Finisih Distribusi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan yang lainnya pelarut organik. Proses ekstraksi dapat berlangsung pada ekstraksi parfum, untuk mendapatkan komponen dari bahan yang wangi, ekstraksi cair-cair atau dikenal juga dengan nama ekstraksi solven. Ekstraksi jenis ini merupakan proses yang umum digunakan dalam skala laboratorium maupun skala industri. Ekstraksi dapat dilakukan secara kontinue atau bertahap, ekstraksi bertahap cukup dilakukan dengan corong pisah. Campuran dua pelarut dimasukkan dengan corong pemisah, lapisan dengan berat jenis yang lebih ringan berada pada lapisan atas.

Dengan jalan pengocokan proses ekstraksi berlangsung, mengingat bahwa proses ekstraksi merupakan proses kesetimbangan maka pemisahan salah satu lapisan pelarut dapat dilakukan setelah kedua jenis pelarut dalam keadaan diam. Ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak dapat campur. Pelarut umum dipakai adalah air dan pelarut organik lain seperti CHCl3, eter atau pentana. Garam anorganik, asam-asam dan basa-basa yang dapat larut dalam air bisa dipisahkan dengan baik melalui ekstraksi ke dalam air dari pelarut yang kurang polar. Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada jumlah pelarutnya banyak tetapi ekstraksinya hanya sekali. Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap, ekstraksi kontinyu, dan ekstraksi counter current. Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi yang akan diekstraksi pada kedua lapisan, setelah ini tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan.

1.2 Tujuan Menentukan konstanta kesetimbangan suatu solut terhadap dua solven yang tidak bercampur, dan menentukan disosiasi solut dalam solven tersebut. 1.3 Batasan Masalah - Pada percobaan ini prinsip ekstrasi menggunakan metode corong pemisah. - Pada percobaan ini prinsip titrasi menggunakan metode titrasi asam-basa. - Distribusi solut dilakukan dengan menggunakan asam asetat dan tolluen.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pengertian Percobaan distribusi solut menggunakan prinsip ekstraksi dengan metode corong pemisah. Ekstraksi adalah proses penaikan zat terlarut dan larutannya dalam air oleh pelarut lain yang tidak dapat bercampur dengan air. Menurut hukum Nerst, bila kedalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian kelarutan 2 lapisan. Dalam praktek, solut akan terdistribusi dengan sendirinya kedalam kedua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut didalam dua pelarut tetap dan merupakan tetapan pada suhu tetap. Tetapan itu disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi (k). Jika harga k besar maka solut secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih banyak ke dalam pelarut organik. Senyawa-senyawa organik lebih relatif suka larut kedalam pelarut-pelarut organik dibandingkan larut ke dalam air. Sehingga larutan organik dapat mudah dipisahkan dari campurannya yang mengandung air atau larutannya. Pada percobaan ini digunakan asam asetat dan toluen. Asam asetat adalah senyawa organik yang mempunyai rumus molekul CH3COOH. Senyawa ini bersifat semipolar sehingga bisa larut dalam pelarut polar ataupun non polar. Sifat fisik dari asam asetat antara lain memiliki densitas 1,049 gram/cm3 dan massa molar 60,05 gram/mol. Penampilan cairan tidak bewarna atau kristal. Mudah larut dalam larutan organik dan non organik sehingga karena sifat kelarutannya ini membuat bahan ini digunakan secara luas di industri kimia. Toluen mempunyai rumus C6H5CH3. Senyawa ini bersifat non polar sehingga larut juga pada senyawa non polar. Memiliki densitas 0,8669 garm/mL dan molar massa 92,14 gram/mol. Pada distribusi solut antara dua solven yang tidak bercampur hanya akan dibahas mengenai larutan cairan dalam cairan. Dalam larutan cairan dalam cairan ada tiga kemungkinan larutan yang terjadi, yaitu :

1. Completely Miscible. Pasangan cairan bercampur sempurna dalam segala perbandingan konsentrasi dan volume. Contoh : etil alkohol dan air. 2. Imiscible, Pasangan cairan tidak bercampur, dimana bila kedua cairan dicampur, pasangan cairan tersebut tidak larut satu dengan lainnya dan akan terpisah menjadi dua lapisan dengan batas yang tegas. Contoh : Benzena dan air. 3. Partially Miscible. Pasangan cairan bercampur sebagian, dimana kedua cairan akan membentuk dua lapisan. Contoh : fenol dan air atau anilin dan air. Pembagian solut antara dua solven atau cairan yang tidak bercampur memberikan banyak kemungkinan yang menarik bagi pemisahan secara analitik. Ekstraksi solven merupakan suatu langkah penting dalam larutan yang memberikan hasil murni dilaboratorium organik, anorganik atau biokimia. Meskipun kadang-kadang digunakan alat-alat yang sukar, seringkali depergunakan hanya corong pemisah. Pemisah secara ekstraksi solven dapat dilakukan dalam beberapa menit. Tekniknya dapat diterapkan untuk suatu batas-batas konsentrasi yang luas. Pemisahan ekstraksi biasanya bersih, dalam arti tidak ada analogi kopresipitasi (endapan) dengan sistem-sistem sejenis itu. Bila dua macam solven yang tidak bercampur kita masukkan ke dalam suatu tempat, maka akan terlihat garis batas, hal ini menunjukkan dua solven tersebut tidak bercampur. Jika suatu solut yang dapat bercampur baik dalam solven I maupun solven II, maka akan terjadi pembagian kelarutan ke dalam solven tersebut. Pada suatu waktu akan terjadi keseimbangan, berarti solut yang masih akan keluar dari solven yang satu dan masuk ke solven lainnya sama besarnya sampai banyaknya solut salam solven II tetap. Pernyataan ini dikenal sebagai hukum distibusi atau partisi. Hukum distribusi ini pertama kali dikemukakan oleh Nerst pada tahun 1891. Hukum ini hanya berlaku bila larutannya encer dan zat terlarut mempunyai struktur molekul yang sama dalam kedua pelarut. Hukum distribusi dapat dirumuskan bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat bercampur, maka pada suatu temperatur yang
4

konstan untuk tiap spesi molekul dapat angka pembanding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu dan angka ini tidak bergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka pembanding berubah dengan sifat dasar kedua pelarut, sifat dasar pelarut dan temperatur. Harga angka pembanding ini disebut koefisien distribusi, yaitu perbandingan konsentrasi solut dalam solven I dan solven II pada keadaan setimbang. K= CI CII Dimana, K = Koefisien distribusi CI = Konsentrasi solut dalam solven I CII = Konsentrasi solut dalam solven II Harga K akan tetap jika berat molekul solut dalam solven I sama dengan berat molekul solven II. Jika berat molekul tidak sama maka akan terjadi disosiasi solut atau asosiasi solut dalam salah satu solven, misalnya : Cn Dalam solven I Harga konstanta keseimbangan adalah : K= Cn Cn Dimana, C = banyaknya solut dalam satuan mol K = konstanta keseimbangan n = koefisien dan indeks reaksi = jumlah mol C dalam solven II nC dalam solven n

Cn (air) C/n (organik)

log K = n log Cair log Corganik log K = n log Cair Corganik + log n log Corganik = n log Cair + log n/K Dengan metode least square untuk membuat grafik log C organik versus log C air, maka akan didapat harga n sebagai slope dan harga n/K sebagai interstept sehingga harga K dapat ditentukan. Persamaan garis lurus : y = a + bx Dimana, y = log Corganik x = log Cair a = log n/k b=n Pengetahuan tentang koefisien distribusi sangat penting pada proses ekstraksi. Ekstraksi adalah proses untuk mengambil suatu zat terlarut dan dalam larutan air oleh suatu proses pelarut yang tidak dapat bercampur dengan air. 2.2. Hukum Distribusi Hukum distribusi adalah bila suatu sistem terdiri dari dua lapisan yang tidak bercampur atau bercampur sebagian, apabila ditambahkan zat ketiga yang larut ke dalam dua lapisan tersebut, maka zat terlarut tersebut akan terdistribusi di antara ke dua lapisan dengan perbandingan tertentu. Kesetimbangan reaksi adalah suatu keadaan dimana kecepatan reaksi dari kiri ke kanan akan sama dengan keepatan reaksi dari kanan ke kiri. Kesetimbangan dalah keadaan dimana reaksi berakhir dengan suatu campuran yang mengandung baik zat reaksi maupun hasil reaksi.
6

Hukum kesetimbangan adalah hasil kali konsentrasi setimbang, zat yang berada diruas kiri, masing-masing dipangkatkan dengan koefisien reaksinya. Kesetimbangan dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu : 1. Perubahan konsentrasi. Menurut hukum massa, laju kecepatan reaksi antara A dan B juga akan bertambah jika konsentrasi A ditambah. Perubahan konsentrasi dari zat yang terlibat dari suatu reaksi sistem dalam kesetimbangan, namun tidak mempengaruhi harga ketetapan kesetimbangan. 2. Perubahan suhu Apabila suhu dinaikan, maka kecepatan reaksi juga akan naik. Sebaliknya, jika suhu diturunkan, maka kecepatan reaksi juga akan berkurang. Suhu berpengaruh pada pergeseran kesetimbangan dengan bergantung pada nilai perubahan entalpi (H) reaksi. Hal ini berhubungan dengan hukum Vant Hof yang berbunyi : Jika sistem berada pada kesetimbangan ke arah reaksi endoterm dan penurunan suhu menimbulkan pergeseran ke arah reaksi eksoterm 3. Pengaruh tekanan dan volume Apabila tekanan kesetimbangan gas diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah molekul terkecil dan sebaliknya, apabila tekanan diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah molekul terbesar. Penambahan dan pengurangan tekanan, berbanding terbalik dengan volume. Menurut hukum Boyle Apabila tekanan gas diperbesar, maka volumenya akan mengecil. Sebaliknya, apabila tekanan gas diperkecil, maka volumenya akan membesar. Temperatur dalam hal ini adalah konstan. 4. Pengaruh katalis Katalis biasanya dipergunakan untuk memperluas waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan kimia suatu reaksi. Akan tetapi katalis tidak akan mempengaruhi jumlah total energi yang diserap atau dilepaskan dalam suatu sistem. Sehingga secara teoritis, katalis tidak dapat mengubah posisi kesetimbangan, tetapi hanya mempercepat ke dua arah reaksi secara sebanding. 2.3. Hukum Distribusi Nerst Jika suatu zat terlarut dilarutkan dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur, maka rasio frkasi mol zat dalam dua pelarut pada kesetimbangan adalah suatu konstanta K, yakni :
7

X2 = K2 X2 K2

=K

Dimana nilai K2;K2 adalah konstanta Henry dalam dua pelarut, dan X2 fraksi mol zat terlarut masing-masing dalam dua pelarut. Hubungan di atas da[at dinyatakan dalam batasan satuan konsentrasi, misalnya dalam satuan molalitas. m2 = K2 m2 K2 =K

K2 dan K adalah dua konstanta yang berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi solut dalam dua solven yang tidak bercampur adalah : 1. Densitas atau massa jenis Densitas atau massa jenis mempunyai pengaruh terhadap pemisahan kedua solven, dimana perbedaan densitas yang lebih besar antara solven I dengan solven II akan menyebabkan pemisahan antara keduanya lebih nyata seperti yang dibutuhkan dalam proses ekstraksi solven. Contoh : densitas khloroform Densitas air = 1,47 kg/L = 0,9978 kg/L

Perbedaan ini menyebabkan pemisahan yang cukup nyata antara khloroform dan air. 2. Viskositas atau kekentalan Kekentalah dari solven mempengaruhi daya ekstraksi solven terhadap solut. Perbedaan viskositas antara kedua solven yang semakin besar menambah jenis pemisahannya dan proses ekstraksi semakin besar. 3. Tegangan Permukaan Semakin besar tegangan permukaan, semakin diinginkan dalam proses pemisahan kedua solven. Tegangan permukaan dalam sistem tiga komponen pada saat

kesetimbangan akan turun menjadi nol di plail point. 4. Reaktifitas kimia Solven harus stabil secara kimiawi dan inert terhadap komponen-komponen lain dalam sistem dan terhadap materi-materi umum dari kontraksi.
8

5. Kepolaran solven dan solut Senyawa semipolar dapat larut dalam senyawa polar dan senyawa non-polar. Senyawa polar hanya larut dalam solven yang polar pula.

2.4 Asam Asetat Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini sering kali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan hogroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16,7Oc. Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunkan sebagai penagtur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1,5 jta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokima maupun sumber hayati.

2.4.1 Sifat Kimia Asam Asetat A. Keasaman Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (-COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4,8. Basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO-). Sebuah larutan 1,0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2,4. Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat berpasangan membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hydrogen. Dimer juga dapat terdeteksi pada uap bersuhu 120oC. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatan-hydrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni. Dimer di rusak dengan adanya pelarut berikatan hidrogen (misalnya air). Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65,0-66,0 kJ/mol, entropi disosiasi

sekitar 154-157 J/mol.K. Sifat dimerisasi ini juga dimiliki oleh asam karboksilat sederhana lainnya.

B. Sebagai Pelarut Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6,2, sehingga ia bisa melarutkan baik senyawa polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercampur dengan mudah dengan pelarut polar atau non-polar lainnya seperti air, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya digunakan secara luas dalam industri kimia.

2.5 Toluene Toluena, dikenal juga sebagai metilbenzena ataupun fenilmetana, adalah cairan bening tak berwarna yang tak larut dalam air dengan aroma seperti pengenceran cat dan berbau harum seperti benzena. Toluena adalah hidrokarbon aromatik yang digunakan secara luas dalam stok umpan industri dan juga sebagai pelarut. Seperti pelarut-pelarut lainnya, toluena juga digunakan sebagai obat inhalan oleh karena sifatnya yang memabukkan. Toluena (C7H8) senyawa hidrokarbon aromatik yang tidak berwarna, serta memiliki bau khas yang lebih ringan dari pada benzena. Namun toluena diturunkan dari resin alami, balsam of tolu, nama senuah kota kecil di Kolombia, Amerika Serikat. Toluena ditemukan sebagai produk degradasi dari pemanasan resin ini. Pada awal perang dunia pertama, sumber utama dari toluena adalah dengan memanaskan coke. Pada saat itu, trinitrotoluena (TNT) bahan kimia dengan daya ledak tinggi dan dalam jumlah besar toluena diperlukan untuk memproduksi TNT. Untuk memenuhi permintaan, toluena diperoleh pertamakalinyadari minyak bumi dengan proses termal kracking dari nafta. Produksi dari minyak bumi tidak dilanjutkan dengan cepat setelah perang dunia pertama. Minyak bumi menjadi sumber utama bagi toluena dengan proses katalitik reforming dan diproduksi dalam jumlah besar untuk digunakan dalam dunia penerbangan selama perang dunia kedua. Sejak saat itu, produksi toluena dari minyak bumi mengalami peningkatan sedangkan produksi dari pemanasan coke dan coal-tar terus menurun. Toluena biasannya diproduksi bersama dengan benzena, Xylena dan C9-aromatik dengan proses katalitik reforming dari C6-C9 nafta. Hasil yang terbentuk diekstrak, biasanya lebih sering dengan sulfolane atau tetraethyleneglycol dan suatu ko-solven, untuk menghasilkan campuran antara benzena, toluena, xylena dan C9-aromatik, untuk selanjutnya
10

dipisahkan dengan fraksionasi. Pada tahun 1997-an sebuah teknologi baru untuk memproduksi BTX yaitu dari pirolisis hidrokarbon ringan C2-C5, LPG dan nafta. Sekitar 8590% dari toluena yang diproduksi setiap tahunnya di AS tidaklah sebagai produksi murni, tetapi dicampur langsung kedalam gasoline pool. Kapasitas yang murni adalah sekitar 6,1 x 106 metrik ton (1,9 x 190 gal) pertahun, dan sekitar 75-80% digunakan sebagai bahan industri kimia dan pelarut. Penggunaan toluena sebagai campuran gasoline menurun dengan tajam sekitar tahun 1997-an, kecuali untuk penggunaan khusus untuk mengontrol tekanan uap.

