Modul Akla 11 Bab 1 - Munculnya Aliran Kalam Dalam Peristiwa Tahkim

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

MODUL AJAR KURIKULUM MERDEKA NADRASAH ALIYAH

MATA PELAJARAN : AKIDAH AKHLAK


BAB 1 : MUNCULNYA ALIRAN KALAM DALAM PERISTIWA TAHKIM

I. INFORMASI UMUM

A. IDENTITAS MODUL
Nama Madrasah : MA Plus Nurul Salam
Nama Penyusun : Alfiyahtus Salamah, S.Pd.I
Mata Pelajaran : Akidah Akhlak
Kelas / Fase Semester : XI/ E / 1 - 2
Elemen : Munculnya Aliran Kalam dalam Peristiwa Tahkim
Alokasi waktu : 2 x 45 Menit

B KOMPETENSI AWAL
Ujian umat Islam dalam menjaga persatuan dan kesatuan sudah terjadi sejak Nabi
Muhammad Saw. wafat. Namun ujian tersebut dapat diselesaikan dengan baik sejak
terpilihnya Abu Bakar ash-Ṣiddiq sebagai khalifah. Keadaan ini dapat dipertahankan pada
masa pemerintahan Umar bin Khaṭab dan awal pemerintahan Utsman bin Affan. Namun
pada akhir masa pemerintahan Ustman bin Affan terjadilah huru-hara politik, yang
menyebabkan terbunuhnya Utsman bin Affan.
Ali bin Abi Ṭālib yang menjabat khalifah menggantikan Ustman bin Affan, menghadapi
situasi yang sangat sulit. Ada beberapa sahabat yang enggan berbaiat, bahkan ada yang
menentangnya secara terang-terangan sehingga terjadilah perang Jamal (perang unta) dan
perang Ṣiffin. Situasi yang penuh ketegangan inilah akhirnya memicu munculnya
beberapa aliran/firqah, yang dalam khazanah keilmuan Islam dikenal dengan aliran ilmu
Kalam.

C. PROFIL PELAJAR PANCASILA (PPP) DAN PELAJAR RAHMATAN LIL


ALAMIN (PRA)
 Profil Pelajar Pancasila yang ingin dicapai adalah bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan berakhlak mulia, bernalar kritis dan kreatif, bergotong royong, serta
kebhinnekaan global.
 Profil Pelajar Rahmatan Lil ‘Alamin yang ingin dicapai adalah taaddub, tawassuth,
tathawwur wa ibtikar, dan tasamuh.

D. SARANA DAN PRASARANA


Media : LCD proyektor, komputer/laptop, jaringan internet, dan lain-lain
Sumber Belajar : LKPD, Buku Teks, laman E-learning, E-book, dan lain-lain

E. TARGET PESERTA DIDIK


Peserta didik cerdas istimewa berbakat dan peserta didik regular
F. MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN
Model Pembelajaran : Discovery learning
Metode Pembelajaran : Karya kunjung, market of place, demonstrasi
II. KOMPETENSI INTI

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1.1.1. Memperjelas nilai-nilai munculnya aliran-aliran kalam dalam peristiwa tahkīm.
2.1.1. Membiasakan sikap teguh pendirian, berfikir kritis dan toleran dalam menghadapi
perbedaan dalam aliran-aliran kalam.
3.1.1. Membandingkan perkembangan akidah pada masa Rasulullah Saw.sampai dengan
munculnya peristiwa tahkīm.
3.1.2. Menganalisis latar belakang munculnya tahkīm.
3.1.3. Mengidentifikasi aliran-aliran kalam yang muncul setelah peristiwa tahkīm.
3.1.4. Mengkritisi latar belakang munculnya aliran-aliran kalam dalam peristiwa tahkīm.
4.1.1. Menunjukkan hasil analisis tentang latar belakang munculnya aliran-aliran kalam
dan peristiwa tahkīm.

B. PEMAHAMAN BERMAKNA
Peserta didik menyadari bahwa dengan mempelajari materi Munculnya Aliran Kalam
dalam Peristiwa Tahkim dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

C. PERTANYAAN PEMANTIK
Guru menanyakan kepada peserta didik seputar materi Munculnya Aliran Kalam dalam
Peristiwa Tahkim

D. KEGIATAN PEMBELAJARAN
PERTEMUAN KE-1
SEJARAH ILMU KALAM
KEGIATAN PENDAHULUAN
 Guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam.
 Melakukan pembiasaan berdoa, memeriksa kehadiran, kerapihan pakaian, posisi
tempat duduk peserta didik dan kebersihan kelas.
 Guru memberikan motivasi, memberikan pertanyaan pemantik materi yang akan
diajarkan.
 Guru memotivasi peserta didik untuk tercapainya kompetensi dan karakter yang
sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila (bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan berakhlak mulia, bernalar kritis dan kreatif, bergotong royong, serta
kebhinnekaan global) dan Profil Pelajar Rahmatan Lil ‘Alamin (taaddub,
tawassuth, tathawwur wa ibtikar, dan tasamuh)
KEGIATAN INTI
Kegiatan Literasi  Peserta didik diberi motivasi dan panduan untuk melihat,
mengamati, membaca dan menuliskannya kembali. Mereka
diberi tayangan dan bahan bacaan terkait materi : Sejarah Ilmu
Kalam
Critical Thinking  Guru memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi sebanyak
mungkin hal yang belum dipahami, dimulai dari pertanyaan
faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik. Pertanyaan
ini harus tetap berkaitan dengan materi : Sejarah Ilmu Kalam
Collaboration  Peserta didik dibentuk dalam beberapa kelompok untuk
mendiskusikan, mengumpulkan informasi, mempresentasikan
ulang, dan saling bertukar informasi mengenai : Sejarah Ilmu
Kalam
Communication  Peserta didik mempresentasikan hasil kerja kelompok atau
individu secara klasikal, mengemukakan pendapat atas presentasi
yang dilakukan kemudian ditanggapi kembali oleh kelompok
atau individu yang mempresentasikan
Creativity  Guru dan peserta didik membuat kesimpulan tentang hal-hal
yang telah dipelajari terkait : Sejarah Ilmu Kalam
KEGIATAN PENUTUP
 Guru membimbing peserta didik menyimpulkan pembelajaran yang telah dilakukan
 Melakukan refleksi dan tanya jawab untuk mengevaluasi kegiatan pembelajaran
yang telah dilaksanakan
 Guru mengakhiri kegiatan belajar dengan memberikan pesan dan motivasi tetap
semangat belajar dan diakhiri dengan berdoa.

