Modul 13 Investigasi Tindak Pidana Korupsi Dan Pengadaan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 13

MODUL PERKULIAHAN

Akuntansi
Forensik &
Audit Investigasi

Investigasi Tindak Pidana Korupsi dan


Pengadaan
Fakultas Program Studi Modul Kode MK Disusun Oleh

13
Fakultas Ekonomi dan Akuntansi S1 190161037 Tim Dosen
Bisnis

Abstract Kompetensi
Tindak pidana korupsi di sektor Mahasiswa dapat memahami dan
pengadaan barang dan jasa sangat menjelaskan peran BPKP terkait
berpotensi terjadi. BPKP berperan pengadaan barang dan jasa, dapat
mengawasi dan memeriksa keuangan menjelaskan pengertian barang dan
negara terkait pengadaan barang dan jasa beserta faraud yang sering terjadi
jasa agar tidak terjadi penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa.
tujuan pengadaan barang dan jasa. Mahasiswa juga diharapkan dapat
Beberapa fraud dalam pengadaan mengidentifikasi bidang dan tugas
barang dan jasa dapat terjadi sehingga uvestigasi tindak pidana korupsi
dibutuhkan tindakan ivestigasi dalam pengadaan barang dan jasa..
berdasarkan undang-undang.
Pokok Bahasan

• Pengadaan barang dan Jasa


• Fraud Dalam Pengadaan Barang/Jasa
• Investigasi Korupsi di Sektor Pengadaan Barang dan Jasa
• Contoh Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa di Indonesia

Pendahuluan

Pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia dilakukan dengan membentuk Undang-


undang dan badan khusus yang mengawasi dan memeriksa keuangan yang mempunyai
kewenangan luas, independen, bebas dari kekuasaan manapun. Pelaksanaannya dilakukan
secara optimal, intensif, efektif, profesional dan berkesinambungan. Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, menyatakan bahwa
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berperan untuk mendukung
akuntabilitas Presiden dalam pelaksanaan pengelolaan Keuangan Negara melalui fungsi
pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara dan pembinaan
penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga berperan membantu


pemerintah dalam membangun pemerintahan yang baik dan bersih, membantu menghadapi
permasalahan yang terjadi dan memberikan masukan/solusi. Penegasan jatidiri sebagai
pengawas internal pemerintah, BPKP lebih mengedepankan peran proaktif memberikan nilai
tambah kepada stakeholder dan shareholder. Dalam hal ini, BPKP bertugas meningkatkan
proses governance, manajemen risiko dan penerapan sistem pengendalian untuk mencapai
tujuan nasional. Hasil pengawasan keuangan dan pembangunan dilaporkan kepada
Presiden selaku kepala pemerintahan sebagai bahan pertimbangan menetapkan kebijakan-
kebijakan dalam menjalankan pemerintahan dan memenuhi kewajiban akuntabilitasnya.
Selain itu, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota juga memerlukan hasil BPKP untuk
mencapai dan meningkatkan kinerja instansi yang dipimpinnya. BPKP melakukan audit
investigasi pada penyelenggara pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah
antara lain untuk menilai ketaatan pengadaan barang/jasa instansi pemerintah terhadap
ketentuan perundang‐undangan, serta penerapan prinsip‐prinsip dan etika pengadaan.

Pengadaan barang dan jasa merupakan proses kesinambungan pertukaran yang


menggunakan sumber daya keuangan perusahaan untuk dijadikan alat produksi (capital
expenditures), yang sangat berpotensi sekali terjadi penyimpangan dan kecurangan.

‘22 Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi


2 Biro Akademik dan Pembelajaran
Tim Dosen http://www. widyatama. ac. id
Ketika auditor menemukan adanya indikasi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)
dalam pengadaan barang/jasa atau adanya pengaduan dari masyarakat, maka dilakukan
penelaahan atas indikasi tersebut, dan apabila telah memenuhi kriteria, auditor mendalami
masalah tersebut melalui audit investigasi.

