Bima Rakha Pertemuan 10

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 61

Bima Rakha Adhitama

2210311048
Teknik Mesin B

Kimia Pertemuan 10
Isi

 Kinetika dan laju reaksi


 kesetimbangan kimia
 Termo kimia
 Unsur logam
Kinetika dan laju reaksi

 Kinetika kimia adalah studi tentang laju reaksi, perubahan konsentrasi reaktan (atau
produk) sebagai fungsi dari waktu. Reaksi dapat berlangsung dengan laju yang bervariasi,
ada yang serta merta, perlu cukup waktu (pembakaran) atau waktu yang sangat lama
seperti penuaan, pembentukan batubara dan beberapa reaksi peluruhan radioaktif. Laju
reaksi merupakan laju pengurangan reaktan tiap satuan waktu, atau laju pembentukan
produk tiap satuan waktu.
Kinetika dan laju reaksi

Laju reaksi adalah perubahan konsentrasi reaktan atau produk per satuan waktu. Besaran laju
reaksi dilihat dari ukuran cepat lambatnya suatu reaksi kimia. Laju reaksi mempunyai satuan
M/s (Molar per detik)
Definisi formal

 Laju reaksi didefinisikan sebagai proses berubahnya konsentrasi per satuan waktu.
Laju reaksi memiliki konstanta yang sangat bergantung pada suhu reaksi
Sebuah reaksi kimia dapat ditulis menggunakan rumus:
aA + bB → cC + dD
Dari reaksi kimia tersebut, dapat diketahui a, b, c, dan d adalah koefisien reaksi dan A, B,
C, dan D adalah zat-zat yang terlibat dalam reaksi. Laju reaksi dalam suatu sistem tertutup
dinyatakan menggunakan rumus:

Dimana: [A], [B], [C], dan [D] menyatakan konsentrasi zat-zat tersebut. Melalui rumus
tersebut, diketahui bahwa laju reaksi memiliki satuan mol/L/s.
Faktor yang memengaruhi laju reaksi

 Orde reaksi
 Luas permukaan sentuh
 Suhu (temperature)
 Katalis
 Molaritas
 Konsentrasi
Orde reaksi

 orde reaksi suatu substansi (seperti reaktan, katalis atau produk) adalah banyaknya faktor konsentrasi yang
mempengaruhi kecepatan reaksi. Untuk persamaan laju reaksi: r = k[A] x [B]y … )([A], [B] … adalah konsentrasi), orde
reaksinya adalah x untuk A dan y untuk B. Orde reaksi secara keseluruhan adalah jumlah total x + y + .... Perlu diingat
bahwa orde reaksi sering kali tidak sama dengan koefisien stoikiometri.
 Contohnya: reaksi kimia antara raksa (II) klorida dengan ion oksalat:
 2HgCl2 + C2O42- → 2Cl- + 2CO2­↑ + Hg2Cl2¯↓
 Persamaan laju reaksinya adalah:
 r = k[HgCl2]1[C2O42−]2
 Dalam contoh ini, orde reaksi reaktan HgCl2 adalah 1 dan orde reaksi ion oksalat adalah 2; orde reaksi secara keseluruhan
adalah 1 + 2 = 3. Orde reaksi di sini (1 dan 2) berbeda dengan koefisien stoikiometrinya (2 dan 1). Orde reaksi hanya bisa
ditentukan lewat percobaan. Dari situ dapat ditarik kesimpulan mengenai mekanisme reaksi. Di sisi lain, reaksi dasar
(satu langkah) memiliki orde reaksi yang sama dengan koefisien stoikiometri untuk setiap reaktan. Orde reaksi secara
keseluruhan (jumlah koefisien stoikiometri reaktan) selalu sama dengan molekularitas reaksi dasar. Orde reaksi untuk
setiap reaktan sering kali memiliki angka positif, tetapi ada pula orde reaksi yang negatif, berupa pecahan atau nol.
Orde pertama

 Jika laju reaksi bergantung pada satu reaktan dan jumlah eksponennya satu, maka reaksi
itu adalah reaksi orde pertama.
 Contohnya: dalam reaksi ion arildiazonium dengan nukleofil dalam larutan berair
ArN2+ + X− → ArX + N2, persamaannya adalah r = k[ArN2+], dan Ar merupakan
kelompok aril. Contoh reaksi orde pertama lainnya adalah proses peluruhan radioaktif.
Namun, reaksi ini merupakan reaksi nuklir.
Orde kedua

 Reaksi dianggap sebagai reaksi orde kedua jika ordenya secara keseluruhan berjumlah
dua. Laju reaksi orde kedua mungkin proporsional dengan satu konsentrasi berkuadrat r =
k[A]2, atau (lebih umum) jumlah orde dua konsentrasi r = k[A][B]. Contohnya: reaksi
NO2 + CO → NO + CO2 merupakan reaksi orde kedua untuk reaktan dan reaksi orde
nol untuk reaktan. Persamaannya adalah r = k [NO 2]2 dan independen dari konsentrasi
CO.
Orde nol

 Dalam reaksi orde nol, laju reaksinya independen dari konsentrasi reaktan, sehingga
perubahan konsentrasi tidak mengubah laju reaksi. Contohnya adalah berbagai reaksi
yang dikatalis oleh enzim asalkan konsentrasi reaktan lebih besar daripada konsentrasi
enzim yang mengendalikan lajunya. Contohnya, oksidasi biologis etanol menjadi
asetaldehida oleh enzim dehidrogenase alkohol hati merupakan reaksi orde nol untuk
etanol.
Orde negatif

 Reaksi dapat memiliki orde negatif terkait dengan suatu substansi.


 Contohnya: perubahan ozon (O3) menjadi oksigen mengikuti persamaan: r = k [O 3]2 ÷
[O2] dengan kelebihan oksigen. Reaksi ini merupakan reaksi laju kedua untuk ozon dan (-
1) untuk oksigen. Saat orde parsial bersifat negatif, orde secara keseluruhan dianggap
tidak didefinisi. Dari contoh di atas, reaksi ini tidak dianggap sebagai reaksi orde pertama
meskipun jumlahnya 2 + (-1) = 1, karena persamaan lajunya lebih rumit daripada reaksi
orde pertama yang sederhana
Pengaruh suhu terhadap laju reaksi

 Suhu adalah bentuk energy yang dapat diserap oleh masing masing molekul perekasi. Ketika
suhu zat zat yang akan bereaksi ditingkatkan, maka energy partikel akan semakin besar. Energy
ini digunakan oleh molekul molekul pereaksi untuk bergerak lebih cepat. Jadi adanya kenaikan
suhu akan mengakibatkan gerakan molekul pereaksi menjadi lebih cepat.
 Hal ini juga berlaku pada molekul pereaksi. Peningkatan suhu akan mengakibatkan energy
kinetic kinetic partikel meningkat, akibatnya pergerakan molekul akan semakin cepat. Gerakan
molekul yang semakin cepat juga akan meningkatkan jumlah tumbukan yang terjadi antar
partikel. Jika terjadi tumbukan, maka energy tumbukan akan cukup besar untuk
memungkinkan terjadinya reaksi antara kedua molekul. Artinya tumbukan efektif akan
semakin banyak terjadi. Hal ini tentu akan mengakibatkan reaksi akan berlingsung lebih cepat.
 “Suhu tinggi = energy kinetic partikel meningkat = semakin banyak tumbukan efektif yang
terjadi antar partikel = laju reaksi meningkat”
 Rumus Pengaruh Suhu terhadap Laju ReaksiPada umumnya, setiap kenaikan suhu 10 0C, maka laju reaksi
akan menjadi dua kali lebih cepat. Dengan menggunakan hubungan ini, jika laju awal reaksi pada suhu
tertentu diketahui, maka kita dapat meramalkan berapa besar laju reaksi lain jika suhunya ditingkatkan.
V2 = V1 × (n)ΔT/10
 Atau jika yang diketahui adalah waktu tempuh reaksi, kita dapat menggunakan rumus:
t2 = t1 × (1/n)ΔT/10

Keterangan: V1 = laju reaksi awal (pada duhu T1); V2 = laju reaksi akhir (pada suhu T2); t1 =
waktu reaksi awal (pada suhu T1); t2 = waktu reaksi akhir (pada suhu T2); n = kenaikan laju reaksi;
∆T = Perubahan suhu = T2 – T1. Harga n terantung berapa kali kenaikan laju reaksinya. Jika pada
soal tertulis dua kali semula, maka harga n = 2, jika tiga kali semula maka harga n = 3, dan begitu
seterusnya. Angka 10 pada pembagi perubahan suhu juga tergantung pada soal. Misalnya jika setiap
kenaikan 10 derajat, maka angka 10 kita pakai. Tetapi jika dalam soal tertulis setiap kenaikan 20
derajat, maka angka 20 yang kita pakai. Dan begitu seterusnya.
Reaksi elementer

 Reaksi elementer (terkadang disebut pula reaksi dasar) adalah suatu reaksi kimia di mana satu atau lebih spesi kimia bereaksi langsung untuk
membentuk produk dalam satu tahap reaksi tunggal dan dengan satu keadaan transisi. Dalam praktiknya, reaksi diasumsikan elementer jika tidak
ada zat antara reaksi yang telah terdeteksi atau perlu didalilkan untuk menggambarkan reaksi pada skala molekuler. Reaksi yang tampaknya
elementer sebenarnya adalah sebuah reaksi bertahap, yaitu melalui tahapan reaksi kimia yang rumit, dengan intermediet reaksi pada variabel masa
hidup.
 Dalam suatu reaksi elementer unimolekuler, suatu molekul A terdisosiasi atau mengalami isomerisasi untuk menghasilkan produk:

A → Produk
 Pada suhu konstan, laju dari reaksi tersebut sebanding dengan konsentrasi spesi A:

(d[A] ÷ dt) = – k [A]


 Dalam suatu reaksi elementer bimolekuler, dua atom, molekul, ion atau radikal, A dan B, bereaksi bersama untuk menghasilkan produk:

A + B → Produk
 Laju reaksi tersebut, pada suhu konstan, sebanding dengan perkalian konsentrasi spesi A dan B:

(d[A] ÷ dt) = d[B] ÷ dt) = – k [A] [B]


 Ekspresi laju bagi reaksi elementer bimolekuler terkadang dirujuk sebagai hukum aksi
massa sebagaimana yang diusulkan oleh Guldberg dan Waage pada tahun 1864. Contoh
dari reaksi jenis ini adalah reaksi sikloadisi. Ekspresi laju ini dapat diturunkan dari prinsip
pertama dengan menggunakan teori tumbukan untuk gas ideal. Untuk kasus fluida encer
hasil yang setara telah diperoleh dari argumen probabilistik sederhana.
 Menurut teori tumbukan, probabilitas tiga spesi kimia bereaksi bersamaan satu sama lain
dalam suatu reaksi elementer termolekuler dapat diabaikan. Oleh karena itu, reaksi
termolekuler semacam itu biasa disebut reaksi non-elementer dan dapat dipecah menjadi
seperangkat reaksi bimolekuler yang lebih mendasar, sesuai dengan hukum aksi massa.
Tetapi tidak selalu dimungkinkan untuk mendapatkan skema reaksi secara keseluruhan
namun solusi berdasarkan persamaan laju dimungkinkan dalam hal keadaan tunak atau
pendekatan Michaelis-Menten.
Katalis

 suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tetapi tidak mengalami
perubahan dan pengurangan jumlah. Laju reaksi katalis terjadi di permukaan luas pada
fluida padat sehingga diterapkan pada material padat yang berpori. Dalam reaksi kimia,
katalis tidak berperan sebagai pereaksi kimia maupun produk. Katalis yang umum
digunakan ialah ion logam dengan metode impregnasi untuk menghasilkan valensi nol
dan situs-situs asam selama proses reduksi. Peran katalis adalah meningkatkan unjuk
kerja katalitik material padat.
 Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama: katalis homogen dan katalis
heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi
dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis homogen berada dalam fase yang
sama. Satu contoh sederhana untuk katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan
suatu permukaan di mana pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk sementara terjerap.
Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya
produk baru. katan atara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas.
 Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk membentuk suatu perantara kimia
yang selanjutnya bereaksi membentuk produk akhir reaksi, dalam suatu proses yang memulihkan katalisnya.
Berikut ini merupakan skema umum reaksi katalitik, di mana C melambangkan katalisnya:
A + C → AC -------------- (1)
B + AC → AB + C ------ (2)
 Meskipun katalis (C) termakan oleh reaksi 1, tetapi selanjutnya dihasilkan kembali oleh reaksi 2, sehingga untuk
reaksi keseluruhannya menjadi:
A + B + C → AB + C
 katalis tidak termakan ataupun tercipta. Enzim adalah biokatalis. Penggunaan istilah "katalis" dalam konteks
budaya yang lebih luas, secara bisa dianalogikan dengan konteks ini.
 Beberapa katalis ternama yang pernah dikembangkan di antaranya katalis Ziegler-Natta yang digunakan untuk
produksi massal polietilen dan polipropilen. Reaksi katalitik yang paling dikenal ialah proses Haber untuk
sintesis amoniak, yang menggunakan besi biasa sebagai katalis. Konverter katalitik—yang dapat
menghancurkan produk samping knalpot yang paling bandel—dibuat dari platinadan rodium.
Kesetimbangan kimia