PERTEMUAN KE-2
PERISTIWA TAHKIM
KEGIATAN PENDAHULUAN
 Guru membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam.
 Melakukan pembiasaan berdoa, memeriksa kehadiran, kerapihan pakaian, posisi
tempat duduk peserta didik dan kebersihan kelas.
 Guru memberikan motivasi, memberikan pertanyaan pemantik materi yang akan
diajarkan.
 Guru memotivasi peserta didik untuk tercapainya kompetensi dan karakter yang
sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila (bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan berakhlak mulia, bernalar kritis dan kreatif, bergotong royong, serta
kebhinnekaan global) dan Profil Pelajar Rahmatan Lil ‘Alamin (taaddub,
tawassuth, tathawwur wa ibtikar, dan tasamuh)
KEGIATAN INTI
Kegiatan Literasi  Peserta didik diberi motivasi dan panduan untuk melihat,
mengamati, membaca dan menuliskannya kembali. Mereka
diberi tayangan dan bahan bacaan terkait materi : Peristiwa
Tahkim
Critical Thinking  Guru memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi sebanyak
mungkin hal yang belum dipahami, dimulai dari pertanyaan
faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik. Pertanyaan
ini harus tetap berkaitan dengan materi : Peristiwa Tahkim
Collaboration  Peserta didik dibentuk dalam beberapa kelompok untuk
mendiskusikan, mengumpulkan informasi, mempresentasikan
ulang, dan saling bertukar informasi mengenai : Peristiwa
Tahkim
Communication  Peserta didik mempresentasikan hasil kerja kelompok atau
individu secara klasikal, mengemukakan pendapat atas presentasi
yang dilakukan kemudian ditanggapi kembali oleh kelompok
atau individu yang mempresentasikan
Creativity  Guru dan peserta didik membuat kesimpulan tentang hal-hal
yang telah dipelajari terkait : Peristiwa Tahkim
KEGIATAN PENUTUP
 Guru membimbing peserta didik menyimpulkan pembelajaran yang telah dilakukan
 Melakukan refleksi dan tanya jawab untuk mengevaluasi kegiatan pembelajaran
yang telah dilaksanakan
 Guru mengakhiri kegiatan belajar dengan memberikan pesan dan motivasi tetap
semangat belajar dan diakhiri dengan berdoa.

E. PEMBELAJARAN DIFERENSIASI
 Untuk siswa yang sudah memahami materi ini sesuai dengan tujuan pembelajaran dan
mengeksplorasi topik ini lebih jauh, disarankan untuk membaca materi Munculnya
Aliran Kalam dalam Peristiwa Tahkim dari berbagai referensi yang relevan.
 Guru dapat menggunakan alternatif metode dan media pembelajaran sesuai dengan
kondisi masing-masing agar pelaksanaan pembelajaran menjadi lebih menyenangkan
(joyfull learning) sehingga tujuan pembelajaran bisa tercapai.
 Untuk siswa yang kesulitan belajar topik ini, disarankan untuk belajar kembali tata
cara pada pembelajaran di dalam dan atau di luar kelas sesuai kesepataan antara guru
dengan siswa. Siswa juga disarankan untuk belajar kepada teman sebaya.

F. ASESMEN / PENILAIAN
1. Asesmen Diagnostik (Sebelum Pembelajaran)
Untuk mengetahui kesiapan siswa dalam memasuki pembelajaran, dengan
pertanyaan:
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Apakah pernah membaca buku terkait ?
2 Apakah kalian ingin menguasai materi pelajaran dengan
baik ?
3 Apakah kalian sudah siap melaksanakan pembelajaran
dengan metode inquiry learning, diskusi ?

2. Asesmen Formatif (Selama Proses Pembelajaran)


Asesmen formatif dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran berlangsung,
khususnya saat siswa melakukan kegiatan diskusi, presentasi dan refleksi tertulis.
1) Teknik Asesmen : Observasi, Unjuk Kerja
2) Bentuk Instrumen : Pedoman/lembar observasi
Lembar kerja pengamatan kegiatan pembelajaran dengan metade inquiry learning
Arpak yang diamati Skor
No Nama Sitwa
Gagasan Aktif Kerjasama 1 2 3 4
1 Sultan Haykal
2 Aisy Anindya
3 Dias Abdalla
4
5
dst
Nilai akhir x 25

3. Asesmen Sumatif
a. Asesmen Pengetahuan
Teknik Asesmen:
• Tes : Tertulis
• Non Tes : Observasi
Bentuk Instrumen:
• Asesmen tidak tertulis : Daftar pertanyaan
• Asesmen tertulis : Jawaban singkat
b. Asesmen Keterampilan
• Teknik Asesmen : Kinerja
• Bentuk Instrumen : Lembar Kinerja

Asesmen formatif dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran berlangsung,


khususnya saat siswa melakukan kegiatan diskusi, presentasi dan refleksi tertulis.

