Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun K

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Biofarmasetikal Tropis.

2019, 2 (1), 107-114 e-ISSN 2685-3167

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kayu Kapur


Melanolepis multiglandulosa Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
dan Bakteri Escherichia coli

Deo Tampongangoy1*, Wilmar Maarisit1, Amal R. Ginting1,


Silvana Tumbel2, Selvana Tulandi2
1
Program Studi Farmasi, Fakultas MIPA, Universitas Kristen Indonesia Tomohon
2
Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Kristen Indonesia Tomohon

*Penulis Korespondensi: [email protected]


Diterima: 4 Maret 2018, Disetujui: 21 Maret 2018

ABSTRAK
Bakteri adalah salah satu penyebab terjadinya infeksi, Staphylococcus aureus menjadi penyebab
infeksi pada kulit dan luka sedangkan Escherichia coli menyebabkan peradangan pada saluran
kemih. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antibakteri serta nilai MIC dan MBC
ekstrak daun Kayu Kapur (Melanolepis multiglandulosa) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
dan bakteri Escherichia coli. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah difusi agar
menggunakan kertas cakram. Hasil penelitian semua konsentrasi ekstrak daun Kayu Kapur
(Melanolepis multiglandulosa) mulai dari 400, 500, 600, 700, 800, 900 hingga 1000 µg/10 µL
menunjukan adanya aktivitas antibakteri yang ditandai dengan terbentuknya zona hambat pada
bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Dari penelitian yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa ekstrak daun Kayu Kapur memilki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli. Nilai MIC ekstrak daun Kayu Kapur terhadap bakteri Staphylococcus
aureus adalah 43,1 µg/10 µL dan nilai MBC-nya adalah 172,4 µg/10 µL, sedangkan nilai MIC
ekstrak daun Kayu Kapur terhadap bakteri Escherichia coli adalah 43,975 µg/10 µL dan nilai MBC-
nya adalah 175,9 µg/10 µL.
Kata kunci: Kayu kapur, Antibakteri, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, MIC.

ABSTRACT
Bacteria are one of the causes of infection, Staphylococcus aureus causes infections of the skin and
wounds while Escherichia coli causes inflammation of the urinary tract. The purpose of this study
was to determine the antibacterial activity as well as the value of MIC and MBC of Kapur Wood leaf
extract (Melanolepis multiglandulosa) against Staphylococcus aureus bacteria and Escherichia coli
bacteria. The method used in this study is agar diffusion to use paper discs. The results of all research
concentrations of Kapur Wood extract (Melanolepis multiglandulosa) ranging from 400, 500, 600,
700, 800, 900 to 1000 µg / 10 µL showed antibacterial activity characterized by the formation of
inhibitory zones in Staphylococcus aureus and Escherichia coli bacteria. From the research
conducted it can be concluded that the Kapur Wood leaves extract have antibacterial activity
against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. The MIC value of Kapur Wood leaf extract
against Staphylococcus aureus bacteria was 43.1 µg / 10 µL and the MBC value was 172.4 µg / 10
µL, while the MIC value of Kapur Wood leaf extract against Escherichia coli bacteria was 43.975
µg / 10 µL and the MBC value is 175.9 µg / 10 µL.

Keywords: Kapur Wood, Antibacterial, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, MIC.

