ASUHAN KEPERAWATAN PADA TNS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TNS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TNS
S DENGAN DIAGNOSA
MEDIS GERD DI RUANG PARIKESIT RSUD NYI AGENG
SERANG
Oleh :
( 3320224070 )
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT, yang telah senantiasa melimpahkan rahmat
dan hidayah-NYA sehingga kita semua dalam keadaan sehat walfiat dalam menjalankan
aktifitas sehari-hari. Penyusun juga panjatkan kehadiran Allah SWT, karena hanya
dengan keridhoannya makalah dengan judul “ ASUHAN KEPERAWATAN PADA
Tn.S DENGAN DIAGNOSA MEDIS GERD DI RUANG PARIKESIT RSUD NYI
AGENG SERANG “
Penulis menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,
makalah ini tidak akan terwujud dan masih jauh dari kata semrpuna, oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati penulis berharap saran dan kritik demi perbaikan-
perbaikan lebih lanjut. Ahirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi yang membutuhkan.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
Perawat sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan, sangat berperan dalam
pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan GERD agar klien segera
sembuh seperti sedia kala dan meringankan beban penyakitnya. Beberapa tindakan 2
keperawatan yang dapat dilakukan adalah memantau asupan pengeluaran, menganjurkan
makan sedikit tapi sering pada penderita, dan memantau status tandatanda vital.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka mahasiswa keperawatan dalam hal ini ingin
menyusun makalah yang berjudul diet pada klien dengan gangguan GERD.
B. Tujuan
• Tujuan Umum:
Mengetahui tentang Penyakit GERD
• Tujuan Khusus:
Mengetahui tentang GERD yang terdiri dari:
1. Menjelaskan Definisi penyakit GERD
2. Menjelaskan Penyebab Dan Faktor Risiko penyakit GERD
3. Menjelaskan Tanda dan Gejala penyakit GERD
4. Menjelaskan Patofisiologi terjadinya penyakit GERD
5. Menjelaskan Komplikasi penyakit GERD
6. Menjelaskan Pemeriksaan Diagnostic dan Pemeriksaan Penunjang GERD
7. Menjelaskan Cara Penanganan di Rumah Sakit penyakit GERD
8. Menjelaskan Asuhan Keperawatan penyakit GERD
5
BAB II
KONSEP UMUM PENYAKIT GERD
a. Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko GERD adalah:
6
1) Obat-obatan, seperti teofilin, antikolinergik, beta adrenergik, nitrat,calcium-channel
blocker
2) Makanan, seperti coklat, makanan berlemak, kopi, alkohol, dan rokok.
3) Hormon umumnya terjadi pada wanita hamil dan menopause. Pada wanita hamil,
menurunnya tekanan LES terjadi akibat peningkatan kadar progesteron, sedangkan pada
wanita menopause, menurunnya tekanan LES terjadi akibat terapi hormon estrogen.
4) Struktural umumnya berkaitan dengan hiatus hernia. Selain hiatus hernia, panjang LES
yang < 3 cm memiliki pengaruh terjadinya GERD.
5) Semakin tinggi nilai IMT seseorang maka risiko terjadinya GERD semakin tinggi.
6) Terlambat makan
Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam
jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya dalam darah telah banyak
terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam
lambung terstimulasi. Bila seseorang terlambat makan sampai 2-3 jam, maka asam
lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi
mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium (Nuraini &
Rostinawati, 2018).
7) Makanan Pedas
Makanan pedas didefinisikan sebagai makanan yang memiliki rasa seperti cabai.
Cabai adalah bahan untuk memberi rasa pedas yang sering digunakan di Asia. Setiap
harinya konsumsi cabai di Asia mempunyai rata-rata konsumsi 2,5- 8 gr/orang (KBBI,
2016). Cabai mempunyai komponen aktif yang memberikan rasa pedas yang bernama
Capsaicin. Capsaicin ini dapat merangsang sensasi pada saluran pencernaan yang dapat
menyebabkan sensasi terbakar dan nyeri. Mengonsumsi cabai merah akan menyebabkan
beberapa gejala gastrointestinal. Hingga 25% pasien mengalami nyeri perut bagian atau
kronis, ketidaknyamanan dada serta pada perut, mual, kembung, sensasi terbakar di mulut
dan berkeringat di wajah (Nuraini & Rostinawati, 2018).
8) Kopi
Kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa kimia,
termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan fenol,
7
vitamin dan mineral. Kafein di dalam kopi bisa mempercepat proses terbentuknya asam
lambung dan dapat mengiritasi lambung (Rahma, 2013).
