Akulturasi Budaya

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5

Akulturasi Budaya yang ada di Indonesia

Akulturasi budaya menurut Koentjaraningrat adalah proses sosial yang umumnya timbul karena
masuknya unsur budaya asing sedemikian rupa, dan terjadi dalam waktu terus menerus. Sehingga
unsur-unsur budaya asing lambat laun pun diterima dan menjadi bagian dari budayanya sendiri.

Contoh hasil akulturasi budaya yang ada di Indonesia:

Masjid Menara Kudus

Bentuk akulturasi budaya Masjid Menara Kudus tampak berbeda jika dibandingkan dengan masjid-
masjid pada umumnya. Keunikan tersebut terlihat dari bangunan menara yang ada di sebelah tenggara
masjid. Menara yang tersusun dari batubata merah tersebut meyerupai Nale Kulkul atau bangunan
penyimpan kentongan di Bali. Melalui karakteristik inilah, Masjid Menara Kudus mencerminkan sikap
tenggang rasa atau toleransi yang sudah ada sejak dahulu

Dilansir dari jurnal Perpaduan Budaya Islam dan Hindu dalam Masjid Menara Kudus (2017) oleh
Andanti Puspita Sari Pradisa, perpaduan budaya dalam Masjid Menara Kudus terjadi karena cara
penyampaian Sunan Kudus dalam mengajarkan Islam tetap menghormati masyarakat Kudus yang sudah
memeluk ajaran Hindu. Penerapan budaya Hindu dalam Masjid Menara Kudus dapat dilihat dari
pembagian bagian menara menjadi tiga, yaitu kaki, badan, dan puncak bangunan khas Jawa-Hindu. Baca
juga: Tindakan jika Menemukan Benda-Benda Peninggalan Sejarah Atap tajug bertingkat dua,
penggunaan ornamen-ornamen, dan adanya candi siku yang berada di pintu masuk juga menjadi bukti
akulturasi budaya

Adopsi budaya Jawa-Hindu juga terlihat pada delapan pancuran untuk wudhu, di mana diletakkan arca
di atas pancuran tersebut.

Masjid Menara Kudus merupakan ekspresi budaya masyarakat pesisiran dan nilai pendidikan
multikultural yang tercermin di dalamnya.
Tasbih

•Budaya Islam:

Biji tasbih (Arab: ‫ مسبحة‬Misbaḥah; ‫ سبحة‬Subḥah) adalah alat berhitung dalam beribadah bermacam-
macam umat beragama, baik Agama Samawi dan Agama Dharmik. Sebagian umat Muslim menggunakan
biji tasbih sebagai alat menghitung zikir (mengucapkan puji-pujian kepada Tuhan), sedangkan sebagian
lainnya menggunakan jari kanan untuk berzikir.

Biasanya biji tasbih dibuat dari kayu, namun ada pula biji tasbih yang dibuah dari bji-biji zaitun.
Umumnya seutas biji tasbih terdiri dari 99 batu. Angka 99 ini melambangkan 99 Asma Allah. Namun ada
pula biji tasbih yang terdiri dari 33 atau 11 batu-batuan. Pada kedua kasus terakhir ini, sang pengguna
harus mengulangi lingkaran tiga atau sembilan kali. Meskipun begitu, ada pula biji tasbih yang terdiri
dari 100 atau 1.000 batu.

•Budaya Hindu&Buddha

Penggunaan biji tasbih pertama kali dapat ditelusuri ke agama Hindu,mereka menyebutnya dengan
nama japa mala. Japa adalah mengulang nama dari seorang dewa atau mantra. Mala (Sanskrit: माला
mālā) berarti "karangan bunga", baik karangan bunga untuk dekorasi atau untuk diletakkan dimakam
(Inggris: wreath), atau karangan bunga yang dikenakan diatas kepala (garland).

Japa mala digunakan untuk mengulang bacaan mantra, untuk bentuk lain dari sadhana atau "latihan
spiritual" dan sebagai bantuan dari meditasi. Jumlah mala paling umum memiliki 108 manik-manik.[14]
Bahan baku yang paling sering digunakan untuk membuat manik-manik adalah biji rudraksha sering
digunakan oleh Saiwa dan tanaman ruku-ruku batang (digunakan oleh Waisnawa).
Arsitektur Masjid Agung Banten

Berbagai budaya memengaruhi arsitektur banguanan masjid. (Foto: triptrus.com)

Arsitektur masjid ini unik, berbeda dengan masjid tradisional Indonesia pada umumnya. Akulturasi
budaya yang terjadi di daerah pesisir memengaruhi arsitektur bangunan Masjid Agung Banten, sehingga
desain masjid ini mendapat pengaruh dari beberapa budaya, yaitu Jawa, Islam, Hindu, Budha, Tiongkok,
dan Belanda.

Sebenarnya ada dua versi mengenai siapa yang berperan di balik arsitektur bangunan Masjid Agung
Banten. Satu versi mengatakan bahwa arsitek dari masjid ini adalah Tjek Ban Tjut, arsitek asal Tiongkok.
Sedangkan versi lain menyebutkan arsitek dari masjid seluas 1.368 meter persegi ini adalah Raden Sepat
dari Demak.

Namun lebih banyak literatur yang menyebutkan bahwa Tjek Ban Tjut lah arsitek dari Masjid Agung
Banten. Hal tersebut berkaitan dengan bentuk atap bangunan utama masjid yang bertumpuk lima,
seperti pagoda China. Jumlah lima atap merupakan simbol dari lima waktu shalat.

Karena jasanya dalam mendesain masjid inilah, Tjek Ban Tjut kemudian diberi gelar Pangeran Adiguna
oleh sultan kerajaan Banten pada waktu itu. Namun selain Tjek Ban Tjut ada pula ahli bangunan
berkebangsaan Belanda bernama Hendrik Lucaasz Cardeel.
Lucaasz yang masuk Islam dianugerahi gelar Pangeran Wiraguna karena membantu membangun
tiyamah, paviliun dua lantai di sebelah Selatan. Tiyamah yang dahulu digunakan sebagai tempat diskusi
masalah keagamaan para tetua ini memiliki desain arsitektur Baroque Eropa atau Belanda kuno dengan
konstruksi bata Belanda.

•Interior

Bangunan utama masjid memiliki lima pintu, perlambang dari rukun Islam yang berjumlah lima. Bukan
tanpa sengaja pintu-pintu tersebut dibuat rendah. Pintu tersebut memang dibuat pendek agar orang
yang akan masuk ke masjid menundukkan kepala, tanda merendahkan diri dan tidak sombong.

Interior masjid berbentuk bujur sangkar dengan tiang-tiang penyangga berjumlah 24 buah yang terbuat
dari kayu. Tiang-tiang tersebut disangga oleh umpak berbentuk seperti buah labu yang terbuat dari batu
andesit.

Pada bagian depan terdapat mimbar sebagai tempat khotib. Sama dengan sebagian besar material
interior, mimbar tersebut juga terbuat dari kayu. Sedangkan tangga untuk menuju mimbar terbuat dari
marmer.

•Menara

Seperti masjid pada umumnya, Masjid Agung Banten juga memiliki minaret atau menara. Tinggi menara
masjid ini 24 meter dan terbuat dari batu bata. Diameter pada bagian bawahnya sekitar 10 meter.
Menara ini terdiri dari tiga bagian, yaitu kaki, tubuh, dan kepala.

Menara tersebut terbuka untuk umum dan bisa dinaiki. Namun untuk mencapai bagian atas pengunjung
harus kuat menapaki 83 buah anak tangga. Selain itu jalan untuk mencapai puncak menara juga sangat
kecil, seperti sebuah lorong yang hanya bisa dilewati satu orang.
•Payung

Salah satu yang menambah keindahan Masjid Agung Banten adalah adanya payung-payung besar
seperti payung yang ada di Masjid Nabawi, Madinah. Payung-payung tersebut digunakan sebagai
tempat berteduh. Lantainya yang berlapis marmer juga membuat halaman masjid menjadi lebih adem.

Anda mungkin juga menyukai