Kebijakan Fiskal Dalam Era Otoda

Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

.

 Aspek perencanaan,
◦ Dominannya peranan pusat dalam menetapkan prioritas pembangunan (top
down) di daerah, dan kurang melibatkan stakeholders
 Aspek pelaksanaan,
◦ Harus tunduk kepada berbagai arahan berupa petunjuk pelaksanaan maupun
petunjuk teknis dari pusat.
 Aspek pengawasan
◦ Banyaknya institusi pengawasan fungsional seperti BPKP, Itjen departemen,
Irjenbang, Inspektorat Daerah, yang satu sama lain dapat saling tumpang tindih.
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
(PKPD) diupayakan untuk mendukung
pelaksanaan otoda, efisiensi penggunaan
keuangan negara, serta prinsip-prinsip good
governance seperti partisipasi, transparansi,
dan akuntabilitas.
 Konsep PKPD dalam mendukung otoda jelas
terlihat, al. Dari semakin besarnya jumlah
dana yang didaerahkan, baik dalam bentuk
dana alokasi umum, bagi hasil, maupun dana
alokasi khusus.
 Pelaksanaan otoda yang mendukung efisiensi
penggunaan keuangan negara dapat dilihat
dari sisi fungsi pelayanan pemerintahan yang
bersifat lokal. Seperti pembangunan
prasarana yang manfaatnya hanya bersifat
lokal seharusnya dilaksana oleh Pemda.
- Konsep good governance di bidang
perumusan alokasi dana perimbangan telah
melibatkan pihak universitas/pakar dan
persetujuan DPRD.
- Implementasi prinsip-prinsip good
governance mengenai pengelolaan keuangan
daerah meliputi :
- Pengaturan
- Perencanaan
- Pelaksanaan
- pertanggungjawaban
Kebijakan fiskal dilaksanakan melalui kebijakan
pemerintah melalui APBN dan APBD melalui :
Kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan

pendapatan, dan
Kebijakan yang berkaitan dengan pengaturan
pengelolaan belanja.
 Berdasarkan pengalaman internasional, pelaksanaan
otoda tidak selalu harus dibiayai oleh pendapatan yang
berasal dari daerah itu sendiri
 Semakin maju industri suatu negara maka pelaksanaan
demokrasi akan semakin baik
 Penyelenggaraan pemerintahan yang semakin
demokratis akan tercermin dalam pelaksanaan otonomi
daerah yang semakin besar.
 Pelaksanaan otonomi yang semakon besar tersebut dari

aspek keuangan tercermin dari expenditure ratio yang


cenderung semakin besar
 Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah suatu negara

tidak selalu harus diukur dari besarnya PAD untuk


membiayai seluruh aktivitas pemerintahan daerah.
 Kebijaksanaan desentralisasi fiskal di
Indonesia lebih ditekankan pada aspek
pengeluaran atau belanja dengan
memperbesar porsi di daerah.
 Berbagai alasan yang secara akademis dapat
dipertanggungjawabkan yaitu kondisi antar
daerah yang sangat heterogen, antara lain
dapat dilihat dari jumlah penduduk, luas
wilayah, kepadatan penduduk, kondisi
geografis, kondisi dan potensi perekonomian
daerah.
 Sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal,
kebijakan di bidang pajak derah dan restribusi
daerah (PDRD) juga perlu diatur dengan undang
undang sesuai dengan amanat UUD 1945.
 Untuk menghindari high cost economy, telah
diterbitkan UU No 18 Tahun 1997 tentang PDRD,
kemudian sejalan dengan pelaksanaan otonomi
daerah, telah direvisi UU no 34 Tahun 2000
tentang PDRD.
 Prinsip-prinsip yang dianut dalam UU No
34/2000 bukan berarti dimaksudkan untuk
menghambat pelaksanaan otonmi daerah tetapi
implementasi sistem perpajakan dan restribusi
yang baik dan bersifat universal.
 Sejak awal dibentuknya UU No 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah yang sudah dicabut dengan UU
No. 33 Tahun 2004 dan adanya UU No. 1 Tahun
2022, perimbangan keuangan antara pusat dan daerah
dilakukan melalui Dana Perimbangan (DP) yang
terdiri dari :
◦ Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PPh)
Perseorangan, dan Sumber Daya Alam (SDA)
◦ Dana alokasi Umum (DAU)
◦ Dana Alokasi Khusus (DAK)
Pelaksanaan otonomi daerah secara efektif sejak Januari 2001. Dari
sisi keuangan negara hal tersebut membawa konsekuensi kepada
perubahan peta pengelolaan fiskal yang cukup mendasar. APBN
tahun 2001, total dana yang diidaerahkan melalui Dana
Perimbangan (DP) adalah sebesar Rp. 81,67 triliun
Dibandingkan dengan PDB berarti persentasi DP tahun 2001 telah

mencapai sekitar 5.7% yang berarti meningkat cukup tajam apabila


dibandingkan dengan tahun 2000, yaitu Rp 33,5 triliun atau sekitar
3,7% dari PDB
Pada tahun 2000 persentase DP hanya berkisar 22% dari

Penerimaan Dalam Negeri (PDN), sementara tahun 2001 meningkat


menjadi 31% dari PDN
 Apabila dibandingkan dengan belanja negara,
maka pada tahun 2000 persentase DP adalah
sebesar 17,75% dari total Belanja Negara,
sedangkan pada tahun 2001 telah mencapai
25,8%
 Peningkatan yang cukup signifikan pada
transfer dana ke daerah melalui DP
menyebabkan peranan pemerintah pusat
dalam pengelolaan belanja telah berkurang,
dan sebaliknya peranan Pemda sudah
meningkat cukup besar
 Pelaksanaan tahap awal desentralisasi fiskal di
Indonesia ini tidak bisa terlepas dari
permasalahan bangsa yang saat ini tengah kita
hadapi.
 Krisis multi dimensi telah melahirkan
keterpurukan kondisi keuangan negara pda level
yang sangat memprihatinkan.
 Salah satu wujud keterpurukan tersebut adalah
situasi APBN 2001 yang diperkirakan akan
mengalami defisit yang cukup besar, bahkan
mungkin akan membengkak jauh lebih besar dari
yang telah direncanakan sebesar 3,7% dari PDB
atau Rp 52,5 triliun
 Sebagaimana dimaklumi bahwa untuk mengatasi
pembengkakan defisit APBN 2001 tersebut, maka
berdasarkan kesepakatan bersama antara
pemerintah dan DPR RI telah dilakukan paket
kebijakan penyesuaian APBN tahun 2001.
 Salah satu kebijakan tersebut adalah bahwa
dalam rangka menutup sebagian defisit APBN
tahun 2001 akan dilakukan penarikan tunggakan
pinjaman pemeritah daerah dan BUMD serta akan
dilakukan penempatan obligasi negara kepada
daerah, terutama daerah-daerah yang mengalami
surplus keuangan.
 Pembayaran tunggakan pinjaman Pemda dan
BUMD pada dasarnya merupakan kewajiban
daerah sebagai pihak yang memperoleh
manfaat dari pinjaman tersebut.
 Pembayaran tunggakan pinajman akan dapat
membantu pemerintah pusat mengatasi
defisit anggaran.
 Sangat diharapkan kesadaran daerah untuk
membayar tunggakan pinjaman sehingga
akan diberikan insentif berupa pembebasan
denda.
 Pemerintah juga akan menerbitkan obligasi
negara kepada daerah-daerah surplus.
Penerbitan obligasi ini tentunya akan dirancang
sedemikian rupa sehingga akan lebih kompetitif
dibandingkan dengan bentuk investasi lainnya
seperti bunga bank dan lain sebagainya.
 Obligasi tersebut hanya diperuntukkan kepada
daerah surplus, karena daerah dimaksud
mempunyai kemampuan keuangan untuk
menyisihkan sebagaian dana APBD di samping
untuk membiayai pengeluaran belanja pegawai,
belanja non pegawai, dan belanja pembangunan
 Hal tsb bukan berarti bahwa pemerintah
mempunyai niatan untuk mengurangi apalagi
memotong DP menjadi hak daerah. Distribusi
DAU tetap diberikan sesuai dengan Keppres
181/2000 dan dana bagi hasil sumber daya alam
akan didistirbusikan sesuai rencana.
 Yang lebih penting dari itu semua adalah
kesadaran bersama antara pusat dan daerah
untuk melihat permasalahan ini secara
komprehensif dan arif. Paket kebijakan
penyesuaian APBN 2001 tersebut seyogyanya
dipandang sebagai permasalahan nasional bukan
hanya permasalahan pemerintah pusat.

Anda mungkin juga menyukai