Ikterik

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

IKTERIK

OLEH : Dr.Hj.Rahayu S,Sp.A


A. Pendahuluan
 Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada
bayi. Ada tingkatan ikterus dari yang ringan
sampai yang berat yaitu ensefalopati bilirubin
lebih dikenal sebagai kern ikterus.
 Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi
ikterus neonatorum yang paling berat. Kern ikterus
salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru
lahir.
B. Defenisi
 Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada
kulit dan mukosa karena adanya bilirubin pada
jaringan tersebut akibat peningkatan kadar
bilirubin dalam darah.
C. Etiology
Peningkatan produksi Billirubin dapat
menyebabkan:
 Hemolisis.
 Pendarahan tertutup misalnya pada trauma
kelahiran
 Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti
gangguan metabolik yang terdapat pada bayi
Hipoksia atau Asidosis
 Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat
Dehidrogenase.
 Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkan
nya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid).
 Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase ,
sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat
misalnya pada berat lahir rendah.
 Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan
Dubin Hiperbilirubinemia.
 Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas
pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia
atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
 Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh
beberapa mikroorgani sme atau toksion yang dapat
langsung merusak sel hati dan darah merah seperti
Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
 Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau
ekstra Hepatik.
 Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya
pada Ileus Obstruktif.
D. Patofisiologi
 Setelah lahir bayi harus segera mengkonjugasi
Bilirubin (merubah bilirubin yang larut dalam
lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam
air) di dalam hati.
Keadaan ikterus di pengaruhi oleh :
 Faktor produksi yng berlebihan melampaui
pengeluaran : hemolitik yang meningkat
 Gangguan uptake dan konjugasi hepar karena
imaturasi hepar.
 Gangguan transportasi ikatan bilirubin + albumin
menuju hepar.
 Gangguan ekskresi akibat sumbatan didalam hepar
atau diluar hepar, karena kelainan bawaan/infeksi
atau kerusakan hepar karena penyakit lain.
E. Klasifikasi ikterus
1. Ikterus fisiologis
adalah ikterus yang timbul pada hari ketiga lalu
menghilang setelah sepuluh hari atau pada akhir
minggu kedua :
 Tidak mempunyai dasar patologis
 Kadarnya tidak melebihi kadar yang
membahayakan
 Tidak mempunyai potensi menjadi kern ikterus
 Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi
 Sering dijumpai pada bayi dengan berat lahir
rendah.
Ikterus dapat dikatakan fisiologis apabila sesudah
pengamatan dan pemeriksaan selanjutnya tidak
ditemukan dasar patologis dan tidak mempunyai
potensi berkembang menjadi kern iktrus.
2. Ikterus patologis
 Ikterus patologis adalah suatu keadaan di mana
kadar bilirubin dalam darah suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbul kan kern
ikterus kalau tidak di tanggulangi dengan baik,
atau mem punyai hubungan dengan keadaan yang
patologis.
F. Tanda dan Gejala
Gejala utamanya adalah kuning pada kulit, sclera
dan mukosa. di samping itu ada pula disertai gejala
gejala yaitu:
 Dehidrasi, asupan kalori yang tidak adekuat
 Pucat, sering berkaitan dengan anemia hemolitik
 Trauma lahir, Bruising, cefal hematoma
 Pletorik (penumpukkan darah). Polisitemia yang
dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong
tali pusat.
 Letargik dan gejala sepsis lainnya.
 Petekiae(bintik merah pada kulit). Sering dikaitkan
kepada infeksi congenital.
G.Faktor Resiko
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
 Faktor Maternal

1. Ras atau kelompok etnik tertentu


2. Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas
ABO dan Rh)
3. Penggunaan infus oksitosin dalam larutan
hipotonik.
4. ASI
 Faktor Perinatal
1. Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
2. Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

 Faktor Neonatus
1. Prematuritas
2. Faktor genetik
3. Polisitemia
4. Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-
alkohol, sulfisoxazol)
5. Rendahnya asupan ASI
6. Hipoglikemia
H.Pemeriksaan Penunjang
 Kadar bilirubin serum (total)
 Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah
tepi
 Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan
bayi
 Pemeriksaan kadar enzim G6PD
 Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji
fungsi tiroid, uji urin terhadap galaktosemia.
 Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan
pemeriksaan kultur darah, urin, IT rasio dan
pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
I. Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen
bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk
mencegah anemia dan membatasi efek dari
Hiperbi lirubinemia.
Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit
Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
 a) Fototherapi
 Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombi
nasi dengan transfusi pengganti untuk menurun
kan bilirubin. Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika
sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan
melalui urine.
b) Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan
adanya faktor-faktor:
 Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
 Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
 Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan
atau 24 jam pertama.
 Tes Coombs Positif
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
 Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak
Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terha
dap antibodi maternal.
 Menghilangkan sel darah merah untuk yang
Tersensitisasi (kepekaan)
 Menghilangkan Serum Bilirubin
c) Therapi Obat
 Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk
menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi
bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari
sampai beberapa minggu sebelum melahirkan.
J.Komplikasi
Komplikasi Terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak
akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak
dengan gambaran klinik:
a. Letargi/lemas
b. Kejang
c. Tak mau menghisap
d. Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya
opistotonus
e. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi
spasme otot, epistotonus, kejang
f. Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental.
 Daftar Pustaka
 Markum, A.H (1991). Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak. JiliI. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
Jakarta.
 Carpenito, L.J. (2000). Diagnosa Keperawatan
Aplikasi pada Praktek Klinik. Terjemahan Tim
PSIK Unpad. Jakarta: EGC.
 Klaus and Forotaff. (1998). Penatalaksanaan
Neonatus Resiko Tinggi. Edisi 4. Jakarta: EGC.
 SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai