Makalah Klasifikasi Hadis Berdasarkan Kualitas Sanadnya

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

Dalam skema dapat dipahami, bahwa hadits dilihat dari segi kualitasnya terbagi
menjadi dua macam yaitu hadits maqbul dan hadits mardud, hadits maqbul terbagi menjadi
dua mutawatir dan ahad yang shahih dan hasan lidzatihi maupun lighairihi, sedang hadits
mardud ada satu yaitu hadits dha’if.

Hadits mutawatir memberikan pengertian yakin bi al-qath’i bahwa Nabi Muhammad


saw., bersabda, berbuat atau menyatakan ikrar (persetujuannya) di hadapan para sahabat,
berdasarkan sumber-sumber yang banyak dan mustahil mereka bersama-sama sepakat untuk
berbuat dusta kepada Rasulullah Saw., karena kebenaran sumber-sumbernya telah
meyakinkan, maka hadits mutawatir ini harus diterima dan diamalkan tanpa perlu lagi
mengadakan penelitian dan penyelidikan, baik terhadap sanad, maupun matannya.

Berbeda dengan hadits ahad, yang hanya memberikan pengertian (prasangka yang
kuat kebenarannya) mengharuskan kepada kita untuk mengadakan penyelidikan, baik
terhadap sanad maupun terhadap matannya, sehingga status ahad tersebut menjadi jelas,
apakah bisa diterima sebagai hujjah atau ditolak.

PEMBAHASAN
KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN KUALITAS RAWINYA

A. Hadits Shahih
1. Pengertian hadits shahih
Menurut bahasa hadits shahih adalah lawan dari “saqim” artinya sehat lawan sakit.
Sedangkan menurut istilah yang didefenisikan oleh ulama al-mutaakhirin hadits shahih
adalah :[1]

‫أما الحديث الصحيح فهوالحديث المسند الذي يتصل إسناده بنقل العد ل وا لظبط منتهاه واليكون شاذا وال‬
.‫معلال‬

“Hadis shahih adalah hadits yang bersambung sanadnya (sampai kepada Nabi), diriwayatkan
oleh (periwayat) yang adil dan dhabit sampai akhir sanadnya, tidak terdapat kejanggalan
(syadz) dan cacat (‘Illat)”.

1. M.Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits. (Bandung :Pustaka Setia,2010), hlm. 134.

1
Kesimpulannya hadits shahih adalah hadits yang muttashil (bersambung) sanadnya,
diriwayatkan oleh orang adil dan dhabit (kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya
selamat dari kejanggalan dan ‘illat.[2]

2. Syarat-syarat hadits shahih


a. Sanadnya bersambung

Maksudnya adalah bahwa tiap-tiap perawi dalam sanad hadis menerima riwayat
hadits dari perawi terdekat sebelumnya, keadaan itu berlangsung seperti itu sampai akhir
sanad dari hadis itu. Jadi dapat dikatakan bahwa rengkaian para perawi hadis shahih sejak
perawi terakhir sampai kepada para sahabat yang menerima hadis langsung dari nabi
Muhammad saw bersambung dari periwatannya.[ 3] Persambungan sanad dalam periwayatan
ada 2 macam lambang yang digunakan oleh para periwayat:

1) Pertemuan langsung (mubasyarah), seseorang bertatap muka langsung


dengan syaikh yang menyampaikan periwayatan. Maka ia mendengar berita
yang disampaikan atau melihat apa yang dilakukan. Seperti:

‫ = سمعت‬aku mendengar

‫ = حدثني | أخبرني | حد ثنا | أخبرنا‬memberitakan kepadaku/kami

‫فالنا‬ ‫ = رأيت‬aku melihat si Fulan, dan lain-lain

Jika dalam periwayatan sanad hadits menggunakan kalimat tersebut atau sesamanya
maka berarti sanad-nya muttashil (bersambung)

2) Pertemuan secara hukum (hukmi), seseorang meriwayatkan hadits dari


seseorang yang hidup semasanya dengan ungkapan kata yang mungkin
mendengar atau mungkin melihat. Misalnya:

‫ = قال فالن | عن فالن | فعل فالن‬si Fulan berkata :..../ dari si Fulan / si Fulan
melakukan begini

2. M.Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits...... hlm. 134.


3 As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Hadits, ter, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), hlm.27.

2
Persambungan sanad dalam ungkapan kata ini masih secara hukum, maka perlu
penelitian lebih lanjut, sehingga dapat diketahui benar apakah ia bertemu dengan syaikhnya
atau tidak.

Untuk mengetahui persambungan atau tidaknya suatu sanad dapat diperiksa melalui
dua teknik:

1) Mengetahui orang yang diterima periwayatannya telah wafat sebelum atau


sesudah perawi berusia dewasa. Untuk mengetahui hal ini harus dibaca
terlebih dahulu biografi para perawi hadits dalam buku-buku Rijial Al-hadits
atau Tawarikh Ar-Ruwah, terutama dari segi kelahiran dan kewafatannya.
2) Keterangan seorang perawi atau imam hadits bahwa seorang perawi bertemu
atu tidak bertemu, mendengar atau tidak mendengar, melihat dengan orang
yang menyampaikan periwayatan atau tidak melihat. Keterangan seorang
perawi ini dijadikan saksi kuat yang memperjelas keberadaan sanad.[4]

b. Perawinya adil

Kata adil menurut bahasa adalah lurus, tidak berat sebelah, tidak zhalim, tidak
menyimpang, tulus, dan jujur.[5] Sedangkan menurut istilah adalah orang yang konsisten
(istiqomah) dalm beragama, baik akhlaknya, tidak fasik, dan tidak melakukan muru’ah.[6]

Syarat-syaratnya adalah:

1). Baligh
2). Islam
3). Mukallaf
4). Melaksanakan ketentuan agama
5). Memelihara muru’ah

c. Perawinya dhabit

Kata dhabit menurut bahasa yang kokoh, yang kuat. Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani,
perawi yang dhabit adalah mereka yang kuat hafalannya terhadap segala sesuatu yang pernah

4 M.Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits...... hlm. 138.


5 M.Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits...... hlm. 140.
6 Mujiyo.Ulum Al-Hadits 2.(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 1997), hlm.57.

3
didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut kepada orang lain. Dhabit
terbagi dua macam yaitu dhabit Aa-sadr dan dhabit fi alkitab.

d. Tidak Syadz

Menurut Syafi’i Syadz adalah suatu hadits yang bertentangan dengan hadits yang
diriwayatkan oleh perawi lainyang lebih kuat atau lebih tsiqah.[7]

e. Tidak ada ‘illat

Menurut bahasa ‘illat adalah penyakit, sebab, alasan, uzur, cacat, keburukan, dan
kesalahan bacaan. Sedangkan menurut istilah suatu sebab yang tersembunyi atau samar-
samar sehingga dapat merusak keabsahan suatu hadits padahal lahirnya selamat dari cacat
tersebut.[8]

Contoh hadits shahih :

‫ي‬vv‫ك رض‬vv‫معت أنس بن مال‬vv‫ س‬: ‫ال‬vv‫ سمعت أبي ق‬: ‫ما أخرجه البخا رى قال حد ثنا مسدد حد ثنا معتمر قال‬
‫ والجبن‬,‫ل‬vv‫ك من العجزوالكس‬vv‫ود ب‬vv‫ اللهم إني أع‬: ‫ول‬vv‫لم يق‬vv‫ه وس‬vv‫لى هللا علي‬vv‫بي ص‬vv‫ان الن‬vv‫ ك‬: ‫ال‬vv‫ه ق‬vv‫هللا عن‬
‫ وأعود بك من عد ا ب القبر‬,‫ وأعود بك من فتنة المحيا والممات‬,‫والحرم‬

Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, ia berkata memberitakan kepada kami Musaddad,
memberitakan kepada kami Mu’tamir ia berkata: Aku mendengar ayahku berkata: Aku
mendengar Anas bin Malik berkata: Nabi Saw. berdoa: “Ya Allah sesungguhnya aku mohon
perlindungan kepada Engkau dari sifat lemah, lelah, penakut, dan pikun. Aku mohon
perlindungan kepada Engkau dari fitnah hidup dan mati dan aku mohon perlindnungan
kepada Engkau dari azab kubur,”

Hadits di atas dinilai berkualitas shahih karena telah memenuhi 5 kriteria di atas, yaitu
sebagai berikut:

a. Sanad-nya bersambung dari awal sampai akhir. Anas seorang sahabat yang
mendengar hadits ini dari Nabi langsung. Sulaiman bin Tharkhan bapaknya
Mu’tamir menegaskan dengan kata as-sama’ (mendengar) dari Anas. Demikian
juga menegaskan dengan as-sama’ dari ayahnya. Mussadad syaikhnya Al-

7 . Mujiyo.Ulum Al-Hadits 2.(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 1997), hlm.62.


8 . Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Gaya Media Pratama: Jakarta, 1996), hlm.93.

4
Bukhari juga menegaskan dengan kata as-sama’ dari Mu’tamir, sedang Al-
Bukhari menegaskan pula dengan as-sama’ dari syaikhnya.
b. Semua para perawi dalam sanad hadits di atas menurut ulama al-jarhwa at-ta’dil
telah memenuhi persyaratan adil dan dhabit. Anas bin Malik seorang sahabat
semua semua sahabat bersifat adil. Sulaiman bin Tharkhan bapaknya Mu’tamir
bersifat terpercaya dan ahli ibadah. Musaddad bin Musarhad memiliki titel
terpercaya dan penghafal. Sedang Al-Bukhari Muhammad bin Isma’il, pemilik
kita Ash-Shahih terkenal memiliki kecerdasan hafalan yang luar biasa dan
menjadi Amir Al-Mu’minin fi Al-Hadits.
c. Hadits di atas tidak syadz, karena tidak bertentangan dengan periwayatan perawi
lain yang lebih tsiqah.
d. Dan tidak terdapat ‘illah (ghayr mu’allal).

3. Macam-macam hadits shahih

a. Shahih li-dzati (shahih dengan sendirinya) ialah hadits yang tidak memenuhi secara
sempurna persyaratan shahih khususnya yang berkaitan dengan ingatan atau hafalan
perawi.

b. Shahih li-ghairihi (shahih karena yang lain) ialah hadits yang tidak memenuhi secara
sempurna persyaratan hadits shahih akan tetapi naik derajatnya menjadi hadits
shahih karena ada faktor pendukung yang dapat menutupi kekurangan yang ada di
dalamnya. Ulama mendefinisikan :

‫هو ماكان رواته متأخراعن درجة الحا فظ الضا بط مع كونه مشهورا بالصدق حتى يكون حديثه‬

‫حسنا ثم وجد فيه من طريق اخر مساو لطريقه أوارجح ما يجبر ذالك القصورالواقع فيه‬

Yaitu hadits shahih karena adanya syahid atau mutabi’. Hadits ini semula
merupakan hadits hasan, karena adanya mutabi’ dan syahid, maka kedudukannya
berubah menjadi shahih li-Ghairihi.”

4. Kehujahan hadits shahih

Hadits yang telah memenuhi persyaratan hadits shahih dapat diamalkan sebagai hujjah
atau dalil syara’ sesuai dengan ijma’ para ulama hadits dan sebagian ulama ushul dan fiqih.

5
Hadits shahih lighayrih lebih tinggi derajatnya dari pada Hasan lidzati, tetapi lebih rendah
dari pada shahih lidzati. Sekalipun demikian ketiganya dapat dijadikan hujah.[9]

5. Tingkatan Shahih

Dari segi persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi 7 tingkatan, dari
tingkat tertinggi sampai dengan tingkat yang terendah:[10]

a. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim;


b. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari saja;
c. Diriwayatkan oleh Muslim saja;
d. Diriwayatkan oleh orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari dan Muslim;
e. Diriwayatkan oleh orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari saja;
f. Diriwayatkan oleh orang lain memenuhi persyaratan Muslim saja;
g. Hadits yang dinilai shahih menurut ulama hadits selain Al-Bukhari dan Muslim
dan tidak mengikuti persyaratan keduanya, seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu
Hibban, dan lain-lain.

B. Hadits Hasan
1. Pengertian hadits hasan
Menurut bahasa kata hasan diambil kata al-husnu bermakna al-jamal yang artinya keindahan.
Sedangkan menurut istilah ialah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh yang
adil, kurang dhabit, tidak ada keganjilan (syadz), dan tidak ada ‘ilat. Sedangkan pengertian
Hadits hasan dari para jumhur ulama adalah : [11]
‫مااليكون في اسناده من يتهم بالكدب وال يكون شاذا ويروى من غير وجه نحوه فى المعنى‬

Adalah hadits yang pada sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh dusta, tidak
terdapat kejanggalan pada matannya dan hadits itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan
(mempunyai banyak jalan) yang sepadan maknanya.”

2. Syarat-syarat hadits hasan

9. Majmu Fatawa Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah XVII: 23 & 25) yang juga dikutip oleh Ahmad Ihsan
Dimyati, Studi Hadits, (Program Studi Pendidikan Islam Program pasca Sarjana Sekolah tinggi agama islam
negeri Jember, 2011). Hlm, 48.
10. Abdul Majid Khon., Ulumul Hadis, (Ahzam,Jakarta,2008), hlm.148-149
11 Abdul Majid Khon., Ulumul Hadis......., hlm.150.

6
a. Sanadnya bersambung;
b. Perawinya adil;
c. Perawinya dhabit tetapi ke-dhabit-annya di bawah ke-dhabit-an hadits shahih;
d. Tidak terdapat kejanggalan (syadz);
e. Tidak ada ‘ilat.

Contoh hadits hasan:

Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban dari Al-
Hasan bin Urfah Al-Maharibi dari Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abu
Hurairah, bahwa Nabi Saw. bersabda :

‫أعما ر أمتي ما بين الستين إلي السبعين وأقلم من يجوز دلك‬

“Usia umatku sekitar antara 60 sampai 70 tahun dan sedikit sekali yang melebihi demikian.”

Para perawi hadits di atas tsiqah semua kecuali Muhammad bin Amr dia adalah
shaduq sangat benar. Oleh para ulama hadits nilai ta’dil sahduq tidak mencapai dhabit tamm
sekalipun telah mencapai keadilan, ke-dhabit-annya kurang sedikit jika dibandingkan dengan
ke-dhabit-an shahih seperti tsiqatun (terpercaya) dan sesamanya[12].

3. Macam-macam hadits hasan


a. Hadits Hasan Li-dzatihi
Adalah hadits yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil,
dhabit meskipun tidak sempurna, dari awal sanad hingga akhir sanad tanpa ada
kejanggalan (syadz) dan cacat (‘Illat) yang merusak hadits.

b. Hadis Hasan Li-Ghairihi

Hadits yang pada sanadnya ada perawi yang tidak diketahui


keahliannya, tetapi dia bukanlah orang yang terlalu banyak kesalahan dalam
meriwayatkan hadits, kemudian ada riwayat dengan sanad lain yang bersesuaian
dengan maknanya. Jumhur ulama muhaddisin memberikan definisi tentang
hadist hasan li-Ghairihi sebagai berikut:

12. Mahmud Thoha, Ulumul Hadis studi Kompleksitas Hadis Nabi, (Yogyakarta: Titian Ilahi Pres
1997), 40.

7
,‫ كثير الخطاء والظهرمنه سبب مفسق‬.‫مااليخلوإسناده من مستور لم تتحقق أهليته وليس مغفال‬

‫ويكون متن الحديث معروفا برويتة مثله أو نحوه من وجه آخر‬

Yaitu hadits hasan yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur (tak nyata
keahliannya), bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab
yang menjadikan fasik dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan periwayatan
yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain.

Hadist hasan li-Ghairihi pada dasarnya adalah hadits dha’if. Kemudian ada
petunjuk lain yang menolongnya, sehingga ia meningkat menjadi hadits hasan.
Jadi, sekiranya tidak ada yang menolong, maka hadits tersebut akan tetap
berkualitas dha’if.[13]

4. Kehujahan hadits hasan

Hadits hasan dapat dijadikan hujah walaupun kualitasnya di bawah hadits shahih. Semua
fuqaha, sebagian Muhadditsin dan Ushuliyyin mengamalkannya kecuali sedikit dari kalangan
orang yang sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan hadits (musyaddidin). Bahkan
sebagian Muhadditsin yang mempermudah dalam persyaratan shahih (mutasahilin)
memasukkannya ke dalam hadits shahih, seperti Al-Hakim, Ibnu hibban, dan Ibnu
Khuzaimah.[14]

C. Hadits Dhaif
1. Pengertian
Menurut bahasa dhaif artinya lemah lawan dari kata kuat. Sedangkan menurut istilah
adalah :
‫الحديث الضعيف هو الحديث الذي لم يجمع صفات الحديث الصحيحوال صفات الحديث‬

“Hadits dha’if adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih dan juga tidak
menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.

Semua hadis yang tidak memenuhi kriteria hadis shahih dan hadis hasan adalah hadis
dhaif. Dengan begitu, sebab kedhaifan suatu hadis sangat bervariasi, baik dilihat dari
sanadnya maupun matannya. Sebagian ulama menyatakan jumlah variasi itu mencapai lebih
13. Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis, (Semarang: Rasail, 2007), hlm.122
14 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis........ hlm.122

8
seratus macam. Dalam hal ini, perlu dikemukakan macam-macam hadis dhaif dilihat dari segi
sanadnya, dari matannya, dan dari segi sanad dan matannya sekaligus, lengkap dengan
namanya masing-masing.[15]

Para ulama Muhadditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadis dari dua


jurusan, yakni dari jurusan sanad dan jurusan matan.[16]

Sebab-sebab tertolaknya hadis dari jurusan sanad adalah:

1.Terwujudnya cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilan maupun ke-dhabit-


annya.

2. Ketidaksambungannya sanad, dikarenakan adalah seorang rawi atau lebih, yang


digugurkan atau tidak bertemu satu sama lain.

Adapun cacat pada keadilan dan ke-dhabit-an rawi itu ada sepuluh macam, yaitu
sebagai berikut:

1. Dusta
2. Tertuduh dusta
3. Fasik
4. Banyak salah
5. Lemah dalam menghafal
6. Menyalahi riwayat orang yang tsiqat (kepercayaan)
7. Banyak waham (buruk sangka)
8. Tidak diketahui identitasnya
9. Penganut bid’ah
10. Tidak baik hafalannya

2. Klasifikasi Hadits Dhaif Berdasarkan Cacat pada Rawi, baik Keadilan dan Ke-dhabit-
an Rawi

a. Hadits Maudhu’Hadis maudhu’ adalah hadis yang dicipta serta dibuat oleh
seseorang (pendusta), yang ciptaan itu dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. secara palsu dan
dusta, baik disengaja maupun tidak.

b. Hadits Matruk

15 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadi..... hlm.132


16 Abdul Majid Khon., Ulumul Hadis, (Jakarta: Ahzam, 2008), hlm.150.

9
Hadis matruk adalah hadis yang pada sanadnya ada seorang rawi yang tertuduh dusta.
Rawi yang tertuduh dusta adalah seorang rawi yang terkenal dalam pembicaraan sebagai
pendusta, tetapi belum dapat dibuktikan bahwa ia sudah pernah berdusta dalam membuat
hadis. Seorang perawi yang tertuduh dusta, bila ia bertobat dengan sungguh-sungguh, dapat
diterima periwayatan hadisnya.[17]

c.Hadits Munkar

Hadis munkar adalah hadis yang pada sanadnya terdapat rawi yang jelek
kesalahannya, banyak kelengahannya atau tampak kefasikannya. Lawannya
dinamakan ma’ruf.[18]

d.Hadits Syadz

Hadis syadz adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang maqbul, yang
menyalahi riwayat orang yang lebih utama darinya, baik karena jumlahnya lebih banyak
ataupun lebih tinggi daya hafalnya.[19]

e. Hadits Mu’allal

Mu’allal arti menurut bahasa adalah yang ditimpa penyakit. Sedangkan menurut
istilah adalah hadis yang pada zahirnya baik, tetapi setelah diperiksa terdapat padanya hal-hal
yang mencacatkannya.[13]Hadits mu’allal juga dinamai hadis Ma’lul atau Mu’all. ‘Illat
(penyakit) hadis yaitu “Asbabun khafiyyun ghamidun qadihun fihi” sebab-sebab yang
tersembunyi, sulit diketahui, dapat menjatuhkan derajat hadis.[20]

f. Hadits Mudhtharib

Mudhtharab pada lughah ialah: yang goncang dan bergetar. Kegoncangan suatu hadis
karena terjadi kontra antara satu hadis dengan hadis lain, berkualitas sama dan tidak dapat
dipecahkan secara ilmiah. Menurut istilah hadis mudhtharib adalah hadis yang diriwayatkan
pada beberapa segi yang berbeda, tetapi sama dalam kualitasnya. Di antara sebab idhthirab-
nya suatu hadis adalah karena lemahnya daya ingat perawi dalam meriwayatkan hadis
tersebut, sehingga terjadi kontra yang tak kunjung dapat diselesaikan solusinya.[21]

17 Abdul Majid Khon., Ulumul Hadis............ hlm.155.


18 Abdul Majid Khon., Ulumul Hadis............... hlm.157.
19 M.Fadlil Said, Alih Bahasa dari Kowaidul Asasiyah Fi Ilmi Mustholahul Hadits, (Al-
Hidayah,Surabaya: Al-Hidayah, 2007), hlm. 21.
20 M.Fadlil Said, Alih Bahasa dari Kowaidul Asasiyah Fi Ilmi Mustholahul Hadits................hlm. 25.
21 M.Fadlil Said, Alih Bahasa dari Kowaidul Asasiyah Fi Ilmi Mustholahul Hadits........hlm. 26.

10
g. Hadits Maqlub

Maqlub pada bahasa artinya yang dipalingkan, yang dibalikkan, yang ditukar, yang
dirubah,yang terbalik. Adapun menurut istilah hadis maqlub adalah hadis yang terjadi
padanyataqdim atau takhir, yakni (mendahulukan yang kemudian atau sebaliknya) pada
sanad atau matan atau menggantinya dengan yang lain.[22]

h. Hadits Munqalib

Munqalib menurut bahasa artinya yang berbalik atau yang berpaling. Sedangkan
menurut istilah adalah hadis yang sebagian dari lafaz matannya terbalik karena si perawi,
sehingga berubahlah maknanya. Hadits munqalib hampir sama dengan hadis maqlub, hanya
saja kebanyakan ulama mengkhususkan munqalib apabila terjadi pembalikan lafaz dalam
matan.[23]

i. Hadits Mudraj

Mudraj secara bahasa adalah yang termasuk, yang tercampur, yang disisipkan.
Sedangkan secara istilah adalah hadis yang asal sanadnya atau matannya tercampur dengan
sesuatu yang bukan bagiannya.[24]

j. Hadits Mushahhaf

Mushahhaf secara lughah artinya yang dirubah. Secara istilah adalah hadis yang
terjadi padanya perbedaan dengan riwayat yang tsiqat (kepercayaan) yang lain, dengan
mengubah satu huruf atau beberapa huruf serta tetap rupa tulisan yang asli.[25]

k. Hadits Muharraf

Muharraf arti menurut bahasa adalah yang dipalingkan atau yang dirubah. Sedangkan
menurut istilah adalah hadis yang harakat dan sukun dari huruf yang ada pada matan dan
sanadnya berubah dari asalnya.[26]

l. Hadits Muhmal

Muhmal menurut bahasa artinya yang dibiarkan, yang ditinggalkan, yang diacuhkan.
Sedangkan menurut istilah adalah hadis yang diriwayatkan dari salah seorang yang serupa

22 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadi..... hlm.134.


23 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadi..... hlm.134.
24 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadi..... hlm.135.
25 Abdul Majid Khon., Ulumul Hadis....... hlm.159.
26 Abdul Majid Khon., Ulumul Hadis........hlm.159.

11
namanya, atau kuniyahnya, atau laqabnya, atau salah satu dari yang tersebut ini serta nama
ayah, atau nama kakeknya, atau pada segala yang tersebut, sedang salah satu seorang dari dua
orang yang serupa itu tidak kepercayaan.[27]

m. Hadits Mubham

Mubham pada bahasa artinya hal yang tidak terang, yang tersembunyi. Adapun pada
istilah adalah hadis yang pada matan atau sanadnya ada seorang yang tidak disebut namanya.
Jadi mubham adalah tidak adanya penyebutan nama seorang perawi yang jelas, karena hanya
disebutkan seorang laki-laki atau seorang perempuan saja tidak disebutkan nama jelas .[28]

n.Hadits Majhul

Majhul pada lughah adalah yang tidak diketahui, yang tidak dikenal. Pada istilah
hadis majhul adalah seorang perawi yang tidak dikenal jati diri dan identitasnya.