9) Rokok
Rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia, asap yang terkandung dalam
rokok mengandung berbagai macam zat yang sangat reaktif terhadap lambung. Nikotin
dan kadmium adalah dua zat yang sangat reaktif yang dapat mengakibatkan luka pada
lambung. Ketika seseorang merokok, nikotin akan mengerutkan dan melukai pembuluh
darah pada dinding lambung. Nikotin juga memperlambat mekanisme kerja sel pelindung
dalam mengeluarkan sekresi getah yang berguna untuk melindungi dinding dari serangan
asam lambung Kandungan tar dalam rokok dapat merangsang iritasi lambung yang
menyebabkan selsel lambung memproduksi asam berlebih. Naiknya asam lambung
memicu komplikasi berupa nyeri di dada dan rasa takut yang hebat. Rokok secara
langsung juga merusak esofagus. Ketika asap pada rokok masuk ke lambung akan
menyebabkan banyak asap yang berkumpul dilambung dan menyebabkan lambung
menjadi mengembung dan terjadi pembengkakan pada lambung sehingga beresiko
terjadinya GERD (Rahma, 2013).
b. Etiologi
8
sphincter bagian bawah termasuk apa yang memiliki efek antikolinergik (seperti
berbagai antihistamin dan beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium,
progesteron, dan nitrat.
- Kelainan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan.
Gejala utama yang khas pada pasien GERD yaitu sensasi dada seperti terbakar
(heartburn). Gejala tersebut sering terjadi malam hari karena aktivitas yang minim atau
berkurang dan saat posisi tidur. Gejala lainnya yang tidak khas untuk GERD seperti mual,
muntah, dan kembung.
Gejala tipikal merupakan 70% gejala GERD, yaitu: heartburn dan regurgitasi,
sedangkan 30% lainnya termasuk gejala atipikal (ekstraesofagus) seperti batuk kronik,
wheezing, suara serak, pneumonia aspirasi, fibrosis paru, bronkiektasis, dan nyeri dada
nonkardiak. Namun gejala yang paling khas dan sering dijumpai yaitu heartburn dan
regurgitasi.
Gejala paling tinggi terjadi yaitu regurgitasi,heartburn, mual, nyeri ulu hati, dan sulit
tidur malam. Gejala GERD yang paling sering terjadi yaitu mual, nyeri ulu hati,
regurgitasi, dan heartburn. Berdasarkan tingkat keparahan, gejala yang paling umum
terjadi yaitu mual.
D. Patofisiologi terjadinya penyakit GERD
9
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus karena adanya
kontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah sfingter sejati, tetapi suatu area
yang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini normalnya hanya terbuka jika gelombang
peristaltik menyalurkan bolus makanan ke bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot
polos sfingter melemas dan makanan masuk ke dalam lambung. Sfingter esofagus
seharusnya tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang
berada dalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan abdomen lebih besar daripada
tekanan toraks. Dengan demikian, ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam
esophagus (Hafizh, 2021).
Akan tetapi, jika sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak dapat mnutup
lambung. Refluks akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah
bertekanan rendah (esofagus). Episode refluks yang berulang dapat memperburuk kondisi
karena menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area bawah esofagus. Pada beberapa
keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan normal, refluks dapat terjadi jika terdapat
gradien tekanan yang sangat tinggi di sfingter. Sebagai contoh, jika isi lambung
berlebihan tekanan abdomen dapat meningkat secara bermakana. Kondisi ini dapat
disebabkan porsi makan yang besar, kehamilan atau obesitas (Hafizh, 2021).
Tekanan abdomen yang tinggi cenderung mendorong sfingter esophagus ke rongga
toraks. Hal ini memperbesar gradien tekanan antara esofagus dan rongga abdomen. Posisi
berbaring, terutama setelah makan juga dapat mengakibatkan refluks. Refluks isi
lambung mengiritasi esofagus karena tingginya kandungan asam dalam isi lambung.
Walaupun esofagus memiliki sel penghasil mukus, namun sel-sel tersebut tidak sebanyak
atau seaktif sel yang ada di lambung (Clarret & Hachem, 2018).
