Makalah Ilmu Kalam Kel. 6-2
Makalah Ilmu Kalam Kel. 6-2
Makalah Ilmu Kalam Kel. 6-2
Disusun Oleh :
Kelompok 6 MPI 5–B
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Aliran-
Aliran Dalam Ilmu Kalam Indonesia H.M.Rasyidi dan Harun Nasution”. Makalah ini
disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ilmu Kalam.
Dalam menyusun makalah ini kami banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Dosen mata kuliah Ilmu Kalam bapak H. Sya’roni Ma’shum, Drs., M.M.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak
kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah
ini. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat, bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI ii
BAB I: PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penelitian 1
c. Hakikat iman 3
a. Peranan akal 4
b. Pembaharuan teologi 4
A. Simpulan 6
B. Saran 6
DAFTAR PUSTAKA iv
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ilmu kalam atau teologi dari masa ke masa mengalami perkembangan yang cukup
pesat, banyak tokoh-tokoh pemikir ilmu kalam bermunculan. Dan memiliki argumentasi
yang berbeda-beda, sehingga persoalan-persoalan yang mengenai ilmu kalam atau teologi
itu sendiri semakin serius untuk dibahas. Karena dari permasalahan tersebut akan memicu
timbulnya pemikiran-pemikiran yang baru dan tanggapan dari berbagai tokoh-tokoh ilmu
kalam itu sendiri.
Banyaknya tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang yang berbeda, maka banyak
pula pemikiran-pemikiran dari mereka yang berbeda tentang permasalahan ilmu kalam
ini. Sebagai contoh, di dalam makalah ini insya Allah akan di bahas teologi atau ilmu
kalam yang mengacu pada dua tokoh yaitu:HM.Rasyidi dan Harun Nasution. Oleh karena
itu, penulis mencoba mengangkat makalah dengan judul “Pemikiran kalam di indonesia”.
Hal ini sebagai bahan diskusi, sehingga akan mendapatkan wawasan keilmuan terkait
dengan permasalahan ilmu kalam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah riwayat hidup dan pemikiran kalam menurut H.M.Rasyidi?
2. Bagaimanakah riwayat hidup dan pemikiran kalam menurut Harun Nasution?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui riwayat hidup dan pemikiran kalam menurut H.M.Rasyidi?
2. Untuk mengetahui riwayat hidup dan pemikiran kalam menurut Harun Nasution?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
yang dihasilkan pikiran manusia bersifat absolute-universal, berarti meremehkan
ayat-ayat al-Qur’an seperti:
...وهللا يعلم وانتم التعلمون
“Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”)Q.S.Al-Baqarah:232)
Rasyid kemudian menegaskan pada saat ini, di Barat sudah dirasakan bahwa akal
tidak mampu mengetahui baik dan buruk. Buktinya adalah kemuncula
eksistensialisme sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme.Rasyidi mengakui bahwa
soal-soal yang pernah diperbincangkan pada dua belas abad yang lalu, masih ada yang
relevan untuk masa sekarang, tetapi ada pula yang sudah tidak relevan. Pada waktu
sekarang, demikian Rasyidi menguraikan, yang masih dirasakanlah oleh umat Islam
pada umumnya adalah keberadaan Syi’ah.hatan yang di perbuatnya.
3. Hakikat iman
Bagian ini merupakan kritikan Rasyidi terhadap deskripsi iman yang diberikan
Nurcholis Madjid, yakni “percaya dan menaruh kepercayaan kepada Tuhan. Dan
sikap apresiatif kepada Tuhan merupakan inti pengalaman keagamaan seseorang.
Sikap ini disebut takwa. Takwa diperkuat dengan kontak yang kontinu dengan Tuhan.
Apresiasi ketuhanan menumbuhkan kesadaran ketuhanan yang menyeluruh, sehingga
menumbuhkan keadaan bersatunya hamba dengan Tuhan.”Menanggapi pernyataan di
atas Rasyidi mengatakan bahwa iman bukan sekedar menuju bersatunya manusia
dengan Tuhan, tetapi dapat dilihat dalam dimensi konsekuensial atau hubungan
dengan manusia dengan manusia, yakni hidup dalam masyarakat. Bersatunya
seseorang dengan Tuhan tidak merupakan aspek yang mudah dicapai, mungkin hanya
seseorang saja dari sejuta orang. Jadi, yang terpenting dari aspek penyatuan itu adalah
kepercayaan, ibadah dan kemasyarakatan.
C. Riwayat Hidup Harun Nasution
Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di Sumatera. Ayahnya,
Jabar Ahmad adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-kitab Jawi.Pendidikan
formalnya dimulai dari sekolah Belanda HIS. Setelah tujuh tahun di HIS. Selama tujuh
tahun, Harun belajar bahasa Belanda dan ilmu pengetahuan umum di HIS itu, dia berada
dalam lingkungan disiplin yang ketat. Di lingkungan keluarga, harun memulai pendidikan
Agama dari lingkungan keluarganya dengan belajar mengaji, shalat dan ibadah
lainnya.Beliau meneruskan ke MIK (Modern Islamietishe Kweekschool) di Bukittinggi
pada tahun 1934. pendidikannya lalu diteruskan ke Universitas Al-Azhar, Mesir. Sambil
3
kuliah di Al-Azhar beliau kuliah juga di Universitas amerika di Mesir. Pendidikannya lalu
dilanjutkan ke Mc. Gill, Kanada pada tahun 1962.
Setiba di tanah air pada tahun 1969 beliau langsung terjun dalam bidang akademisi,
yakni menjadi dosen di IAIN Jakarta, IKIP Jakarta, dan kemudian juga pada Universitas
Nasional. Harun Nasution adalah figur sentral dalam semacam jaringan intelektual yang
terbentuk dikawasan IAIN Ciputat semenjak paruh kedua dasawarsa 70-an. Sentralitas
Harun Nasution di dalam jaringan itu tentu saja banyak ditopang kapasitas intelektualnya,
dan kemudian kedudukan formalnya sebagai rektor sekalibus salah seorang pengajar di
IAIN.
D. Pemikiran Kalam Harun Nasution
1. Peranan akal
Bukanlah secara kebetulan bila Harun Nasution memilih problematika akal dalam
system teologi Muhammad Abduh sebagai bahan kajian disertasinya di Universitas
Mogill, Mentreal, Kanada. Besar kecilnya peranan akal dalam system teologi suatau
aliran sangat menentukan dinamis atau tidaknya pemahaman seseorang tentang ajaran
Islam. Berkenaan dengan akal ini,Harun Nasution menulis demikian, “Akal
melambangkan kekuatan manusia,Karena akallah,manusia mempunyai kesanggupan
untuk menaklukkan kekuatan makhluk lain sekitarnya.Bertambah tinggi akal
manusia ,bertambah tinggilah kesanggupannya untuk mengalahkan makhluk
lai.Bertambah lemah kekuatan akal manusia,bertmbah rendah pulalah
kesanggupannya menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut.”
Dalam sejarah Islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai,
bukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, akan tetapi
dalam perkembangan ajaran-ajaran keagamaan Islam sendiri. Pemikiran akal dalam
Islam diperintahkan Al-Qur’an sendiri. Bukanlah tidak ada dasarnya apabila ada
penulis-penulis, baik di kalangan Islam sendiri maupun di kalangan non-Islam, yang
berpendapat bahwa Islam adalah agama rasional.
2. Pembaharuan Teologi
Pembaharuan teologi yang menjadi predikat Harun Nasution. Pada dasarnya
dibangun atas asumsi bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat Islam Indonesia
(juga di mana saja) adalah disebabkan “ada yang salah” dalam teologi mereka.
Pandangan ini serupa dengan pandangan kaum modernis lain pendahulunya
(Muhammad Abduh, Rasyid Ridha Al-Afghani, Sayid Amer Ali, dan lain-lain) yang
4
memandang perlu untuk kembali kepada teologi Islam yang sejati. Menurut Harun
Nasution, umat Islam hendaklah mengubah teologi yang berwatak free-will rasional,
serta mandiri. Tidak heran jika teori modernisasi ini selanjutnya menemukan teologi
dalam khazanah islam klasik sendiri yakni teologi Mu’tazilah.
3. Hubungan Akal dan Wahyu
Salah satu focus pemikiran Harun Nasution adalah hubungan akal dan wahyu. Ia
menjelaskan bahwa hubungan akal dan wahyu memang menimbulkan pertanyaan,
tetapi keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam
Al-Qur’an. Orang yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah
mengandung segala-galanya. Wahyu bahkan tidak menjelaskan semua permasalahan
keagamaan.
Dalam pemikiran Islam, baik di bidang filsafat dan ilmu kalam, apalagi di bidang
ilmu fiqih, akal tidak pernah membatalkan wahyu. Akal tetap tunduk kepada teks
wahyu. Teks wahyu tetap dianggap benar. Akal dipakai untuk memahami teks wahu
dan tidak untuk menentang wahyu. Akal hanya memberi interpretasi terhadap teks
wahyu sesuai dengan kecenderungan dan kesanggupan pemberi interpretasi. Yang
dipertentangkan dalam sejarah pemikiran Islam sebenarnya bukan akal dan wahyu,
tetapi penafsiran tertentu dari teks wahyu dengan lain dari teks wahyu itu juga. Jadi,
yang bertentangan sebenarnya dalam Islam adalah pendapat akal ulama tertentu
dengan pendapat akal ulama lain.
5
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
H. Mohamad Rasjidi (Kotagede, Yogyakarta, 20 Mei 1915 – 30 Januari 2001)
adalah mantan Menteri Agama Indonesia pada Kabinet Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir
II.Fakultas Filsafat, Universitas Kairo, Mesir (1938) Universitas Sorbonne, Paris (Doktor,
1956) Guru pada Islamitische Middelbaare School (Pesantren Luhur), Surakarta (1939-
1941) Guru Besar Fakultas Hukum UI Direktur kantor Rabitah Alam Islami, Jakarta.
Pemikiran kalam Rasyidi antara lain:tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi,tema-tema
ilmu kalam,hakikat iman.
Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di Sumatera. Ayahnya,
Jabar Ahmad adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-kitab Jawi.Pendidikan
formalnya dimulai dari sekolah Belanda HIS. Beliau meneruskan ke MIK (Modern
Islamietishe Kweekschool) di Bukittinggi pada tahun 1934. pendidikannya lalu diteruskan
ke Universitas Al-Azhar, Mesir. Sambil kuliah di Al-Azhar beliau kuliah juga di
Universitas amerika di Mesir. Pendidikannya lalu dilanjutkan ke Mc. Gill, Kanada pada
tahun 1962. Pemikiran Harun nasution ialah:peranan akal,pembaharuan teologi,hubungan
akal dan wahyu.
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat. Kami yakin makalah ini masih banyak kekurangan
baik dari segi isi maupun penulisan. Untuk itu, lami meminta kritik dan saran dari
berbagai pihak. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi kami
selaku penulis dan umumnya bagi pembaca semua. Terima kasih.
6
DAFTAR PUSTAKA
Rasjidi. (1997). Koreksi terhadap DR.Nurcholish Madjid tentang Sekularisasi. Jakarta: Bulan
Bintang.
Anwar, Rosihan dan Abdul Razak. (2003). Ilmu Kalam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
iv