KEL 4-Uji TOksisitas Akut, Sub Kronik Dan Kronik - 20240528 - 113952 - 0000
KEL 4-Uji TOksisitas Akut, Sub Kronik Dan Kronik - 20240528 - 113952 - 0000
KEL 4-Uji TOksisitas Akut, Sub Kronik Dan Kronik - 20240528 - 113952 - 0000
Kelompok 3
Elisabeth Joi Tamar Panggabean (F1C121043)
Martali Uli Pasaribu (F1C121046)
Reza Hota Uli Pane (F1C121048)
Betania Yonanda Sidauruk (F1C121051)
Uwi Banggai adalah tanaman yang penting dibanyak negara tropis,
yang sebagian spesiesnya dibudidayakan untuk pangan dan obat-
obatan. Dalam penggunaannya sebagai obat tradisional, perlu
diketahui keamanannya agar tidak menimbulkan efek berbahaya
yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengujian
lebih lanjut pada hewan uji untuk melihat ada tidaknya efek toksik
untuk menjamin keamana pennggunaannya.
berulang-ulang kepada hewan uji selama sebagian dari masa hidup hewan
tersebut. Jangka waktu pengujian biasanya tidak lebih dari 10% dari masa
hidup hewan, yaitu sekitar 3 bulan untuk tikus. Pengujian ini dapat
memberikan informasi mengenai ada atau tidaknya efek toksik, dosis yang
tidak menyebabkan efek toksik (No Observed Adverse Effect Level/NOAEL),
serta mempelajari efek kumulatif dan reversibilitas dari senyawa uji
Tabel 1 menunjukkan terjadi peningkatan kadar kreatinin yang Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui peningkatan kadar
signifikan pada semua kelompok dosis dibandingkan kontrol
BUN terjadi pada kelompok dosis 250 mg/kg BB, 500
negatif, baik pada tikus jantan maupun betina. Peningkatan
tertinggi terjadi pada dosis 1000 mg/kg BB. Untuk kelompok mg/kg BB, 1000 mg/kg BB, dan kelompok satelit.
satelit (dosis 1000 mg/kg BB) yang diamati hingga hari ke-43,
terjadi penurunan kadar kreatinin yang signifikan dibandingkan
hari ke-29, menunjukkan adanya reversibilitas efek setelah
penghentian induksi.
UJI TOKSISITAS KRONIK
Pengertian
Uji toksisitas kronik adalah proses penilaian efek negatif dari paparan
zat kimia dalam jangka waktu yang panjang, biasanya dilakukan pada
Jambi University | 2024
Uji toksisitas
penelitian ini diuji untuk melihat studi toksisitas kronis ekstrak etanol kayu secang
terhadap jumlah sel Kuffer pada hati telah dilakukan pada 60 ekor tikus wistar yang
dibagi menjadi 12 kelompok. Kelompok yang digunakan adalah kelompok kontrol
negatif dosis 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, 300 mg/kgBB, 400 mg/kgBB dan 500
mg/kgBB ekstrak kayu secang yang dibagi menjadi kelompok jantan dan betina. Tiap
kelompok diberikan ekstrak etanol kayu secang selama satu tahun secara oral.
METHODOLOGY
1. Hewan Uji:
Digunakan tikus jantan dan betina
Tikus dipisahkan menjadi 6 kelompok yang diacak untuk setiap jenis kelaminnya
2. Desain Penelitian:
Kelompok kontrol (K) kelompok normal tanpa pemberian ekstrak kayu secang
Kelompok perlakuan (P1, P2, P3, P4) diberi diberi ekstrak kayu secang dengan dosis bervariasi (100, 200, 300, 400, dan
500 mg/kgBB
3. Pengambilan Sampel:
Pada hari terakhir perlakuan, tikus dibius menggunakan ketamin xylazin
Organ hati diambil untuk pemeriksaan histologi
Hati diproses dengan parafin, dipotong dengan mikrotom ketebalan 5 µm, dan diwarnai dengan Hematoksilin Eosin
4. Analisis Data:
Preparat histologi diamati dengan mikroskop cahaya Olympus CX-23® pada perbesaran total 400x
Bidang pandang diambil secara acak sebanyak 5 bidang di area periportal
Sel Kupffer dihitung menggunakan plugin "cell counter" pada perangkat lunak ImageJ
Data sel Kupffer dianalisis dengan ANOVA dan uji post hoc Duncan menggunakan SPSS 26
HASIL UJI TOKSISITAS KRONIS
Berdasarkan informasi yang ada dalam dokumen, hasil uji toksisitas kronis ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L.) pada tikus
jantan dan betina adalah
1. Hasil histologi hati tikus jantan dan betina menunjukkan morfologi hepatosit yang normal tanpa kerusakan signifikan setelah
pemberian ekstrak kayu secang selama 1 tahun.
Terjadi peningkatan jumlah sel Kupffer (sel kekebalan tubuh) di hati tikus jantan dan betina seiring dengan peningkatan dosis
ekstrak kayu secang.
Pada tikus jantan, peningkatan jumlah sel Kupffer yang signifikan terjadi mulai dosis 300 mg/kgBB, 400 mg/kgBB, dan tertinggi
pada 500 mg/kgBB.
Pada tikus betina, peningkatan jumlah sel Kupffer yang signifikan terjadi pada dosis 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, 300 mg/kgBB,
400 mg/kgBB, dan tertinggi pada 500 mg/kgBB.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak kayu secang meningkatkan jumlah sel Kupffer di hati tikus secara signifikan,
khususnya pada dosis tinggi, yang mengindikasikan potensi ekstrak dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh melalui aktivitas
sel Kupffer sebagai fagosit.
KESIMPULAN
1. Ekstrak etanol uwi Banggai ungu tidak menunjukkan gejala toksisitas akut pada tikus putih yang diuji. Tidak terdapat kematian
yang terjadi pada hewan uji, dan LD50 ekstrak tersebut dinyatakan >8 g/kgBB, masuk dalam kategori praktis tidak toksik. Selain
itu, peningkatan berat badan tikus setelah pemberian ekstrak menunjukkan bahwa ekstrak tersebut aman dan tidak
menyebabkan sakit atau derita pada hewan uji.
2. Uji toksisitas subkronis ekstrak etanol daun mengkudu (Morinda citrifolia L.) pada tikus putih menunjukkan bahwa pemberian
ekstrak dengan dosis 250, 500, dan 1000 mg/kg BB selama 28 hari menyebabkan peningkatan signifikan kadar kreatinin dan
Blood Urea Nitrogen (BUN), yang mengindikasikan efek toksik pada organ ginjal. Peningkatan kadar tertinggi terjadi pada dosis
1000 mg/kg BB. Namun, efek toksik tersebut bersifat reversibel setelah penghentian induksi ekstrak, ditunjukkan dengan
penurunan kadar kreatinin dan BUN pada kelompok satelit setelah masa rehabilitasi. Senyawa dalam daun mengkudu yang
berpotensi toksik antara lain terpenoid, saponin, dan radikal bebas.
3. ekstrak kayu secang berpotensi untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh melalui peningkatan jumlah sel Kupffer di hati
tanpa menimbulkan kerusakan hati yang signifikan pada penggunaan kronis.
THANK YOU