10
Pathway
Dengan penanganan yang tidak adekuat, beberapa komplikasi dapat terjadi pada
GERD. Komplikasi yang kerap terjadi pada GERD antara lain Esofagitis, Striktur
Esofagus dan Esofagus Barret.
i. Esofagitis
Esofagitis merupakan peradangan pada mukosa esofagus, ini terdapat pada lebih dari
50% pasien GERD. Dapat menyebabkan ulkus pada daerah perbatasan antara lambung
dan esofagus.
ii. Striktur Esofagus
Striktur Esofagus adalah suatu penyempitan lumen oleh karena inflamasi yang timbul
akibat refluks. Hal ini ditimbulkan karena terbentuk jaringan parut pada gastroesophageal
junction. Striktur timbul pada 10-15% pasien esofagitis yang bermanifestasi sulit menelan
atau disfagia pada makanan padat. Sering kali keluhan heartburn berkurang oleh karena
striktur berperan sebagai barrier refluks. Biasanya striktur terjadi dengan diameter kurang
11
dari 13 mm. Komplikasi ini dapat diatasi dengan dilakukan dilatasi bougie, bila gagal
dapat dilakukan operasi.
Esophagus adalah suatu keadaan dimana terjadi perubahan di epitel skuamosa berganti
menjadi epitel kolumnar metaplastik. Keadaan ini merupakan prekursor Adenokarsinoma
esofagus. Esofagus Barrett ini terjadi pada 10% pasien GERD dan adenokarsinoma
timbul pada 10% pasien dengan esofagus Barrett. Gejala dari kelainan ini adalah gejala
dari GERD yaitu heartburn dan regurgitasi. Pada 1/3 kasus, gejala GERD tidak tampak
atau minimal, hal ini diduga karena sensitivitas epitel Barrett terhadap asam yang
menurun. Pada endoskopi kelainan ini dapat dikenal dengan mudah dengan tampaknya
segmen yang panjang dari epitel kolumnar yang berwarna kemerahan meluas ke
proksimal melampaui “gastroesophageal junction” dan tampak kontras sekali dengan
epitel skuamosa yang pucat dan mengkilat dari esofagus. Penyakit ini dapat ditatalaksana
dengan medikamentosa.
1. Endoskopi
Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh evaluasi
pasien dengan dugaan PRGE. Namun harus diingat bahwa PRGE tidak selalu disertai
kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam keadaan ini
merupakan biopsi.
2. Radiologi
Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkalo tidak menunjukkan kelainan,
terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiologi
dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, tukak, atau penyempitan lumen.
3. Tes Provokatif
a. Tes Perfusi Asam ( Bernstein) untuk mengevaluasi kepekaan mukosa esofagus
terhadap asam. Pemeriksaan ini menggunakan HCL 0,1% yang dialirkan ke esofagus.
Bernstein yang negatif tidak memiliki arti diagnostik dan tidak bisa menyingkirkan nyeri
asal esofagus.
12
b. Tes Edrofonium
Tes farmakologi ini menggunakan obat endrofonium yang disuntikan intravena. Dengan
dosis 80 ug/kg berat badan untuk menentukan adanya komponen nyeri motorik yang
dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik esofagus secara manometrik untuk
memastikan nyeri dada asal esofagus.
4. Pengukuran pH dan tekanan esofagus
Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya RGE. pH
dibawah 4 pada jarak 5 em diatas SEB dianggap diagnostik untuk RGE. Cara lain untuk
memastikan hubungan nyeri dada dengan RGE adalah menggunakan alat yang mencatat
secara terus menerus selama 24 jam pl intra esofagus dan tekanan manometrik esofagus.
Selama rekaman pasien dapat memeberi tanda serangan dada yang dialaminya, sehingga
dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH esofagus gangguan motorik esofagus.
5. Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk
penilaian pengosonga esofagus dan sifatnya non invasif.
6. Pemeriksaaan Esofagogras Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan
lipatan mukosa esofagus, crosi, dan striktur.
7. Tes PPI
Diagnosis ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu pada pasien yang diduga
menderita GERD. Tes positif bila 75% keluhan hilang selama satu minggu. Tes ini
mempunyai sensitivitas 75%.
8. Manometri esofagus Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian
terapi pada pasien NERD. Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan
peristaltik/motilitas esofagus.ofagus dan sifatnya non invasif.
Penanganan Medis
Penyakit asam lambung atau GERD dapat diobati dengan obat-obatan dokter maupun
yang dijual bebas. Berikut beberapa contoh obat asam lambung yang biasa digunakan
untuk mengobati asam lambung:
13
1) Antasida Antasida berfungsi untuk membantu menetralkan asam lambung. Biasanya obat
ini digunakan untuk mengatasi refluks asam dan asam lambung ringan.
2) Penghambat Reseptor H2 Penghambat reseptor H2 yang berfungsi mengurangi produksi
asam lambung. Contohnya: Famotidine dan Cimetidine.
3) Proton Pump Inhibitor (PPI) PPI adalah obat penghambat produksi asam lambung yang
lebih kuat dan bisa membantu menyembuhkan jaringan kerongkongan yang rusak.
Contohnya: Omeprazole, Lansoprazole, Esomeprazole, Pantoprazole dan Rabeprazole.
4) Prokinetic Agents Prokinetik adalah jenis obat yang meningkatkan motilitas
gastrointestinal dengan meningkatkan frekuensi kontraksi di usus halus atau membuat
kontraksi lebih kuat tanpa menggangu ritmenya.
Mengatasi GERD tidak hanya melulu melalui obat-obatan. Memodifikasi gaya hidup
juga penting dilakukan untuk mendukung pemulihan penyakit asam lambung. Berikut
beberapa panduan gaya hidup sehat yang dapat diterapkan untuk menghindari dan juga
mengatasi asam lambung:
1) Menurunkan berat badan
2) Berhenti merokok
3) Menghindari makan dalam porsi besar dan berat di malam hari
4) Menghindari makanan pemicu seperti cokelat, kafein, dan alkohol
5) Makan maksimal 3 jam sebelum tidur 6) Tidak langsung berbaring setelah makaN
H. Tatalaksana Keperawatan
Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi
medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik.
Target penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi esophagus, menghilangkan
gejala/keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah
timbulnya komplikasi.
14
a. Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD, namun
bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang dapat
memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk
mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan.
b. Terapi medikamentosa
Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada penatalaksanaan
GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai saat ini GERD merupakan atau
termasuk dalam kategori gangguan motilitas saluran cerna bagian atas. Namun dalam
perkembangannya sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam lebih efektif
daripada pemberian obat-obat prokinetik untuk memperbaiki gangguan motilitas. Pada
berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala menandakan adanya respons
perbaikan lesi organiknya (perbaikan esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis bagi
pasien dan cukup efektif dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD.
Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD :
1) Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD tetapi
tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat
memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah.
2) Antagonis reseptor H2
Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan
nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan
penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk
terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan
sampai sedang serta tanpa komplikasi.
3) Obat-obatan prokinetik
Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini lebih
condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada prakteknya, peangobatan GERD
sangat bergantung pada penekanan sekresi asam.
15
4) Metoklopramid
Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. Efektivitasnya rendah dalam
mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali
dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena
melalui sawar darah otak, maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa
mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.
5) Domperidon
Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek samping yang lebih
jarang disbanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak. Walaupun
efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esophageal belum
banyak dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta
mempercepat pengosongan lambung.
6) Cisapride
Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat pengosongan
lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan
gejala serta penyembuhan lesi esophagus lebih baik dibandingkan dengan domperidon.
7) Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)
Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung
terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa
esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus serta dapat mengikat pepsin dan
garam empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal
(sitoproteksi).
8) Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI).
Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-
obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim
H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung.
Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi
esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat berat serta yang refrakter dengan
golongan antagonis reseptor H2. Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu
(terapi inisial) yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy)
selama 4 bulan atau on-demand therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya.
16
I. Asuhan Keperawatan penyakit GERD
A. PENGKAJIAN
17
Data Subjektif: Klien mengatakan agak sulit beraktivitas karena nyeri di daerah
epigastrium, seperti terbakar.
Data objektif: Tidak terjadi perubahan tingkat kesadaran. Tidak terjadi perubahan tonus
otot.
2) Sirkulasi
Data Subjektif: Klien mengatakan bahwa ia tidak mengalami demam.
Data Objektif: Suhu tubuh normal (36,5 oC-37,5oC). Kadar WBC meningkat.
3) Eliminasi
Data Subjektif: Klien mengatakan tidak mengalami gangguan eliminasi.
Data objektif: Bising usus menurun (<12kali/menit)
4) Makan/minum
Data Subjektif: Klien mengatakan mengalami mual muntah. Klien mengatakan tidak
nafsu makan. Klien mengatakan susah menelan. Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.
Data Objektif: Klien tampak tidak memakan makanan yang disediakan.
5) Sensori Neural
Data Subjektif: Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.
Data objektif: Status mental baik.
6) Nyeri/kenyamanan
Data Subjektif: Klien mengatakan mengalami nyeri pada daerah epigastrium.
P: nyeri terjadi akibat perangsangan nervus pada esophagus oleh cairan refluks.
Q: klien mengatakan nyeri terasa seperti terbakar
R: klien mengatakan nyeri terjadi pada daerah epigastrium.
S: klien mengatakan skala nyeri 1-10.
T: klien mengatakan nyerinya terjadi pada saat menelan makanan. Nyeri pada dada
menetap.
Data Objektif: Klien tampak meringis kesakitan. Klien tampak memegang bagian yang
nyeri. Tekanan darah klien meningkat Klien tampak gelisah
7) Respirasi
Data Subjektif: Klien mengatakan bahwa ia mengalami sesak napas. Klien mengatakan
mengalami batuk.
