Intervensi Sosial - 1

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

INTERVENSI SOSIAL (INTERVENSI LINGKUNGAN)

Intervensi sosial --- dapat diartikan sebagai cara atau strategi


memberikan bantuan kepada masyarakat
(individu, Kelompok, komunitas).

Intervensi sosial merupakan metode yang digunakan untuk


meningkatkan kesejahteraan seseorang melalui upaya
memfungsikan kembali fungsi sosialnya.
Intervensi sosial -----adalah upaya perubahan terencana
terhadap individu, kelompok, maupunkomunitas.
Dikatakan 'perubahan terencana' agar upaya bantuan yang
diberikan dapat dievaluasi dan diukur keberhasilannya.

Intervensi sosial dapat pula diartikan sebagai suatu upaya


untuk memperbaiki keberfungsian sosial dari kelompok
sasaran perubahan, dalam hal ini, individu, keluarga, dan
kelompok.
• Keberfungsian sosial menunjuk pada kondisi di mana
seseorang dapat berperan sebagaimana seharusnya sesuai
dengan harapan lingkungan dan peran yang dimilikinya.

• Penggunaan kata ‘intervensi sosial’ --- ‘intervensi’


bertujuan menggaris bawahi dua pertimbangan:
Pertama, individu merupakan bagian dari sistem sosial
sehingga walaupun metode bantuan utama adalah terapi
psikologi yang bersifat individu, lingkungan sosialnya juga
perlu diberikan ‘perlakuan’ atau intervensi.

Hal ini didasari pandangan bahwa, klien akan dikembalikan


kepada lingkungan asalnya kelak setelah ‘sembuh’.

• Apabila lingkungan sosialnya tidak dipersiapkan untuk menerima


klien kembali, dikhawatirkan kondisi klien kembali seperti semula
sebelum mendapat penanganan.

• Kedua, intervensi sosial menunjuk pada area intervensi dan tujuan.


Hal ini kemudian akan memunculkan pertanyaan siapakah yang
menentukan tujuan.


• Tujuan ---Tujuan utama dari intervensi sosial adalah
memperbaiki fungsi sosial kelompok sasaran perubahan.

• Ketika fungsi sosial seseorang berfungsi dengan baik, diasumsikan


bahwa kondisi sejahtera akan semakin mudah dicapai.

• Kondisi sejahtera dapat terwujud manakala jarak antara harapan


dan kenyataan tidak terlalu lebar.
• Melalui intervensi sosial, hambatan-hambatan sosial yang dihadapi
kelompok sasaran perubahan akan diatasi.

• Dengan kata lain, intervensi sosial berupaya memperkecil jarak


antara harapan lingkungan dengan kondisi riil klien.

• Sistem Intervensi Sosial


• Sistem Pelaksana Perubahan, merupakan sekelompok orang yang
memberikan bantuan berdasarkan keahlian yang beragam, bekerja
dengan sistem yang beragam, dan bekerja secara profesional.
• Sistem pelaksana perubahan (SPP) dapat dikategorikan menjadi dua
berdasarkan tempat di mana ia bekerja yaitu :
• SPP dalam lembaga dan luar lembaga.

• Masing-masing di antara keduanya memiliki kekurangan dan


kelebihan.

• Bagi SPP dalam lembaga, kekurangannya adalah cenderung tidak


objektif karena dipengaruhi oleh lingkungan dan kepentingan
lembaga. Sedangkan, kelebihan yang dimiliki adalah kemudahan
dalam mengenali lingkungan karena tersedianya akses terhadap
pihak-pihak penyedia informasi, seperti anggota lembaga dan
pimpinan lembaga.


• Bagi SPP luar lembaga, kekurangannya adalah sulit dalam
mengenali lingkungan karena kurangnya akses terhadap pihak-
pihak penyedia informasi (mencari informasi sendiri). Sedangkan,
SPP luar lembaga memiliki kelebihan dalam hal objektivitas karena
tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan kepentingan lembaga
(mandiri).

• Sistem Klien,-- merupakan sistem yang meminta bantuan,


memperoleh bantuan, dan terlibat dalam pelayanan yang diberikan
oleh SPP.


• Sistem klien dikategorikan menjadi dua, yaitu klien
potensial dan klien aktual.

• Disebut sebagai klien potensial manakala ia memiliki


masalah, namun belum terjadi kontrak (persetujuan
kerjasama) dengan pelaksana perubahan.

• Disebut sebagai klien aktual manakala ia memiliki


masalah dan sudah terjalin kontrak (persetujuan
kerjasama) dengan pelaksana perubahan.


• Sistem Sasaran, merupakan orang-orang atau
organisasi yang berpengaruh dalam pencapaian
tujuan perubahan.

• Sistem Aksi, merupakan orang-orang yang


bersama-sama dengan pelaksana perubahan
berusaha untuk menyelesaikan permasalahan dan
mencapai tujuan-tujuan usaha perubahan.
• Tahapan Intervensi
• Menurut Pincus dan Minahan, intervensi sosial meliputi tahapan
sebagai berikut :

• 1. Penggalian Masalah, merupakan tahap di mana kita mendalami


situasi dan masalah klien atau sasaran perubahan.

• Tujuan penggalian masalah adalah membantu untuk memahami,


mengidentifikasi, dan menganalisis faktor-faktor relevan terkait
situasi dan masalah yang bersangkutan.

• Berdasarkan hasil penggalian masalah tersebut, dapat di putuskan


masalah apa yang akan di selesaikan, tujuan dari upaya perubahan,
dan cara mencapai tujuan.
Penggalian masalah terdiri dari beberapa konten, di
antaranya:

- Identifikasi dan penentuan masalah


- Analisis dinamika situasi sosial
- Menentukan tujuan dan target
- Menentukan tugas dan strategi
- Stabilisasi upaya perubahan
• 2. Pengumpulan Data, merupakan tahap di mana kita
mengumpulkan informasi yang dibutuhkan terkait
masalah yang akan diselesaikan. Dalam melakukan
pengumpulan data, terdapat tiga cara yang dapat
digunakan, yaitu: pertanyaan, observasi, dan penggunaan
data tertulis (dokumentasi).

• 3. Melakukan Kontak Awal

• 4. Negosiasi Kontrak, merupakan tahap di mana kita


menyempurnakan tujuan melalui kontrak pelibatan klien
atau sasaran perubahan dalam upaya perubahan.

5. Membentuk Sistem Aksi, merupakan tahap di mana kita
menentukan sistem aksi apa saja yang akan terlibat dalam
upaya perubahan.

6. Menjaga dan Mengkoordinasikan Sistem Aksi,


merupakan tahap di mana kita melibatkan pihak-pihak
yang berpengaruh terhadap tercapainya tujuan perubahan.

7. Memberikan Pengaruh
8. Terminasi
Loewenberg, Frank M. 1972. “Social Work, Social Welfare, and Social Intervention”. In Loewenberg, Frank M., Ralph Dolgoff. The Practice
of Social Intervention: Goals, Roles, and Strategies. Itaca: FE Peacock Publisher Inc. Hal. 3-12

• Pincus, Allen dan Anne Minahan. 1973. Social Work Practice: Model and Method. Itaca: F.E. Peacock Publisher, Inc. Hal. 162
• CONTOH Judul kajian INERVENSI SOSIAL:

• Dari Pemulung Menjadi Perajin: Intervensi Meningkatkan


Technical Knowledge dan Self-Efficacy Pemulung untuk
Menjadi Perajin Lapak Semen Cinere

• Perubahan Pemahaman (Skema Kognisi) Ibu Rumah


Tangga Komunitas Pemulung Lapak Semen Cinere Dalam
Mengelola Keuangan Rumah Tangga

• Meningkatkan Kesadaran Memberikan Makanan Bergizi


di Komunitas RW 01 Kelurahan Kebon Manggis Jakarta
Pusat
• Menanamkan belief kepada orangtua tentang
pentingnya memakaikan helm pada anak (Study
Kasus di SDN 01 Pondok Cina, Depok)

• Mengembangkan Perilaku Membaca Melalui


Pengembangan
Self-efficacy dengan Menggunakan Dukungan
Kelompok

• Program Intervensi Menanamkan Pengetahuan


Disiplin Berlalulintas Pada Anak-anak Usia Sekolah
(Di SDN Pondok Cina 01, Depok)
• CONTOH KASUS----- INTERVENSI SOSIAL

• Dari Pemulung Menjadi Perajin: Intervensi


Meningkatkan Technical Knowledge dan Self-
Efficacy Pemulung untuk Menjadi Perajin Lapak
Semen Cinere

• Program intervensi berjalan melalui tiga tahapan,


yaitu: penelitian baseline, program intervensi, dan
penelitian pasca intervensi.


• baseline , ditemukan bahwa pemulung memiliki
keinginan untuk berubah (untuk meningkatkan
ekonomi dan kesejahteraan mereka), sudah
memiliki persepsi bahwa adanya perubahan akan
menghasilkan dampak yang positif atau
menyenangkan, namun belum memiliki technical
knowledge dan belum meyakini kemampuan
dirinya untuk dapat berinovasi (self-efficacy
rendah) mendaur ulang mengembangkan produk.


• Program intervensi dilakukan terhadap 20 orang
warga dengan penyuluhan, pelatihan, dan
pendampingan untuk meningkatkan technical
knowledge dan self efficacy dalam berinovasi.
Selain itu, program intervensi juga dilakukan
dengan menggunakan metode Appreciative
Inquiry yang berfokus pada pengapresiasian, serta
penggalian, penemuan, dan pengasahan potensi
diri dan komunitas warga
• Pasca intervensi, hasil dari teknik analisis The
Wilcoxon Signed-Rank menunjukkan program
intervensi berhasil meningkatkan technical
knowledge dan self-efficacy maupun intensi
berinovasi secara signifikan.

• Tidak hanya itu, melalui evaluasi hasil


pendampingan, diketahui bahwa proses
intervensi juga mampu mendorong peserta untuk
menghasilkan produk inovasi baru.
• KE - 2
• Program Intervensi Menanamkan Pengetahuan Disiplin
Berlalulintas Pada Anak-anak Usia Sekolah (Di SDN
Pondok Cina 01, Depok)

• Intervensi dilatarbelakangani oleh kenyataan bahwa


kondisi lalu lintas di jalan Margonda Raya tepat di depan
SDN Pondok Cina 01 sangat rawan bagi keselamatan para
siswa.
• Setiap hari mereka mau tidak mau harus melalui lalu
lintas yang padat dan semrawut. Kondisi lalu lintas seperti
itu menjadi ancaman bagi keselamatan jiwa mereka.

• Terbukti sepanjang tahun 2008, lebih dari 10 siswa


sekolah menjadi korban kecelakaan lalu lintas di depan
sekolah mereka sendiri.

• Perilaku pemakai jalan yang tidak mengindahkan disiplin


berlalulintas merupakan faktor utama penyebab
kecelakaan lalu lintas di wilayah Depok sepanjang 2008
(Kasat Lantas Depok, 2009).
• Perilaku tersebut bukan tidak mungkin untuk diperbaiki
sejak usia dini. Memasukkan pemahaman, aturan, fakta
lewat pesan-pesan komunikatif akan mampu
mempengaruhi individu untuk membuat perubahan
sikap (Secord dan Backman, 1964 dalam Azwar, 2003).

• Intervensi edukasi merupakan salah satu strategi yang


dapat dilakukan change agent untuk mempengaruhi
change target agar melakukan perubahan sosial (Zaltman,
1977).

• Baseline study dilakukan melalui observasi, wawancara,


focussed-group discussion, kuesioner dan kepustakaan.

• Intervensi terhadap target menggunakan metode partisipatif


melalui berbagai teknik intervensi seperti
mendongeng, permainan, diskusi, menggambar dan praktek
langsung di lapangan.

• Target intervensi mengambil sample anak usia 9-10 tahun


sesuai dengan teori perkembangan dari Piaget bahwa pada
usia tersebut anak berada pada tahap perkembangan kognisi
Operasional Konkrit.


• Perkembangan moral disiplin pada tahap itu telah
berkembang dengan baik yakni tidak hanya mampu
membedakan baik–buruk, dan benar – salah, tetapi juga
alasannya.

• Dengan pendekatan kognisi sosial (Social Cognitive


Theory), program lebih memfokuskan pada kognisi
subyek intervensi dengan pemelajaran melalui
pendekatan observasi dari Bandura.

• Analisis kuantitatif melalui Sample Paired T-test menunjukkan
adanya peningkatan pemahaman subyek terhadap disiplin
berlalulintas antara sebelum dan sesudah intervensi.

• Hasil analisis kualitatif menyebutkan bahwa subyek


merasa program intervensi sangat bermanfaat dan memotivasi
mereka untuk merubah perilakunya sebagai pengguna jalan.

• Untuk keberlangsungan program ini, disarankan agar pelatihan


disiplin berlalu lintas ini dapat menjadi kurikulum sekolah dan pihak
sekolah dapat mengusulkan pembuatan Zona Selamat Sekolah
(ZoSS) kepada pihak yang berwenang demi keselamatan siswa-
siswanya.

Anda mungkin juga menyukai