SOAL TES FORMATIF


A. Jawablah pertanyaan berikut dengan jelas!
1. Kebijakan birokrasi yang dilakukan Utsman bin Affan memicu ketidakpuasan
sebagian umat Islam, sehingga terjadilah pemberontakan yang mengakibatkan
terbunuhnya Utsman bin Affan yang dalam sejarah Islam dikenal dengan kejadian
alfitnah al-kubra. Dari kejadian inilah kemudian memicu perpecahan Islam.
Mengapa kejadian tersebut terjadi sehingga dapat memicu perpecahan umat
Islam!
2. Pada saat perang Ṣiffin, pasukan Ali bin Abi Ṭālib hampir mendapatkan
kemenangan, namun pada saat itu ada tawaran damai yang disampaikan oleh
Mu’awiyah bin Abi Shufyan yaitu dengan perundingan atau tahkīm. Pada
awalnya, Ali bin Abi Ṭālib enggan menerima tawaran tersebut. Namun karena
adanya desakan yang kuat dari sebagian anggota pasukannya, maka akhirnya Ali
bin Abi Ṭālib menerima tawaran perundingan tersebut. Mengapa Ali bin Abi
Ṭālib menerima usulan diadakannya tahkīm? berilah alasan yang kuat!
3. Di antara alasan Mu’awiyah bin Abu Shufyan tidak berbaiat kepada Ali bin Abi
Ṭālib adalah adanya kekhawatiran hilangnya Jabatan gubernur di Damaskus yang
dipegangnya sejak pemerintahan Khalifah Umar bin Khaṭab, kemudian merembet
kepada tuntutan kepada Ali bin Abi Ṭālib untuk mengungkap dan mencari
pembunuh Utsman bin Affan, sehingga terjadilah perang Ṣiffin. Kritisilah
permasalahan tersebut sehingga jelas pokok persoalan yang menyebabkan
terjadinya perpecahan di kalangan umat Islam!
4. Di antara pasukan Ali bin Abi Ṭālib ada yang tidak menerima hasil tahkīm.
Namun dalam perkembangannya, kelompok ini tidak hanya memusuhi kelompok
Ali bin Abi Ṭālib tetapi juga memusuhi kelompok Mu’awiyah. Mengapa
demikian, berilah alasan yang kuat!
5. Perang Ṣiffin sangat merugikan kelompok Ali bin Abi Ṭālib. Namun demikian, di
antara pendukungnya ada yang tetap setia kepada Ali bin Abi Ṭālib. Mengapa
mereka tetap setia kepada Ali bin Abi Ṭālib ?

B. Penilaian Portofolio dan Sikap


1. Penilaian Portofolio
Bagaimana cara menyikapi kejadian berikut apabila kalian menjumpai atau
mengalaminya?
No Peristiwa Cara menyikapinya
1 Perdebatan tentang pemilihan kepala
desa, bupati, gubernur, atau presiden
2 Ajakan melakukan demontrasi anarkis
3 Ada orang yang menyalahkan faham
keagamaan yang kalian anut
4 Memiliki pemimpin yang berbeda faham
keagamaan dengan yang kalian dianut
5 Pengurus kelas tidak melaksanakan tugas
dengan baik
6 Siswa/siswi yang tidak patuh kepada
pengurus kelas

2. Penilaian Sikap
Petunjuk
Isilah tabel berikut secara jujur dengan memberikan tanda √ pada kolom S
(Selalu), K (Kadang-Kadang), dan TP (Tidak Pernah).
No Perilaku S K TP
1 Dendam terhadap orang lain
2 Menyalahkan faham keagamaan yang berbeda
dengan yang dianut sebagai faham yang salah
3 Dapat menerima pemimpin yang tidak sesuai
dengan pilihannya
4 Mampu mengendalikan diri terhadap ejekan
orang lain yang berbeda faham keagamaan
5 Konsultasi kepada guru apabila ada ajakan
untuk mengikuti organisasi yang belum
diketahui keabsahannya secara hukum
6 Memaafkan teman yang melakukan kesalahan
7 Dapat menerima pendapat orang lain

G. PENGAYAAN DAN REMEDIAL


Pengayaan
 Pengayaan diberikan kepada peserta didik yang telah mencapai kompetensi dan tujuan
pembelajaran.
 Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang lebih variatif dengan menambah
keluasan dan kedalaman materi yang mengarah pada high order thinking
 Program pengayaan dilakukan di luar jam belajar efektif.

Remedial
 Remedial diberikan kepada peserta didik yang belum mencapai kompetensi dan tujuan
pembelajaran
 Guru melakukan pembahasan ulang terhadap materi yang telah diberikan dengan
cara/metode yang berbeda untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih
memudahkan peserta didik dalam memaknai dan menguasai materi ajar misalnya
lewat diskusi dan permainan.
 Program remedial dilakukan di luar jam belajar efektif.

H. REFLEKSI GURU DAN PESERTA DIDIK


Refleksi Guru:
Pertanyaan kunci yang membantu guru untuk merefleksikan kegiatan pengajaran di kelas,
misalnya:
 Apakah semua peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran iniv ?
 Apakah ada kesulitan yang dialami peserta didik?
 Apakah semua peserta didik sudah dapat melampaui target pembelajaran?
 Sudahkan tumbuh sikap yang mencerminkan profil pelajar pancasila dan profil pelajar
rahmatal lil ‘alamin?
 Apa langkah yang perlu dilakukan untuk memperbaiki proses belajar?

