Trauma Sendi

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 29

TRAUMA SENDI

Pendahuluan
 Sendi merupakan pertemuan antara dua tulang
sehingga membentuk suatu struktur yang bersatu,
sendi ada yang menimbulkan pergerakan atau tidak
terjadi pergerakan.

 Stabilitas sendi meliputi stabilitas tulang (bone


stability) yaitu tulang yang membentuk sendi dan
stabilitas jaringan lunak (soft tissue stability) yang
berupa kapsul sendi dan ligamentum serta tendo /
otot-otot di dekat sendi itu.
 Trauma langsung akan mengakibatkan sendi
mengalami kontusi, dan bila trauma tersebut
lebih berat lagi dapat menimbulkan subluksasi
atau dislokasi bahkan fraktur intraartikular.

 Pada trauma tidak langsung (indirect injury)


maka jaringan lunak seperti ligamentum akan
teregang atau ruptur parsial yang disebut
dengan nama sprain dan strain.
Stabilitas dan instabilitas
Stabilitas sebuah sendi tergantung pada tiga faktor
utama, yaitu:
 a. bentuk, ukuran, dan susunan facies articularies;
 b. ligamentum (sebagai static stabilisers); dan
 c. tonus otot di sekitar sendi (sebagai dynamic stabiliser)

Derajat instabilitas sendi akibat trauma:


 a. Occult joint instability
 b. Subluksasi
 c. Dislokasi-luksasi
Definisi
 Instabilitas sendi tersembunyi ( occult joint instability )
Ketidakstabilan sendi seperti trauma pada sendi
pergelangan kaki akibat gaya trauma inversi. Pasien datang
dengan keluhan nyeri, edema, dan nyeri tekan pada lokasi dari
lesi sendi itu. Pada radiograph sendi pergelangan kaki itu
terlihat dalam batas normal, tapi pada pemeriksaan dengan
penekanan ke arah inversi atau eversi (stress X-ray examination)
pada sisi bagian bawah sendi yang mengalami nyeri itu, akan
tampak pelebaran rongga sendi pada sisi yang mengalami lesi.
 Subluksasi
Berpindahnya sebagian tulang dari ruang sendi, seperti
pada fraktur malleolus medialis sering disertai subluksasi sendi
pergelangan kaki, demikian juga fraktur malleolus lateralis.
Artinya masih terdapat sebagian permukaan sendi yang masih
berhubungan satu sama lain.
 Dislokasi (luxation)
Berpindahnya bagian tulang tulang dari ruang sendi. Bila
dislokasi tersebut disertai dengan fraktur intraartikular atau
fraktur ekstraartikular maka disebut fraktur-dislokasi. Sendi
yang rawan terhadap kelainan ini adalah sendi bahu, siku,
interphalanx( IP), panggul dan pergelangan kaki.
Klasifikasi
 Dislokasi dan Subluksasi diklasifikasikan berdasarkan
etiologinya menjadi kongenital atau dapatan. Dikatakan
kongenital saat sendi mengalami dislokasi saat dilahirkan
misalkan Congenital dislocation of hip (CDH). Dislokasi
dapatan dapat terjadi pada usia berapapun, dapat berupa
traumatik maupun patologis.
Dislokasi traumatik
 Cedera merupakan penyebab tersering dislokasi dan
subluksasi pada kebanyakan sendi.
 Acute traumatic dislocation : terjadi ketika tenaga merupakan
penyebab utama terjadinya dislokasi, mis. Dislokasi sendi bahu.
 Old untreated dislocation : dislokasi traumatik yang tidak
direduksi dapat muncul sebagai dislokasi
 Recurrent dislocation : penyembuhan yang tidak sempurna
menyebabkan kelemahan pada struktur penyokong, sehingga
dapat terjadi dislokasi berulang
 Fracture-dislocation : dislokasi berhubungan dengan fraktur.
Dislokasi Bahu (D. Glenohumeralis)
 Keluarnya caput humerus dari cavum gleinodalis

 Etio : 99% trauma

 Pembagian :
1. Dis. Anterior (98 %)
2. Dis.Posterior (2 %)
3. Dis. Inferior

 Mekanisme Trauma
1. Puntiran sendi bahu tiba-tiba
2. Tarikan sendi bahu tiba-tiba
3. Tarikan & puntiran tiba-tiba
Dislokasi Anterior
 Lengkung (contour) bahu berubah

 Posisi bahu abduksi & rotasi ekterna

 Teraba caput humeri di bagian anterior

 Radiologis  memperjelas Dx

 Rontgen Foto

 CT Scan
Penanganan
 Reduction

 Tertutup atau Terbuka


1. Tarikan langsung
1. Teknik Traksi & Teknik kounter traksi
2. Teknik Hippokrates

2. Reposisi sesuai arah trauma


1. Teknik Stimson (Gravitasi),
2. Teknik Milch
3. Teknik Kocher
1.Teknik Tarikan langsung
Reposisi dengan penarikan langsung
 Teknik Hipokrates
 Penderita tidur telentang

 Tangan ditarik dan kaki mendorong


diketiak
 Teknik Traksi & Kounter Traksi
 Penderita duduk

 Tangan ditarik kebawah dan ketiak


ditarik keatas
 Keduanya sangat traumatis  n axilaris
2.Teknik Sesuai Arah Trauma
Teknik Stimson
 Reposisi oleh berat tangan & gravitasi
 Telungkup dipinggir meja, Beban  2,5 kg
selama 15- 20 min

Teknik Milch
 Reposisi: tarikan dalam posisi telungkup
 Humerus di abduksi & rotasi ekterna
 Caput humeri didorong kedalam

Teknik Kocher
 Reposisi menyesuaikan arah trauma

 Humerus diputar keluar & siku kedada


Perawatan Pasca Reposisi
 Imobilisasi bahu posisi adduksi & rotasi interna

 Latihan ROM sendi.

 Komplikasi
1. Ggn ligament & kapsul sendi
2. Fraktur tulang sekitar sendi
3. Trauma vaskular (a. axilaris)
4. Habitual Dislocation
5. Trauma syaraf (10 %)  n. axilaris
Dislokasi Panggul (D. Kaput Femur)
 Keluarnya caput femur dari acetabulum.

 99% penyebab trauma

 Pembagian
1. Dislokasi Posterior: 85%
2. Dislokasi Anterior: 10-15%
3. Dislokasi Sentral

 Mekanisme Trauma  terbanyak dash board Injury

Dis.Posterior Dis. Anterior


Diagnosa
 Anamnesa
 Riwayat trauma & Nyeri hebat

 Pemeriksaaan
 Dislokasi Posterior  Fleksi, adduksi &
Internal rotasi
 Dislokasi Anterior  Fleksi abduksi &

ekternal rotasi

 Radiologis  Rontgen Foto

 Penanganan  Reposisi tertutup /terbuka


Reposisi Tertutup
 Teknik
 Teknik Hippocrates  tarikan langsung
 Teknik Gravitasi
 Teknik Bigelow
 Teknik Stimson

 Pasca reposisi
 Retaining  Skin traksi sampai hilang edema  2 minggu
 Rehabilitasi  latihan gerakan panggul
 Jalan pakai tongkat  12 minggu
 Folow up sampai 2 th  monitor avaskuler caput femur
Dislokasi patologis
 Pada permukaan sendi dapat terjadi kerusakan oleh karena
infeksi atau neoplasma. Hal ini dapat menyebabkan dislokasi
atau subluksasi tanpa trauma.
Diagnosis
 Anamnesis menunjukkan telah terjadi trauma
 Tanda klinis dislokasi antara lain :
 Nyeri
 Deformitas
 Bengkak
 Kehilangan kemampuan bergerak
 Pemendekan
 Pemeriksaan penunjang : X ray, CT Scan
Manajemen
 Reposisi : mengembalikan posisi kaput
 Tertutup
 Terbuka (Open Reduction), jika
 Gagal reposisi tertutup
 Neglected cases & Dislokasi lama
 Retaining : mempertahan hasil reposisi
 Rehabilitation : Mengembalikan pada fungsi
Soft tissue injury
 Sprain, strain, dan kontusio sebagaimana tendinitis dan
bursitis merupakan cedera jaringan lunak yang umum.
 Gejala yang umum ialah respon peradangan (kalor, dolor,
rubor, tumor, functio laesa)
 Stress test untuk mengecek kerusakan, pada grade 1 dan 2
akan terasa nyeri pada titik cedera, sedangkan pada grade
3 tidak.
 Penyebab cedera jaringan lunak terbagi atas 2 kategori,
cedera akut dan over use
 Cedera akut : disebabkan oleh trauma mendadak,
seperti jatuh, terpelintir, dsb. Contoh : sprain, strain
 Cedera overuse : cedera terjadi secara bertahap waktu
demi waktu, ketika olah raga atau kegiatan lainnya
sering dilakukan berulang, tubuh tidak memiliki
waktu yang cukup untuk menyembuhkan. Contoh :
bursitis dan tendinitis
Sprain
 Sprain merupakan cedera yang mengenai ligamen, baik berupa
tarikan maupun berupa robekan. Bagian tubuh yang rawan terkena
sprain ialah ankle, lutut, dan pergelangan tangan.

 Klasifikasi sprain dibagi atas 3 bagian berdasarkan berat ringannya


cedera
 Grade 1 : beberapa serabut ligamen putus, nyeri pada sendi dan
pembengkakkan, stabilitas sendi masih baik
 Grade 2 : lebih banyak serabut ligamen yang putus, terdapat nyeri
pada sendi dan pembengkakkan, dan sendi yang longgar
 Grade 3 : seluruh ligamen putus, terdapat nyeri yang berat,
pembengkakkan, ligamen telah putus seutuhnya sehingga sendi
menjadi tidak stabil
Strain
 Strain merupakan cedera yang mengenai otot/tendon.
 Klasifikasi strain dibagi atas 3 bagian
 Grade 1 : Pada strain tingkat I, terjadi regangan yang hebat,
tetapi belum sampai terjadi robekan pada jaringan otot maupun
tendon
 Grade 2 : Pada strain tingkat II, terdapat robekan pada otot
maupun tendon. Tahap ini menimbulkan rasa nyeri dan sakit
sehingga terjadi penurunan kekuatan otot
 Grade 3 : Pada strain tingkat III, terjadi robekan total pada unit
musculo tendineus. Biasanya hal ini membutuhkan tindakan
pembedahan, kalau diagnosis dapat ditetapkan
Manajemen awal
Protokol RICE secara umum digunakan dan sangat efektif
 Rest. Berhenti melakukan kegiatan yang menyebabkan cedera
 Ice. Menggunakan cold pack selama 20-30 menit beberapa
kali sehari.
 Compression. Untuk menanggulangi bengkak tambahan,
dapat digunakan elastic bandage
 Elevation. Untuk mengurangi bengkak, bagian yang cedera
diposisikan lebih tinggi dari pada jantung
Manajemen berdasarkan tingkatan
 Grade 1 : cukup diistirahatkan untuk memberikan waktu
regenerasi
 Grade 2 : prinsip RICE. Tindakan istirahat dalam bentuk
fiksasi dan imobilisasi selama 3-6 minggu.
 Grade 3 : pertolongan pertama dengan RICE kemudian
dilakukan tindakan bedah untuk menyambung kembali
robekan.
Hal-hal yang harus dihindari
Dalam 48-72 jam, hindari
 Heat : dapat meningkatkan perdarahan
 Alcohol : dapat meningkatkan perdarahan dan pembengkakan
 Running : beraktivitas dapat menyebabkan kerusakan yang
lebih berat
 Massage : pemijatan meningkatan perdarahan dan
pembengkakan.

Anda mungkin juga menyukai