Tafsir Surah Al-An'am (Kelompok 8)

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 8

TAFSIR SURAH AL-AN'AM (6:162-163)

AYAT TENTANG KETAATAN KEPADA ALLAH

Dosen Pengampu :
Dr. Suheri Saputra Rangkuti M.Pd.

Disusun Oleh : Kelompok 8


Fitri Nelli Haryanti Aceh 2220100172
Mintana Rizki Lubis 2220100026
Sefri Wahyuni 2220100038
Sulvia Relesunita Panjaitan 2220100134

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYEKH ALI HASAN AHMAD ADDARY
PADANGSIDIMPUAN
T.A 2023/2024
TAFSIR SURAH AL-AN'AM (6:162-163)
AYAT TENTANG KETAATAN KEPADA ALLAH

A. Pembahasan
1. Pentingnya Ketaatan
Ketaatan adalah bukti bahwa kita mencintai Allah SWT. Kita mengasihi Allah
SWT karena Dia lebih dahulu mengasihi kita. Pentingnya ketaatan kepada perintah-
perintah Allah SWT termaktub dalam surah Al-An’am. Surah Al-An’am ini termasuk
ke dalam golongan surah Makkiyah karena turunnya di Kota Mekkah, dan hampir
seluruh ayat surah ini diturunkan di Mekkah sebelum hijrah. Dalam surah Al-An’am
terdiri dari 165 ayat dan merupakan surah ke-6 dalam mushaf al-Qur'an. Arti Al-An’am
sendiri ialah binatang ternak, karena di dalamnya disebut kata an'am dalam hubungan
dengan adat-istiadat kaum musyrik, yang menurut mereka binatang-binatang ternak itu
dapat dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan mereka.
Berdasarkan referensi kitab Asbabun Nuzul karya Imam As-Suyuthi, berikut
adalah penjelasan terkait sebab turunnya ayat tersebut. Firman Allah SWT QS. Al-
An'am 6:162-163:

‫ب ۡالعٰ لَ ِم ۡينَ ََل ش َِر ۡيكَ لَهۚ َوبِ ٰذلِكَ ا ُ ِم ۡرتُ َواَنَا ا َ َّو ُل‬ َ ‫قُ ۡل ا َِّن‬
َ َ‫ص ََلتِ ۡى َونُسُ ِك ۡى َو َم ۡحي‬
ِ ‫اى َو َم َماتِ ۡى ِ ه‬
ِ ‫ّلِل َر‬

‫ۡال ُمسۡ ِل ِم ۡي‬

Artinya: "Katakanlah, 'Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan


matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan
demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri (kepada Allah).”

Imam As-Suyuthi menjelaskan bahwa ayat ini turun ketika kaum musyrikin
Quraisy berkata kepada Nabi Muhammad SAW: "Sembahlah tuhan-tuhan kami
setahun, dan kami akan menyembah Tuhanmu setahun." Sebagai respon atas tawaran
syirik tersebut, Allah lalu menurunkan ayat 162-163 surah Al-An'am ini. Ayat ini

1
menegaskan keesaan Allah SWT dan kepatuhan Nabi Muhammad hanya kepada-Nya,
serta menolak dengan tegas tawaran untuk menyekutukan-Nya.
Ayat ini menjadi pengingat bahwa ibadah, ketaatan, kehidupan dan kematian
seorang Muslim hanya ditujukan untuk Allah SWT semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Ini menegaskan prinsip tauhid yang utuh dalam Islam. Demikianlah penjelasan sebab
turunnya ayat 162-163 surah Al-An'am berdasarkan kitab Asbabun Nuzul karya Imam
As-Suyuthi. Konteks historis ini memberikan pemahaman lebih baik tentang makna dan
pesan ayat tersebut. Ketaatan seorang hamba pada Rabb-Nya diwujudkan dalam takwa.
Patuh melaksanakan segala perintah-Nya, dan meninggalkan segenap larangan-Nya.
Bagi kaum Muslim, ketaatan kepada Allah ini juga harus disertai ketaatan kepada
Rasulullah SAW.
Seperti yang di jabarkan di bab contoh konkrit, contoh sholat 5 waktu hal itu
ahrus dilakukan (taat melaksanakan perintah Allah SWT) karena hal itu ada dalam Al-
Qur’an. Hal hal yang dilakukan untuk menju ketaatan harus melalui kontak mata atau
batin dan menghasilkan komunikasi dilanjutkan dengan memahami lawan komunikasi
berakhir pada akrab,kenal ,bersahabat begitu pula kepada Allah SWT dengan cara
memahami firman nya dan juga dalam bentuk berdoa (meminta petunjuk) dalam hal ini
ketaatan tak hanya sami’na wa ato’na namun juga harus memakai akal karena seperti
yang dibahas diatas kita harus memahami lawan komunikasi.
Barang siapa yang taat kepada Allah SWT dan rasul-rasul-Nya serta bertakwa
kepada-Nya maka mereka adalah orang-orang yang beruntung, seperti yang dijelaskan
dalam surah An-Nur Ayat 52 yang berbunyi:

