N011181508 - Skripsi - 10-06-2022 1-2

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 32

OPTIMASI EKSTRAKSI DAUN Morus cathayana

Hemsl. MENGGUNAKAN METODE ULTRASONIC


ASSISTED EXTRACTION DAN PENENTUAN KADAR
FENOLIK TOTALNYA

OPTIMIZATION OF Morus cathayana Hemsl. LEAF


EXTRACTION USING ULTRASONIC ASSISTED
EXTRACTION METHOD AND DETERMINATION OF
TOTAL PHENOLIC

AYU NOVRIANA

N011 18 1508

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022

i
OPTIMASI EKSTRAKSI DAUN Morus cathayana Hemsl.
MENGGUNAKAN METODE ULTRASONIC ASSISTED EXTRACTION
DAN PENENTUAN KADAR FENOLIK TOTALNYA

OPTIMIZATION OF Morus cathayana Hemsl. LEAF EXTRACTION


USING ULTRASONIC ASSISTED EXTRACTION METHOD AND
DETERMINATION OF TOTAL PHENOLIC

SKRIPSI

untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi


syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana

AYU NOVRIANA
N011 18 1508

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022

ii
OPTIMASI EKSTRAKSI DAUN Morus cathayana Hemsl.
MENGGUNAKAN METODE ULTRASONIC ASSISTED EXTRACTION
DAN PENENTUAN KADAR FENOLIK TOTALNYA

AYU NOVRIANA
N011 18 1508

Disetujui oleh:

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si.,Apt. Prof. Subehan, M.Pharm.Sc., Ph.D,Apt.


NIP.19641231 199002 1 005 NIP. 19750925 200112 1 002

Pada Tanggal, 2022

iii
iv
v
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang diajukan untuk

memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar

sarjana di Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas

Hasanuddin.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak

mengalami kendala, berkat bimbingan, masukan serta saran-saran dari

berbagi pihak dan berkah dari Allah SWT hingga selesainya skripsi ini. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

setulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt. selaku pembimbing utama dan

Bapak Prof. Subehan, M.Pharm.Sc., Ph. D, Apt. selaku pembimbing

pendamping yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing,

menjadi layaknya seorang ayah selama masa penelitian, penyusunan

skripsi, memberikan masukan, bimbingan serta motivasi yang

membangun kepada penulis hingga skripsi ini dapar terselesaikan

dengan baik.

2. Bapak Abdul Rahim, S.Si.,M.Si.,Ph.D., Apt. dan Bapak Rangga

Meidianto Asri, S.Si.,M.Pharm.,Sc.,Apt. selaku penguji yang telah

memberikan masukan dan bimbingan yang bermanfaat bagi penulis.

vi
3. Bapak Drs. Syahruddin, M.Si., Apt. selaku pembimbing akademik yang

telah banyak membantu dalam memberikan nasehat, dukungan serta

motivasi selama penyelesain studi di fakultas farmasi.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin yang

telah memberikan arahan positif serta ilmu pengetahuan yang

bermanfaat selama penulis berada di bangku kuliah hingga penulis

mampu menyelesaikan skripsi ini.

5. Ayahanda Sumange Alam dan Ibunda Hartati yang selalu memberikan

motivasi, serta doa-doa yang selalu mereka panjatkan setiap harinya

baik itu secara moril maupun materil sehingga penulis mampu

menyelesaikan masa studi.

6. Sahabat-sahabat penulis, Atikah Rezki Ramadhani, A.Md.T., Kak Rika

Astina S.Si, kak Esti Ramadayanti S.Si, Apt. serta Andi Rizka

Tadampali, Indo Asmarani, Maya, Taat, Ubo, Pocci, Tikong, Lifta, Ersal

yang senantiasa selalu menemani penulis dalam manjalani proses,

serta tak hentinya memberikan pengaruh positif, menjadi teman berbagi

cerita disetiap proses yang penulis hadapi sehingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan di Farmasi.

7. Keluarga Besar Abd. Kadir, khususnya Makmur alam yang senantiasa

memberikan dukungan serta motivasi baik secara spiritual maupun

duniawi, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan baik.

8. Keluarga Besar Hj. Naga uleng, yang selalu memberikan penulis

semangat serta bantuan materil dalam penyelesaian skripsi ini.

vii
viii
ABSTRAK

AYU NOVRIANA. Optimasi Ekstraksi Daun Morus cathayana Hemsl.


Menggunakan Metode Ultrasonic Assisted Extraction Dan Penentuan
Kadar Fenolik Totalnya (Dibimbing oleh Prof Gemini Alam dan Prof
Subehan)

tanaman Morus cathayana Hemsl. merupakan tanaman yang mampu hidup


pada iklim subtropik dan berguna sebagai pakan utama dalam ulat sutera,
tanaman bergenus Morus ini memiliki beberapa khasiat dalam pengobatan
tradisional diantaranya pencahar, obat cacing, serta radang tenggorokan.
Senyawa metabolit utama dari daun M. cathayana yaitu senyawa fenolik
jenis 2,5-dihydroksipropenylphenol dan propenylphenol jenis kumarin.
Adapun tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
perbedaan rasio sampel-pelarut, konsentrasi pelarut, dan lama ekstraksi
terhadap kadar fenolik total dan persen rendemen daun M. cathayana
menggunakan pendekatan Response Surface Methodology. Dengan
menggunakan beberapa variasi parameter yaitu lama ekstraksi (15, 30, dan
45 menit), konsentrasi pelarut (30, 70, dan 96%) dan rasio sampel-pelarut
(1:10, 2:10, dan 3:10). Dalam penentuan kondisi optimum ekstraksi
digunakan aplikasi minitab 18. Berdasarkan hasil Response Surface
Methodology, kondisi optimum ekstraksi untuk daun M. cathayana
menggunakan metode ultrasonic assisted extraction diperoleh persen
rendemen tertinggi yaitu dengan lama ekstraksi 45 menit, rasio simplisia-
pelarut 1:10 dan konsentrasi pelarut 30% dengan nilai persen rendemen
maksimum 14.19%. Sedangkan pada kadar fenolik total diperoleh kondisi
optimum yaitu dengan lama ekstraksi 15 menit, rasio simplisia-pelarut 3:10,
dan konsentrasi pelarut 96% dengan kadar fenolik total 0.5779 mg ekivalen
asam galat (EAG) per gram sampel (mgEAG/g).

Kata Kunci: UAE, Fenolik, Optimasi, RSM, M. cathayana.

ix
ABSTRACT

AYU NOVRIANA. Optimization of Morus cathayana Hemsl Leaf Extraction.


Using Ultrasonic Assisted Extraction and Determination of Total Phenolic
(Supervised by Prof Gemini Alam and Prof Subehan).

Morus cathayana Hemsl. is a plant that was able to live in subtropical


climates and commonly used as the main feed for silkworms. Morus genus
has several benefits in traditional medicine including laxatives, anthelmintic,
and sore throat. The main metabolite compound from M. cathayana leaves
are phenolic compound of 2,5 dihydroxypropenyphenol and coumarin type
of propenylphenol. This study aims to determine the effect of differences in
the sample-solvent ratio, solvent concentration, and extraction time on the
total phenolic content and percent yield of M. cathayana leaves using the
Response Surface Methodology approach. In this study, we used several
variations of parameters, namely extraction time (15, 30, and 45 minutes),
solvent concentration (30, 70, and 96%), and sample-solvent ratio (1:10,
2:10, and 3:10). For determining the optimum condition of extraction used
as much the Minitab 18 application. Based on the results of response
surface methodology, the optimum conditions of extraction to obtained the
highest percent yield of M. cathayana leaves using the ultrasonic-assisted
extraction method is extraction time of 45 minutes with the simplicia-solvent
ratio of 1:10, and concentration solvent 30% with a maximum yield of
14.19%. While for the total phenolic content, the optimum conditions were
obtained, namely with an extraction time of 15 minutes, a simplicia-solvent
ratio of 3:10, and a solvent concentration of 96% with a total phenolic
content of 0.5779 mg gallic acid equivalent (EAG) per gram sample
(mgEAG/g).

