Aspek Pengendalian Konservasi

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

ASPEK PENGENDALIAN DESAIN

MATA KULIAH KONSERVASI ARSITEKTUR


DOSEN : RAKHMANITA, ST., MT
KELOMPOK 4

ANGGIAN WIRASTIKO
(20317767)

DYAH AYU WIDYAWATI


(21317837)

YUDISTIRA REGASVILANTO
(26317331)

POKOK PEMBAHASAN

ASPEK PENGENDALIAN DESAIN

STUDI KASUS
1. ASPEK PENGENDALIAN DESAIN

Dalam upaya konservasi, diperlukkan sebuah aspek pengendali yang berfungsi untuk mengatur maupun
sebagai pedoman dalam pelaksanaan konservasi. Semua kegiatan yang berhubungan dengan konservasi haruslah
sesuai dengan aspek-aspek tersebut.

Aspek pengendalian tersebut dapat dikelompokan menjadi 2, yaitu :


A. Peraturan Pemerintah & Kriteria Cagar Budaya
B. Pedoman Karakteristik Kawasan menurut Hamid Shirvani (The Urban Design Process by Hamid Shirvani, 1985)
A. PERATURAN PEMERINTAH DAN KRITERIA CAGAR BUDAYA

Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya :


1. Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang rusak dilakukan untuk
mengembalikan kondisi fisik dengan cara memperbaiki, memperkuat, dan/atau mengawetkannya melalui
pekerjaan rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi.

2. Pemugaran Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan:
a. keaslian bahan, bentuk, tata letak, gaya, dan/atau teknologi pengerjaan;
b. kondisi semula dengan tingkat perubahan sekecil mungkin;
c. penggunaan teknik, metode, dan bahan yang tidak bersifat merusak; dan
d. kompetensi pelaksana di bidang pemugaran.

3. Pemugaran harus memungkinkan dilakukannya penyesuaian pada masa mendatang dengan tetap
mempertimbangkan keamanan masyarakat dan keselamatan Cagar Budaya.

4. Pemugaran yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sosial dan lingkungan
fisik harus didahului analisis mengenai dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

5. Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya wajib memperoleh izin Pemerintah atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
Konservasi dalam arsitektur memiliki tolak ukur penentuan bangunan cagar budaya, seperti :
1. Umur 4. Kelangkaan 7. Keaslian
2. Estetika 5. Tetenger 8. Nilai Sejarah
3. Kejamakan 6. Keistimewaan 9. Memperkuat Kawasan

Dan bangunan cagar budaya digolongkan menjadi 3 tipe, yaitu :

Tipe A
Desain keseluruhan bangunan tidak boleh dirubah
Pemeliharaan dan perawatan harus menggunakan material yang sama dengan bangunan asli
Fungsi bangunan tetap

Tipe B
Bagian dalam Gedung cagar budaya boleh diubah selama tidak mengubah struktur utama bangunan
Material renovasi bagian dalam bisa diubah sesuai kebutuhan
Hanya sebagian fungsi bangunan yang bisa diubah

Tipe C
Hanya bagian depan Gedung yang dipertahankan sisanya boleh diubah sesuai dengan keinginan pemilik bangunan
Penambahan bangunan boleh dilakukan dibelakang cagar budaya
Fungsi bangunan bisa diubah sesuai dengan rencana kota.
B. PEDOMAN KARAKTERISTIK KAWASAN MENURUT HAMID SHIRVANI

Dalam bukunya uang berjudul Urban Design Process, Hamid Shirvani menyebutkan
bahwa ada 8 elemen yang membentuk suatu kota, yaitu :

1. Tata Guna Lahan (Land Use)


2. Bentuk dan Kelompok Bangunan (Building and Mass Building)
3. Ruang Terbuka (Open Space)
4. Ruang Parkir dan Sirkulasi (Parking and Circulation)
5. Tanda-tanda (Signs)
6. Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Ways)
7. Pendukung Kegiatan (activity Support)
8. Konservasi (Concervation)
1. Tata Guna Lahan
Adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu.

