Kuliah 3
Kuliah 3
Kuliah 3
kecelakaan kerja tinggi karena berkaitan dengan penggunaan alat-alat berat serta lingkungan alam yang
sulit diiamalkan. Di samping itu, faktor manusia merupakan salah satu elemen yang menjadi penyebab
utama kecelakaan kerja. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Strechlke dalam Idris dan Soemamo
(1988) dinyatakan bahwa pekerja di bidang pemanenan kayu di daerah tropis di Asia Tenggara dan
Afrika Barat dapat mengalami kecelakaan dua kali dalam setahun dan selama masa kerjanya satu dari
lima pekerja meninggal karena kecelakaan.
Pemanenan kayu merupakan pekerjaan yang beresiko kecelakaan kerja tinggi. Kondisi areal hutan yang
sulit, ketidakseimbangan antara alat yang digunakan dengan kondisi lapangan dan keterampilan pekerja
dapat menyebabkan kecelakaan kerja.
Pemanenan kayu merupakan proses kegiatan pemindahan hasil hutan berupa kayu, dari hutan sebagai
tempat tumbuhnya menuju pasar atau tempat pemanfaatannya. Dengan adanya kegiatan pemanenan
kayu tersebut akan memiliki nilai guna bagi manusia. Kegiatan pemanenan kayu merupakan salah satu
kegiatan yang cukup berat dan banyak menimbulkan resiko kecelakaan kerja. Keselamatan dan
kesehatan kerja dianggap penting dalam sektor kehutanan karena pengelolaan hutan termasuk dalam
kategori kegiatan berisiko tinggi. Hal tersebut ditunjukkan Gani (1992) dengan data kecelakaan kerja
pada kegiatan kehutanan 4 kali lebih besar dibandingkan angka kecelakaan pada industri lain.
Pemanenan kayu sebagai kegiatan mengeluarkan kayu dari dalam hutan dengan banyak tahapan dan
penggunaan peralatan besar dan berat sangat berisiko terhadap kecelakaan kerja. Kesalahan yang
ditimbulkan akibat kelalaian dan ketidaksesuaian tindakan operator dengan ketentuan yang berlaku
dapat menimbulkan kecelakaan. Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang berhubungan dengan
mesin, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan kondisi lingkungan. Hal ini
menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang
disebabkan oleh lingkungan kerja. Kondisi kesehatan pekerja juga sebagai faktor dari keselamatan kerja
di mana kondisi tersebut dapat membuat gangguan fisik sehingga menghambat produktivitas kerja.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan salah satu upaya untuk menciptakan
tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Tiga Tujuan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di
tempat kerja.
Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.
Secara umum, K3 adalah perlindungan yang wajib diberikan oleh pihak pemberi kerja kepada karyawannya. Dalam
situs Prodia OHI dijelaskan, K3 merupakan salah satu upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat,
bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kesehatan kerja adalah segala hal yang berkaitan dengan program kesehatan untuk para karyawan atau
pekerja. Bila kesehatan karyawan terjaga, perusahaan akan memiliki sumber daya manusia yang sehat, jarang absen,
dan bekerja dengan lebih produktif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja karyawan adalah sebagai berikut:
1. Beban kerja, baik fisik, mental, maupun sosial. Oleh karena itu, pemberi kerja perlu mengupayakan
penempatan pekerja agar sesuai dengan kemampuan tiap pekerja.
2. Kapasitas kerja, yang bisa jadi berbeda-beda antarkaryawan. Kapasitas kerja tiap karyawan biasanya
tergantung latar belakang pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, dan keadaan gizi
tiap karyawan.
3. Lingkungan kerja, yang mencakup faktor fisik, kimia biologik, ergonomik, maupun psikososial.
Berikut penyebab terjadinya kecelakaan kerja secara umum, dikutip dari situs web Prodia OHI:
1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu kondisi yang tidak aman dari peralatan/media elektronik,
bahan, lingkungan kerja, proses kerja, sifat pekerjaan dan cara kerja.
2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain
karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana. Termasuk dalam kategori ini adalah cacat
tubuh yang tidak kentara (bodily defect), kelelahan dan kelemahan daya tahan tubuh, sikap dan perilaku
kerja yang tidak baik.
Tujuan Penerapan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3)
K3 merupakan bentuk perlindungan bagi kesehatan dan keselamatan kerja tenaga kerja, serta bagi sumber-
sumber produksi perusahaan. Bila dijabarkan secara lebih konkret, tujuan K3 sebagaimana dikutip dari
buku Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan
psikologis.
2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
5. Agar meningkatnya kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atas kondisi kerja.
7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
Dalam mewujudkan K3, perusahaan atau pemberi kerja perlu mengikuti sejumlah prinsip berikut:
1. Menyediakan alat pelindung diri (APD) di tempat kerja.
2. Menyediakan buku petunjuk penggunaan alat atau isyarat bahaya.
3. Menyediakan peraturan pembagian tugas dan tanggung jawab.
4. Menyediakan tempat kerja yang aman sesuai standar syarat-syarat lingkungan kerja (SSLK). Contohnya,
tempat kerja steril dari debu kotoran, asap rokok, uap gas, radiasi, getaran mesin dan peralatan, kebisingan;
aman dari arus listrik; memiliki penerangan yang memadai; memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang
seimbang; dan memiliki peraturan kerja atau aturan perilaku di tempat kerja.