107
Jurnal Biofarmasetikal Tropis. 2019, 2 (1), 107-114 e-ISSN 2685-3167

PENDAHULUAN bahwa daun Kayu Kapur mengandung senyawa


Penyakit infeksi hingga saat ini masih metabolit sekunder β-sitosterol dan beberapa
menjadi masalah besar bagi negara-negara senyawa metabolit sekunder lainya. Diduga
berkembang, salah satunya Indonesia. Penyakit ini senyawa-senyawa metabolit sekunder yang
dapat menular terutama pada individu dengan sistem terkandung dalam daun Kayu Kapur memiliki
kekebalan tubuh yang lemah (Mutsaqof et al., aktivitas dalam menghambat ataupun membunuh sel
2015). Bakteri menjadi salah satu penyebab utama bakteri.
terjadinya penyakit infeksi, bakteri dapat Antibakteri adalah zat yang digunakan untuk
menyebabkan terjadinya infeksi pada individu yang menghambat pertumbuhan sel bakteri
ditempatinya, terlebih jika terdapat luka terbuka (bakteriostatik), ataupun membunuh sel bakteri
pada bagian kulit. Bakteri terbagi atas bakteri gram (bakterisida) (Kohanski et al., 2010). Antibakteri
positif dan bakteri gram negatif (Campbell et al., dapat bekerja pada bagian tertentu dari sel bakteri
2003) yaitu, membran sitoplasma, dan ada juga yang dapat
Staphylococcus aureus adalah salah satu menghambat beberapa proses yang terjadi pada sel
bakteri gram positif yang dapat ditemukan hidup di bakteri yaitu proses sintesis dinding sel, sintesis
kulit, saluran pernapasan dan saluran pencernaan asam nukleat, sintesis protein, dan jalur
(Vandepitte et al., 2003). S. aureus umumnya dapat metabolisme sel bakteri (Tenover, 2006).
hidup berdampingan dengan inangnya namun, S. Selain digunakan secara empiris untuk
aureus dapat menjadi bakteri patogen jika sampai mengobati berbagai macam penyakit, daun Kayu
masuk ke jaringan bawah kulit. Pada beberapa Kapur juga mengandung beberapa senyawa
situasi S. aureus dapat menyebabkan infeksi yang metabolit sekunder yang diduga memiliki aktivitas
serius dan berlangsung lama. S. aureus antibakteri. Hal inilah yang melatarbelakangi
memproduksi racun yang dapat mencemari peneliti untuk meneliti tentang uji aktivitas
makanan dan dapat membahayakan kesehatan antibakteri dari ekstrak daun Kayu Kapur terhadap
(Murray et al., 2003). bakteri S. aureus dan bakteri E. coli. Hipotesis
Escherichia coli adalah salah satu flora penelitian, ekstrak daun Kayu Kapur memiliki
normal yang dapat ditemukan pada saluran aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus dan
pencernaan hewan maupun manusia. E. coli E. coli. Tujuan penelitian ini, untuk mengetahui
termasuk dalam bakteri gram negatif yang hidup apakah ada aktivitas antibakteri dari ektrak daun
normal di usus besar, akan tetapi dapat menjadi Kayu Kapur terhadap bakteri S. aureus dan bakteri
patogen apabila menyebar ke organ lain. Misalnya E. coli, serta menentukan nilai MIC (Minimum
dapat menyebabkan peradangan pada saluran kemih Inhibitory Concentration) dan MBC (Minimum
(Melliawati, 2009). Bactericidal Concentration) ekstrak daun Kayu
Tumbuhan Kayu Kapur (Melanolepis Kapur terhadap bakteri S. aureus dan bakteri E. coli
multiglandulosa) yang adalah salah satu jenis dari nilai zona hambat yang terbentuk setelah
tumbuhan dari keluarga Euphorbiaceae. Secara pengujian.
empiris, masyarakat Minahasa biasanya
menggunakan tumbuhan ini untuk menyembuhkan METODE PENELITIAN
barbagai macam penyakit seperti sakit kepala, patah Metode uji antibakteri yang dipakai dalam
tulang, cekok lender, obat penyakit kulit atau gatal- penelitian ini menggunakan teknik difusi agar
gatal (Kinho et al., 2011). Di desa Toundanouw dengan kertas cakram. Jenis penelitian ini
Satu, Kecamatan Touluaan, Kabupaten Minahasa merupakan penelitian eksperimental laboratorium,
Tenggara tumbuhan Kayu Kapur sering dengan menggunakan 7 konsentrasi dengan 3 kali
digunakan untuk mengobati patah tulang, luka gores pengujian untuk dua jenis bakteri.
ataupun luka yang disebabkan oleh benda tajam
seperti pisau, tumbuhan ini juga untuk mengobati Bahan dan Alat
gatal-gatal. Bagian yang digunakan adalah daun Bahan-bahan yang digunakan dalam
yang di tumbuk halus dan ditempelkan pada bagian penelitian ini antara lain daun Kayu Kapur, bakteri
yang sakit, luka atau gatal. S. aureus (ATCC 25923), bakteri E. coli (ATCC
Penelitian terdahulu yang dilakukan Kinho et 25922), etanol 70% sebagai pelarut, aquadest,
al., (2011) terhadap kandungan metabolit sekunder nutrient Broth (NB), Nutrien Agar (NA), etanol 70%
pada daun Kayu Kapur terindikasi mengandung sebagai kontrol negatif, dan ciprofloxacin sebagai
senyawa flavonoid, saponin, dan alkaloid. Apostol kontrol positif.
et al., (2016) dalam penelitiannya melaporkan

108
Jurnal Biofarmasetikal Tropis. 2019, 2 (1), 107-114 e-ISSN 2685-3167

Alat-alat yang digunakan adalah gelas ukur, erlenmeyer yang berisi 100 ml NB yang telah
erlenmeyer, oven, aluminium foil, timbangan disterilkan kemudian diaduk, selanjutnya suspensi
analitik (Pgl 20001), bejana kaca, botol kaca, batang bakteri di inkubasi pada suhu 37ºc selama 24 jam.
pengaduk, kertas saring, gelas beaker, rotary
evaporator eyela (N-1001V-W), inkubator, kawat Pembuatan Media Padat
ose, pembakar bunsen, jangka sorong, cawan petri, Sebanyak 1 gram NB dicampurkan dengan
autoklaf, gelas ukur, tabung reaksi, Laminar Air 1,5 g agar yang sudah ditimbang dan tambahkan
Flow (LAF), spektrofotometer (Uv-Vis T60), kuvet, aquadest sebanyak 100 mL kemudian
magnetic stirrer, vortex, pinset, mikropipet, spatula, dihomogenkan dengan magnetic stirrer, larutan
dan kertas cakram (advantec). yang sudah homogen diterilisasi dengan autoclaf
pada suhu 121 ºc selama 15 menit.
Ekstraksi Sampel Prosedur Uji Antibakteri
Sampel daun Kayu Kapur yang diambil, Ekstrak kental daun Kayu Kapur ditimbang
dibersihkan, dirajang dan ditimbang sebanyak 500 sebanyak 1 g kemudian dilarutkan dalam 10 mL
gram. Setelah itu, diekstraksi dengan metode etanol 70 % sebagai larutan standar, kemudian
maserasi yaitu dengan merendam sampel dibuat 7 serial konsentrasi yaitu 40 mg/mL, 50
menggunakan etanol 70% sebanyak 3 liter selama mg/mL, 60 mg/mL, 70 mg/mL, 80 mg/mL, 90
1x24 jam, hasil maserasi difiltrasi dengan kertas mg/mL, 100 mg/mL. Untuk kontrol positif sebanyak
saring hingga didapat filtrat dan residu, residu 50 mg ciprofloxacin dilarutkan dengan 100 mL
direndam kembali dengan etanol 70% sebanyak 3 aqudest steril dan untuk kontrol negatif digunakan
liter. Proses ini dilakukan sebanyak 3 kali. Filtrat etanol 70%. Masing-masing seri konsentrasi
yang didapat dievaporasi hingga didapat ekstrak ekstrak, kontrol positif dan kontrol negatif diambil
kental. menggunakan mikropipet sebanyak 10 µL
dengan konsentrasi akhir 400, 500, 600, 700,
Pembuatan Larutan Nutrien Agar (NA) dan 800, 900 dan 1000 µg/10 µL, kemudian ditotolkan
Nutrien Broth (NB) pada kertas cakram. Konsentrasi tersebut digunakan
Untuk larutan Nutrient Agar (NA), sebanyak karena pada pra penelitian yang dilakukan
1,2 g dilarutkan dalam 50 mL aquadest dalam sebelumnya, dengan konsentrasi 100, 150, 200, 250,
erlenmeyer, selanjutnya dihomogenkan dengan 300, 350, dan 400 µg/10 µL, hanya konsentrasi 400
magnetic stirrer, larutan NA digunakan untuk µg/10 µL yang menunjukan adanya aktivitas
pembuatan media agar miring. Selanjutnya, antibakteri ditandai terbentuknya zona hambat pada
sebanyak 1 gram NB ditimbang dan dilarutkan bakteri S. aureus dan E. coli. Kertas cakram berisi
dengan 100 mL aquadest kemudian dihomogenkan ekstrak, kontrol positif, dan kontrol negatif
dengan magnetic stirrer. Larutan NB kemudian dikeringkan dahulu pada suhu ruangan sebelum
dibagi, sebanyak 15 mL NB digunakan sebagai pengujian. Pengeringan bertujuan
larutan blanko untuk analisis spektrofotometer dan
menghilangkan efek antibakteri etanol 70%.
85 mL untuk media kultur bakteri.
Suspensi bakteri nilai kepadatannya
Sterilisasi dan Pembuatan Media Agar Miring menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
Alat-alat yang berbahan kaca disterilkan panjang gelombang 600 nm. Myers et al., (2013)
menggunakan oven pada suhu 160°C selama 2 jam, menyatakan bahwa spektrofotometer UV-Vis akan
untuk alat-alat yang tidak berbahan kaca disterilkan mengukur jumlah cahaya yang diabsorpsi dan
bersama dengan larutan NA dan NB dengan dihamburkan. Setelah kepadatan bakteri diketahui,
suspensi bakteri kemudian diencerkan hingga
autoclaf pada tekanan 1 atm dengan suhu 121 0C
menjadi 1x106. Suspensi bakteri yang telah
selama 15 menit. Larutan NA yang telah steril
diencerkan, diambil dan dimasukan kedalam
didinginkan sampai suhu ± 45-50 0C. Sebanyak 5
erlenmeyer yang berisi 100 mL media padat steril
mL Larutan NA dituangkan dalam tabung reaksi dan
dan sudah didinginkan hingga suhu ± 45-50 0C.
diletakan dengan posisi miring dan biarkan hingga
Erlenmeyer kemudian digoyangkan hingga
memadat. Media agar miring digunakan untuk
suspensi bakteri tercampur dengan media,
peremajaan bakteri uji.
selanjutnya media dituang sebanyak 20 mL untuk
setiap cawan petri dan dibiarkan hingga memadat.
Pembuatan Suspensi Bakteri Uji
Kertas cakram yang telah kering ditempelkan pada
Bakteri uji pada media agar miring diambil
media pengujian dalam cawan petri yang telah
dengan kawat ose steril lalu disuspensikan ke dalam
diberi tanda dan dibiarkan selama 24 jam pada suhu
109
Jurnal Biofarmasetikal Tropis. 2019, 2 (1), 107-114 e-ISSN 2685-3167

37ºc. Selanjutnya diukur zona hambat yang berpotongan dengan sumbu X merupakan nilai ln
terbentuk menggunakan jangka sorong. Pengujian Mt, nilai MIC adalah 0,25 kali nilai Mt. sedangkan
ini dilakukan sebanyak 3 kali. nilai MBC merupakan nilai MIC dikali empat
(Bloomfield, 1991).
Perhitungan Zona Hambat Analisa Data
Perhitungan diameter zona hambat Tethool Data hasil yang didapat diuji homogenitas
(2017): menggunakan uji One Way ANOVA dengan nilai
Rumus : 𝑑 =
A+B
(1) signifikan > α = 0,05. Apabilah nilai signifikan <
2 α =0,05 berarti datanya tidak homogen, sehingga
Keterangan :
harus dianalisis menggunakan uji non-parameter
d = diameter zona hambat
A = diameter vertikal Kruskal-wallis dengan tingkat kepercayaan 95 %.
B = diameter horisontal Uji Kruskal-wallis untuk melihat perbedaan
aktivitas penghambatan antara tiap-tiap perlakuan
Tabel 1. Kategori antibakteri Davis dan Stout (1971) konsentrasi yang diberikan pada bakteri S. aureus
Diameter Zona Hambat Aktivitas Antibakteri dan bakteri E. coli. Uji Kruskal-wallis digunakan
(mm) karena tidak memerlukan data homogen seperti uji
2-5 Sangat Lemah One Way Anova.
5-10 Sedang
10-20 Kuat
≥20 Sangat kuat HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Perhitungan Rendemen Ekstrak
Penentuan MIC Dan MBC
Tabel 2. Rendemen ekstrak daun kayu kapur
Nilai MIC ditentukan untuk mengetahui
Sampel Berat Pelarut Berat %
konsentrasi minimum dari ekstrak daun Kayu Kapur Sampel Ekstrak Rendemen
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. Daun 500 Etanol 42 8.4
aureus dan bakteri E. coli, sedangkan penentuan Kayu gram 70% gram
nilai MBC bertujuan untuk mengetahui konsentrasi Kapur
minimum dari ekstrak daun Kayu Kapur yang dapat
membunuh bakteri S. aureus dan bakteri E. coli. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah
Nilai MIC dapat ditentukan dengan cara membuat ekstrak yang didapat setelah evaporasi adalah 42
kurva regresi linier antara sumbu X (ln Mo = ln gram atau 8,4 % dari 500 gram sampel. Persen
konsentrasi ekstrak) dan sumbu Y (Z2 = nilai kuadrat rendemen dihitung untuk membandingkan berat
dari zona penghambatan). Kurva linier yang ekstrak dengan berat sampel.
Hasil Pengujian Antibakteri

Tabel 3. Hasil pengujian aktivitas antibaktreri pada bakteri S. aureus dan E. coli
Diameter Zona Hambat (mm)

Konsentrasi S. aureus E. coli


Ekstrak I II III Rata-Rata I II III Rata-Rata
400 µg/10 µL 6.10 6.40 6.10 6.20 6.10 6.10 6.10 6.10
500 µg/10 µL 6.10 6.50 6.40 6.33 6.10 6.30 6.20 6.20
600 µg/10 µL 6.50 6.60 6.40 6.50 6.30 6.30 6.30 6.30
700 µg/10 µL 6.60 6.70 6.70 6.60 6.40 6.10 6.10 6.20
800 µg/10 µL 6.70 6.70 6.80 6.73 6.60 6.60 6.60 6.60
900 µg/10 µL 6.80 6.80 6.70 6.76 6.70 6.70 6.70 6.70
1000 µg/10 µL 6.70 6.90 6.90 6.83 6.70 6.70 6.80 6.73

Kontrol Positif
Ciprofloxacin 21.00 21.00 22.00 21.60 20.00 20.00 19.00 19.60
(5 µg/10 µL)

Kontrol Negatif
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Etanol 70 % 10 µL

Keterangan: I = pengujian pertama, II = pengujian Kedua, III = pengujian ketiga


110
Jurnal Biofarmasetikal Tropis. 2019, 2 (1), 107-114 e-ISSN 2685-3167

Data hasil pengujian aktivitas antibakteri sebelumnya yang tidak menunjukan aktivitas
ekstrak daun Kayu Kapur terhadap bakteri S. antibakteri pada kedua bakteri uji, ditambahkan
aureus dan E. coli pada tabel 3 diatas, menunjukan untuk membuat kurva regresi linier.
bahwa semua konsentrasi ekstrak daun Kayu Kapur
yang digunakan memiliki aktivitas antibakteri 60

Nilai Kuadrat Zona


50 y = 30.301x - 156.14
bakteri S. aureus dan E. coli. Konsentrasi ekstrak

Hambat (mm)
40 R² = 0.6487

400 µg/10 µL memiliki nilai zona hambat 30


20
terkecil pada bakteri S. aureus dan E. coli, yaitu 10
masing-masing 6,20 mm dan 6,10 mm. 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Sedangkan konsentrasi ekstrak 1000 µg/10 µL Nilai ln Konsentrasi Ekstrak

memiliki nilai zona hambat terbesar pada kedua Gambar 3. Kurva regresi linier penentuan MIC dan
bakteri, masing-masing 6,83 mm dan 6,73 mm. MBC pada bakteri S. aureus
Dapat dilihat pula bahwa konsentrasi 500 dan 700
µg/10 µL pada bakteri E. coli memiliki nilai zona Dari kurva diatas, diketahui bahwa
hambat yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh persamaan regresi linier antara sumbu X dan sumbu
ekstrak pada konsentrasi 700 µg/10 µL dalam Y adalah y=30,301x–156,14. Setelah dihitung, nilai
MIC ekstrak daun Kayu Kapur terdadap bakteri S.
kertas cakram tidak berdifusi dengan baik
aureus adalah 43,1 µg/10µL dan nilai MBC-nya
kedalam media, sehingga penghambatan ekstrak
adalah 172,4 µg/10µL.
terhadap bakteri E. coli tidak maksimal. Dari semua
perlakuan yang diberikan pada kedua bakteri, nilai
60
zona hambat terbesar terdapat pada kontrol positif
Nilaikuadrat Zona

50
Hambat (Mm)

y = 29.391x - 152.14
ciprofloxacin dengan konsentrasi 5 µg/10 µL 40
R² = 0.6625
30
sedangkan kontrol negatif etanol 70% tidak 20
menunjukan adanya zona hambat yang terbentuk. 10
0
Hasil pengujian antibakteri dapat dilihat pada 0 1 2 3 4 5 6 7 8
gambar 1 dan 2. Nilai Ln Konsentrasi Ekstrak

Gambar 4. Kurva Regresi Linier penentuan MIC dan


MBC pada bakteri E. coli

Dari kurva diatas, diketahui bahwa


persamaan regresi linier antara sumbu X dan sumbu
Y adalah y = 29,391x – 152,14. Setelah dihitung,
nilai MIC dari ekstrak daun Kayu Kapur Terhadap
bakteri E. coli adalah 43,975 µg/10µL dan nilai
MBC-nya adalah 175,9 µg/10µL.
Gambar 1. Hasil Pengujian Antibakteri Pada S. Hasil perhitungan MIC dan MBC dari
aureus ekstrak daun Kayu Kapur terhadap bakteri S.
aureus dan bakteri E. coli tidak menunjukan adanya
perbedaan yang besar, meskipun struktur sel dari
bakteri S. aureus (gram positif) dan bakteri E. coli
(gram negatif) berbeda. Hal ini dapat disebabkan
oleh mekanisme kerja antibakteri yang berbeda dari
beberapa kandungan senyawa metabolit sekunder
pada daun Kayu Kapur, daun Kayu Kapur diketahui
memiliki mengandung beberapa senyawa metabolit
sekunder yang memiliki efek antibakteri yaitu
Gambar 2. Hasil Pengujian Antibakteri Pada E. flavonoid, alkaloid, saponin, dan β-sitosterol.
coli Ada banyak senyawa turunan dari flavonoid,
Penentuan Nilai MIC dan MBC diantaranya: flavon, flavonon, isoflavon dan
Untuk menentukan nilai MIC dan MBC flavonol. Flavonoid memiliki banyak aktivitas,
diperlukan satu data konsentrasi ekstrak yang belum salah satunya aktivitas antibakteri. Flavonoid diduga
menunjukan aktivitas antibakteri, karena itu data dapat mengikat protein pada membran plasma sel
konsentrasi 300 µg/10 µL pada pra penelitian bakteri dan membentuk senyawa kompleks,
111
Jurnal Biofarmasetikal Tropis. 2019, 2 (1), 107-114 e-ISSN 2685-3167

