Sejarah Lahirnya Pancasila
Sejarah Lahirnya Pancasila
Sejarah Lahirnya Pancasila
03
• Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengajukan lima
dasar juga untuk negara Indonesia merdeka, yang dinamainya dengan
“Pancasila”, sesuai masukan temannya, yang merupakan seorang ahli
bahasa.
• Lima dasar tersebut, adalah:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme/Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan.
Proses Pengusulan
• Lima sila tersebut, menurut Bung Karno,
bisa diringkas menjadi tiga sila, atau Trisila,
yaitu Sosio-Nasionalisme, Sosio-
Demokrasi, dan Ketuhanan.
• Trisila tersebut, menurut Bung Karno, dapat
diperas menjadi satu sila/Ekasila, yaitu
Gotong-Royong.
Proses Perumusan
BPUPKI kemudian dibubarkan oleh Jepang,
pada tanggal 9 Agustus 1945.
Sebagai gantinya, dibentuklah sebuah
badan yang bernama Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
PPKI diketuai oleh Soekarno (Bung Karno),
sementara wakilnya adalah Mohammad
Hatta (Bung Hatta).
Proses Perumusan
Setelah itu Komite Delapan dibentuk untuk
menginvestigasi semua usulan dasar negara
IndonesiaAda dua pendapat berbeda dalam
komite tersebut terkait dasar negara Indonesia
Faksi Islam ingin negara berdasarkan hukum
Islam, tetapi faksi nasionalis menolaknya
Kemudian, Komite Sembilan dibentuk, yang
menyelenggarakan pertemuan tanggal 22 Juni
1945
Hasil pertemuan tersebut adalah embrio dari
Pembukaan UUD 1945 piagam Jakarta
Proses Perumusan
Dalam Piagam Jakarta/Jakarta Charter, lima
dasar Republik Indonesia adalah:
1. Ketoehanan, dengan kewadjiban mendjalankan
sjari'at Islam bagi pemeloek2-nja
2. Kemanoesiaan jang adil dan beradab
3. Persatoean Indonesia
4. Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat,
kebidjaksanaan dalam
permoesjarawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seloeroeh Rakjat
Indonesia
Proses Perumusan
Tujuh kata dalam sila pertama rumusan Pancasila pada
Piagam Jakarta, kemudian dihapuskan dalam rumusan
Pembukaan UUD 1945.
Ada dua versi terkait hal yang melatarbelakangi
penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, oleh Bung
Hatta:
Versi Pertama adalah Penghapusan tujuh kata tersebut
dikarenakan oleh penolakan dari golongan nasionalis,
yang ikut serta dalam perjuangan kemerdekaan
Versi Pertama tersebut mengklaim bahwa golongan
tersebutlah yang mengusulkan langsung kepada Bung
Hatta untuk menghapus tujuh kata dalam piagam Jakarta
tersebut
Tujuannya adalah supaya hukum dasar Indonesia bisa
merangkul seluruh komponen bangsa Indonesia
Proses Perumusan
Versi kedua Tulisan Bung Hatta, dalam buku beliau yang berjudul
“Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945”, pada bab 5 “Pembentukan indonesia
Merdeka oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia”, halaman 66-67,
Bung Hatta menjelaskan seputar perubahan rangkaian kata tersebut.
“Pada sore harinya saya menerima telepon dari Nisyijima, pembantu
Admiral Maeda menanyakan, dapatkah saya menerima seorang opsir
Kaigun (Angkatan Laut), karena ia mau mengemukakan suatu hal yang
sangat penting bagi indonesia. Nisyijima sendiri yang akan menjadi juru
bahasanya. Saya persilahkan mereka datang. Opsir itu yang saya lupa
namanya, datang sebagai utusan Kaigun untuk memberitahukan dengan
sungguh-sungguh, bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik dalam daerah-
daerah yang dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang, berkeberatan sangat
terhadap bagian kalimat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar, yang
berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Mereka mengakui bahwa bagian kalimat itu tidak
mengikat mereka, hanya mengenai rakyat yang beragama Islam. Tetapi
tercantumnya ketetapan seperti itu di dalam suatu dasar yang menjadi
pokok Undang-Undang Dasar berarti mengadakan diskriminasi terhadap
golongan minoritas. Jika “diskriminasi” itu ditetapkan juga, mereka lebih
suka berdiri di luar Republik Indonesia.”
Proses Perumusan