Hasil Diskusi HK Perlindungan Konsumen - Syafiur Budi Niki
Hasil Diskusi HK Perlindungan Konsumen - Syafiur Budi Niki
Hasil Diskusi HK Perlindungan Konsumen - Syafiur Budi Niki
Nama Kelompok:
Tipuan Diskon Palsu Produk Skin Care Skin1004 Madagascar Centella Ampoule di Online
Marketplace
Latar Belakang
Semakin marak produk Skincare baru hadir untuk menjadi pilihan perawatan kulit wajah
dan tubuh Masyarakat saat ini. Tidak hanya produk luar negeri seperti Korea dan Jepang, banyak
juga produk skincare produk yang diproduksi dalam negeri walaupun pada prakteknya
Masyarakat masih banyak menggemari produk skincare keluaran luar negeri, salah satunya
adalah dari brand SKIN1004 yang cukup banyak diminati.
Sociolla dan Shopee merupakan platform marketplace jual beli online yang sangat
diminati karena label originalitas produk yang ditawarkan atau menjadi kelebihannya. Sociolla
dengan spesifik marketplace skincare yang hanya menjual produk skincare dan bodycare saja,
sedangkan Shopee hadir menawarkan banyak produk kebutuhan sehari-hari, salah satunya juga
banyak menjual skincare juga. Bedanya Sociolla dikelola langsung oleh manajemen, sedangkan
Shopee merupakan platform bebas Dimana Masyarakat juga bebas menjual produknya namun
Shopee memiliki fitur khusus untuk pengelolaan langsung dari manajemen Brand produk terkait
yakni Shopee Mall. Sociolla dan Shopee Mall sama-sama berkomitmen dan melabelkan diri
sebagai platform yang hanya menjual produk yang sangat dijamin keasliannya dan tidak perlu
diragukan.
Hadirnya diskon menjadi strategi khusus untuk menarik minat beli konsumen, hal ini
menjadi daya tarik tersendiri dan memancing sugesti konsumen untuk mengetahui bahwa produk
yang asli tersebut dijual dengan diskon yang sangat besar. Besaran diskon tentu tergantung dari
perhitungan laba rugi perusahaan yang sekiranya tidak merugikan perusahaan maupun
konsumen. Namun, sayangnya banyak dari perusahaan manufaktur dalam mempromsikan
barangnya, memberikan label diskon yang sangat besar yang nyatanya harga asli tersebut
merupakan harga yang sebenarnya, tidak memperhitungkan besaran diskon yang diberikan. Hal
ini salah satunya nampak pada produk Skin Care Skin1004 Madagascar Centella Ampoule yang
terdapat pada online marketplace, dalam diskusi ini didapati pada Sociolla dan Shopee.
Pada Platform Sociolla, produk Skin1004 Madagascar Centella Ampoule dengan spesifik
ukuran 100 ml dijual dengan harga Rp 214.200 dari harga sebenarnya Rp 714.000 (tercatat
diskon yang diberikan 70%. Sedangkan pada Shopee, produk ini dijual dengan harga Rp.
189.900 dari harga sebenarnya Rp 331.000 (terhitung diskon 57%). Diskon yang diberikan sama-
sama besar hinggga lebih dari 50%. Tim sudah melakukan survei dan menemukan bahwa kisaran
harga Rp. 189.900 hingga Rp. 214.200 merupakan harga yang seharusnya dan harga wajarnya.
Dalam artian harga yang dicoret lalu diberikan diskon merupakan harga yang bersifat kamuflase,
dan bisa diartikan atau dikategorikan kasus ini merupakan salah satu fenomena konkret terkati
dengan ”Jebakan Diskon.”
Dalam kasus ini, Asas Hukum Perlindungan Konsumen yang tidak dipenuhi adalah Asas
Keadilan, Asas Keseimbangan dan Asas Kepastian Hukum. Asas keadilan tidak dipenuhi
dikarenakan dilanggarnya hak konsumen sesuai dengan Pasal 4 UUPK butir c, yang berbunyi ”
hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kodisi dan jaminan barang dan/atau
jasa”. Dalam hal ini adalah jaminan atau kepastian diskon yang diberikan tidak begitu jelas
bahkan bias antara harga wajar dan harga sebelum diskon. Asas keseimbangan tidak dipenuhi
terkait kepentingan dari pelaku usaha yang mendominasi, hanya demi kepentingan strategi
pemasaran yang ingin menciptakan sugesti pembelian dengan pemberian diskon besar diatas
50% sehingga melupakan kepentingan dari konsumen untuk tidak menjadi FOMO atau jadi
tersugesti bahwa barang tersebut sangat murah dan worthed to buy. Asas Kepastian Hukum tidak
terpenuhi dimana informasi tentang harga wajar menjadi bias bagi konsumen dan ini melanggar
hukum atas penyelenggaraan perlindungan konsumen, sehingga pelakuu saha dapat terjerat
ketentuan dalam hukum undang-undang perlindungan konsumen dan bahkan pidana.
Dalam kasus ini ditemukan pelanggaran kewajiban pelaku saha yang mengacu pada Pasal
7 butir b UUPK yakni, ”memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan.”
Seperti yang sudah disinggung pada bahasan asas kepastian hukum, pelaku usaha
terindikasi Terkait jebakan diskon palsu ini berkaitan dengan bunyi Pasal 9 ayat (1) huruf a UU
Perlindungan Konsumen yang berbunyi: ”Pelaku usaha dilarang menawarkan,
memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau
seolah-olah barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,
standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna
tertentu.”
Selain itu, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat
pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai tawaran potongan harga atau hadiah
menarik yang ditawarkan. Adapun sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan di atas
dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar sebagaimana
disebut dalam Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen.
Jadi, jika memang penjual menawarkan barang dan/atau jasa dengan memiliki potongan
harga namun secara tidak benar (diskon itu tidak benar-benar ada), ia dapat dipidana sesuai UU
Perlindungan Konsumen.bahkan mengandung unsur penipuan dan bisa dikategorikan melanggar
hukum pidana berdasarkan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur
mengenai unsur-unsur penipuan yakni: ”Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan
diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau
keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-
perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau
menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan dengan hukuman penjara selama-lamanya 4
(empat) tahun.”
Jual beli merupakan aktivitas yang tidak dapat dihindarkan dari kehidupan manusia
sehari-hari. Kegiatan ini tentunya melibatkan pihak pelaku usaha sebagai penjual produk
barang;jasa dan konsumen. Dalam prosesnya, seringkali konsumen ini menjadi korban atas
ketidaktahuan atau memang strategi penjualan dan promosi yang dilakukan oleh pelakuu
saha/penjual. Mirisnya di negara berkembang, hal ini masih banyak terjadi. Hal ini dilakukan
oleh pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan sisi
daya beli dan kepuasan konsumen yang sering terlupakan. Strategi yang dibuat pelaku usaha
seakan-akan memaksa konsumen untuk menjadi sangat konsumtif. Hal ini adalah jerat
pemasaran yang tentunya harus diawasi oleh pemerintah agar tidak terjadi banyak kerugian pada
pihak konsumen. Karena hal tersebut di Indonesia dikeluarkanlah hukum yang mengatur tentang
perlindungan konsumen. Tidak sedikit masyarakat indonesia yang belum tahu apa saja
pentingnya hukum perlindungan konsumen, termasuk dasar dari kegiatan jual beli itu sendiri.
Hukum perlindungan konsumen menjadi dasar acuan bagi pembeli, hal ini tentunya
dapat mencegah terjadinya kerugian-kerugian bagi pihak pembeli selaku konsumen. Dengan
adanya hukum ini juga pembeli mendapatkan hak barang yang sesuai kewajaran atau sesuai yang
disepakati Bersama ataupun yang dijanjikan oleh pihak penjual selaku pelaku usaha. Pembeli
dan penjual harus sama-sama merasa diuntungkan dan tidak ada yang harus dirugikan.
Keterbukaan informasi juga menjadi tolak ukur utama yang dilakukan pelaku usaha terhadap
konsumen demi kemaslahatan bersama. Oleh karena itu, Konsumen perlu benar-benar
memahami tujuan hukum perlindungan konsumen yang diatur dalam Pasal 3 Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan juga hak-hak konsumen yang diatur
dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam kaitan dengan adanya perbuatan pelaku usaha yang terindikasi melanggar hukum
perlindungan konsumen dalam tawaran potongan harga atau diskon, perlu dilakukan
investigasilebih lanjut mengenai adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku usaha
tersebut dan kerugian konsumen. Harus diselidiki bahwa apa yang dilakukan pelaku usaha yang
melanggar hukum itu dalam hubungannya dengan kerugian konsumen, dapat dinilai sebagai
syarat yang sedemikian rupa sehingga tanpa perbuatan tersebut kerugian tidak akan pernah
timbul. Artinya bahwa, apabila pelaku usaha tidak membuat tawaran potongan harga atau
jebakan diskon, maka konsumen tidak akan menderita kerugian yang diakibatkan atas fenomena
FOMO dan sugesti membeli dikarenakan diskon besar. Mengapa demikian? Sugesti untuk
membeli dapat menggeser level prioritas pembelian konsumen yang seharusnya mengutamakan
kebutuhan primer terlebih dahulu namun teralihkan pada produk non primer yang dirasa tidak
terlalu penting dibeli dalam jangka waktu dekat, sehingga dapat menyengsarakan pihak
konsumen Ketika harus mengurangi kebutuhan primer demi ketertarikan membeli produk yang
non primer tersebut. Jadi, terdapat indikasi keterkaitan antara perbuatan pelaku usaha yang
melanggar hukum dan kerugian konsumen. Kedua, harus dipastikan bahwa kerugian konsumen
itu dapat dianggap sebagai akibat yang wajar diharapkan dari perbuatan pelaku usaha yang
melanggar hukum oleh pelaku usaha. Artinya bahwa, kerugian yang diderita oleh konsumen itu
merupakan akibat yang sudah seharusnya terjadi dengan adanya perbuatan pelaku usaha yang
melanggar hukum dalam jebakan diskon yang dibuat. Dengan kata lain, adanya perbuatan pelaku
usaha yang melanggar hukum tersebut dapat membuat konsumen menderita kerugian berupa
biaya-biaya yang harus dikeluarkan terlebih dahulu mendahului kebutuhan primer yang lebih
penting.
Dalam menentukan besarnya ganti kerugian yang harus dibayar, pada dasarnya harus
berpegang pada asas keadilan, kelayakan dan kemanfaatan. Adapun bentuk ganti kerugian dalam
Pasal 19 ayat (2) UUPK. Bahasan tentang ganti rugi ini sudah lama memicu perhatian PBB atas
kepentingan konsumen sehingga jelas dibahas pada Resolusi PBB dalam putusan Sidang Umum
PBB pada sidang ke-106 tanggal 9 April 1985, menegaskan 6 (enam) kepentingan konsumen dan
poin ke-5 sudah jelas mengatur tentang tersedianya cara-cara ganti rugi yang efektif.