8 Urbanisasi Dan Migrasi
8 Urbanisasi Dan Migrasi
8 Urbanisasi Dan Migrasi
2
Urbanisasi: Tren dan Proyeksi
Hubungan positif antara urbanisasi dan pendapatan perkapita merupakan “fakta
khusus” paling jelas dan menonjol dari proses pembangunan. Umumnya, semakin maju
suatu negara berdasarkan pendapatan perkapita, semakin besar jumlah penduduk yang
mendiami kawasan perkotaan. Peraga 7.1 menunjukkan urbanisasi versus GNI perkapita;
negara-negara berpendapatan paling tinggi, seperti Denmark, adalah negara paling urban
(penduduknya paling banyak menghuni kawasan perkotaan); sedangkan negara-negara
paling miskin, seperti Rwanda, adalah negara yang penduduknya tidak banyak berdiam di
kawasana perkotaan. Pada saat yang sama, meskipun suatu negara menjadi lebih urban
ketika berkembang, negara-negara termiskin sekarang lebih urban daripada negara-negara
maju sekarang ketika dahulu berada pada tingkat pembangunan yang setara sebagaimana
yang diukur dengan pendapatan perkapita; dan rata-rata negara berkembag sekarang
mengalami urbanisasi lebih cepat.
3
Peraga 7.2 menunjukkan urbanisasi antarwaktu tertentu dan antartingkat
pendapatan yang berbeda dari tahun 1970 sampai tahun 1995. Setiap segmen garis mewakili
lintasan perjalanan sebuah negara; dimulai dari titik-titik solid yang mewakili tingkat
pendapatan dan urbanisasi pada tahun 1970 bagi negara tertentu, dan berakhir pada ujung
bagian garis (yang berbentuk wajik) yang menunjukkan tingkat pendapatan dan urbanisasi
negara bersangkutan pada tahun 1995. Ketika garis-garis itu mengarah ke kiri, yang
menunjukkan adanya penurunan pendapatan perkapita dalam periode tersebut, semua garis
itu umumnya mengarah ke atas, mengidikasikan masih berlanjutnya urbanisasi. Singkatnya,
urbanisasi sedang terjadi di semua negara di dunia, sekalipun dengan tingkat yang berbeda-
beda.
4
Dalam peraga 7.3 hampir semua tambahan penduduk dunia akan
menyebabkan pembengkakan jumlah penduduk di kawasan perkotaan karena
para migran terus membanjiri kota dari kawasan pedesaan, dan pada saat yang
sama tingkat urbanisasi di negara berkembang semkain mendekati tingkat
urbanisasi di negara maju.
Meluasnya urbanisasi berlangsung cepat dan bias perkotaan (urban
bias) dalam strategi pembangunan telah menyuburkan pertumnuhan
perkampungan miskin dan kumuh yang besar. (dilanjutkan ke hal391)
*Bias perkotaan = suatu gagasan bahwa hampir semua pemerintah negara
berkembang menerapkan kebijakan pembangunan yang lebih berpihak pada
sektor perkotaan, sehingga menimbulkan kesenjangan besar antara
perekonomian perkotaan dan perekonomian pedesaan. 5
Bab 7 Urbanisasi dan Migrasi Desa-Kota: Teori dan Kebijakan
PERANAN KOTA
6
Ekonomi aglomerasi merupakan keunggulan atau
efisiensi biaya yang diperoleh produsen ke konsumen
dari lokasi dalam kota besar atau sedang, yang
berwujud ekonomi urbanisasi dan ekonomi
lokalisasi. Ekonomi urbanisasi merupakan akibat
dari aglomerasi yang berkaitan dengan pertumbuhan
umum wilayah geografi yang terkonsentrasi. Sedangkan
ekonomi lokalisasi adalah akibat aglomerasi yang
diperoleh sektor – sektor ekonomi, seperti pembiayaan
dan kendaraan bermotor, ketika sector itu tumbuh dan
berkembang dalam suatu kawasan.
7
Distrik Industri
Definisi ekonomi tentang kota adalah “suatu
kawasan yang kepadatan penduduknya relatif tinggi,
dan memiliki sejumlah aktivitas yang sangat
berkaitan.” Perusahaan – perusahaan umumnya juga
lebih suka berada di lokasi yang memungkinkan mereka
belajar dari perusahaan lain yang melakukan pekerjaan
serupa. Imbas pengetahuan ini merupakan manfaat
ekonomi aglomerasi, bagian dari manfaat lokalisasi
yang disebut sebagai :distrik industri”. Di mana
tepatnya lokasi industri itu tidak menjadi masalah.
8
Kelompok – kelompok industri merupakan hal
yang biasa ditemukan di negara – negara berkembang.
Dari yang berada pada tahap – tahap pembangunan
industri yang bervariasi dari industry rumahan sampai
dengan industri manufaktur berteknologi maju. Namun,
kedinamisan kelompok tersebut berbeda – beda karena
cenderung terspesialisasi pada suatu bidang. Dalam
beberapa kasus, spesialiasasi yang sifatnya tradisional
itu telah berkembang menjadi kelompok usaha yang
lebih maju.
Kelompok usaha ini menyerupai distrik di negara
maju, tetapi memerlukan pembiayaan yang memadai
untuk berinvestasi dalam perusahaan – perusahaan inti
yang menggunakan barang modal dalam skala yang
besar.
9
Dalam studi yang dilakukan terhadap enam
kelompok usaha representative di Afrika, Dorothy
McCormick menyimpulkan bahwa, “kelompok usaha
dasar menyiapkan jalan; kelompok industrialisasi
memprakarsai proses spesialisasi, diferensiasi, dan
pengembangan teknologi; dan kelompok industri
canggih menghasilkan produk kompetitif di pasar yang
lebih luas. Dalam beberapa kasus, bukti menunjukkan
kegagalan koordinasi yang tidak ditanggulangi,
sehingga pemerintah dapat berperan aktif menetapkan
kebijakan untuk mendorong peningkatan kelompok
usaha. Dalam kasus – kasus lainnya, justru pemerintah
yang menyebabkan kemandekan gugus usaha karena
menerapkan peraturan yang kaku dan tidak rasional,
yang akibatnya jauh lebih merusak ketimbang
ketidakacuhan terhadap kelompok usaha di sektor
informal. 10
Keuntungan lainnya tercipta melalui investasi patungan
dan aktivitas promosi perusahaan-perusahaan dalam distrik
tersebut. Salah satu faktor yang menentukan dinamisme sebuah
distrik adalah kemampuan semua perusahaan di distrik itu untuk
menemukan mekanisme tindakan kolektif tersebut. Meski
pemerintah dapat menyediakan bantuan keuangan dan layanan
penting lainnya untuk memfasilitasi pengembangan kelompok
usaha, faktor yang juga penting adalah modal social (social
capital).
Modal sosial biasanya tumbuh dan berkembang secara
alamiah dalam komunitas ekonomi, dan tidak dapat diciptakan
secara paksa. Bahkan dengan adanya tindakan kolektif yang
menggantikan manfaat pasif aglomerasi, kelompok-kelompok
usaha tradisional mungkin tidak akan mampu bertahan dalam
bentuknya yang sekarang ketika bergerak ke tahap industrilisasi
yang lebih maju.
11
Skala Perkotaan yang Efisien
Ekonomi lokalisasi tidak bermaksud mengatakan bahwa
efisiensi akan tercapai ketika semua industri di sebuah Negara
dipusatkan ke sebuah kota. Efisiensi ini hanya dapat tercapai bagi
sejumlah industri yang terkait erat, seperti industri yang memiliki
keterkaitan yang kuat ke hulu dan ke hilir, tetapi tidak banyak
manfaatnya bagi industri yang tidak berkaitan untuk
menempatkan diri pada lokasi yang sama. Salah satu
pengecualian yang menonjol adalah kemungkinan terjadinya
imbas dari kemajuan teknologi di sebuah industri yang
penggunaannya diadaptasikan dalam industri lainnya. Akan
tetapi, terdapat juga beberapa Biaya Penumpukan (congestion)
yang penting.
12
Semakin tinggi tingkat kepadatan kawasan perkotaan,
semakin tinggi pula biaya real estate (tanah dan bangunan). Di
kawasan perkotaan yang besar, para pekerja boleh jadi harus
melaju (communiting) lebih jauh dan biaya transportasi yang
lebih tinggi dari tempat tinggal ketempat bekerja dan sebaliknya
akan mengakibatkan tuntutan upah yang lebih tinggi untuk
menutupi biaya ini. Selain itu, infrastruktur seperti air dan system
saluran pembuangan limbah memerlukan biaya lebih tinggi di
kawasan perkotaan yang terkonsentrasi. Secara teoritis, dengan
tingginya biaya transportasi barang jadi dan keinginan para
konsumen untuk berlokasi di kota terbesar demi mengurangi
biaya transportasi itu sebanyak mungkin, maka aktivitas ekonomi
kemungkinan akan semakin terkonsentrasi di dalam sebuah kota
(ini dikenal sebagai “efek lubang hitam” atau “black hole”) tetapi,
umumnya akan jauh lebih efisien untuk meningkatkan system
transportasi suatu Negara, ketimbang membayar biaya
pemeliharaan kompleks perkotaan raksasa. 13
Dua Teori yang terkenal mengenai ukuran kota, yaitu :
Model hierarki kota (teori tempat pusat/central place theory)
Biaya Transportasi.
14
Semakin besar skala ekonomi produksi dan semakin
rendahnya biaya transportasi, maka semakin besar pula radius
wilayah yang harus dilayani industri untuk meminimalkan biaya.
Sebaliknya, jika harga lahan dan bangunan yang ditawarkan
terlalu tinggi di kota yang dituju, maka radius yang tercipta akan
lebih kecil. Hasilnya adalah kota-kota kecil yang memiliki
aktivitas dengan radius pasar yang kecil , sementara kota-kota
besar memiliki beragam aktivitas dengan radius kecil dan besar .
Secara umum,dapat dikatakan bahwa aktivitas dengan
cakupannya nasional, seperti pemerintahan dan keuangan, akan
berlokasi di sebuah kota (meski tidak harus kota besar yang sama,
karena adanya efek dari biaya penumpukan). Jelas bahwa
pendekatan hierarki kota lebih baik diterapkan dalam industry
nonekspor ketimbang dalam industry ekspor.
15
Masalah yang Ditimbulkan Kota Raksasa
Rute transportasi utama di Negara-negara berkembang
umumnya adalah warisan zaman colonial. Para ilmuan aliran
ketergantungan telah membandingkan jaringan transportasi
colonial dengan system drainase, yang mengedepankan
kemudahan pengurasan sumber daya alam negeri jajahan. Dalam
banyak kasus, ibu kota akan berlokasi dekat pintu keluar system
ini yaitu pantai tepi laut. Jenis system transportasi ini juga diacu
sebagai “system hub-and-spoke” yang tampak jelas jika ibu kota
suatu Negara berlokasi di wilayah bagian dalam Negara itu.
Banyak Negara yang mewarisi system jaringan transportasi
terpusat era colonial, contohnya di banyak Negara Afrika dan
Amerika Latin, yang pada zaman penjajahan memudahkan
pergerakan pasukan dari ibu kota ke kota-kota lainnya untuk
menekan pemberontakkan. 16
Adakalanya sebuah kota inti (urban core) menjadi
terlalu besar, sehingga tidak lagi dapat mempertahankan
biaya industri yang berlokasi di tempat itu pada tingkat
minimum. Dinegara-negara maju, Sejumlah kota inti lainnya
sering kali berkembang di dalam wilayah metropolitan yang
luas, yang memungkinkan wilayah itu secara keseluruhan
memperoleh manfaat, aglomerasi, dan pada saat yang sama
menurunkan sebagian biaya, atau kota-kota baru akan
berkembang di wilayah lain yang benar-benar berada di
Negara itu. Akan tetapi, terbentuknya kota-kota inti baru ini
tidak terjadi dengan sendirinya jika masih ada sejumlah
keuntungan yang mungkin didapatkan dengan menempati
lokasi yang sama dengan perusahaan-perusahaan dan orang-
orang yang sudah ada.
17
Di Amerika Serikat, perusahan pengembang
sering menginternalisasikan eksternalitas dengan
menciptakan suatu “kota satelit” di kawasan
metropolitan, dengan membiayai dan membangn pusat
baru dikawasan yang harga tanahnya relatif murah
dengan jarak sekitar 10 sampai 50 km dari kota inti
asal. Hal ini terjadi, di bawah pengawasan pemerintah,
melalui peraturan tata ruang dan insentif dalam bentuk
kelonggaran pajak. Namun di negara-negara
berkembang, umumnya pasar modal tidak berjalan
cukup baik untuk mendorong terjadinya proses
pembangunan itu. Di Eropa, sector public memainkan
peran yang jauh lebih besar untuk mengoordinasikan
kota-kota baru dan pembangunan berskala besar.
18
Di Negara-negara berkembang, pemerintah
cenderung kurang terlibat dalam penyebaran aktivitas
ekonomi dengan ukuran yang lebih dapat dikelola atau,
andaikan mereka memang terlibat, sering kali kurang
efektif. Sebagai contoh, pemerintah mungkin berupaya
menyebarkan industri tanpa mempertimbangkan sifat-
sifat aglomerasi ekonomi, dengan memberikan insentif
untuk mewujudkan penyebaran itu, tetapi tidak ada
upaya mengelompokkan seumlah industri yang
berkaitan.
19
Bias Kota Utama
23
Sekor Informal Perkotaan
29
Akan tetapi, dampak migrasi terhadap proses
pembangunan sebenarnya jauh lebih luas daripada
dampaknya atas semakin parahnya
pengangguranterbuka dan terselubung di perkotaan.
Bahkan, kadar penting gejala migrasi di kebanyakan
Negara berkembang bukan padaprosesnya itu sendiri
atau bahkan pada dampaknya terhadap alokasi sumber
daya manusia.
Maka, upaya mendalami penyebab, determinan,
dan konsekuensi migrasi internal tenaga kerja dari desa
ke kota sangat penting artinya untuk lebih memahami
sifat dan karakter proses pembangunan dan untuk
merumuskan kebijakan dalam rangka memengaruhi
proses ini dengan cara-cara yang bisa diterima secara
sosial (tidak menimbulkan dampak negatif).
30
Menuju Teori Ekonomi tentang Migrasi Desa-Kota
31
Deskripsi Verbal Model Todaro
Model Todaro membuat dalil bahwa migrasi terjadi
sebagai respon terhadap perbedaan antara kota dan desa
dalam hal pendapatan yang diharapkan alih-alih pendapatan
yang sebenarnya.
Pada dasarnya, teori ini berasumsi para tenaga kerja
aktual ataupun potensial akan membandingkan pendapatan
yang mereka harapkan selama waktu tertentu di sektor
perkotaan (selisih antara hasil dan biaya bermigrasi) dengan
rata-rata pendapatan yang umumnya bisa diperoleh di
pedesaan.
Dengan demikian, migrasi desa – kota bukanlah suatu
proses yang memperhitungkan perbandingan antara tingkat
upah di kota dan di desa melainkan memperhitungkan
perbandingan antara pendapatan yang diharapkan di
pedesaan dan di perkotaan.
