANNISA APRIL LIANA
NIM: P2305108

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA
HUSADA SAMARINDA
TAHUN 2023/2024
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADS LANSIA DENGAN DIAGNOSA MEDIS
HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEKAR SARI KOTA
BALIKPAPAN STASE KEPERAWATAN GERONTIK

Disusun oleh:
ANNISA APRIL LIANA
NIM. P2305108

Laporan ini telah disetujui oleh dosen koordinator dan dosen pembimbing
Maternitas Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wiyata Husada Samarinda
Pada MEI 2024

Menyetujui

Pembimbing Akademik Perseptor Klinik


Keperawatan Gerontik Keperawatan Gerontik
ITKES Wiyata Husada Samarinda Puskesmas Mekar Sari

Ns. Vera Veriyallia., M, Kep Ns. Linda Kristian N, S. Kep


NIDN: 11027099701 NIP: 19780506201101203

Mengetahui
Koordinator Stase Keperawatan Gerontik
ITKES Wiyata Husada Samarinda

Ns. Sumiati Sinaga, M.Kep


NIDN: 1117078201
PENDAHULUAN

Hipertensi masih menjadi salah satu masalah yang ada di dunia kesehatan
hingga saat ini. Masyarakat awam mengenal hipertensi dengan sebutan “darah
tinggi” karena penyakit ini mengindikasikan adanya kenaikan tekanan darah yang
tinggi diluar batas normal. Disamping sebutan tersebut, penyakit ini juga disebut
sebagai penyakit yang tidak menular, karena memang penyakit ini tidak ditularkan
dari satu orang ke orang lainnya menurut (Mahayuni et al., 2021). Penyakit ini
sering ditemukan tanpa gejala apapun dan penderita tidak mengetahui bahwa
orang tersebut mengidap hipertensi sebelum melakukan pemeriksaan tekanan
darahnya. (Marbun & Hutapea, 2022).
Diperkirakan 1,28 miliar orang dewasa berusia 30-79 tahun di seluruh dunia
menderita hipertensi, sebagian besar (dua pertiga) tinggal di negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Diperkirakan 46% orang dewasa dengan
hipertensi tidak menyadari bahwa mereka memiliki kondisi tersebut. Kurang dari
setengah orang dewasa (42%) dengan hipertensi didiagnosis dan diobati. Sekitar 1
dari 5 orang dewasa (21%) dengan hipertensi dapat mengontrolnya. Hipertensi
merupakan penyebab utama kematian dini di seluruh dunia. Salah satu target
global penyakit tidak menular adalah menurunkan prevalensi hipertensi sebesar
33% antara tahun 2010 dan 2030. (World Health Organization, 2021).
Prevalensi hipertensi pada penduduk lansia umur 65-74 tahun sebesar
63,2%. Selain adanya peningkatan proporsi hipertensi pada lansia, hipertensi juga
merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak (Kemenkes, 2019). Menurut
data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim, Penyakit Tidak Menular (PTM) yang
paling banyak dialami masyarakat Kaltim yaitu hipertensi atau tekanan darah
tinggi. Hasil diagnosis PTM pada tahun 2022 (Januari-Mei) jumlah penderitanya
sudah mencapai lebih dari 63 ribu orang. (Media Kaltim.com, 2022). Sedangkan
jumlah lansia yang menderita hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana
Puri Kota Samarinda berjumlah 40 orang.
Hipertensi pada lansia merupakan hal yang sering ditemukan karena lansia
berisiko terkena hipertensi. Hipertensi pada lansia disebabkan oleh penurunan

1
elastisitas dinding aorta, penebalan katup jantung yang membuat kaku katup,
menurunnya kemampuan memompa jantung, kehilangan elastisitas pembuluh
darah perifer, dan meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Mulyani,
2019). Penyebab lansia penderita hipertensi karena adanya kemunduran fungsi
kerja tubuh. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya hipertensi pada lansia
adalah gaya hidup, seperti konsumsi junk food, rokok, alkohol, dan olahraga yang
kurang. Pada makanan junk food yang tinggi kalori, tinggi lemak, rendah serat,
dan tinggi natrium atau garam menurut (Mulyani, 2019).
Tinggi lemak dan natrium atau garam merupakan salah satu faktor penyebab
hipertensi, kemudian pada rokok terdapat kandungan nikotin yang memicu
kelenjar adrenal melepaskan epinefrin atau adrenalin yang menyebabkan
terjadinya penyempitan pembuluh darah dan membuat jantung memompa lebih
berat karena tekanan yang lebih tinggi (Suharto, 2020).
Menurut American Society of Hypertension (ASH), hipertensi adalah suatu
sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif akibat dari kondisi
lain yang kompleks dan saling berhubungan. Komplikasi yang dapat terjadi akibat
hipertensi adalah penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, gagal ginjal
kronik, dan retinopati. Penyebab terjadinya hipertensi sampai saat ini belum dapat
dipastikan, namun dampak dari hipertensi mengakibatkan morbiditas yang
memerlukan penanganan serius, dan mortalitas yang cukup tinggi sehingga
hipertensi disebut sebagai “the silent killer”. (Nuraini, 2015).

2
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DASAR

A. Konsep Lansia
1. Defenisi Lansia
Menurut World Health Organization (WHO), lansia itu adalah
seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan
kelompok pada manusia yang telah masuk ke tahap akhir dari fase
kehidupanya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu
proses yang disebut dengan Anging Process atau biasa disebut penuaan.
Menurut UU nomor 13 Tahun 1998, Lansia yaitu individu baik
perempuan atau laki-laki yang masih bisa bekerja maupun yang sudah
tidak bisa beraktifitas yang telah berusia 60 tahun atau bahkan lebih.
(Manafe & Berhimpon, 2022).
2. Batasan Lansia
Batasan usia menurut WHO, yaitu:
a. Pertengahan usia 45 - 59 tahun
b. Usia lanjut 60 - 70 tahun
c. Usia lanjut tua 75 - 90 tahun
d. Usia sangat tua berusia diatas 90 tahun
3. Klasifikasi Lansia
Menurut WHO (2013), klasifikasi lansia adalah sebagai berikut:
a. Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-54 tahun.
b. Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun.
c. Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun.
d. Lansia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.
e. Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90 tahun.

3
4. Perubahan Pada Lansia
Berdasarkan buku (Kusumo, 2020) ada beberapa perubahan yang terjadi
pada lansian, meliputi:
a. Sistem Indra
Prebiakusis (Gangguan pada pendengaran) hilangnya kemampuan
pendengaran pada telinga terutama terhadap bunyi suara yang
terdengar tidak jelas, kata-kata sulit dimengerti dan menurunnya
fungsi penglihatan.
b. Sistem Integumen
Kulit lansia menjadi kendur, kering, berkerut, kulit kekurangan cairan
sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan
atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen
berwarna coklat pada kulit dikenal dengan Liver spot.
c. Sistem Muskulokeletal
Perubahan sistem muskulokeletal pada lansia seperti jaringan
penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai pendukung utama
kulit, tendon, tulang, Kartilago dan jaringan pengikat mengalami
perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
d. Tulang
Kepadatan tulang pada lansia berkurang mengakibatkan Osteoporosis.
e. Sendi
Pada lansia, jaringan ikat sekita sendi seperti tendon, ligamen dan
fasia mengalami penurunan elastisitas sehingga lebih rentan
mengalami gesekan
f. Otot
Struktur otot mengalami penuaan. Peningkatan jaringan penghubung
dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
g. Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi
Perubahan fungsi pernapasan dan Kardiovaskular. Pada sistem
kardiovaskuler massa jantung bertambah, Venrtikel kiri mengalami
Hipertropi dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena

4
perubahan pada jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
Pada sistem respirasi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru
tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi
kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang.
(Yuningsih Y, 2022).

5. Masalah Kesehatan Pada Lansia


Berdasarkan buku (Kusumo, 2020) semakin bertambahnya usia,
tubuh menjadi semakin rentan mengalami gangguan kesehatan
dikarenakan menurunnya fungsi-fungsi organ. Ada beberapa masalah
kesehatan yang sering muncul pada lansia meliputi:
a. Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
Hipertensi adalah kondisi dimana tekanan darah melebihi batas
normal, Sistolik seseorang lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah
Diastoliknya lebih dari 90 mmHg.
b. Diabetes Militus
Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan suatu penyakit
yang ditandai dengan tingginya gula darah lebih dari 200 mg/dl akibat
kerusakan sel beta pankreas (pabrik yang memproduksi insulin).
c. Penyakit Sendi (Artritis)
Artritis merupakan penyakit Autoimun yang mengakibatkan
kerusakan sendi dan kecacatan serta memerlukan pengobatan dan
kontrol jangka panjang.
d. Stroke
Stroke adalah penyakit yang terjadi akibat suplai oksigen dan nutrisi
ke
otak terganggu atau berkurang karena pembuluh darah tersumbat atau
pecah.
e. Penyakit Paru-paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Penyakit paru-paru obstruktif kronis adalah penyakit paru kronik
(menahun) yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas,

5
semakin lama semakin memburuk dan tidak sepenuhnya dapat
kembali normal
f. Depresi
Depresi adalah gangguan suasana hati (mood) yang ditandai dengan
perasaan sedih yang mendalam, rasa tidak peduli dan perasaan
tertekan yang berlebihan secara terus-menerus selama kurun waktu
lebih dari 2 minggu.

B. Konsep Dasar Hipertensi


1. Defenisi
Hipertensi merupakan keadaan Ketika tekanan darah sistolik lebih
dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi
sering menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang dapat
mengakibatkan semakin tingginya tekanan darah (Muttaqin A, 2009).
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik setidaknya 90 mmHg.
Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi
juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal dan pembuluh
darah dan semakin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya (Sylvia A.
Price, 2015).
Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan meningkatnya
tekanan darah di dalam arteria atau tekanan sistolik > 140 mmHg dan
tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Secara umum, hipertensi
merupakam suatu keadaan tanpa gejala, di mana tekanan yang abnormal
tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke,
aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.

2. Etiologi
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan (Ardiansyah
M., 2012):

6
a. Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hiperetnsi yang 90%
tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan
dengan berkembangnya hipertensi esensial diantaranya:
1) Genetik
Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih tinggi
mendapatkan penyakit hipertensi.
2) Jenis kelamin dan usia
Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang telah menopause
berisiko tinggi mengalami penyakit hipertensi.
3) Diit konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak
Konsumsi garam yang tinggi atau konsumsi makanan dengan
kandungan lemak yang tinggi secara langsung berkaitan dengan
berkembangnya penyakit hipertensi.
4) Berat badan obesitas
Berat badan yang 25% melebihi berat badan ideal sering dikaitkan
dengan berkembangnya hipertensi.
5) Gaya hidup merokok dan konsumsi alcohol
Merokok dan konsumsi alkohol sering dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi karena reaksi bahan atau zat yang
terkandung dalam keduanya.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui
penyebabnya. Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa penyakit,
yaitu:
1) Coarctationaorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang
mungkin terjadi beberapa tingkat pada aorta toraksi atau aorta
abdominal. Penyembitan pada aorta tersebut dapat menghambat
aliran darah sehingga terjadi peningkatan tekanan darah diatas
area kontriksi.

7
2) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal, penyakit ini merupakan
penyakit utama penyebab hipertensi sekunder. Hipertensi
renovaskuler berhubungan dengan penyempitan.
3) satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah
ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan
hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous dyplasia
(pertumbuhan abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim
ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, serta perubahan struktur
serta fungsi ginjal.
4) Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen). Kontrasepsi
secara oral yang memiliki kandungan esterogen dapat
menyebabkan terjadinya hipertensi melalui mekanisme
reninaldosteron-mediate volume expantion. Pada hipertensi ini,
tekanan darah akan kembali normal setelah beberapa bulan
penghentian oral kontrasepsi.
5) Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks
adrenal dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenalmediate
hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol,
dan katekolamin.
6) Kegemukan (obesitas) dan malas berolahraga.
7) Stres, yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah
untuk sementara waktu.
8) Kehamilan
9) Luka bakar
10) Peningkatan tekanan vaskuler
11) Merokok: Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan
katekolamin. Peningkatan katekolamin mengakibatkan iritabilitas
miokardial, peningkatan denyut jantung serta menyebabkan
vasokortison yang kemudian menyebabkan kenaikantekanan
darah.

8
3. Klasifikasi Hipertensi
Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H. 2016),
klasifikasi hipertensi klinis berdasarkan tekanan darah sistolik dan
diastolik dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
No Kategori Sistolik Diastolic
1 Optimal <120 <80
2 Normal 120-129 80-84
3 High Normal 130-139 85-89
4 Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
5 Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
6 Grade 3 (berat) 180-209 100-119
7 Grade 4 (sangat berat) ≥210 ≥120

4. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi:
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan
pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala karena adanya peningkatan tekanan darah
sehingga mengakibatkan hipertensi dan tekanan intracranial naik, dan
kelelahan. Dalam kenyataan ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Beberapa pasien yang menderita hipertensi mengalami gejala sebagai
berikut:
1) Mengeluh sakit kepala, pusing dikarenakan peningkatan tekanan
darah dan hipertensi sehingga intracranial naik.

9
2) Lemas, kelelahan karena stress sehingga mengakibatkan
ketegangan yang mempengaruhi emosi, pada saat ketegangan
emosi terjadi dan aktivitas saraf simatis sehingga frekuensi dan
krontaktilitas jantung naik, aliran darah menurun sehingga suplai
O2 dan nutrisi otot rangka menurun, dan terjadi lemas.
3) Susah nafas, kesadaran menurun karena terjadinya peningkatan
krontaktilitas jantung.
4) Palpitasi (berdebar-debar) karena jantung memompa terlalu cepat
sehingga dapat menyebabkan berdebar-debar, gampang marah.
(Nurarif & Kusuma, 2015).
Menurut teori (Brunnerdan Suddarth, 2014) klien hipertensi
mengalami nyeri kepala sampai tengkuk karena terjadi penyempitan
pembuluh daraha kibat dari vasokonstriksi pembuluh darah akan
menyebabkan peningkatan tekanan vasculer cerebral, keadaan tersebut
akan menyebabkan nyeri kepala sampe tengkuk pada klien hipertensi.

5. Patofisiologi
Patofisiologi hipertensi belum dapat dijelaskan secara pasti.
Sebagian kecil pasien hipertensi (2-5%) memiliki penyakit ginjal yang
mendasari kondisi tekanan darah mereka. Sedangkan sisanya tidak ada
penyebab yang dapat diidentifikasi secara tunggal dan jelas. Sejumlah
mekanisme fisiologis terlibat dalam pemeliharaan tekanan darah normal.
Abnormalitas mekanisme - mekanisme tersebut yang menyebabkan
terjadinya hipertensi. Di antara faktor - faktor yang secara intensif telah
diteliti adalah asupan garam, obesitas, resistensi insulin, sistem
reninangiotensin dan sistem saraf simpatis. Dalam beberapa tahun
terakhir, faktor lain telah dievaluasi termasuk genetika, disfungsi endotel,
berat badan lahir rendah dan nutrisi intrauterin, dan anomali
neurovascular (AyuKhaliza, 2020).
Hipertensi dimulai dari aterosklerosis yang menyebabkan struktur
anatomi pembuluh darah perifer mengalami gangguan dan berlanjut

10
menjadi pembuluh darah yang kaku. Pembuluh darah yang kaku tersebut
diiringi dengan pembentukan plak dan penyempitan yang menghambat
peredaran darah perifer. Kekakuan dan kelambanan aliran darah
menyebabkan beban jantung bertambah berat yang pada akhirnya
mengakibatkan peningkatan kerja pompa jantung. Hal tersebut menjadi
alasan mengapa peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi terjadi
(Bustan, 2015).
6. Komplikasi
Adapun komplikasi hipertensi menurut Aspiani (2016) adalah seperti
berikut:
a. Stroke hemoragic
Stroke hemoragi dapat terjadi, akibat tekanan darah tinggi di otak,
atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang
terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis,
apabila arteri yang memeperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
penebalan, sehingga aliran darah ke area otak yang diperdarahi
berkurang, arteri otak yang mengalami aterosklerosis dapat melemah
sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
b. Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang mengalami
aterosklerosis tidak menyuplai cukup oksigen ke miokardium, atau
apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melewati
pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel,
kebutuhan oksgen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan
dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian
juga hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu
hantaran listrik melewati ventrikel sehingga terjadi distristmia,
hipoksia jantung dan peningkatan resiko pembentukan bekuan.
c. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
darah tinggi pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya

11
glomerulus, aliran darah ke nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran
glomerulus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan
osmotic koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema, yang
sering dijumpai pada hipertensi kronis.
d. Ensefalopati (kerusakan otak)
Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi pada penderita hipertensi
yang meningkat cepat. Tekanan yang sangat tinggi dapat
meningkatkan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke ruang
interstisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuron disekitarnya
menjadi kolaps dan menyebabkan koma serta kematian.
e. Kejang
Kejang biasanya dapat terjadi pada wanita preeklamsia. Bayi yang
lahir biasa dengan berat badan lahir rendah akibat perfusi plasenta
yang tidak adekuat. Dapat juga mengalami hipoksia dan asidosis
apabila ibu mengalami kejang saat atau sebelum melahirkan.
7. Penatalaksanaan
a. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi dapat menurunkan tekanan darah dengan beberapa
obat seperti Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEI),
Angiotensin Receptor Blockers (ARB), ß-blocker, Calcium Channel
Blockers (CCB), dan tiazid. Jenis obat diuretik akan mengurangi
komplikasi yang disebabkan oleh hipertensi (Chobanian, 2003).
Pengobatan dengan menggunakan antihipertensi harus selalu dimulai
dengan dosis rendah agar tekanan darah tidak menurun secara drastis
dan mendadak, setelah itu dosis dinaikkan secara bertahap sampai
tercapai efek yang optimal (Tjay dan Rahardja, 2007). Obatobat
antihipertensi dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu:
1) Diuretik
Obat diuretik bekerja dengan cara menurunkan volume darah
yaitu dengan meningkatkan pengeluaran garam dan air oleh

12
ginjal. Disamping itu, kerja diuretik juga berpengaruh langsung
terhadap dinding pembuluh darah, yakni penurunan kadar natrium
yang membuat dinding lebih kebal terhadap noradrenalin,
sehingga daya tahannya berkurang (Tjay dan Rahardja, 2007).
Golongan obat diuretic efektif sebagai obat lini pertama yang bisa
dikombinasi dengan CCB, Beta bloker, ACE-I dan ARB
(Rilantono, 2012).
2) Beta-receptor blockers.
Mekanisme kerja obat beta-receptor blockers tidak diketahui
secara pasti, obat ini diduga bekerja mengurangi frekuensi dan
kekuatan kontraksi otot jantung serta menghambat pelepasan
renin dari ginjal (Priyanto, 2009). Penghentian terapi jenis obat
ini tidak boleh dilakukan secara tiba-tiba karena dapat
menyebabkan angina, infark jantung, dan takikardi (Priyanto,
2009). Efek samping jenis obat ini yaitu miokardium yang dapat
disertai bradikardia, konduksi atrioventrikular yang abnormal, dan
meningkatkan terjadinya gagal jantung. Penurunan kecepatan
jantung mungkin bermanfaat untuk pasien tertentu dengan aritmia
atrial dan hipertensi dengan penyediaan kecepatan kontrol dan
menurunkan tekanan darah. Blokade dari ß-2-receptors di paru-
paru menyebabkan serangan akut dari otot bronkus pada pasien
asma atau COPD (Dipiro et al., 2005).
3) Calsium Channel Blockers
Mekanisme kerja obat calsium channel blockers yaitu mengurangi
influks kalsium ke dalam sel-sel otot polos di pembuluh darah.
Contoh jenis obat ini adalah amlodipin, felodipin, diltiazem,
verapamil, nifedipin (Rilantono, 2012). Efek samping dari obat
golongan ini dibandingkan dengan antihipertensi lain adalah
menyebabkan pusing, nyeri kepala, rasa panas di muka (flushing),
dan terutama pada derivat piridin tachikardia dan edema

13
pergelangan kaki (akibat vasodilatsi perifer). Umumnya, efek ini
bersifat sementara (Tjay dan Rahardja, 2007).

4) Penghambat Sistem Renin Angiotensin (RAS Blocker)