5. Menyediakan penunjang kesehatan jasmani dan rohani di tempat kerja.
6. Menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap di tempat kerja.
7. Memiliki kesadaran dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja.
5 Kewajiban Tenaga Kerja Terhadap Penerapan K3 (Keselamatan
dan Kesehatan Kerja)
1. Memberi keterangan yang benar apabila diminta pegawai pengawas / keselamatan kerja.
2. Menggunakan (APD) Alat Pelindung Diri yang diwajibkan.
3. Memenuhi dan menaati semua syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
4. Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
5. Menyatakan keberatan kerja dimana syarat K3 dan APD yang diwajibkan diragukan olehnya
kecuali dalam hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Syarat-syarat Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di tempat kerja tertuang
dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 (tiga). Pada
pasal tersebut disebutkan 18 (delapan belas) syarat penerapan keselamatan kerja di
tempat kerja di antaranya sebagai berikut :
Kondisi K3 pada Kegiatan Pemanenan Kayu Kegiatan pemanenan kayu yang dilakukan pihak perusahaan
masih menggunakan sistem manual, yaitu penebangan menggunakan , penyaradan dengan cara dipikul
dan digelinding, muat bongkar dengan dipikul dan didorong, serta pengangkutan menggunakan truk
Mitsubishi PS 100. Hasil pengamatan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya para pekerja
memahami sistem K3 seperti operator yang memahami cara kerja penebangan yang benar dan tepat
dengan mengutamakan keselamatan mereka. Tetapi pemahaman pekerja terhadap K3 tidak didukung
oleh penyediaan sarana dan prasarana K3 dan kurang adanya pengawasan pekerjaan yang ketat kepada
pekerja oleh pihak perusahaan. Pada kegiatan penebangan, operator tidak menggunakan sepatu bot,
helm pelindung kepala, sarung tangan dan kaca mata pelindung padahal areal yang dihadapi curam
(kelerengan > 25%) dan jenis kayu jati yang memiliki kelas kuat I berarti memiliki bobot kayu sangat
berat. Hal ini sangat membahayakan keselamatan jiwa operator. Pada kegiatan penyaradan, kayu jati
yang telah dipotong menjadi beberapa sortimen digelindingkan oleh pekerja (tenaga pekerja
menggunakan sistem regu di mana 1 regu ada 8 orang). Pengamatan langsung di lapangan menunjukkan
bahwa para pekerja tidak menggunakan sepatu bot dan sarung tangan. Padahal mereka terbiasa
mendorong kayu jati turun dari lereng menggunakan kaki dan tangan serta belum ada pemberian kode
atau tanda dari pekerja yang berada di atas lereng yang mengisyaratkan bagi pekerja yang ada di bawah
untuk hati-hati karena kayu sedang digelindingkan, hal ini sangat membahayakan bagi orang-orang yang
berada di bawah lereng.
ILO (2002) menyebutkan bahwa kegiatan penyaradan secara manual harus menghindari pemindahan
kayu dengan menggunakan tangan. Jika harus menggunakan tangan maka jarak harus sependek
mungkin dengan menggunakan suatu arah rebah yang tepat dan jaringan jalan sarad yang cukup dekat.
Sedangkan Anonim (2009) menyatakan bahwa mengangkat beban merupakan pekerjaan yang berat,
terutama teknik yang dilakukan tidak benar dapat berakibat cedera pada punggung. Resiko kecelakaan
lebih serius dijumpai pada saat pengangkutan kayu dari penebangan ke tempat pengumpulan kayu.
Kondisi jalan tidak beraspal dengan kemiringan cukup terjal serta jenis tanah latosol akan menjadi
sangat licin saat hujan, sehingga sangat membahayakan operator truk. Seharusnya jalan angkutan
antara tersebut diberi batuan untuk menghindari terjadi slip. Hasil wawancara menunjukkan bahwa
sering terjadi truk jatuh terguling karena tidak kuat menanjak dan tidak mampu menahan slip akibat
jalan tanah licin. Untuk kegiatan muat bongkar, kayu jati lebih banyak dipikul. Tiap batang kayu bulat
dipikul oleh 4 orang pekerja dengan menggunakan alat bantu tradisional berupa tambang dan 2 tongkat
kayu. Hal ini akan menambah beban kerja yang berlebihan bagi pekerja muat bongkar.
Ada banyak manfaat dengan menerapkan K3 yaitu :
1. manfaat ekonomi: dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja yang nyaman dan aman serta
motivasi kerja yang meningkat; dan
2. manfaat psikologis: dapat meningkatkan kepuasan kerja sehingga meningkatkan motivasi kerja yang
selanjutnya akan meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja.
Menurut ILO (1979) kecelakaan kerja dapat mengakibatkan meningkatnya waktu kerja tidak efektif yang
akan menurunkan produktivitas, sedangkan Dalih (1985) mengatakan bahwa akibat yang ditimbulkan
oleh kecelakaan kerja adalah kerugian ekonomi dan waktu. Untuk itu ILO telah mengeluarkan Kode
Praktis ILO K3 di Kehutanan (ILO, 1998) yang bertujuan melindungi para pekerja dari potensi bahaya K3
dalam pekerjaan kehutanan dan untuk mencegah atau mengurangi insiden penyakit atau kecelakaan.