 keadaan dimana reaksi kimia berjalan ke kanan dan ke kiri pada kecepatan yang
sama dan dalam waktu yang bersamaan. Rasio konsentrasi (jumlah) pereaksi
dan produk tidak berubah seiring dengan perubahan waktu.
 Contoh reaksi kesetimbangan: N2O4 (g) <==> 2NO2 (g)
 Keadaan kesetimbangan kimia ini tidak dapat dipengaruhi oleh adanya
penambahan katalis meskipun terdapat perbedaan waktu untuk mencapai
keadaan yang setimbang. Kesetimbangan juga merupakan proses yang dinamis
atau selalu berlangsung tanpa ada henti secara mikroskopis.
Konsep Dasar Kesetimbangan Kimia

 Pada keadaan kesetimbangan dinamis, kesetimbangan terjadi karena adanya


perubahan dari dua arah. Baik arah maju maupun arah mundur dimana
disimbolkan sebagai ó. Sebagai contoh, jika ada reaksi:
 aA (g) <==> bB (g)
 dimana suhu reaksi tetap dan kedua senyawa baik senyawa A dan senyawa B
dalam keadaan setimbang. Hal itu berarti bahwa kecepatan atau waktu yang
diperlukan untuk senyawa A membentuk 1 mol senyawa B memiliki nilai yang
sama dengan waktu yang diperlukan untuk senyawa B dapat membentuk 1 mol
senyawa A.
Sifat-sifat keadaan kesetimbangan

 Pada prinsipnya semua reaksi kimia bersifat reversibel, artinya hasil reaksi dapat bereaksi kembali
membentuk reaktan . Sebagai contoh reaksi reversibel di alam adalah pembentukan kalsium karbonat
stalaktit yang menggantung pada langit-langit gua batu kapur dan stalagmit yang tumbuh pada dasar gua.
 Contoh pelarutan dan pengendapan kembali batu batu kapur di laboratorium adalah apabila ion Ca2+ dan
HCO3- (misalkan CaCl2 dan NaHCO3) ditempatkan dalam beaker terbuka berisi air, maka segera akan
terlihat gelembung gas CO2 dan endapan CaCO3:
Ca2+(aq) + 2HCO3-(aq) <==> CaCO3(s) + CO2(g) + H2O(ℓ)
 Apabila ke dalam larutan tersebut dimasukkan dry ice (CO2 padat), maka padatan CaCO3 akan larut
kembali:
CaCO3(s) + CO2(g) + H2O(ℓ) <==> Ca2+(aq) + 2 HCO3-(aq)
 Percobaan ini menggambarkan reaksi kimia yang reversibel.
 Bila reaksi kalsium karbonat, air dan karbon dioksida dilakukan dengan cara yang berbeda.
Misalkan larutan ion Ca2+ dan HCO3- ditempatkan dalam wadah tertutup, sehingga CO2 tidak
dapat lolos:
 Ca2+(aq) + 2HCO3-(aq) CaCO3(s) + CO2(g) + H2O(ℓ)
 Reaksi pembentukan CaCO3 dan CO2 tersebut pada awalnya terus berlangsung, tetapi akhirnya
tidak didapatkan perubahan lagi. Dari hasil pengujian didapatkan Ca 2+, HCO3-, CaCO3, CO2, dan
H2O di dalam sistim. Tidak adanya perubahan, bukan berarti reaksi telah berhenti, melainkan
reaksi telah mencapai kesetimbangan. Pada awalnya, Ca2+ dan HCO3- bereaksi membentuk
produk dengan kecepatan tertentu. Semakin banyak reaktan yang bereaksi, maka kecepatan
reaksi semakin lambat. Sebaliknya kecepatan pembentukan produk (CaCO 3, CO2 dan H2O)
semakin meningkat dengan semakin bertambahnya konsentrasi. Akhirnya, kecepatan reaksi ke
kanan (pembentukan CaCO3) sama dengan kecepatan reaksi ke kiri (pelarutan kembali CaCO 3).
 Pada keadaan ini, secara makroskopik tidak terlihat adanya perubahan. Dikatakan sistim berada
pada keadaan kesetimbangan dinamis, artinya reaksi ke kanan maupun ke kiri terus berlangsung
tetapi dengan kecepatan yang sama.
 Contoh Kesetimbangan dinamis: Reaksi: N2O4 (g) <==> 2NO2 (g)
 Untuk membuktikan bahwa kesetimbangan adalah dinamis, dilakukan percobaan reaksi antara
ion besi (III) dengan ion tiosianat SCN- :
Fe(H2O)63+(aq) + SCN-(aq) <==> Fe(H2O)5(SCN)2+(aq) + H2O(ℓ)
hampir tak berwarna tidak berwarna jingga-merah
 Ke dalam larutan ditambahkan setetes larutan ion SCN- radioaktif dan segera dianalisis.
Hasilnya, ion SCN- terdapat di dalam Fe(H2O)5(SCN)2+. Pengamatan ini dapat diterangkan
dengan reaksi:
 Fe(H2O)5(SCN)2+(aq) + H2O(ℓ) <==> Fe(H2O)63+(aq) + SCN-(aq)
 Fe(H2O)63+(aq) + S14CN-(aq) <==> Fe(H2O)5(S14CN)2+(aq) + H2O(ℓ)
 Satu-satunya cara agar ion S14CN- radioaktif terikat dalam ion Fe(H2O)5(S14CN)2+ adalah bila
reaksi pertukaran dengan air bersifat dinamis dan reversibel, dan terus berlangsung walaupun
telah mencapai kesetimbangan.
 Proses kesetimbangan tidak hanya dinamis dan reversibel, tetapi untuk reaksi yang spesifik, sifat
keadaan kesetimbangan adalah sama tak perduli pendekatannya dari arah mana pendekatannya.
 Contoh: pengukuran konsentrasi asam asetat dan ion asetat pada kesetimbangan.
 Percobaan pertama
CH3COOH (aq) + H2O (ℓ) <==> CH3CO2- (aq) + H3O+ (aq)
asam asetat ion asetat ion hidronium
 Oleh karena asam asetat merupakan asam lemah, maka konsentrasi ion asetat dan ion hydronium yang
dihasilkan kecil.
 Percobaan kedua
NaCH3CO2 (aq) + HCl (aq) <==> CH3CO2H (aq) + H2O (ℓ)
natrium asetat asam klorida
 Oleh karena HCl merupakan asam kuat, maka persamaan reaksi ioniknya:
CH3CO2-(aq) + H3O+(aq) <==> CH3CO2H(aq) + H2O(ℓ)
ion asetat ion hidronium asam asetat
 Jika pada percobaan pertama konsentrasi awal asam asetat 1 mol, dan pada percobaan kedua konsentrasi awal
natrium asetat dan HCl masing-masing 1 mol (semuanya dalam volume yang sama), maka konsentrasi asam
asetat, ion asetat dan ion hidronium pada kesetimbanga adalah identik.
Tetapan Kesetimbangan (K)