Keywords: UAE, Phenolic, Optimization, RSM, M. cathayana.

x
DAFTAR ISI

Halaman

UCAPAN TERIMA KASIH vi

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR SINGKATAN xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

I.1 Latar Belakang 1

I.2 Rumusan Masalah 3

I.3 Tujuan Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

II.1 Uraian Tanaman 4

II.1.1 Klasifikasi Tanaman 4

II.1.2 Morfologi Tanaman 4

II.1.3 Kandungan Senyawa fitokimia 5

II.1.4 Kegunaan Tanaman Murbei 5

II.2 Definisi Simplisia 6

II.3. Ekstraksi 7

II.3.1 Pengertian Ekstraksi 7

II.3.2 Metode Ekstraksi 7

xi
II.4 Senyawa Fenolik 14

II.5 Kromatografi Lapis Tipis 14

BAB III METODE PENELITIAN 17

III.1 Alat dan Bahan 17

III.2 Metode Penelitian 17

III.2.1 Determinasi Sampel 17

III.2.2 Penyiapan Sampel 17

III.3 Optimasi Proses Ekstraksi 18

III.3.1 Ekstraksi 18

III.3.2 Penentuan Kadar Air Ekstrak Daun M.cathayana 18

III.3.3 Penentuan bobot dan rendemen (%) ekstrak hasil ultrasonic 18

III.3.4 Penentuan profil metabolit menggunakan KLT-Densitometri 19

III.3.5 Penentuan kadar fenolik total menggunakan metode

Spektrofotometri UV-Vis 19

III.3.6 Pengolahan data pada response surface methodology 19

BAB IV Hasil Dan Pembahasan 20

IV.1 Ekstraksi 21

IV.2 Analisis KLT-Densitometri 21

IV.3 Response Surface Analysis 21

IV. 4 Penentuan Kadar Air 22

BAB V PENUTUP 23

V.1 Kesimpulan 23

V.2 Saran 23

xii
DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 27

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tanaman Morus cathayana Hemsl. 4

2. Proses Maserasi 8

3. Rangkaian Alat ekstraksi Soxhlet 9

4. Rangkaian Alat Refluks 10

5. Alat sonikator 12

6. Rangkaian Alat Supercritical fluid extraction 12

7. Rangkaian Alat Microwave Assisted Extraction 13

8. Rangkaian Alat accelerated-assisted extraction 14

xiv
DAFTAR SINGKATAN

GAE = Gallic Acid Equivalent

KLT = Kromatografi Lapis Tipis

TLC = Thin Layer Chromatography

RSM = Response Surface Methodology

nm = Nanometer

UV = Ultra violet

Vis = Visibel

PCA = Principle Component Analysis

UAE = Ultrasonic Assisted Extraction

SFE = Supercriticaal Fluid Extraction

AAE = Acelarated-Assisted Extraction

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skema Kerja 49

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Morus merupakan tanaman yang mampu hidup pada iklim subtropik,

Morus termasuk dalam genus dari family Moraceae, pertama kali muncul

sekitar 63,5 juta tahun yang lalu, dengan penyebaran sebanyak 37 Negara.

Sejauh ini, mayoritas morus seperti murbei jepang (Morus japonica), murbei

india (Morus Indica), murbei cina (Morus multicaulis), dan Morus cathayana

yang berasal dari cina tengah, merupakan varietas budidaya dari murbei

putih, beberapa dari jenis morus tersebut merupakan variestas yang

dibudidayakan hingga saat ini (Coles, 2019).

Tanaman ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena daunnya

yang merupakan pakan utama bagi ulat-ulat sutera. Tanaman ini dapat

tumbuh dengan baik dibawah permukaan laut hingga 3000m. Kegunaan

Morus dalam pengobatan tradisional, bagian akar dan kulit kayunya

digunakan sebagai pencahar, dan obat cacing, serta rebusan daunnya

dapat digunakan untuk radang tenggorokan (Boudreaux, 2016). Selain itu,

Morus memiliki aktivitas menguntungkan terhadap risiko kardiometabolik

seperti antioksidan (Thaipitakwong et al, 2018).

