Interferensi Dan Integrasi Bahasa
Interferensi Dan Integrasi Bahasa
Interferensi Dan Integrasi Bahasa
Kelompok 2
Ridwan Anas 23881010
Deti Oktapiyani 23881001
SEKOLAH PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
INSTITUT PENDIDIKAN INDONESIA
GARUT
2024
I. Pendahuluan
Bahasa bersifat arbitrer (mana suka), maka dari itu banyak sekali
dijumpai beragam bahasa dari belahan dunia. Seperti Indonesia yang kaya
suku bangsa. Suku tersebut memiliki bahasa daerahnya masing-masing.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa kesatuan Republik Indonesia yang dapat
menyatukan berbagai macam suku. Tetapi, bahasa Indonesia tidak selamanya
merupakan bahasa ibu (B1) bagi masyarakat pemakai bahasa Indonesia.
Adakalanya bahasa Indonesia merupakan bahasa ajaran (B2) bagi masyarakat
Indonesia. Keanekabahasaan seperti ini sangat berhubungan dengan
pengajaran bahasa. Ketika seorang melanggar kaidah berbahasa Indonesia
2
dengan memasukkan kata asing atau daerah dalam tuturan bahasa Indonesia,
tuturan mereka dianggap menyalahi kaidah dalam berbahasa Indonesia.
3
Interferensi juga timbul disebabkan oleh dominannya sistem bahasa
pertama yang mempengaruhi pemakaian bahasa kedua dalam peristiwa
komunikasi, emosi, kepekaan, dan sikap penutur. Peristiwa kontak
bahasa yang terjadi tidak akan menyebabkan interferensi sepanjang
sistem bahasa yang ada pada bahasa pertama memiliki kesamaan dengan
sistem bahasa pada bahasa kedua. Akan tetapi, apabila terjadi perbedaan
sistem antara bahasa pertama dan kedua, maka akan terjadi kekacauan
yang akan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan atau kesalahan
yang dikenali dengan istilah interferensi.
4
konteks pembicaraan non-formal alias bahasa gaul, hal ini tidak menjadi
suatu masalah yang signifikan. Namun, jika pemakaian bahasa campur aduk
ini dibawa ke dalam sebuah forum formal, misalnya perkuliahan, ataupun
bahasa dalam surat kabar, maka fenomena ini menjadi suatu permasalahan
yang cukup serius.
5
Fenomena ini terkesan menelanjangi identitas kebangsaan kita. Seakan
bahasa Indonesia tidak bisa terlihat lebih baik dibandingkan dengan
pemakaian bahasa asing, dalam kasus ini bahasa Inggris. Mungkin dengan
adanya tuntutan hidup di era globalisasi, maka masyarakat dituntut pula
untuk dapat “bergaul” secara global. Namun pada akhirnya dalam
pergaulannya, masyarakat kehilangan identitas kebangsaannya: Bahasa
Indonesia.
Interferensi dan integrasi bahasa pada umumnya dianggap sebagai gejala tutur
(speech parole) yang terjadi pada dwibahasawan dan peristiwanya dianggap
sebagai penyimpangan. Interferensi dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu
terjadi karena unsur-unsur serapan itu sudah ada padanannya dalam bahasa
penyerap. Cepat atau lambat sesuai dengan perkembangan bahasa penyerap,
interferensi diharapkan semakin berkurang atau sampai batas yang paling minim.
Interferensi dan integrasi bahasa berhubungan dengan teori sosiolinguistik lainnya
seperti kontak bahasa, bilingualisme/dwibahasa, alih kode dan campur kode.
6
2.1 Peristiwa Kontak Bahasa
7
a. Hubungan antara pembicara dengan pendengar
b. Macam bahasa beserta variasinya yang berkembang dalam masyarakat
c. Penggunaan bahasa sesuai dengan faktor kebahasaan maupun non
kebahasaan termasuk kajian tentang kedwibahasaan.
Apabila ada dua bahasa atau lebih digunakan secara bergantian oleh
penutur yang sama, maka dapat dikatakan bahasa-bahasa tersebut dalam
keadaan saling kontak. Sebagai contoh, adanya kontak bahasa antara bahasa
Ogan dan bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penutur bahasa Ogan.
Kontak bahasa terjadi dalam diri penutur. Individu tempat terjadinya kontak
bahasa disebut dwibahasawan, sedangkan peristiwa pemakaian dua bahasa
atau lebih secara bergantian oleh seseorang disebut kedwibahasaan
(Weinreich dalam Suwito, 1983: 39).
Diebold dalam Suwito (1983: 39) menjelaskan bahwa kontak bahasa itu
terjadi dalam situasi konteks sosial, yaitu situasi di mana seseorang belajar
bahasa kedua dalam masyarakat. Pada situasi seperti itu dapat dibedakan
antara situasi belajar bahasa, proses perolehan bahasa dan orang yang belajar
bahasa. Dalam situasi belajar bahasa terjadi kontak bahasa, proses
pemerolehan bahasa kedua disebut pendwibahasaan (bilingualisasi) serta
orang yang belajar bahasa kedua dinamakan dwibahasawan.
8
kontak bahasa sudah selayaknya nampak dalam kedwibahasaan atau dengan
kata lain kedwibahasaan terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa.
2.2 Bilingualisme
9
kedwibahasaan, seorang dwibahasawan tidak harus menguasai secara aktif
dua bahasa, tetapi cukuplah apabila ia mengetahui secara pasif dua bahasa
tersebut. Perluasan itu berkaitan dengan pengertian kedwibahasaan yang
tadinya dihubungkan dengan penggunaan bahasa diubah menjadi
pengetahuan tentang bahasa.
10
menurut Ohoiwutun (2004: 21-23) terdapat tiga jenis kedwibahasaan
berdasarkan tipologinya: (1) kedwibahasaan majemuk, (2) kedwibahasaan
sejajar, (3) kedwibahasaan kompleks. Kedwibahasaan majemuk yaitu
penguasaan satu bahasa oleh seorang penutur, lebih baik daripada
penguaasaan bahasa yang lain. Kedwibahasaan sejajar yaitu ketika
penguasaan kedua bahasa sama baiknya. Kedwibahasaan kompleks yaitu
penguasaan penutur terhadap bahasa sama-sama kurang baik, sehingga pada
saat memakai bahasa satu, terpengaruh bahasa lain, dan sebaliknya.
11
bahasa atau lebih oleh seseorang, sedangkan kontak bahasa ialah pengaruh
suatu bahasa terhadap bahasa yang lain baik langsung maupun tidak.
Alih kode merupakan peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain,
baik pada tataran antarbahasa, antarvarian (baik regional atau sosial),
antarregister, antarragam, dan antargaya. Secara umum alih kode adalah
pergantian (peralihan) pemakaian dua bahasa atau lebih, beberapa variasi dari
satu bahasa, atau beberapa gaya dari satu ragam bahasa.
Faktor yang menjadi sebab dari adanya alih kode adalah faktor dari
penutur bahasa yang berusaha melakukan alih kode karena suatu maksud
tertentu. Faktor lain yang menyebabkan alih kode (1) lawan tutur (bicara),
karena ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh lawan tutur (bicara);
(2) penutur sadar melakukan alih kode karena suatu maksud; (3) hadirnya
penutur ketiga (untuk netralisasi dan menghormati hadirnya orang ketiga itu);
(4) pokok pembicaraan atau topik pembicaraan yang dominan yang
menentukan alih kode, terutama di bidang ilmu pengetahuan dengan istilah
yang belum tersedia (sumber dapat berupa bahasa asli dengan segala
variasinya, atau bahasa asing bagi unsur yang belum tersedia istilahnya)
(Suwito dalam Djjasudarma, 1994: 24).
12
bahasa yang sedang dipakai, sehingga perlu memakai kata atau ungkapan dari
bahasa asing; dalam bahasa tulisan dinyatakan dengan cetak miring atau
menggarisbawahi kata/ungkapan bahasa asing yang bersangkutan.
Alih kode dan campur kode ini berkaitan dengan peristiwa interferensi. Di
dalam peristiwa campur kode belum tentu ada interferensi, tetapi, dalam
peristiwa interferensi sudah pasti terjadi peristiwa campur kode.
1
Wibowo, Wahyu. (2003). Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 11
13
Contoh penyebab terjadinya multilingual pada Kalala yang disebabkan
karena faktor lingkungan
2
Holmes, Janet. (1994). An Introduction to Sociolingusitics. London and New York: Longman.
Hal. 21
3
Jendra, Made Iwan Indrawan. (2010). Sosiolinguistics The Study of Societies Languages.
Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal 189
14
bilingual.4 Bahasa memiliki sistem. Perubahan sistem yang terjadi pada suatu
bahasa dianggap menyalahi kaidah gramatika bahasa itu sendiri. Suatu unsur
bahasa lain yang berdiri sendiri pada struktur sebuah bahasa dianggap sebagai
pengacauan. Interferensi dapat terjadi ketika penutur bilingual maupun
multilingual tersebut memasukan dua bahasa sekaligus dalam suatu ujaran,
baik segi fonem, morfem, kata, frase, klausa, maupun kalimat. Interferensi
yang terjadi dapat dilihat pada tataran fonologis, morfologis, sintaksis,
leksikon, dan semantik.
4
Agustina, Leonie dan Abdul Chaer. (2004). Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rhineka
Cipta. Hal 120
5
Alwasilah, A. Chaedar. (1993). Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa. Hal. 114
6
Rahardi, R. Kunjana. (2010). Kajian Sosiolinguistik. Bogor: Ghalia Indonesia. Hal. 125
15
bahasa asli yang mengarah ke suatu kesalahan yang tidak tepat pada bahasa
target (dalam Dasih, 2002:14).
Dalam proses interferensi terdapat tiga unsur yang mengambil peran, yaitu
bahasa sumber atau donor, bahasa penyerap atau risipen dan unsur serapan
atau importasi (Suwito dalam Laela, 1999: 18). Di dalam Kamus Linguistik
(Kridalaksana, 2008) bahasa sumber berarti bahasa yang menjadi asal kata
pinjaman. Bahasa penyerap atau bahasa sasaran merupakan bahasa yang
16
menerima unsur bahasa dari bahasa sumber. Dalam kasus interferensi, bahasa
sumber dapat diartikan sebagai bahasa yang memberikan pengaruh sedangkan
bahasa sasaran adalah bahasa yang menerima pengaruh. Dalam peristiwa
kontak bahasa, mungkin sekali pada suatu peristiwa, suatu bahasa menjadi
bahasa donor, sedangkan pada peristiwa yang lain bahasa tersebut menjadi
bahasa resipien. Saling serap adalah peristiwa umum dalam kontak bahasa.
A1 D1
Bahasa
A2 D2
Indonesia
A3 D3
Kontak bahasa bisa terjadi antara bahasa yang masih dalam satu
kerabat maupun bahasa yang tidak satu kerabat. Interferensi
antarbahasa sekeluarga disebut dengan penyusupan sekeluarga
17
(internal interference) misalnya interferensi bahasa Indonesia dengan
bahasa Jawa. Sedangkan interferensi antarbahasa yang tidak
sekeluarga disebut penyusupan bukan sekeluarga (external
interference) misalnya bahasa interferensi bahasa Inggris dengan
bahasa Indonesia.
18
Ohoiwutun (2007: 72) mengatakan bahwa gejala interferensi dapat dilihat
dalam tiga dimensi kejadian. Pertama, dimensi tingkah laku berbahasa dari
individu-individu di tengah masyarakat. Kedua, dari dimensi sistem bahasa
dari kedua bahasa atau lebih yang berbaur. Ketiga, dimensi pembelajaran
bahasa.
19
bahasa asing sangat berlainan sehingga hampir tidak memiliki komponen
yang semirip sehingga proses pembelajaran semakin rumit.
Kosakata yang dimiliki oleh suatu bahasa umumnya hanya terbatas pada
pengungkapan di dalam masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, jika
20
masyarakat berinteraksi dengan kehidupan luar yang belum dikenalnya,
mereka umumnya bertemu dan mengenal konsep-konsep baru yang dirasa
perlu untuk dimiliki. Untuk menghadapi situasi seperti ini, pemakai bahasa
secara sengaja menyerap atau meminjam kosakata baru dari bahasa sumber
yang memuat konsep-konsep baru itu. Hal ini dilakukan karena tidak
cukupnya kosakata yang dimiliki akibat menghadapi kemajuan dan
pembaharuan. Faktor keterbatasan kosakata yang dimiliki oleh suatu bahasa
dapat menimbulkan interferensi.
21
Faktor kebiasaan dalam berbahasa mempunyai andil yang cukup besar
dalam interferensi. Penutur yang terbiasa menggunakan bahasa daerah dalam
tuturan sehari-hari suatu saat akan terbawa dalam pembicaraan ragam formal.
Interferensi dapat terjadi karena terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran
bahasa atau masuknya dialek bahasa ibu ke dalam bahasa kedua (Hortman via
Alwasilah, 1985: 131), asalkan ia seorang dwi bahasa.
Faktor penyebab interferensi yang lain adalah usia, seperti yang telah
diketahui perbedaan usia dapat menyebabkan perbedaan kemampuan
berbahasa. Berdasarkan faktor kebiasaan, seseorang yang berusia lanjut
frekuensi melakukan interferensi lebih besar karena usia juga mempengaruhi
daya ingat seseorang. Peristiwa interferensi ini dalam hubungannya dengan
pemerolehan bahasa sulit dihindari terutama pada diri orang yang sudah tua.
Lebih lanjut Soepomo (1978: 34) menjelaskan kesalahan yang bersifat
interferensi memang sulit dihindari, sebab hal itu tidak mudah dikontrol
karena kebiasaan semacam itu sudah mendarah daging. Alasan lain terjadinya
interferensi adalah untuk kepentingan eufemisme, gaya sopan, dan prestise.
22
pertimbangan kontak bahasa ialah fungsi yang dipenuhi oleh mobilitas
tersebut.
23
a. Interferensi Fonologis
Interferensi fonemis
Interferensi fonis
24
Indonesia merupakan bunyi apiko-palatal sedangkan pada
bahasa Jawa fonem /d/ merupakan bunyi apiko-dental. Akan
tetapi, interferensi fonis tidak akan menimbulkan salah paham,
mungkin hanya akan dianggap janggal saja (Kridalaksana,
1980: 28).
b. Interferensi Gramatika
Interferensi Morfologi
25
Harijatiwidjaja, 1995: 10). Dalam bahasa Indonesia, misalnya,
sering terjadi penyerapan afiks dari bahasa daerah, seperti
kebesaran, kemurahan, sungguhan, kepukul, dihabisin, dan
dibayangin. Pembentukan kata tersebut berasal dari bentuk
dasar bahasa Indonesia + afiks bahasa daerah. Contoh
interferensi morfologis adalah neonisasi, tendanisasi, ketabrak,
kejebak, yang seharusnya dalam bahasa Indonesianya adalah
peneonan, penendaan, tertabrak, terjebak. Bahasa Indonesia
tidak mengenal sufiks –isasi, melainkan konfiks pe-an untuk
menyatakan proses. Bahasa Indonesia juga menggunakan
perfiks ter- untuk menyatakan ketidaksengajaan. Sedangkan
kata ketabrak dan kejebak berasal dari bahasa Jawa dan Betawi
yang menyatakan ketidaksengajaan.
Maaf bu, tadi saya ketiduran. (Maaf bu, tadi saya tertidur.)
Yah apa boleh buat, better than no it. (Yah apa boleh buat,
lebih baik telat, daripada tidak.)
26
Interferensi Sintaksis
Ing ngendi wae ora ana keamanan, ing kono pembangunan ora
bisa kaleksanan kanthi becik. (Di mana saja tidak ada
keamanan, di situ pembangunan tidak bisa terlaksana dengan
baik.)
27
c. Interferensi Leksikal
Interferensi leksikal dapat berupa kata dasar, kata majemuk, dan frasa
(Weinreich dalam Harijatiwidjaja, 1995: 11). Interferensi pada tingkat
kata dasar, yaitu pemindahan urutan fonemik sekaligus dari satu
bahasa ke bahasa yang lain, merupakan jenis interferensi yang umum.
Contoh interferensi leksikal dari bahasa daerah: nyontek, gede,
gampang, bikin, dan banget. Interferensi leksikal dari bahasa asing,
misalnya killer, partner, open, book, dan broken home. Interferensi
leksikal dari bahasa prokem misalnya cuek, rumpi, kebetan, dan
mejeng.
d. Interferensi Semantik
28
bahasa Inggris distance menjadi kosakata bahasa Jerman. Atau
kata democration menjadi demokration dan demokrasi.
Interferensi penambahan makna atau additive interference, yakni
penambahan kosakata baru dengan makna yang agak khusus
meskipun kosakata lama masih tetap dipergunakan dan masih
mempunyai makna lengkap. Misalnya kata Father dalam bahasa
Inggris atau Vater dalam bahasa Jerman menjadi Vati. Pada
usaha-usaha ‘menghaluskan’ makna juga terjadi interferensi,
misalnya: penghalusan kata gelandangan menjadi tunawisma dan
tahanan menjadi narapidana.
Interferensi penggantian makna atau replasive interference, yakni
interferensi yang terjadi karena penggantian kosakata yang
disebabkan adanya perubahan makna seperti kata saya yang
berasal dari bahasa melayu sahaya.
29
tidak ditekan, hal ini akan mengancam eksistensi sebuah bahasa akibat
individual atau komunitas yang memakai sebuah bahasa dengan konvensinya
masing-masing di dalam konvensi universal yang telah ditetapkan. Hal ini,
menjadi salah satu alasan pentingnya pengajaran bahasa di jenjang formal
khususnya agar bahasa yang digunakan sesuai dengan konvensi yang
seharusnya.
30
suatu bentuk leksikal. Misalnya, sejumlah orang menganggap bahwa bentuk
leksikal tertentu sudah terintegrasi, tetapi sejumlah orang yang lain
menganggap belum.
Dalam proses integrasi unsur serapan itu telah disesuaikan dengan sistem
atau kaidah bahasa penyerapnya, sehingga tidak terasa lagi keasingannya.
Penyesuaian bentuk unsur integrasi itu tidak selamanya terjadi begitu cepat,
bisa saja berlangsung agak lama. Proses penyesuaian unsur integrasi akan
lebih cepat apabila bahasa sumber dengan bahasa penyerapnya memiliki
banyak persamaan dibandingkan unsur serapan yang berasal dari bahasa
sumber yang sangat berbeda sistem dan kaidah-kaidahnya. Cepat lambatnya
unsur serapan itu menyesuaikan diri terikat pula pada segi kadar kebutuhan
bahasa penyerapnya. Sikap penutur bahasa penyerap merupakan faktor kunci
dalam kaitan penyesuaian bentuk serapan itu. Jangka waktu penyesuaian
unsur integrasi tergantung pada tiga faktor antara lain (1) perbedaan dan
persamaan sistem bahasa sumber dengan bahasa penyerapnya, (2) unsur
serapan itu sendiri, apakah sangat dibutuhkan atau hanya sekedarnya sebagai
pelengkap, dan (3) sikap bahasa pada penutur bahasa penyerapnya.
31
a. Integrasi Audial
Analisis kalimat (3) dan (4) merupakan integrasi audial yaitu kosakata
yang didengar oleh telinga itulah yang diujarkan lalu dituliskan.
Kosakata asli kalimat di atas sebagai berikut.
b. Integrasi Visual
32
(2) Hierarchy? hierarki (bukan hirarki)
(3) Repertoire? repertoir (bukan repertoar)
(4) Sandal kelom kerajinan khas dari Tasikmalaya.
(5) Dewi, dan Witha sedang menonton televisi di rumah Yuni.
33
d. Integrasi Penerjemahan Konsep
Kalau sebuah kata serapan sudah ada pada tingkat integrasi, maka kata
serapan itu sudah disetujui oleh converged into the new law. Karena itu,
proses yang terjadi dalam integrasi ini disebut konvergensi (Chaer dan
Agustina, 2004: 169-171). Unsur pinjaman yang terserap sebagai hasil proses
interferensi akan sampai pada taraf integrasi, baik dalam waktu yang relatif
singkat maupun dalam waktu yang relatif lama. Karena hingga saat ini sudah
banyak bukti dalam bahasa apapun yang mempunyai kontak dengan bahasa
lain, bahasa setiap bahasa akan mengalami interferensi, yang kemudian
disusul dengan peristiwa integrasi. Peristiwa interferensi dan integrasi pada
bahasa resipien membawa beberapa kemungkinan yang akan terjadi pada
bahasa resipien akibat terjadinya peristiwa interferensi dan integrasi itu.
Kemungkinan pertama, bahasa resipien tidak mengalami pengaruh apa-apa
yang sifatnya mengubah sistem apabila tidak ada kemungkinan untuk
mengadakan pembaharuan atau pengembangan di dalam bahasa resipien itu.
34
Kemungkinan kedua, bahasa resipien mengalami perubahan sistem, baik pada
subsistem fonologis, subsistem morfologis, subsistem sintaksis dan subsistem
semantis.
III. Kesimpulan
35
kaidahnya akan tercampur adukkan oleh kaidah bahasa lain. Hal ini sama saja
merusak kaidah bahasa Indonesia. Dan seharusnya melalui pendidikan,
interferensi yang kini dianggap biasa saja dan diterima oleh masyarakat walaupun
gejalanya sudah semakin marak dan sulit untuk dihentikan, dapat diminimalisir
dan diarahkan kepada kaidah yang seharusnya sehingga tidak muncul anggapan
masyarakat Indonesia sendirilah yang merusak identitas bangsanya; bahasa
Indonesia.
Daftar Pustaka
Mackey, W.F. 1972. The Description of Bilingualism. Dalam Fishman (Ed). 1972.
Reading in The Sociology of Language. The Hague: Mouton.
36
Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Fikrulloh, Lieza Yanti. 2011. Interferensi Bahasa Betawi pada Karangan Narasi
Siswa Kelas XI Sekolah Menengah Kejuruan Miftahul Falah Cipulir
Kebayoran Jakarta Selatan. Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
37
Bone. Skripsi Makassar: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar
38
39