Pada dasarnya setiap aktivitas bisnis pasti memiliki berbagai macam risiko. Risiko
merupakan kejadian tidak terduga di masa yang akan datang yang bersifat tidak pasti dan
kemungkinannya hanya perkiraan. Oleh karenanya risiko harus dikelola dengan baik supaya
tidak menimbulkan peluang terjadinya kecurangan (fraud), yang dapat mengganggu,
menghalangi, dan menunda pencapaian tujuan atau sasaran unit atau perusahaan.

Sehubungan dengan adanya risiko yang sangat besar dalam proses pengadaan barang dan
jasa ini, maka proses pengadaan barang/jasa perlu diawasi dan diperiksa dengan tepat.
Beberapa risiko Pengadaan barang/jasa yaitu antara lain terkait dengan kualitas
pengendalian intern, besarnya nilai pengadaan barang dan jasa, kegagalan pemanfaatan
atas pengadaan barang dan jasa, serta kompleksitas kegiatan pengadaan barang dan jasa.
Adanya risiko-risiko tersebut, maka diperlukan upaya dan strategi yang tepat untuk
mencegah, mendeteksi dan mengungkapkan fraud yang sangat mungkin sekali terjadi.

Tindakan fraud yang sering dijumpai pada setiap tahap proses pengadaan barang/jasa
mulai dari perencanaan, pembentukan panitia pengadaan, proses pengadaan, penyusunan
kontrak, sampai dengan pelaksanaan kontrak. Fraud pengadaan barang dan jasa
menyebabkan buruknya kualitas barang/jasa yang dihasilkan sehingga mengganggu
efektifitas pelayanan kepentingan publik. Dalam kondisi ini sangat dibutuhkan penerapan
akuntansi forensik dan audit investigasi, akuntansi forensik untuk menerapkan disiplin
akuntansi dalam arti luas, termasuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan,
sedangkan keterampilan audit Investigasi dibutuhkan untuk mengumpulkan bukti,
menganalisis bukti, mengevaluasi bukti, menafsirkan dan mengkomunikasikan hasil temuan
kemungkinan terjadinya (ada atau tidaknya) pelanggaran/perbuatan melawan hukum. Upaya
pencarian dan pengumpulan data, informasi dan temuan lainnya untuk mengetahui
kebenaran atau bahkan kesalahan sebuah fakta.

Pengadaan barang dan Jasa (PBJ)

Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) merupakan proses kegiatan untuk pemenuhan atau
penyediaan kebutuhan dan pasokan barang atau jasa di bawah kontrak atau pembelian
langsung untuk memenuhi kebutuhan perusahaan atau instansi pemerintah akan barang
dan jasa yang dapat menunjang kinerja dan performance instansi. PBJ identik dengan

‘22 Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi


3 Biro Akademik dan Pembelajaran
Tim Dosen http://www. widyatama. ac. id
adanya berbagai fasilitas baru, berbagai bangunan, jalan, rumah sakit, gedung perkantoran,
alat tulis yang dilaksanakan di sebuah instansi pemerintah.

Menurut Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 Perpres 16 Tahun 2018 disebutkan bahwa
pengadaan barang/jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh
Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya
dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk
memperoleh barang/jasa. Kegiatan pengadaan barang/jasa tersebut dibiayai dengan
APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh Penyedia barang/jasa.

Tujuan Pengadaan Barang dan Jasa

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mempunyai peran penting dalam mensukseskan


pembangunan nasional dalam rangka peningkatan pelayanan publik baik pusat maupun
daerah. Adapun tujuan dalam sistem pengadaan barang/jasa pemerintah berdasarkan
Perpres No. 16 tahun 2018, yaitu:

• Menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari
aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan penyedia.
• Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri.
• Meningkatkan peran serta usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.
• Meningkatkan peran pelaku usaha nasional.
• Mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian.
• Meningkatkan keikutsertaan industri kreatif.
• Mendorong pemerataan ekonomi.
• Mendorong pengadaan berkelanjutan.

Fraud Dalam Pengadaan Barang/Jasa

Secara umum tindakan fraud yang sering terjadi pada setiap tahap dalam proses
pengadaan barang dan jasa (PBJ) yaitu:

1. Ketidaksesuaian jenis, kualitas, dan kuantitas barang/jasa yang dijanjikan dalam kontrak
dengan kebutuhan instansi dan/atau masyarakat.
2. Ketidaksesuaian spesifikasi teknis barang/ jasa yang dihasilkan oleh penyedia barang/
jasa dengan yang ditetapkan dalam perjanjian/kontrak.
3. Ketidaksesuaian volume (kuantitas) barang/jasa yang telah diselesaikan oleh penyedia
barang dengan jumlah yang seharusnya sesuai perjanjian/kontrak.

‘22 Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi


4 Biro Akademik dan Pembelajaran
Tim Dosen http://www. widyatama. ac. id
4. Ketidakwajaran harga barang/jasa yang di sepakati dalam kontrak/perjanjian,
5. Pemalsuan data lapangan untuk menutupi tidak dilaksanakannya proses sesuai dengan
kontrak.
6. Penyuapan untuk memenangkan kontrak dan mendapatkan konsesi besar.

Titik rawan penyimpangan di sektor PBJ dimulai dari tahap perencanaan pengadaan. Pada
tahap ini, cenderung terjadi penggelembungan (mark-up) anggaran yang merugikan
keuangan negara. Kerawanan penyimpangan juga terjadi pada tahap pembentukan lelang,
pra kualifikasi perusahaan, penyusunan dokumen lelang, tahap pengumuman dokumen
lelang, dan tahap penyusunan harga perkiraan sendiri.

Berdasarkan hasil kajian KPK pada Laporan tahunan KPK, 2016 terhadap upaya
pencegahan korupsi pada pengadaan barang dan jasa pemerintah ditemukan bahwa
korupsi PBJ paling banyak terjadi pada 5 (lima) tahapan atau proses, yaitu

1. Tahap perencanaan anggaran


2. Tahap perencanaan-persiapan PBJ pemerintah
3. Tahap pelaksanaan PBJ pemerintah
4. Tahap serah terima dan pembayaran
5. Tahap pengawasan dan pertanggungjawaban

Ada beberapa modus operandi keterlibatan pejabat publik dan perusahaan swasta dalam
korupsi PBJ. Pada umumnya modus yang digunakan antara lain:

1. Suap pihak swasta kepada pejabat publik


2. Pejabat publik menggunakan perusahaan boneka/ perusahaan tertentu untuk diajak
kerjasama menjalani korupsi
3. Kolusi antar peserta tender, penetapan harga, kartel, dan praktik yang tidak kompetitif

Korupsi di sektor PBJ Pemerintah ini setidaknya akan mengakibatkan 3 (tiga) hal yaitu
rendahnya kualitas barang dan jasa pemerintah, kerugian keuangan negara, dan rendahnya
nilai manfaat yang didapatkan. Oleh karena itu korupsi di sektor ini harus menjadi perhatian
bersama. Bukan hanya oleh KPK, Kejaksaan dan Kehakiman sebagai stakeholder utama
pencegah dan pemberantas korupsi, tetapi oleh semua pihak, baik di pemerintahan
(kementerian/ lembaga/ Pemda), juga masyarakat sipil.

Dari pengalaman yang pernah dilakukan oleh Indonesian Corruption Watch (ICW),
terkadang dokumen tender yang diperlukan atau diminta butuh waktu lama untuk mereka

‘22 Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi


5 Biro Akademik dan Pembelajaran
Tim Dosen http://www. widyatama. ac. id
dapatkan. Hal ini menunjukkan bahwa tiap-tiap instansi di pemerintahan pada umumnya
masih tertutup dan belum membuka data-data yang ada secara umum. Kondisi demikian
akan menyulitkan partisipasi banyak pihak, masyarakat sipil misalnya, dalam proses
pengawasan terhadap potensi penyimpangan pengadaan.

Oleh karena itu perlu dikembangkan keterbukaan informasi publik di sektor pengadaan
barang dan jasa. Keterbukaan ini perlu dilakukan mulai dari proses perencanaan,
perencanaan dan persiapan PBJ Pemerintah, pelaksanaan PBJ Pemerintah, serah terima
dan pembayaran dan tahap pengawasan dan pertanggungjawaban. Mengembangkan
keterbukaan informasi publik di sektor PJB merupakan salah satu upaya preventif yang
sangat penting dalam pencegahan korupsi yang merugikan negara, tidak hanya dilakukan
secara represif ketika korupsi tersebut telah dilakukan.

Investigasi Korupsi di Sektor Pengadaan Barang dan Jasa

Bidang Investigasi mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana, program, dan


pelaksanaan pemeriksaan terhadap indikasi penyimpangan yang merugikan negara, badan
usaha milik negara dan badan-badan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan
pemerintah, pemerikasaan terhadap hambatan kelancaran pembangunan, dan pemberian
bantuan pemeriksaan pada instansi penyidik dan instansi pemerintah lainnya.

Sesuai dengan Peraturan Kepala BPKP No 17 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengelolaan
Kegiatan Bidang Investigasi, maka Perwakilan BPKP mempunyai kegiatan sebagai berikut:

Bentuk Penugasan Bidang Investigasi, meliputi:

1. Pengawasan kelancaran pembangunan termasuk program lintas sektoral, pencegahan


korupsi, audit atas penyesuaian harga, audit klaim, audit investigatif terhadap
penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan negara, audit penghitungan
kerugian keuangan negara, dan pemberian keterangan ahli.
2. Kegiatan Consulting dan Assurance yang independen. Dirancang untuk memberikan
nilai tambah dan perbaikan operasi organisasi. Internal audit membantu organisasi untuk
mencapai tujuan melalui pendekatan yang sistematis dan disiplin dalam mengevaluasi
dan meningkatkan efektivitas menajemen risiko, pengendalian dan proses tata kelola.
3. Pelaksanaan kegiatan dalam kerangka audit intern. Sasaran ke dalam untuk
memberikan rekomendasi perbaikan pada aspek tata kelola, manajemen risiko dan
pengendalian internal, sedangkan sasaran keluar memberikan peran dalam penegakan
hukum oleh penyidik.

‘22 Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi


6 Biro Akademik dan Pembelajaran
Tim Dosen http://www. widyatama. ac. id
Sesuai tugas dan fungsi Bidang Investigasi, maka Bentuk Kegiatan Bidang Investigasi
sebagai berikut:

1. Audit Investigatif

Audit investigatif adalah proses mencari, menemukan, mengumpulkan, dan


menganalisis serta mengevaluasi bukti-bukti secara sistematis oleh pihak yang
kompeten dan independen untuk mengungkapkan fakta atau kejadian yang sebenarnya
tentang indikasi tindak pidana korupsi dan/atau tujuan spesifik lainnya sesuai peraturan
yang berlaku. Sasaran audit investigatif adalah kegiatan-kegiatan yang di dalamnya
diduga terjadi penyimpangan dari peraturan yang berlaku. Ruang lingkup audit
investigatif adalah batasan tentang lokus, tempus, dan hal-hal lain yang relevan dengan
kegiatan yang menjadi sasaran audit investigatif.

2. Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara

Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) merupakan audit dengan


tujuan untuk menyatakan pendapat mengenai nilai kerugian keuangan negara yang
diakibatkan oleh penyimpangan dari hasil penyidikan dan digunakan untuk mendukung
tindakan litigasi.

Audit penghitungan kerugian keuangan negara dilakukan untuk memenuhi permintaan


penyidik/aparat penegak hukum. Sekalipun demikian, audit PKKN hams dilakukan
dengan pendekatan investigatif dengan menerapkan konsep dan prinsip¬prinsip audit
investigatif. Hal yang membedakan dengan audit investigatif adalah dalam audit PKKN,
auditor tidak perlu lagi menetapkan hipotesis penyimpangannya, karena penyimpangan
telah dirumuskan oleh penyidik dan bukti yang harus diperoleh melalui penyidik (pro
justitia). Sasaran audit PKKN adalah perhitungan nilai kerugian keuangan negara
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara keahlian.

3. Pemberian Keterangan Ahli

Pemberian Keterangan Ahli adalah pemberian pendapat berdasarkan keahlian profesi


Auditor BPKP dalam suatu kasus tindak pidana korupsi dan/atau perdata untuk
membuat terang suatu kasus bagi Penyidik dan/atau Hakim.

4. Audit Penyesuaian Harga

‘22 Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi


7 Biro Akademik dan Pembelajaran
Tim Dosen http://www. widyatama. ac. id
Audit Penyesuaian Harga adalah proses pengumpulan dan evaluasi bukti-bukti terkait
dengan penyesuaian harga atas suatu kontrak tahun jamak atau karena kebijakan
pemerintah, untuk memeroleh simpulan nilai penyesuaian harga.

5. Audit Klaim

Audit Klaim adalah proses pengumpulan dan evaluasi bukti-bukti terkait dengan tuntutan
kepada pemberi kerja atas tambahan biaya yang diajukan oleh penyedia barang/jasa
sebagai akibat kondisi yang bukan merupakan kesalahan penyedia barang/jasa. Dalam
audit klaim auditor mengumpulkan dan mengevaluasi bukti untuk menilai ketepatan
aspek kontraktual, aspek teknis, dan aspek keuangan.

6. Evaluasi Hambatan Kelancaran Pembangunan

Evaluasi Hambatan Kelancaran Pembangunan (Evaluasi HKP) adalah evaluasi secara


independen dan objektif terhadap hambatan pembangunan untuk mendapatkan
alternatif penyelesaian sesuai ketentuan yang berlaku melalui mediasi.

7. Pengembangan Masyarakat Pembelajar Anti Korupsi (MPAK) Sesuai dengan mandat


BPKP yang diterima melalui Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Pasal 3 huruf e, Pasal 27, dan Pasal 28
huruf c dan huruf f, BPKP menyelenggarakan fungsi pelaksanaan sosialisasi dan
bimbingan teknis program anti korupsi kepada masyarakat, dunia usaha, aparat
pemerintahan, dan badan-badan lainnya dan pemberian bimbingan teknis investigasi.

Amanat tersebut menunjukkan bahwa upaya pencegahan korupsi tidak terputus pada
kegiatan sosialisasi program anti korupsi namun perlu dilanjutkan dengan kegiatan
bimbingan teknis. BPKP perlu lebih jauh meyakini bahwa tingkat pemahaman dan
kepedulian tersebut diikuti dengan (i) perubahan perilaku menjadi anti korupsi dalam diri
pegawai, pimpinan, pelanggan, penyedia barang/jasa, dan para pihak yang
berkepentingan lainnya serta masyarakat luas, (ii) terjadinya perubahan sistem dalam
organisasi ke arah sistem yang mampu mencegah fraud, dan (iii) terjadinya perubahan
budaya organisasi menjadi budaya organisasi yang anti korupsi.

Pengembangan MPAK bersifat berkelanjutan berbentuk siklus dan sasarannya tetap,


bersifat massal namun fokus pada para pihak yang berkepentingan dengan organisasi.
Selain itu kegiatan MPAK terkait langsung dengan Fraud Control Plan (FCP) dan SPIP.
Outcome kegiatan MPAK yaitu berkembangnya sistem pengaduan/ whistleblowing

‘22 Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi


8 Biro Akademik dan Pembelajaran
Tim Dosen http://www. widyatama. ac. id
merupakan salah satu atribut FCP dan bagian dari unsur informasi dan komunikasi
dalam SPIP. Pada KLPK yang telah mempunyai sistem pengaduan/ whistleblowing,
kegiatan MPAK diharapkan dapat meningkatkan efektifitas sistem tersebut. Metode
sosialisasi dalam kegiatan MPAK bersifat interaktif dan berefek riak yaitu dengan cara
mendapatkan, menganalisis, meredistribusikan pengetahuan, dan menggunakannya
untuk kepentingan organisasi KLPK, BPKP, dan APIP lainnya. Dalam konteks ini, BPKP
tidak berperan sebagai penyuluh melainkan sebagai fasilitator proses belajar, navigator
perubahan, dan knowledge hub.

Konsep MPAK juga berorientasi pada pengguna dan kebutuhan stakeholders yaitu
aparat penegak hukum, pemilik risiko korupsi dan, pegawai/pejabat berisiko korupsi.
Para stakeholder tersebut berstatus sebagai peserta belajar sekaligus sumber belajar
yang berkolaborasi dalam komunitas pembelajaran anti korupsi untuk bersama-sama
merubah perilaku menjadi anti korupsi dengan BPKP sebagai fasilitator dan navigator
perubahan.

8. Bimbingan Teknis Fraud Control Plan (FCP)

Fraud Control Plan (FCP) merupakan pengendalian yang dirancang secara spesifik,
teratur, dan terukur oleh suatu organisasi untuk mencegah, menangkal, dan
memudahkan pendeteksian dan pengungkapan kemungkinan terjadinya
korupsi/kecurangan yang ditandai dengan eksistensi dan implementasi beberapa atribut
dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan. FCP merupakan integrasi
program preventif dan represif dalam satu sistem meliputi penciptaan lingkungan yang
kondusif untuk mencegah dan mendeteksi fraud, penilaian risiko yang secara khusus
ditujukan untuk mencegah dan mendeteksi fraud, aktivitas pengendalian khusus
ditujukan untuk mencegah dan mendeteksi fraud, dan informasi dan komunikasi internal
dan eksternal untuk membangun kepedulian dalam mencegah fraud. Efektivitas
penyelenggaraan FCP ditentukan oleh keberadaan dan berfungsinya 10 (sepuluh)
atribut berikut:

a. Kebijakan anti fraud


b. Struktur pertanggungjawaban
c. Penilaian risiko fraud
d. Kepedulian pegawai
e. Kepedulian pelanggan dan masyarakat
f. Sistem pelaporan kejadian fraud
g. Perlindungan pelapor
‘22 Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi
9 Biro Akademik dan Pembelajaran
Tim Dosen http://www. widyatama. ac. id
h. Pengungkapan kepada pihak eksternal
i. Prosedur investigasi
j. Standar perilaku dan disiplin

Kegiatan yang terhimpun dalam FCP meliputi Sosialisasi FCP, Diagnostic Assessment,
Bimbingan Teknis FCP, dan Evaluasi atas Implementasi FCP.

9. Pengumpulan dan Evaluasi Bukti Dokumen Elektronik

Kemajuan teknologi menjadikan berbagai proses pengelolaan kegiatan pemerintahan


dilakukan berbasis elektronik, sehingga data yang dihimpun oleh auditor juga berupa
data yang bersifat elektronik (digital). Oleh karena itu, diperlukan keahlian khusus untuk
dapat mengumpulkan dokumen bersifat elektronik, menganalisis, dan mengevaluasinya.
Komputer forensik adalah salah satu keahlian yang memenuhi kebutuhan tersebut.
Komputer Forensik merupakan suatu rangkaian metodologi yang terdiri dari teknik dan
prosedur untuk mengumpulkan bukti-bukti dari piranti komputer atau media digital
lainnya, agar dapat dipergunakan secara sah sebagai alat bukti di dalam proses litigasi.

10. Penjaminan Kualitas (Quality Assurance) Kegiatan Bidang Investigasi

Kegiatan Penjaminan Kualitas yang dilakukan oleh Deputi Bidang Investigasi dalam
menjalankan fungsi koordinasi (perencanaan dan pengendalian) bertujuan untuk
memberikan masukan dan arahan atas suatu permasalahan yang ditemukan dalam
penugasan bidang investigasi di unit kerja (perwakilan). Masukan dan arahan tersebut
dimaksudkan untuk mengantisipasi risiko audit (salah dalam mengambil kesimpulan
audit).

11. Penanganan Pengaduan Masyarakat

Pemerintah yang menerima mandat untuk melaksanakan pembangunan tidak lepas dari
ketidakpuasan masyarakat. Akan selalu ada masyarakat yang menyampaikan rasa tidak
puasnya atas kinerja pemerintah melalui surat pengaduan kepada BPKP sebagai
lembaga yang menjalankan fungsi pengawasan intern. Pengaduan masyarakat menjadi
sarana yang penting untuk menjadi trigger (pemicu) bagi perbaikan proses
penyelenggaraan pemerintahan, sehinga harus bisa dikelola dengan baik. Atas
pengaduan masyarakat yang diterima oleh Deputi Bidang Investigasi, dilakukan
penelaahan untuk dapat diputuskan tindak lanjutnya.

12. Penilaian Risiko Kecurangan (Fraud Risk Analysis)


‘22 Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi
10 Biro Akademik dan Pembelajaran
Tim Dosen http://www. widyatama. ac. id
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah, menetapkan pentingnya pengendalian intern pemerintah yang bertujuan
untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi. Namun pada
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tersebut tidak mengatur secara khusus
mengenai pengendalian atas risiko kecurangan. Mengingat masih terdapat berbagai
kasus korupsi dan belum adanya peraturan terkait pengelolaan keuangan daerah yang
mengatur mengenai kecurangan, maka perlu dibuat pedoman bagi pemerintah daerah
dalam menerapkan Fraud Risk Assessment, yang bertujuan untuk mengidentifikasi risiko
kecurangan pada proses pengelolaan keuangan daerah.

13. Analisis Akar Penyebab Masalah (Root Cause Analysis)

Rekomendasi sebagai hasil akhir kegiatan audit diharapkan memberikan efek solutif
yang efektif dalam meningkatkan kinerja operasional organisasi. Rekomendasi yang balk
adalah rekomendasi yang mampu menghilangkan penyebab yang hakiki. Untuk dapat
memenuhi harapan tersebut diperlukan sebuah cara yang mampu mengidentifikasi
dengan baik penyebab hakiki atau akar penyebab permasalahan. Salah satu teknik
untuk mengidentifikasi akar penyebab masalah adalah Analisis Akar Penyebab Masalah
(Root Cause Analysis-RCA). RCA dapat membantu memecahkan permasalahan serta
memusatkan perhatian pada area yang dapat memberikan solusi terbaik untuk
mengatasi kegagalan/penyimpangan sebagai solusi jangka pendek, jangka menengah,
dan jangka panjang.

14. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Kajian Peraturan Berpotensi Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme

Kajian atas kelemahan peraturan merupakan salah satu bentuk kegiatan Deputi Bidang
Investigasi yang bersifat pencegahan. Fokus pengkajian adalah atas peraturan yang
berpotensi menimbulkan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam rangka mendeteksi dan
menghindari terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam pelaksanaannya
kelak. Hasil kajian berupa rekomendasi perbaikan peraturan.

Contoh Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa di Indonesia

Sepanjang tahun 2017, kasus korupsi megaproyek penerapan Kartu Tanpa Penduduk
Elektronik (KTP Elektronik) masih belum tuntas. Hingga hari ini kasus ini masih menyisakan
berbagai polemik karena di samping nilai kerugiannya yang besar, kasus ini melibatkan
banyak sekali nama pejabat pemerintahan, baik di lembaga eksekutif maupun legislatif.

‘22 Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi


11 Biro Akademik dan Pembelajaran
Tim Dosen http://www. widyatama. ac. id
Selain itu kasus ini juga telah menciptakan isu berupa drama perseteruan antara Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini menyusul
dikeluarkannya hak angket DPR terhadap KPK dan penetapan kembali Ketua DPR, Setya
Novanto, sebagai tersangka kasus korupsi KTP Elektronik untuk kedua kalinya pada
Oktober 2017 lalu.

Kasus korupsi proyek penerapan KTP Elektronik merupakan salah satu contoh kasus
korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa (PBJ) di Indonesia. Kerugian negara akibat
korupsi KTP Elektronik ini tebilang sangat besar yakni sebesar Rp. 2,3 triliun dari total dana
proyek yang dianggarkan sebesar Rp. 5,9 triliun. Artinya hampir 50% dana proyek KTP
Elektronik ini telah dikorupsi. Sebagaimana kasus korupsi PBJ yang banyak terjadi selama
ini, kasus korupsi KTP Elektronik juga melibatkan banyak pihak, baik dari swasta yakni
pemenang dan pemegang tender, maupun pemerintah yang kemudian melakukan
persekongkolan dengan pihak pemegang tender proyek tersebut.

Sebagai contoh kasus korupsi PBJ lainnya adalah kasus korupsi proyek pembangunan
Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sarana Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang atau
dikenal dengan Kasus Hambalang. Kasus ini mulai diselidiki oleh KPK sejak tahun 2011.
Kerugian negara akibat kasus ini adalah sebesar Rp. 706 miliar. Selain kerugian yang cukup
besar kasus ini juga telah menyeret beberapa nama politisi, seperti Nazaruddin, Anas
Urbaningrum, Andi Alfian Mallarangeng (Menteri Pemuda dan Olah Raga pada saat itu),
Angelina Sondakh (anggota DPR Fraksi Partai Demokrat pada saat itu), dan beberapa
pejabat pemerintahan lainnya, khususnya di Kementerian Pemuda dan Olah Raga
(Kemenpora). Hingga saat ini proses pengusutan terhadap kasus ini belum dihentikan oleh
KPK. Pada Februari 2017, KPK menetapkan tersangka baru dalam Kasus Hambalang yakni
Andi Zulkarnain Mallarangeng alias Choel, yang kemudian ditahan oleh KPK (Tempo.co,
19/02/17).

Daftar Pustaka

Jakarta, Laporan Keuangan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk


Periode yang berakhir 31 Desember 2012), halaman 14.
Jurnal Eddy Mulyadi Soepardi, Peran BPKP dalam Penanganan Kasus Berindikasi Korupsi
Pengadaan Jasa Konsultansi Instansi Pemerintah, Jakarta, 2010, diakses pada
tanggal 26 November 2015.
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. (2010). Modul Pelatihan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Nur Ilmi Faisal, Jenny Morasa, dan L. M. M. (2017). Analisis Sistem Pengadaan Barang Dan
Jasa (Penunjung Langsung) Pada Di Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang
Kota Manado. Jurnal Riset Akuntansi Going Concern, 12(2), 1122–1132.

‘22 Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi


12 Biro Akademik dan Pembelajaran
Tim Dosen http://www. widyatama. ac. id
Tuanakotta, Theodorus M. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif (kedua). Jakarta:
Salemba Empat. 2016
Zihan Syahayani, Peneliti Bidang Hukum di The Indonesian Institute, Center for Public
Policy Research. [email protected]
https://acch.kpk.go.id/en/artikel/paper/48-riset-publik/688-mencegah-korupsi-pengadaan-
barang-jasa-apa-yang-sudah-dan-yang-masih-harus-dilakukan
https://www.pengadaanbarang.co.id/2020/01/pengadaan-barang-dan-jasa.html
https://acch.kpk.go.id/images/ragam/makalah/pdf/iibic/day-2/candi-prambanan/2.-Aida-
Zulaiha_PBJ-Kajian-Litbang.pdf

‘22 Akuntansi Forensik dan Audit Investigasi


13 Biro Akademik dan Pembelajaran
Tim Dosen http://www. widyatama. ac. id

Anda mungkin juga menyukai