ACE-I dan ARB mekanisme kerjanya adalah memblok
vasokontriksi dengan cara menghambat kerja angiotensin II,
sehingga dapat menyebabkan vasodilatasi yang berimbang.
Obatobat ini digunakan sebagai obat lini pertama atau
dikombinasikan dengan diuretik atau CCB. Contoh obat ACE-I
adalah captopril, lisinopril dan elanopril sedangkan contoh obat
ARB adalah losartan, telmisartan, irbesartan, dan valsartan
(Rilantono, 2012). Efek samping dari obat ini paling sering yaitu
neutropenia, agranulositosis, protein urea, glumerulonefritis,
gagal ginjal akut, dan angioedema (Priyanto, 2009).
5) Alpha Blockers
Alpha-blockers (penyekat alfa) bekerja dengan cara menghalangi
hormon norepinefrin (nonadrenalin) dan menstimulasi otot pada
dinding arteri dan vena sehingga dinding pembuluh darah
mengerut. Hal Ini akan membuat otot-otot tertentu menjadi rileks
dan membantu pembuluh darah yang kecil tetap terbuka. Ini akan
menyebabkan meningkatnya aliran darah dan tekanan darah
menurun. Pada saat pertama kali minum obat ini, pasien mungkin
akan mengalami penurunan tekanan darah dengan cepat dan
merasa pusing, serta berkunang-kunang jika pasien tiba-tiba
bangkit dari duduk atau tiduran sehingga alpha-blockers sering
disebut dapat menimbulkan “efek dosis pertama”. Beberapa
contoh obat-obatan ini yaitu doxazosin, prazosin dan terazosin.
6) Clonidine
Clonidine (antagonis sentral) merupakan obat antihipertensi yang
bekerja pada pusat control sistem saraf di otak. Clonidine
menurunkan tekanan darah dengan cara memperbesar arteri di

14
seluruh tubuh. Biasanya dokter akan memberikan jenis obat ini
untuk mengatasi hipertensi, serangan kecemasan dan untuk
membantu menghentikan kebiasaan minum alkohol dan
ketergantungan obat. Obat ini jarang digunakan karena memiliki
efek samping yang kuat seperti sakit kepala berat, pusing,
impoten, konstipasi, mulut kering, penambahan berat badan,
gangguan konsentrasi berfikir, serta masalah-masalah psikologis
seperti depresi. Penghentian terapi jenis obat ini tidak boleh
dilakukan secara tiba-tiba karena dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah secara mendadak dan berbahaya. Oleh karena itu,
jika akan menghentikan pengobatan pada obat ini hendaknya
terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter. Contoh obat-obatan
jenis ini adalah clonidine dan guanfacine.
7) Clonidine
Clonidine (antagonis sentral) merupakan obat antihipertensi yang
bekerja pada pusat control sistem saraf di otak. Clonidine
menurunkan tekanan darah dengan cara memperbesar arteri di
seluruh tubuh. Biasanya dokter akan memberikan jenis obat ini
untuk mengatasi hipertensi, serangan kecemasan dan untuk
membantu menghentikan kebiasaan minum alkohol dan
ketergantungan obat. Obat ini jarang digunakan karena memiliki
efek samping yang kuat seperti sakit kepala berat, pusing,
impoten, konstipasi, mulut kering, penambahan berat badan,
gangguan konsentrasi berfikir, serta masalah-masalah psikologis
seperti depresi. Penghentian terapi jenis obat ini tidak boleh
dilakukan secara tiba-tiba karena dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah secara mendadak dan berbahaya. Oleh karena itu,
jika akan menghentikan pengobatan pada obat ini hendaknya
terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter. Contoh obat-obatan
jenis ini adalah clonidine dan guanfacine.

15
16
PATHWAY

Faktor Yang Mempengaruhi: Genetik, Gaya Hidup,


Jenis Kelamin Dan Obesitas

Kerusakan Vaskuler Pembuluh Darah

Perubahan Struktur

Penyumbatan Pembuluh Darah

Hipertensi

Otak Gangguan sirkulasi Perubahan status cairan

Ginjal
Retensi Pembuluh darah sistemik Kurang terpapar informasi
pembuluh
darah
Vasokontriksi pembuluh darah ginjal Vasokontriksi
Defisit pengetahuan
Aliran darah menurun Afterload meningkat
Nyeri
akut
Edem Fatique
Resiko Tinggi Penurunan
Curah Jantung
Intoleransi aktivitas
Hipervolemia
17
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas klien mencakup: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, pekerjaan, suku bangsa, status, alamat, tanggal masuk
Rumah Sakit, tanggal pengkajian, nomor rekam medik, dan diagnosa
medis.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah,
palpitasi, pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada,
mudah lelah, dan impotensi.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan
memberikan pertanyaan tentang kronologi keluhan utama.
Keluhan lain yang menyerta biasanya: sakit kepala, pusing,
penglihatan buram, mual, detak jantung tak teratur, nyeri dada.
3) Riwayat kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi, penyakit jantung,
penyakit ginjal, stroke. Penting untuk mengkaji mengenai
riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji didalam keluarga adanya riwayat penyakit hipertensi,
penyakit metabolik, penyakit menular seperi TBC, HIV, infeksi
saluran kemih, dan penyakit menurun seperti diabetes militus,
asma, dan lain-lain
5) Aktivitas / istirahat
Gejala: kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea

18
6) Sirkulasi
Gejala :
a) Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/ katup dan penyakit serebrovaskuler
b) Episode palpitasi2)
Tanda :
a) Peningkatan tekanan darah
b) Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis,
takikardia
c) Murmur stenosis vulvular
d) Distensi vena jugularis
e) Kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer)
f) Pengisian kapiler mungkin lambat / tertunda
7) Integritas ego
Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress
multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan
pekerjaan).
Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan perhatian,
tangisan meledak, otot uka tegang, menghela nafas, peningkatan
pola bicara.
8) Eliminasi
Gejala: gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau riwayat
penyakit ginjal pada masa yang lalu.
9) Makanan / cairan
Gejala:
a) Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi
garam, lemak serta kolesterol
b) Mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini
(meningkat/turun)
c) Riwayat penggunaan diuretic

19
Tanda:
a) Berat badan normal atau obesitas
b) Adanya edema
c) Glikosuria
10) Neurosensori
Gejala:
a) Keluhan pening / pusing, berdenyut, sakit kepala,
suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara
spontan setelah beberapa jam)
b) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan abur,
epistakis)
Tanda:
a) Status mental, perubahan keterjagaanm orientasi, pola/ isi
bicara, efek, proses pikir
b) Penurunan kekuatan genggaman tangan
11) Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala: angina (penyakit arteri koroner / keterlibatan jantung),
sakit kepala
12) Pernapasan
Gejala:
a) Dispnea yang berkaitan dari aktivitas/ kerja, takipnea,
ortopnea. Dispnea
b) Batuk dengan / tanpa pembentukan sputum
c) Riwayat merokok
Tanda:
a) Distress pernapasan / penggunaan otot aksesori pernapasan
b) Bunyi napas tambahan (crakles/mengi)
c) Sianosis
13) Keamanan
Gejala: gangguan koordinasi/ cara berjalan, hipotensi postural.
14) Pembelajaran / penyuluhan

20
Gejala:
a) Factor risiko keluarga: hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, diabetes mellitus.
b) Factor lain, seperti etnik, penggunaan pil KB atau hormone
lain, penggunaan alcohol/obat
Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
b. Intoleransi aktivitas (D.0056) berhubungan dengan kelemahan.
c. Defisit pengetahuan (D.0111) berhubungan dengan ketidaktahuan menemukan
sumber informasi.

21
22
No SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri Akut (D.0077) Tingkat nyeri (L. 08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi Observasi
agen pencedera fisiologis. keperawatan selama 3 x 24 jam, maka 1.1. Identifikasi skala nyeri
tingkat nyeri menurun, dengan kriteria 1.2. Idenfitikasi respon nyeri non verbal
Gejala dan tanda: hasil: 1.3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
1.4. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Subjektif: 1. Keluhan nyeri menurun 1.5. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Mengeluh nyeri 2. Meringis menurun 1.6. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Objektif: 3. Sikap protektif menurun 1.7. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
 Tampak meringis 4. Gelisah menurun 1.8. Monitor efek samping penggunaan analgetik
 Bersikap protektif 5. Kesulitan tidur menurun Terapeutik
(mis: waspada, 6. Frekuensi nadi membaik 1.9. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: TENS,
posisi hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
menghindari Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
nyeri) 1.10. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan,
 Gelisah pencahayaan, kebisingan)
 Frekuensi nadi 1.11. Fasilitasi istirahat dan tidur
meningkat 1.12. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
 Sulit tidur meredakan nyeri
Edukasi
1.13. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
1.14. Jelaskan strategi meredakan nyeri
1.15. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
1.16. Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
1.17. Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi

23
1.18. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2 Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas (L. 05047) Manajemen Energi (I.05178)
(D.0056) berhubungan Setelah dilakukan intervensi Observasi
dengan kelemahan. keperawatan selama 3 x 24 jam, maka 2.1 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
toleransi aktivitas meningkat, dengan 2.2 Monitor kelelahan fisik dan emosional
Gejala dan tanda: kriteria hasil: 2.3 Monitor pola dan jam tidur
obyektif: 2.4 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
 Frekuensi jantung 1. Keluhan Lelah menurun Terapeutik
meningkat > 20% 2. Dispnea saat aktivitas 2.5 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis: cahaya, suara,
dari kondisi menurun kunjungan)
istirahat 3. Dispnea setelah aktivitas 2.6 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
Subjektif: menurun 2.7 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Mengeluh lelah 4. Frekuensi nadi membaik 2.8 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
2.9 Anjurkan tirah baring
2.10 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
2.11 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
2.12 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
2.13 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

3 Defisit pengetahuan Tingkat pengetahuan (L. 12111) Edukasi Kesehatan (I.12383)


(D.0111) berhubungan Setelah dilakukan intervensi 3.1 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
dengan ketidaktahuan keperawatan selama 3 x 24 jam, maka 3.2 Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan

24
menemukan sumber status tingkat pengetahuan meningkat, motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
informasi. dengan kriteria hasil: 3.3 Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
3.4 Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
Gejala dan tanda: 1. Perilaku sesuai anjuran 3.5 Berikan kesempatan untuk bertanya
obyektif: meningkat 3.6 Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi Kesehatan
 Menanyakan 2. Verbalisasi minat dalam 3.7 Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
masalah yang belajar meningkat 3.8 Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup
dihadapi 3. Kemampuan menjelaskan bersih dan sehat
pengetahuan tentang suatu
Subjektif: topik meningkat
 Menunjukkan 4. Kemampuan menggambarkan
perilaku tidak pengalaman sebelumnya yang
sesuai anjuran sesuai dengan topik meningkat
 Menunjukkan 5. Perilaku sesuai dengan
persepsi yang pengetahuan meningkat
keliru terhadap 6. Pertanyaan tentang masalah
masalah yang dihadapi menurun
7. Persepsi yang keliru terhadap
masalah menurun

25
DAFTAR PUSTAKA

Ansori. (2015). Metodologi Penelitian. Paper Knowledge . Toward a Media


History of Documents, 3(April), 49–58.
Basri, M., Rahmatia, S., K, B., & Oktaviani Akbar, N. A. (2022). Relaksasi Otot
Progresif Menurunkan Tekanan Darah Pasien Hipertensi. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 11, 455–464.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i2.811
Dinarti & Muryanti, Y. (2017). Bahan Ajar Keperawatan : Dokumentasi
Keperawatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Farmasi, F., Muhammadiyah, U., & Timur, K. (2021). Rizki Nur Azmi, Dwi
Lestari, Dia Urahman, Sellania Tifana 2021. VIII(2), 8–12.
Manafe, L. A., & Berhimpon, I. (2022). Hubungan Tingkat Depresi Lansia
Dengan Interaksi Sosial Lansia di BPSLUT Senja Cerah Manado. Jurnal
Ilmiah Hospitality 749, 11(1), 749–758.
Marbun, W. S., & Hutapea, L. M. N. (2022). Penyuluhan Kesehatan Pada
Penderita Hipertensi Dewasa Terhadap Tingkat Pengetahuan Hipertensi.
Jurnal Keperawatan Silampari, 6(1), 89–99.
Media Kaltim.com. (2022). Hipertensi Terbanyak Diderita Warga Kaltim. Media
Kaltim. https://mediakaltim.com/hipertensi-terbanyak-diderita-warga-kaltim/
Nuraini, B. (2015). Risk Factors of Hypertension. J Majority, 4(5), 10–19.
Parellangi, A. (2019). Intervensi Terapi Tertawa Modifikasi Menurunkan Tekanan
Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi. In Google Scholar.
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/55/
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Edisi 1). DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Edisi 1). DPP PPNI.
Sari, N. P. (2020). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hipertensi yang di
Rawat di Rumah Sakit. 1–102.
http://repository.poltekkeskaltim.ac.id/1069/1/KTI Novia Puspita Sari.pdf
World Health Organization. (2021). Hypertension (Issue March, pp. 1–2).
https://www.who.int/newsroom/fact-sheets/detail/hypertension/

26

Anda mungkin juga menyukai