Beberapa kandungan senyawa yang terdapat pada Morus salah

satunya ialah senyawa fenolik (Xiao, G et al., 2020). Secara fitokimia Morus

memiliki berbagai senyawa fenolik seperti stilben dan xanthon (Nomura and

1
2

Hano, 1994). Dalam penelitian Shen and Lin (2001). menyatakan bahwa

terdapat senyawa chatayanon A dan chatayanon B dalam kulit akar M.

cathayana. Sedangkan dalam penelitian Octaviana (2014). Melaporkan

terdapat dua senyawa fenolik dari daun M. cathayana yakni, 2,5-

dihidroksipropenilfenol dan propenilfenol serta senyawa scopoletin jenis

kumarin.

Untuk memperoleh manfaat dari tanaman ini diperlukan proses

ekstraksi dalam pemisahan dan pengambilan terutamanya pada senyawa

fenolik (Julianto, 2019). Beberapa metode ekstraksi yang dapat digunakan

diantaranya metode konvensional seperti maserasi dan soxhletasi beserta

metode modern seperti Ultrasonic (Handaratri and Yuniati, 2019).

Ultrasonic Assisted Extraction memiliki keunggulan dari segi waktu

ekstraksi yang singkat, penggunaan pelarut relative sedikit, sehingga

penggunaannya dapat dikembangkan pada bahan alami (Handaratri and

Yuniati, 2019). Dalam Penelitian Karunanithi (2019). Membandingkan

keefektifan metode ekstraksi ultrasonic dan soxhletasi pada kulit Opuntia

ficus-indica, diperoleh hasil senyawa bioaktif lebih tinggi, daripada ekstraksi

dengan metode soxhletasi. sehingga keberadaan senyawa fitokimia sangat

bergantung pada metode ekstraksi.

Salah satu upaya dalam mengoptimalkan proses ekstraksi ialah

dengan optimasi, metode yang digunakan dalam memperoleh kondisi

optimum kebanyakan menggunakan Response Surface Methodology.

Metode ini merupakan salah satu metode Analisis yang mempu


3

mengoptimalkan suatu proses produksi dengan memasukkan beberapa

variabel sehingga menjadi lebih sederhana, metode ini mampu memberikan

hasil reproduktifitas hasil yang lebih baik dan proses optimalisasi dengan

perspektif yang bagus (Assagaf, dkk. 2012).

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan dilakukan optimasi

metode ekstraksi daun Morus cathayana menggunakan metode Ultrasonic

Assisted Extraction dan penentuan kadar fenolik total. Penelitian ini

menggunakan variasi antara pelarut-sampel, konsentrasi pelarut dengan

lama ekstraksi yang berbeda. Hasil ekstraksi ini akan dianalisis

menggunakan desain Response Surface Methodology. Setelah penelitian

ini dilakukan, diharapkan dapat mengetahui metode ekstraksi terbaik untuk

penentuan kadar fenolik total dalam daun M. cathayana.

I.2 Rumusan Masalah

Bagaimana optimasi dari kombinasi perbedaan konsentrasi pelarut,

rasio sampel-pelarut dan lama ekstraksi menggunakan ultrasonic terhadap

kadar senyawa fenolik total dan persen rendemen daun M. cathayana

menggunakan pendekatan Response Surface Methodology?

I.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui optimasi dari kombinasi perbedaan konsentrasi pelarut,

rasio sampel-pelarut dan lama ekstraksi menggunakan ultrasonic terhadap

kadar senyawa fenolik total dan persen rendemen daun M. cathayana

dengan menggunakan pendekatan Response Surface Methodology.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Tanaman

II.1.1 Klasifikasi Tanaman

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Urticales

Suku : Moraceae

Marga : Morus

Jenis : Morus cathayana Hemsl.

Gambar 1. Tanaman Morus cathayana Hemsl. (Sumber: Dokumentasi pribadi)

II.1.2 Morfologi Tanaman

M. cathayana merupakan tanaman perdu atau pohon kecil dengan

tinggi hingga 7 m. Kulit batang berwarna abu-abu hingga kecoklatan tua.

Memiliki panjang tunas sekitar 4 mm, berwarna coklat, dengan kuncup

bersisik dengan pita putih di tepi apical, dan bentuk puncak yang lancip.

4
5

Panjang daun sekitar 1,5 cm, panjang tangkai daun 1-3,5 cm. Daun

bergerigi berjauhan, ujung daun yang lancip hingga meruncing. Bunga

berbentuk bulat telur, terdiri 4 benang sari, panjangnya 2,5-4 cm berwarna

merah, ungu tua, atau putih pada saat matang. M. cathayana berbunga

pada bulan Maret-mei dan berbuah pada bulan April-juni (Thomas dan

Razdan, 2021).

II.1.3 Kandungan Senyawa Fitokimia

Berdasarkan hasil isolasi yang dilakukan Octaviana dan Hakim

(2014). Kandungan senyawa yang terdapat pada daun M. cathayana yaitu

senyawa fenolik. Senyawa metabolit utama dari daun M. cathayana yaitu

senyawa fenolik jenis 2,5-dihydroksipropenylphenol dan propenylphenol

jenis kumarin. Selain itu, juga terdapat empat turunan 2-arylbenzofuran

cathafurans A, B, C dan D yang diisolasi dari kulit batang M. cathayana (Ni

dkk., 2010). dan cathayanon F-J dan cathayanin A, chatayanin B dan C (Ni

dkk., 2009). Selain itu, pada bagian kulit akar juga terdapat 2-

arylbenzofuran, Sanggenon B (Shi, Nomura dan Fukai, 2007).

II.1.4 Kegunaan Tanaman murbei

Tanaman murbei umumnya dimanfaatkan dalam berbagai macam

manfaat, seperti daun murbei yang digunakan sebagai pakan utama ulat

sutera. Selain itu, morus ini memiliki kandungan senyawa fenolik yang

dapat berperan sebagai antioksidan dan daun genus morus ini bermanfaat

dalam nutraseutikal progresif yang mampu menghambat berbagai macam

penyakit kronis (Abbas dan Rahmat, 2020). M. cathayana sendiri memiliki


6

manfaat sebagai obat tradisional Cina, dengan memanfaatkan kulit akar M.

cathayana untuk pengobatan diabetes, arthritis, dan rematik (Ni dkk., 2010).

Selain itu, aktivitas farmakologi dari kandungan senyawa M. cathayana

yaitu cathayanon A dan B ini dilaporkan memiliki potensi yaitu mampu

dalam penghambatan adhesi sel HL-60 terhadap BAEC (Bovine Arterial

Endhotalium cells) pada konsentrasi 10 -5 mol dan 1-1 dengan laju

penghambatan masing-masing senyawa yaitu 44,72% dan 39,02% (Shen

dan Lin, 2001).

II.2 Definisi Simplisia

Simplisia merupakan bahan alami yang digunakan sebagai bahan

obat yang belum mengalami proses pengolahan apapun selain bahan yang

dikeringkan. Ada tiga jenis simplisia diantaranya sebagai berikut (Depkes

RI, 1989):

a. Simplisia nabati merupakan simplisia dari tanaman utuh, bagaian

tananam maupun eksudat tanaman. Yang berupa isi sel yang melalui

cara tertentu dikeluarkan dari selnya, ataupun zat-zat nabati yang

dikelurkan dengan cara tertentu yang dipisahkan dari tanamannya

dan belum berupa zat kimia murni.

b. Simplisia hewani merupakan simplisia berupa hewan utuh, bagian

hewan atau zat-zat yang berguna pada hewan yang diperoleh dari

hewan tersebut yang belum berupa zat kimia murni.