2. Bentuk dan Kelompok Bangunan


Adalah hal yang berkaitan dengan wajah suatu perkotaan yang terbentuk dari massa bangunan, permukaan tanah dan
obyek-obyek dalam ruang yang membentuk ruang kota dan membentuk pola kegiatan.
Bentuk dan massa bangunan ditentukan oleh :
- Besaran bangunan - Skala bangunan
- Intensitas bangunan - Material
- Ketinggian bangunan - Tekstur
- Sempadan bangunan - Warna
- Ragam fasad

3. Ruang Terbuka
Elemen ini dapat menyangkut elemen keras (hardscape) seperti trotoar, jalan, dsb. dan elemen lunak (softscape) berupa
tanaman, pepohonan, pagar, penerangan, kios-kios, sculpture, jam, dsb.

4. Ruang Parkir dan Sirkulasi


Teknik perancangan elemen ini harus meliputi 3 prinsip, yaitu :
- Jalan harus menjadi elemen ruang terbuka visual yang positif
- Sektor publik dan privat harus membina hubungan untuk mencapai sasaran ini.
- Jalan harus mampu memberikan orientasi kepada pengemudi dan membuat lingkungan tersebut terbaca secara
informatif.
5. Tanda-tanda
Adalah petunjuk arah jalan, rambu-rambu lalu lintas, media iklan dan berbagai bentuk penanda lain yang
mempengaruhi visualisasi kota jika jumlahnya cukup dan memiliki karakter yang berbeda.

6. Jalan Pejalan Kaki


Ketersediaan elemen pejalan kaki seperti bangku taman, pencahayaan dan taman-taman dapat menambah nilai
keindahan suatu kota. Dan juga harus terlihat jelas perbedaan sirkulasi bagi pejalan kaki dan kendaraan. Sistem
pedestrian yang baik akan mengurangi kebutuhan akan kendaraan di kawasan pusat kota, mempertinggi
kualtas lingkungan dan menjaga kualitas udara di kawasan tersebut.

7. Pendukung Kegiatan
Pendukung kegiatan harus mempertimbangkan fungsi yang dapat menggerakkan aktivitas, seperti area PKL,
pusat perbelanjaan, perpustakaan, taman rekreasi, perkantoran, dsb.

8. Konservasi
Adalah upaya yang dilakukan untuk melindungi situs sejarah selama situs tersebut penting dan signifikan
secara budaya maupun ekonomi.
Beberapa kategori konservasi :

Preservasi
Menjaga dan melestarikan bangunan kuno dari kerusakan, pembongkaran dan perubahan apapun. Dalam
preservasi, elemen asli tidak boleh diganti dengan elemen dengan lainnya.

Konservasi
Suatu strategi atau kegiatan menangani secara preventif terhadap kehancuran bangunan kuno. Memperbaikinya
agar dapat bertahan lebih lama dengan mengganti beberapa elemen yang sudah rusak dengan elemen baru seperti
aslinya.

Rehabilitasi
Mengembalikan bangunan-bangunan kuno yang tidak berfungsi menjadi lebih berfungsi dengan merestorasi
utilitas yang diperlukan dan meningkatkan esensi kegunaanya.

Revitalisasi
Merupakan bagian konservasi melalui pengembangan fungsi. Secara fisik bangunan di konservasi tetapi fungsi
yang dikembangkan biasanya berbeda dengan fungsi aslinya.