Refleksi Peserta Didik:


No Pertanyaan Refleksi Jawaban Refleksi
1 Bagian manakah yang menurut kamu hal paling
sulit dari pelajaran ini?
2 Apa yang akan kamu lakukan untuk
memperbaiki hasil belajarmu?
3 Kepada siapa kamu akan meminta bantuan
untuk memahami pelajaran ini?
4 Jika kamu diminta untuk memberikan bintang 1
sampai 5, berapa bintang yang akan kamu
berikan pada usaha yang telah dilakukan
III. LAMPIRAN- LAMPIRAN

LAMPIRAN 1
LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD)

Nama : ………………………………………………………………………….

Kelas : ………………………………. No. Absen : ………….

1. Guru menyampaikan kepada siswa tentang jenis dan metode pembelajaran diskusi yang
akan dipakai (misalnya: diskusi kelas, diskusi kelompok kecil, simposium, atau diskusi
panel) dengan menjelaskan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam diskusi tersebut.
2. Guru menyampaikan tema diskusi.
3. Tema diskusi adalah:
a. Sikap kaum muslimin dalam menentukan pemimpin sesaat setelah wafatnya Nabi
Muhammad Saw..
b. Sikap kaum muslimin dalam menyikapi kebijakan reformasi yang dilakukan Khalifah
Utsman bin Affan.
c. Upaya pihak Ali bin Abi Ṭālib dan Mu’awiyah bin Abi Ṣufyān dalam menyelesaikan
pertikaian/perbedaan.
4. Siswa menyampaikan presentasi di depan kelas.

LAMPIRAN 2
MATERI BAHAN AJAR
BAHAN AJAR 1

A. Sejarah Ilmu Kalam


1. Aqidah Islam Pada Masa Nabi
Ketika Nabi Muhammad Saw. masih hidup, umat Islam masih bersatu-padu, belum
ada aliran-aliran/firqah. Apabila terjadi perbedaan pemahaman terhadap suatu
persoalan, maka para sahabat langsung berkonsultasi kepada Nabi. Dengan petunjuk
Nabi tersebut, maka segala persoalan dapat diselesaikan dan para sahabat
mematuhinya.
Semangat persatuan sangat dijaga oleh para sahabat, karena selalu berpegang kepada
firman Allah:

Artinya: “Dan taatilah kamu sekalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah
kamu berbantah-bantahan, karena semua itu akan menyebabkan kalian gagal”. (QS.
Al-Anfâl [8]: 46)
Para sahabat dilarang oleh Rasulullah Saw. memperdebatkan sesuatu yang dapat
memicu perpecahan, misalnya tentang qadar. Sehingga pada masa ini, corak aqidah
bersifat monopolitik, yaitu hanya ada satu bentuk ajaran tanpa perbedaan dan
persanggahan dari para sahabat. Para sahabat yang mendatangi Nabi bukan untuk
memperdebatkan ajaran yang dibawanya, tetapi menanyakan persoalan-persoalan yang
belum mereka pahami.
Embrio perpecahan baru muncul setelah Nabi Muhammad Saw. wafat. Mereka
berselisih tentang siapa yang paling berhak untuk menggantikan kepemimpinan umat
Islam setelah Nabi. Kaum Anshor yang dipimpin Sa’ad bin Ubadah berembuk di
Tsaqifah bani Sa’idah untuk membicarakan penggantian kepemimpinan Nabi
Muhammad Saw. yang kemudian menyusul hadir Abu Bakar ash-Ṣiddiq, Umar bin
Khaṭab dan Abu Ubaidah bin Jarrah dari kalangan Muhajirin. Pada akhirnya
dicapailah kesepakatan untuk mengangkat Abu Bakar ash-Ṣiddiq sebagai khalifah.

2. Aqidah Islam Pada Masa Khulafa ar-Rasyidin


Pada masa Khulafa ar-Rasyidin, khususnya pada masa pemerintahan Abu Bakar (11-
13 H), dan Umar bin Khattab (13-23 H) persatuan umat Islam masih bisa
dipertahankan, biarpun pada awal masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Ṣiddiq sempat
muncul beberapa nabi palsu dan keengganan sebagian umat Islam membayar zakat,
namun semua permasalahan tersebut dapat diatasi oleh Abu Bakar ash-Ṣiddiq.
Benih-benih perpecahan mulai muncul pada akhir masa pemerintahan Utsman bin
Affan, yaitu ketika Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H) melakukan reformasi di
bidang administratur pemerintahan. Kebijakan yang diambil Khalifah Utsman tersebut
berdampak kepada situasi politik yang tidak stabil.
Situasi politik yang tidak stabil pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan
mencapai puncaknya dengan terbunuhnya khalifah ketiga tersebut. Peristiwa yang
menyedihkan dalam sejarah Islam ini dikenal dengan istilah al-fitnah al-kubra (fitnah
besar). Peristiwa ini dianggap sebagai pangkal munculnya firqah-firqah dalam Islam.
Intrik politik tidak menjadi reda dengan meninggalnya Utsman bin Affan. Bahkan
pertikaian semakin membesar dengan terjadinya perang Jamal (pasukan khalifah Ali
bin Abi Ṭālib melawan pasukan ‘Aisyah) dan perang Ṣiffin (pasukan khalifah Ali bin
Abi Ṭālib melawan pasukan Mu’awiyah bin Abi Ṣufyān). Perang Jamal dapat
diselesaikan Khalifah Ali bin Abi Ṭālib dengan baik. Namun upaya damai yang
ditempuh untuk mengakhiri perang Ṣiffin melalui upaya perundingan/ tahkīm justru
membuat umat Islam terpecah menjadi beberapa golongan. Kelompok Ali bin Abi
Ṭālib terpecah menjadi dua golongan. Pertama, golongan yang tetap setia kepada Ali
bin Abi Ṭālib, dan inilah yang menjadi embrio kelompok Syi’ah. Kedua, golongan
yang memisahkan diri dari pasukan Ali bin Abi Ṭālib, dan inilah yang kemudian
dikenal dengan firqah Khawārij. Di luar Syi’ah dan Khawārij, ada golongan
pendukung Mu’awiyah bin Abu Ṣufyān. Pada masa ini, tema utama perdebatan para
mutakallimīn adalah tentang hukum orang mukmin yang melakukan dosa besar.

3. Aqidah Islam Pada Masa Bani Umayyah


Pada masa ini, perdebatan di bidang aqidah sudah sangat tajam. Kondisi ini terjadi
karena kedaulatan Islam sudah mulai kokoh, sehingga umat Islam semakin leluasa
untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran yang sebelumnya tidak disentuh.
Masuknya pemeluk Islam yang berasal dari berbagai daerah yang masih membawa
alam pikiran dari keyakinan sebelum memeluk Islam juga menjadi faktor
perkembangan pemikiran kalam. Umat Islam mulai tertarik untuk mendiskusikan
masalah qadar, begitu juga masalah istiṭa’ah.
Corak pemerintahan yang represif dari beberapa khalifah Bani Umayyah
menyebabkan sebagian umat Islam bersikap apatis. Mereka beranggapan bahwa apa
yang selama ini dialami oleh umat Islam pada hakikatnya sudah menjadi suratan
taqdir.
Corak pemikiran yang demikian ini sangat menguntungkan pihak pemerintahan. Maka
paham ini dimanfaatkan pemerintah untuk melegitimasi segala kebijakannya. Tokoh
yang memunculkan pemikiran ini adalah Jahm bin Shafwan. Inilah yang kemudian
dikenal dengan paham Jabariyah.
Pada akhirnya ada reaksi dari sebagian umat Islam yang menginginkan adanya
perubahan. Mereka menandingi paham Jabariyah dengan memunculkan konsep
teologi baru. Motor penggerak paham ini misalnya: Ma’bad al-Juhani, Ghailan ad-
Dimasyqi, dan Ja’ad bin Dirham. Mereka inilah tokoh Qadariyah yang pertama.
Adapun sikap para sahabat yang masih hidup pada masa itu, misalnya: Ibnu Umar,
Jabir bin Abdullah, Anas bin Malik, Ibnu Abbas, dan Abu Hurairah beserta sahabat
lain, tidak mau terlibat dalam perdebatan tersebut dan bahkan menolaknya.
Pada masa Daulah Umayyah ini juga muncul pemikir yang cerdas yaitu Hasan al-Baṣri
yang kemudian dijadikan rujukan oleh mayoritas Umat Islam dengan pendapatnya
bahwa orang mukmin yang melakukan dosa besar dipandangnya sebagai orang fasik,
tidak keluar dari golongan mu’min.

4. Aqidah Islam Pada Masa Bani Abbasiyah


Pada masa ini, hubungan antara bangsa Arab dengan bangsa Ajam mencapai
puncaknya. Komunikasi yang intens ini melahirkan corak pemikiran yang baru di
dunia Islam. Gerakan penerjemahan filsafat Yunani dan Persia gencar dilakukan,
sehingga terjadi transfer ilmu pengetahuan yang berasal dari luar Islam. Corak
pemikiran baru ini kemudian dikembangkan oleh para pemikir Islam dalam disiplin
ilmu yang dikenal dengan Ilmu kalam.
Para mutakallimin mulai menulis karya pemikiran mereka dalam bentuk kitabkitab
yang sistematis. Misalnya Abu Hanifah menulis kitab al-Alim wa al- Muta’alim dan
kitab al-Fiqhu al-Akbar karya Imam asy-Syafi’i untuk mempertahankan ’aqidah Ahlus
Sunnah.
Antusiasme para pemikir Ilmu kalam semakin berkembang pesat pada masa
pemerintahan al-Ma’mun. Ilmu Kalam menjadi disiplin ilmu yang mandiri yang
memisahkan diri al-fiqhu fi-ilmi (ilmu hukum), yang sebelumnya masih termasuk
dalam dalam al-Fiqhu al-Akbar.
Pada masa pemerintahan al-Ma’mun, al-Mu’tashim, dan al-Watsiq, aliran Mu’tazilah
dijadikan sebagai faham resmi kekhalifahan Bani Abasiyah, sehingga para ulama yang
berpengaruh diuji aqidahnya, yang dalam sejarah dikenal dengan mihnah.
Para ulama yang tidak sepaham dengan Mu’tazilah dalam hal kemakhlukan al-Qur’an
maka akan dijatuhi hukuman bahkan dijebloskan ke dalam penjara.
Tindakan al-Ma’mun yang menggunakan tangan besi tersebut berdampak kepada
hilangnya simpatik umat Islam terhadap Mu’tazilah, dan pada akhirnya dijauhi oleh
masyarakat. Dalam keadaan yang demikian itu muncullah Abu Hasan al-Asy’ari yang
merupakan murid utama dari al-Jubbai al-Mu’tazili mengeluarkan pemikiran garis
tengah/wasathiyah dengan menggunakan dalil-dalil naqli dan aqli untuk menopang
argumentasi aqidahnya. Dan bersamaan itu. muncul tokoh Abu Mansur al-Maturidi
yang mempunyai corak pemikiran yang sama dengan Abu Hasan al-Asy’ari Faham
aqidah yang dikembangkan oleh Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi
dapat tersebar luas ke berbagai daerah karena corak pemikirannya yang wasathiyah
dan dikembangkan oleh murid-muridnya. Di antara Ulama yang mengembangkan
pemikiran Abu Hasan al-Asy’ari adalah Abu Bakar al-Baqillani, Abu Ishaq al-
Isfarayini, Imamul Haramain al-Juwaini, dan al-Ghazali.

5. Aqidah Islam Sesudah Bani Abbasiyah


Pada masa ini, paham Asy’ariyah dan Maturidiyah mengalami perkembangan yang
sangat pesat sehingga menjadi paham mayoritas umat Islam. Corak pemikiran yang
wasaṭiyah yang mudah dipahami, dan mampu mengkolaborasikan antara dalil
naqli/nash dan pendekatan akal/filsafat menjadikan aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah
menjadi aliran yang banyak diikuti oleh umat Islam. Aliran ini kemudian dikenal
dengan sebutan ahlu al-sunnah wa al-jama’ah dan menjadi paham mayoritas umat
Islam.
Pada permulaan abad ke-8 H, muncul Taqiyyudin Ibnu Taimiyah di Damaskus yang
berusaha membongkar beberapa pemikiran Asy’ariyah yang dianggapnya tidak murni
bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadiś. Pemikiran Ibnu Taimiyah ini kemudian
dikenal dengan gerakan Salafi. Pada perkembangan selanjutnya muncul
pemikirpemikir Islam seperti Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Jamaluddin al-Afghani,
Rasyid Ridha, Muhammad Abduh, dan Muhammad bin Abdul Wahab.

BAHAN AJAR 2

B. Peristiwa tahkīm
Ali bin Abi Ṭālib menerima estafet kepemimpinan dalam situasi yang sulit. Peristiwa
pembunuhan Utsman bin Affan menjadi beban yang sangat berat untuk diselesaikan.
Mu’awiyah yang merasa representasi keluarga Utsman bin Affan mengajukan tuntutan
agar Ali bin Abi Ṭālib memprioritaskan pengusutan pembunuhan Utsman bin Affan.
Sebenarnya Ali bin Abi Ṭālib sudah bersungguh-sungguh berupaya membongkar kasus
pembunuhan Utsman tersebut, tetapi belum berhasil. Mu’awiyah bin Abi Ṣufyān tidak
mau baiat kepada Ali bin Abi Ṭālib dan secara terang-terangan menolak
kekhalifahannya. Mu’awiyah bin Abi Ṣufyān, yang saat itu menjabat gubernur di Syam
menyusun kekuatan untuk melawan kekhalifahan Ali bin Abi Ṭālib. Pada akhirnya
bertempurlah dua kekuatan pasukan di Ṣiffin pada bulan Ṣafar 37 H/657 M.
Dalam pertempuran di Ṣiffin, pasukan Ali bin Abi Ṭālib hampir mencapai kemenangan.
‘Amr bin ‘Ash dari pihak Mu’awiyah yang mengamati pasukannya semakin terpojok dan
menuju kepada kekalahan maka mengajukan usul supaya diadakan perundingan. Usulan
tersebut pada awalnya diragukan ketulusannya oleh Ali bin Abi Ṭālib. Namun pada
akhirnya Ali bin Abi Ṭālib menerima ajakan damai tersebut setelah didesak oleh sebagian
pasukannya.
Daumatul Jandal adalah lokasi yang disepakati untuk dijadikan tempat perundingan.
Peristiwa perundingan antara pihak Ali bin Abi Ṭālib dan pihak Mu’awiyah inilah
kemudian dikenal dengan sebutan tahkīm/arbitrase. Masing-masing delegasi berjumlah
400 orang (sebagian riyawat mengatakan 100 orang). Delegasi Ali bin Abi Ṭālib
dipimpin Abu Musa Al-Asy’ari, delegasi Mu’awiyah dipimpin ‘Amr bin ‘Ash.
Dalam dialog antara delegasi Ali bin Abi Ṭālib dan delegasi Mu’awiyah, dicapailah suatu
kesepakatan, bahwa untuk meredakan pertikaian maka Ali bin Abi Ṭālib dan Mu’awiyah
harus diturunkan dari jabatannya.
‘Amr bin ‘Ash meminta kepada Abu Musa al-Asy’ari untuk menyampaikan hasil
kesepakatan lebih dulu baru kemudian dirinya. Alasan yang disampaikan oleh ‘Amr bin
‘Ash adalah untuk menghormati Abu Musa al-Asy’ari karena lebih dulu masuk Islam dan
usianyapun lebih tua. ‘Amr bin ‘Ash yang mempersilakan lebih dahulu kepada Abu Musa
al-Asy’ari untuk menyampaikan hasil musyawarah tersebut, ternyata hanyalah sebuah
strategi untuk memenangkan diplomasi, yang tidak diantisipasi oleh Abu Musa al-
Asy’ari. Lalu Abu Musa menyampaikan hasil perundingan di Daumatal Jandal tersebut
tanpa mempunyai kecurigaan apapun kepada ‘Amr bin ‘Ash.
Sebelum Abu Musa al-Asy’ari menyampaikan pidatonya, Ibnu Abbas yang merupakan
salah satu delegasi dari pihak Ali bin Abi Ṭālib, mencoba menasehati Abu Musa al-
