Modul ini membahas otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia. Sentralisasi pemerintahan telah menyebabkan ketimpangan antardaerah dan ketergantungan daerah terhadap pusat. Desentralisasi diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik dan partisipasi masyarakat serta menciptakan efisiensi pengelolaan sumber daya daerah. Empat kriteria diperlukan untuk menjamin sistem hubungan keuangan pusat-daer
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
34 tayangan7 halaman
Modul ini membahas otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia. Sentralisasi pemerintahan telah menyebabkan ketimpangan antardaerah dan ketergantungan daerah terhadap pusat. Desentralisasi diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik dan partisipasi masyarakat serta menciptakan efisiensi pengelolaan sumber daya daerah. Empat kriteria diperlukan untuk menjamin sistem hubungan keuangan pusat-daer
Modul ini membahas otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia. Sentralisasi pemerintahan telah menyebabkan ketimpangan antardaerah dan ketergantungan daerah terhadap pusat. Desentralisasi diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik dan partisipasi masyarakat serta menciptakan efisiensi pengelolaan sumber daya daerah. Empat kriteria diperlukan untuk menjamin sistem hubungan keuangan pusat-daer
Modul ini membahas otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia. Sentralisasi pemerintahan telah menyebabkan ketimpangan antardaerah dan ketergantungan daerah terhadap pusat. Desentralisasi diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik dan partisipasi masyarakat serta menciptakan efisiensi pengelolaan sumber daya daerah. Empat kriteria diperlukan untuk menjamin sistem hubungan keuangan pusat-daer
Unduh sebagai PPTX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7
Modul 8
otonomi daerah dan pembangunan
manusia indonesia Akhidaul Khikmah (042442115)
ALLPPT.com _ Free PowerPoint Templates, Diagrams and Charts
Kegiatan Belajar 1 Otonomi Daerah
A. LATAR BELAKANG OTONOMI DAERAH
1. Sentralisasi Ekonomi Arah penggunaan bahkan alokasi penggunaan bantuan Pemerintahan Pu sat, sudah ditentukan dari atas, sehingga Pemerintah Daerah tinggal mela ksanakan saja. Oleh karena itu, seringkali proyek-proyek yang dibiayai ole h bantuan pusat tidak cocok dengan kebutuhan daerah. Implikasi dari b esarnya intervensi Pemerintah Pusat ini telah menimbulkan berbagai dam pak yang tidak menguntungkan bagi daerah, seperti meningkatnya keter gantungan anggaran dari Pemerintah Pusat, terganggunya penyusunan a nggaran daerah karena harus menyesuaikan dengan bantuan pusat, dan rendahnya pertanggungjawaban pada masyarakat lokal. Laporan World Bank (1994) menunjukkan bahwa sistem keuangan ne gara di Indonesia paling terpusat dibandingkan negara China, Korea, Indi a, Brazil, Argentina dan Kolombia. Hal ini mencerminkan adanya ketimpan gan fiskal vertikal (vertical fiscal imbalance) yang tinggi, yakni adanya keti daksepadanan antara penerimaan dengan pengeluaran yang dbutuhkan oleh daerah. Kondisi seperti di Indonesia tersebut terjadi karena adanya sentralisasi dalam keuangan, seperti sentrali sasi sistem perpajakan dengan alasan efisiensi. Sent raliasasi kebijakan tersebut tidak hanya dalam kebij akan fiskal, namun juga pada hampir semua bidan g, termasuk dalam perencanaan dan pelaksanaan p embangunan daerah
2. Ketimpangan Antardaerah
Pertumbuhan ekonomi nasional relatif tinggi, namu
n pola pertumbuhannya tertimpang. Ketimpangan tersebut berupa ketimpangan antara kota dan desa, Jawa dan luar Jawa, serta antara kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Kawasan Timur Indonesia (KBI). Ketimpangan serupa bisa dilihat dari penyerapan tenaga kerja sektor industri besar dan sedang. Studi yang dilakukan Kuncoro (2001:269-296) menemukan sampai tahun 1999 sebanyak 81,1 persen tenaga kerja di industri besar dan sedang bekerja di Jawa, yang mencerminkan adanya konsentrasi industri di Pulau Jawa tersebut. Ketimpangan antardaerah ini juga diperkuat oleh siste m pengalokasian anggaran regional yang ada. Sistem da n strategi alokasi yang digunakan dalam penyusunan anggaran selama ini telah mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang tidak seimbang antara wilayah satu dengan wilayah lain.
Studi yang dilakukan Davey (1989:191) menunjukkan
bantuan-bantuan Pusat tidak banyak membantu mengimbangi kelemahan sumber daya daerah. Anne Booth (1977 : 72-78) menunjukkan rendahnya desentralisasi fiskal di Indonesia. Hal ini disebabkan pol a hubungan fiskal antara pemerintah pusat dengan daer ah- daerah sangat terpusat, dan upaya untuk mengemban B. DESENTRALISASI FISKAL DAN PEMBANGUNAN DAERAH
Desentralisasi fiskal dinilai dapat dapat memberikan sumban
gan dalam penyediaan prasarana publik di daerah melalui pencoc okan (matching) yang lebih baik dari pengeluaran daerah dengan prioritas dan preferensi daerah tersebut.
Dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi fiskal,
Mardiasmo (2001:1) secara spesifik mengemukakan tiga mis i utama dari kebijakan tersebut, yaitu (1) meningkatkan kuali tas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan rakyat, (2) menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, (3) memberdayakan dan menciptakan ruang b agi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembanguna n. Secara umum, menurut Rao (2000:78), desentralisasi pemrintahan dan fiskal didorong oleh desakan untuk menyediakan pelayanan-pelayanan pemerintah yang lebih efisien dan aspiratif. Namun demikian, dalam sistem perpajakan dan pengelolaan sumber di daerah sebagian masih diatur dan ditangani di pusat, sumber dana dari pusat tetap penting untuk mendukung berbagai kegiatan daerah.
Menurut Sidik (1999:2), ada empat kriteria untuk menjamin
sistem hubungan keuangan Pusat-Daerah yang baik. Pertama, harus memberikan pembagian kewenangan yang rasional dari berbagai tingkat pemerintahan mengenai penggalian sumber dana pemerintah dan kewenangan penggunaannya.