 merupakan konstanta (angka/nilai tetap) perbandingan zat ruas


kanan dengan ruas kiri pada suatu reaksi kesetimbangan. Dengan
kata lain, tetapan kesetimbangan merupakan angka yang
menunjukkan perbandingan secara kuantitatif antara produk dengan
reaktan.
Tetapan Kesetimbangan Kc dan Kp

 Konsentrasi di dalam persamaan konstanta kesetimbangan biasanya dinyatakan dengan mol/L (M),
oleh karena itu simbol K seringkali dituliskan dengan Kc (tetapan kesetimbangan konsentrasi). Akan
tetapi untuk gas, konsentrasi reaktan atau produk dapat dinyatakan dengan tekanan parsial p,
sehingga K dituliskan dengan Kp (tetapan kesetimbangan parsial).
 Tetapan kesetimbangan Kc merupakan perbandingan (hasil bagi) antara konsentrasi molar zat-zat
ruas kanan dengan konsentrasi molar zat ruas kiri yang dipangkatkan dengan koefisiennya. Karena
fasa padat (s) dan cair (l) tidak memiliki konsentrasi, maka kedua fasa ini tidak dilibatkan dalam
rumus tetapan kesetimbangan Kc dan diberi nilai=1.
 Tetapan kesetimbangan Kp merupakan perbandingan (hasil bagi) antara tekanan parsial (Px) zat-
zat ruas kanan dengan tekanan parsial zat ruas kiri yang dipangkatkan dengan koefisien masing-
masing. Hanya zat yang berfasa gas (g) yang diperhitungkan dalam rumus tetapan kesetimbangan
Kp. Zat dengan fasa selain gas (s, l, aq) tidak dicantumkan dalam rumus tetapan kesetimbangan Kp,
tetapi diberi nilai = 1.
Tetapan Kesetimbangan Konsentrasi (Kc)

 1. Kesetimbangan Homogen
Sesuai dengan namanya yang mengandung kata “homogen”, kesetimbangan ini merupakan
jenis kesetimbangan yang terjadi pada saat produk dan juga reaktan-nya berasal dari fase
yang sama, yaitu seluruhnya gas (g) atau seluruhnya cairan (aq). Misalnya sebagai berikut:
aA (aq) + bB (aq) <==> cC (aq) + dD (aq)
aA (g) + bB (g) <==> cC (g) + dD (g)
 Maka, nilai kesetimbangan disusun sebagai berikut:
Dimana: Kc = tetapan kesetimbangan (molar); [A] = molaritas zat A (M); [B] = molaritas zat
B (M); [C] = molaritas zat C (M); [D] = molaritas zat D (M)
 2. Kesetimbangan Heterogen
Kesetimbangan heterogen merupakan jenis kesetimbangan yang terjadi pada saat produk dan reaktan memiliki
fase yang berbeda. Di mana yang hanya mempengaruhi tetapan kesetimbangan hanya unsur yang berwujud gas
(g) dan cairan (aq). Misalnya sebagai berikut:
aA (aq) + bB (s) <==> cC (s) + dD (g)
 Maka, nilai kesetimbangan disusun sebagai berikut:
Di mana: Kc = tetapan kesetimbangan; [A] = Molaritas zat A (M); [D] = Molaritas zat D (M). Zat B tidak
masuk dalam rumus karena merupakan fase padat (s) yang nilai molaritasnya adalah 1.
 Misalnya: pembuatan senyawa padatan amonium klorida pada industri kimia.
NH3 (g) + HCl (g) <==> NH4Cl (s)
Amonium klorida berbentuk padatan, sehingga konsentrasi molaritasnya adalah 1. Maka, tetapan kesetimbangan
yang didapatkan adalah:

Selain padatan, zat berwujud cair atau liquid juga memiliki molaritas 1. Hal ini karena senyawa fasa padat dan
cair adalah senyawa murni yang tidak diencerkan dengan air ataupun dicampur dengan pelarut lain.
Tetapan Kesetimbangan Tekanan Parsial (Kp)

Berbeda dengan kesetimbangan konsentrasi atau Kc, pada tetapan kesetimbangan


kimia tekanan parsial atau Kp hanya fase dalam wujud gas yang diperhitungkan
mempengaruhi tetapan keseimbangannya.
Untuk menentukan tekanan parsial suatu zat dari tekanan parsial totalnya digunakan
persamaan sebagai berikut:

Sama halnya dengan tetapan kesetimbangan konsentrasi, tetapan kesetimbangan


tekanan parsial juga dibagi menjadi 2 (dua) yaitu reaksi homogen dan heterogen.
 1. Kp Reaksi Homogen
Misalnya untuk reaksi kesetimbangan berikut:
aA (aq) + bB (aq) <==> cC (aq) + dD (aq)

 2. Kp Reaksi Heterogen
Karena reaksi heterogen hanya memperhitungkan fase berwujud gas (g) yang mempengaruhi tetapan
kesetimbangan. Misalnya sebagai berikut:
aA (aq) + bB (s) <==> cC (s) + dD (g)
Hubungan Kc dan Kp

Secara matematis, hubungan keduanya tersusun sebagai berikut:

Kp = Kc (RT)Δn
Di mana: R = konstanta 0,082 L atm/mol K; T = suhu Kelvin (K); Δn = (total mol produk
gas) – (total mol reaktan gas). Bila ∆n = 0, maka Kp = Kc.
Termokimia

 mempelajari energi yang menyertai perubahan fisika atau reaksi kimia. Termokimia
digunakan untuk memperkirakan perubahan energi yang terjadi dalam reaksi kimia,
perubahan fase, dan pembentukan larutan. Sebagian besar ciri-ciri dalam termokimia
berkembang dari penerapan Hukum I Termodinamika, Hukum Kekekalan Energi, untuk
fungsi energi dalam, entalpi, entropi, dan energi bebas Gibbs.
Energi

Energi merupakan kemampuan untuk melakukan kerja. Setiap benda memiliki energi. Energi
yang dimiliki benda dapat dibedakan menjadi energi kinetik dan energi potensial.
 Energi kinetik adalah energi yang dimiliki oleh benda-benda yang bergerak. Contohnya
energi pada angin, air terjun, dan kipas angin yang berputar.
 Energi potensial adalah energi yang dimiliki benda karena keadaan atau kedudukan
benda tersebut. Contohnya energi potensial gravitasi dan pegas.
Kalor dan Kalor Reaksi
Kalor merupakan energi yang berpindah dari satu benda ke benda lain karena perbedaan
temperatur. Satuan kalor sama dengan satuan energi yaitu Joule (J). Adakalanya satuan yang
dipakai adalah kalori (kal) atau kilokalori (kkal). Kalor reaksi adalah kalor yang menyertai
suatu reaksi kimia.
Sistem dan Lingkungan
Sistem adalah segala sesuatu yang menjadi pusat perhatian. Sistem merupakan bagian yang sedang diamati
perubahan energinya. Misalnya dalam pengamatan proses pelarutan garam dapur dalam air, maka garam dapur
dan air merupakan sistem. Lingkungan merupakan bagian di luar sistem. Contohnya dalam proses pelarutan
garam dapur tersebut, maka selain garam dapur dan air merupakan lingkungan, misalnya udara di sekitarnya.
Sistem dibagi menjadi tiga, yaitu:
 Sistem terbuka merupakan sistem yang memungkinkan pertukaran energi dan materi antara sistem dan
lingkungan. Contoh: melarutkan garam dapur di beker gelas yang terbuka.
 Sistem tertutup merupakan sistem yang memungkinkan pertukaran energi antara sistem dan lingkungan,
tetapi tidak memungkinkan terjadinya pertukaran materi.Contoh: mengamati perubahan panas pada reaksi
pelarutan di tempat beker gelas yang tertutup. Pada keadaan itu materi tidak dapat keluar atau masuk beker
gelas, karena beker gelas dalam keadaan tertutup. Akan tetapi energi masih dapat keluar masuk beker gelas
tersebut. Hal ini ditandai dengan panas yang menempel pada dinding beker gelas atau sebaliknya energi
panas dapat dialirkan ke dalam sistem tersebut dengan cara dipanaskan di atas nyala api.
 Sistem terisolasi merupakan sistem yang tidak memungkinkan pertukaran energi dan materi antara sistem
dan lingkungan karena adanya batas yang mengisolasi sistem dan lingkungan. Contoh: air dalam termos.
Air panas yang disimpan dalam termos tidak mengalami perubahan panas dan volume air tidak berkurang.
Dengan demikian, baik benda maupun energi panas tidak mengalami perubahan.
Reaksi Eksoterm dan Endoterm

 Reaksi Eksoterm
Reaksi eksoterm adalah reaksi kimia dimana terjadi perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan. Reaksi ini yang
mengeluarkan, memberikan atau menghasilkan panas. Reaksi ini juga merupakan reaksi pembentukan ikatan. Pada
reaksi eksoterm: harga ΔH ( - ); harga kalor pembentukannya ( + ). Reaksi eksoterm tidak stabil pada suhu tinggi.
Contoh reaksi eksoterm: C(s) + O2(g) → CO2(g) + 393.5 kJ; ΔH = -393,5 kJ. Dari reaksi tersebut terlihat bahwa
kalor pembentukannya = +393.5 kJ, ΔH (perubahan entalpi) = -393.5 kJ
 Reaksi Endoterm
Reaksi endoterm adalah reaksi kimia dimana terjadi perpindahan kalor dari lingkungan ke system. Reaksi
membutuhkan panas atau menyerap panas, atau merupakan reaksi pemutusan ikatan. Pada reaksi endoterm: harga
ΔH = ( + ); harga kalor pembentukannya = ( - ).
Contoh reaksi endoterm: CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g) -178.5 kJ ; ΔH = +178.5 kJ. Dari reaksi tersebut terlihat
bahwa kalor pembuntukannya = - 178.5 kJ, ΔH (perubahan entalpi) = +178.5 kJ.
Perbedaan Reaksi Eksoterm dan Reaksi Endoterm

Reaksi Eksoterm Reaksi Endoterm

Menghasilkan energi Memerlukan energi

Sistem melepas kalor Sistem menyerap kalor


Kalor berpindah dari sistem ke Kalor berpindah dari lingkungan ke
lingkungan sistem
Suhu naik Suhu turun

∆H akhir < ∆H awal ∆H akhir > ∆H awal

∆H negative ∆H positif
Entalpi dan Perubahan Entalpi

Entalpi merupakan energi kimia yang terkandung di dalam suatu sistem.


 Entalpi suatu sistem tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah perubahan
entalpi (ΔH) yang menyertai perubahan sistem tersebut.
 Entalpi juga diartikan sebagai jumlah kalor dalam suatu zat.
 Perubahan entalpi adalah perubahan kalor yang terjadi pada suatu reaksi kimia.
Perubahan entalpi adalah perubahan energi yang menyertai peristiwa perubahan kimia
pada suhu dan tekanan tetap/tertentu. Secara matematis dinyatakan sebagai berikut:
ΔH = HP – HR atau dirumuskan sebagai: ΔHreaksi = ΔHproduk – ΔHreaktan
Dimana: ΔH = perubahan entalpi, HP = entalpi produk, HR = entalpi reaktan
Jenis-jenis Perubahan Entalpi
 Entalpi Pembentukan Standar (ΔHf0), kalor yang diserap atau dilepas pada pembentukan satu mol zat dari unsur-unsurnya diukur
pada suhu 25°C dan tekanan 1 atm.
Contoh: H2(g) + 1/2 O2(g) → H20 (l); ΔHf0 = -285.85 kJ.
Entalpi Penguraian Standar (ΔHd0), yaitu kalor yang diserap atau dilepas pada peruraian satu mol zat menjadi unsur-unsurnya
(kebalikan dari entalpi pembentukan).
 Contoh: H2O (l) → H2(g) + 1/2 O2(g); ΔHd0 = +285.85 kJ.
Entalpi Pembakaran Standar (ΔHc0), yaitu adalah kalor yang dilepas pada pembakaran 1 mol zat(reaksi dengan oksigen) diukur pada
suhu 25°C dan tekanan 1 atm.
 Contoh: CH4(g) + 2O2(g) → CO2(g) + 2H2O(l) ; ΔHc0 = -802 kJ.
Entalpi Netralisasi (ΔHn0), yaitu kalor yang dilepas pada pembentukan 1 mol air dan reaksi asam-basa pada suhu 25°C dan tekanan 1
atmosfer.
 Contoh: NaOH(aq) + HCl(aq) → NaCl(aq) + H2O(l); ΔHn0= -890.4 kJ/mol.
Entalpi Pelarutan (ΔHs0) Entalpi pelarutan adalah kalor yang dilepas atau diserap pada pelarutan satu mol zat.
 Contoh: NaCl(s) → Na+(aq) + Cl-(aq); ΔHs0 = 4 kJ
Entalpi Reaksi, yaitu ΔH dari suatu persamaan reaksi di mana zat-zat yang terdapat dalam persamaan reaksi dinyatakan dalam satuan
mol dan koefisien-koefisien persamaan reaksi bulat sederhana.
 Contoh: 2Al + 3H2SO4 → Al2(SO4)3 + 3H2; ΔH = -1468 kJ.
Hukum Lavoisier-Laplace
”Jumlah kalor yang dilepaskan pada pembentukan 1 mol zat dari unsur unsurya sama dengan jumlah kalor
yang diperlukan untuk menguraikan zat tersebut menjadi unsur-unsur pembentuknya”
Artinya: Apabila reaksi dibalik maka tanda kalor yang terbentuk juga dibalik dari positif menjadi negatif atau
sebaliknya.
Contoh:
 Kalor Pembentukan: N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g); ΔH = - 112 kJ
 Kalor Penguraian: 2NH3(g) N2(g) + 3H2(g); ΔH = + 112 kJ
Hukum Hess
"Jumlah panas yang dibutuhkan atau dilepaskan pada suatu reaksi kimia tidak tergantung pada
jalannya reaksi tetapi ditentukan oleh keadaan awal dan akhir."
Dengan perkataan lain, Hukum Hess dapat menerangkan bahwa: ”Setiap reaksi memiliki harga ΔH
yang tetap, dan harga ΔH itu tidak tergantung pada jumlah tahap reaksi.”
Artinya: harga ΔH dari suatu reaksi yang berlangsung satu tahap akan sama dengan harga jika ΔH
reaksi itu berlangsung beberapa tahap, seperti pada contoh berikut.
 Reaksi karbon dan oksigen membentuk CO 2 dapat berlangsung 1 tahap dan 2 tahap, dengan harga
ΔH yang sama. 1-tahap : C (s) + O (g) → CO (g); ΔH = x kJ
2 2

2-tahap : C (s) + ½ O2(g) → CO (g); ΔH = y kJ


CO (g) + ½ O2 (g) → CO2(g); ΔH = z kJ
----------------------------------------------------------- +
C (s) + O2 (g) → CO2(g); ΔH = y + z kJ

 Menurut Hukum Hess : x = y + z


 Catatan: Hukum Hess sangat berguna untuk menghitung harga suatu reaksi berdasarkan beberapa reaksi lain yang -nya
sudah diketahui.
Menyelesaikan Hitungan Termokimia

1. Susunlah persamaan reaksi yang diketahui secara lengkap beserta kalornya


2. susunlah persamaan reaksi yang akan dihitung di bawah reaksi-reaksi yang diketahui
3. Samakanlah letak maupun koefisien reaksi antara reaksi yang diketahui dan reaksi yang akan
dihitung.
4. Coret unsur dan senyawa yang sama secara silang.
5. Jumlahkan unsur/senyawa dan kalor yang ada (tersisa).
6. Untuk diperhatikan:
 Bila reaksi dibalik maka harus disertai perubahan tanda dari kalor reaksi tersebut.
 Bila suatu reaksi harus dikalikan dengan bilangan ”tertentu” maka seluruh unsur/senyawa dan
kalor yang ada harus dikalikan dengan bilangan tersebut.
Perhitungan Perubahan Entalpi Reaksi

 Hukum Hess menyatakan bahwa perubahan kalor pada suatu reaksi tidak bergantung pada
jalannya reaksi, tapi bergantung pada keadaan awal dan akhir suatu reaksi. Hukum Hess
dapat diaplikasikan dalam 4 cara:
1. Menggunakan diagram siklus
2. Menggunakan diagram tingkat energi
3. Menggunakan data entalpi pembentukan standar(ΔHf0)
4. Menggunakan data reaksi
5. Menggunakan data energi ikatan. Energi ikatan (D) adalah besarnya energi yang
dibutuhkan untuk memutuskan 1 mol ikatan dari suatu molekul dalam wujud gas dengan
satuan kJ/mol
Energi Ikatan

Reaksi kimia merupakan proses pemutusan dan pembentukan ikatan. Proses ini selalu
disertai perubahan energi.
 Energi yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan kimia, sehingga membentuk radikal-
radikal bebas disebut energi ikatan.
 Untuk molekul kompleks, energi yang dibutuhkan untuk memecah molekul itu
sehingga membentuk atom-atom bebas disebut energi atomisasi. Harga energi
atomisasi ini merupakan jumlah energi ikatan atom-atom dalam molekul tersebut.
 Untuk molekul kovalen yang terdiri dari dua atom seperti H 2, 02, N2 atau HI yang
mempunyai satu ikatan maka energi atomisasi sama dengan energi ikatan. Energi
atomisasi suatu senyawa dapat ditentukan dengan cara pertolongan entalpi
pembentukan senyawa tersebut.
Secara matematis hal tersebut dapat dijabarkan dengan persamaan:
ΔHreaksi = (Energi pemutusan ikatan) - (Energi pembentukan ikatan)
ΔHreaksi = (Energi ikatan di kiri) - (Energi ikatan di kanan)
Contoh:
Diketahui energi ikatan C-H = 414,5 kJ/Mol; C=C = 612,4 kJ/mol; C-C = 346,9 kJ/mol; H-H = 436,8
kJ/mol. ΔHreaksi C2H4(g) + H2(g) C2H6(g) = ...?

ΔHreaksi = Jumlah energi pemutusan ikatan - Jumlah energi pembentukan ikatan


= (4(C-H) + (C=C) + (H-H)) - (6(C-H) + (C-C))
= ((C=C) + (H-H)) - (2(C-H) + (C-C))
= (612.4 + 436.8) - (2 x 414.5 + 346.9)
= - 126,7 kJ
Kalor Pembentukan

Yang disebut kalor pembentukan adalah kalor reaksi pada pembentukan 1 mol senyawa
dari unsur-unsurnya. Misalnya: Kalor pembentukan H2O = 58 kkal. Hal ini berarti bahwa
reaksi pembentukan 1 mol H2O dari hidrogen dan oksigen akan melepaskan kalor sebesar 58
kkal. Reaksi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
 H2 + ½ O2 → H2O + 58 kkal.

Reaksi ini dapat juga ditulis seperti berikut ini:


 H2 + ½ O2 → H2O; = 58 kkal.

Dalam hal ini kita boleh menyebutkan bahwa entalpi pembentukan H 2O = -58
kkal. Catatan: Berdasarkan defenisinya, maka: kalor pembentukan hanya dimiliki oleh
senyawa, sedangkan unsur tidak memiliki kalor pembentukan (Kalor pembentukannya = nol.
Kalor Pembakaran

Yang disebut kalor pebakaran adalah kalor pada pembakaran 1 mol suatu zat dengan
oksigen. Misalnya: Kalor pembakaran karbon = 94 kkal. Hal ini berarti bahwa
reaksi pembakaran 1 mol karbon menjadi CO2 akan melepaskan kalor sebesar 94
kkal. Reaksinya adalah:
 C + O2 → CO2 + 94 kkal

Dengan perkataan lain, entalpi pembakaran karbon adalah = -94 kkal.


 C + O2 → CO2; ΔH = -94 kkal
Kalor Reaksi

Jika kalor pembentukan diketahui, maka kalor reaksi adalah selisih antara: jumlah
total kalor pembentukan zat-zat di ruas kanan dan jumlah total kalor pembentukan
zat-zat di ruas kiri. Secara umum dapat dijabarkan sebagai berikut:
 mA + mB pC + qD
 Kalor Reaksi = (p.KPC + q.KPD) – (m.KPA + n.KPB)
 Dimana: KP = kalor pembentukan.
Arah Proses
Reaksi-reaksi kimia ada yang berlangsung spontan (terjadi dengan sendirinya), dan ada juga yang berlangsung secara tidak
spontan (memerlukan faktor-faktor khusus agar dapat berlangsung). Dalam reaksi-reaksi kimia, reaksi eksoterm (melepaskan
kalor) pada umumnya berlangsung spontan; sedangkan reaksi endoterm (menerima kalor) pada umunya berlangsung tidak
spontan.
Selain entalpi, terdapat besaran lain yang menentukan spontan atau tidaknya suatu perubahan zat. Besaran tersebut dikenal
dengan istilah entropi (= derajat ketidak teraturan sistem).
 Suatu proses akan berlangsung spontan jika proses itu berjalan dari sesuatu yang teratur menuju ke sesuatu yang tidak
teratur.
 Jika suatu sistem makin tidak teratur, maka dikatakan bahwa entropi (S) bertambah atau (perubahan entropi) positip.
 Sebaliknya, Jika suatu sistem makin teratur, maka dikatakan bahwa entropi (S) berkurang atau (perubahan entropi)
negatif.
Dengan demikian:
 Suatu reaksi dikatakan spontan jika reaksi itu adalah reaksi eksoterm ( negatif) dan reaksi itu menuju
ke ketidakteraturan ( positif).
 Suatu reaksi dikatakan tidak spontan jika reaksi itu adalah reaksi endoterm ( positif) dan reaksi itu menuju
ke keteraturan ( negatif).
 Suhu ikut menentukan spontan atau tidaknya perubahan suatu zat, maka dikenal konsep energi bebas (G).
G = H – T.S → ΔG = T., Dimana: T = Suhu mutlak (K)
Dengan demikian, suatu reaksi berlangsung spontan jika dan hanya jika terjadi pengurangan energi bebas (ΔG negatif). Jika
Penerapan Termokimia

1. Kromatografi lapis tipis


Aktivasi termokimia menjadi bagian dari proses pengembangan noda pada kromatografi lapis
tipis. Noda akan berpendar di tempat yang terpapar sinar ultraungu saat dipanaskan pada suhu
tinggi. Reaksi larutan dapat dideteksi melalui pemisahan pada silika gel dengan ikatan
aminopropil. Permukaan lempeng silika gel bertindak sebagai katalis yang melakukan
konjugasi dengan senyawa π- elektron yang melimpah. Reaksi larutan akan membentuk
produk yang mengalami fluoresensi ketika telah dalam kondisi jenuh.
2. Pembuatan bioetanol
Termokimia telah diterapkan dalam pembuatan bioetanol dengan bahan baku berupa
biomassa lignoselulosa. Etanol dihasilkan dari pencampuran gas karbon monoksida dan dua
atom hidrogen. Reaksi eksotermis dihasilkan pada tekanan 200 bar melalui bantuan katalis
logam dengan suhu 300 oC. Proses termokimia juga menghasilkan produk sampingan berupa
alkohol dalam bentuk propanol, butanol, dan methanol.
Proses termokimia menghasilkan bioetanol dengan tingkat daya guna yang tinggi.
Termokimia mampu memanfaatkan komponen lignin yang hanya terbuang pada pembuatan
bioetanol dengan proses biokimia. Kerumitan dari pembuatan bioetanol dengan proses
termokimia adalah penggunaan katalis yang tepat. Katalisasi dilakukan dengan bahan dasar
berupa rhodium, tembaga, kobalt, molibdenum, seng, dan besi.
3. Gasifikasi
Gasifikasi merupakan pengubahan biomassa menjadi bahan bakar gas atau bahan kimia.
Bahan dasar proses gasifikasi adalah karbon yang diubah melalui proses termokimia. Suhu
standar dalam gasifikasi yaitu antara 600–1.000 oC. Proses oksidasi dalam gasifier dilakukan
dengan media udara, oksigen, uap air, atau gabungan ketiganya. Bahan baku yang digunakan
untuk gasifikasi dengan termokimia ialah biomassa lignoselulosa yang telah dikeringkan dan
digiling menjadi ukuran tertentu.
4. Pembuatan bahan bakar minyak atau gas
Termokimia dapat dimanfaatkan untuk membuat bahan bakar cair dan gas. Bahan baku yang
digunakan berasal dari mikroalga. Tahapan pengubahan mikroalga menjadi bahan bakar
minyak atau gas meliputi gasifikasi, pirolisis, hidrogenasi dan likuefaksi.
Unsur logam