11

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN


3.1 Alat dan Bahan Alat-alat yang dipergunakan : 1. Corong pemisah 2. Erlenmeyer 250 ml 3. Buret 50 ml 4. Pipet ukur 25 ml dan 10 ml 5. Gelas ukur 100 ml 6. Pipet tetes Bahan-bahan yang digunakan : 1. Asam asetat 1N 2. Tolluen 3. Larutan standard NaOH IN 4. Indikator PP 5. Aquadest 3.2. Prosedur Percobaan 3.2.1 Standarisasi larutan NaOH IN Diambil larutan asam asetat sebanyak 5 ml dengan konsentrasi 0,8N; 0,6N; 0,4N

Dimasukkan masing-masing ke dalam labu erlenmeyer

Ditambahkan masing-masing 2 tetes indikator PP Dititrasi masing-masing dengan larutan NaOH 1N sampai terjadi perubahan warna merah jambu seulas

12

3.2.2

Distribusi

Diambil larutan asam asetat sebanyak 5 ml dengan konsentrasi 0,8N; 0,6N; 0,4N

Dimasukkan masing-masing ke dalam labu erlenmeyer

Diambil larutan asam asetat 0,8N, dimasukkan ke dalam corong pemisah

Ditambahkan 25 ml tolluen, kemudian dikocok dan didiamkan, perlakukan yang sama pada larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,6N dan 0,4N

Diambil lapisan bawah dari corong pemisah, kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer

Ditambahkan masing-masing 2 tetes indikator PP

Dititrasi masing-masing dengan larutan NaOH 1N sampai terjadi perubahan warna merah jambu seulas

3.3 Matriks Percobaan Tabel 3.3.1 Volume Standarisasi Konsentrasi asam asetat (N) Volume titrasi (ml)

13

Tabel 3.3.2 Distribusi Konsentrasi asam asetat (N) Volume titrasi (ml)

Tabel 3.3.3 Tabel n dan K dengan metode Least Square No. Cair Corganik log Cair (x) log Corganik (y) x.y x2

14

BAB IV HASIL PENGAMATAN


4.1. Data Pengamatan Tabel 4.1.1 Volume standarisasi N. NaOH 0,2 0,4 0,6 0,8 1 V. NaOH standar (ml) 1 1,6 2, 2 3,4 5 V. NaOH 0,8 0,9 1,4 1,6 3,3

4.2. Hasil Perhitungan Tabel 4.2.1 Hasil perhitungan N. CH3COOH 0,2 0,4 0,6 0,8 1 C. standarisasi 0,2 0,32 0,44 0,68 1 C. distribusi 0,16 0,18 0,28 0,32 0,66 C. organik 0,04 0,14 0,16 0,36 0,34

Nilai n = 1,37 k = 1,48

4.3. Pembahasan Tujuan dari percobaan distribusi solut adalah menentukan konstanta kesetimbangan suatu solut terhadap 2 buah solven yang tidak bercampur dan menentukan disosiasi dalam solven tersebut. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah asam asetat, toluen, dan NaOH dan larutan indikator PP. Dalam praktikum ini,asam asetat berfungsi sebagai solut karena asam asetat dapat terdistribusi pada air dan toluen. Toluen berfungsi sebagai solven karena
15

lebih kuat mengekstrak asam asetat. Pada percobaan ini dilakukan dulu standarisasi NaOH. Fungsi dari standarisasi adalah untuk menentukan konsentrasi awal dari NaOH yang sebenarnya dan bertujuan agar bila digunakan untuk percobaan, konsentrasi awal tidak berubah. Proses pendistribusian ini digunakan metode corong pemisah. Pada saat toluen dan asam asetat dalam satu corong pemisah dilakukan pengocokkan sehingga mengakibatkan terjadinya pendistribusian asam asetat ke fasa organik (toluen) dan fasa cair (air). Proses pengocokkan untuk membantu proses pendistribusian asam asetat pada kedua fasa tersebut. Setelah proses pengocokkan, maka corong pemisah didiamkan untuk melihat batas antara kedua solven yaitu toluen dan air. Setelah terjadi proses distribusi, larutan yang berada dibawah corong pemisah dikeluarkan dan dititrasi dengan NaOH. Fungsi titrasi ini adalah untuk menentukan konsentrasi yang terdistribusi. Dari hasil perhitungan, konsentrasi asam asetat terdistribusi lebih kecil daripada konsentrasi standarisasi, karena asam asetatnya telah terdistribusi sebagian ke toluene dan sebagian lainnya ke air. Pada percobaan ini kedua solven yang dicampurkan tidak bercampur yaitu antara asam asetat dan air dan juga toluen. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perbedaan kepolaran,perbedaan berat jenis atau densitas,dan variasi dari konsentrasi dari zat tesebut. Air merupakan senyawa polar, asam asetat merupakan senyawa semipolar dan toluen merupakan senyawa nonpolar. Senyawa dapat saling larut apabila sama-sama polar atau sama-sama nonpolar bisa juga antara senyawa polar dengan semipolar atau senyawa polar dan nonpolar. Ketidak larutan kedua solven ini diupengaruhi juga oleh densitas senyawa tersebut. Nilai densitas air adalah 1 gram/L dan densitas toluen adalah 0,8669 gram/L.Senyawa yang mempunyai densitas yang paling kecil akan berada di atas larutan sedangkan yang mempunyai densitas lebih besar berada di bawah. Pada proses pendistribusian solven, pada senyawa asam asetat mengandung air yang berasal dari pengenceran asam asetat. Dan pada saat pendistribusian, asam asetat ada yang bercampur dengan air ataupun dengan toluen. Hal ini dikarenakan sifat kepolaran dari asam asetat. Konsentrasi asam asetat yang terlarut dalam air lebih besar daripada konsentrasi asam asetat dalam toluen. Hal ini terjadi karena asam asetat bersifat lebih polar dibandingkan dengan toluen maka asam asetat lebih mudah larut dalam air daripada dengan toluen.
16

Pengaruh konsentrasi diperlihatkan pada saat titrasi, dimana semakin besar konsentrasi maka semakin besar pula volume NaOH yang digunakan. Penambahan indikator PP berfungsi untuk penentuan titik akhir yang tepat dengan ditandai perubahan warna yang awalnya bening menjadi merah muda. pada saat titrasi dengan larutan NaOH. Nilai k yang diperoleh akan menunjukkan kemampuan solut terdistribusi dalam solven ke 2 (asam asetat dan air) terhadap solven 1 (toluen). Nilai k dan n diperoleh dari perhitungan metode least square dengan persamaan y = 1,37x + (-0,033) yang menunjukkan grafik hubungan antara log C air dengan log C organik adalah garis lurus. Dimana semakin besar C air maka semakin besa C organik. Nilai k yang diperoleh adalah 1,48.

17

BAB V PENUTUP
5.I. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan: 1. Nilai koefisien distribusi (k) adalah 1,48 2. Nilai n yang diperoleh adalah 1,37 5.2. Saran 1. Dapat juga digunakan etil eter atau etil asetat sebagai solven karena biayanya yang ekonomis.

18

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.Petunjuk Pengantar Praktikum Kimia Fisik.Serpong : ITI http://darsono-sigit.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/11/laily-y-susanti.pdf(19:42) http://pdm-mipa.ugm.ac.id/ojs/index.php/bimipa/article/viewfile/25/35(19:57) Petrucci, R.H.1985.Kimia Dasar dan Prinsip Terapan Modern.Jilid 2.Edisi ke empat.Jakarta : Erlangga, halaman 57-58 http://www.google/ekstraksi.htm(12:05) http://www.chem-is-try/ekstraksi.htm(12:27) http://www.google/ekstraksi-pelarut.htm(12:35)

19

Anda mungkin juga menyukai