PowerPoint Epilepsi
PowerPoint Epilepsi
PowerPoint Epilepsi
DARURAT NEUROSENSORI
“MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN KEGAWATAN
EPILPESI”
OLEH KELOMPOK 3
Ani Liyana P07220222169
Surya Wijaya P07220222158
Tria Novita Sari P07220222191
LATAR BELAKANG
Otak merupakan organ maha penting dalam tubuh kita, sebab dapat dikatakan segala aktifitas tubuh dikoordinir oleh
organ ini. Anggapan dewasa ini ialah bahwa setelah kelahiran, tidak terjadi lagi penambahan jumlah sel otak. Tidak
adanya regenerasi dari jaringan otak ini merupakan sebab utama mengapa kerusakan dari otak pada umumnya tidak
dapat sembuh sempurna seperti organ-organ lain.
Epilepsi merupakan suatu gangguan neurologik yang relative sering terjadi. Epilepsi merupkan suatu gangguan
fungsional kronik dan banyak jenisnya dan ditandai oleh aktivitas serangan yang berulang. Serangan Kejang merupakan
gejala atau manifestasi utama epilepsi dapat diakibatkan kelainan fungsional. Serangan tersebut tidak terlalu lama, tidak
terkontrol serta timbul secara episodik. Serangan ini mengganggu kelangsungan kegiatan yang sedang dikerjakan pasien
pada saat itu. Serangan ini berkaitan dengan pengeluaran implus neuron serebral yang berlebihan dan berlangsung local.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian
epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup.
Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya
telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta
penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi (2004 Epilepsy.com)
TINJAUAN TEORI
Pengertian
Epilepsi adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi otak yang ditandai dengan terjadinya
kejang secara berulang. Dapat berkaitan dengan kehilangan kesadaran, gerakan yang berlebihan, atau
kehilangan tonus atau gerakan otot, dan gangguan prilaku suasana hati, sensasi dan persepsi (Brunner dan
suddarth, 2000).
Klasifikasi Epilepsi
Kejang Parsial Sederhana
Kejang Parsial Kompleks
Kejang Umum
ETIOLOGI
1. Penyebab pada kejang epilepsi Sebagian besar belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi pada:
Trauma Lahir, Asphyxia Neonatorum
Cedera Kepala, Infeksi Sistem Syaraf
Keracunan CO, Intoksikasi Obat/Alcohol
Demam, Ganguan Metabolik (Hipoglikemia, Hipokalsemia, Hiponatremia)
Tumor Otak
Kelainan Pembuluh Darah (Tarwoto, 2007)
a. Adanya focus yang bersifat hipersensitif (focus epilesi) dan timbulnya keadaan depolarisasi parsial di
jaringan otak
Masih dalam keadaan sedikit bergerak atau gerakan secara otomatis tetapi tidak bertujuan, dapat
mengalami perubahan emosi, ketakutan, marah, kegirangan, atau peka rangsang yang
berlebihan, tidak mengingat periode tersebut ketika sudah berlalu.
Pilih salah satu dari pilihan lini kedua dan diberikan dengan dosis
tunggal
20-40 MENIT •Iv fosphenytoin (20 mg PE/kg, max: 1500 mg PE/dose, single dose atau
FASE TERAPI LINI •Iv asam valproate ( 40mg/kg, max:3000 mg/dose, single dose atau Apakah kejang Lanjutkan
•Iv levetiracem (60 mg/kg, max:4500 mg/dose, single dose yes berlanjut? No perawatan
KEDUA symtomatis
Jika salah satu dari pilihan diatas tidak tersedia bisa menggunakan
•Iv phenobarbital (15 mg/kg, single dose
Tidak ada bukti yang jelas mengenai terapi pada fase ini
40-60 MENIT Pilihan terapi: ulangi lini kedua atau dosis anastesi seperti
FASE TERAPI thiopental, midazolam, pentobarbital atau profolol ( semua
KETIGA terapi ditunjang dengan monitoring ECG)
Gaya mekanik pada otak
WOC Epilepsi Obat – obatan (metrazol) Bakteri atau virus
Potensial membran sel saraf berlebihan
menurun
Hipoventilasi Gelisah
Obstruksi jalan nafas Metabolisme m
Rusak suatu area dari PC O2 , PO2
jaringan otak Hipoventilasi Pengeluaran energi
listrik oleh sel – sel Resti cidera
saraf motorik dapat m Ph
Hipoxia jaringan sampai 1000/dt
Asidosis respiratorik
Pola nafas tidak efektif Hipoxia jaringan otak Aliran darah serebrat
m
Ggn. Asam basa
P TIK
Ggn. Perfusi cerebri
Gangguan kesadaran
Ggn. Persepsi sensori
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. (D.0001) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan nafas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan bersihan jalan nafas meningkat dengan KH :
1. Batuk efektif meningkat
2. Dyspnea menurun
3. Sianosis menurun
4. Frekuensi nafas membaik
5. Pola nafas membaik
Intervensi :
Dyspnea menurun
Penggunaan otot bantu nafas menurun
Pernafasan cuping hidung menurun
Frekuensi nafas membaik
Kedalaman nafas membaik
Intervensi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan perfusi serebral meningkat, dengan KH :
Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis. Kondisi fisik, fungsi kognitif, dan riwayat perilaku)
Monitor peruahan status keselamatan lingkungan
Modifikasi lingkungan untuk meniminalkan bahaya dan resik
Gunakan perangkat pelindung (mis. Pagar bed)
STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR
Prosedur/Langkah-Langkah
Petugas yang melaksanakan: Dokter umum,
Petugas menyiapkan alat dan bahan Perawat umum
1) Alat
a. Tensi meter
b. Stetoskop
c. Pulse oksimeter
e. Thermometer
2) Bahan
g. Lembaran resep
h. Form rujukan
LANGKAH-LANGKAH
a. Petugas melakukan pengukuran tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dan suhu tubuh kemudian mencatat dalam buku status pasien
b. Petugas melakukan anamnesis terhadap pasien (autoanamnesis) dan keluarga/care giver pasien untuk memastikan apakah bangkitan yang dimaksud adalah
bangkitan epilepsi;
Ada tiga langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu:
Langkah pertama: memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal merupakan bangkitan epilepsi
a) Gejala sebelum, selama dan paska bangkitan (Faktor pencetus: alkohol, kurang tidur, hormonal
b) Penyakit lain yang mungkin diderita sekarang maupun penyakit neurologik dan riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit sistemik yang mungkin menjadi
penyebab
d) Riwayat terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap terapi (dosis, kadar OAE, kombinasi terapi)
f) Riwayat keluarga dengan penyakit neurologik lain, penyakit psikiatrik atau sistemik
1. Pemeriksaan fisik umum pada dasarnya adalah mengamati adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi seperti trauma
kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, kecanduan alkohol atau obat terlarang, defisit neurologis fokal
2. Pemeriksaan neurologis
Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan neurologik sangat tergantung dari interval antara dilakukannya pemeriksaan dengan bangkitan terakhir Jika
dilakukan pada beberapa menit atau jam setelah bangkitan maka akan tampak tanda pasca iktal terutama tanda fokal seperti todds paresis, trans
aphasic syndrome yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi dan Jika dilakukan pada beberapa waktu setelah bangkitan terakhir berlalu,
sasaran utama adalah menentukan apakah ada tanda-tanda disfungsi sistem saraf permanen (epilepsi simptomatik) dan walaupun jarang apakah ada
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
d. Petugas melakukan pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah rutin untuk menentukan penyebab kejang yang kemungkinan berasal dari infeksi
Petugas melakukan analisa diagnosis terhadap hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dan neurologis
1. Terapi dimulai dengan monoterapi menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi
2. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping
3. Bila ada penggunaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol bangkitan, maka dapat dirujuk kembali untuk mendapatkan penambahan
OAE kedua.
5. Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhannya tinggi hal ini dapat dilakukan
di pelayanan kesehatan sekunder
6. Efek samping perlu diperhatikan, demikian pula halnya dengan interaksi fakmakokinetik antar OAE
1. Penting untuk memberi informasi kepada keluarga bahwa penyakit ini tidak menular
Setelah diagnosis epilepsi ditegakkan maka pasien segera dirujuk ke pelayanan sekunder yang memiliki dokter
spesialis saraf
PENELITIAN JURNAL
• Abstrak: Epilepsi dapat menyebabkan berbagai macam permasalahan berupa kesulitan dalam
belajar, gangguan pertumbuhan dan perkembangan, serta kualitas hidup yang kurang pada anak dimasa depan. Terdapat beberapa faktor risiko kejang demam yang
berperan terhadap terjadinya epilepsi, di antaranya: kelainan pada sistem saraf atau adanya perkembangan kelainan yang jelas sebelum kejang, kejang demam
kompleks, riwayat epilepsi pada orang tua atau suadara kandung, dan kejang demam sederhana yang berulang empat episode atau lebih dalam satu tahun. Masing-
masing faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi dan kombinasi factor risiko tersebut akan meningkatkan kejadian epilepsi.
• Tujuan: untuk mengetahui pengaruh riwayat kejang demam terhadap kejadian epilepsi pada anak.
• Metode: Penelitian ini berbentuk literature review, menggunakan tiga database yaitu Pubmed, ClinicalKey, dan Google Scholar. Kata kunci yang digunakan yaitu
febrile seizure AND epilepsy AND children. Hasil seleksi dengan kriteria inklusi dan eksklusi mendapatkan 10 literatur.
• Hasil: penelitian menunjukkan bahwa dari sepuluh jurnal yang di-review, didapatkan riwayat kejang demam menjadi salah satu faktor risiko yang memiliki pengaruh
untuk berkembang menjadi epilepsi di kemudian hari.
• Kesimpulan: penelitian ini ialah riwayat kejang demam merupakan faktor risiko terbanyak untuk berkembang menjadi epilepsi pada anak di kemudian hari.
Persentase anak dengan riwayat kejang demam yang berkembang menjadi epilepsi berkisar antara 3,3% - 73,8%
Artikel yang berjudul “Effect of History of Febrile Seizures on Epilepsy Incidence in Children” ini ditulis oleh Marshen Budiman, Praevilia M. Salendu, Johnny L.
Rompis pada “ The Journal Of e-CliniC”. Edisi bulan Januari-April 2023. Tahun terbit 08-12-2022 (Beberapa bulan lalu).
Artikel ini menjawab pertanyaan klinis yang di inginkan peneliti untuk membuat tugas laporan ‘Evidence Based Nursing” pada mata ajar Keperawatan Gawat Darurat
Neurosensorik, yang membahas tentang penyakit sistem persarafan dan salah satu penanganan atau intervensi mandiri dalam mengatasi kegawatan pasien dengan
Riwayat kejang demam terhadap kejadian epilepsi.
TERIMAKASIH