Resume Bedah Saraf
Resume Bedah Saraf
Resume Bedah Saraf
Oleh : Reschita Adityanti Sofina Kusnadi Asih Novea K. Dyah Listyorini Evander Aloysius R. D. Evan Nugroho S. G9911112121 G9911112132 G9911112024 G9911112059 G9911112067 G99121015
Sakit kepala
onset (mendadak, hilang timbul), frekuensi, durasi lokasi sifat gejala penyerta (muntah, gangguan penglihatan)
Gangguan penglihatan
onset, frekuensi, durasi kerusakan : salah satu/kedua bola mata, kehilangan penglihatan total/sebagian, kehilangan lapang pandang keseluruhan/sebagian diplopia, halusinasi
Kehilangan kesadaran
onset, frekuensi, durasi faktor memperberat lidah tergigit, inkontinesia, kejang penyalahgunaan obat/alkohol cedera kepala gejala kardiovaskuler maupun respiratorik
Gangguan berbicara
onset, frekuensi, durasi kesulitan dalam artikulasi, ekspresi, maupun pemahaman
Gangguan motorik :
onset, frekuensi, durasi faktor memperberat (ex : berjalan), faktor memperingan (ex : istirahat) kurangnya koordinasi keseimbangan kelemahan pergerakan, canggung, kesulitan berjalan, ekstremitas kaku gerakan involunter
Gangguan sensorik :
onset, frekuensi, durasi, lokasi faktor memperberat (ex : berjalan, gerakan leher), faktor memperingan (ex : istirahat) nyeri, mati rasa, kesemutan
Gangguan mental :
onset, frekuensi, durasi penurunan daya ingat/kepandaian perubahan kepribadian/tingkah laku
LOGO PEMERIKSAAN
Sistem saraf pusat dijabarkan secara sistematis dari kepala hingga bawah serta mencakup: Nervus kranialis 1-12 Tingkat kesadaran dan fungsi luhur (kemampuan kognitif, daya ingat, kemampuan berpikir, status emosional) Tubuh (sensasi, refleks) Sphincter Ekstremitas atas : sistem motorik (kelemahan otot, tonus, kekuatan), sistem sensorik (sensasi nyeri, sentuh, suhu, propiosepsi, stereognosis), reflek, koordinasi
Ekstremitas bawah : sistem motorik (kelemahan otot, tonus, kekuatan), sensorik (sensasi nyeri, sentuh, suhu, propiosepsi), koordinasi, gaya berjalan, cara berdiri Cara lainnya, pemeriksa dapat memilih memeriksa masing-masing sistem untuk keseluruhan tubuh (ex : motorik sistem, sistem sensorik)
sistem reflek,
sesuai sistem
Respon Verbal 5 Kategori (i) Terorientasi : mengetahui lokasi dan waktu (ii) Bingung : berbicara dalam kalimat namun disorientasi lokasi dan waktu (iii) Kata : dapat mengucapkan kata-kata namun tidak berupa kalimat (iv) Suara : mengerang, tidak mengucapkan kata (v) Tidak sama sekali
Respon Motorik 6 Kategori (i) Mengikuti perintah (ii) Melokalisir nyeri : memberikan stimulus nyeri pada nervus supraorbital, jika pasien bereaksi dengan menggerakan tangan ke atas hingga ke dagu = melokalisir nyeri.
(iii) Reaksi fleksi : jika pasien tidak mampu melokalisir rangsang nyeri supraorbita, berikan tekanan dengan pena atau benda keras pada kuku. Lihat gerakan fleksi lengan sebagai reaksi menghindar terhadap nyeri.
(iv) Reaksi ekstensi : jika dengan respon yang sama, gerakan ekstensi lengan terlihat. Anggap sebagai reaksi bertahan terhadap nyeri.
(v) Tidak ada reaksi : sebelum menilai respon pada tingkat ini, yakinkan bahwa rangsangan nyeri sudah adekuat.