َٰٓ
َ‫ٱّلِل َويَت َّ ْق ِه فَأ ُ ۟و ٰلَئِكَ هُ ُم ْٱلفَآَٰئِ ُزون‬
َ َّ ‫ش‬َ ‫ٱّلِل َو َرسُولَ ۥهُ َويَ ْخ‬
َ َّ ‫َو َمن ي ُِط ِع‬

Artinya: “Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut
kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang
mendapat kemenangan.”

2
Dijelaskan dalam Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar
tafsir mengatakan tatkala Allah SWT menyebutkan keutamaan taat dalam berhukum
secara khusus, maka Dia menyebutkan keutamaan taat secara umum pada seluruh
keadaan. Allah SWT berfirman, ”dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-
Nya,” lalu membenarkan al-khabar dan mengikuti perintah Allah SWT dan Rasul-Nya
“dan takut kepada Allah,” maksudnya takut kepada-Nya dengan ketakutan yang
berkaitan dengan pengetahuan, sehingga dia meninggalkan apa yang dilarang, menahan
dirinya dari apa yang diinginkan nafsunya “dan bertakwa kepadaNya,” dengan
meninggalkan perkara-perkara yang dilarang. Karena, hakikat takwa secara umum,
mencakup melakukan perintah dan menjauhi larangan. Tatkala lafazh at-taqwa
bersanding dengan lafazh al-birr (kebaikan) atau ath-tha’ah (ketaatan), sebagaimana
dalam pembahasan di sini, maka ditafsirkan dengan membentengi diri dari azab Allah
SWT dengan cara meninggalkan kemaksiatan kepada-Nya.
“maka mereka,” yang telah memadukan antara ketaatan kepada Allah SWT dan
Rasul-Nya, rasa takut dan takwa kepada-Nya “adalah orang-orang yang mendapat
kemenangan,” dengan selamatnya mereka dari azab karena mereka meninggalkan
perkara-perkara pemicunya sehingga meraih pahala karena telah menempuh sebab
kausalitasnya. Kemenangan hanya terbatas bagi mereka (saja). Adapun orang yang
belum menyandangi diri dengan sifat-sifat mereka, maka sungguh dia akan kehilangan
kemenangan ini sesuai dengan kadar kekurangan untuk menyempurnakaan sifat-sifat
ini.
Sebaliknya, barang siapa yang kafir terhadap Allah SWT dan Rasul-rasul-Nya
maka orang-orang itu telah sesat dengan kesesatan yang jauh, sebagaimana dijelaskan
dalam surat An-Nisa Ayat 136 yang berbunyi:

‫ِى أَنزَ َل ِمن قَ ْب ُل‬ ِ َ ‫سو ِل ِهۦ َوٱ ْل ِك ٰت‬


َٰٓ ‫ب ٱلَّذ‬ ِ َ‫سو ِل ِهۦ َو ْٱل ِك ٰت‬
َ ‫ب ٱلَّذِى ن ََّز َل‬
ُ ‫علَ ٰى َر‬ ِ َّ ‫وا ِب‬
ُ ‫ٱّلِل َو َر‬ ِ ‫ٰ َيَٰٓأ َ ُّي َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُ َٰٓو ۟ا َء‬
۟ ُ‫امن‬

َٰٓ
‫ض ٰلَ ۢ ًَل بَ ِعيدًا‬ َ ْ‫اخ ِر فَقَد‬
َ ‫ض َّل‬ ِ ‫ٱل َء‬ ُ ‫ٱّلِل َو َم ٰلَئِ َكتِِۦه َوكُتُبِِۦه َو ُر‬
ْ ‫س ِلِۦه َو ْٱليَ ْو ِم‬ ِ َّ ِ‫َو َمن يَ ْكفُ ْر ب‬

3
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang
Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang
itu telah sesat sejauh-jauhnya."

Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H
menjelaskan bahwa, perintah ini bisa jadi diarahkan kepada orang yang belum masuk
dalam sesuatu pun atau belum berjulukan dengan suatu pun darinya, maka perintah ini
menjadi perintah untuknya agar masuk ke dalamnya, yang demikian itu adalah seperti
perintah kepada orang yang belum beriman untuk beriman, seperti Firman Allah SWT,
"Hai orang-orang yang telah diberi Al Kitab, berimanlah kamu kepada apa yang telah
Kami turunkan (Al Quran) yang membenarkan Kitab yang ada pada kamu sebelum
Kami mengubah muka(mu), lalu Kami putarkan ke belakang atau Kami kutuki mereka
sebagaimana Kami telah mengutuki orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari
Sabtu. Dan ketetapan Allah pasti berlaku." (an-Nisa’ ayat 47).
Atau diarahkan kepada orang yang telah masuk kedalam sesuatu, maka perintah
ini menjadi perintah ini menjadi perintah untuknya agar memperbaiki apa yang
didapatkan darinya atau memperoleh apa yang belum didapatkan, di antara hal itu
adalah apa yang telah disebutkan oleh Allah SWT. Dalam ayat ini berupa perintah untuk
kaum Mukminin agar beriman, karena sesungguhnya hal itu menunjukkan suatu
perintah kepada mereka dengan perkara yang memperbaiki keimanan mereka berupa
keikhlasan, kejujuran, menghindari kerusakan dan bertaubat dari segala bentuk
kelalaian, juga menunjukkan perintah dengan perkara yang belum ada dari seorang
Mukmin berupa ilmu keimanan dan perbuatan-perbuatannya, karena setiap kali suatu
nash sampai kepadanya lalu ia paham maskudnya dan meyakininya, maka hal itu adalah
keimanan yang diperintahkan kepadanya.
Mereka yang mencintai Allah SWT melakukan kehendak Allah SWT. Ketaatan
juga merupakan bentuk syukur kepada Allah SWT. Kita berhutang kepada Allah karena
Dia telah menebus kita dari hukuman dosa, mengasihi kita, memelihara kita,
melindungi kita, dan melindungi kita sampai hari ini. Maka, kita melakukan apa yang

4
menyenangkan Dia sebagai bentuk syukur. Ketaatan membuat kita lebih dekat dengan
Allah. Mereka yang mengasihi Allah SWT harus menaati perintah-perintah-Nya. Allah
SWT akan mendekat kepadanya. Ketaatan memperkuat hubungan kita dengan-Nya.
Ketaatan menyucikan dan mendewasakan kita.
Keselamatan yang kita terima menuntun kita pada tujuan kita menjadi serupa
dengan Kristus. Untuk mencapai tujuan ini, kita harus selalu disucikan dan dewasa. Kita
melakukan kebenaran firman Tuhan dengan menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada
Allah SWT. Ketaatan kepada Allah SWT harus diarahkan demi terciptanya sebuah
kerangka berpikir yang inklusif, berwawasan luas, tidak terjebak pada pola pikir biner,
dan berani mendengarkan mereka yang berbeda pandangan dan pendapat. Ketaatan ini
juga memandang keragaman agama, budaya, dan ras sebagai sebuah kekayaan dan
bukan petaka.

2. Konsekuensi Meninggalkan Ketaatan


Meninggalkan ketaatan kepada perintah-perintah Allah SWT memiliki
konsekuensi yang berat, baik di dunia maupun di akhirat. Berikut adalah beberapa
konsekuensi dari meninggalkan ketaatan, yaitu kehilangan ridha dan rahmat Allah
SWT. Ketaatan adalah salah satu cara untuk mendapatkan ridha dan rahmat Allah SWT.
Sebaliknya, meninggalkan ketaatan berarti kehilangan ridha dan rahmat-Nya dalam
kehidupan. Mendapatkan murka dan siksa Allah SWT, dan Allah SWT telah
memperingatkan bahwa orang-orang yang durhaka dan meninggalkan ketaatan akan
mendapatkan murka dan siksa-Nya, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Kehidupan tidak tenteram, Orang yang meninggalkan ketaatan kepada Allah SWT
cenderung hidup dalam kegelisahan dan keguncangan batin karena merasa bersalah dan
tidak mendapatkan ketenangan jiwa.Hubungan dengan Allah SWT menjadi renggang.
Ketaatan adalah cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan
meninggalkannya, hubungan seorang hamba dengan Penciptanya menjadi renggang dan
jauh. Tertimpa kesengsaraan di akhirat. Dalam Islam, meninggalkan ketaatan terutama
pada hal-hal yang wajib dapat dikategorikan sebagai dosa besar. Jika tidak bertobat,
konsekuensinya adalah kesengsaraan di akhirat dengan dimasukkan ke dalam neraka.

