Koneksi Antarmateri Modul 2.3

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Koneksi Antarmateri - Modul 2.

3
“Coaching Untuk Supervisi Akademik”

Oleh:
I NYOMAN ARYADI PUTRA
CGP Angkatan 10 Kabupaten Buleleng

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus


pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach
memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup,
pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).
Coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk
memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang
untuk belajar daripada mengajarinya Whitmore (2003). International Coach
Federation mendefinisikan coaching sebagai“…bentuk kemitraan bersama
klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang
dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran
dan proses kreatif.”
Tujuan coaching adalah menuntun coachee untuk menemukan ide baru
atau cara untuk mengatasi tantangan yang dihadapi atau mencapai tujuan
yang dikehendaki dan membangun kemitraan yang setara dan coachee sendiri
yang mengambil keputusan. Coach hanya menghantarkan melalui
mendengarkan aktif dan melontarkan pertanyaan, coachee lah yang membuat
keputusan sendiri.
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu
‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat
memperbaiki lakunya. oleh sebab itu keterampilan coaching perlu dimiliki
para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar
mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota
masyarakat.
Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan
murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya
dan peran pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan
memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan
menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya. Sistem Among,
Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani,
menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan
murid dengan menggunakan pendekatan coaching. Tut Wuri Handayani
menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan
(andayani/handayani) semua kekuatan diri pada murid.
Sebagai seorang Guru (pendidik/pamong) dengan semangat Tut Wuri
Handayani, maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau
paradigma berpikir Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan pendampingan
dengan pendekatan coaching sebagai salah pendekatan komunikasi dengan
semangat among (menuntun). Dalam relasi guru dengan guru, seorang coach
juga dapat membantu seorang coachee untuk menemukan kekuatan dirinya
dalam pembelajaran.
Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah
dialog antara seorang coach dan coachee yang terjadi secara emansipatif
dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan.

Paradigma Berpikir Coaching


1. Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan
2. Bersikap terbuka dan ingin tahu
3. Memiliki kesadaran diri yang kuat
4. Mampu melihat peluang baru dan masa depan

Prinsip Coaching
1. Kemitraan
2. Proses Kreatif
3. Memaksimalkan Potensi
Prinsip dan Paradigma Berpikir Coaching dalam Supervisi Akademik
Costa dan Garmston (2016) menyampaikan bahwa kita bisa
memberdayakan guru melalui coaching, kolaborasi, konsultasi, dan evaluasi,
yang interaksinya bergantung kepada tujuan dan hasil yang diharapkan.
Namun, posisi awal yang kita ambil adalah posisi sebagai seorang coach,
sebelum kita mengetahui tujuan dan hasil yang diharapkan oleh guru yang
akan kita berdayakan. Oleh sebab itu, prinsip dan paradigma berpikir
coaching ini perlu selalu ada sebelum kita memberdayakan seseorang.
Kompetensi inti coaching :
1. Kehadiran Penuh/Presence
2. Mendengarkan Aktif
3. Mengajukan Pertanyaan Berbobot
Mendengarkan aktif yaitu RASA yang diperkenalkan oleh Julian
Treasure: RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan
Ask yang akan dijelaskan sebagai berikut:

R (Receive/Terima), yang berarti menerima/mendengarkan semAskua


informasi yang disampaikan coachee. Perhatikan kata kunci yang diucapkan.
A (Appreciate/Apresiasi), yaitu memberikan apresiasi dengan merespon atau
memberikan tanda bahwa kita mendengarkan coachee. Respon yang diberikan
bisa dengan anggukan, dengan kontak mata atau melontarkan “oh…” “ya…”.
Bentuk apresiasi akan muncul saat kita memberikan perhatian dan hadir
sepenuhnya pada coachee tidak terganggu dengan situasi lain atau sibuk
mencatat.
S (Summarize/Merangkum), saat coachee selesai bercerita rangkum untuk
memastikan pemahaman kita sama. Perhatikan dan gunakan kata kunci yang
diucapkan coachee. Saat merangkum bisa gunakan potongan-potongan
informasi yang telah didapatkan dari percakapan sebelumnya. Minta coachee
untuk konfirmasi apakah rangkuman sudah sesuaiSetelah merangkum apa
yang disampaikan coachee bagian terakhir adalah
A (Ask/Tanya) mengajukan pertanyaan berbobot.
Coaching dengan Alur TIRTA
1. Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee
menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini
datang dari coachee.
2. Identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang
sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada
saat sesi.
3. Rencana Aksi (Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana
yang akan dibuat)
4. TAnggung jawab (Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk
langkah selanjutnya)

Umpan Balik berbasis Coaching


Hal-hal yang perlu diperhatikan saat memberikan umpan balik dengan
prinsip coaching:
1. Tujuan pemberian umpan balik adalah untuk membantu pengembangan
diri coachee
2. Tanpa umpan balik, orang tidak akan mudah untuk berubah
3. Sesuai prinsip coaching, pemberian umpan balik tetap menjaga prinsip
kemitraan
4. Selalu mulai dengan memahami pandangan/pendapat coachee
Menurut Costa dan Garmston (2016) dalam Cognitive Coaching: Developing
Selfdirected Leaders and Learners, ada beberapa jenis umpan balik balik yang
mendukung kemandirian untuk penerima umpan balik
Supervisi Akademik dengan Paradigma Berpikir Coaching
Dengan memiliki paradigma berpikir coaching, kita bersama akan
meningkatkan peran kita di sekolah sebagai seorang supervisor. Supervisor
yang dimaksud dapat diperankan oleh kepala sekolah, guru senior dan rekan
sejawat.
Supervisi akademik merupakan serangkaian aktivitas yang bertujuan
untuk memberikan dampak secara langsung pada guru dan kegiatan
pembelajaran mereka di kelas. Supervisi akademik perlu dimaknai secara
positif sebagai kegiatan berkelanjutan yang meningkatkan kompetensi guru
sebagai pemimpin pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yakni
pembelajaran yang berpihak pada anak. Karenanya kegiatan supervisi
akademik hanya memiliki sebuah tujuan yakni pemberdayaan dan
pengembangan kompetensi diri dalam rangka peningkatan performa mengajar
dan mencapai tujuan pembelajaran (Glickman, 2007, Daresh, 2001).
Supervisi akademik sebagai proses berkelanjutan yang memberdayakan
dan Kualitas guru yang diharapkan untuk berkembang juga termasuk
didalamnya peningkatan motivasi atau komitmen diri. Kualitas pembelajaran
meningkat seiring meningkatnya motivasi kerja para guru. Peningkatan
kompetensi pendidik dalam mendesain pembelajaran yang berpihak pada
murid
Seorang pemimpin pembelajaran dan sekolah perlu menghidupi
paradigma berpikir yang memberdayakan bagi setiap warga sekolah dan
melihat kekuatan-kekuatan yang ada dalam komunitasnya. Melalui supervisi
akademik potensi setiap guru dapat dioptimalisasi sesuai dengan kebutuhan
yang nantinya dapat membantu para guru dalam proses peningkatan
kompetensi dengan menerapkan kegiatan pembelajaran baru yang
dimodifikasi dari sebelumnya. Dan salah satu strategi yang dapat dilakukan
dalam mencapai tujuan tersebut adalah melalui percakapan coaching dalam
keseluruhan rangkaian supervisi akademik.
Beberapa prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir
coaching meliputi:
1. Kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru
2. Konstruktif: bertujuan mengembangkan kompetensi individu
3. Terencana
4. Reflektif
5. Objektif: data/informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah
disepakati
6. Berkesinambungan
7. Komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik

Supervisi akademik didasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah dan


dilaksanakan dalam tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan supervisi,
dan tindak lanjut.
Dalam buku Supervision for a Better School, Lovell (1980)
mendefinisikan supervisi klinis sebagai rangkaian kegiatan berpikir dan
kegiatan praktik yang dirancang oleh guru dan supervisor dalam rangka
meningkatkan performa pembelajaran guru di kelas dengan mengambil data
dari peristiwa yang terjadi, menganalisis data yang didapat, merancang
strategi untuk meningkatkan hasil belajar murid dengan terlebih dulu
meningkatkan performa guru di kelas.
Sebuah kegiatan supervisi klinis bercirikan:
1. Interaksi yang bersifat kemitraan
2. Sasaran supervisi berpusat pada strategi pembelajaran atau aspek
pengajaran yang hendak dikembangkan oleh guru dan disepakati bersama
antara guru dan supervisor
3. Siklus supervisi klinis: pra-observasi, observasi kelas, dan pasca-observasi
4. Instrumen observasi disesuaikan dengan kebutuhan
5. Objektivitas dalam data observasi, analisis dan umpan balik
6. Analisis dan interpretasi data observasi dilakukan bersama-sama melalui
percakapan guru dan supervisor
7. Menghasilkan rencana perbaikan pengembangan diri
8. Merupakan kegiatan yang berkelanjutan
Siklus dalam supervisi klinis pada umumnya meliputi 3 tahap yakni
Pra-observasi, Observasi dan Pasca-observasi. Proses tindak lanjut yang
meliputi refleksi, perencanaan pengembangan diri dan pengembangan proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berpihak pada
murid.
Seorang supervisor dengan paradigma berpikir seorang Coach akan
senantiasa menjadi mitra pengembangan diri para guru dan rekan sejawatnya
demi mencapai tujuan pembelajaran yang berpihak pada murid. Percakapan-
percakapan antara supervisor dan para guru senantiasa memberdayakan
sehingga setiap guru dapat menemukan potensi dan meningkatkan
kompetensi yang ada pada setiap individu. Supervisi akademik menjadi bagian
dalam perjalanan seorang pendidik menuju tujuan pembelajaran yang
berpihak pada murid dan membawa setiap murid mencapai keselamatan dan
kebahagiaan.

Refleksi Pembelajaran Modul 2.3


Pada Modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik selaras dengan
salah satu Peran Guru Penggerak. Menjadi coach bagi guru lain. Setelah
mempelajari coaching akan melakukan atau mengimplementasikan di sekolah.
Dalam menjalankan peran menjadi coach bagi guru lain, terutama yang terkait
dengan peningkatan kualitas pembelajaran bagi murid di sekolah, Guru harus
berdaya dalam menemani dan menuntun rekan sejawatnya itu untuk
menelaah proses belajar mereka sendiri. Belajar keterampilan coaching,
memberdayakan diri melalui refleksi atas hasil pengalaman praktik-praktik
profesional sendiri, harus dapat mengambil pembelajaran, memunculkan
pertanyaan-pertanyaan mendalam untuk mengakses keterampilan
metakognitif ketika melihat dan mengevaluasi proses berpikirnya sendiri
terkait belajar, pencapaian tujuan, dan pemecahan masalah. Sebagai coach
harus lincah berpindah-pindah dari pemikiran pengembangan rekan sejawat
pada level individu dan level anggota komunitas pendidik di sekolah.
Setelah saya belajar materi coaching ini,saya sudah mencoba
melakukan praktek sebagai coach, saya merasa tertantang bagaimana bisa
menggali pengalaman dalam mengatasi masalah dan membuat pertanyaan
berbobot yang dapat membangkitkan pengetahuan coachee saya tanpa
berusaha memberikan arahan. Saya juga belajar menahan diri untuk tidak
menjudgment, mengasumsikan serta mengasosiasikan ketika coachee
berpendapat. Untuk permasalahan ini saya bertanya pada diri saya
sendiri,apa yang bisa saya lakukan agar emosi saya tetap terkontrol. Menurut
saya disini lah keterampilan sosial emosional yang saya dapat di modul 2.2
diuji pemahamannya. Saya harus mampu mengolah emosi , keterampilan
kesadaran diri, pengelolaan diri dan keterampilan berelasi perlu diterapkan
ketika saya menjadi coach di kelas .
Selama pembelajaran, saya sudah merasa mampu dalam menahan diri
saya untuk tidak menjudgment ketika siswa saya berpendapat. Saya berikan
mereka kebebasan berpendapat ketika saya mengajukan pertanyaan, tentu
dengan pengaturan kesempatan berpendapat agar tidak mengganggu
ketertiban di kelas. Saya merasa berhasil dalam menerapkan keterampilan
sosial emosional . Saya juga selalu berusaha menjadi pendengar yang baik
bagi rekan sejawat saya ketika mereka berkeluh kesah yang sedikit banyak
dapat melepaskan beban mereka. Dari obrolan santai ini terlahir rencana
bagaimana rekan berusaha mengatasi masalah yang dihadapinya, dan tentu
saja saya tetap menerapkan 3 keterampilan coaching yang sudah saya
pelajari.

Keterkaitan coaching dengan pembelajaran berdiferensiasi dan


pembelajaran social dan emosi
Sistem Among yang dianut Ki Hajar Dewantara menjadikan guru dalam
perannya bukan satu-satunya sumber pengetahuan melainkan sebagai mitra
peserta didik untuk melejitkan kodrat dan irodat yang mereka miliki, apa yang
dilakukan?, salah satunya adalah mengintegrasikan pembelajaran
berdifrensiasi kedalam pembelajaran, dimana pembelajaran harus disesuaikan
dengan minat, profil dan kesiapan belajar, sehingga pembelajaran dapat
mengakomodir kebutuhan individu peserta didik, dalam hal ini “KHD
mengibaratkan bahwa guru adalah petani, dan peserta didik adalah tanaman
dan setiap individu peserta didik adalah tanaman yang berbeda, jika tanaman
padi membutuhkan banyak air, tentu akan berbeda perlakuan terhadap
tanaman jagung yang justeru membutuhkan tempat yang kering untuk
tumbuh dengan baik”.
Kegiatan untuk melatih menghadirkan presence yang bisa kita lakukan
adalah dengan melakukan kegiatan STOP dan Mindful Listening yang telah
kita pelajari pada modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional yang lalu Penting
diingat tidak ada satu cara yang terbaik untuk semuanya karena setiap orang
memiliki caranya masing-masing untuk dapat menghadirkan presence. Untuk
itu temukan cara yang paling efektif untuk Bapak/Ibu agar bisa terus melatih
diri dan menerapkannya sebelum dan selama melakukan percakapan
coaching.
Pendekatan Sosial dan Emosional dalam praktek coaching juga sangat
diperlukan, Melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan guru,
peserta didik akan menemukan kedewasaan dalam proses berfikir melalui
kesadaran dan pengelolaan diri, sadar akan kekuatan dan kelemahan yang
dimilkinya, mengambil prespektif dari berbagai sudut pandang sehingga
sesuatu yang menjadi keputusannya telah didasarkan pada pertimbangan
etika, norma sosial dan keselamatan dan kebahagiaan.

Keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi


sebagai pemimpin pembelajaran.
Seorang guru pengerak harus mampu berperan sebagai pemimpin
pembelajaran, pemimpin pembelajaran yang siap mengimplementasikan
pembelajaran yang berpusat pada murid. Semua akan bisa terlaksana dengan
baik bila guru memiliki daya /memberdayakan. Memberdayakan segala
potensi dan kondrat yang ada, maka seorang gurj mutlak membutuhkan
keterampilan coaching ini sehingga guru mampu meng-Among atau menuntun
murid menuju kodrat terbaiknya dalam meraih kebahagiaan yang setinggi-
tingginya, baik sebagai pribadi maupun sekaligus sebagai anggota masyarakat.
Selain itu, bahwa salah satu peran guru penggerak adalah sebagai coach bagi
guru lain. Sesuai dengan peran tersebut seorang guru penggerak harus
mampu menjadi mitra bagi guru lainnya dalam menyelesaikan masalah. Guru
penggerak juga mempunyai peran sebagai pemimpin pembelajaran, dimana
seorang pemimpin tentu harus mempunyai kemampuan untuk melakukan
supervisi akademik ketika di perlukan. Hubungan nya dengan kedua peran
tersebut, ketika melakukan nya tentu seorang guru penggerak harus memiliki
pengetahuan yang baik mengenai Pembelajaran sosial emosional. Guru
penggerak harus memiliki kesadaran diri serta kesadaran sosial yang baik
ketika melakukan coaching. Harus mampu menahan diri dan keinginan untuk
berkomentar yang menjudgment sang coachee. Intinya seorang Coach itu
harus mampu menjadi pendengar setia ketika sang coachee sedang
menyampaikan pemahamannya. Modul ini sangatlah menunjang untuk
pelaksanaan Implementasi Kurikulum Merdeka.
Semoga kita bisa menerapkan di sekolah dan menjadi pembelajar
sepanjat hayat.

Salam dan Bahagia

Anda mungkin juga menyukai