8715 55035 3 PB
8715 55035 3 PB
8715 55035 3 PB
in Health Services
Peranan Informed Consent Terhadap Perlindungan Hukum Dokter
dalam Pelayanan Kesehatan
Abstract: The urgency of Informed Consent is really needed by doctors to be used as a sign of approval
for medical action that has the potential for medical disputes or is a legal protection for medical
officers who carry out actions. The purpose of this study was to analyze informed consent for the legal
protection of doctors in health services. Using a normative juridical method with a statute approach,
namely examining all laws and regulations related to the issues to be discussed. The results of the
analysis show that absolute informed consent can be a guarantee of a sense of security for both
doctors and workers who carry out the health care profession as well as protection for patients so
that patients understand the condition of the disease experienced by patients and understand the
medical actions that will be carried out so as to avoid malpractice activities.
Keywords: informed consent, legal protection and health services
Abstrak: Urgensi Informed Consent sangat dibutuhkan oleh dokter untuk digunakan sebagai tanda
persetujuan tindakan medis yang berpotensi terjadinya sengketa medik atau merupakan
perlindungan hukum bagi petugas medis yang melakukan tindakan. Tujuan penelitian ini untuk
menganalisis informed consent terhadap perlindungan hukum dokter dalam pelayanan kesehatan.
Menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang‐undangan(statute
approach), yaitu menelaah semua peraturan perundang undangan yang terkait dengan
permasalahan yang akan dibahas. Hasil analisis menunjukan informed consent bersifat mutlak
dapat menjadi jaminan rasa aman baik bagi dokter atau tenaga kerja yang menjalankan profesi
pelayanan kesehatan serta perlindungan bagi pasien sehingga pasien memahami kondisi penyakit
yang dialami pasien serta memahami tindakan medis yang akan dilakukan sehingga terhindar dari
kegiatan malpraktik
Kata Kunci : informed consent, perlindungan hukum dan pelayanan kesehatan
PENDAHULUAN
Hubungan antara dokter dengan pasien menurut presepsi hukum adalah suatu perjanjian atau
yang sering dikenal dengan perjanjian terapeutik. Perjanjian terapeutik adalah perjanjian yang
terjadi di antara do.kter dan pasien yang menyebabkan adanya kewajiban maupun hak bagi
masing-masing pihak yang berkaitan dengan hubungan Tindakan medis dan terdapat hubungan
hukum (Kumalawati, 2018). Bentuk perjanjian / persetujuan yang timbul antara pasien dan dokter
dapat dilakukan melalui dua metode yaitu melalui lisan maupun secara tertulis. Perjanjian yang
dilakukan secara tertulis memiliki nama lain yaitu Informed Consent (Sinulingga and Innaka, 2012)
Dokter harus menyadari bahwa informed concent benar-benar dapat menjamin terlaksananya
hubungan hukum antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan
kewajiban masing-masing pihak yang seimbang dan dapat dipertanggung jawabkan. Informed
consent dapat membantu memberi pasien informasi sehingga pasien memahami mengenai
tindakan tenaga medis yang akan melakukan tindakan sebagai usaha penyembuhan penyakit yang
dideritanya, dan juga mendapatkan informasi mengenai penyakit yang dideritanya. Sedangkan
bagi tenaga kesehatan Informed Consent dapat digunakan sebagai dasar oleh pelaku kesehatan
http://journal.unika.ac.id/index.php/shk
DOI: https://doi.org/10.24167/shk.v9i1.8715
1
SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan
ISSN:2548-818X (media online) Vol.9 | No.1 | Juni 2023 | 1-8
untuk memberikan rasa aman dalam melakukan tindakan medis sebagai usaha penyembuhan
penyakit pasien, serta sebagai pembelaan jika hasil tindakan medis tidak sesuai dengan keinginan
pasien maupun keluarga pasien. Meskipun begitu pasien tetap dapat melakukan gugatan kepada
tenaga kesehatan, jika dokter yang bersangkutan tid.ak melak.sanakan tindakan sesuai dengan
standar profesi dengan baik / terjadi Malpraktek (Wijaya and Wisanjaya, 2014). Apabila tindakan
medik dilakukan tanpa adanya persetujuan dari pasien atau keluarganya, maka dokter dapat
dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin prakteknya.
Informed consent berkaitan erat dengan HAM (Hak Asasi Manusia). Dalam hukum positif Indonesia,
informed consent sangat jelas diamanahkan dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, Undang-Undang Praktek Kedokteran No. 29 Tahun 2004 juga Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/MENKES/PER/IX/2011 tentang Informasi dan
Persetujuan Tindakan Kesehatan. wajib memberikan informed consent kepada pasien sebagai
tanda persetujuan dalam melakukan tindakan medis
Urgensi Informed Consent dalam pelayanan kesehatan menjadi semakin penting, terutama dalam
konteks perlindungan hukum bagi dokter. Informed consent merupakan prinsip etika dan hukum
yang menegaskan hak pasien untuk memperoleh informasi yang memadai sebelum memberikan
persetujuan terhadap tindakan medis. Hal ini memberikan perlindungan bagi dokter terhadap
potensi tuntutan hukum yang mungkin timbul akibat kesalahan atau klaim ketidakpatuhan
terhadap standar medis. Informed consent memungkinkan terjalinnya komunikasi yang efektif
antara dokter dan pasien. Dokter memiliki kewajiban untuk memberikan penjelasan yang jelas dan
komprehensif mengenai diagnosis, prognosis, manfaat, risiko, serta konsekuensi dari tindakan
medis yang akan dilakukan. Dengan adanya informed consent, dokter dapat memastikan bahwa
pasien telah memahami informasi tersebut, sehingga mengurangi risiko salah interpretasi dan
meningkatkan kepatuhan pasien terhadap prosedur medis yang direkomendasikan.
Informed consent memainkan peran penting dalam melindungi dokter dari klaim malapraktik atau
tuntutan hukum yang mungkin timbul. Dengan persetujuan tertulis pasien yang didokumentasikan
dengan baik, dokter dapat membuktikan bahwa mereka telah memberikan informasi yang
memadai kepada pasien, memberikan kesempatan bagi pasien untuk mengajukan pertanyaan, dan
mendapatkan persetujuan yang benar sebelum melakukan tindakan medis. Hal ini dapat
membantu membangun pertahanan bagi dokter jika klaim hukum diajukan terkait dengan
keputusan atau tindakan medis yang diambil. Sehingga penelitian mengenai “Peranan Informed
Consent Terhadap Perlindungan Hukum Dokter dalam Pelayanan Kesehatan”
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam enelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana Perlindungan Hukum Bagi Dokter Dalam Menangani Keadaan Medis Darurat ?
2. Bagaimana peranan informed consent terhadap perlindungan hukum dokter dalam
pelayanan kesehatan ?
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif Metode penelitian yuridis normatif
adalah sebuah pendekatan dalam penelitian hukum yang dilakukan melalui analisis bahan-bahan
kepustakaan atau data sekunder. Peneliti mengacu pada sumber-sumber tertulis seperti peraturan
perundang-undangan, buku, jurnal ilmiah, dan informasi dari media massa untuk menjawab
http://journal.unika.ac.id/index.php/shk
DOI: https://doi.org/10.24167/shk.v9i1.8715
2
Kasiman; Azhari, A.F.; Rizka, The Role of Informed Consent Against Doctor's Legal Protection in Health
Services
pertanyaan penelitian dan memecahkan permasalahan hukum yang ada. Penelitian ini
menggunakan dua jenis sumber yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan
hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan yang menjadi acuan
utama dalam penelitian. Sumber-sumber ini digunakan untuk memperoleh informasi dan
memahami ketentuan hukum yang relevan dengan topik penelitian. Sedangkan bahan hukum
sekunder digunakan sebagai tambahan untuk memperoleh keterangan tambahan dan
mempertajam pembahasan. Bahan-bahan tersebut dapat berupa informasi dari media massa,
buku, dan jurnal ilmiah yang mengulas isu-isu terkait dengan topik penelitian. Dalam penelitian
yuridis normatif, peneliti melakukan analisis terhadap bahan-bahan kepustakaan yang ditemukan.
Pendekatan ini mencakup pembacaan, pengumpulan data, pengklasifikasian, dan interpretasi
terhadap materi hukum yang relevan. Peneliti menggunakan logika hukum dan pemahaman
terhadap konsep hukum untuk menyusun argumen dan menghasilkan kesimpulan yang didukung
oleh bahan-bahan kepustakaan yang telah dikaji.
PEMBAHASAN
Perlindungan Hukum Bagi Dokter Dalam Menangani Keadaan Medis Darurat
Dokter dalam menangani pasien yang sedang gawat darurat harus bertindak cepat, tepat,dan
bermutu untuk menolong pasien tersebut agar dapat menyelamatkan nyawa pasiendari kematian
atau pun kecacatan. Sebelum memberikan tindakan medis kepada pasien tersebut, berdasarkan
Undang-UndangNomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran,dan Peraturan Menteri KesehatanNomor 290/Menkes/Per/III/2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, seorang dokter harus mendapatkan persetujuan
tindakan medik dari pasiennya (informed consent), karena tanpa itu dokter dapat dipersalahkan
secara hukum atas tindakan medisnya.Secara Umum persetujuan tindakan medis yang diberikan
oleh pengguna jasa tindakan medis (pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter)
untuk melakukan tindakan medis dapat dibedakan menjadi menjadi dua bentuk, yaitu :pertama,
dengan suatu pernyataan (expressed)yang meliputi persetujuan secara lisan dan persetujuan
tertulis. Kedua, persetujuan dengan isyarat (implied concent)yang meliputi dalam keadaan
biasadan dalam keadaan gawat darurat.
Implied concent merupakan persetujuan tindakan medis yang diberikan pasien secara tersirat,
tanpa persyaratan yang tegas, sehingga implied concent ini adalah peristiwa sehari-hari. Misalnya,
seorang pasien datang ke rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengukur tekanan
darah, pengambilan contoh darah,pemeriksaan badan, pemeriksaan pernapasan dengan
stetoskop, pengukuran tensinya, pengambilan darah di laboratorium, dan sebagainya (Guwandi,
2012). Artinya, implied concent adalah persetujuan yang dianggap diberikan oleh pasien, umumnya
diberikan dalam keadaan normal, artinya dokter menangkap persetujuan tindakan medis tersebut
dari isyarat yang diberikan/dilakukan pasien.
Ada pula implied concent dalam bentuk lain, yaitu bila pasien dalam keadaan gawat darurat
(emergency) sedangkan dokter memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam keadaan
tidak bisa memberikan persetujuan atau tidak sadar dan keluarganya pun tidak ada di tempat dan
apabila terjadi penundaan terhadap tindakan medis akan berakibat fatal terhadap jiwa pasien.
Dalam situasi seperti itu, penundaan tindakan medis hanya karena menunggu persetujuan dan
kemudian berakibat fatal, hal ini bisa dijadikan dasar untuk mempersalahkan dokter karena
kelalaian. Maka, dokter dapat melakukan tindakan medis terbaik menurut dokter. Dalam keadaan
gawat darurat atau pasien tidak sadar untuk memberikan persetujuan medis kepada dokter untuk
menangani kondisinya, maka dalam kondisi seperti ini dokter langsung melakukan apa yang
disebut dengan zaakwaarneming yaitu hubungan hukum yang timbul bukan karena adanya
persetujaun tindakan medis terlebih dahulu, melainkan karena keadaan memaksa atau keadaan
darurat, hal tersebut di atur dalam (Kitab Undang-Undang)Hukum Perdata Pasal 1354)
http://journal.unika.ac.id/index.php/shk
DOI: https://doi.org/10.24167/shk.v9i1.8715
3
SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan
ISSN:2548-818X (media online) Vol.9 | No.1 | Juni 2023 | 1-8
http://journal.unika.ac.id/index.php/shk
DOI: https://doi.org/10.24167/shk.v9i1.8715
4
Kasiman; Azhari, A.F.; Rizka, The Role of Informed Consent Against Doctor's Legal Protection in Health
Services
http://journal.unika.ac.id/index.php/shk
DOI: https://doi.org/10.24167/shk.v9i1.8715
5
SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan
ISSN:2548-818X (media online) Vol.9 | No.1 | Juni 2023 | 1-8
KESIMPULAN
Bahwa dokter dalam melakukan tindakan kedokteran harus meminta persetujuan dari pasien,
namun dalam keadaan pasien tidak sadar atau gawat darurat dan keluarganya pun tidak ada di
tempat, sedangkan dokter memerlukan tindakan segera untuk menyelamatkan jiwa pasien, maka
persetujuan tindakan medis tidak diperlukan. Hubungan dokter dan pasien informed consent
merupakan hal mutlak yang dapat memberikan perlindungan kepada pihak tenaga kesehatan
maupun pasien dalam transaksi terapeutik dalam usaha maksimal untuk kesembuhan pasien yang
diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 mengenai Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 mengenai Praktik Kedokteran. Dengan informed consent bersifat mutlak dapat
menjadi jaminan rasa aman baik bagi dokter atau tenaga kerja yang menjalankan profesi pelayanan
kesehatan serta perlindungan bagi pasien sehingga pasien memahami kondisi penyakit yang
dialami pasi.en serta memahami tindakan medis yang akan dilakukan sehingga terhindar dari
kegiatan Malpraktik
SARAN
1. Penerapan persetujuan tindakan medik (informed consent), antara dokter dengan pasien
hendaknya saling menyadari bahwa masing-masing pihak punya hak dan kewajiban yang wajib
dijunjung tinggi. Hal tersebut perlu untuk dipahami agar tidak timbul masalah yang dapat
merugikan dikemudian hari dan dapat merugikan semua pihak.
2. Antara pasien dan dokter hendaknya dapat lebih meningkatkan komunikasi, sebab dengan
komunikasi yang baik maka penerapan persetujuan tindakan medik (informed consent) dapat
berjalan dengan baik. Selain itu dengan adanya komunikasi yang baik akan lebih
meminimalkan resiko terjadinya malpraktek di bidang medis.
http://journal.unika.ac.id/index.php/shk
DOI: https://doi.org/10.24167/shk.v9i1.8715
6
Kasiman; Azhari, A.F.; Rizka, The Role of Informed Consent Against Doctor's Legal Protection in Health
Services
3. Demi kepastian hukum di bidang medis, serta adanya jaminan hak dan kewajiban antara
dokter dengan pasien, maka sebaiknya Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 yang
mengatur tentang persetujuan tindakan medik (informed consent) dinaikkan tingkatnya
menjadi Peraturan Pemerintah, serta ditambahkan tentang sanksi tegas bagi pelanggar
ketentuan persetujuan tindakan medik (informed consent).
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, O. R. (2019). Informed Consent: Legal Theory and Clinical Practice. Cambridge University
Press.
Anggoro, A. (2016). Perlindungan Hukum Terhadap Dokter dan Rumah Sakit Dalam Pelaksanaan
Informed Consent. Jurnal Yudisial, 9(2), 239-256.
Beauchamp, T. L., & Childress, J. F. (2019). Principles of Biomedical Ethics. Oxford University Press.
Djamali, R. Abdoel. 2012. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: PT Raja. Grafindo Persada.
Dworkin, R. (2013). Informed Consent in Medical Research: JAMA Guide to the Ethics of Medical
Research. JAMA, 310(22), 2390-2391.
Guwandi (2012) Informed Consent, Suatu Proses Komunikasi, FKUI, Jakarta
Handayani, I. G. A. K. R., & Divayana, D. G. H. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Dokter dalam
Memberikan Pelayanan Kesehatan. Jurnal Ilmiah Widya, 4(1), 11-22.
Indonesian Medical Council. (2018). Ethical Guidelines for Medical Research Involving Human
Subjects. Retrieved from:
http://www.kki.go.id/assets/data/2019/07/13/bc5bdc7d1fc5c361bdac10a21d6ee87a.pdf
Kemenkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/Menkes/Per/I/2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Informed Consent dalam Pelayanan
Kesehatan.
Kemenkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2017
tentang Hak Pasien.
Krisanty . 2014. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media
Kumalawati, V. (2018) ‘No Title’, Quo Vadis Malpraktik Profesi Dokter dalam Budaya Hukum
Indonesia, 3(1), pp. 1–14
Mariati, S. (2015). Hukum Kesehatan Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Peraturan Menteri KesehatanNomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
kedokteran
Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Kesehatan. (2010). Panduan Praktis Pelaksanaan
Informed Consent. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Shrier, I. (2017). Informed Consent: A Primer for Clinical Practice. Elsevier.
Sinulingga, C. and Innaka, A. (2012) ‘Tinjauan Yuridis Terhadap Penerapan Informed Consent dan
Tanggung Jawab Dokter Kepada Pasien Dalam Perjanjian Terapeutik di RSU Bunda Thamrin
Medan’, Jurnal Hukum Perdata, 1(1), pp. 93–106.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Undang-UndangNomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
http://journal.unika.ac.id/index.php/shk
DOI: https://doi.org/10.24167/shk.v9i1.8715
7
SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan
ISSN:2548-818X (media online) Vol.9 | No.1 | Juni 2023 | 1-8
WHO. (2017). Ethical Considerations for Health Policy and Systems Research. Geneva: World Health
Organization.
Wijaya, I. G. K. and Wisanjaya, I. G. P. E. (2014) ‘Tinjauan Yuridis Informed Concent Bagi Penanganan
Pasien Gawat Darurat’, Program Kehususan Hukum Pidana, pp. 1–5
World Medical Association. (2013). WMA Declaration of Helsinki - Ethical Principles for Medical
Research Involving Human Subjects. Retrieved from: https://www.wma.net/policies-
post/wma-declaration-of-helsinki-ethical-principles-for-medical-research-involving-human-
subjects/
http://journal.unika.ac.id/index.php/shk
DOI: https://doi.org/10.24167/shk.v9i1.8715
8