Asy’ari dengan mengatakan, “’Amr bin ’Ash telah menipumu, jangan bersedia
menyampaikan hasil kesepakatan sebelum ‘Amr bin ‘Ash menyampaikan di depan
seluruh delegasi!” Namun Abu Musa al-Asy’ari menolak permintaan Ibnu Abbas. Dan
berpidatolah Abu Musa al-Asy’ari: “Kami berdua mencapai suatu kesepakatan, dan
berdoa semoga Allah menjadikannya sebagai kesepakatan yang mendamaikan umat”.
Lalu di depan seluruh delegasi yang berjumlah sekitar 800 orang tersebut Abu Musa al-
Asy’ari melanjutkan pidatonya: “Kami berdua telah mencapai kesepakatan, yang kami
nilai sebagai kesepakatan yang terbaik untuk umat, yaitu masing-masing dari kami
berdua lebih dahulu akan mencopot Ali bin Abi Ṭālib dan Mu’awiyah dari jabatannya.
Setelah itu, menyerahkan kepada umat Islam untuk memilih khalifah yang mereka sukai.
Dengan ini, saya menyatakan telah mencopot Ali bin Abi Ṭālib sebagai khalifah”.
Dan seperti yang diduga Ibnu Abbas, ketika ‘Amr bin ‘Ash berbicara di depan semua
delegasi, dia berkata, “Kalian telah mendengarkan sendiri, Abu Musa al-Asy’ari telah
mencopot Ali bin Abi Ṭālib , dan saya sendiri juga ikut mencopotnya seperti yang
dilakukan Abu Musa al-Asy’ari. Dengan demikian, dan mulai saat ini juga, saya
nyatakan bahwa Mu’awiyah adalah khalifah, pemimpin umat. Mu’awiyah adalah
pelanjut kekuasaan Utsman bin Affan dan lebih berhak menggantikannya”.
Mendengar pernyataan ‘Amr bin ‘Ash tersebut, Ibnu Abbas langsung membentak Abu
Musa al-Asy’ari, yang menjawab “Saya mau bilang apa lagi, tidak ada yang bisa saya
lakukan, ‘Amr bin ‘Ash telah menipuku", dan kemudian mulai mencaci dengan
mengatakan, “Wahai ‘Amr bin ‘Ash, celaka kamu, kamu telah menipu dan berbuat
jahat”.
Bisa dibayangkan bagaimana kacaunya dan gaduhnya suasana di Daumatul Jandal pada
saat itu. Seluruh pendukung Ali bin Abi Ṭālib tentu sangat kecewa. Sebaliknya, kubu
Mu’awiyah merasa senang dan bersuka ria. Setelah kejadian aneh dan kacau itu, Abu
Musa al-Asy’ari meninggalkan kota Daumatul Jandal menuju Makkah. Sementara ‘Amr
bin ‘Ash dan anggota delegasinya meninggalkan Daumatul Jandal untuk menemui dan
memberitahu Mu’awiyah tentang hasil tahkīm dan sekaligus mengucapkan selamat
kepada Mu’awiyah sebagai khalifah. Dan inilah awal kekuasaan Dinasti Umayyah di
Damaskus. Sementara itu Ibnu Abbas menemui Ali bin Abi Ṭālib untuk memberitahu
hasil pertemuan tahkīm.
Dampak dari peristiwa tahkīm tersebut, maka umat Islam terpecah menjadi tiga faksi,
yaitu:
1. Kelompok yang tetap setia kepada Ali bin Abi Ṭālib, yang kemudian menjadi embrio
kelompok Syi’ah.
2. Pecahan kelompok Ali bin Abi Ṭālib, yang kemudian dikenal dengan sebutan
Khawārij.
3. Kelompok yang mendukung Mu’awiyah bin Abi Ṣufyān.
Pada awalnya, aliran Khawārij hanya memperdebatkan persoalan politik, namun
kemudian menjalar ke persoalan teologi/akidah. Misalnya sikap mereka terhadap Utsman,
Ali bin Abi Ṭālib dan Mu’awiyah yang dinilainya sebagai kafir karena dianggap
mencampuradukkan antara yang benar (haq) dengan yang palsu (bāṭil). Karena itu
mereka merencanakan untuk membunuh Ali bin Abi Ṭālib, Mu’awiyah bin Abi Ṣufyān,
dan ‘Amr bin ‘Ash .
Rencana pembunuhan tersebut dirancang dengan matang. Ibnu Muljam ditugaskan untuk
membunuh Ali bin Abi Ṭālib di Kufah. Hajjaj bin Abdullah ditugaskan untuk membunuh
Mu’awiyah di Damaskus. ‘Amr bin Bakar ditugaskan untuk membunuh ‘Amr bin ‘Ash di
Mesir. Namun pada akhirnya yang berhasil dibunuh hanyalah Ali bin Abi Ṭālib.
Sedangkan Mu’awiyah hanya mengalami luka-luka, dan ‘Amr bin ‘Ash selamat
sepenuhnya, karena tidak ke Masjid, dan hanya berhasil membunuh Kharijah yang dikira
‘Amr bin ‘Ash kerena kemiripan rupanya.