3. Klasifikasi Hadits Berdasarkan Gugurnya Rawi[29]

a. Hadits Mu’allaq

Mu’allaq menurut bahasa adalah isim maf’ul yang berarti terikat dan tergantung.
Sementara menurut istilah hadis mu’allaq adalah hadis yang seorang rawinya atau lebih
gugur dari awal sanad secara berurutan.

b.Hadits Mu’dhal

Mu’dhal secara bahasa adalah sesuatu yang dibuat lemah dan lebih. Adapun menurut
istilah muhaditsin, hadis mu’dhal adalah hadis yang ditengah sanadnya gugur (putus) dua
orang rawi atau lebih secara berurutan.

c.Hadits Mursal

Mursal, menurut bahasa, isim maf’ul, yang berarti yang dilepaskan. Adapun
hadis mursalmenurut istilah adalah hadis yang gugur rawi dari sanadnya setelah tabiin, baik
tabiin besar maupun tabiin kecil. Seperti bila seorang tabiin mengatakan, “Rasulullah SAW.
bersabda begini atau berbuat seperti ini.”

Seperti telah kita ketahui bahwa dalam hadis mursal itu, yang digugurkan adalah
sahabat yang langsung menerima barita dari Rasulullah SAW., sedangkan yang
menggugurkan dapat juga seorang tabiin. Oleh karena itu, ditinjau dari segi siapa yang

27 M.Fadlil Said, Alih Bahasa dari Kowaidul Asasiyah Fi Ilmi...................., hlm.34.


28 M.Fadlil Said, Alih Bahasa dari Kowaidul Asasiyah Fi Ilmi...................., hlm.35.
29 M.Fadlil Said, Alih Bahasa dari Kowaidul Asasiyah Fi Ilmi...................., hlm.35-37.

12
menggugurkan dan segi sifat-sifat pengguguran hadis, hadis mursal terbagi pada mursal jali,
mursal shahabi, dan mursal khafi.[30]

1. Mursal Jali, yaitu bila pengguguran yang telah dilakukan oleh rawi (tabiin) jelas
sekali, dapat diketahui oleh umum, bahwa orang yang menggugurkan itu tidak
hidup sezaman dengan orang yang digugurkan yang mempunyai berita.

2. Mursal Shahabi, yaitu pemberitaan sahabt yang disandarkan kepada Nabi


Muhammad SAW., tetapi ia tidak mendengar atau menyaksikan sendiri apa
yang ia beritakan, karena pada saat Rasulullah hidup, ia masih kecil atau
terakhir masuknya ke dalam agama Islam. Hadis mursal sahabi ini dianggap
sahih karena pada galib-nya ia tiada meriwayatkan selain dari para sahabat,
sedangkan para sahabat itu seluruhnya adil.

3. Mursal Khafi, yaitu hadis yang diriwayatkan tabiin, di mana tabiin yang
meriwayatkan hidup sezaman dengan shahabi, tetapi ia tidak pernah mendengar
sebuah hadis pun darinya.

d. Hadits Munqathi’

Hadis munqathi’ adalah hadis yang gugur seorang rawinya sebelum sahabat di satu
tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak barturut-turut.

e. Hadis Mudallas

Mudallas menurut bahasa artinya yang ditutup atau yang disamarkan. Menurut istilah
adalah hadis yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadis itu tidak
bernoda. Rawi yang berbuat demikian disebut mudallis. Hadis yang diriwayatkan
oleh mudallis disebut hadis mudallas, dan perbuatannya disebut dengan tadlis.

D. Cara Meriwayatkan Hadits Dhaif dan Hukum Beramal dengannya


Hadits merupakan salah satu sumber hukum Islam, yang fungsinya menjelaskan,
mengukuhkan dan 'melengkapi' firman Allah Swt yang terdapat dalam Al-Qur’an. Di antara
berbagai macam hadits, ada istilah Hadits Dha'f. Secara umum Hadits itu ada tiga macam.
Pertama, Hadits Shahih, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil, punya daya
ingatan yang kuat, mempunyai sanad (mata rantai orang-orang yang meriwayatkan hadits)
yang bersambung ke Rasulullah Saw, tidak memiliki kekurangan serta
tidak Syadz (menyalahi aturan umum). Kedua, Hadits Hasan, yakni hadits yang tingkatannya

30 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadi..... hlm.141.

13
berada di bawah Hadits Shahih, karena para periwayat hadits ini memiliki kualitas yang lebih
rendah dari para perawi Hadits Shahih. Hadits ini dapat dijadikan sebagai dalil sebagaimana
Hadits Shahih. Ketiga, Hadits Dha'if, yakni hadits yang bukan Shahih dan juga bukan Hasan,
karena diriwayatkan oleh orang-orang yang tidak memenuhi persyaratan sebagai perawi
hadits, atau para perawinya tidak mencapai tingkatan sebagai perawi Hadits Hasan. Hadits
Dha'if ini terbagi menjadi dua. Pertama, ada riwayat lain yang dapat menghilangkan dari ke-
dha'if-annya. Hadits semacam ini disebut Hadits Hasan li Ghairih, sehingga dapat diamalkan
serta boleh dijadikan sebagai dalil syar'i. Kedua, hadits yang tetap dalam ke-dha'if-annya. Hal
ini terjadi karena tidak ada riwayat lain yang menguatkan, atau karena para perawi hadits
yang lain itu termasuk orang yang dicurigai sebagai pendusta, tidak kuat hafalannya atau
fasiq. Dalam kategori yang kedua ini, para ulama mengatakan bahwa Hadits Dha'if hanya
dapat diberlakukan dalam Fada'ilul amal, yakni setiap ketentuan yang tidak berhubungan
dengan akidah, tafsir atau hukum, yakni hadits-hadits yang menjelaskan tentangtarghib wa
tarhib (janji-janji dan ancaman Allah Swt).[31]
Khusus hadits dhaif, maka para ulama hadits kelas berat semacam Al-Hafidzh Ibnu
Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh digunakan dan menjadi hadits
hasan li gahirih dengan beberapa syarat sebagai berikut:32

1. Level kedhaifannya tidak parah.


Maka menurut para ulama, masih ada di antara hadits dhaif yang bisa dijadikan
hujjah, asalkan bukan dalam perkara aqidah dan syariah (hukum halal haram).
Hadits yang level kedhaifannya tidak terlalu parah, boleh digunakan untuk perkara
fadahilul a’mal (keutamaan amal).
2. Berada dibawah Nash lain yang Shahih.
Maksudnya hadits yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai dasar dalam
fadhailul a’mal, harus didampingi dengan hadits lainnya. Bahkan hadits lainnya
itu harus shahih. Maka tidak boleh hadits dha’if jadi pokok, tetapi dia harus
berada di bawah nash yang sudah shahih.

3. Ketika Mengamalkannya tidak boleh meyakini ke tsabitannya.


Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu, kita tidak boleh meyakini
bahwa ini merupakan sabda Rasullulah SAW atau perbuatan beliau. Tetapi yang

31 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadi..... hlm.143.


32 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadi..... hlm.143-144.

14
kita lakukan adalah bahwa kita masih menduga atas kepastian datangnya
informasi ini dari Rasulullah SAW.

DAFTAR PUSTAKA

M. Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits. (Bandung : Pustaka Setia, 2010).

15
Majmu Fatawa Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah XVII: 23 & 25) yang juga dikutip
oleh Ahmad Ihsan Dimyati, Studi Hadits, (Program Studi Pendidikan Islam Program pasca
Sarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Jember, 2011).

Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996).

Mujiyo, Ulum Al-Hadits, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997).

Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009).

Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra1999).

Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis, (Semarang: Rasail, 2007).

M.Fadlil Said, Alih Bahasa dari Kowaidul Asasiyah Fi Ilmi Mustholahul Hadits,
(Surabaya: Al-Hidayah, 2007).

Mahmud Thohan, Ulumul Hadis Studi Kompleksitas Hadis Nabi, (Yogyakarta: Titian
Ilahi Pres 1997).

Abdul Majid Khon, M.Ag, Ulumul Hadis, (Jakarta: Ahzam, 2008).

16

Anda mungkin juga menyukai