32
Sebagai ringkasan, model migrasi Todaro memiliki
empat karekteristik dasar sebagai berikut :
Migrasti terutama didorong oleh pertimbangan
ekonomi rasional mengenai manfaat dan biaya
tersmasuk pertimbangan psikologis.
Keputusan migrasi bergantung pada pertimbangan
mengenai selisih antara upah pedesaab dan upah
perkotaan yang diharapkan bukan pada selisih
aktual.
Probabilitas mendapatkan pekerjaan di perkotaan.
34
Pengadaan lapangan pekerjaan di perkotaanlah
bukan solusi yang memadai untuk mengatasi masalah
pengangguran di perkotaan.
Perluasan pendidikan yang dilakukan secara
serampangan akan mendorong lebih banyak orang
yang bermigrasi dan membengkaknya pengangguran.
Subsidi upah dan penetapan harga tradisional atas
factor yang langkah boleh jadi akan kontra produktif.
Program-program pembangunan pedesaan terpadu
harus didorong.
35
STUDI KASUS
India
Salah satu studi paling mendalam mengenai
migrasi desa-kota, yang telah menguji model migrasi
Todaro serta menggambarkan karakteristik para
migran dan proses migrasi, adalah studi yang dilakukan
Biswajit Banerjee dan dilaporakan dalam tulisannya
yang berjudul Rural to Urban Migration and the Urban
Labour Market: A Case Study of India.
36
Botswana
Sebuah studi tentang perilaku migrasi di
Botswana, dilakukan Robert E.B. Lucas, mengkaji
masalah-masalah tersebut dalam studi empiris yang
paling canggih secara ekonomi maupun statistik tentang
migrasi di negara berkembang. Model ekonometrinya
terdiri atas empat kelompok persamaan-untuk
pekerjaan, pendapatan, migrasi internal, dan migrasi ke
Afrika Selatan. Setiap kelompok diestimasi dari data
mikroekonomi tentang migran dan nonmigran
individual. Survei ini juga menggunakan informasi
demografi yang sangat rinci.
37
Kesimpulan
Berdasarkan tren jangka panjang, perbandingan
dengan negara-negara maju, dan masih kuatnya insentif
perorangan, maka dapat diperkirakan bahwa
berlanjutnya urbanisasi dan migrasi desa kota
kemungkinan tidak dapat dihindari. Bias perkotaan
mendorong terjadinya migrasi, tetapi investasi yang
difokuskan pada pertanian akan meningkatkan
produktifitas pedesaan sehingga tidak memerlukan
tenaga kerja yang banyak lagi, sementara mayoritas
alternative perluasan lapangan kerja cenderung
terkonsentrasi di perkotaan karena efek aglomerasi.
Selain itu, ketika pendidikan meningkat di pedasaan,
para pekerja mendapatkan ketertampilan yang mereka
perlukan, dan barangkali juga meningkatkan harapan
untuk mencari pekerjaan dikota.
38
Namun kecepatan laju migrasi desa kota sering kali
masih berlebihan dari sudut pandang sosial. Hal-hal yang
tampaknya menjadi consensus dari hamper semua ekonomi
mengenai bentuk strategi komprehensif untuk menangani
masalah migrasi dan lapangan kerja. Strategi ini memiliki 7
unsur sebagai berikut:
Menciptakan keseimbangan yang sesuai antara ekonomi
pedesaan dan ekonomi perkotaan.
Perluasan industry sekala kecil padat karya.
Menghilangkan distorsi harga factor.
Memilih teknologi produksi padat karya yang sesuai.
Memodifikasi keterkaitan antara pendidikan dan lapangan
kerja.
Menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk.
Mendesentralisasikan wewenang ke kota-kota dan wilayah
sekitarnya.
39
SELESAI
40