Peningkatan
Kegiatan yang dapat meningkatkan nilai, penampilan, tingkat kenyamanan, utilitas yang memenuhi standar
teknis, dan tingkat efisiensi baik secara fisik, sosial budaya, nilai ekonomi bangunan maupun kawasan kota.
2. STUDI KASUS : KAWASAN KOTA LAMA, MANADO

Letak Geografis

Letak geografis dari wilayah penelitian yaitu Kawasan Kota Lama, Manado:
10 29’30’’ Lintang Utara
1240 50’ 30” Bujur Timur

Batas Administrasi dari wilayah penelitian

Sebelah Utara : Kelurahan Sindulang 1


Sebelah Timur : Kelurahan Sungai Tondano
Sebelah Selatan : Kelurahan Mahakeret Timur
Sebelah Barat : Kelurahan Wenang Selatan
Luas wilayah penelitian yaitu 128,9 ha
a. Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan pada Kawasan Kota Lama dilihat berdasarkan
kondisi yang ada bahwa masyarakat yang tinggal kawasan ini sudah
merasa nyaman dengan kondisi lingkungan sekitar dan perkembangan
kawasan tidak terjadi secara acak melainkan mengikuti pola tertentu,

b. Bentuk dan Massa Bangunan


- rata-rata banguna berbentuk persegi
- terdapat pengaruh budaya Tionghoa
- rata-rata ketinggian lebih dari 3 lantai pada sector jasa
- rata-rata ketinggian 1-2 lantai untuk fungsi hunian

c. Sirkulasi dan Parkiran


Hampir semua bangunan sektor pertokoan menyediakan lahan parkir, sedangkan kondisi jalanan cukup
ramai namun lancar. Pada segmen perkotaan tertentu, ridak tersedia parkiran sehingga pengunjung toko
harus parkir pada sisi jalan.
d. Ruang Terbuka
Ruang terbuka hijau bersifat linear/ memanjang atau terbuka, yaitu berupa barisan pepohonan yang bisa
menjadi peneduh jalan. Ada pula RTH yang dilihat dari status kepemilikan, yaitu RTH berstatus privat
seperti pekarangan rumah atau hotel.

e. Jalur Pedestrian (Pedestrian Ways)


Kondisi jalur pedestrian di Kawasan Kota Lama Manado sudah memenuhi standar dari Kementrian
Pekerjaan Umum bahwa lebar jalur pedestrian pada area pertokoan minimal 2 meter, namun masih perlu
diperhatikan penggunaan material serta ramahan terhadap lansia dan penyandang disabilitas.

f. Pendukung Kegiatan (Activity Support)


Jenis pendukung kegiatan yang ada pada segmen 1, 2 dan 4 yakni kuliner Pedagang kaki lima. Mereka
menempati trotoar yang ada sehingga konsentrasi mereka ada pada pusat keramaian, seperti di
sepanjang jalur pedestrian sekitaran Taman Kesatuan Bangsa yang dipadati PKL.

g. Penanda (Signages)
Perpapanan nama/penanda yang terdapat pada setiap segmen berupa papan penanda identitas bangunan,
papan reklame, rambu lalu lintas, dan nama jalan. Sistem pemasangan pun di setiap penanda
bangunan sama, penanda bangunan di pasang dengan cara diletakkan pada bangunan atau dinding
bangunan dengan sedemikian rupa menghadapi arus kendaraan dan jarak tidak lebih dari 15 cm dari
dinding bangunan dan dipasang tegak lurus dari bangunan
h. Konservasi (Conservation)
Kegiatan perlindungan pada suatu bangunan dalam penelitian ini hanya melihat hasil dari penelitian yang
sudah di lakukan Tonapa (2015) mengenai bangunan-bangunan yang layak di konservasi pada Kawasan Kota
Lama. Bangunan yang layak di lakukan pemeliharan dan perlindungan terhadap kerusakan menurut Tonapa
(2015) yakni bangunan Gereja Sentrum dan Tugu Perang Dunia II, Gereja Khatolik Ignatius (Samping
sekolah Don Bosco), bangunan eks. Minahasa Raad, bangunan Bioskop Benteng, Monumen Pendaratan
Batalyon Worang, dan Taman Kesatuan Bangsa.
Terima kasih ~

Anda mungkin juga menyukai