Buat Fitokimia

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID

DALAM DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.)


Amelia Kurnia & Dewi Shoimah D3 Pharmacy
Daun Beluntas
Beluntas merupakan tumbuhan semak yang bercabang
banyak, berusuk halus, dan berbulu lembut Umumnya
tumbuhan ini ditanam sebagai tanaman pagar atau bahkan
tumbuh liar, tingginya bisa mencapai 3 m apabila tidak
dipangkas, sehingga seringkali ditanam sebagai pagar
pekarangan.
Beluntas dapat tumbuh di daerah kering pada tanah yang
keras dan berbatu, pada daerah dataran rendah hingga
dataran tinggi pada ketinggian 1000 m dari permukaan laut,
memerlukan cukup cahaya matahari atau sedikit naungan,
dan perbanyakannya dapat dilakukan dengan setek batang
pada batang yang cukup tua.
Nama daerah: beluntas (Melayu), baluntas, baruntas
(Sunda), luntas (Jawa), baluntas (Madura), lamutasa
(Makasar), lenabou (Timor), sedangkan nama asing untuk
tanaman beluntas adalah Luan Yi (Cina), Phatpai
(Vietnam), dan Marsh fleabane (Inggris) Nama simplisia
beluntas adalah Plucheacea folium (daun), Plucheacea
radix (akar)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Asterales
Famili: Asteraceae
Genus: Pluchea
Spesies: P. indica
Nama binomial : Pluchea indica L.
Ciri Morfologi
Daun bertangkai pendek, letaknya berselang-seling,
berbentuk bulat telur sunsang, ujung bundar melancip
Tepi daun bergerigi, berwarna hijau terang, bunga
keluar di ujung cabang dan ketiak daun, berbentuk
bunga bonggol, bergagang atau duduk, dan berwarna
ungu. Buahnya longkah agak berbentuk gasing,
berwarna cokelat dengan bersudut putih.
Daun beluntas mengandung alkaloid, flavonoid, tanin,
minyak atsiri, natrium, kalium, aluminium, kalsium,
magnesium, dan fosfor. Sedangkan akarnya mengandung
flavonoid dan tanin (Dalimartha, 1999).
Daun beluntas berbau khas aromatis dan rasanya getir,
berkhasiat untuk meningkatkan nafsu makan (stomatik),
penurun demam (antipiretik), peluruh keringat (diaforetik),
penyegar, TBC kelenjar, nyeri pada rematik dan keputihan
(Dalimartha, 1999).
Penelitian - penelitian telah dilakukan dan menunjukkan
bahwa daun beluntas memiliki aktivitas antibakteri karena
adanya senyawa flavonoid (Purnomo, 2001).
Adanya kandungan flavonoid di dalam daun beluntas
membuat daun ini mempunyai sifat antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus yaitu suatu bakteri
penyebab bisul, jerawat, penyakit meningitis dan
penyakit arthritis.
Didalam Flavonoid Fenol mengganggu
perumbuhan bakteri E. Coli penyebab diare
Antibiotik yang biasanya digunakan untuk Jerawat,
bisul, dan diare adalah Tetrasiklin
Tetrasiklin
Rumus molekul : C22H24N208 ; BM : 480,91
Pemerian : Hablur, kuning, tidak berbau dan rasa pahit
Kelarutan : Larut dalam 10 bag. air dan dalam 100 bag.
Etanol (95%) p, praktis tidak larut dalam kloroform p,
dalam eter p, dan dalam etanol p,larut dalam alkalo
hidroksida dan dalam larutan alkali karbonat.
Stabilitas : Tidak stabil dengan sinar matahari yang kuat
pH : 1,8 2,8
Konsentrasi / dosis : Penggunaan sebagai salep mata :
1%
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan
mengidentifikasi senyawa flavonoid yang terdapat
dalam daun beluntas (Pluchea indica L.).
Dari proses isolasi akan didapatkan isolat-isolat
suatu senyawa atau kumpulan senyawa sehingga
dapat mempermudah untuk melakukan identifikasi
senyawa-senyawa yang terdapat dalam simplisia.
Sedangkan identifikasi diperlukan untuk
mengetahui jenis senyawa flavonoid yang berada
dalam simplisia.
METODOLOGI PENELITIAN

Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini
Daun beluntas (Pluchea indica L.) yang diambil dari tanaman yang terdapat
di daerah kampus Universitas Sam Ratulangi dalam keadaan segar.

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini


n-heksana,
nbutanol,
asam asetat,
metanol,
etanol 96% p.a,
amoniak,
serbuk seng,
asam klorida,
Plat kromatografi lapis tipis (KLT) dan aquades.
Peralatan
Alat alat yang digunakan pada penelitian
Oven,
neraca analitik,
Blender,
Pipet tetes,
Chamber KLT,
Lampu UV 254 nm dan 366 nm,
Sentrifuge,
Spektrofotometer UV-Vis, aluminium foil, vacum rotary
vaporator, peralatan gelas laboratorium dan kertas saring.
Cara Kerja

Sebanyak 50 gram serbuk simplisia daun beluntas dimasukkan ke dalam


Erlenmeyer (500 ml)

kemudian direndam dengan 250 ml pelarut etanol 96% p.a, ditutup dengan
aluminium foil dan dibiarkan selama 7 hari

sambil sesekali dikocok. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan


menggunakan vacum rotary evaporator pada suhu 70 derajat C

sehingga diperoleh ekstrak pekat daun beluntas. Ekstrak pekat daun beluntas
dicampurkan dengan etanol 96% p,a kemudian dipartisi dengan n-heksana.

Ekstrak yang diperoleh dilakukan uji fitokimia flavonoid.


Ekstrak yang positif mengandung flavonoid
dilanjutkan untuk di isolasi dan pemurnian dengan
teknik kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan
fase diam GF254 dengan ukuran 20 cm x 20 cm
dan fase gerak campuran dari n-butanol-asam
asetat-air (BAA) (4:1:5).

Selanjutnya isolat relatif murni diidentifikasi


menggunakan pektrofotometer Ultra Violet
Visibel.
HASIL PENELITIAN
Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah ekstraksi maserasi. Hasil maserasi yang di dapat
kemudian dipisahkan pelarutnya dengan menggunakan
vacum rotary evaporator dengan suhu 70C. Filtrat yang
diperoleh berwarna hijau pekat. Filtrat hasil penyaringan
difraksinasi dengan metode ekstraksi cair-cair
menggunakan corong pisah dengan pelarut n-heksana.
Untuk mengetahui kandungan kimia dalam tanaman
dilakukan skrining fitokimia. Dari skrining fitokimia yang
dilakukan, diperoleh hasil yang menunjukkan sampel positif
mengandung flavonoid.
Cont
Isolasi senyawa flavonoid daun beluntas dilakukan
dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). KLT yang
digunakan terbuat dari silika gel dengan ukuran 20 cm x
20 cm GF254 (Merck). Plat KLT silika gel GF254
diaktifasi dengan cara dioven pada suhu 100 C selama
1 jam untuk menghilangkan air yang terdapat pada plat
KLT (Sastrohamidjojo, 2007).
Ekstrak kental hasil ekstraksi dilarutkan dengan
etanol 6% p.a, kemudian ditotolkan sepanjang plat
dengan menggunakan pipet mikro pada jarak 1 cm dari
garis bawah dan 1 cm dari garis atas. Selanjutnya
dielusi dengan menggunakan eluen yang yang
memberikan hasil pemisahan terbaik pada KLT yaitu n-
butanol : asam asetat : air (BAA) dengan perbandingan
(4:1:5).a
Gambar 1. Foto plat hasil KLT ekstrak daun beluntas dengan eluen BAA (4:1:5) dengan sinar UV 366 nm

Hasil KLT seperti pada gambar 1 kemudian diangin-anginkan


dan diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang
366 nm. Noda yang terbentuk yaitu sebanyak 3 noda,
nodanoda tersebut lalu dilingkari dan dihitung nilai Rfnya.
Dari ketiga noda yang tampak, noda ketiga yang
berwarna hijau diduga mengandung karena setelah
diuapi dengan amoniak terjadi perubahan warna
sedikit pada noda ketiga yaitu berubah dari warna hijau
ke hijau tua.
Metode yang digunakan untuk identifikasi ialah metode
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 200-400
nm. Ketiga isolat hasil KLT yang telah dikerok dan
disentrifuge kemudian dibaca pada alat spektrofotometer
UV-Vis menggunakan pelarut baku metanol. Dari ketiga
isolat tersebut, isolat ketiga yang memiliki hasil spektrum
senyawa flavonoid yaitu flavonol
Gambar 3. Spektrum UV-Vis pembanding rutin kuersetin
pada panjang gelombang 200-400 nm.
Pembahasan
Daun diambil pertengahan ranting Kandungan Flavonoid
dibanding yang di pucuk / daun muda
Pengeringan
1. Diangin2kan 2 minggu suhu kamar menghilangkan air dan
mencegah terjadinya perubahan kimia.
2. Di oven pada suhu 40 C selama 3 hari air yang masih
terdapat dalam daun beluntas dapat lebih diminimalisir.
Sampel yang telah kering diblender memperluas permukaan &
membantu pemecahan dinding & membran sel memudahkan
ekstraksi
Metode ekstrasi adalah Maserasi (Perendaman) Flavonoid tidak
tahan panas
Ekstraksi dengan etanol flavonoid dalam daun beluntas bersifat
polar
Waktu maserasi 7 hari + pengocokan terlarut sempurna
Vacum yang dipakai dalam proses maserasi berfungsi untuk
mempermudah proses penguapan pelarut dengan memperkecil tekanan
dalam vacum daripada di luar ruangan, sehingga temperatur di bawah titik
didih dan pelarut dapat menguap.
Warna hijau pekat pada filtrat terbentuk karena pelarut yang digunakan
tidak hanya mengekstraksi senyawa flavonoid melainkan juga
mengekstraksi klorofil yang ada dalam tumbuhan. Filtrat hasil penyaringan
difraksinasi dengan metode ekstraksi cair-cair menggunakan corong pisah
dengan pelarut nheksana untuk memisahkan senyawa-senyawa nonpolar
seperti klorofil, triterpen, lemak dan senyawa nonpolar lain. Penambahan
nheksana sebanyak 100 ml memisahkan senyawa nonpolar yang ada
dalam ekstrak dan meningkatkan koefisien distribusi. Penambahan n-
heksan menyebabkan terbentuk 2 fase dan terdapat endapan pada
dinding dasar corong pisah yang berwarna cokelat, karena kedua pelarut
tersebut memiliki berat jenis dan kepolaran yang berbeda. Berat jenis n-
heksana lebih besar dari pada etanol sehingga lapisan n-heksana berada
di bagian bawah dan lapisan etanol berada di bagian atas.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa flavonoid dapat di isolasi dan di
identifikasi dari daun beluntas dengan metode
kromatografi lapis tipis dan spektrofotometer UV-Vis
dan jenis senyawa flavonoid yang ditemukan ialah
flavonol.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai