Teori Adobsi Inovasi
Teori Adobsi Inovasi
Teori Adobsi Inovasi
Oleh :
RINGKASAN
PENDAHULUAN
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa wabah pandemi ini memiliki efek
yang luar biasa sehingga memaksa dunia pendidikan tinggi mengubah dan
mengadaptasi pola kerja baru yakni dari pelayanan konvensional menjadi
pelayanan yang berbasis daring (online). Pada dasarnya, sebagai pelopor
pendidikan tinggi di Indonesia, UNY telah memiliki platform untuk implementasi
sistem pembelajaran jarak jauh sebelum wabah COVID-19. Oleh karenanya,
ketika ada kebijakan pemerintah mengenai "belajar dari rumah" selama pandemi
Covid-19, UNY hanya perlu meneruskan saja implementasi pembelajaran daring
tersebut dengan platform yang telah disediakan yaitu Be-Smart UNY. Namun,
meski infrastruktur teknologi dan SDM-nya telah disiapkan dengan baik,
implementasi pembelajaran daring yang dilakukan oleh dosen masih sangat
terbatas. Hal ini disebabkan karena berbagai hal, diantaranya adalah kurangnya
sosialisasi penggunaan baik di kalangan dosen ataupun mahasiswa, kurangnya
jadwal pelatihan bagi pengguna Be-Smart khususnya dosen, rendahnya motivasi
dosen dalam mengembangkan sistem pembelajaran secara daring, dan kendala
lainnya yang dirasakan oleh mahasiswa lebih tertuju pada kurangnya fasilitas
komputer yang dapat digunakan (Sukardi, dkk, 2007).
Padahal jika ditinjau lebih jauh, platform Be-Smart UNY sudah sangat
memadai. Mahasiswa dapat secara leluasa mengakses berbagai materi perkuliahan
yang terdaftar, forum diskusi, ruang chat, serta mengerjakan tugas kuliah dari
dosen. Selain itu, dosen pun juga dapat memanfaatkan Be-Smart UNY untuk
memberikan variasi pembelajaran secara konvensional. Namun karena tidak
semua dosen terbiasa menggunakan platform Be-Smart UNY, dosen diberikan
kebebasan untuk menggunakan platform lainnya seperti Whatsapp group, aplikasi
video conference seperti Zoom, Google Meet, Google classroom, maupun Webex.
Rogers (2003) dalam Sahin (2006) mendefinisikan difusi sebagai suatu proses
dimana suatu inovasi yang baru dikomunikasikan oleh seseorang melalui saluran-
saluran tertentu dengan rentang waktu tertentu di dalam suatu kelompok
masyarakat. Rogers juga menyebutkan bahwa ada empat unsur utama dalam
difusi, hal tersebut ialah inovasi, saluran komunikasi, waktu dan social system.
Ansorudin Sidik (2007) mengungkapkan tujuan dari difusi berbeda dengan tujuan
dari komunikasi. Tujuan dari difusi adalah perubahan perilaku dari masyarakat
sedangkan tujuan komunikasi sekedar perubahan pengetahuan dan sikap. Agar
masyarakat mengadopsi teknologi terbaru, pengenalan terhadap inovasi teknologi
yang ditawarkan tidak berhenti pada tujuan komunikasi saja melainkan lebih
kepada tujuan difusi.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini akan secara khusus mengkaji dan
menganalisis menggunakan pendekatan teori difusi inovasi milik Rogers untuk
mengetahui bagaimana proses difusi pada pembelajaran daring khususnya di FIS
UNY. Fokus penelitian dari sisi komunikasi dikonstruksikan bagaimana proses
adopsi inovasi yang dilakukan oleh dosen. Dengan bahasan ini diharapkan dosen
lebih mudah beradaptasi terhadap adanya perkembangan teknologi terbaru
terutama pada masa pandemi Covid-19.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana proses difusi inovasi teknologi komunikasi pembelajaran
daring di era pandemi Covid-19 di FIS UNY?