18
Data objektif: Terlihat ada sesak napas. Terdapat penggunaan otot bantu napas. Frekuensi
tidak berada pada batas normal yaitu pada bayi >30 40 x/mnt dan pada anak-anak >20-26
x/menit. Klien terlihat batuk.
8) Keamanan
Data Subjektif: Klien mengatakan merasa cemas. Data objektif: Klien tampak gelisah 9)
Interaksi sosial Data Subjektif: Klien mengatakan suaranya serak Klien mengatakan agak
susah berbicara dengan orang lain karena suaranya tidak jelas terdengar.
Data objektif: Suara klien terdengar serak Suara klien tidak terdengar jelas.
f. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum: Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi
wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara kualitatif seperti
compos mentis, apathis, somnolen, sopor, koma dan delirium.
2. Pemeriksaan tanda vital: Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan darah,
pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan) dan suhu tubuh.
3. Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening
• Kulit: Warna (meliputi pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema dan lain-lain), turgor,
kelembaban kulit dan ada/tidaknya edema.
• Rambut: Dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik lain.
• Kelenjar getah bening: Dapat dinilai dari bentuknya serta tandatanda radang yang dapat
dinilai di daerah servikal anterior, inguinal,oksipital dan retroaurikuler.
4. Pemeriksaan kepala dan leher
• Kepala
Dapat dinilai daribentuk dan ukuran kepala, rambut dan kulit kepala, ubun-ubun
(fontanel), wajahnya asimetris atau ada/tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari visus,
palpebrae, alis bulu mata, konjungtiva, sklera, pupil, lensa, pada bagian telinga dapat
dinilai pada daun telinga, liang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman
pendengaran, hidung dan mulut ada tidaknya trismus (kesukaran membuka mulut), bibir,
gusi, ada tidaknya tanda radang, lidah, salivasi.
• Leher
Kaku kuduk, ada tidaknya massa di leher, dengan ditentukan ukuran, bentuk, posisi,
konsistensi dan ada tidaknya nyeri telan.
19
5. Pemeriksaan dada
• Paru-paru
Secara umum ditanyakan bentuk dadanya, keadaan paru yang meliputi simetris apa
tidaknya, pergerakan nafas, ada/tidaknya fremitus suara, krepitasi serta dapat dilihat batas
pada saat perkusi didapatkan bunyi perkusinya, bagaimana(hipersonor atau timpani),
apabila udara di paru atau pleura bertambah, redup atau pekak, apabila terjadi konsolidasi
jarngan paru, dan lain-lain serta pada saat auskultasi paru dapat ditentukan suara nafas
normal atau tambahan seperti ronchi, basah dan kering, krepitasi, bunyi gesekan dan lain-
lain pada daerah lobus kanan atas, lobus kiri bawah. • Jantung
Pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks/iktus kordis dan aktivitas
ventrikel, getaran bising (thriil), bunyi jantung, atau bising jantung dan lain-lain.
6. Pemeriksaan abdomen Data yang dikumpulkan adalah data pemeriksaan tentang ukuran
atau bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya ketegangan dinding perut atau
adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada organ hati, limpa, ginjal, kandung
kencing yang ditentukan ada tidaknya dan pembesaran pada organ tersebut, kemudian
pemeriksaan pada daerah anus, rektum serta genetalianya.
7. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis
Diperiksa adanya rentang gerak, keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan,
otot kaki, dan lain-lain.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi).
b. Nausea berhubungan dengan iritasi lambung.
c. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
20
C. C. NURSING CARE PLANE
Edukasi
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberiananalgetik,
jika perlu.
21
2. (D.0076) Tingkat Nausea Manajemen Muntah(I.03118)
Nausea berhubungan
(L.08065)
dengan iritasi Setelah dilakukan Observasi
lambung. tindakan keperawatan
• Monitor muntah (mis: frekuensi,
diharapkan tingkat nausea
durasi, dantingkat keparahan).
“menurun” dengan
kriteria hasil : Terapeutik
o Nafsu makanmeningkat
o Keluhan mualmenurun • Kontrol lingkungan penyebab
o Perasaan ingin muntah (mis: bau
22
muntah menurun tidak sedap, suara, dan stimulasi
o Perasaan asam dimulut visual yang tidakmenyenangkan).
menurun
o Sensasi panasmenurun Edukasi
o Jumlah salivamenurun
o Pucat memmbaik • Anjurkan membawa kantong
plastik untukmenampung muntah.
Kolaborasi
Kolaborasi
23
DAFTAR PUSTAKA
24