LAMPIRAN 3
GLOSARIUM

‘Asyarah al- Mubasyarah: Sepuluh sahabat Nabi Saw. yang dijamin masuk surga, yaitu: Abu
Bakar Aṣ-Ṣiddiq, Umar bin Khattab, Uśman bin Affan, Ali bin Abi Ṭalib, Ṭalhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqaṣ, Sa’id
bin Zaid, Abu Ubaidah bin Jarrah.
Ahwal : Keadaan; keadaan jiwa dalam proses pendekatan diri kepada Allah Swt. dimana
keadaan tersebut masih bersifat temporer belum menetap dalam jiwa.
Bai’at : Suatu ikrar atau sumpah yang dilakukan untuk menunjukkan sikap selalu patuh dan
tetap pada sumpah yang telah diikrarkan; pernyataan sehidup-semati dalam membela
kebenaran. Bai’at yang terkenal pada masa Nabi Muhammad adalah Bai’at al-Riḍwan
yang dilaksanakan di bawah pohon pada tahun ke-6 H.
Barzakh : Batas; alam kubur; masa penantian dari kehidupan di dunia sampai dengan
datangnya hari Kiamat. Di alam barzakh, manusia akan mendapatkan balasan sesuai
dengan amal perbuatannya di dunia.
Firqah : Golongan-golongan kepercayaan dalam Islam.
Himmah : Kemauan keras
Istiṭa’ah : Kemampuan diri seseorang untuk bertindak atau mengerjakan sesuatu.
Karamah : Suatu keistimewaan yang luar biasa yang diberikan kepada orang yang beriman
dan bertaqwa kepada Allah Swt. (wali atau kekasih Allah). Misalnya karamah Umar
bin Khatab yang dapat melihat tentaranya yang sedang berperang di medan perang
padahal pada saat itu beliau sedang menyampaikan khutbah.
Khalwat : Menyepi atau menyendiri dengan tujuan untuk menghusyukkan diri dengan jalan
menghindari khalayak ramai atau masyarakat; laki-laki dan perempuan bukan mahram
diharamkan berduaan diharamkan berduaan di tempat tersendiri atau sepi.
Khuntsa : Orang yang secara genetik memang memiliki kelamin yang tidak jelas apakah laki-
laki atau perempuan. Istilah yang mendekati untuk menerjemahkan khuntsa adalah
interseks.
Maqamat : Tempat berdiri; kedudukan; kuburan. Dalam istilah tasawuf berarti tingkatan yang
dilalui atau ditempuh oleh seorang salik/sufi untuk mencapai ma’rifah.
Mukhannats : Laki-laki yang mengimitasi wanita dari sisi sifat-sifat, gerak-gerik, akhlak,
ucapan dan cara jalan yang khas bagi wanita. Kata yang paling dekat dalam bahasa
Indonesia untuk menerjemahkan mukhannats adalah banci atau wadam atau waria
Mursyid : Guru pembimbing dalam ṭarekat yang diakui kewenangannya.
Mutarajjilah : Wanita yang mengimitasi pria dari sisi sifat-sifat, gerak-gerik, akhlak, ucapan
dan cara jalan yang khas bagi laki-laki. Kata yang paling dekat dalam bahasa
Indonesia untuk menerjemahkan mutarajjilah adalah tomboy.
Salik : Penempuh jalan keruhanian.
Tahkim : Suatu keputusan yang diambil oleh hakim secara adil.
Taqlid : Menerima pendapat seseorang dengan tidak mengetahui dari mana sumber pendapat
itu.
Zindik : Atheisme; paham yang tidak mengakui adaya Tuhan dan mengingkari adanya hari
kiamat; orang yang tidak mengakui adanya Tuhan tetapi dalam kesehariannya
menampakkan keimanan.
Zuhud : Meninggalkan kesenangan dunia padahal mampu melakukannya karena
mementingkan urusan akhirat

LAMPIRAN 4
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Siradjuddin KH, I'tiqad Ahlusal-Sunnah Wal-Jama'ah, (Jakarta : Pustaka Tarbiyah,


1985).
Alba, Cecep H., Dr.,MA., Tasawuf dan Tarekat, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014).
Al-Ghazali, Muhammad, Khuluk Al-Muslim, (Kuwait: Dal Al-Bayan, 1970).
Al-Mishri, Muhammad Abdul Hadi, Manhaj dan Aqidah Ahlussunah Wakl-Jama’ah, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1994).
Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1983).
Asmaran AS, Pengantar Study Akhlak, (Jakarta: Rajawali, 1994).
Bajuri, Moh. Karnawi, Kamus Aliran Dan Faham, (Surabaya: Indah, 1989).
Bishri, M.Fil.I, Akhlak, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama
RI, 2009).
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam-Cet.4, Ensiklopedi Islam , (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Houve, 2002).
Hanafi, A., Pengantar Theology Islam, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1980).
Kurniawan, Iwan, Mutiara Ikhya’ ‘Ulumuddin, Ringkasan Yang Ditulis Sendiri Oleh Sang
Hujjatul Islam, (Bandung: Mizan, 2016).
Miskaweh, Ibnu, Menuju Kesempurnaan Akhlak, (Bandung: Mizan, 1998).
Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-Press) , 1985).
Nata, M. Ali Hasan dan Abu Naim, Agama Islam, (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, 1998).
Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2017).
Sabiq, Sayid, Aqidah Islam (Ilmu Tauhid), Penerjemah Moh. Abdul Rathomi, (Bandung:
Diponegoro, 1982).
Shiddiqi, Nourouzzaman, Syi’ah dan Khawārīj dalam Perspektif Sejarah, (Yogyakarta:
PLP2M, 1985).
Sjukur, Asjwadie HM., Lc., Ilmu Tasawuf II, (Surabaya: Bina Ilmu, 1979).
Sahrastani, Al-Milal Wan Nihal, (Mesir : Babil/ Halabi, 1974).
Syihab, M. Qurais, Wawasan Al-Qur’an (Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat),
(Bandung: Mizan, 2003).
Tim Penulis UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Tasawuf, (Bandung: Angkasa, 2018).
Watt, W. Montgomery, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam, (Jakarta: Perhimpunan
Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) , 1987).
Yahya, Syarif, Kamus Pintar Agama Islam, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2014).

Mengetahui, Surabaya, 05 Januari 2024


Kepala Madrasah Guru Mata Pelajaran

(Hj. Noer Hidayati, SE, S.Pd.I ) ( Alfiyahtus Salamah, S.Pd.I)

Anda mungkin juga menyukai