2. Bagaimana proses adopsi inovasi yang dilakukan oleh dosen FIS UNY?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana proses difusi inovasi teknologi komunikasi
pembelajaran daring di era pandemi Covid-19 di FIS UNY;
2. Untuk mengetahui bagaimana proses adopsi inovasi yang dilakukan oleh
dosen FIS UNY.
D. Kontribusi Penelitian
Penelitian ini akan memberikan sumbangan konseptual dalam mengatasi
hambatan yang dihadapi oleh dosen dengan menghasilkan sebuah konsep
dasar mengenai identifikasi adopter pada setiap tahapan difusi inovasi berupa
teknologi komunikasi pembelajaran daring di era pandemi Covid-19. Spesifikasi
luaran penelitian antara lain berupa artikel ilmiah yang dimuat di jurnal
internasional bereputasi atau jurnal nasional terakreditasi. Selain itu luaran
penelitian juga diseminasikan dalam seminar internasional ICERI 2020.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Difusi Inovasi
Menurut Mizar, Mawardi, Maksum, dan Rahardjo (2008) adopsi merupakan
penerimaan atau penggunaan suatu ide, alat – alat (mesin) atau teknologi baru
oleh adopter yang disampaikan oleh pembawa teknologi. Sementara itu telah
diakui secara umum bahwa teknologi dapat membantu organisasi meningkatkan
kinerja dan selanjutnya mencapai keunggulan kompetitif (Ellitan, 2003). Teori
difusi inovasi atau Diffusion of Innovation (DOI) yang dikemukakan oleh Rogers
pada tahun 1983 (Rogers, 2003) merupakan kerangka teori yang digunakan untuk
memahami evaluasi, adopsi dan implementasi teknologi; serta mengidentifikasi
faktor-faktor yang menghambat dan mendorong adopsi dan implementasi
teknologi (Fichman, 1992).
Rogers (2003: 14-16) mengemukakan lima kriteria dalam teori difusi inovasi
yang menjadi penentu adopsi teknologi baru. Kriteria pertama, relative advantage
menunjukkan sejauh mana sebuah inovasi teknologi lebih dari inovasi
sebelumnya. Manfaat ini dapat dilihat dari sudut pandang teknis, ekonomis,
prestise, kenyamanan dan kepuasan. Jika seseorang merasa bahwa sebuah inovasi
teknologi memberikan relative advantage yang tinggi maka ia akan mengadopsi
teknologi tersebut. Kriteria kedua, compatibity adalah kesesuaian sebuah inovasi
teknologi dengan nilai diri adopter, pengalaman adopter, dan kebutuhan adopter.
Kriteria ketiga, complexity (Rogers, 2003: 15) merujuk pada tingkat kesulitan
pemahaman dan penggunaan sebuah inovasi teknologi. Semakin kompleks dan
rumit sebuah inovasi teknologi akan lebih sulit diadopsi. Kriteria keempat,
trialability (Rogers, 2003: 16) adalah sejauh mana suatu inovasi teknologi dapat
dicoba dan diuji. Kriteria terakhir yang menjadi pertimbangan dalam mengadopsi
teknologi baru adalah observability, kriteria ini terkait dengan sejauh mana hasil
adopsi inovasi teknologi dapat diamati dan dikomunikasikan. Jika sebuah inovasi
bisa dicoba sebelum diadopsi maka akan meningkatkan keinginan individu
mengadopsi teknologi baru (Wahid dan Iswari, 2007).
Mizar dkk (2008) menyimpulkan bahwa dalam mengukur penerimaan adopsi
inovasi teknologi, teori difusi inovasi lebih menekankan pada aspek teknis.
Peneliti- peneliti tersebut menyatakan disamping aspek teknis terdapat tiga hal
lain yang tak kalah penting yaitu aspek lingkungan, aspek organisasi, dan aspek
individual. Al-Qeisi (2009) menyebutkan adanya empat kriteria tambahan yang
mempengaruhi adopsi teknologi yaitu: 1) tipe dari inovasi teknologi; 2) saluran
komunikasi; 3) sistem sosial; dan 4) perubahan agen promosi.
B. Kategori Adopter
Rogers (2003: 22) menyatakan berdasarkan karakteristik individu seperti
kondisi sosial ekonomi, perilaku dalam berinteraksi dan berkomunikasi maka
perilaku dalam mengadopsi sebuah inovasi dapat dipilah menjadi lima kategori
yaitu inovator, early adopter, early majority, late majority, dan laggards. Rogers
(2003) menggambarkan perilaku terhadap adopsi inovasi baru tersebut
membentuk kurva distribusi normal seperti yang tampak pada Gambar 1 berikut.
C. Saluran komunikasi
Dalam pengambilan keputusan terhadap sebuah inovasi, saluran komunikasi
memegang peranan penting dalam proses tersebut. Saluran komunikasi
merupakan alat yang digunakan dalam proses penyampaian pesan dari satu
individu ke individu lain. Menurut Soekartawi (dalam Sarwoprasdjo, Sri, &
Mulyandari, 2016), salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi kecepatan
adopsi inovasi adalah pola hubungan pengadopsi dalam memperoleh sumber
informasi. Media massa merupakan suatu saluran yang digunakan untuk
mentransmisikan pesan yang memungkinkan sumber untuk mencakup beberapa
audiens sekaligus. Komunikasi massa menunjukkan seluruh sistem yang
menunjukkan pesan-pesan diproduksi, dipilih untuk disiarkan dan ditanggapi.
Komunikasi massa menyiarkan informasi ide atau gagasan serta sikap kepada
komunikan yang beragam dalam jumlah yang besar dengan menggunakan media
(Setiawati, 2008). Media massa dapat meliputi media cetak dan elektronik seperti
buku, majalah, televisi, radio, koran yang audiensnya bersifat heterogen.
Media massa digunakan sebagai saluran komunikasi untuk mencari informasi
oleh early adopter dan early majority karena ketika mereka meyadari akan adanya
teknologi baru tersebut lingkungan sosial mereka belum sadar dan minim akan
informasi tersebut. Hal ini membuat early adopter dan early majority
menggunakan media massa sebagai alat untuk menggali informasi akan inovasi
ini.
Karakteristik media massa yang bersifat cepat dalam penyebarannya sangat
berpengaruh terhadap penerimaan adopter awal. Penyebaran informasi yang
digunakan untuk menyampaikan pesan terkait adanya inovasi baru dengan
menggunakan media massa akan sangat efektif dalam menjangkau sasaran.
Saluran media massa mampu secara cepat menjangkau adopter tingkat awal.
Saluran komunikasi interpersonal meliputi penyampian pesan yang dilakukan satu
individu ke individu lainnya. Saluran interpersonal merupakan cara yang
digunakan melalui pendekatan pribadi dengan tujuan individu mau mengadopsi
sebuah inovasi (Pratama dalam Puspitasari, 2017). Dalam komunikasi
interpersonal, peran komunikator sangat menentukan keberhasilan pesan yang
diterima calon adopter.
2. Persuasion (Persuasi)
Tahap persuasi menunjukkan bagaimana individu atau keompok bersikap
setelah memiliki pengetahuan tentang inovasi. Tahap persuasi mengarah kepada
bagaiman individu memandang positif atau negative terkait inovasi. Selama tahap
ini, indvidu akan terus mencari informasi guna mengurangi ketidakpastian,
informasi yang dicari lebih mempengaruhi sisi afektif dibanding kognitif.
4. Implementation (Pelaksanaan)
Pada tahap ini sebuah inovasi dipraktekkan. Pada tahap ini individu mulai
menggunakan inovasi dalam kegiatan recording mereka. Ketidakpastian akan
hasil bisa saja membuat adopter untuk berhenti memakai inovasi.
5. Confirmation (Pemantapan)
Pada tahap ini individu telah memutuskan untuk tetap menerima inovasi atau
berhenti menggunakannya. Pada tahap ini, adopter dapat berhenti memakai
inovasi dengan jika ada inovasi yang lebih baik untuk menggantikan inovasi saat
ini, penghentian jenis ini disebut pengganti penghentian. Jenis lainnya adalah
penghentian kekecewaan, dimana individu menolak atau berhenti menerima
inovasi karena tidak puas akan kinerjanya (Rogers dalam Sahin, 2006).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Roadmap Penelitian
Adapun proses difusi inovasi teknologi komunikasi pembelajaran daring yang
dikaji pada masa pandemi tahun 2020 menjadi referensi penelitian di tahun
berikutnya. Sampai pada tahun 2022 diharapkan tercipta proses atau prototipe
produk yang mendukung program kemerdekaan kampus untuk kegiatan belajar
mengajar (KBM).
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
digunakan untuk mengemukakan gambaran mengenai bagaimana dan mengapa
suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi (Pawito 2008 : 35). Pada penelitian
ini peneliti ingin memberi gambaran mengenai adopsi teknologi komunikasi
pembelajaran daring maka metode yang tepat ialah dengan pendekatan deskriptif.
Menurut Bajari (2015), tujuan dari penelitian deskriptif adalah mengembangkan
konsep dan menghimpun fakta-fakta, bukan untuk menguji hipotesis. Penelitian
deskriptif berusaha menemukan pola sederhana yang didasarkan pada konsep
terntentu.
C. Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Yogyakarta mulai dari bulan April hingga September 2020.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah dosen di lingkungan FIS UNY. Subjek penelitian
diambil secara purposif, yaitu dilakukannya berbagai pertimbangan mengambil
subjek penelitian yang memiliki kompetensi sesuai dengan tujuan penelitian.
A. Inovasi
Inovasi merupakan ide, gagasan atau konsep yang diterima sebagai sesuatu
yang baru oleh masyarakat atau unit penerima lainnya, sedangkan digitalisasi
menurut Rogers merupakan sebuah produk inovasi (Rogers dalam Setyawan,
2017). Dalam penelitian ini, inovasi yang dimaksudkan adalah teknologi
komunikasi pembelajaran daring yang hadir sebagai inovasi bahkan sebelum
munculnya pandemi.
Pembelajaran daring di Fakultas Ilmu Sosial UNY sendiri sebenarnya sudah
pernah dilakukan secara blended, yakni kombinasi antara pembelajaran tatap
muka dengan daring. Ada beberapa dosen di FIS UNY yang memang menerapkan
metode ini sebagai solusi kedinamisan dalam pembelajaran. Salah satu platform
teknologi komunikasi yang digunakan dalam pembelajaran daring adalah besmart.
kutipan
Dari beberapa defenisi yang telah di paparkan diatas dapat disimpulkan
bahwa e-learning merupakan suatu proses pembelajaran jarak jauh yang berbasis
elektronik dengan memanfaatkan media jaringan komputer. Selain menggunakan
e-learning sebagai sarana pembelajaran, dosen maupun mahasiswa juga
menggunakan teknologi komunikasi seperti Whatsapp, Telegram dan video
conference seperti Zoom, Google Meet dan lain-lain.
B. Kategori Adopter
Berdasarkan waktu pengambilan keputusan, kategori pengadopsi inovasi terbagi
atas beberapa kategori antara lain (a) inovator, (2) early adopter, (3) early
majority, (4) late majority dan (5) leggards. Inovator, adalah penggagas pertama
sebuah inovasi dan hal-hal baru sangat disenangi oleh mereka. Dalam
menyampaikan ide yang baru, seorang inovator dapat menggunakan berbagai
saluran komunikasi. Early adopter, adalah mereka yang menerima ide baru
pertama kali dari inovator, dan sangat berpengaruh dalam sistem tatanan sosial.
Early majority, merupakan pengadopsi selanjutnya dari inovasi, mereka menerima
inovasi selangkah lebih cepat dibanding yang lainnya. Late majority, adalah
kategori keempat, dimana masing masing individu akan mengadopsi sebuah
inovasi apabila sebagaian besar anggota dalam sistem sosialnya telah mengadopsi.
”iya selalu, banyak sekali media yang diajarkan mulai dari besmart, google
clasroom, google meet, dan masih banyak lagi. Jadi karena saya memang
concernnya ke media digital alhasil memang banyak yang kemudian saya ajarkan
terkait berbagai hal yang berbau teknologi baik kepada para dosen baik formal
maupun informal”.
Karakter individu early adopter merupakan kategori adopsi yang dihormati oleh
anggota dibawahnya. Mereka juga mempunyai pengaruh dan jaringan informasi
yang kuat serta kemampuan berkomunikasi yang baik. Jam terbang yang tinggi
dalam penggunaan inovasi teknologi pembelajaran serta banyak mengikuti
kegiatan workshop di dalam maupun diluar fakultas membuat karakter ini
disegani. Selain itu early adopter juga terbuka terhadap informasi, mereka lebih
cepat mendapat informasi daripada anggota sosial lainnya. Mereka juga sering
melakukan sharing terhadap rekan sejawat atau anggota dibawahnya.
Early majority dalam penelitian ini memiliki karakteristik yakni terbuka terhadap
informasi dan memiliki jaringan yang luas.
“sesama dosen sering, misal saya dengan pak Miftah, saya dengan pak Danar,
saling komunikasi ini bagaimana. Karena kita satu sama lain juga kadang tidak
tahu secara penuh proses atau langkah-langkah menggunakan media digital
tersebut. Misal saya tahu disini, pak Miftah tahu disini, jadi saling bertukar
informasi saja”.
Beberapa media sosial yang sudah familiar seperti instagram dan twitter menjadi
salah satu media pembelajaran selain besmart.
Hal serupa juga disampaikan oleh Dyna Herlina, yang sudah menggunakan media
sosial sebagai alat pembelajaran dari tahun 2017.
“aku tuh pakai twitter secara rutin tahun 2017, 2018, 2019...........”.
Setiap anggota early majority memiliki sifat keterbukaan yang cukup tinggi
terhadap informasi terkait inovasi. Mereka aktif mencari informasi dengan
menggunakan berbagai jenis media. Mereka juga berekplorasi dengan media
pembelajaran yang lain untuk menemukan alternatif yang lain. Sedangkan untuk
kategori late majority dalam penelitian ini merupakan tenaga pengajar yang
mengadopsi inovasi teknologi pembelajaran setelah banyak dipakai oleh yang
lain. Individu ini memiliki karakteristik yakni lamban dalam proses adopsi dan
cenderung curiga terhadap inovasi.
“kalau saya sendiri lebih ke menunggu sih orangnya, nggak inisiatif untuk
membantu, ya kalau menunggu beliaunya kesusahan ya saya bantu”.
(Herdian, Dosen Administrasi Publik FIS UNY).
“tidak, kalau inisiatif sendiri dikira menggurui, biasanya beliau menanya dulu
kemudian semampu saya menunjukan caranya”.
C. Saluran Komunikasi
Dalam pengambilan keputusan terhadap sebuah inovasi, saluran komunikasi
memegang peranan penting dalam proses tersebut. Saluran komunikasi
merupakan alat yang digunakan dalam proses penyampaian pesan dari satu
individu ke individu lain. Menurut Soekartawi (dalam Sarwoprasdjo, Sri, &
Mulyandari, 2016), salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi kecepatan
adopsi inovasi adalah pola hubungan pengadopsi dalam memperoleh sumber
informasi. Temuan dari hasil wawancara menunjukkan bahwa adaptasi terhadap
penggunaan teknologi menjadi sebuah alternatif kegiatan pembelajaran di era
pandemi seperti saat ini.
“ya karena kondisi pandemic, saat ini yang membuat pembelajran tatap
muka tidak memungkinkan sehingga dilakukan secara daring yang media
utamanya adalah digital, sehingga pembelajaran tetap dapat dilakukan”
(Agustina, Dosen Jurusan Pendidikan IPS FIS UNY).
Saluran komunikasi dalam mendapatkan informasi menjadi sebuah upaya yang
seharusnya dilakukan untuk mencapai tujuan. Penyampaian pesan menggunakan
teknologi digital menjadi sebuah hal yang seharsunya dipahami dan dimiliki oleh
setiap individu, khususnya pada kegiatan pembelajaran. Penyaluaran informasi
melalui digital menjadi sebuah jembatan atau solusi dalam menghadapi situasi dan
kondisi pandemi seperti saat ini. Sehingga seluruh proses dan aktivitas seseorang
dapat dijalankan sesuai dengan prinsip dan tujuan yang akan dicapai.
“......... sudah dua semester ini menerapkan blended learning, hanya dalam
pandemic ini full daring. Jadi konsep blended learing ini alasannya untuk
mengakomodir tingkat homogenitas mahasiswa yanag generasi sekarang.
Kalau mahasiswa jaman sekarang harus kita fasilitasi dengan teknologi
digital seperti itu”.
(Dyah Kumalasari, Dosen Jurusan Pendidikan Sejarah FIS UNY).
Proses saluran komunikasi menjadi hal pokok untuk menciptakan dan mengadopsi
era yang baru. Penggunaan teknologi digital memberikan tingkat kemudahan yang
banyak dalam proses pembelajaran. Pengadopsian teknologi komunikasi menjadi
hal yang efektif dan efisien dalam mendukung setiap kegiatan. Sehingga seluruh
kegiatan dapat terakomodir dalam sebuah teknologi digital guna meningkatkan
pengetahuan dalam dunia saluran informasi dan komunikasi.
“manfaat dari segi aspek waktu jauh lebih fleksibel dan efektif, disisi lain kita
membutuhkan energi dalam menyusun konseptualitas bagaimana merancang
media pembelajaran. .........dampaknya menunjukan waktu yang lebih bisa
fleksibeldan bisa diakses kapan pun. Kemudian dari aspek teknologi ini juga
menunjukan sisi kepraktisan, .........literasi digital yang baik adalah adopsi
pembelajaran daring, dari memamahi, mempelajarai, mempraktekkan, sehingga
ada upgrading dari knowlages dan skillnya. .......”.
Complexity, merupakan sejauh mana tingkat kerumitan yang dimiliki oleh sebuah
inovasi untuk dipahami dan digunakan. Semakin mudah inovasi dipahami oleh
masyarakat, maka peluang untuk diadopsi akan lebih cepat [8]. Dari hasil
wawancara menunjukkan bahwa tingkat kerumitan teknologi komunikasi
pembelajaran daring memiliki variasi yang berbeda beda.
“setalah saya mengerti cara kerjanya ya sekarang bisa, dulu di awal mungkin
saya mengalami kesulitan seperti tidak bisa meng-input presensi, kalau di
classroom bisa”.
Hasil temuan yang lain dari proses wawancara juga ditemukan bahwa tingkat
kerumitas penggunaan teknologi komunikasi dalam pembelajaran daring dari
variasi yang lainnya.
“saya kira enggak. Karena di internet banyak sekali yang menyediakan tutorial-
tutorial pelatihan berbagai macam platform tersebut. Kalau Besmart tutorialnya
sudah diunggah ke e-learning UNY sehingga bisa mempelajari sendiri”.
Temuan pendapat yang serupa juga ditemukan dalam proses pengambilan data
wawanacara kepada responden.
“enggak ada yang rumit. Cuma memang aplikasi pembuatan video memang
belom sempat, paling saya membuat video pembelajaran dari ppt saja”.
“iya kadangkala saya merasa rumit, karena kerumitan saya itu mungkin karena
diri saya sendiri gaptek sehingga agak susah mengikuti perkembangan”.
Temuan dari hasil wawancara dengan pendapat yang serupa juga disampaikan
oleh responden yang mengalami tingkat kerumitan penggunaan teknologi
komunikasi dalam pembelajaran daring.
“sinya terutama, karena memang daerah saya itu sinyalnya susah dan dibelakang
rumah saya itu sutet jadi mungkin terhalang sutet tersebut. ............. beberapa
media seperti google clasroom, saya mengirim ppt itu ada beberapa gadget
mahasiswa yang tidak kompatibel”.
Selain permasalahan teknis pada dosen, tingkat kerumitan secara teknis juga
menjadi permasalahan pada objek pendidikan, yaitu mahasiswa. Hal ini
ditemukan dalam proses wawancara pengambilan data responden.
“gangguan teknis terutama, pokoknya bukan berasal dari kita. Mahasiswa sendiri
masuk juga ribet, dosen masukin course juga sulit. .....”
Decision stage, mengacu tahapan ketika individu mulai terlibat lebih jauh dalam
proses adopsi, aktivitas individu mengarah pada pilihan adopsi atau rejection
inovasi. Adopsi merupakan keputusan untuk menggunakan secara penuh sebuah
inovasi sedangkan rejection berarti penolakan untuk menggunakan inovasi. Pada
tahap ini, adopter akan mengambil keputusan terkait penggunaan inovasi, setiap
keputusan yang adopter pilih disertai alasan mereka mengambil keputusan
tersebut.
Keputusan adopter dalam penelitian ini didasari oleh beberapa alasan. Optional
innovation-decison, yakni ketika informan memutuskan untuk mengadopsi atas
kemauan diri sendiri bukan atas paksaan dari anggota lain dari sistem social [9].
Adopter tidak terpengaruh apakah inovasi tersebut sudah banyak yang
menggunakan dan telah familiar atau tidak.
“....karena saya memiliki minat lebih dalam dunia digital terutama yang
berhubungan dengan kemampuan mata kuliah bidang geografi tehnik yang saya
ampu”.
Motivasi dari pimpinan atau pihak lain dalam pengambilan keputusan penggunaan
teknologi komunikasi sebagai media pembelajaran daring tidak memiliki
pengaruh yang lebih dalam penerapannya.
“baik dengan metode kan ada plus minusnya, sehingga kemudian adanya
kekurangan itu ditutupi dengan metode lain, jadi tidak berpatokan pada satu
platform”.
Confirmation, pada tahap ini individu telah memutuskan untuk tetap menerima
inovasi atau berhenti menggunakannya. Pada tahap ini, adopter dapat berhenti
memakai inovasi jika ada inovasi yang lebih baik untuk menggantikan inovasi
saat ini, penghentian jenis ini disebut pengganti penghentian. Jenis lainnya adalah
penghentian kekecewaan, dimana individu menolak atau berhenti menerima
inovasi karena tidak puas akan kinerjanya [2]
”iya, saya masih menggunakan media digital karena situasi pandemi dan arahan
atau instruksi dari rektor dan alasan yang paling kuat mendasarinya adalah
regulasi karena masih pandemi.......”.
(Titis, Dosen Jurusan Administrasi Publik FIS UNY).
“kemungkinan iya, mungkin besmart karena itu yang disarankan oleh UNY”.
“karena dihadapkan masa pandemi saat ini dan dilarang perkuliahan tatap muka.
Sebelum pandemi lebih pada berkaitan dengan tugas dosen yang Tri Dharma PT
sehingga tidak ada tugas yang ditinggalkan, lalu apabila jadwal mengajar yang
bersamaan bisa semuanya tercover tanpa merugikan pihak manapun”.
“...........Dan apalagi dalam konteks pandemi memang pembelajaran ini kan harus
dilaksanakan secara daring karena tidak ada pilihan lain, sehingga jelas sampai
saat ini penggunaan media digital itu sangat berperan penting”.
E. Kesimpulan
Teknologi komunikasi pembelajaran digital yang digunakan dalam lingkungan
FIS UNY merupakan produk inovasi dari pengembangan internal yakni berupa
platform pembelajaran digital besmart. Pembelajaran daring dengan teknologi
tersebut sudah cukup memenuhi kebutuhan perkuliahan. Fleksibilitas merupakan
keunggulan yang tidak dimiliki dari pembelajaran konvensional. Adopter dalam
penelitian ini juga menggunakan media pembelajaran yang lain untuk mencari
alternatif selain yang disediakan pihak universitas. Kategori adopter dalam
penelitian ini terbagi tiga yakni early adopter, early majority dan late majority.
DAFTAR PUSTAKA
Mizar, A dan Mawardi, M Maksum, M dan Rahardjo B., 2008. Tipologi dan
Karakteristik Adopsi Teknologi pada Industri Kecil Pengolah Hasil Pertanian.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008 – Yogyakarta, 18-19
November.
Rogers, Everett M. 2003. Diffusion of Innovations, 5th ed. New York: Free Press.
A Division of Macmillan Publishing Co Inc.
Wahid F., dan Iswari L. 2007. Adopsi Teknologi Informasi oleh UKM di
Indonesia. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi. Yogyakarta, 16
Juni