sehingga membran plasma bakteri menjadi lemah membran sel bakteri, sehingga dapat menghambat
dan terjadi kebocoran pada membran plasma. Hal ini pertumbuhan sel bakteri.
mengakibatkan keluarnya komponen-komponen Meskipun bakteri gram positif (S. aureus)
dalam sel bakteri (Cowan, 1999). dan bakteri gram negatif (E. coli) memiliki strusktur
Alkaloid sebagai salah satu metabolit sel yang berbeda, terutama pada dinding sel, akan
sekunder dari tumbuhan yang diketahui bersifat tetapi perbedaan mekanisme kerja antara senyawa-
racun bagi organisme lain, hal ini juga yang senyawa yang terkandung dalam daun Kayu Kapur
membuat alkaloid dapat berfungsi sebagai menyebabkan nilai zona hambat serta MIC dan
antibakteri. Darsana dkk., (2012) menyatakan MBC dari ekstrak daun Kayu Kapur terhadap kedua
alkaloid yang terkandung dalam daun Binahong bakteri uji tidak berbeda jauh.
Anredera Cordifolia dapat menghambat proses
pembentukan komponen penyusun peptidoglikan Uji Statistik
pada sel bakteri E. coli, akibatnya lapisan dinding Data hasil uji aktivitas antibakteri pada
sel yang terbentuk juga lemah dan menyebabkan sel bakteri S. aureus dan bakteri E. coli dianalisis
bakteri lisis oleh tekanan osmotik. dengan program SPSS versi 22 menggunakan uji
Selain menghambat pembentukan One Way ANOVA untuk melihat apakah data
peptidoglikan pada dinding sel bakteri, alkaloid tersebut homogen atau tidak. Hasil uji homogenitas
dapat merusak enzim RNA polimerase yang data aktivitas antibakteri pada bakteri S. aureus dan
merupakan enzim yang bertanggungjawab bakteri E. coli dapat dilihat pada tabel 4 dan 5.
mengatur sintesis asam nukleat dari DNA menjadi
RNA dan hal ini akan menghambat proses Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas Data Aktivitas
pembentukan RNA itu sendiri (Aniszewski, 2007). Antibakteri pada Bakteri S. aureus
Alkaloid juga berfungsi sebagai interkelator DNA
dan mengikat enzim topoisomerase II, enzim Levene
df1 df2 Sig.
topoisomerase II adalah enzim yang bertugas untuk Statistic
menahan puntiran pada saat sintesis asam nukleat
DNA berlangsung. Alkaloid mengikat enzim 8,965 8 18 0,000
topoisomerase II dan hal ini akan menyebabkan
relaksasi pada untai DNA dan mengakibatkan Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Data Aktivitas
kerusakan DNA bakteri (Bonjean et al., 1998; Antibakteri pada Bakteri E. coli
Dassonneville et al., 2000; Guittat et al., 2003;
Karou dan Savadogo, 2005). Levene
df1 df2 Sig.
Saponin (busa) pada tumbuhan diketahui Statistic
memiliki aktifitas toksik yang cukup kuat, sehingga
beberapa tumbuhan yang memiliki busa yang 12,941 8 18 0,000
banyak, sering digunakan masyarakat sebagai racun
ikan. Karena sifat racunnya saponin memungkinkan Dari kedua tabel hasil uji homogenitas yang
untuk dapat membunuh atau menghambat telah dilakukan dapat dilihat bahwa nilai signifikan
pertumbuhan bakteri. Penelitian yang dilakukan = 0,000 kurang dari α = 0,05. Hal menunjukan
oleh Madduluri et al., (2013) melaporkan saponin bahwa data yang didapat setelah pengujian aktivitas
bekerja sebagai antibakteri dengan menyebabkan antibakteri pada bakteri S. aureus dan E. coli tidak
kebocoran protein dan enzim dari dalam sel bakteri. homogen, karena itu uji statistik harus dilakukan
Secara spesifik Cavalieri et al., (2005) mengatakan dengan menggunakan metode Kruskal-Wallis untuk
saponin dapat berdifusi melalui membran luar dan melihat apakah tiap-tiap perlakuan konsentrasi yang
dinding sel yang rentan kemudian mengikat diberikan memiliki aktivitas penghambatan yang
membran sitoplasma kemudian menyebabkan berbeda pada bakteri S. aureus dan E. coli.
kerusakan pada membran plasma dan menyebabkan
sel bakteri lisis.
Selain flavonoid, alkaloid dan saponin, daun Tabel 6. Hasil Uji Kruskal-Wallis Aktivitas
Kayu Kapur diketahui mengandung senyawa β- Antibakteri Pada Bakteri S. aureus
Sitosterol. Johannes (2013) menyatakan bahwa
ZonaHambat
senyawa β-Sitosterol memiliki sifat bakteriostatik,
senyawa ini bekerja dengan cara berikatan dengan Chi-Square 24.334
membran menimbulkan ketidakaturan pada Df 8

112
Jurnal Biofarmasetikal Tropis. 2019, 2 (1), 107-114 e-ISSN 2685-3167

Asymp. Sig. 0.002 Apostol, P.G, M.M.D.L. Reyes, I.A.V. Altena, C.Y.
Ragasa. 2016. Chemical Constituents of
Tabel 7. Hasil Uji Kruskal-Wallis Aktivitas Melanolepis multiglandulosa. International
Antibakteri Pada Bakteri E. coli Journal of Pharmaceutical and Clinical
ZonaHambat Research. 8(12): 0975-1556.
Chi-Square 24.801 Bloomfield, S.F. 1991. Assesing antimicrobial
Df 8 activity. Di dalam: Denyer SP, Hugo WB. (eds).
Mechanism of Action of Chemical Biocides.
Asymp. Sig. 0.002
Oxford. Blackwell Scientific Publicat.
Bonjean, K, D. Pauw-Gillet, M.P. Defresne, P.
Dari hasil uji statistik menggunakan uji
Colson, C. Houssier, L. Dassonneville, C.
Kruskal-Wallis pada tabel 4 dan 5 dapat dilihat
Bailly, R. Greimers, C. Wright, J. Quentin-
bahwa nilai signifikan 0,002 kurang dari α = 0,05,
Leclercq, M. Tits, and L. Angenot. 1998. The
karena itu dapat disimpulkan bahwa tiap-tiap
DNA intercalating alkaloid cryptolepine
perlakuan yang diberikan, memiliki nilai zona
interferes with topoisomerase II and inhibits the
hambat yang berbeda pada bakteri S. aureus dan E.
primarily DNA synthesis in B16 melanoma
coli. Jones (2010) menyatakan bahwa jika nilai
cells. Journal Biochemistry 37(15): 5136-5146.
derajat bebas atau Df = 8, maka nilai Chi-Square
Campbell, N.A, B.R. Jane, and G.M. Lawrence.
yang memenuhi syarat untuk penelitian dengan
2003. Biologi Jilid II. Edisi V. Jakarta.
tingkat kepercayaan 95% atau nilai α = 0,05 adalah
Erlangga. hal 118.
15,507 dan nilai Chi-Square uji statistik pada tabel
Cavalieri, S.J, I.D. Rankin, R.J. Harbeck, R.S.
9 untuk bakteri S. aureus adalah 24.334 dan nilai
Sautter, Y.S. McCarter, S.E. Sharp, J.H. Ortez,
Chi-Square pada tabel 10 untuk bakteri E. coli
and C.A. Spiegel. 2005. Manual of
adalah 24.801. Dengan demikian, telah memenuhi
Antimicrobial Susceptibility Testing. USA:
syarat untuk penelitian dengan tingkat kepercayaan
American Society for Microbiology.
95 %.
Cowan, M.M. 1999. Plant Products as Antimicrobial
Setelah dilakukan penelitian, maka dapat
Agents. Clinical Microbiology
disimpulkan bahwa ekstrak daun Kayu Kapur
Reviews. 12: 564 – 582.
memiliki aktivitas antibakteri pada bakteri S. aureus
Darsana, O.G.I, K.N.I. Besung, dan H. Mahatmi.
dan bakteri E. coli. Dengan demikian hipotesis awal
2012. Potensi Daun Binahong (Anredera
yang menyatakan bahwa daun Kayu Kapur memiliki
Cordifolia (Tenore) Steenis) dalam
aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus dan
Menghambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia
bakteri E. coli terbukti benar.
coli secara In Vitro. Jurnal Indonesia Medicus
Veterinus. 1(3): 337–351.
KESIMPULAN
Dassonneville L, A. Lansiaux, A. Wattelet, N.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
Wattez, C. Mathieu, S. Van. Miert, L. Pieters,
dapat disimpulkan:
and C. Bailly. 2000. Cytotoxicity and cell cycle
1. Ekstrak daun Kayu Kapur memilki aktivitas
effect of the plant alkaloids cryptolepine and
antibakteri terhadap bakteri S. aureus dan
neocryptolepine: relation to drug-induced
bakteri E. coli dengan kategori sedang.
apoptosis. Eur. Journal Pharmacol. 409(1): 9-
2. Nilai MIC dari ekstrak daun Kayu Kapur
18.
terhadap bakteri S. aureus adalah 43,1 µg/10µL
Davis, W.W and Stout, T.R. 1971. Disc Plate
dan nilai MBC-nya yaitu 172,4 µg/10µL.
Method of Microbiological Assay. Journal of
Sedangkan nilai MIC ekstrak daun Kayu Kapur
Microbiology. 22(4): 659-665.
tehadap bakteri E. coli adalah 43,975 µg/10µL
Guittat L, P. Alberti, F. Rosu, S. Van. Miert, E.
dan nilai MBC-nya yaitu 175,9 µg/10µL.
Thetiot, L. Pieters, V. Gabelica, E.D. Pauw, A.
Ottaviani, J.F. Roiu, and J.L. Mergny. 2003.
Interaction of cryptolepine and neocryptolepine
DAFTAR PUSTAKA
with unusual DNA structures. Journal
Biochemistry. 85(5): 535-541.
Aniszewski, T. 2007. Alkaloids-Secret of Life:
Johannes, E. 2013. Pemanfaatan Senyawa Bioaktif
Alkaloid Chemistry, Biological, Significance,
Hasil Isolasi Hydroid Aglophennia cupressina
Applications and Ecological Role. Elsevier
Lamoureoex Sebagai Bahan Sanitizer Pada
Oxford. pp 6-12,130, and 187.