5
Menjadi teladan buruk bagi orang lain, seorang Muslim yang meninggalkan ketaatan
dapat menjadi teladan buruk bagi orang-orang di sekitarnya, terutama keluarga dan
masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan kemaksiatan merajalela.
Oleh karena itu, meninggalkan ketaatan kepada Allah SWT memiliki konsekuensi
yang berat dan merugikan diri sendiri. Sebagai seorang Muslim, sudah semestinya kita
senantiasa taat dan patuh pada seluruh perintah Allah SWT untuk mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.

3. Hikmah Pendidikan didalamnya


Terdapat hikmah dan pelajaran berharga dalam ketaatan kepada perintah-perintah
Allah SWT, terutama dalam konteks pendidikan. Berikut adalah beberapa hikmah
pendidikan yang dapat diambil dari ketaatan kepada Allah SWT.
Pertama, membentuk karakter dan akhlak mulia, dengan ketaatan dapat
mengajarkan nilai-nilai seperti disiplin, tanggung jawab, kerendahan hati, dan
kesabaran. Ini sangat penting dalam membentuk karakter dan akhlak mulia pada diri
peserta didik. Pembangunan karakter perlu dilakukan sedini mungkin, dan proses ini
melibatkan pendidikan nilai-nilai agama dan moral, teladan yang baik, serta contoh
karakter baik. Contoh karakter baik yang perlu dimiliki antara lain religius, nasionalis,
dan lain-lain.
Kedua, menanamkan prinsip keimanan, dengan taat kepada Allah SWT, peserta
didik akan memahami pentingnya keimanan dan ketauhidan, serta menjauhkan diri dari
kemusyrikan. Ini menanamkan pondasi keimanan yang kokoh, dan menanamkan prinsip
keimanan melibatkan berbagai aspek yang bertujuan untuk mengembangkan keyakinan
dan kepercayaan terhadap Allah SWT dan prinsip-prinsip Islam yang lain.
Ketiga, menjadi teladan bagi orang lain, apabila seorang yang taat kepada Allah
SWT dapat menjadi teladan bagi lingkungan sekitarnya, termasuk teman-teman dan
keluarga. Ini merupakan pelajaran penting untuk menjadi pemimpin yang baik. Menjadi
teladan bagi orang lain adalah suatu hal yang penting dalam hidup ini. Teladan dapat
berupa perilaku, perkataan, dan sifat-sifat yang baik yang ditunjukkan oleh seseorang.

6
Keempat, melatih kesungguhan dan konsistensi, dengan ketaatan menuntut
kesungguhan dan konsistensi dalam menjalankan perintah Allah SWT. Hal ini melatih
peserta didik untuk disiplin dan gigih dalam segala hal positif. Membangun kebiasaan
konsisten secara terus menerus, tanpa terlalu memaksakan diri. Hal ini memungkinkan
untuk mengembangkan kebiasaan yang konsisten secara kontinu dan menjadi bagian
dari diri sendiri
Kelima, menumbuhkan rasa syukur, berbuat ketaatan dapat menjadikan seseorang
lebih menghargai nikmat dan karunia Allah SWT. Ini menumbuhkan rasa syukur dalam
diri mereka. Denghargai hal-hal kecil yang biasa dapat membantu menumbuhkan rasa
syukur. Dengan menghargai hal-hal tersebut, seseorang dapat melihat kehidupan dengan
cara yang lebih positif dan menghargai setiap momen yang diperoleh.
Keenam, mempererat hubungan dengan Allah SWT melalui ketaatan yang
merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pendidikan yang
menekankan ketaatan akan mempererat hubungan peserta didik dengan Penciptanya.
Contohnya dengan berzikir dan berdoa dapat membantu mempererat hubungan dengan
Allah. Dengan mengucapkan nama-nama Allah dan berdoa, seseorang dapat
meningkatkan kesadaran dan keimanan, serta memperbaiki hubungan dengan
Allah.SWT.
Ketujuh, meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, melalui ketaatan dapat
menjanjikan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ini menjadi motivasi bagi peserta didik
untuk terus taat dan menggapai kesuksesan hakiki. Meraih kebahagiaan dunia dan
akhirat berarti mencapai keadaan yang penuh dengan kebahagiaan dan ketenangan baik
dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat. Kebahagiaan ini tidak hanya berupa
kepuasan pribadi, tetapi juga berupa keistimewaan dan kenikmatan yang diberikan
Allah SWT.
Dengan demikian, ketaatan kepada perintah Allah SWT memiliki hikmah yang
sangat besar dalam pendidikan, terutama dalam membentuk karakter, keimanan, dan
hubungan dengan Allah SWT. Menanamkan nilai-nilai ketaatan sejak dini sangat
penting dalam proses pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai