Unduh sebagai PPT, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36
ANALISIS ETIK TERKAIT
RESUSITASI JANTUNG PARU
FERRYAL BASBETH, RIZQAN ALAMSYAH DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JL LETJEN SUPRAPTO JAKARTA PUSAT 10510 021 4244574 [email protected] Pendahuluan • RJP adalah intervensi medis yang tujuannya mempertahankan hidup, memulihkan kesehatan, mengurangi penderitaan dan membatasi cacat. • Meskipun prinsip-prinsip beneficence, non maleficence, otonomi, dan justice dapat diterima tetapi prinsip-prinsip ini dapat bervariasi antara kebudayaan yang berbeda. • Di AS penekanan terutama pada otonomi pasien perorangan • Di Eropa lebih menekankan pada penyedia layanan kesehatan dan tugas mereka mengambil keputusan tentang pasien mereka. • Dibeberapa negara Asia manfaat untuk masyarakat pada umumnya lebih besar dari pada otonomi individu • Otonomi pasien umumnya dihormati secara etis dan sebagian besar negara adalah legal • Akan tetapi ini membutuhkan seorang pasien yang dapat berkomunikasi dan dapat menyetujui atau menolak intervensi • Di banyak negara termasuk AS, pasien dewasa dianggap memiliki kapsitas pengambilan keputusan kecuali jika pengadilan telah menyatakan mereka tidak kompeten untuk membuat keputusan seperti itu • Di negara lain keputusan pengadilan tidak diperlukan untuk menegakan inkompetensi karena penyakit jiwa yang dialaminya • Hasil RJP hingga saat ini dinilai masih buruk • Peraturan-peraturan yang ada serta keputusan klinis yang salah menimbulkan tindakan RJP yang tidak semestinya, sehingga menimbulkan tindakan yang merusak atau merugikan. Kasus 1 • Pasien 90 th dengan Ca stadium lanjut dirawat di rumah sakit dalam keadaan stadium terminal. • Tim resusitasi yang terdiri dari dokter, perawat dan ahli terapi pernafasan segera datang. Permintaan DNR belum ditulis, kebijakan RS membutuhkan tim resusitasi untuk melakukan RJP. Kasus 2 • Pasien 60 th sehat dan kuat dirujuk ke RS karena nyeri dada yang tidak jelas. Setelah dilakukan evaluasi ia ditanyakan tentang pilihan RJP, ia mengindikasikan bahwa dirinya tidak menginginkan untuk dilakukan tindakan RJP dan menyetujui perintah DNR. Dalam waktu 1 jam ia mengalami fibrilasi ventrikel dimana pada keadaan seperti ini masih bersifat life saving. Paramedis merasa tidak melakukan intervensi karena perintah DNR dan telah disiapkan letting die • Untungnya pasien tiba-tiba kembali ke ritme normal. Ketika ditanya untuk ke dua kalinya pasien berubah pikiran Beneficence • Th 1940 – 1950 perawatan intensif meningkatkan harapan hidup dari penyakit poliomyelitis bulbar dari 15% sampai > 50% • 1 dekade kemudian 14 dari 20 pasien (70%) ditangani dengan pemijatan jantung dan bertahan hidup. • Th 1985 RS John Hopskin tingkat pemulangan pasien 14%, dan th 1994 di bawah 10% dan tingkat kesuksesan sekitar 70% tidak pernah di duplikasikan. • Keuntungan terbesar dari RJP dengan tingkat kemungkinan hidup lebih dari 20% telah dilaporkan ketika henti jantung selama tindakan anestesi, overdosis obat, dan penyakit jantung koroner atau aritmia ventrikuler primer. • Th 1995 tingkat pemulangan pasien hanya berkisar 17% yang diikuti pelaksanaan tindakan RJP pada pasien di ruangan unit jantung koroner terpadu, dan dimonitor oleh pegawai yang terlatih • Jarang sekali pasien bertahan hidup setelah dilakukan RJP dimana henti jantung yang timbul disebabkan oleh penyakit selain jantung atau disfungsi organ • Harapan hidup pasien setelah dilakukan tindakan RJP sangat buruk (<5%) ketika henti jantung terjadi pada pasien dengan gagal ginjal, kanker (kecuali dengan penyakit yang minimal), atau AIDS; dan dengan tidak adanya penyakit penyebab yang ireversibel, diikuti dengan trauma, perdarahan, hipotensi yang berkepanjangan atau pneumonia. • Dibatasinya RJP telah meningkatkan derajat harapan hidup pasien sebesar 10,5% setelah tindakan RJP dibandingkan dengan 7-10% lainnya yang mengalami henti jantung setelah tindakan RJP • Ruang lingkup RJP yang diinisiasi cepat di Seattle menghasilkan tingkat harapan hidup sebesar 36%, hasil ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan data yang terdapat di literatur saat ini. Non Maleficence • Prinsip Do No Harm • Insiden kerusakan otak berkaitan dengan tindakan RJP berbeda-beda antara 10-83%. • Pada salah satu penelitian, 55 dari 60 anak meninggal karena pemberian resusitasi yang berkepanjangan; kelima anak yang bertahan hidup berada pada kondisi koma persisten atau status vegetatif pada saat di Rumah sakit. • Banyak pasien dengan disabilitas berat yang diikuti dengan kerusakan otak berada dalam kondisi yang sama dengan kematian. • Resusitasi jantung paru menjadi berbahaya dan bersifat merusak ketika resiko kerusakan otak relatif tinggi. • Sejak gangguan aliran darah ke otak atau ke jantung dapat menyebabkan kerusakan berat, resusitasi dapat dikatakan berhasil hanya jika dilakukan tepat waktu • Laporan dari Swedia melaporkan bahwa angka harapan hidup melebihi 80% pada pemberian RJP oleh orang disekitar korban dan ambulan datang kurang dari dua menit, akan tetapi angka ini menjadi lebih buruk bahkan kurang dari 6% ketika ambulan datang lebih dari enam menit atau tidak ada orang disekitar korban yang melakukan RJP • Resusitasi jantung paru merupakan salah satu tindakan yang kasar, bahkan beberapa kalangan menyebutnya pelecehan, dan tindakan intervensif. Ketika kehidupan telah dirampas dari kematian, maka hal ini merupakan kondisi yang tidak berkaitan. • Bagaimana dengan tindakan intervensi dengan sedikit memberikan manfaat? • Siapakah yang seharusnya memutuskan untuk dilakukannya tindakan tersebut? • Ketika kehidupan seseorang dilukiskan dengan penyakit lanjut, ketergantungan atau demensia, maka keuntungan yang didapat dari tindakan RJP tidak adekuat. • Tindakan RJP dikatakan tidak merusak jika keuntungan yang didapatkan lebih besar • Perwatan medis akan sia-sia jika tujuanya tidak dapat dicapai. • Hal yang ditentukan dalam kegagalan medis adalah kehidupan yang panjang dan kualitas hidup. • Intervensi yang tidak dapat membuat setiap peningkatan panjang dan kualitas hidup adalah sia-sia. The principle of futility • Tomlinson dan Brody mengakui bahwa untuk menyatakan suatu tindakan atau intervensi medis itu tidak berguna harus memenuhi kriteria ketidakseimbangan, ketidakpastian dan kewajiban akan tanggung jawab • Schneiderman dan Jecker telah mempelajari tentang makna kesia-siaan dan membuat definisi kuantitatif dari sia-sia yang membutuhkan kepastian bahwa intervensi tersebut minimal 100 kali gagal digunakan. • Diskusi mendalam dengan pasien dan atau keluarga merupakan bagian dari evaluasi manfaat dan beban/masalah yang sangat penting untuk dilaksanakan. Justice • Dokter harus menyesuaikan diri sesuai sumber penghasilan lingkungan masyarakat • Pelayanan kesehatan dasar seharusnya: – Mencegah, mengobati, paliatif atau mengusahakan kelangsungan hidup 1 tahun lebih dari 75 persen. – Menghasilkan lebih sedikit toksisitas atau disabilitas jangka lama. – Dapat memberikan manfaat – Secara nyata lebih menguntungkan daripada memberatkan. Autonomy • Kant dan Rawls sebuah keputusan moral otonom harus rasional dan tidak memihak salah satu keputusan • Beberapa ahli menyimpulkan bahwa pasien harus dapat menentukan pengobatannya sendiri • Advanced Directives membolehkan individu memiliki kemampuan untuk mengatur pelayanan kesehatan hingga akhir • Advanced directives adalah ungkapan seseorang tentang pikiran, keinginan atau preferensi kepeduliannya tentang end of life Advanced Directives • Biasanya orang jarang merencanakan tentang kematiannya • Sebuah tool untuk membantu pasien berpikir dan berkomunikasi untuk menentukan pilihannya • Dokter jarang mendiskusikan advanced directives, bahkan dengan pasien yang sakit parah sekalipun • Banyak pasien memiliki pamahaman yang samar- samar tentang CPR Advanced Directives • Dokumen legal • Hak otonomi pasien yang memperkenankan pasien • Instruksi kepada dokter dan tim kesehatan yang profesional • Tentang jenis pengobatan yang pasien inginkan • Disaat pasien menjadi tidak mampu membuat keputusan untuk dirinya pada saat stadium terminal. • Doktrin “inform consent”. Siapa yang harus memiliki salinan advance directives? • Salinan dokumen harus disimpan oleh dokter, rumah sakit, keluarga dan orang yang dipilih sebagai wali • Pasien harus memberitahu dokter, perawat atau pihak yang merawat bila memiliki advance directive • Pasien harus membawa salinan dokumen bila akan dirawat di rumah sakit Bagaimana sebaiknya sikap tenaga medis pada pasien yg membawa instructional directives?
• Memasukannya kedalam medical record
• Melakukan tindakan sesuai dengan instruksi yang ada dalam advanced directives ketika pasien ditentukan menjadi “lack of decision making capacity”. • Memberitahukan kepada semua petugas kesehatan lainnya untuk mengikuti instruksi yang ada pada advanced directives. Membuat Advanced Directives • Pasien tidak memerlukan pengacara untuk membuat advance directives, cukup mengisi formulir yang sudah tersedia • Ditanda-tangani di hadapan dua saksi dan notaris untuk keabsahannya, kompeten >18 th • Wali perawatan kesehatan yang tercantum di dalam Durable Power of Attorney for Health Care, tidak boleh bertindak sebagai saksi. (New Hampshire, Foundation for Healthy Communities, 2002). Syarat menjadi Power of Attorney (berdasar pada tabel Missouri) • Bukan hakim yang bekerja full time atau juru tulis pengadilan, atau yang berhubungan. • 18 tahun ke atas, bukan orang yang diputuskan akan menjadi incapacitated atau tidak mampu dan bukan pecandu obat-obatan. • Bukan orang yang sedang dirawat oleh dokter (bukan pasien) New Hampshire Partnership for End-of-Life Care, yang dapat dipilih sebagai wali: • Harus seseorang yang dikenal pasien dan dipercaya • Harus berusia sekurangnya 18 tahun. • Jika pasien memilih provider kesehatan atau tempat perawatan kesehatan maka orang tersebut harus memilih untuk bertindak sebagai wali (agen) perawatan kesehatan pasien atau sebagai provider kesehatan atau penyedia tempat perawatan pasien, dan undang-undang tidak mengizinkan seseorang untuk melakukan keduanya sekaligus Keuntungan Advanced Directives • Membantu dokter dan rumah sakit dalam menyelesaikan pertanyaan etik yang berhubungan dengan perawatan medis. • Membantu keluarga pasien dan teman-teman pasien dengan membebaskan mereka dari beban dalam pengambilan keputusan ttg hidup matinya seseorang. • Pasien membiayai dirinya sendiri dalam mengambil keputusan ttg dirinya Tidak memerlukan pengacara • Document dapat diubah setiap saat Pencabutan Advanced Direcitves • Pasien dapat mencabut atau membatalkan advance directive secara lisan atau tertulis setiap saat. • Perceraian secara otomatis membatalkan Durable Power of Attorney for Health Care jika yang menjadi wali perawatan kesehatan adalah pasangannya dan belum ada nama alternatif lain di dalam dokumen tsb • Advance directives atau Petunjuk perawatan didepan, tidak perlu diperbarui. Namun, jika pasien ingin mengubah sesuatu pada Durable Power of Attorney for Health Care atau Living Will, harus mengisi dokumen baru. Surrogate-Decision Making • Di AS bila pasien menjadi inkapasitas maka saudara dekat, teman dapat menjadi pengganti pembuat keputusan untuk pasien. • Pasien yang kompeten pun dapat memberikan kuasa untuk pembuat keputusan dengan durable power of attorney • Pengampu yang tepat adalah seseorang yang mengetahui pasien dan kecakapan pasien, harapan pasien dan nilai-nilai yang diinginkan pasien • Standar apa yang akan digunakan oleh pengampu untuk mengambil keputusan? Standard untuk pengampu dalam mengambil keputusan melakukan terapi medis?
• “substituted judgment” (keputusan pengganti):
– Surogate sebaiknya mengambil keputusan pasien, yang akan dibuat oleh pasien itu sendiri seandainya pasien tersebut dapat melakukannya – Surogate sebaiknya tidak melakukan sesuatu kepada pasien bila pasien tidak ingin hal tersebut dilakukan terhadap dirinya – proses ini sering membebaskan pengampu dari persepsi bahwa dia yang mengambil keputusan tentang mati atau hidup • Bagaimana tahu tentang keinginan pasien? • Advance Directive, Kata-kata terakhir kepada orang yang dicintainya tentang apa yang dia inginkan atau tidak dia inginkan Standard untuk pengampu dalam mengambil keputusan melakukan terapi medis?
• ”best interest” atau standard keinginan yang
terbaik Bila tidak mungkin mendapatkan ”subsitutude Judgment” karena tidak ada pengampu atau tidak ada pengetahuan/ pengalaman proxy • ”Just do whatever you think its right” • ”lakukan apa yang dapat dilakukan bila ini menjadi yang terbaik” ternyata ini tidak sederhana dan tidak mudah dilakukan Standard untuk pengampu dalam mengambil keputusan melakukan terapi medis? • Bila sulit mengambil keputusan ”best interest” maka dapat dipikirkan ” what would most people choose in this situation” atau apa yang terbanyak orang inginkan pada situasi seperti ini • Sebaiknya melibatkan opini kedua atau opini ke tiga, • Mungkin juga melakukan konsultasi dengan orang yang mengerti betul tentang ethics, sementara dilakukan penilaian langsung terhadap pasien dan kualitas hidupnya. Rekomendasi RJP • RJP seharusnya dilakukan ketika terdapat indikasi. • RJP seharusnya tidak dilakukan ketika terdapat penolakan atau tidak ada indikasi. • RJP seharusnya dilakukan tidak terlalu sering ketika tindakan tersebut merupakan kontraindikasi. RJP diindikasikan • Untuk henti jantung yang disaksikan langsung, • Irama jantung yang tidak beraturan (ventricular fibrillation atau takikardi), • Selama operasi dan prosedurnya dan sebagai bagian dari protokol yang benar. RJP tidak diindikasikan • Jika pasien tidak mengiginkan RJP; • Jika henti jantung dan napas tidak terdeteksi dini, kecuali kalau beberapa tanda kehidupan tetap ada; • Jika RJP tidak dimulai dalam jangka waktu 6 menit dari henti jantung atau sudah dilanjutkan lebih dari 30 menit (kecuali hipotermia); • Untuk pasien dengan keadaan vegetatif yang menetap, koma atau gagal jantung dan paru berat, kanker stadium lanjut atau tahap akhir penyakit lainnya. RJP merupakan kontraindikasi relatif • Jika diketahui bahwa pasien mengalami kemunduran fisik sebelum terjadi henti jantung; • Untuk pasien yang menderita demensia berat, dan mungkin untuk pasien yang menderita demensia sedang (RJP bertujuan untuk mencegah kematian dini dan tidak sesuai pada pasien yang mempunyai gejala-gejala penuaan yang lanjut dan melemahkan pasien.); • Untuk pasien dengan kanker (yang jarang dapat bertahan hidup dengan RJP menurut literatur medis.) Namun, beberapa pasien mempunyai kanker yang minimal dan berhak untuk dilakukan RJP; • Untuk pasien epidemic AIDS yang mengalami henti jantung sebagai komplikasi akhir. Kesimpulan • RJP berarti resusitasi lengkap untuk henti jantung dan henti napas, meliputi kompresi dada, ventilasi dan dukungan farmakologik serta elektromekanik. • Tidak dilakukan jika tidak diinginkan pasien atau tidak ada kontra indikasinya • Jarang dilakukan bila ditemukan indikasi relatif • Perkembangan terkini yang menarik adalah dilaporkan bahwa RJP menunda terjadinya kematian tetapi tidak mengubah keadaan selanjutnya Sebagai efek yang memberatkan secara kasar berhubungan dengan kelangsungan hidup, – RJP, pada kelompok pasien yang diperkirakan kelangsungan hidupnya hanya 20-50% adalah percobaan, secara umum bermanfaat untuk evaluasi lebih jauh dan perbaikan. – RJP dengan perkiraan kelangsungan hidup 5-20% adalah tindakan percobaan yang kurang efektif, yang diperlukan untuk evaluasi lebih jauh dan perbaikan. – RJP dengan diperkirakan kelangsungan hidup di bawah 5% atau dengan terlambatnya tindakan terbukti tidak sukses untuk dicoba dan tidak dianjurkan untuk dilakukan.