Disfasia normal Disleksia Disgrafia Gangguan hemisfer tidak Diskalkulia dominan Agnosia
Kemampuan Kognitif
Melihat kemampuan pasien untuk menentukan jalan pulang di sekitar tempat inap atau rumahnya Mampukah pasien berpakaian sendiri? Melihat kemampuan pasien untuk meniru sebuah bentuk geometri
Agnosia geografikal
Apraxia pakaian
Apraxia konstruksi
Tes Memori (Daya Ingat) - memerlukan konsentrasi - Ingatan jangka menegah berhitung, meminta pasien mengulang sebuah kalimat yang berisikan 5, 6, atau 7 nomor acak - Ingatan jangka sekarang meminta pasien untuk menjelaskan sakit yang dirasakan saat ini, lamanya menginap di rumah sakit, atau suatu kejadian di berita akhir-akhir ini - Ingatan jangka lama menanyakan tentang suatu kejadian dan sekitarnya terjadi lebih dari 5 tahun yang lalu - Ingatan verbal meminta pasien untuk mengingat sebuah kalimat atau sebuah cerita pendek kemudian di tes 15 menit setelahnya - Ingatan visual meminta pasien untuk mengingat sebuah obyek di atas suatu tempat kemudian di tes 15 menit setelahnya
Catatan: Retrograde amnesia kehilangan daya ingat suatu kejadian yang mengarah pada cedera otak Post-traumatic amnesia kehilangan daya ingat suatu kejadian yang menetap dalam suatu jangka waktu setelah terjadi cidera kepala
Kemampuan Pikir dan Penyelesaian Masalah Menguji pasien dengan perhitungan satu-dua, ex: saya ingin membeli permen sebanyak 5 buah dengan harga tiap permen Rp 100,00, berapa banyak kembalian yang saya terima jika membayar dengan uang Rp 1.000,00 Meminta pasien untuk membalik 3 atau 4 nomer acak Meminta pasien untuk menjelaskan peribahasa Meminta pasien mengambil beberapa kartu dan menyusunnya Pemeriksa harus membandingkan kemampuan pertimbangan pasien saat ini dengan kemampuan yang diharapkan berdasarkan riwayat pekerjaan dan pendidikan Status Emosional Catatan : - cemas atau gembira - depresi atau apatis - perilaku emosional - perilaku hiperaktif - keterlambatan gerak maupun respon - tipe kepribadian dan perubahannya
NERVUS OLFAKTORIUS (I) Uji persepsi dan identifikasi menggunakan bahan berbau non iritatif yang mencegah stimulasi serabut saraf trigeminus pada mukosa nasal, ex: soap, tembakau. Satu lubang hidung ditutup ketika pasien sedang mecium bau dengan lubang hidung lainnya.
NERVUS OPTIKUS (II) Ketajaman penglihatan : Defisit berat Mampukah pasien melihat cahaya atau gerakan lambaian tangan Defisit ringan Menilai tajam penglihatan dengan snellen chart atau kartu baca Pemeriksaan lapang pandang dengan uji konfrontasi Pemeriksaan lapang pandang sentral dan perifer dengan perimeter Goldmann Pemeriksaan ophalmoscopy Pemeriksaan pupil
NERVUS OKULOMOTORIUS (III), TROKLEARIS (IV), DAN ABDUCENS (VI) Lesi pada nervus ke III menyebabkan ketidaksamaan pada pergerakan mata begitupula gangguan pada resspon pupil, pupil dilatasi dan menjadi terfiksir pada cahaya
Ptosis terjadi akibat kelopak mata jatuh menutupi sebagian pupil pada saat mata terbuka akibat dari lesi pada saraf ke III atau lesi saraf simpatis yang mengganggu M. levator palpebra
NERVUS TRIGEMINAL (V) Lakukan tes nyeri, tes temperature, dan sentuhan ringan pada seluruh permukaan wajah. Bandingkan tiap sisinya. Catatlah bagian yang mengalami defisit sensorik. Tes dari bagian yang abnormal ke normal. Periksa reflek corneal Periksa motorik,obsevcasi m. temporalis
NERVUS FACIALIS (VII) Observasi pasiensaat berbicara dan tersenyum. Nilai penutupan mata, asimetris dari ujung mulut, pendataran dari nasolabial. Kemudian pasien diintruksikan untuk mengerutkan dahi (frontalis) menutup mata sedang pemeriksa berusaha membuka (orbiculais oculi) Mengerutkan bibir sedang pemeriksa menekan pipi (bucinator) menunjukan gigi (orbicularis orris). Uji sensorik pada lidah dapat menggunakan gula dan NaCl. Bahan uji diletakkan di bagian anterior pada sisi yang tepat pada lidah yang dijulurkan.
NERVUS AUDITORIUS (VIII) Komponen cochlearis Tes menggunakan bisikan angka. Sedangkan pada sisi telinga sebaliknya ditutupi. Jika pendengaran lemah periksa meatus eksternal dan membrane tympani dengan auroskope untuk menyingkiran infeksi atau sumbatan. Perbedaan tuli konduktif dan tuli perspektif menggunakan : 1. Weber test Jika terdapat tuli konduktif suara terdengar lebih jelas pada yang terdapat kelainan. Pada tuli perspetif suara lebih terdengar pada telinga yang normal.
2. Rinne test Pada tuli konduktif, konduksi tulang lebih baik daripada konduksi udara. Pada tuli perspektif konduksi tulang dan udara sama-sama lemah.
NERVUS GLOSSOPHARYNGEUS (IX) DAN NERVUS VAGUS (X) Perhatikan suara pasien. (N.X) Perhatikan ada tidaknya gangguan menelan. Perhatikan ada tidaknya pergerakan dinding palatum yang asimetris (parese N.X) Periksa reflek muntah.
Periksa M. trapezius.
www.themegallery.com
NERVUS HIPOGLOSUS (XII) Minta pasien untuk membuka mulut. Lihat ada tidaknya atrofi lidah dan fibrilasi. Kemudian minta pasien menjulurkan lidah. Periksa ada tidaknya deviasi. Jika ada, maka lidah akan tertarik ke sisi yang lemah. Disartria dan disfagia dapat terjadi tetapi minimal.
Company Logo
LOGO
Motorik
Inspeksi
Tonus Kekuatan
Melihat adanya asimetri atau deformitas, muscle wasting, hipertrofi otot, maupun fasikulasi otot.
Menilai adanya penurunan maupun peningkatan tonus otot (clasp knife, lead pipe, cog-wheel)
Mintalah pasien untuk merentangkan lengan dengan posisi supinasi selama 1 menit. Mata pasien dalam kondisi tertutup (jika tidak, akan terjadi kompensasi visual). Lengan yang lemah secara bertahap akan berubah posisi menjadi pronasi dan bergerak ke bawah.
Sensasi
Nyeri
Cek apakah pasien dapat merasakan jarum sebagai benda tajam (terasa sakit), lalu ulang pemeriksaan pada setiap dermatom.
Sentuhan ringan
Tes ini hampir sama dengan tes nyeri hanya saja menggunakan benang wol.
Suhu
Pemeriksaan suhu jarang didapatkan informasi, jika pun perlu, bisa menggunakan benda dingin atau panas.
Getaran
REFLEKS
M
TES KOORDINASI
LOGO
Motorik
Inspeksi
Melihat adakah deformitas, muscle wasting, muscle hipertropi, muscle fasciculation
Tonus
Cobalah untuk merelaksasikan pasien lalu memfleksikan dan mengektensikan sendi lutut pasien secara bergantian. Putar kaki pasien dari satu sisi ke sisi lain. Naikkan secara tiba-tiba dan lihat respon pada kaki bagian bawah.
Klonus
Pastikan pasien dalam keadaan relaks. Fleksikan sendi ankle secara tiba-tiba.
Kekuatan
Kekuatan
Sensasi
Nyeri, raba dan suhu (ikuti distribusi dermatom seperti di upper limb)
Pertama, gerakan fleksi dan ekstensi i jempol,lalu minta pasien untuk menebak arah gerakan jempol dengan mata tertutup.
Refleks
Ankle: S1, S2
Koordinasi
Minta pasien untuk menggerakan tumit dari lutut ke jempol kaki berlawan secara berulang.
Minta pasien untuk menjejak lantai dengan kaki. Catat jika ada disdiadochokinesia.
Rombergs tes
Gait
Alloanamnesis:
Cedera kepala? Kapan? Tiba-tiba pingsan? Kedutan pada ekstremitas?
Pemeriksaan fisik
RIWAYAT (aloanamnesis )
PASIEN TIDAK SADAR
Apakah pasien tiba-tiba pingsan? Apakah terjadi gerakangerakan kaki yang tidak disadari? Apakah gejala terjadi dalam beberapa minggu terakhir? Apakah pasien menderita penyakit sebelumnya? Apakah pasien sudah berobat?
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. TINGKAT KESADARAN
Buka mata Spontan 4 Rangsangan suara Rangsangan nyeri Respon verbal Orientasi Bingung 3 Kata-kata 2 Suara 5 4 3 2 Respon motorik Mematuhi perintah Melokalisir Fleksi Ekstensi 5 4 3
Dapatkan adanya reflex oculocephalis (dolls eye): rotasi kepala pada pasien koma menghasilkan pergerakan mata kea rah berlawanan dari pergerakan kepala
Perhatikan adakah conjugate (mata bergerak secara parallel) ata disconjugate (mata tidak dapat bergerak parallel)
3. PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG mendeteksi adanya hemianopsia lapang pandang apabila mata tidak mengedip meskipun sudah dilakukan manuver yang harusnya menimbulkan kedipan mata.
kegagalan untuk menyeringai pada salah satu sisi wajah akibat nyeri supraorbita bilateral mengindikasikan adanya kelemahan wajah.
Kedua pasien pada gambar berada dalam keadaan koma, masing-masing mempunyai respon asimeris terhadap nyeri yang mengindikasikan kelemahan lengan kanan dan kerusakan otak fokal.
Rangsangan nyeri diberikan pada kuku ibu jari kaki atau tendo Achilles
Grafik observasi neurologis dibuat oleh Jennett dan Teasdale dengan menilai hal klinis yang relevan, seperti skala koma (buka mata, verbal, dan respon motorik), ukuran pupil dan reaksinya terhada cahaya, respon anggota gerak, dan vital sign. Frekuensi observasi (normalnya setiap 2 jam)
Meskipun teknik pemeriksaan radiologi sudah berkembang cepat, foto rontgen kepala masih merupakan teknik investigasi awal yang baik terutama pada pasien dengan trauma kepala
Posisi standar: Lateral, posteroanterior, townes (fronto-occipital) Berlatihlah untuk membedakan tanda kepala yang normal dan letak kalsifikasi (pinel dan pleksus koroidalis).
Cari adanya: fraktur, hiperostosis tulang, kalsifikasi abnormal, tanda peningkatan TIK, Konfigurasi
Gambaran yang lebih spesifik tergantung pada indikasi klinis dan tersedianya teknik pencitraan yang lain
CT-SCAN KEPALA
CT scan coronal
Ekstensi leher maksimal dikombinasikan sengan sudut maksimal CT sehingga menyebabkan scan coronal secara langsung dan dapat memberikan penjelasan yang lebih baik
CT scan dinamik
Melakukan scan selama infus kontras yang diikuti dengan rekonstruksi dua dimensi yang menghasilkan metode non invasive ke pembuluh darah intracranial
Rekonstruksi 3 dimensi
Program komputer yang canggih menghasilkan pencitraam rekonstruksi 3D yang dapat diputar dari layar monitor
CT scan spinal
CT scan spinal polos memberikan informasi yang baik tentang penyakit pada diskus, terutama pada lumbosacral
Basis cranii: hyperostosis, lesi osteolitik, remodellling, fraktur depresi Lesi multipel: tumor, abses, granuloma, infark, trauma
Perhatikan adanya efek massa, yaitu pergeseran garis tengah, kompresi ventrikulus, dan oblitersi cistern basal maupun sulci.
INTERPRETA SI
Pembuluh darah di circulus willisi akan tampak di potongan basal. perhatikan pada kontras yang mungkin masuk ke dalam daerah yang abnormal
Kerugian
Ketebalan slice terbatas 3 mm Pencitraan tulang terbatas hanya menunjukkan sumsum Claustrophobia Tidak dapat digunakan pada pasien dengan pacemaker atau implant ferromagnetik
Peningkatan paramagnetik
Beberapa substansi seperti gadolinium, menginduksi medan magnet lokal kuatterutama memperpendek komponen T1 Setelah pemberian intravena, kebocoran gadolinium melalui regio blood-brain barrier yang mengalami kerusakan menghasilkan peningkatan yang tampak sinyal MRI Gadolinium dapat pula membantu mendiferensiasi jaringan tumor dari oedema di sekitarnya.
MR Angiography (MRA)
Proton yang berjalan cepat dapat menghasilkan intensitas yang berbeda dari proton yang stasioner dan sinyal resultan yang ditangkap oleh sekuens tertentu dapat menunjukkan pembuluh darah, aneurisma, dan malformasi arteriovenosus. Pembuluh-pembuluh darah yang ditampakkan secara simultan dapat menimbulkan kesulitan interpretasi, tetapi pemilihan sebuah potongan MR spesifik dapat menunjukkan pembuluh darah tunggal atau bifurkasio. Dengan memilih kecepatan aliran yag spesifik, MRA dapat menunjukkan baik arteri maupun vena.
ULTRASOUND
Ekstrakranial
Ketika probe diletakkan di permukaan kulit, gelombang ultrasonik diemisikan, dipantulkan kembali dari struktur di bawahnya, dan dideteksi dengan probe yang sama, dikonversi kembali menjadi energi listrik dan ditampilkan sebagai gambar dua dimensi (mode beta) Ultrasound Doppler menggunakan gelombang kontinyu atau gelombang berdenyut Pemindaian duplex mengombinasikan mode beta dengan Doppler, secara simultan menampilkan gambar dari pembuluh darah di mana kecepatan direkam. Applikasi: penilaian arteri karotis ekstrakranial dan arteri di vertebra.
ANGIOGRAPHY
Banyak kondisi neurologis atau bedah neurologis membutuhkan delineasi akurat pembuluh darah baik intra maupun ekstrakranial Injeksi kontras intra-arteri masih menjadi teknik angiografi standar, baik diambil secara langsung dari film X ray atau dengan subtraksi digital (DSA) Komplikasi Perkembangan media kontras non-ionik seperti ioheksol telah menurunkan resiko komplikasi saat atau sesudah angiografi. Iskemia serebral: disebabkan oleh emboli dari plak arteriosklerotik yang lepas karena ujung kateter, hipotensi atau spasme pembuluh darah yang menyertai injeksi kontras.
Angiografi Intervensional Embolisasi: Partikel diinjeksikan melalui kateter arteri dapat menyumbat pembuluh darah kecil misalnya pembuluh darah yang memperdarahi meningioma, sehingga meminimalkan perdarahan operatif. Lem dapat diinjeksikan ke dalam baik malformasi arteriovena aliran tinggi maupun rendah. Coil platinum dimasukkan ke dalam fundus aneurisma melalui kateter angiografi dapat menyebabkan thrombosis dan obliterasi komplit atau parsial teknik di atas membawa resiko infark serebral atau spinal dari embolisasi ketika dipergunakan sistem karotis internal atau spinal
PENCITRAAN RADIONUKLEOTID
Terdapat dua komponen dari pencitraan dengan tracer radioaktif, yaitu sistem pendeteksi dan bahan kimia pelabel. Masing-masing komponen saat ini semakin mengalami perkembangan. Pemindaian gamma konvensional Pada center yang sudah memiliki fasilitas CT scan, teknik ini sudah tidak dipergunakan
Tomografi emisi foton tunggal (SPECT) Teknik ini juga menggunakan compound yang dilabeli dengan tracer yang mengemisi gamma (ligand), tetapi tidak seperti pemindaian konvensional, dapat diperoleh data beberapa area sekitar kepala. Tomografi emisi positron (PET) Teknik baru ini mempergunakan isotope yang mengemisi positron Pemindaian PET memiliki nilai lebih saat menilai hubungan antara aliran darah otak, utilisasi oksigen, dan ekstraksi fokal area iskemik dan infark.
Elektroensephalografi (EEG)
Elektroensefalografi adalah pemeriksaan dengan menggunakan elektroda pada kulit kepala yang merekam aktivitas listrik spontan di otak. Potensial listrik kecil, yang mengukur beberapa juta volt, direkam, dikuatkan dan ditampilkan pada pen rekorder pada 8 atau 165 chanel. Filter frekuensi rendah dan tinggi menghilangkan sinyal yang tidak diinginkan seperti artefak otot dan interferensi Ritme normal
Ritme alpha (8-13 Hz siklus/detik). Simetris dan muncul posterior dengan mata tertutupakan menghilang atau blok dengan pembukaan mata Ritme beta (>13 Hz). Simetris dan muncul frontal. Tidak terpengaruh oleh terbukanya mata terlihat pada anak-anak dan Ritme theta (4-8 Hz) dewasa muda dengan predominan Ritme delta (< 4 Hz)
frontal dan temporal, menghilang ketika dewasa
Metode perekaman Stimulasi pada reseptor sensorik apapun mengakibatkan bangkitan sinyal elektris pada daerah tertentu pada korteks serebral. Potensial bangkitan visual(Visual Evoked Potential/VEP) Suatu pancaran cahaya difus akan menstimulasi retina. Sinyal visual yang dirangsang tersebut direkam di korteks oksipital. Gelombang positif pertama menunjukkan titik penting untuk mengukur konduksi melalui jaras visual. Penggunaan: deteksi multipel sklerosis; monitoring perioperative
Potensial bangkitan auditori batang otak (Brain Stem Auditory Evoked Potential/BAEP) Aktifitas elektrik yang terpicu dalam 10 milidetik pertama setelah suatu stimulus klik menggambarkan suatu pola gelombang yang berhubungan dengan konduksi melalui jaras auditori di nervus VIII, nucleus, pons, dan midbrain. Penggunaan: pemeriksaan pendengaranterutama pada anak-anak; deteksi lesi batang otak intrinsik dan ekstrinsik dan sudut serebellopontin; pemeriksaan perioperative; penilaian fungsi batang otak pada pasien koma.
Potensial bangkitan somatosensori (Somatosensory Evoked Potentials/SEP) SEP direkam di atas korteks parietalis sebagai respon terhadap stimulasi dari nervus perifer. Elektroda lainnya diletakkan pada titik yang lain sepanjang jaras sensoris untuk merekam aktifitas asendens. Penggunaan: Deteksi lesi pada jaras sensoris Perekaman perioperatif
Mielografi
Injeksi kontras larut air ke dalam theca lumbal dan melakukan pencitraan terhadap aliran kontras yang naik ke cervicomedullary junction menghasilkan suatu metode skrining yang (meskipun invasif) untuk menggambarkan seluruh medulla spinalis dan cauda equine terhadap adanya lesi kompresi. CT scan dan MRI secara bertahap menggantikan peran dari myelografi, tetapi pengenalan kontras larut air dosis rendah dapat memperjelas pencitraan CT scan aksial dari spinal kord dan akar saraf. Permasalahan
Nyeri kepala 30%, mual dan muntah 20%, dan kejang 0.5% Arakhnoiditisjarang terjadi pada kontras yang larut air Injeksi subdural secara tidak sengaja Hematoma Impaksi tumor spinal dapat mengikuti kehilangan cairan serebrospinal dan meningkatkan efek kompresi serabut, mengakibatkan deteriorasi klinis.
Lumbal Pungsi
Lumbal pungsi dapat dilakukan untuk
Memperoleh LCS untuk analisis lebih lanjut Drainase LCS dan menurunkan tekanan intrakranial, contohnya pada hidrosefalus
Teknik
Posisi pasien yang benar sangatlah penting. Buka lamina vertebra dengan menempelkan lutut di dada dan memfleksikan leher. Identifikasi lokasi pungsi. Yang paling sering digunakan adalah jarak L3/4 Bersihkan area pungsi dan injeksikan beberapa mililiter anestesi lokal Persiapkan stilet 20G jarum lumbal puncture dan masukkan dengan sudut kecil mengarah ke kepala, sehingga menjadi paralel dengan prosesus spinosus Tarik stilet dan kumpulkan LCS
Cairan Serebrospinal
Pengumpulan Cairan Serebrospinal Perdarahan subarachnoid atau tertusuknya pembuluh darah dengan jarum,dapat mengakibatkan cairan serebrospinal tercemar darah. Untuk membedakan, kumpulkan LCS dalam tiga botol. Bila ketiganya tercemar merata, kemungkinan perdarahan subarachnoid, jika bersih pada botol ketiga, kemungkinan traumatic tap
Pengukuran tekanan LCS Periksa kepala pasien (foramen Munro) segaris dengan tempat pungsi lumbal. Hubungan manometer lewat sebuah 3-way dan biarkan LCS mengalir ke atas. Bacalah ketinggiannya. Nilai normal: 100-150 mm LCS.
Biokimia
Protein (N= 0.15-0.45 g/dL) Glukosa (N= 0.45-0.70 g/dL) 40-60% dari gula darah yang diukur secara simultan
Uji khusus Kecurigaan: Tumor ganas Tuberkel Infeksi non-bakterial Penyakit demyelinisasi Neurosifilis Kriptokokkus HIV
: sitologi : pengecatan Ziehl-Nielsen, kultur Lowenstein-Jensen : uji virology, fungi, dan parasit : pita oligoklonal : VDRL test FTA-ABS test Uji imobilisasi Treponema pallidum : kultur dan deteksi antigen : kultur dan deteksi antibody dan antibody viral (anti HIV IgG)
Komplikasi Herniasi tonsiler Nyeri kepala transien (10%), nyeri radikuler (10%), atau palsi okuler (1%) Perdarahan epidural sangat jarang
LOGO