7

c. Simplisia pelican (mineral) merupakan simplisia berupa pelican

(mineral) yang belum mengalami pengolahan ataupun telah diolah

menggunakan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

II.3 Ekstraksi

II.3.1 Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu proses penyarian suatu senyawa kimia

dari bahan alam yang bertujuan dalam menarik zat berkhasiat atau

komponen kimia dari suatu tanaman. Komponen kimia ini dapat ditarik

karena melewati proses zat aktif yang larut dalam pelarut organik tertentu

sehingga terjadi perbedaan konsentrasi baik didalam dan diluar sel yang

mengakibatkan zat kimia akan keluar proses ini dapat disebut difusi. Proses

ini berlangsung secara terus menerus hingga mencapai keseimbangan

konsentrasi zat aktif diluar dan didalam sel (Ditjen POM, 1986).

II.3.2 Metode-Metode Ekstraksi

II.3.2.1 Metode Dingin

II.3.2.1.1 Maserasi

Maserasi merupakan proses penyarian senyawa kimia sederhana

dengan cara merendam simplisia dengan cairan panyari pada suhu kamar

yang mengakibatkan bahan menjadi lunak dan larut. Cairan penyari

menembus dinding sel dan masuk ke dalam sel guna menarik senyawa aktif

dari suatu bahan. Zat aktif akan keluar akibat adanya perbedaan

konsentrasi zat terlarut yang ada dalam sel dan diluar sel. Sehingga

peristiwa tersebut akan berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi


8

dalam dan diluar sel (Ditjen POM, 1986). Untuk senyawa yang memilliki

sifat termolabil biasanya menggunakan metode maserasi (Julianto, 2019).

Gambar 2. Proses Maserasi (Julianto, 2019)


II.3.2.1.2 Perkolasi

Perkolasi merupakan metode ekstraksi yang melewatkan pelarut

organik pada sampel sehingga pelarut nantinya akan membawa senyawa

organik bersama pelarut. Namun metode ini hanya efektif digunakan untuk

senyawa organik yang mudah larut dalam pelarut yang digunakan

(Hasrianti, 2016). Pada metode ini, serbuk simplisia akan dibasahi secara

perlahan dalam sebuah percolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan

kran pada bagian bawahnya). Pelarut yang ditambahkan pada bagian atas

serbuk sampel dan dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah.

Kelebihan dari metode ini adalah sampel yang selalu dialiri dengan pelarut

baru. Adapun kerugian metode ini jika sampel dalam percolator tidak

homogen maka pelarut akan sulit menjangkau selauruh area. Selain itu,

pada metode ini dibutuhkan banyak pelarut dan memerlukan waktu cukup

banyak (Mukhriani, 2014).


9

II.3.2.2 Metode Panas

II.3.2.2.1 Sokletasi

Sokletasi merupakan proses ekstraksi menggunakan pelarut baru

tiap sekali proses ekstraksi terjadi. Proses ini menggunakan alat khusus

sehingga terjadi proses ekstraksi secara kontinyu dengan jumlah pelarut

konstan dan adanya pendinginan balik (Depkes RI, 2000). Pada metode ini

sangat cocok pada bahan yang tahan pemanasan, bahan ekstraksi

diletakkan dalam sebuah kantong ekstraksi (kertas sari) pada rangkaian

alat ekstraksi yang bekerja secara kontinyu dengan pelarut relatif konstan

dengan adanya pendingin balik dan turun menyari simplisia (Najib, 2018).

Gambar 3. Rangkaian Alat esktrasksi Soklet (Julianto, 2019)

II.3.2.2.2 Refluks

Metode refluks merupakan proses ekstraksi dengan menggunakan

pelarut bergantung pada titik didih pelarutnya dengan mengunakan pelarut

volatile yang akan menguap pada suhu tinggi, selama waktu tertentu dan

jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik

(Depkes RI, 2000).


10

Gambar 4. Rangkaian Alat Refluks (Tian et al., 2016)

II.3.2.2.3 Infus

Infus merupakan metode ekstraksi yang menggunakan pelarut air

pada temperature penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air

mendidih, temperatur pada 90°C) selama 15 menit (Hasrianti, 2016). Air

merupakan pelarut universal yang bersifat polar dan mudah didapati oleh

masyarakat. Pada suhu kamar, air kurang maksimal dalam menarik zat-zat

kimia dalam suatu bahan obat, sehingga suhunya perlu dinaikkan. Air

dengan suhu tinggi memiliki kemampuan menarik zat-zat kimia pada bahan

obat, karena ketika bahan direbus dengan air, maka semua zat kimia yang

terdapat pada tanaman akan tertarik keluar karena adanya pemanasan

(Makoil, 2021).

II.3.2.2.4 Dekok

Dekok merupakan metode ekstraks dengan menggunakan pelarut

air pada suhu temperature 90°C selama 30 menit (Hasrianti, 2016). Dekokta

merupakan metode yang biasanya digunakan untuk mengekstraksi bagian

tanaman yang keras seperti kulit batang (Makoil, 2021).


11

II.3.2.3 Metode Modern

II.3.2.3.1 UAE (Ultrasonic Assisted Ekstraction)

Menggunakan teknik konvensional dalam ekstraksi suatu sampel

memiliki beberapa kekurangan diantaranya memakan waktu,

membosankan, memerlukan jumlah pelarut yang relatif banyak. Sehingga

dalam ekstraksi suatu sampel memrlukan metode pengembangan baru

dalam meminimalisir daripada metode konvensional, dengan beberapa

karakteristik diantaranya penggunaannya sederhana, biaya rendah,

penggunaan waktu dan pelarut yang relative sedikit (Capelo-Martínez,

2009).

Ekstraksi dengan berbantuan ultrasonic biasa disebut Ultrasonic

Assisted Extraction (UAE) diperkenalkan sebagai metode modern yang

dapat digunakan dalam ektraksi sampel organik baik berupa cair maupun

padat. Ekstraksi dapat terjadi dengan cepat dengan bantuan ultrasonic

(Capelo-Martínez, 2009).

Ultrasonik adalah salah satu metode ekstraksi non termal yang

memanfaatkan gelombang ultrasonik (frekuensi 20-2000 kHz) (Endarini,

2016). Kemampuan dalam menarik senyawa bioaktif dalam jumlah besar

pada waktu singkat. Keuntungan metode ini ialah kavitasi akustik yang

mengakibatkan meningkatnya penetrasi pelarut ke dalam matriks dengan

mengganggu dinding sel, serta cocok digunakan pada senyawa non termal

karena mampu mencapai suhu rendah (Julianto, 2019).


12

Gambar 5. Alat Sonikator (Dokumentasi Pribadi)

II.3.2.3.2 Supercritical Fluid Extraction

Gas superkritis seperti karbon dioksida, nitrogen, metana, etana,

etilen, nitrogen oksida, sulfur dioksida, propana, propilena, amonia dan

sulfur heksafluorida digunakan untuk mengekstrak senyawa aktif dalam

tumbuhan. Sampel tumbuhan disimpan dalam bejana yang diisi dengan gas

dalam kondisi yang terkendali seperti suhu dan tekanan. Senyawa aktif

yang larut dalam gas terpisah ketika suhu dan tekanan lebih rendah. Faktor

penting dari teknik ini adalah transfer massa zat terlarut dalam pelarut

superkritis (Julianto, 2019).

Gambar 6. Rangkaian Alat Supercritical Fluid Extraction (Julianto, 2019)

II.3.2.3.3 Microwave-assisted extraction

Metode modern ini dibantu dengan energi gelombang mikro

(Microwave) dalam pemisahan senyawa aktif pada sampel kedalam pelarut.


13

Panas yang dihasilkan melalui rotasi dipolar dan konduksi ionic berasal dari

listrik yang dialirkan. Pemanasan yang dihasilkan akan lebih cepat

bergantung pada meningkatnya konstanta dielektrik pelarut. Pemanasan

dengan microwave mampu memanaskan seluruh sampel dalam waktu

bersamaan. Selama ekstraksi proses panas akan mengganggu ikatan

hydrogen lemah akibat rotasi dipol melalui migrasi ion terlalut dan

meingkatkan penetrasi pelarut kedalam sampel (Julianto, 2019).

Gambar 7. Rangkaian Alat Microwave-Assisted extraction (MAE) (Julianto, 2019).

II.3.2.3.4 Acelarated-assisted extraction

Dalam poses ekstraksi pelarut dipercepat, metode ini menggunakan

pelarut yang akan dipanaskan pada suhu tinggi dan tekanan guna

mempertahankan agar pelarut tetap dalam bentuk cair selama ekstraksi

berlangsung. Pemanasan pelarut akan mempercepat proses difusi

sehingga mampu melarutkan analit. Suhu yang tinggi mengurangi

viskositas sehingga pelarut mampu masuk ke matriks dengan cepat dibantu

dengan tekanan pun akan membantu kontak antara anait dan pelarut

mampu lebih dekat. Metode ini menggunakan waktu dan jumlah pelarut
14

sedikit. Keuntungan metode ini mampu mengekstraksi sampel yang

berukuran 1-100g/menit (Julianto, 2019).

Gambar 8. Rangkaian alat acelarated-assisted extraction (Julianto, 2019)

II.4 Senyawa Fenolik

Senyawa fenolik dikenal dengan senyawa yang khas akan gugus

fenol. Melalui proses sintesis dengan jalur asam sikimat. Senyawa fenolik

ini diperoleh dari asam hidroksi benzoate dan fenil propanoid. Kebanyakan

senyawa ini terdapat di vakuola dan dinding sel tumbuhan (Alam, 2012).

Senyawa fenolik bercirikan dengan memiliki 1 atau lebih gugus hidroksil

pada cincin aromatik (Julianto, 2019).

II.5 Kromatografi Lapis Tipis

Salah satu jenis yang termasuk dalam kromatografi planar ialah

kromatografi lapis tipis. Kromatografi lapis tipis merupakan metode

pemisahan antara senyawa kimia berdasarkan distribusinya pada dua fase

yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam ini berupa bahan pelapis pada

lempeng KLT yang terbuat dari bubuk silika, aluminium oksida, atau

selulosa. Sedangkan fase gerak berupa pelarut tunggal atau campuran

yang akan menyebabkan ekstrak mengalami pemisahan. Fase gerak dan


15

fase diam berinteraksi melalui daya kapilaritas yang menunjukkan bahwa

terjadinya pemisahan beragam komponen berdasar pada kelarutan dan

retensinya dalam fase diam dan fase gerak. Pemisahan ini terjadi karena

adanya kompetensi molekul sampel dengan fase gerak untuk berinteraksi

dengan fase diam. Tingkat pergerakan dan setiap penarikan senyawa yang

dengan laju tertentun dinyatakan sebagai faktor retardasi (Rf). Faktor

retardasi ini merupakan perbandingan jarak tempuh fase gerak dengan

pergerakan noda yang terpisah (Rafi dan Heryanto, 2017). Nilai Rf terbaik

berkisar antara 0,2-0,8 untuk deteksi pada UV, untuk visibel berkisar antara

0,2-0,9 (Wulandari, 2011). Retardasi faktor dapat dihitung pada rumus

sebagai berikut:
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑛𝑜𝑑𝑎
Rf=
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

Beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil kromatografi

lapis tipis yakni pemilihan fase diam, pengaplikasian cuplikan sampel, fase

gerak, bejana kromatografi, dan derivatisasi (pewarnaan). Ukuran fase

diam akan mempengaruhi hasil KLT karena semakin kecil akan

meningkatkan fase pemisahan. Fase diam yang paling umum digunakan

silika gel karena memiliki kekuatan pemisahan yang sangat baik.

Sedangkan penotolan sampel dengan automatik sangat disarankan demi

meghindari perbedaan volume yang berbeda daripada pengaplikasian

cuplikan sampel dengan manual. Serta pemilihan fase gerak juga sangat

penting karena berdampak pada pemisahan senyawa nantinya. Pemilihan

fase gerak berdasarkan fase diam dan struktur senyawa yang akan
16

dipisahkan. Derivatisasi juga diperlukan untuk memunculkan senyawa yang

telah dipisahkan sehingga nantinya memberikan hasil yang spesifik pada

analisis KLT (Rafi dan Heryanto, 2017).

Anda mungkin juga menyukai