113
Jurnal Biofarmasetikal Tropis. 2019, 2 (1), 107-114 e-ISSN 2685-3167

Buah Dan sayuran Segar. Disertasi. Universitas


Hasanuddin. Makassar.
Jones, D.S. 2010. Statistik Farmasi. EGC. Jakarta.
hal 553
Karou, D, and A. Savadogo. 2005. Antibacterial
activity of alkaloids from Sida acuta. African
Journal of Biotechnology. 4(12): 1452-1457.
Kinho, J, D.I.D. Arini, J. Halawane, L. Nurani,
Halidah, Y. Kafiar, dan M.C. Karundeng 2011.
Tumbuhan Obat Tradisional Di Sulawesi Utara
Jilid II. Balai Penelitian Kehutanan Manado,
Manado. hal 45.
Kohanski, M.A, D.J. Dwyer, and J.J. Collins. 2010.
How antibiotics kill bacteria: from targets to
networks. Nature Journal Reviews
Microbiology. 8(6):423-435.
Madduluri, S, K.B. Rao, and B. Sitaram. 2013. In
Vitro Evaluation of Antibacterial Activity of
Five Indegenous Plants Extract Against Five
Bacterial Pathogens of Human. International
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences. 5(4): 679-684.
Melliawati R. 2009. Escherichia coli dalam
kehidupan manusia. Bio Trends. 4(1): 10-14
Murray, P, E.J. Baron, M.A. Pfaller, F.C. Tenover,
and Y.H. Yolken. 2003. Manual of Clinical
Microbiology. 8th Ed. Washington, DC
:American Society of Microbiology.
Mutsaqof, A.A.N, Wiharto, E. Suryani. 2015.
Sistem Pakar Untuk Mendiagnosis Penyakit
Infeksi Menggunakan Forward Chaining.
Jurnal Itsmart. 4(1): 2301–7201.
Myers, J. A, B.S. Curtis, and W.R. Curtis. 2013.
Improving accuracy of cell and chromophore
concentration measurements using optical
density. BMC Biophys. 6(1):4.
Tenover, F.C. 2006. Mechanisms of Antimicrobial
Resistance in Bacteria. The American Journal of
Medicine. 119(1): 3-10.
Tethol, A.M. 2017. Pengaruh Daya Hambat Sediaan
Salep Ekstrak Daun Katuk (Sauropus
androgynus L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
(Staphylococcus aureus). Skripsi Program Studi
Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Kristen
Indonesia Tomohon.
Vandepitte, J, J. Verhaegen, K, Engbaek, P.
Rohner, P. Piot, and C.C Heuck. 2003. Basic
laboratory procedures in clinical bacteriology.
2nd edition. pp 94.

114

Anda mungkin juga menyukai