 Pengantar tentang table periodik


Sifat table periodik

 Unsur-unsur disusun berdasarkan naik nya nomor atom dimulai dari kiri atas dan
disusun dalam deret baris horizontal. Susunan ini menempatkan unsur-unsur
yang serupa kedalam golongan Group, Famili yang Vertikal. Misal nya natrium
dan kalium dapat dijumpai di golongan I (Logam alkali). Kita juga bisa membagi
unsur kedalam 2 kategori besar-Logam (metal) dan non-logam (non-metal). Dua
kategori lain bisa kita dapatkan melalui table adalah golongan non-logam khusus
yang dikenal sebagai “Gas Mulia” dan “Metaloid” (golongan kecil unsur). Baris
Horizontal pada tabel periodik dinamakan “periode”. Periode dinomori dari
paling kiri pada Tabel Periodik. Periode ke-6 adalah periode Panjang yang terdiri
atas 32 anggota. Supaya bisa masuk dalam table yang hanya memuat sebanyak
18 anggota, 14 anggota dari periode ini ditempatkan dibagian bawah Tabel
Periodik. Deret 14 unsur ini mengikuti lanthanum (Z = 57) dan unsur-unsur ini
dinamakan Lantanida (lanthanide). Periode ke-7 dan terakhir tidak lengkap
Hubungan penting table periodik

Unsur-unsur golongan-utama adalah unsur yang ada di golongan 1,2, dan 13-18. bila atom
logam golongan-utama dalam golongan 1 dan 2 membentuk ion, atom-atom ini kehilangan
electron sebanyak nomor golongan IUPAC.

Unsur-unsur dalam golongan 3-12 adalah Unsur Transisi, dan berhubung semua adalah
logam, unsur-unsur ini juga dinamakan “Logam Transisi”.
Logam dan Nonlogam serta Ion-ionnya

 Sebagian besar logam adalah konduktor panas dan listrik yang baik, dapat-ditempa (malleable)
dan dapat dibuat kawat (ductile), serta titik lelehnya sedang sampai tinggi. Secara umum,
nonlogam adalah nonkonduktor panas dan listrik dan merupakan padatan yang tidak-dapat-
ditempa (getas), meskipun sejumlah nonlogam adalah gas pada suhu kamar.
Melalui skema warna pada Tabel Periodik, kita lihat bahwa sebagian besar unsur logam
(jingga) dan nonlogam (biru) terpisah di kanan tabel. Gas mulia (ungu) diperlakukan
sebagai golongan khusus nonlogam. Logam dan nonlogam sering dipisahkan oleh garis
diagonal seperti anak-tangga dan beberapa unsur di dekat paris ini sering dinamakan
metaloid (hijau) yang tampak seperti logam dan dalam beberapa hal berperilaku seperti
logam tetapi juga memiliki sebagian sifat nonlogam.
Gas mulia

 Atom-atom gas mulia memiliki jumlah maksimum elektron yang diizinkan dalam kulit
terluar suatu atom, dua dalam helium (18") dan delapan dalam atom gas mulia lainnya (ns
np). Konfigurasi elektron ini sangat sulit diubah dan tampaknya memberikan kelembaman
kimiawi yang sangat tinggi pada gas mulia. Jadi, sangat menarik untuk dicatat bahwa
logam blok s. bersama dengan Al pada golongan 13, cenderung kehilangan cukup banyak
elektron untuk mencapai konfigurasi elektron gas mulia. Sebaliknya, nonlogam cenderung
memperoleh cukup banyak elektron untuk mencapai konfigurasi yang sama
Ion Logam Golongan-Utama

Atom dari unsur golongan 1 dan 2, yaitu logam yang paling aktif, mempunyai konfigurasi
elektron yang berbeda dari konfigurasi gas mulia di periode sebelumnya. Perbedaan ini hanya
berupa satu dan dua elektron dalam orbital s pada kulit elektron yang baru. Jika elektron kulit
terluar atom K dilucuti, atom K menjadi ion positif K dengan konfigurasi elektron [Ar). Atom
Ca mencapai konfigurasi [Ar] setelah dua elektronnya dialihkan.
K ([Ar]4s!) → K+ ([Ar]) + e
Ca ([Ar]45) → Ca2+ ([Ar]) + 2e
Meskipun atom logam tidak kehilangan elektron secara spontan, namun energi yang
diperlukan untuk menghasilkan ionisasi sering kali diberikan oleh proses lain yang terjadi pada
saat yang bersamaan (seperti tarik-menarik antara ion positif dan ion negatif). Aluminium
adalah satu-satunya logam blok p yang membentuk ion dengan konfigurasi elektron gas mulia,
yaitu Al3+.
Ion Logam Transisi
Pada proses aufbau, subkulit ns terisi sebelum elektron masuk ke
subkulit (n - 1)d (hlm. 309), tetapi tingkat energi kedua subkulit ini
hampir sama. Jadi, bila atom logam transisi mengion, subkulit ns
menjadi kosong. Sebagian kecil atom logam transisi mencapai
konfigurasi elektron gas mulia ketika membentuk kation, seperti
halnya Sc dalam Sc3+ dan Ti dalam Ti+, tetapi sebagian besar atom
logam transisi tidak demikian (lihat Tabel 9.2). Atom besi tidak
mencapai konfigurasi elektron gas mulia ketika kehilangan elektron
4s2-nya dan membentuk ion Fe2+,

Fe ([Ar]3d4s2)→ Fe2+ ([Ar]3d) + 2e


tidak juga ketika kehilangan elektron 3d tambahan dan membentuk ion
Fe3+. Fe ([Ar]3d 4s2)→ Fe3+ ([Ar]3d) + 3e
Subkulit 3d pada Fe' terisi-setengah, suatu fakta yang membantu menjelaskan pengamatan etapa mudahnya
oksidasi senyawa besi(II) menjadi besi(III). Konfigurasi elektron dengan ut d atau f terisi-setengah atau terisi penuh
mempunyai kestabilan khusus, dan sejumlah lon logam transisi memiliki konfigurasi seperti itu.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai