Lompat ke isi

Letusan Samalas 1257: Perbedaan antara revisi

Koordinat: 8°24′36″S 116°24′30″E / 8.41000°S 116.40833°E / -8.41000; 116.40833
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.
 
(21 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Use dmy dates|date=March 2023}}
{{dalam penerjemahan|1257 Samalas eruption|bahasa Inggris}}
{{Infobox eruption
[[Berkas:Lombok Topography (labelled).png|alt=Peta Pulau Lombok dengan lokasi Samalas di bagian atas|jmpl|upright=1.35|Lokasi kompleks kaldera gunung berapi Samalas di utara Lombok]]
| name = Letusan Samalas 1257
'''Gunung Samalas meletus''' pada tahun 1257 M di [[Pulau Lombok|Lombok]], [[Indonesia]]. Letusan ini diperkirakan mencapai skala 7 dalam ''[[Volcanic Explosivity Index]]''{{efn|''Volcanic Explosivity Index'' (VEI) adalah skala yang mengukur intensitas dari sebuah [[letusan gunung]];{{sfn|Newhall|Self|Robock|2018|p=572}} skala 7 menandakan letusan besar yang menghasilkan setidaknya {{convert|100|km3}} muntahan material vulkanik. Letusan sebesar ini terjadi satu atau dua kali setiap milenium, walaupun sepertinya perkiraan ini lebih kecil dari kenyataan karena kurang lengkapnya rekaman geologis dan sejarah.{{sfn|Newhall|Self|Robock|2018|p=573}}}}, menjadikannya salah satu letusan gunung berapi terbesar pada [[Holosen|masa Holosen]]. Letusan ini menghasilkan [[kolom erupsi]] setinggi puluhan kilometer ke atmosfer serta [[aliran piroklastik]] yang mengubur hampir seluruh Pulau Lombok. Sebagian material piroklastik bahkan mencapai [[Pulau Sumbawa]] di seberang. Aliran piroklastik ini menghancurkan pemukiman-pemukiman penduduk, termasuk [[Pamatan]], yang kala itu menjadi ibu kota sebuah kerajaan di Lombok. Jejak abu dari letusan ini terdeteksi hingga sejauh {{convert|340|km}} di [[Pulau Jawa]]. Total material abu dan bebatuan yang dimuntahkan dalam letusan ini mencapai lebih dari {{convert|10|km3}}.
| image = Rinjani mount.jpg
| image_size =
| caption =
| date = 1257
| start_time =
| volcano = Samalas
| type = [[Letusan Plinian]]
| location = [[Lombok]], [[Kepulauan Nusa Tenggara]], [[Indonesia]]
| coordinates = {{coord|8|24|36|S|116|24|30|E|display=inline,title}}
| VEI = 7<ref name="SI">{{cite web|url=https://volcano.si.edu/volcano.cfm?vn=264030&vtab=Eruptions|title=Rinjani|work=Global Volcanism Program|publisher=[[Smithsonian Institution]]|access-date=22 January 2020}}</ref>
| map = Lombok Topography (labelled).png
| map_size=
| map_caption = Kompleks [[Kaldera|gunung berapi-kaldera]] di utara Lombok
| impact = Penurunan suhu global dan gagal panen, Hancurnya Kerajaan Pamatan di [[Lombok]]
}}
Gunung Samalas meletus pada tahun 1257 M di [[Pulau Lombok]], [[Indonesia]]. Letusan ini diperkirakan mencapai skala 7 dalam ''[[Volcanic Explosivity Index]]''{{efn|''Volcanic Explosivity Index'' (VEI) adalah skala yang mengukur intensitas dari sebuah [[letusan gunung]];{{sfn|Newhall|Self|Robock|2018|p=572}} skala 7 menandakan letusan besar yang menghasilkan setidaknya {{convert|100|km3}} muntahan material vulkanik. Letusan sebesar ini terjadi satu atau dua kali setiap milenium, walaupun sepertinya perkiraan ini lebih kecil dari kenyataan karena kurang lengkapnya rekaman geologis dan sejarah.{{sfn|Newhall|Self|Robock|2018|p=573}}}}, menjadikannya salah satu letusan gunung berapi terbesar pada [[Holosen|masa Holosen]]. Letusan ini menghasilkan [[kolom erupsi]] setinggi puluhan kilometer ke atmosfer serta [[aliran piroklastik]] yang mengubur hampir seluruh Pulau Lombok. Sebagian material piroklastik bahkan mencapai [[Pulau Sumbawa]] di seberang. Aliran piroklastik ini menghancurkan pemukiman-pemukiman penduduk, termasuk [[Pamatan]], yang kala itu menjadi ibu kota sebuah kerajaan di Lombok. Jejak abu dari letusan ini terdeteksi hingga sejauh {{convert|340|km}} di [[Pulau Jawa]]. Total material abu dan bebatuan yang dimuntahkan dalam letusan ini mencapai lebih dari {{convert|10|km3}}.


Kejadian ini terekam di dalam naskah [[lontar]] ''[[Babad Lombok]]''. Letusan ini menyisakan sebuah [[kaldera]] besar yang kini berisi [[Danau Segara Anak]]. Aktivitas kegunungapian pada masa berikutnya menciptakan lebih banyak pusat-pusat vulkanis di dalam kaldera tersebut, termasuk Puncak Barujari, yang masih aktif hingga sekarang. Semburan [[aerosol]] yang dihasilkan oleh letusan ini memenuhi udara dan mengurangi radiasi matahari yang menggapai permukaan bumi. Hal ini menyebabkan [[musim dingin vulkanis|pendinginan lapisan atmosfer]] selama beberapa tahun hingga menyebabkan kegagalan panen dan kelaparan di Eropa serta belahan bumi lainnya, meskipun tingkat keparahan anomali temperatur beserta dampaknya masih diperdebatkan. Ada kemungkinan bahwa letusan ini memicu terjadinya [[Zaman Es Kecil]] yang berlangsung selama berabad-abad. Sebelum situs letusan ini diketahui, dalam pengujian terhadap sampel pengeboran es dari berbagai belahan dunia, ditemukan peningkatan besar-besaran deposit [[sulfat]] pada sekitar tahun 1257, yang menjadi bukti kuat adanya letusan gunung berapi di suatu tempat. Barulah pada tahun 2013, ilmuwan menghubungkan catatan sejarah mengenai Gunung Samalas dengan temuan ini.
Kejadian ini terekam di dalam naskah [[lontar]] ''Babad Lombok''. Letusan ini menyisakan sebuah [[kaldera]] besar yang kini berisi [[Danau Segara Anak]]. Aktivitas kegunungapian pada masa berikutnya menciptakan lebih banyak pusat-pusat vulkanis di dalam kaldera tersebut, termasuk Puncak Barujari, yang masih aktif hingga sekarang. Semburan [[aerosol]] yang dihasilkan oleh letusan ini memenuhi udara dan mengurangi radiasi matahari yang menggapai permukaan bumi. Hal ini menyebabkan pendinginan lapisan atmosfer selama beberapa tahun hingga menyebabkan kegagalan panen dan kelaparan di Eropa serta belahan bumi lainnya, meskipun tingkat keparahan anomali [[Suhu|temperatur]] beserta dampaknya masih diperdebatkan. Ada kemungkinan bahwa letusan ini memicu terjadinya [[Zaman Es Kecil]] yang berlangsung selama berabad-abad. Sebelum situs letusan ini diketahui, dalam pengujian terhadap sampel pengeboran es dari berbagai belahan dunia, ditemukan peningkatan besar-besaran deposit [[sulfat]] pada sekitar tahun 1257, yang menjadi bukti kuat adanya letusan gunung berapi di suatu tempat. Barulah pada tahun 2013, ilmuwan menghubungkan catatan sejarah mengenai Gunung Samalas dengan temuan ini.


== Geologi ==
== Geologi ==
Baris 23: Baris 39:
Semburan batu apung ini diikuti dengan aliran piroklastik lainnya yang kemungkinan disebabkan oleh lunturnya [[kolom erupsi]]. Pada saat ini, erupsi tidak lagi menghasilkan kolom, tetapi semburan serupa air mancur, dan kaldera pun mulai terbentuk. Aliran piroklastik ini dikendalikan persebarannya oleh [[topografi|keadaan topografis]] Lombok, memenuhi lembah-lembah serta memutari halangan seperti gunung-gunung berapi tua selagi aliran tersebut meluas dan menghanguskan vegetasi di sekujur pulau. Aliran ini berinteraksi dengan udara dan memicu pembentukan awan-awan erupsi tambahan serta aliran piroklastik sekunder. Ketika aliran ini memasuki lautan di utara dan timur Lombok, ledakan uapnya menciptakan timbunan batu apung di pesisir pantai serta aliran piroklastik sekunder berikutnya.{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=7}} [[Terumbu karang]] terkubur oleh aliran piroklastik ini; sebagian aliran bahkan menyeberangi [[Selat Alas]] antara Sumbawa dan Lombok serta membentuk deposit di Sumbawa.{{sfn|Mutaqin|Lavigne|Sudrajat|Handayani|2019|p=344}} Volume aliran piroklastik di Lombok mencapai {{convert|29|km3}},{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=17}} dengan material setebal {{convert|35|m}} melingkupi wilayah sejauh {{convert|25|km}} dari Samalas.{{sfn|Lavigne|Degeai|Komorowski|Guillet|2013|p=16744}} Keseluruhan tahapan erupsi ini juga dikenal dengan P1 (fase freatik dan magmatik), P2 (fase freatomagmatik dengan aliran piroklastik), P3 (fase [[Erupsi Plinian|Plinian]]) dan P4 (aliran piroklastik).{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|pp=21–22}} Durasi masing-masing fase P1 and P3 tidak diketahui tepatnya, tetapi bila keduanya digabungkan (tidak termasuk P2) lamanya kira-kira antara 12 hingga 15 jam.{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=18}} Aliran piroklastik yang dihasilkan mengubah geografi wilayah timur Lombok, mengubur [[lembah sungai|lembah-lembah sungai]] serta memanjangkan garis pantai; sebuah jaringan sungai baru terbentuk di atas deposit vulkanik pasca erupsi.{{sfn|Mutaqin|Lavigne|Sudrajat|Handayani|2019|p=348}} Kolom erupsi yang menyembur mencapai ketinggian {{convert|39|-|40|km}} selama tahap pertama (P1),{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|pp=17–18}} dan {{convert|38|-|43|km}} selama tahap ketiga (P3);{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=18}} ketinggian yang cukup untuk memungkinkan [[fotolisis]] memengaruhi [[rasio isotop]] sulfur dari {{chem|link=sulfur dioxide|S|O|2}} yang dikandungnya.<ref name="Whitehill2015"/>
Semburan batu apung ini diikuti dengan aliran piroklastik lainnya yang kemungkinan disebabkan oleh lunturnya [[kolom erupsi]]. Pada saat ini, erupsi tidak lagi menghasilkan kolom, tetapi semburan serupa air mancur, dan kaldera pun mulai terbentuk. Aliran piroklastik ini dikendalikan persebarannya oleh [[topografi|keadaan topografis]] Lombok, memenuhi lembah-lembah serta memutari halangan seperti gunung-gunung berapi tua selagi aliran tersebut meluas dan menghanguskan vegetasi di sekujur pulau. Aliran ini berinteraksi dengan udara dan memicu pembentukan awan-awan erupsi tambahan serta aliran piroklastik sekunder. Ketika aliran ini memasuki lautan di utara dan timur Lombok, ledakan uapnya menciptakan timbunan batu apung di pesisir pantai serta aliran piroklastik sekunder berikutnya.{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=7}} [[Terumbu karang]] terkubur oleh aliran piroklastik ini; sebagian aliran bahkan menyeberangi [[Selat Alas]] antara Sumbawa dan Lombok serta membentuk deposit di Sumbawa.{{sfn|Mutaqin|Lavigne|Sudrajat|Handayani|2019|p=344}} Volume aliran piroklastik di Lombok mencapai {{convert|29|km3}},{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=17}} dengan material setebal {{convert|35|m}} melingkupi wilayah sejauh {{convert|25|km}} dari Samalas.{{sfn|Lavigne|Degeai|Komorowski|Guillet|2013|p=16744}} Keseluruhan tahapan erupsi ini juga dikenal dengan P1 (fase freatik dan magmatik), P2 (fase freatomagmatik dengan aliran piroklastik), P3 (fase [[Erupsi Plinian|Plinian]]) dan P4 (aliran piroklastik).{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|pp=21–22}} Durasi masing-masing fase P1 and P3 tidak diketahui tepatnya, tetapi bila keduanya digabungkan (tidak termasuk P2) lamanya kira-kira antara 12 hingga 15 jam.{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=18}} Aliran piroklastik yang dihasilkan mengubah geografi wilayah timur Lombok, mengubur [[lembah sungai|lembah-lembah sungai]] serta memanjangkan garis pantai; sebuah jaringan sungai baru terbentuk di atas deposit vulkanik pasca erupsi.{{sfn|Mutaqin|Lavigne|Sudrajat|Handayani|2019|p=348}} Kolom erupsi yang menyembur mencapai ketinggian {{convert|39|-|40|km}} selama tahap pertama (P1),{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|pp=17–18}} dan {{convert|38|-|43|km}} selama tahap ketiga (P3);{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=18}} ketinggian yang cukup untuk memungkinkan [[fotolisis]] memengaruhi [[rasio isotop]] sulfur dari {{chem|link=sulfur dioxide|S|O|2}} yang dikandungnya.<ref name="Whitehill2015"/>


Batuan vulkanik yang dimuntahkan oleh letusan ini menghujani Bali dan Lombok, serta sebagian Sumbawa.{{sfn|Mutaqin|Lavigne|Sudrajat|Handayani|2019|p=339}} [[Tefra]] dalam bentuk lapisan [[Abu vulkanik|abu]] hasil erupsi ini bahkan juga mencapai Jawa, menjadi bagian dari Tefra Muntilan, yang dapat ditemukan di beberapa lereng gunung berapi di Jawa, tetapi tidak dapat dihubungkan dengan erupsi dari gunung-gunung ini. Lapisan tefra tersebut kini dianggap sebagai produk letusan Samalas 1257 dan diganti namanya menjadi Tefra Samalas.{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=7}}{{sfn|Alloway|Andreastuti|Setiawan|Miksic|2017|p=87}} Ketebalan lapisan tefra ini mencapai {{convert|2|-|3|cm}} di [[Gunung Merapi]], {{convert|15|cm}} di [[Gunung Bromo]], {{convert|22|cm}} di [[Kawah Ijen]]{{sfn|Alloway|Andreastuti|Setiawan|Miksic|2017|p=90}} dan {{convert|12|-|17|cm}} di Gunung Agung.{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=8}} Di [[Danau Logung]], Jawa Timur, {{convert|340|km}} dari Samalas{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=7}} ketebalannya mencapai {{convert|3|cm}}. Sebagian besar tefra jatuh di arah barat dan barat daya dari Samalas.{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=12}} Berdasarkan ketebalan Tefra Samalas yang ditemukan di Gunung Merapi, diperkirakan bahwa total volume tefra yang dimuntahkan mencapai {{convert|32|-|39|km3}}.{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=16}} [[Indeks dispersal]] (luas wilayah permukaan yang terselimuti hujan abu atau tefra) letusan ini mencapai {{convert|7500|km2}} selama tahap pertama dan {{convert|110500|km2}} selama tahap ketiga, menandakan bahwa masing-masing tahapan merupakan erupsi Plinian dan [[Erupsi Ultra Plinian|Ultraplinian]].{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=19}}
Batuan vulkanik yang dimuntahkan oleh letusan ini menghujani Bali dan Lombok, serta sebagian Sumbawa.{{sfn|Mutaqin|Lavigne|Sudrajat|Handayani|2019|p=339}} [[Tefra]] dalam bentuk lapisan [[Abu vulkanik|abu]] hasil erupsi ini bahkan juga mencapai Jawa, menjadi bagian dari Tefra Muntilan, yang dapat ditemukan di beberapa lereng gunung berapi di Jawa, tetapi tidak dapat dihubungkan dengan erupsi dari gunung-gunung ini. Lapisan tefra tersebut kini dianggap sebagai produk letusan Samalas 1257 dan diganti namanya menjadi Tefra Samalas.{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=7}}{{sfn|Alloway|Andreastuti|Setiawan|Miksic|2017|p=87}} Ketebalan lapisan tefra ini mencapai {{convert|2|-|3|cm}} di [[Gunung Merapi]], {{convert|15|cm}} di [[Gunung Bromo]], {{convert|22|cm}} di [[Kawah Ijen]]{{sfn|Alloway|Andreastuti|Setiawan|Miksic|2017|p=90}} dan {{convert|12|-|17|cm}} di Gunung Agung.{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=8}} Di [[Danau Logung]], [[Jawa Timur]], {{convert|340|km}} dari Samalas{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=7}} ketebalannya mencapai {{convert|3|cm}}. Sebagian besar tefra jatuh di arah barat dan barat daya dari Samalas.{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=12}} Berdasarkan ketebalan Tefra Samalas yang ditemukan di Gunung Merapi, diperkirakan bahwa total volume tefra yang dimuntahkan mencapai {{convert|32|-|39|km3}}.{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=16}} [[Indeks dispersal]] (luas wilayah permukaan yang terselimuti hujan abu atau tefra) letusan ini mencapai {{convert|7500|km2}} selama tahap pertama dan {{convert|110500|km2}} selama tahap ketiga, menandakan bahwa masing-masing tahapan merupakan erupsi Plinian dan [[Erupsi Ultra Plinian|Ultraplinian]].{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=19}}


Lapisan tefra dengan butiran halus berwarna krem dari letusan Samalas telah digunakan sebagai penanda [[tefrokronologi]]s{{efn|Tefrokronologi adalah teknik geokronologi yang menggunakan lapisan batu apung yang usianya diketahui untuk mengaitkan serta menyelaraskan berbagai kejadian.<ref name="Lowe2011"/>}} di Bali.{{sfn|Fontijn|Costa|Sutawidjaja|Newhall|2015|p=8}} Material tefra dari letusan ini bahkan ditemukan di dalam inti es sejauh {{convert|13500|km}} dari Samalas.<ref name="Stevenson2015"/> Lapisan tefra di [[Pulau Dongdao]], [[Laut Cina Selatan]], juga dihubungkan dengan letusan Samalas.<ref name="YangLong2017"/> Abu dan aerosol hasil letusan diperkirakan memberikan dampak bagi manusia serta [[koral]] yang jaraknya jauh dari lokasi letusan.{{sfn|Margalef|Álvarez-Gómez|Pla-Rabes|Cañellas-Boltà|2018|p=5}} <!-- Even farther away, an ash layer in [[Lake Malawi]] in Africa has been linked to the Samalas eruption.{{sfn|Emile-Geay|Seager|Cane|Cook|2008|p=3140}}-->
Lapisan tefra dengan butiran halus berwarna krem dari letusan Samalas telah digunakan sebagai penanda [[tefrokronologi]]s{{efn|Tefrokronologi adalah teknik geokronologi yang menggunakan lapisan batu apung yang usianya diketahui untuk mengaitkan serta menyelaraskan berbagai kejadian.<ref name="Lowe2011"/>}} di Bali.{{sfn|Fontijn|Costa|Sutawidjaja|Newhall|2015|p=8}} Material tefra dari letusan ini bahkan ditemukan di dalam inti es sejauh {{convert|13500|km}} dari Samalas.<ref name="Stevenson2015"/> Lapisan tefra di [[Pulau Dongdao]], [[Laut Cina Selatan]], juga dihubungkan dengan letusan Samalas.<ref name="YangLong2017"/> Abu dan aerosol hasil letusan diperkirakan memberikan dampak bagi manusia serta [[koral]] yang jaraknya jauh dari lokasi letusan.{{sfn|Margalef|Álvarez-Gómez|Pla-Rabes|Cañellas-Boltà|2018|p=5}} <!-- Even farther away, an ash layer in [[Lake Malawi]] in Africa has been linked to the Samalas eruption.{{sfn|Emile-Geay|Seager|Cane|Cook|2008|p=3140}}-->
Baris 36: Baris 52:


== Riwayat pengkajian ==
== Riwayat pengkajian ==
Adanya letusan gunung berapi besar pada sekitar tahun 1257–1258 diketahui pertama kali melalui analisis terhadap [[sampel inti es|sampel es hasil pengeboran]] dari wilayah kutub.<ref name="Science2013"/>{{sfn|Lavigne|Degeai|Komorowski|Guillet|2013|p=16742}} Menggunakan metode pengukuran keasaman termutakhir pada tahun 1980, sekelompok peneliti Denmark menemukan lonjakan konsentrasi sulfat dari berbagai masa{{sfn|Hamilton|2013|p=39}} pada sampel es dari Crête, [[Greenland]] (hasil pengeboran tahun 1974<ref name="Langway2008"/>) yang dihubungkan dengan timbunan abu [[riolit]]ik.{{sfn|Oppenheimer|2003|pp=417–418}} Lapisan es dari masa 1257–1258 menunjukkan jejak lonjakan sulfat terbesar ketiga yang ditemukan di Crête.{{sfn|Hammer|Clausen|Langway|1988|p=103}} Awalnya, para peneliti tersebut menduga bahwa deposit sulfat ini bersumber dari gunung berapi di dekat Greenland,{{sfn|Hamilton|2013|p=39}} tetapi catatan sejarah [[Islandia]] tidak menyebutkan adanya letusan gunung berapi pada sekitar tahun 1250. Ditambah lagi, pada tahun 1988 ditemukan bahwa sampel es dari [[Antarktika]] (tepatnya dari [[Byrd Station]] dan [[Kutub Selatan]]) juga mengandung jejak peningkatan sulfat dari kurun waktu yang sama dengan jejak dari Greenland.{{sfn|Hammer|Clausen|Langway|1988|p=104}} Lonjakan sulfat serupa juga ditemukan pada sampel es dari [[Pulau Ellesmere]], Kanada.{{sfn|Hammer|Clausen|Langway|1988|p=106}} Luasnya cakupan jejak sulfat Samalas membuat para ahli geologi menjadikannya sebagai penanda [[stratigrafi]]s bahkan sejak sebelum sumber letusannya diketahui.<ref name="OsipovaShibaev2014" />
Adanya letusan gunung berapi besar pada sekitar tahun 1257–1258 diketahui pertama kali melalui analisis terhadap [[sampel inti es|sampel es hasil pengeboran]] dari [[wilayah kutub]].<ref name="Science2013"/>{{sfn|Lavigne|Degeai|Komorowski|Guillet|2013|p=16742}} Menggunakan metode pengukuran keasaman termutakhir pada tahun 1980, sekelompok peneliti Denmark menemukan lonjakan konsentrasi sulfat dari berbagai masa{{sfn|Hamilton|2013|p=39}} pada sampel es dari Crête, [[Greenland]] (hasil pengeboran tahun 1974<ref name="Langway2008"/>) yang dihubungkan dengan timbunan abu [[riolit]]ik.{{sfn|Oppenheimer|2003|pp=417–418}} Lapisan es dari masa 1257–1258 menunjukkan jejak lonjakan sulfat terbesar ketiga yang ditemukan di Crête.{{sfn|Hammer|Clausen|Langway|1988|p=103}} Awalnya, para peneliti tersebut menduga bahwa deposit sulfat ini bersumber dari gunung berapi di dekat Greenland,{{sfn|Hamilton|2013|p=39}} tetapi catatan sejarah [[Islandia]] tidak menyebutkan adanya letusan gunung berapi pada sekitar tahun 1250. Ditambah lagi, pada tahun 1988 ditemukan bahwa sampel es dari [[Antarktika]] (tepatnya dari [[Byrd Station]] dan [[Kutub Selatan]]) juga mengandung jejak peningkatan sulfat dari kurun waktu yang sama dengan jejak dari Greenland.{{sfn|Hammer|Clausen|Langway|1988|p=104}} Lonjakan sulfat serupa juga ditemukan pada sampel es dari [[Pulau Ellesmere]], Kanada.{{sfn|Hammer|Clausen|Langway|1988|p=106}} Luasnya cakupan jejak sulfat Samalas membuat para ahli geologi menjadikannya sebagai penanda [[stratigrafi]]s bahkan sejak sebelum sumber letusannya diketahui.<ref name="OsipovaShibaev2014" />


Sampel-sampel es ini mengisyaratkan peningkatan deposit sulfat yang tinggi, diikuti dengan timbunan tefra,{{sfn|Narcisi|Petit|Delmonte|Batanova|2019|p=165}} dalam kurun waktu antara tahun 1257<ref name="Auchmann2015"/> hingga 1259.{{sfn|Narcisi|Petit|Delmonte|Batanova|2019|p=165}} Jejak lonjakan sulfat ini merupakan yang terbesar{{efn|Jejak lonjakan sulfat dari sekitar tahun 44 SM dan 426 SM, yang ditemukan di kemudian hari, memiliki ukuran yang sebanding.<ref name="Sigl2015"/>}} selama 7.000 tahun dan berukuran dua kali lebih besar daripada jejak yang dihubungkan dengan [[Letusan Tambora 1815|letusan Gunung Tambora pada tahun 1815]].<ref name="Auchmann2015"/> Dalam sebuah kajian dari tahun 2003, volume ekuivalensi batuan padat bagi letusan ini ditaksir berkisar antara {{convert|200|km3}} hingga {{convert|800|km3}},{{sfn|Oppenheimer|2003|p=419}} walaupun volume sebenarnya bisa jadi lebih kecil, hanya saja kaya akan sulfur.{{sfn|Oppenheimer|2003|p=419–420}} Diameter kaldera hasil letusan diperkirakan berukuran sekitar {{convert|10|-|30|km}},{{sfn|Oppenheimer|2003|p=424}} dan letaknya diperkirakan berada di dekat [[khatulistiwa]].{{sfn|Hammer|Clausen|Langway|1988|p=107}} Letusan ini diperkirakan berasal dari wilayah [[Cincin Api Pasifik|Cincin Api]],{{sfn|Campbell|2017|p=113}} walaupun awalnya gunung yang menjadi sumber letusan ini belum dapat diketahui secara pasti.<ref name="Science2013"/> Gunung [[Tofua]] di Tonga sempat diusulkan sebagai sumber, tetapi usulan ini ditolak karena letusan Tofua dianggap terlalu kecil untuk menghasilkan jejak-jejak sulfat dari tahun 1257.<ref name="Caulfield2011"/> Sementara, letusan Gunung [[Harrat Rahat|Harrat al-Rahat]] dekat [[Madinah]] pada tahun 1256 dianggap terlalu awal dan terlalu kecil untuk memicu timbunan sulfat sebesar ini.{{sfn|Stothers|2000|p=361–362}} Kajian lain mengusulkan skenario letusan beberapa gunung berapi secara bersamaan.{{sfn|Brovkin|Lorenz|Jungclaus|Raddatz|2010|p=675}}
Sampel-sampel es ini mengisyaratkan peningkatan deposit sulfat yang tinggi, diikuti dengan timbunan tefra,{{sfn|Narcisi|Petit|Delmonte|Batanova|2019|p=165}} dalam kurun waktu antara tahun 1257<ref name="Auchmann2015"/> hingga 1259.{{sfn|Narcisi|Petit|Delmonte|Batanova|2019|p=165}} Jejak lonjakan sulfat ini merupakan yang terbesar{{efn|Jejak lonjakan sulfat dari sekitar tahun 44 SM dan 426 SM, yang ditemukan di kemudian hari, memiliki ukuran yang sebanding.<ref name="Sigl2015"/>}} selama 7.000 tahun dan berukuran dua kali lebih besar daripada jejak yang dihubungkan dengan [[Letusan Tambora 1815|letusan Gunung Tambora pada tahun 1815]].<ref name="Auchmann2015"/> Dalam sebuah kajian dari tahun 2003, volume ekuivalensi batuan padat bagi letusan ini ditaksir berkisar antara {{convert|200|km3}} hingga {{convert|800|km3}},{{sfn|Oppenheimer|2003|p=419}} walaupun volume sebenarnya bisa jadi lebih kecil, hanya saja kaya akan sulfur.{{sfn|Oppenheimer|2003|p=419–420}} Diameter kaldera hasil letusan diperkirakan berukuran sekitar {{convert|10|-|30|km}},{{sfn|Oppenheimer|2003|p=424}} dan letaknya diperkirakan berada di dekat [[khatulistiwa]].{{sfn|Hammer|Clausen|Langway|1988|p=107}} Letusan ini diperkirakan berasal dari wilayah [[Cincin Api Pasifik|Cincin Api]],{{sfn|Campbell|2017|p=113}} walaupun awalnya gunung yang menjadi sumber letusan ini belum dapat diketahui secara pasti.<ref name="Science2013"/> Gunung [[Tofua]] di Tonga sempat diusulkan sebagai sumber, tetapi usulan ini ditolak karena letusan Tofua dianggap terlalu kecil untuk menghasilkan jejak-jejak sulfat dari tahun 1257.<ref name="Caulfield2011"/> Sementara, letusan Gunung [[Harrat Rahat|Harrat al-Rahat]] dekat [[Madinah]] pada tahun 1256 dianggap terlalu awal dan terlalu kecil untuk memicu timbunan sulfat sebesar ini.{{sfn|Stothers|2000|p=361–362}} Kajian lain mengusulkan skenario letusan beberapa gunung berapi secara bersamaan.{{sfn|Brovkin|Lorenz|Jungclaus|Raddatz|2010|p=675}}
Baris 42: Baris 58:
Awalnya, tidak ditemukan anomali cuaca yang dapat dihubungkan secara pasti dengan lapisan sulfat tahun 1257,{{sfn|Oppenheimer|2003|p=422}}<ref name="Zielinski1995" /> tetapi pada tahun 2000{{sfn|Oppenheimer|2003|p=422}} laporan mengenai fenomena-fenomena cuaca khas akibat letusan gunung berapi{{sfn|Hamilton|2013|p=39}} ditemukan dalam catatan Abad Pertengahan dari belahan bumi utara.<ref name="Science2013"/>{{sfn|Lavigne|Degeai|Komorowski|Guillet|2013|p=16742}} Sebelumnya, perubahan pola cuaca juga dilaporkan dalam kajian-kajian [[Dendrokronologi#Cincin pertumbuhan|lingkar pohon]] dan rekonstruksi cuaca.{{sfn|Oppenheimer|2003|p=422}}<!---The deposits showed that climate disturbances reported at that time were due to a volcanic event, the global spread indicating a tropical volcano as the cause.<ref name="Reid2016"/>-->
Awalnya, tidak ditemukan anomali cuaca yang dapat dihubungkan secara pasti dengan lapisan sulfat tahun 1257,{{sfn|Oppenheimer|2003|p=422}}<ref name="Zielinski1995" /> tetapi pada tahun 2000{{sfn|Oppenheimer|2003|p=422}} laporan mengenai fenomena-fenomena cuaca khas akibat letusan gunung berapi{{sfn|Hamilton|2013|p=39}} ditemukan dalam catatan Abad Pertengahan dari belahan bumi utara.<ref name="Science2013"/>{{sfn|Lavigne|Degeai|Komorowski|Guillet|2013|p=16742}} Sebelumnya, perubahan pola cuaca juga dilaporkan dalam kajian-kajian [[Dendrokronologi#Cincin pertumbuhan|lingkar pohon]] dan rekonstruksi cuaca.{{sfn|Oppenheimer|2003|p=422}}<!---The deposits showed that climate disturbances reported at that time were due to a volcanic event, the global spread indicating a tropical volcano as the cause.<ref name="Reid2016"/>-->


Teori bahwa Gunung Samalas/Rinjani merupakan sumber letusan ini pertama kali disuarakan pada tahun 2012, sebab calon-calon sumber letusan lainnya – Gunung [[El Chichón]] dan [[Quilotoa]] – tidak cocok dengan unsur kimiawi penyusun lapisan-lapisan sulfat yang telah ditemukan.<ref name="Witze2012"/> Kurun waktu dan ukuran letusan ini juga tidak sesuai dengan data dari El Chichon dan Quilotoa, begitu juga dengan data dari calon lainnya, Gunung [[Mount Tarawera|Okataina]].{{sfn|Lavigne|Degeai|Komorowski|Guillet|2013|p=16742}} {{quote box|width=15em|align=right|quote=Seluruh rumah hancur dan tersapu habis, mengambang di lautan, dan banyak orang yang mati.|author=''Babad Lombok''|source={{sfn|Hamilton|2013|pp=39–40}}}} Kaitan antara letusan Samalas dengan kejadian-kejadian ini dipastikan pada tahun 2013<ref name="Science2013"/> berdasarkan [[penanggalan radiokarbon]] pohon-pohon di Lombok{{sfn|Hamilton|2013|p=40}} serta bukti sejarah ''Babad Lombok'' yang dituliskan di atas [[daun lontar|dedaunan lontar]] dalam [[bahasa Jawa Kuno]].<ref name="Science2013"/> ''Babad Lombok'' mengisahkan sebuah letusan katastropis yang terjadi di Lombok sebelum sebelum akhir abad ke-13.{{sfn|Lavigne|Degeai|Komorowski|Guillet|2013|p=16743}} Temuan-temuan ini meyakinkan [[Franck Lavigne]] (ahli ilmu bumi dari [[Pantheon-Sorbonne University]]<ref name="UPI2012" />), yang telah mencurigai gunung berapi di Lombok sebagai sumber letusan, untuk menyimpulkan bahwa Samalas-lah pelakunya.{{sfn|Hamilton|2013|p=39}} Peran letusan Samalas dalam anomali cuaca global juga telah dipastikan dengan perbandingan [[geokimia]] antara pecahan sampel es serta deposit erupsi di Lombok.<ref name="Reid2016"/> Kajian lanjutan yang menemukan kesamaan geokimia antara tefra yang ditemukan dalam sampel es kutub dengan hasil letusan Samalas juga turut memperkuat temuan ini.{{sfn|Narcisi|Petit|Delmonte|Batanova|2019|p=168}}
Teori bahwa Gunung Samalas/Rinjani merupakan sumber letusan ini pertama kali disuarakan pada tahun 2012, sebab calon-calon sumber letusan lainnya – Gunung [[El Chichón]] dan [[Quilotoa]] – tidak cocok dengan unsur kimiawi penyusun lapisan-lapisan sulfat yang telah ditemukan.<ref name="Witze2012"/> Kurun waktu dan ukuran letusan ini juga tidak sesuai dengan data dari El Chichon dan Quilotoa, begitu juga dengan data dari calon lainnya, Gunung [[Mount Tarawera|Okataina]].{{sfn|Lavigne|Degeai|Komorowski|Guillet|2013|p=16742}} {{quote box|width=15em|align=right|quote=Seluruh rumah hancur dan tersapu habis, mengambang di lautan, dan banyak orang yang mati.|author=''Babad Lombok''|source={{sfn|Hamilton|2013|pp=39–40}}}} Kaitan antara letusan Samalas dengan kejadian-kejadian ini dipastikan pada tahun 2013<ref name="Science2013"/> berdasarkan [[penanggalan radiokarbon]] pohon-pohon di Lombok{{sfn|Hamilton|2013|p=40}} serta bukti sejarah ''Babad Lombok'' yang dituliskan di atas [[daun lontar|dedaunan lontar]] dalam [[bahasa Jawa Kuno]].<ref name="Science2013"/> ''Babad Lombok'' mengisahkan sebuah letusan katastropis yang terjadi di Lombok sebelum akhir abad ke-13.{{sfn|Lavigne|Degeai|Komorowski|Guillet|2013|p=16743}} Temuan-temuan ini meyakinkan [[Franck Lavigne]] (ahli ilmu bumi dari [[Pantheon-Sorbonne University]]<ref name="UPI2012" />), yang telah mencurigai gunung berapi di Lombok sebagai sumber letusan, untuk menyimpulkan bahwa Samalas-lah pelakunya.{{sfn|Hamilton|2013|p=39}} Peran letusan Samalas dalam anomali cuaca global juga telah dipastikan dengan perbandingan [[geokimia]] antara pecahan sampel es serta deposit erupsi di Lombok.<ref name="Reid2016"/> Kajian lanjutan yang menemukan kesamaan geokimia antara tefra yang ditemukan dalam sampel es kutub dengan hasil letusan Samalas juga turut memperkuat temuan ini.{{sfn|Narcisi|Petit|Delmonte|Batanova|2019|p=168}}


== Dampak pada iklim ==
== Dampak pada iklim ==


=== Data aerosol dan paleoklimatologis ===
=== Berdasarkan data aerosol dan paleoklimatologis ===
Jejak sulfat pada sampel es dari berbagai tempat di bumi yang dihubungkan dengan Samalas merupakan jejak sulfat paling kuat selama 1000 tahun terakhir.{{sfn|Kokfelt|Muscheler|Mellström|Struyf|2016|p=2}} Menurut satu perkiraan, jejak ini bahkan merupakan yang paling kuat selama 2500 tahun terakhir.{{sfn|Swingedouw|Mignot|Ortega|Khodri|2017|p=28}} Jejak ini sekitar delapan kali lebih kuat daripada jejak sulfat hasil letusan [[Krakatau]] pada tahun 1883.{{sfn|Hamilton|2013|p=39}} Di belahan bumi utara, jejak sulfat Samalas hanya kalah kuat dari jejak yang dihasilkan oleh letusan [[Laki]] pada tahun 1783/1784;{{sfn|Kokfelt|Muscheler|Mellström|Struyf|2016|p=2}} Jejak sulfat dari sampel es ini telah digunakan sebagai penanda waktu dalam kajian-kajian kronostratografis.<ref name="Boudon2017"/> Sampel es dari [[Illimani]] di Bolivia bahkan juga mengandung [[thallium]]<ref name="Kellerhals2010"/> dan jejak sulfat dari letusan Samalas.<ref name="Knusel2003"/> Sebagai perbandingan, material sulfur yang dimuntahkan oleh letusan [[Gunung Pinatubo|Pinatubo]] pada tahun 1991 hanya sekitar sepersepuluh dari material sulfur yang dimuntahkan oleh letusan Samalas.{{sfn|Fu|Lin|Huang|Feng|2016|p=2862}} Timbunan sulfat dari letusan Samalas telah ditemukan di [[Svalbard]],<ref name="Wendl2015"/> dan luruhan material [[asam sulfat]] dari gunung ini kemungkinan berdampak secara langsung pada [[lahan gambut]] di utara Swedia.{{sfn|Kokfelt|Muscheler|Mellström|Struyf|2016|p=6}} Selain itu, aerosol sulfat yang dihasilkan oleh letusan ini kemungkinan mengekstrak sejumlah besar [[isotop]] [[berilium]] {{chem|10|Be|link=Beryllium-10}} dari [[stratosfer]]; pengekstrakan dan pendepositan material semacam ini pada lapisan es dapat memberi dampak serupa dengan perubahan [[siklus matahari|aktivitas matahari]].{{sfn|Baroni|Bard|Petit|Viseur|2019|p=6}} Massa sulfur dioksida yang dilepaskan oleh letusan ini diperkirakan mencapai sekitar 158&nbsp;±&nbsp;12 juta ton.<ref name="Vidal2016"/> Massa sulfur ini lebih besar daripada yang dilepaskan oleh letusan Tambora, walaupun mungkin saja ini karena letusan Samalas lebih efektif dalam memuntahkan tefra hingga mencapai lapisan stratosfer. Selain itu, magma Samalas kemungkinan memiliki kandungan sulfur yang lebih tinggi.{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=21}} Luruhan material dari letusan ini kemungkinan membutuhkan berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan untuk menjangkau tempat-tempat yang jauh.{{sfn|Campbell|2017|p=113}} Aerosol yang dimuntahkan oleh letusan gunung berapi berskala besar dapat membentuk lapisan tersendiri di stratosfer. Lapisan ini mengurangi sinar yang menjangkau permukaan bumi dan menurunkan temperatur, sehingga dapat berdampak pada berkurangnya hasil panen.{{sfn|Stothers|2000|p=362}} Menurut temuan yang didapat dari kajian sampel es [[Dome C]] di [[Antarktika]], material aerosol sulfat hasil letusan Samalas kemungkinan bertahan dalam konsentrasi tinggi di atmosfer hingga kira-kira tiga tahun, walaupun material aerosol dalam jumlah yang lebih kecil kemungkinan masih bertahan selama beberapa waktu lebih lama.{{sfn|Baroni|Bard|Petit|Viseur|2019|p=21}}
Jejak sulfat pada sampel es dari berbagai tempat di bumi yang dihubungkan dengan Samalas merupakan jejak sulfat paling kuat selama 1000 tahun terakhir.{{sfn|Kokfelt|Muscheler|Mellström|Struyf|2016|p=2}} Menurut satu perkiraan, jejak ini bahkan merupakan yang paling kuat selama 2500 tahun terakhir.{{sfn|Swingedouw|Mignot|Ortega|Khodri|2017|p=28}} Jejak ini sekitar delapan kali lebih kuat daripada jejak sulfat hasil letusan [[Krakatau]] pada tahun 1883.{{sfn|Hamilton|2013|p=39}} Di belahan bumi utara, jejak sulfat Samalas hanya kalah kuat dari jejak yang dihasilkan oleh letusan [[Laki]] pada tahun 1783/1784;{{sfn|Kokfelt|Muscheler|Mellström|Struyf|2016|p=2}} Jejak sulfat dari sampel es ini telah digunakan sebagai penanda waktu dalam kajian-kajian kronostratografis.<ref name="Boudon2017"/> Sampel es dari [[Illimani]] di Bolivia bahkan juga mengandung [[thallium]]<ref name="Kellerhals2010"/> dan jejak sulfat dari letusan Samalas.<ref name="Knusel2003"/> Sebagai perbandingan, material sulfur yang dimuntahkan oleh letusan [[Gunung Pinatubo|Pinatubo]] pada tahun 1991 hanya sekitar sepersepuluh dari material sulfur yang dimuntahkan oleh letusan Samalas.{{sfn|Fu|Lin|Huang|Feng|2016|p=2862}} Timbunan sulfat dari letusan Samalas telah ditemukan di [[Svalbard]],<ref name="Wendl2015"/> dan luruhan material [[asam sulfat]] dari gunung ini kemungkinan berdampak secara langsung pada [[lahan gambut]] di utara Swedia.{{sfn|Kokfelt|Muscheler|Mellström|Struyf|2016|p=6}} Selain itu, aerosol sulfat yang dihasilkan oleh letusan ini kemungkinan mengekstrak sejumlah besar [[isotop]] [[berilium]] {{chem|10|Be|link=Beryllium-10}} dari [[stratosfer]]; pengekstrakan dan pendepositan material semacam ini pada lapisan es dapat memberi dampak serupa dengan perubahan [[siklus matahari|aktivitas matahari]].{{sfn|Baroni|Bard|Petit|Viseur|2019|p=6}} Massa sulfur dioksida yang dilepaskan oleh letusan ini diperkirakan mencapai sekitar 158&nbsp;±&nbsp;12 juta ton.<ref name="Vidal2016"/> Massa sulfur ini lebih besar daripada yang dilepaskan oleh letusan Tambora, walaupun mungkin saja ini karena letusan Samalas lebih efektif dalam memuntahkan tefra hingga mencapai lapisan stratosfer. Selain itu, magma Samalas kemungkinan memiliki kandungan sulfur yang lebih tinggi.{{sfn|Vidal|Komorowski|Métrich|Pratomo|2015|p=21}} Luruhan material dari letusan ini kemungkinan membutuhkan berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan untuk menjangkau tempat-tempat yang jauh.{{sfn|Campbell|2017|p=113}} Aerosol yang dimuntahkan oleh letusan gunung berapi berskala besar dapat membentuk lapisan tersendiri di stratosfer. Lapisan ini mengurangi sinar yang menjangkau permukaan bumi dan menurunkan temperatur, sehingga dapat berdampak pada berkurangnya hasil panen.{{sfn|Stothers|2000|p=362}} Menurut temuan yang didapat dari kajian sampel es [[Dome C]] di [[Antarktika]], material aerosol sulfat hasil letusan Samalas kemungkinan bertahan dalam konsentrasi tinggi di atmosfer hingga kira-kira tiga tahun, walaupun material aerosol dalam jumlah yang lebih kecil kemungkinan masih bertahan selama beberapa waktu lebih lama.{{sfn|Baroni|Bard|Petit|Viseur|2019|p=21}}


Data dari kajian lingkar pohon yang berkaitan dengan dampak letusan ini adalah penurunan pertumbuhan pohon di Mongolia pada tahun 1258–1262,<ref name="Davi2015"/> lingkar-lingkar pohon yang rusak akibat pembekuan pada masa pertumbuhan,<ref name="BaillieMcAneney2015"/> lingkar-lingkar yang terang pada pohon-pohon di Kanada dari tahun 1258 dan [[Siberia]] barat laut dari tahun 1259,<ref name="HantemirovGorlanova2004"/> lingkar-lingkar pohon yang tipis di [[Sierra Nevada (AS)|Sierra Nevada]], California, Amerika Serikat,<ref name="Scuderi1990"/> serta penipisan lingkar pohon selama satu dekade penuh pada pohon-pohon di Norwegia dan Swedia.<ref name="ThunSvarva2018"/> Temuan lainnya yang menunjukkan besarnya dampak letusan ini adalah jejak pendinginan pada sedimen danau di timur laut Tiongkok,<ref name="ChuSun2012" /> jejak musim hujan yang teramat basah di Vietnam,{{sfn|Hamilton|2013|p=40}} dan jejak kekeringan yang ditemukan pada berbagai tempat di [[belahan bumi utara]]<ref name="FeiZhou2016"/> serta pada [[gua|gua-gua]] [[Thailand]].{{efn|Walaupun kekeringan di Thailand tampaknya berlanjut hingga melewati masa ketika dampak aerosol Samalas seharusnya sudah tidak lagi terasa.<ref name="Tan2019" />}}<ref name="Tan2019" /> Penurunan suhu mungkin saja bertahan selama sekitar 4–5 tahun berdasarkan simulasi iklim dan data kajian lingkar pohon.{{sfn|Stoffel|Khodri|Corona|Guillet|2015|p=787}}
Data dari kajian lingkar pohon yang berkaitan dengan dampak letusan ini adalah penurunan pertumbuhan pohon di Mongolia pada tahun 1258–1262,<ref name="Davi2015"/> lingkar-lingkar pohon yang rusak akibat pembekuan pada masa pertumbuhan,<ref name="BaillieMcAneney2015"/> lingkar-lingkar yang terang pada pohon-pohon di Kanada dari tahun 1258 dan [[Siberia]] barat laut dari tahun 1259,<ref name="HantemirovGorlanova2004"/> lingkar-lingkar pohon yang tipis di [[Sierra Nevada (AS)|Sierra Nevada]], California, Amerika Serikat,<ref name="Scuderi1990"/> serta penipisan lingkar pohon selama satu dekade penuh pada pohon-pohon di Norwegia dan Swedia.<ref name="ThunSvarva2018"/> Temuan lainnya yang menunjukkan besarnya dampak letusan ini adalah jejak pendinginan pada sedimen danau di timur laut Tiongkok,<ref name="ChuSun2012" /> jejak musim hujan yang teramat basah di Vietnam,{{sfn|Hamilton|2013|p=40}} dan jejak kekeringan yang ditemukan pada berbagai tempat di [[belahan bumi utara]]<ref name="FeiZhou2016"/> serta pada [[gua|gua-gua]] [[Thailand]].{{efn|Walaupun kekeringan di Thailand tampaknya berlanjut hingga melewati masa ketika dampak aerosol Samalas seharusnya sudah tidak lagi terasa.<ref name="Tan2019" />}}<ref name="Tan2019" /> Penurunan suhu mungkin saja bertahan selama sekitar 4–5 tahun berdasarkan simulasi iklim dan data kajian lingkar pohon.{{sfn|Stoffel|Khodri|Corona|Guillet|2015|p=787}}


<!--Another effect of the eruption-induced climate change may have been a brief decrease in atmospheric carbon dioxide concentrations.{{sfn|Brovkin|Lorenz|Jungclaus|Raddatz|2010|p=675}} A decrease in the growth rate of atmospheric carbon dioxide concentrations was recorded after the 1992 Pinatubo eruption; several mechanisms for volcanically driven decreases in atmospheric {{chem|C|O|2}} concentration have been proposed, including colder oceans absorbing extra {{chem|C|O|2}} and releasing less of it, decreased [[Carbon respiration|respiration]] rates leading to carbon accumulation in the [[biosphere]],{{sfn|Brovkin|Lorenz|Jungclaus|Raddatz|2010|p=674}} and increased productivity of the biosphere due to increased scattered sunlight and the fertilization of oceans by volcanic ash.{{sfn|Brovkin|Lorenz|Jungclaus|Raddatz|2010|pp=674–675}}
Efek lain dari perubahan iklim akibat letusan mungkin adalah penurunan singkat konsentrasi karbon dioksida di atmosfer.{{sfn|Brovkin|Lorenz|Jungclaus|Raddatz|2010|p=675}} Penurunan laju pertumbuhan konsentrasi karbon dioksida atmosfer tercatat setelah letusan Pinatubo 1992; beberapa mekanisme untuk penurunan atmosfer yang didorong oleh konsentrasi vulkanik telah diusulkan{{chem|C|O|2}} , termasuk lautan yang lebih dingin menyerap ekstrak dan lebih sedikit melepasnya{{chem|C|O|2}}, penurunan tingkat [[Respirasi karbon|respirasi]] yang menyebabkan akumulasi karbon di [[biosfer]],{{sfn|Brovkin|Lorenz|Jungclaus|Raddatz|2010|p=674}} dan peningkatan produktivitas biosfer karena meningkatnya sinar matahari yang tersebar dan pemupukan lautan oleh abu vulkanik.{{sfn|Brovkin|Lorenz|Jungclaus|Raddatz|2010|pp=674–675}}


The Samalas signal is only inconsistently reported from [[tree ring]] climate information,{{sfn|Guillet|Corona|Stoffel|Khodri|2017|p=123}}<ref name="Baillie2015"/> and the temperature effects were likewise limited, probably because the large sulfate output altered the average size of particles and thus their [[radiative forcing]].<ref name="Boucher2015"/> Climate modelling indicated that the Samalas eruption may have reduced global temperatures by approximately {{convert|2|C-change}}, a value largely not replicated by proxy data.<ref name="Guillet2015"/> Better modelling with a [[general circulation model]] that includes a detailed description of the aerosol indicated that the principal temperature anomaly occurred in 1258 and continued until 1261.<ref name="Guillet2015"/> Climate models tend to overestimate the climate impact of a volcanic eruption;{{sfn|Swingedouw|Mignot|Ortega|Khodri|2017|p=30}} one explanation is that climate models tend to assume that aerosol [[optical depth]] increases linearly with the quantity of erupted sulfur.{{sfn|Stoffel|Khodri|Corona|Guillet|2015|p=785}} The possible occurrence of an [[El Niño]] before the eruption may have further reduced the cooling.{{sfn|Timmreck|Lorenz|Crowley|Kinne|2009|p=3}}
Sinyal Samalas hanya dilaporkan secara tidak konsisten dari informasi iklim pada [[lingkaran pohon]],{{sfn|Guillet|Corona|Stoffel|Khodri|2017|p=123}}<ref name="Baillie2015"/> dan efek suhu juga terbatas, mungkin karena keluaran sulfat yang besar mengubah ukuran rata-rata partikel dan dengan demikian [[pemancaran radiasi]]nya.<ref name="Boucher2015"/> Pemodelan iklim menunjukkan bahwa letusan Samalas mungkin telah menurunkan suhu global sekitar {{convert|2|C-change}}, nilai yang sebagian besar tidak direplikasi oleh data proxy.<ref name="Guillet2015"/> Pemodelan yang lebih baik dengan [[model sirkulasi umum]] yang mencakup penjelasan rinci tentang aerosol menunjukkan bahwa anomali suhu utama terjadi pada tahun 1258 dan berlanjut hingga 1261.<ref name="Guillet2015"/> Model iklim cenderung melebih-lebihkan dampak iklim dari letusan gunung berapi;{{sfn|Swingedouw|Mignot|Ortega|Khodri|2017|p=30}} salah satu penjelasannya adalah bahwa model iklim cenderung berasumsi bahwa aerosol [[kedalaman optik]] meningkat secara linier dengan jumlah belerang yang meletus.{{sfn|Stoffel|Khodri|Corona|Guillet|2015|p=785}} Kemungkinan terjadinya [[El Niño]] sebelum letusan kemungkinan juga telah ikut mengurangi pendinginan.{{sfn|Timmreck|Lorenz|Crowley|Kinne|2009|p=3}}


The Samalas eruption, together with 14th century cooling, is thought to have set off a growth of ice caps and [[sea ice]],<ref name="Brewington2016"/> and [[glacier]]s in Norway advanced.<ref name="FaustFabian2016"/> The advances of ice after the Samalas eruption may have strengthened and prolonged the climate effects.{{sfn|Kokfelt|Muscheler|Mellström|Struyf|2016|p=6}} Later volcanic activity in 1269, 1278, and 1286 and the effects of sea ice on the North Atlantic would have further contributed to ice expansion.<ref name="Zhong2010"/> The glacier advances triggered by the Samalas eruption are documented on [[Baffin Island]], where the advancing ice killed and then incorporated vegetation, conserving it.<ref name="Robock2013"/> Likewise, a change in [[Arctic Canada]] from a warm climate phase to a colder one coincides with the Samalas eruption.<ref name="Gennaretti2014"/>-->
Letusan Samalas, bersama dengan pendinginan abad ke-14, diperkirakan telah memicu pertumbuhan lapisan es, [[lautan es]],<ref name="Brewington2016"/> dan [[gletser]] di Norwegia.<ref name="FaustFabian2016"/> Kemajuan es setelah letusan Samalas mungkin telah memperkuat dan memperpanjang efek iklim.{{sfn|Kokfelt|Muscheler|Mellström|Struyf|2016|p=6}} Aktivitas vulkanik di kemudian hari pada 1269, 1278, dan 1286 dan pengaruh es laut di Atlantik Utara akan berkontribusi lebih jauh pada perluasan es.<ref name="Zhong2010"/> Kemajuan gletser yang dipicu oleh letusan Samalas didokumentasikan di [[Pulau Baffin]], di mana es yang mendekat telah membunuh dan kemudian memasuki vegetasi, yang kemudian melestarikannya.<ref name="Robock2013"/> Demikian pula, perubahan di [[Kanada Arktik]] dari fase iklim hangat menjadi lebih dingin bertepatan dengan letusan Samalas.<ref name="Gennaretti2014"/>


== Catatan ==
=== Berdasarkan simulasi ===


Menurut rekonstruksi tahun 2003, penurunan suhu musim panas akibat letusan ini mencapai {{convert|0.69|C-change}} di belahan bumi selatan dan {{convert|0.46|C-change}} di belahan bumi utara.{{sfn|Oppenheimer|2003|p=422}} Data-data ''proxy''{{efn|Dalam [[paleoklimatologi]], data ''proxy'' adalah bukti fisik yang dapat digunakan untuk mereka ulang keadaan iklim di masa lampau sebagai pengganti data observasi langsung. Data [[inti es]] dan [[lingkar pohon]] termasuk ke dalam jenis data ''proxy''.}} yang lebih mutakhir menunjukkan penurunan suhu hingga {{convert|0.7|C-change}} pada 1258 dan {{convert|1.2|C-change}} pada 1259, tetapi dengan tingkat berbeda-beda tergantung wilayah.{{sfn|Guillet|Corona|Stoffel|Khodri|2017|p=126}} Sebagai perbandingan, ''radiative forcing'' letusan Pinatubo pada tahun 1991 hanya sekitar sepertujuh dari letusan Samalas.<ref name="Lim2015"/> [[Suhu permukaan laut]] juga menurun sebesar {{convert|0.3-2.2|C-change}},<ref name="Chikamoto2016"/> sehingga menyebabkan perubahan pada sirkulasi samudra. Perubahan pada suhu dan [[salinitas]] samudra kemungkinan bertahan hingga satu dekade.<ref name="KimKim2012"/> Tingkat [[Presipitasi (meteorologi)|presipitasi]] maupun [[evaporasi]] menurun, walaupun penurunan evaporasi lebih parah daripada penurunan presipitasi.{{sfn|Fu|Lin|Huang|Feng|2016|p=2859}}

Letusan gunung berapi juga dapat menyebarkan [[bromin]] dan [[klorin]] ke stratosfer. Senyawa [[oksida]] dari kedua unsur ini, [[klorin monoksida]] and [[bromin monoksida]] turut berperan dalam mengurai lapisan [[ozon]]. Walaupun kebanyakan bromin dan klorin hasil letusan gunung berapi larut dalam kolom erupsi dan tidak mencapai stratosfer, kuantitas semburan halogen Samalas yang diperkirakan mencapai 227&nbsp;±&nbsp;18 million tonnes of chlorine and up to 1.3&nbsp;±&nbsp;0.3 million tonnes of bromine cukup untuk mereduksi lapisan ozon di stratosfer<ref name="Vidal2016"/> sekalipun hanya sebagian kecil dari semburan tersebut yang mencapai stratosfer.{{sfn|Wade|Vidal|Abraham|Dhomse|2020|p=26657}} Menurut sebuah hipotesis, [[radiasi ultraviolet]] yang timbul akibat berkurangnya lapisan ozon ini kemungkinan menyebabkan penurunan [[kekebalan tubuh]] secara luas pada populasi manusia sehingga berbagai epidemi timbul pada tahun-tahun pascaletusan.{{sfn|Wade|Vidal|Abraham|Dhomse|2020|p=26656}}
<!--
=== Dampak iklim ===

Letusan Samalas, bersama dengan letusan [[Kuwae]] pada tahun 1450-an dan [[Gunung Tambora|Tambora]] pada 1815, termasuk ke dalam kejadian penurunan suhu terkuat selama seribu tahun terakhir, bahkan lebih kuat daripada puncak Zaman Es Kecil.<ref name="Neukom2014"/> Setelah musim dingin hangat pada tahun 1257–1258{{efn|Penghangatan musim dingin seringkali terjadi setelah letusan gunung berapi,{{sfn|Newhall|Self|Robock|2018|p=575}} akibat dampak dinamis yang dipicu oleh aerosol sulfat.{{sfn|Lavigne|Degeai|Komorowski|Guillet|2013|p=16746}}<ref name="Baldwin2018" />}}{{sfn|Newhall|Self|Robock|2018|p=575}} yang menyebabkan bunga-bunga [[Viola (plant)|violets]] mekar lebih awal di Prancis,{{sfn|Lavigne|Degeai|Komorowski|Guillet|2013|p=16746}} Eropa mengalami beberapa musim panas yang dingin setelah letusan<ref name="Luterbacher2016"/> serta musim dingin yang lebih panjang dan dan lebih dingin dari biasanya.<ref name="HAGrosjean2015"/>

Letusan Samalas terjadi setelah [[Anomali Iklim Abad Pertengahan]],{{sfn|Andres|Peltier|2016|p=5783}} sebuah periode di awal milenium kedua Masehi dengan suhu hangat yang tidak lazim.{{sfn|Andres|Peltier|2016|p=5779}} Pada saat letusan ini terjadi, kestabilan iklim global tengah goyah akibat rentetan letusan gunung berapi pada 1108, 1171, dan 1230. Masa-masa berikutnya juga menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanik hingga awal abad ke-20.<ref name="Bradley2016"/> Aktivitas vulkanik eriode antara 1250 dan 1300,<ref name="Zhong2010"/> and is recorded by a [[moraine]] from a glacial advance on [[Disko Island]],{{sfn|Jomelli|Lane|Favier|[[Valerie Masson-Delmotte|Masson-Delmotte]]|2016|p=3}} although the moraine may indicate a pre-Samalas cold spell.{{sfn|Jomelli|Lane|Favier|[[Valerie Masson-Delmotte|Masson-Delmotte]]|2016|p=5}} These volcanic disturbances along with [[positive feedback]] effects from increased ice may have started the Little Ice Age even without the need for changes in solar radiation,{{sfn|Margalef|Álvarez-Gómez|Pla-Rabes|Cañellas-Boltà|2018|p=4}}<ref name="Miller2012"/> this theory is not without disagreement.<ref name="Naulier2015"/> The Little Ice Age was a period of several centuries during the last millennium during which global temperatures were depressed;{{sfn|Andres|Peltier|2016|p=5779}} the cooling was associated with volcanic eruptions.<ref name="WangWang2019" />

Other inferred effects of the eruption are:
* The most negative [[Southern Annular Mode]] excursion of the last millennium.{{sfn|Dätwyler|Neukom|Abram|Gallant|2017|p=2336}} The Southern Annular Mode is a climatic phenomenon in the [[Southern Hemisphere]] that governs rainfall and temperatures there{{sfn|Dätwyler|Neukom|Abram|Gallant|2017|pp=2321–2322}} and is usually fairly insensitive towards external factors such as volcanic eruptions, [[greenhouse gas]]es and the effects of [[insolation]] variations.{{sfn|Dätwyler|Neukom|Abram|Gallant|2017|p=2336}}
* Onset of [[El Niño]] conditions during a climate period where [[La Niña]] was more common,{{sfn|Margalef|Álvarez-Gómez|Pla-Rabes|Cañellas-Boltà|2018|p=4}} as the eruption may have induced a moderate to strong El Niño event.{{sfn|Emile-Geay|Seager|Cane|Cook|2008|p=3141}} [[Proxy (climate)|Climate proxies]] such as a wet year in the [[American West]] endorse the occurrence of an El Niño event in the year after the Samalas eruption,<ref name="DuHendy2020" />{{sfn|Emile-Geay|Seager|Cane|Cook|2008|p=3144}} while temperature records from [[corals]] at [[Palmyra Atoll]] indicate that no El Niño was triggered.<ref name="DeeCobb2020" />
* A short term decrease of the intensity of [[tropical cyclones]] caused by a change of the atmospheric temperature structure.<ref name="YanKorty2015"/> [[Paleotempestology]] research in the Atlantic however suggests that the effect of the 13th century volcanic eruptions may have been to redistribute the occurrence of [[hurricane]]s rather than reducing their frequency.<ref name="Wallace2019" />
* Changes in the Atlantic subpolar circulation<ref name="HernándezMartin-Puertas2020" /> and a weakening of the [[Atlantic meridional overturning circulation]] which lasted long after the eruption, possibly aiding in the onset of the Little Ice Age as well.{{sfn|Swingedouw|Mignot|Ortega|Khodri|2017|p=41}}
* A sea level drop in the [[Crusader states]]<ref name="TokerSivan2012" /> of about half a metre, perhaps associated with the [[North Atlantic Oscillation]] and the [[Southern Oscillation]].{{sfn|Newhall|Self|Robock|2018|p=576}}
* A modification of the [[North Atlantic oscillation]], causing it to first acquire positive<ref name="Michel2020" /> and later, in the subsequent decades, more negative values. A beginning decrease in solar activity as part of the [[Wolf minimum]] in the [[solar cycle]] contributed to the later decline.<ref name="FaustFabian2016"/>
* A stronger [[East Asian Monsoon|East Asian winter monsoon]], leading to colder [[sea surface temperature]]s in the [[Okinawa Trough]].<ref name="Knudsen2018" />
* A brief but noticeable excitation in the [[climate pattern]] known as the "[[Pacific Meridional Mode]]".<ref name="Sanchez2019" />
* A decline in [[moisture]] availability in Europe.<ref name="Sousa2020" />
* Warmer winters in the [[Northern Hemisphere]] continents owing to changes in the [[polar vortex]] and the [[Arctic Oscillation]].<ref name="Baldwin2018" />
* Anomalies in [[δ18O|δ<sup>18</sup>O]]{{efn|δ<sup>18</sup>O is the ratio of the [[oxygen-18]] [[isotope]] to the more common [[oxygen-16]] isotope in water, which is influenced by climate.{{sfn|Stevenson|Otto‐Bliesner|Brady|Nusbaumer|2019|p=1535}}}} patterns around the world.{{sfn|Stevenson|Otto‐Bliesner|Brady|Nusbaumer|2019|p=1548}}
* Changes in the terrestrial [[carbon cycle]].<ref name="Zhang2019" />

Other regions such as [[Alaska]] were mostly unaffected.<ref name="Guillet2016"/> There is little evidence that tree growth was influenced by cold in what is now the [[Western United States]],<ref name="Arrigo2001"/> where the eruption may have interrupted a prolonged [[drought]] period.<ref name="Herweijer2007"/> The climate effect in Alaska may have been moderated by the nearby ocean.<ref name="Schneider2009"/> In 1259, western Europe and the west coastal North America had mild weather.{{sfn|Guillet|Corona|Stoffel|Khodri|2017|p=126}}
-->
== Dampak sosial dan historis ==

Letusan Samalas menyebabkan bencana global pada tahun 1257–1258.<ref name="Reid2016"/> Letusan gunung berapi besar secara umum dapat menyebabkan berbagai bencana seperti [[kelaparan]], termasuk pada wilayah yang jauh dari gunung tersebut, akibat dampak [[iklim]] yang ditimbulkannya.{{sfn|Stothers|2000|p=362}}

=== Kerajaan di Lombok dan Bali ===

Wilayah [[Kepulauan Indonesia]] bagian barat dan tengah pada saat itu terpecah menjadi kerajaan-kerajaan saingan yang merekam kejadian sejarah mereka dalam berbagai [[prasasti]].{{sfn|Alloway|Andreastuti|Setiawan|Miksic|2017|p=86}} Namun, sedikit sekali catatan sejarah mengenai letusan Samalas yang dapat ditemukan.{{sfn|Alloway|Andreastuti|Setiawan|Miksic|2017|p=98}} Salah satunya adalah ''Babad Lombok'', yang menceritakan bagaimana desa-desa di Lombok luluh-lantak akibat aliran [[abu]], [[gas]], dan [[lahar]] pada sekitar [[abad ke-13]].<ref name="Science2013"/> Naskah ''babad'' lain yang kemungkinan merujuk pada letusan ini adalah ''Babad Sembalun'' dan ''Babad Suwung''.{{sfn|Mutaqin|Lavigne|2019|p=2}}<!--{{efn|The term ''Babad'' refers to Javanese and Balinese chronicles. These ''babads'' are not original works but recompilations of older works that were presumably written around the 14th century.{{sfn|Mutaqin|Lavigne|2019|p=2}}}}--> Dari naskah-naskah ini pulalah nama "Samalas" didapatkan<ref name="Geomagz2016"/>.<!--sementara nama "Suwung" - "quiet and without life" - may, in turn, be a reference to the aftermath of the eruption.{{sfn|Mutaqin|Lavigne|2019|p=4}}-->
<!--
{{quote|text=Mount Rinjani avalanched and Mount Salamas collapsed, followed by large flows of debris accompanied by the noise coming from boulders. These flows destroyed Pamatan. All houses were destroyed and swept away, floating on the sea, and many people died. During seven days, big earthquakes shook the Earth, stranded in Leneng, dragged by the boulder flows, People escaped and some of them climbed the hills.|source={{sfn|Lavigne|Degeai|Komorowski|Guillet|2013|loc=Supporting Information}}|title=''Babad Lombok''}}-->

Kota [[Pamatan]], sebuah pusat pemerintahan [[kerajaan]] di Lombok, hancur dan hilang dari catatan sejarah akibat letusan ini. Meski begitu, naskah ''[[babad]]'' menyebut bahwa [[keluarga kerajaan]] berhasil selamat,{{sfn|Hamilton|2013|p=41}} dan tidak ada bukti yang jelas mengenai apakah kerajaan tersebut sepenuhnya hancur akibat letusan.{{sfn|Alloway|Andreastuti|Setiawan|Miksic|2017|p=98}} Ribuan orang diperkirakan meninggal dalam letusan ini{{sfn|Lavigne|Degeai|Komorowski|Guillet|2013|p=16743}} walaupun sebagian penduduk Lombok kemungkinan mengungsi sebelum [[erupsi]] terjadi.{{sfn|Mutaqin|Lavigne|2019|p=9}} Di Bali, jumlah prasasti yang dikeluarkan penguasa setempat menurun setelah letusan.<ref name="Reid2017"/> [[Bali]] dan [[Lombok]] diperkirakan mengalami penurunan penduduk<ref name="Reid2016a"/> yang mungkin berlangsung selama beberapa generasi, sehingga mempermudah Raja [[Kertanegara]] dari [[Singhasari]] untuk menaklukkan Bali pada 1284 tanpa perlawanan berarti.{{sfn|Lavigne|Degeai|Komorowski|Guillet|2013|p=16746}}<ref name="Reid2017"/> Kawasan pantai barat Sumbawa mengalami [[depopulasi]] dan tetap sepi [[penduduk]] hingga saat ini; penduduk setempat kala itu kemungkinan melarang kawasan terdampak letusan untuk ditinggali, dan ingatan akan larangan tersebut terus bertahan hingga akhir-akhir ini.{{sfn|Mutaqin|Lavigne|2019|p=7-8}}

=== Oseania dan Selandia Baru ===

Sejarah di [[Oseania]] pada umumnya tidak memiliki penanggalan yang pasti, sehingga sulit menentukan rentang waktu dan peran atau dampak dari kejadian tertentu di kawasan tersebut. Meski begitu, terdapat bukti yang menunjukkan adanya berbagai krisis antara tahun 1250 dan 1300 di Oseania, contohnya seperti yang terjadi di [[Pulau Paskah]], yang dapat dikaitkan permulaan [[Zaman Es Kecil]] serta letusan Samalas.{{sfn|Margalef|Álvarez-Gómez|Pla-Rabes|Cañellas-Boltà|2018|p=5}} Pada sekitar tahun 1300, banyak pemukiman di Pasifik yang berpindah tempat, yang kemungkinan terkait dengan penurunan permukaan air laut setelah pertengahan abad ke-13.{{sfn|Newhall|Self|Robock|2018|p=576}}

Perubahan iklim yang dipicu oleh letusan Samals dan permulaan Zaman Es Kecil barangkali menyebabkan orang-orang [[Polinesia]] bermigrasi ke arah barat daya pada abad ke-13. Pemukiman pertama di Selandia Baru muncul pada sekitar tahun 1230–1280 [[Masehi|M]]. Kemunculan pemukiman manusia di sana dan kepulauan sekitarnya bisa jadi merupakan akibat dari migrasi ini.<ref name="Anderson2016"/>

=== Eropa, Timur Dekat dan Timur Tengah ===
Tarikh-tarikh Eropa menyebutkan keadaan cuaca yang tidak lazim pada 1258.<ref name="Ludlow2017"/> Laporan dari Prancis dan Inggris pada tahun 1258 mengenai fenomena serupa awan yang tak kunjung hilang mengindikasikan adanya kabut kering yang meliputi kawasan tersebut.{{sfn|Stothers|2000|p=363}} Tarikh-tarikh Abad Pertengahan menyebut bahwa pada tahun 1258, musim panasnya bersuhu dingin dan berhujan, sehingga menyebabkan banjir dan kegagalan panen,{{sfn|Lavigne|Degeai|Komorowski|Guillet|2013|p=16742}} dengan suhu dingin antara Februari hingga Juni.<ref name="D'ArrigoJacoby2003"/> Suhu beku terjadi pada musim panas tahun 1259 menurut tarikh-tarikh Rusia.<ref name="HantemirovGorlanova2004"/> Di Eropa dan Timur Tengah, perubahan pada warna atmosfer, badai, suhu dingin, dan cuaca buruk dilaporkan terjadi pada tahun 1258–1259,{{sfn|Dodds|Liddy|2011|p=54}} ditambah dengan permasalahan pertanian yang juga terjadi di kawasn tersebut termasuk Afrika Utara.<ref name="Sánchez2017"/> Di Eropa, curah hujan berlebih, suhu dingin, dan awan yang tebal menyebabkan kerusakan pada hasil tani, sehingga menyebabkan kelaparan yang juga diikuti dengan wabah penyakit,{{sfn|Guillet|Corona|Stoffel|Khodri|2017|p=124}}{{sfn|Hamilton|2013|p=40}} walaupun bencana kelaparan yang terjadi tidak sampai separah [[Kelaparan Besar 1315–1317]].{{sfn|Guillet|Corona|Stoffel|Khodri|2017|p=127}}
<!--
{{quotebox|width=15em|align=right|quote=Swollen and rotting in groups of five or six, the dead lay abandoned in pigsties, on dunghills, and in the muddy streets.|source=<ref name="Gillingham2014"/>|author=[[Matthew Paris]], chronicler of St. Albans}} In northwest Europe, the effects included crop failure, famine, and weather changes.<ref name="Brewington2016"/> A famine in London has been linked to this event;<ref name="WhelleyNewhall2015"/> this food crisis was not extraordinary{{sfn|Campbell|2017|p=91}} and there were issues with harvests already before the eruption.{{sfn|Campbell|2017|p=108}} The famine occurred at a time of political crisis between King [[Henry III of England]] and the English [[magnate]]s.{{sfn|Campbell|2017|p=119}} Witnesses reported a death toll of 15,000 to 20,000 in London. A mass burial of famine victims was found in the 1990s in the centre of London.{{sfn|Hamilton|2013|p=40}} [[Matthew Paris]] of [[St Albans]] described how until mid-August 1258, the weather alternated between cold and strong rain, causing high mortality.<ref name="Gillingham2014"/>

The resulting famine was severe enough that grain was imported from Germany and Holland.<ref name="RobertDavid2016"/> The price for cereal increased in Britain,{{sfn|Dodds|Liddy|2011|p=54}} France, and Italy. Outbreaks of disease occurred during this time in the Middle East and England.{{sfn|Stothers|2000|p=366}} During and after the winter of 1258–59, exceptional weather was reported less commonly, but the winter of 1260–61 was very severe in Iceland, Italy, and elsewhere.{{sfn|Stothers|2000|p=364}} The disruption caused by the eruption may have influenced the onset of the [[Mudéjar revolt of 1264–1266]] in [[Iberia]].<ref name="Sánchez2014"/> The [[Flagellant]] movement, which is first recorded in Italy in 1260, may have originated in the social distress caused by the effects of the eruption, though warfare and other causes probably played a more important role than natural events.{{sfn|Stothers|2000|pp=367–368}}

====Long term consequences in Europe and the Near East====

Over the long term, the cooling of the North Atlantic and sea ice expansion therein may have impacted the societies of Greenland and Iceland{{sfn|Harrison|Maher|2014|pp=156–157}} by restraining navigation and agriculture, perhaps allowing further climate shocks around 1425 to [[History of Greenland#Norse failure|end]] the existence of the [[Norsemen|Norse]] settlement in Greenland.{{sfn|Harrison|Maher|2014|p=180}} Another possible longer term consequence of the eruption was the [[Byzantine Empire]]'s loss of control over western [[Anatolia]], because of a shift in political power from Byzantine farmers to mostly [[Turkic peoples|Turkoman]] [[Pastoralism|pastoralists]] in the area. Colder winters caused by the eruption would have impacted agriculture more severely than pastoralism.<ref name="Xoplaki2016"/>

===Four Corners region, North America===

The 1257 Samalas eruption took place during the [[Pueblo III Period]] in southwestern North America, during which the [[Mesa Verde]] region on the [[San Juan River (Colorado River)|San Juan River]] was the site of the so-called [[cliff dwelling]]s. Several sites were abandoned after the eruption, which had cooled the local climate.<ref name="Matson2016"/> The Samalas eruption{{sfn|Salzer|2000|p=308}} was one among several eruptions during this period which may have triggered climate stresses, which in turn caused strife within the society of the [[Ancestral Puebloans]]; possibly they left the northern [[Colorado Plateau]] as a consequence.{{sfn|Salzer|2000|pp=312–314}}

===Altiplano, South America===

In the [[Altiplano]] of South America, a cold and dry interval between 1200 and 1450 has been associated with the Samalas eruption and the 1280 eruption of Quilotoa volcano in Ecuador. The use of rain-fed agriculture increased in the area between the [[Salar de Uyuni]] and the [[Salar de Coipasa]] despite the climatic change, implying that the local population effectively coped with the effects of the eruption.<ref name="Cruz2017"/>

===Northeast Asia===
Problems were also recorded in China, Japan, and Korea.{{sfn|Hamilton|2013|p=40}} In Japan, the ''[[Azuma Kagami]]'' chronicle mentions that rice paddies and gardens were destroyed by the cold and wet weather,{{sfn|Guillet|Corona|Stoffel|Khodri|2017|p=125}} and the so-called [[Shôga famine]] may have been aggravated by bad weather in 1258 and 1259.{{sfn|Guillet|Corona|Stoffel|Khodri|2017|p=127}} Other effects of the eruption include a total darkening of the Moon in May 1258 during a [[lunar eclipse]],{{sfn|Timmreck|Lorenz|Crowley|Kinne|2009|p=1}} a phenomenon also recorded from Europe; volcanic aerosols reduce the amount of sunlight scattered into Earth's shadow and thus the brightness of the eclipsed Moon.{{sfn|Alloway|Andreastuti|Setiawan|Miksic|2017|p=96}} The effects of the eruption may also have hastened the decline of the [[Mongol Empire]], although the volcanic event is unlikely to have been the sole cause,{{sfn|Newhall|Self|Robock|2018|p=576}} and may have shifted its centre of power towards the Chinese part dominated by [[Kublai Khan]] which was more adapted to cold winter conditions.<ref name="HaoZheng2020" />
-->

== Lihat pula ==
* [[Zaman Es Kecil]]
* [[Letusan Tambora 1815]]

== Catatan ==
{{notelist}}
{{notelist}}


Baris 141: Baris 229:
=== Sumber ===
=== Sumber ===
{{refbegin}}
{{refbegin}}
* {{cite journal| url=http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0277379116305510| title=Archaeological implications of a widespread 13th Century tephra marker across the central Indonesian Archipelago| last1=Alloway| first1=Brent V.| last2=Andreastuti| first2=Supriyati| last3=Setiawan| first3=Ruly| last4=Miksic| first4=John| last5=Hua| first5=Quan| journal=Quaternary Science Reviews| date=January 2017| volume=155| pages=86–99| doi=10.1016/j.quascirev.2016.11.020| ref=harv| issn=0277-3791}}
* {{cite journal| title=Archaeological implications of a widespread 13th Century tephra marker across the central Indonesian Archipelago| last1=Alloway| first1=Brent V.| last2=Andreastuti| first2=Supriyati| last3=Setiawan| first3=Ruly| last4=Miksic| first4=John| last5=Hua| first5=Quan| journal=Quaternary Science Reviews| date=January 2017| volume=155| pages=86–99| doi=10.1016/j.quascirev.2016.11.020| ref=harv| issn=0277-3791| bibcode=2017QSRv..155...86A}}
* {{cite journal| url=http://www.atmosp.physics.utoronto.ca/~peltier/pubs_recent/Andres%20and%20Peltier,%20Regional%20inlfuences%20of%20natural%20external%20forcings%20---%20from%20the%20MCA%20to%20the%20LIA,%20JClim%2029(16),%205779-5800,%202016.pdf| title=Regional Influences of Natural External Forcings on the Transition from the Medieval Climate Anomaly to the Little Ice Age| last1=Andres| first1=Heather J.| last2=Peltier| first2=W. R.| journal=Journal of Climate| date=15 August 2016| volume=29| issue=16| pages=5779–5800| ref=harv| doi=10.1175/JCLI-D-15-0599.1| bibcode=2016JCli...29.5779A}}
* {{cite journal| url=http://www.atmosp.physics.utoronto.ca/~peltier/pubs_recent/Andres%20and%20Peltier,%20Regional%20inlfuences%20of%20natural%20external%20forcings%20---%20from%20the%20MCA%20to%20the%20LIA,%20JClim%2029(16),%205779-5800,%202016.pdf| title=Regional Influences of Natural External Forcings on the Transition from the Medieval Climate Anomaly to the Little Ice Age| last1=Andres| first1=Heather J.| last2=Peltier| first2=W. R.| journal=Journal of Climate| date=15 August 2016| volume=29| issue=16| pages=5779–5800| ref=harv| doi=10.1175/JCLI-D-15-0599.1| bibcode=2016JCli...29.5779A}}
* {{Cite journal|last=Baroni|first=Mélanie|last2=Bard|first2=Edouard|last3=Petit|first3=Jean-Robert|last4=Viseur|first4=Sophie|title=Persistent draining of the stratospheric 10Be reservoir after the Samalas volcanic eruption (1257 A.D.)|journal=Journal of Geophysical Research: Atmospheres|language=en|volume=0|issue=ja|doi=10.1029/2018JD029823|issn=2169-8996|ref=harv|year=2019}}
* {{cite journal| url=https://pure.mpg.de/pubman/item/item_993757_3/component/file_1611353/Tellus-62B-2010-674.pdf| title=Sensitivity of a coupled climate-carbon cycle model to large volcanic eruptions during the last millennium| last1=Brovkin| first1=Victor| last2=Lorenz| first2=Stephan J.| last3=Jungclaus| first3=Johann| last4=Raddatz| first4=Thomas| last5=Timmreck| first5=Claudia| last6=Reick| first6=Christian H.| last7=Segschneider| first7=Joachim| last8=Six| first8=Katharina| journal=Tellus B| date=November 2010| volume=62| issue=5| pages=674–681| doi=10.1111/j.1600-0889.2010.00471.x| ref=harv| bibcode=2010TellB..62..674B}}
* {{cite journal| url=https://pure.mpg.de/pubman/item/item_993757_3/component/file_1611353/Tellus-62B-2010-674.pdf| title=Sensitivity of a coupled climate-carbon cycle model to large volcanic eruptions during the last millennium| last1=Brovkin| first1=Victor| last2=Lorenz| first2=Stephan J.| last3=Jungclaus| first3=Johann| last4=Raddatz| first4=Thomas| last5=Timmreck| first5=Claudia| last6=Reick| first6=Christian H.| last7=Segschneider| first7=Joachim| last8=Six| first8=Katharina| journal=Tellus B| date=November 2010| volume=62| issue=5| pages=674–681| doi=10.1111/j.1600-0889.2010.00471.x| ref=harv| bibcode=2010TellB..62..674B}}
* {{cite journal| url=https://www.cambridge.org/core/journals/transactions-of-the-royal-historical-society/article/global-climates-the-1257-megaeruption-of-samalas-volcano-indonesia-and-the-english-food-crisis-of-1258/43CA14C235B2734513A7F89D661C784D| title=Global climates, the 1257 mega-eruption of Samalas volcano, Indonesia, and the English food crisis of 1258*| last1=Campbell| first1=Bruce M. S.| author-link=Bruce Campbell (historian)| journal=Transactions of the Royal Historical Society| year=2017| volume=27| pages=87–121| doi=10.1017/S0080440117000056| ref=harv| language=en| issn=0080-4401}}
* {{cite journal| title=Global climates, the 1257 mega-eruption of Samalas volcano, Indonesia, and the English food crisis of 1258*| last1=Campbell| first1=Bruce M. S.| author-link=Bruce Campbell (historian)| journal=Transactions of the Royal Historical Society| year=2017| volume=27| pages=87–121| doi=10.1017/S0080440117000056| ref=harv| language=en| issn=0080-4401}}
* {{cite journal| title=Teleconnection stationarity, variability and trends of the Southern Annular Mode (SAM) during the last millennium| last1=Dätwyler| first1=Christoph| last2=Neukom| first2=Raphael| last3=Abram| first3=Nerilie J.| last4=Gallant| first4=Ailie J. E.| last5=Grosjean| first5=Martin| last6=Jacques-Coper| first6=Martín| last7=Karoly| first7=David J.| last8=Villalba| first8=Ricardo| journal=Climate Dynamics| volume=51| issue=5–6| pages=2321–2339| date=30 November 2017| ref=harv| doi=10.1007/s00382-017-4015-0| language=en| issn=0930-7575}}
* {{cite journal| title=Teleconnection stationarity, variability and trends of the Southern Annular Mode (SAM) during the last millennium| last1=Dätwyler| first1=Christoph| last2=Neukom| first2=Raphael| last3=Abram| first3=Nerilie J.| last4=Gallant| first4=Ailie J. E.| last5=Grosjean| first5=Martin| last6=Jacques-Coper| first6=Martín| last7=Karoly| first7=David J.| last8=Villalba| first8=Ricardo| journal=Climate Dynamics| volume=51| issue=5–6| pages=2321–2339| date=30 November 2017| ref=harv| doi=10.1007/s00382-017-4015-0| language=en| issn=0930-7575| hdl=11343/214149}}
* {{cite book| url=https://books.google.com/books?id=08rIGfr-lQ0C&pg=PR9| title=Commercial Activity, Markets and Entrepreneurs in the Middle Ages: Essays in Honour of Richard Britnell| last1=Dodds| first1=Ben| first2=Christian D.| last2=Liddy| year=2011| publisher=Boydell & Brewer Ltd| isbn=978-1-84383-684-1| ref=harv}}
* {{cite book| url=https://books.google.com/books?id=08rIGfr-lQ0C&pg=PR9| title=Commercial Activity, Markets and Entrepreneurs in the Middle Ages: Essays in Honour of Richard Britnell| last1=Dodds| first1=Ben| first2=Christian D.| last2=Liddy| year=2011| publisher=Boydell & Brewer Ltd| isbn=978-1-84383-684-1| ref=harv}}
* {{cite journal|last1=Emile-Geay|first1=Julien|last2=Seager|first2=Richard|last3=Cane|first3=Mark A.|last4=Cook|first4=Edward R.|last5=Haug|first5=Gerald H.|title=Volcanoes and ENSO over the Past Millennium|journal=Journal of Climate|date=1 July 2008|volume=21|issue=13|pages=3134–3148|doi=10.1175/2007JCLI1884.1|url=https://journals.ametsoc.org/doi/full/10.1175/2007JCLI1884.1|ref=harv|issn=0894-8755}}
* {{cite journal|last1=Emile-Geay|first1=Julien|last2=Seager|first2=Richard|last3=Cane|first3=Mark A.|last4=Cook|first4=Edward R.|last5=Haug|first5=Gerald H.|title=Volcanoes and ENSO over the Past Millennium|journal=Journal of Climate|date=1 July 2008|volume=21|issue=13|pages=3134–3148|doi=10.1175/2007JCLI1884.1|ref=harv|issn=0894-8755|bibcode=2008JCli...21.3134E|url=https://semanticscholar.org/paper/02981bfdd8dccbee69d7b696444f33c1215f591e}}
* {{cite journal| url=https://www.researchgate.net/publication/279225389| title=A 5000-year record of multiple highly explosive mafic eruptions from Gunung Agung (Bali, Indonesia): implications for eruption frequency and volcanic hazards| last1=Fontijn| first1=Karen| last2=Costa| first2=Fidel| last3=Sutawidjaja| first3=Igan| last4=Newhall| first4=Christopher G.| last5=Herrin| first5=Jason S.| journal=Bulletin of Volcanology| date=10 June 2015| volume=77| issue=7| page=59| doi=10.1007/s00445-015-0943-x| bibcode=2015BVol...77...59F| ref=harv}}
* {{cite journal| url=https://www.researchgate.net/publication/279225389| title=A 5000-year record of multiple highly explosive mafic eruptions from Gunung Agung (Bali, Indonesia): implications for eruption frequency and volcanic hazards| last1=Fontijn| first1=Karen| last2=Costa| first2=Fidel| last3=Sutawidjaja| first3=Igan| last4=Newhall| first4=Christopher G.| last5=Herrin| first5=Jason S.| journal=Bulletin of Volcanology| date=10 June 2015| volume=77| issue=7| page=59| doi=10.1007/s00445-015-0943-x| bibcode=2015BVol...77...59F| ref=harv}}
* {{cite journal| title=Changes in terrestrial aridity for the period 850–2080 from the Community Earth System Model| last1=Fu| first1=Qiang| last2=Lin| first2=Lei| last3=Huang| first3=Jianping| last4=Feng| first4=Song| last5=Gettelman| first5=Andrew| journal=Journal of Geophysical Research: Atmospheres| date=9 March 2016| volume=121| issue=6| pages=2857–2873| doi=10.1002/2015JD024075| ref=harv| bibcode=2016JGRD..121.2857F}}
* {{cite journal| title=Changes in terrestrial aridity for the period 850–2080 from the Community Earth System Model| last1=Fu| first1=Qiang| last2=Lin| first2=Lei| last3=Huang| first3=Jianping| last4=Feng| first4=Song| last5=Gettelman| first5=Andrew| journal=Journal of Geophysical Research: Atmospheres| date=9 March 2016| volume=121| issue=6| pages=2857–2873| doi=10.1002/2015JD024075| ref=harv| bibcode=2016JGRD..121.2857F}}
* {{cite journal| url=https://www.nature.com/articles/ngeo2875| title=Climate response to the Samalas volcanic eruption in 1257 revealed by proxy records| last1=Guillet| first1=Sébastien| last2=Corona| first2=Christophe| last3=Stoffel| first3=Markus| last4=Khodri| first4=Myriam| last5=Lavigne| first5=Franck| last6=Ortega| first6=Pablo| last7=Eckert| first7=Nicolas| last8=Sielenou| first8=Pascal Dkengne| last9=Daux| first9=Valérie| last10=(Sidorova)| first10=Olga V. Churakova| last11=Davi| first11=Nicole| last12=Edouard| first12=Jean-Louis| last13=Zhang| first13=Yong| last14=Luckman| first14=Brian H.| last15=Myglan| first15=Vladimir S.| last16=Guiot| first16=Joël| last17=Beniston| first17=Martin| last18=Masson-Delmotte| first18=Valérie| last19=Oppenheimer| first19=Clive| journal=Nature Geoscience| year=2017| volume=10| issue=2| pages=123–128| doi=10.1038/ngeo2875| issn=1752-0908| ref=harv| language=En}}
* {{cite journal| title=Climate response to the Samalas volcanic eruption in 1257 revealed by proxy records| last1=Guillet| first1=Sébastien| last2=Corona| first2=Christophe| last3=Stoffel| first3=Markus| last4=Khodri| first4=Myriam| last5=Lavigne| first5=Franck| last6=Ortega| first6=Pablo| last7=Eckert| first7=Nicolas| last8=Sielenou| first8=Pascal Dkengne| last9=Daux| first9=Valérie| last10=(Sidorova)| first10=Olga V. Churakova| last11=Davi| first11=Nicole| last12=Edouard| first12=Jean-Louis| last13=Zhang| first13=Yong| last14=Luckman| first14=Brian H.| last15=Myglan| first15=Vladimir S.| last16=Guiot| first16=Joël| last17=Beniston| first17=Martin| last18=Masson-Delmotte| first18=Valérie| last19=Oppenheimer| first19=Clive| journal=Nature Geoscience| year=2017| volume=10| issue=2| pages=123–128| doi=10.1038/ngeo2875| issn=1752-0908| ref=harv| language=En| bibcode=2017NatGe..10..123G| url=http://centaur.reading.ac.uk/68817/1/Guillet_et_al_1257_1258_Nature_Geoscience_Format_Final.pdf}}
* {{cite journal| title=Mystery blast: The lost volcano that changed the world| last=Hamilton| first=Garry| journal=New Scientist| date=October 2013| volume=220| issue=2939| pages=38–41| doi=10.1016/S0262-4079(13)62487-2| ref=harv}}
* {{cite journal| title=Mystery blast: The lost volcano that changed the world| last=Hamilton| first=Garry| journal=New Scientist| date=October 2013| volume=220| issue=2939| pages=38–41| doi=10.1016/S0262-4079(13)62487-2| ref=harv| bibcode=2013NewSc.220...38H}}
* {{cite journal|last1=Hammer|first1=C. U.|last2=Clausen|first2=H. B.|last3=Langway|first3=C. C.|title=An Inter-Hemispheric Volcanic Time-Marker in Ice Cores from Greenland and Antarctica|journal=Annals of Glaciology|date=1988|volume=10|pages=102–108|doi=10.3189/S0260305500004250|url=https://www.cambridge.org/core/journals/annals-of-glaciology/article/an-interhemispheric-volcanic-timemarker-in-ice-cores-from-greenland-and-antarctica/B49D4AC170CA0B9612CA191D7770B1DB|ref=harv|language=en|issn=0260-3055}}
* {{cite journal|last1=Hammer|first1=C. U.|last2=Clausen|first2=H. B.|last3=Langway|first3=C. C.|title=An Inter-Hemispheric Volcanic Time-Marker in Ice Cores from Greenland and Antarctica|journal=Annals of Glaciology|date=1988|volume=10|pages=102–108|doi=10.3189/S0260305500004250|ref=harv|language=en|issn=0260-3055|bibcode=1988AnGla..10..102L}}
* {{cite book| url=https://books.google.com/?id=DG7YBAAAQBAJ| title=Human Ecodynamics in the North Atlantic: A Collaborative Model of Humans and Nature through Space and Time| last1=Harrison| first1=Ramona| last2=Maher| first2=Ruth A.| date=8 October 2014| ref=harv| publisher=Lexington Books| isbn=9780739185483| language=en}}
* {{cite book| url=https://books.google.com/?id=DG7YBAAAQBAJ| title=Human Ecodynamics in the North Atlantic: A Collaborative Model of Humans and Nature through Space and Time| last1=Harrison| first1=Ramona| last2=Maher| first2=Ruth A.| year=2014| ref=harv| publisher=Lexington Books| isbn=9780739185483| language=en}}
* {{cite journal| title=Paradoxical cold conditions during the medieval climate anomaly in the Western Arctic| last1=Jomelli| first1=Vincent| last2=Lane| first2=Timothy| last3=Favier| first3=Vincent| last4=Masson-Delmotte| first4=Valerie| last5=Swingedouw| first5=Didier| last6=Rinterknecht| first6=Vincent| last7=Schimmelpfennig| first7=Irene| last8=Brunstein| first8=Daniel| last9=Verfaillie| first9=Deborah| last10=Adamson| first10=Kathryn| last11=Leanni| first11=Laëtitia| last12=Mokadem| first12=Fatima| last13=Aumaître| first13=Georges| last14=Bourlès| first14=Didier L.| last15=Keddadouche| first15=Karim| journal=Scientific Reports| date=9 September 2016| volume=6| page=32984| doi=10.1038/srep32984| pmid=27609585| pmc=5016737| ref=harv| bibcode=2016NatSR...632984.}}
* {{cite journal| title=Paradoxical cold conditions during the medieval climate anomaly in the Western Arctic| last1=Jomelli| first1=Vincent| last2=Lane| first2=Timothy| last3=Favier| first3=Vincent| last4=Masson-Delmotte| first4=Valerie| last5=Swingedouw| first5=Didier| last6=Rinterknecht| first6=Vincent| last7=Schimmelpfennig| first7=Irene| last8=Brunstein| first8=Daniel| last9=Verfaillie| first9=Deborah| last10=Adamson| first10=Kathryn| last11=Leanni| first11=Laëtitia| last12=Mokadem| first12=Fatima| last13=Aumaître| first13=Georges| last14=Bourlès| first14=Didier L.| last15=Keddadouche| first15=Karim| journal=Scientific Reports| date=9 September 2016| volume=6| page=32984| doi=10.1038/srep32984| pmid=27609585| pmc=5016737| ref=harv| bibcode=2016NatSR...632984.}}
* {{cite journal| title=Diatom blooms and associated vegetation shifts in a subarctic peatland: responses to distant volcanic eruptions| last1=Kokfelt| first1=U.| last2=Muscheler| first2=R.| last3=Mellström| first3=A.|last4=Struyf| first4=E.| last5=Rundgren| first5=M.| last6=Wastegård| first6=S.| last7=Hammarlund| first7=D.| journal=Journal of Quaternary Science| volume=31| issue=7| pages=723–730| date=September 2016| doi=10.1002/jqs.2898| ref=harv}}
* {{cite journal| title=Diatom blooms and associated vegetation shifts in a subarctic peatland: responses to distant volcanic eruptions| last1=Kokfelt| first1=U.| last2=Muscheler| first2=R.| last3=Mellström| first3=A.|last4=Struyf| first4=E.| last5=Rundgren| first5=M.| last6=Wastegård| first6=S.| last7=Hammarlund| first7=D.| journal=Journal of Quaternary Science| volume=31| issue=7| pages=723–730| date=September 2016| doi=10.1002/jqs.2898| ref=harv| bibcode=2016JQS....31..723K}}
* {{cite journal| title=Source of the great A.D. 1257 mystery eruption unveiled, Samalas volcano, Rinjani Volcanic Complex, Indonesia| last1=Lavigne| first1=F.| last2=Degeai| first2=J.-P.| last3=Komorowski| first3=J.-C.| last4=Guillet| first4=S.| last5=Robert| first5=V.| last6=Lahitte| first6=P.| last7=Oppenheimer| first7=C.| last8=Stoffel| first8=M.| last9=Vidal| first9=C. M.| last10=Surono| last11=Pratomo| first11=I.| last12=Wassmer| first12=P.| last13=Hajdas| first13=I.| last14=Hadmoko| first14=D. S.| last15=de Belizal| first15=E.| journal=Proceedings of the National Academy of Sciences| date=30 September 2013| volume=110| issue=42| pages=16742–16747| doi=10.1073/pnas.1307520110| ref=harv| bibcode=2013PNAS..11016742L| pmid=24082132| pmc=3801080}}
* {{cite journal| title=Source of the great A.D. 1257 mystery eruption unveiled, Samalas volcano, Rinjani Volcanic Complex, Indonesia| last1=Lavigne| first1=F.| last2=Degeai| first2=J.-P.| last3=Komorowski| first3=J.-C.| last4=Guillet| first4=S.| last5=Robert| first5=V.| last6=Lahitte| first6=P.| last7=Oppenheimer| first7=C.| last8=Stoffel| first8=M.| last9=Vidal| first9=C. M.| last10=Surono| last11=Pratomo| first11=I.| last12=Wassmer| first12=P.| last13=Hajdas| first13=I.| last14=Hadmoko| first14=D. S.| last15=de Belizal| first15=E.| journal=Proceedings of the National Academy of Sciences| date=30 September 2013| volume=110| issue=42| pages=16742–16747| doi=10.1073/pnas.1307520110| ref=harv| bibcode=2013PNAS..11016742L| pmid=24082132| pmc=3801080}}
* {{cite journal| url=http://www.creaf.uab.es/global-ecology/Pdfs_UEG/2018%20Geographycal%20Journal.pdf|title=Revisiting the role of high-energy Pacific events in the environmental and cultural history of Easter Island (Rapa Nui)| last1=Margalef| first1=Olga| last2=Álvarez-Gómez| first2=José A.| last3=Pla-Rabes| first3=Sergi| last4=Cañellas-Boltà| first4=Núria| last5=Rull| first5=Valentí| last6=Sáez| first6=Alberto| last7=Geyer| first7=Adelina| last8=Peñuelas| first8=Josep| last9=Sardans|first9=Jordi| last10=Giralt| first10=Santiago| journal=The Geographical Journal|volume=184| issue=3| pages=310–322| date=2 May 2018| doi=10.1111/geoj.12253| ref=harv| language=en| issn=0016-7398| hdl=10261/164769}}
* {{cite journal| url=http://www.creaf.uab.es/global-ecology/Pdfs_UEG/2018%20Geographycal%20Journal.pdf| title=Revisiting the role of high-energy Pacific events in the environmental and cultural history of Easter Island (Rapa Nui)| last1=Margalef| first1=Olga| last2=Álvarez-Gómez| first2=José A.| last3=Pla-Rabes| first3=Sergi| last4=Cañellas-Boltà| first4=Núria| last5=Rull| first5=Valentí| last6=Sáez| first6=Alberto| last7=Geyer| first7=Adelina| last8=Peñuelas| first8=Josep| last9=Sardans| first9=Jordi| last10=Giralt| first10=Santiago| journal=The Geographical Journal| volume=184| issue=3| pages=310–322| date=2 May 2018| doi=10.1111/geoj.12253| ref=harv| language=en| issn=0016-7398| hdl=10261/164769| access-date=2019-05-19| archive-date=2019-02-09| archive-url=https://web.archive.org/web/20190209124057/http://www.creaf.uab.es/global-ecology/Pdfs_UEG/2018%20Geographycal%20Journal.pdf| dead-url=yes}}
* {{cite journal| url=https://academic.oup.com/petrology/article/58/11/2257/4838192| title=New Insights into Magma Differentiation and Storage in Holocene Crustal Reservoirs of the Lesser Sunda Arc: the Rinjani-Samalas Volcanic Complex (Lombok, Indonesia)| last1=Métrich| first1=Nicole| last2=Vidal| first2=Céline M.| last3=Komorowski| first3=Jean-Christophe| last4=Pratomo| first4=Indyo| last5=Michel| first5=Agnès| last6=Kartadinata| first6=Nugraha| last7=Prambada| first7=Oktory| last8=Rachmat| first8=Heryadi| author9=Surono| journal=Journal of Petrology| volume=58| issue=11| pages=2257–2284| date=3 February 2018| doi=10.1093/petrology/egy006| ref=harv| language=en}}
* {{cite journal| title=New Insights into Magma Differentiation and Storage in Holocene Crustal Reservoirs of the Lesser Sunda Arc: the Rinjani-Samalas Volcanic Complex (Lombok, Indonesia)| last1=Métrich| first1=Nicole| last2=Vidal| first2=Céline M.| last3=Komorowski| first3=Jean-Christophe| last4=Pratomo| first4=Indyo| last5=Michel| first5=Agnès| last6=Kartadinata| first6=Nugraha| last7=Prambada| first7=Oktory| last8=Rachmat| first8=Heryadi| author9=Surono| journal=Journal of Petrology| volume=58| issue=11| pages=2257–2284| date=3 February 2018| doi=10.1093/petrology/egy006| ref=harv| language=en}}
* {{cite journal| url=https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0169555X18304598| title=Landscape evolution on the eastern part of Lombok (Indonesia) related to the 1257 CE eruption of the Samalas Volcano| last1=Mutaqin| first1=Bachtiar W.| last2=Lavigne| first2=Franck| last3=Sudrajat| first3=Yayat| last4=Handayani| first4=Lina| last5=Lahitte| first5=Pierre| last6=Virmoux| first6=Clément| last7=Hiden| last8=Hadmoko| first8=Danang S.|last9=Komorowski|first9=Jean-Christophe| last10=Hananto| first10=Nugroho D.| last11=Wassmer| first11=Patrick| last12=Hartono| last13=Boillot-Airaksinen| first13=Kim| journal=Geomorphology| date=February 2019| volume=327| pages=338–350| doi=10.1016/j.geomorph.2018.11.010| ref=harv| language=en| issn=0169-555X}}
* {{cite journal| title=Landscape evolution on the eastern part of Lombok (Indonesia) related to the 1257 CE eruption of the Samalas Volcano| last1=Mutaqin| first1=Bachtiar W.| last2=Lavigne| first2=Franck| last3=Sudrajat| first3=Yayat| last4=Handayani| first4=Lina| last5=Lahitte| first5=Pierre| last6=Virmoux| first6=Clément| last7=Hiden| last8=Hadmoko| first8=Danang S.|last9=Komorowski|first9=Jean-Christophe| last10=Hananto| first10=Nugroho D.| last11=Wassmer| first11=Patrick| last12=Hartono| last13=Boillot-Airaksinen| first13=Kim| journal=Geomorphology| date=February 2019| volume=327| pages=338–350| doi=10.1016/j.geomorph.2018.11.010| ref=harv| language=en| issn=0169-555X| bibcode=2019Geomo.327..338M}}
* {{cite journal |last1=Mutaqin |first1=Bachtiar W. |last2=Lavigne |first2=Franck |title=Oldest description of a caldera-forming eruption in Southeast Asia unveiled in forgotten written sources |journal=GeoJournal |date=20 September 2019 |doi=10.1007/s10708-019-10083-5 |ref=harv |language=en |issn=1572-9893}}
* {{cite journal|last1=Narcisi|first1=Biancamaria|last2=Petit|first2=Jean Robert|last3=Delmonte|first3=Barbara|last4=Batanova|first4=Valentina|last5=Savarino|first5=Joël|title=Multiple sources for tephra from AD 1259 volcanic signal in Antarctic ice cores|journal=Quaternary Science Reviews|date=April 2019|volume=210|pages=164–174|doi=10.1016/j.quascirev.2019.03.005|url=https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0277379119300289#bib53|ref=harv}}
* {{cite journal|last1=Narcisi|first1=Biancamaria|last2=Petit|first2=Jean Robert|last3=Delmonte|first3=Barbara|last4=Batanova|first4=Valentina|last5=Savarino|first5=Joël|title=Multiple sources for tephra from AD 1259 volcanic signal in Antarctic ice cores|journal=Quaternary Science Reviews|date=April 2019|volume=210|pages=164–174|doi=10.1016/j.quascirev.2019.03.005|ref=harv|bibcode=2019QSRv..210..164N}}
* {{cite journal| url=https://pubs.geoscienceworld.org/gsa/geosphere/article/14/2/572/529016/anticipating-future-volcanic-explosivity-index-vei| title=Anticipating future Volcanic Explosivity Index (VEI) 7 eruptions and their chilling impacts| last1=Newhall| first1=Chris| last2=Self| first2=Stephen| last3=Robock| first3=Alan| journal=Geosphere| date=28 February 2018| volume=14| issue=2| pages=572–603| doi=10.1130/GES01513.1| ref=harv| language=en| issn=1553-040X}}
* {{cite journal| title=Anticipating future Volcanic Explosivity Index (VEI) 7 eruptions and their chilling impacts| last1=Newhall| first1=Chris| last2=Self| first2=Stephen| last3=Robock| first3=Alan| journal=Geosphere| date=28 February 2018| volume=14| issue=2| pages=572–603| doi=10.1130/GES01513.1| ref=harv| language=en| issn=1553-040X| bibcode=2018Geosp..14..572N}}
* {{cite journal| title=Ice core and palaeoclimatic evidence for the timing and nature of the great mid-13th century volcanic eruption| last=Oppenheimer| first=Clive| journal=International Journal of Climatology| date=30 March 2003| volume=23| issue=4| pages=417–426| doi=10.1002/joc.891| ref=harv| bibcode=2003IJCli..23..417O}}
* {{cite journal| title=Ice core and palaeoclimatic evidence for the timing and nature of the great mid-13th century volcanic eruption| last=Oppenheimer| first=Clive| journal=International Journal of Climatology| date=30 March 2003| volume=23| issue=4| pages=417–426| doi=10.1002/joc.891| ref=harv| bibcode=2003IJCli..23..417O}}
* {{cite journal| url=http://oaji.net/pdf.html?n=2017/1150-1501035106.pdf| title=Petrogenesis of Rinjani Post-1257-Caldera-Forming-Eruption Lava Flows| last1=Rachmat| first1=Heryadi| last2=Rosana| first2=Mega Fatimah| last3=Wirakusumah| first3=A. Djumarma| last4=Jabbar| first4=Gamma Abdul| journal=Indonesian Journal on Geoscience| date=2 August 2016| volume=3| issue=2| doi=10.17014/ijog.3.2.107-126| ref=harv}}
* {{cite journal| url=http://oaji.net/pdf.html?n=2017/1150-1501035106.pdf| title=Petrogenesis of Rinjani Post-1257-Caldera-Forming-Eruption Lava Flows| last1=Rachmat| first1=Heryadi| last2=Rosana| first2=Mega Fatimah| last3=Wirakusumah| first3=A. Djumarma| last4=Jabbar| first4=Gamma Abdul| journal=Indonesian Journal on Geoscience| date=2 August 2016| volume=3| issue=2| doi=10.17014/ijog.3.2.107-126| ref=harv}}
* {{cite journal| title=Temperature Variability and the Northern Anasazi: Possible Implications for Regional Abandonment| last=Salzer| first=Matthew W.| journal=KIVA| date=January 2000| volume=65| issue=4| pages=295–318| ref=harv| doi=10.1080/00231940.2000.11758414| language=en| issn=0023-1940}}
* {{cite journal| title=Temperature Variability and the Northern Anasazi: Possible Implications for Regional Abandonment| last=Salzer| first=Matthew W.| journal=KIVA| date=January 2000| volume=65| issue=4| pages=295–318| ref=harv| doi=10.1080/00231940.2000.11758414| language=en| issn=0023-1940}}
* {{cite journal| url=https://hal-insu.archives-ouvertes.fr/insu-01214206| title=Estimates of volcanic-induced cooling in the Northern Hemisphere over the past 1,500 years| last1=Stoffel| first1=Markus| last2=Khodri| first2=Myriam| last3=Corona| first3=Christophe| last4=Guillet| first4=Sébastien| last5=Poulain| first5=Virginie| last6=Bekki| first6=Slimane| last7=Guiot| first7=Joël| last8=Luckman| first8=Brian H.| last9=Oppenheimer| first9=Clive| last10=Lebas| first10=Nicolas| last11=Beniston| first11=Martin| last12=Masson-Delmotte| first12=Valérie| journal=Nature Geoscience| date=31 August 2015| volume=8| issue=10|pages=784–788| doi=10.1038/ngeo2526| ref=harv| bibcode=2015NatGe...8..784S}}
* {{cite journal |last1=Stevenson |first1=S. |last2=Otto‐Bliesner |first2=B. L. |last3=Brady |first3=E. C. |last4=Nusbaumer |first4=J. |last5=Tabor |first5=C. |last6=Tomas |first6=R. |last7=Noone |first7=D. C. |last8=Liu |first8=Z. |title=Volcanic Eruption Signatures in the Isotope‐Enabled Last Millennium Ensemble |journal=Paleoceanography and Paleoclimatology |date=31 August 2019 |volume=34 |issue=8 |pages=1534–1552 |doi=10.1029/2019PA003625 |ref=harv}}
* {{cite journal| url=https://hal-insu.archives-ouvertes.fr/insu-01214206| title=Estimates of volcanic-induced cooling in the Northern Hemisphere over the past 1,500 years| last1=Stoffel| first1=Markus| last2=Khodri| first2=Myriam| last3=Corona| first3=Christophe| last4=Guillet| first4=Sébastien| last5=Poulain| first5=Virginie| last6=Bekki| first6=Slimane| last7=Guiot| first7=Joël| last8=Luckman| first8=Brian H.| last9=Oppenheimer| first9=Clive| last10=Lebas| first10=Nicolas| last11=Beniston| first11=Martin| last12=Masson-Delmotte| first12=Valérie| journal=Nature Geoscience| date=31 August 2015| volume=8| issue=10| pages=784–788| doi=10.1038/ngeo2526| ref=harv| bibcode=2015NatGe...8..784S}}
* {{cite journal| url=http://jrscience.wcp.muohio.edu/climatepdfs02/climimpts1258volcaclimchg00.pdf| title=Climatic and demographic consequences of the massive volcanic eruption of 1258| last1=Stothers| first1=Richard B.| journal=Climatic Change| year=2000| volume=45| issue=2| pages=361–374| doi=10.1023/A:1005523330643| ref=harv}}
* {{cite journal| url=http://jrscience.wcp.muohio.edu/climatepdfs02/climimpts1258volcaclimchg00.pdf| title=Climatic and demographic consequences of the massive volcanic eruption of 1258| last1=Stothers| first1=Richard B.| journal=Climatic Change| year=2000| volume=45| issue=2| pages=361–374| doi=10.1023/A:1005523330643| ref=harv| access-date=2019-05-19| archive-date=2019-06-02| archive-url=https://web.archive.org/web/20190602035934/http://jrscience.wcp.muohio.edu/climatepdfs02/ClimImpts1258VolcaClimChg00.pdf| dead-url=yes}}
* {{cite journal| url=http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0921818116300352| title=Impact of explosive volcanic eruptions on the main climate variability modes| last1=Swingedouw| first1=Didier| last2=Mignot| first2=Juliette| last3=Ortega| first3=Pablo| last4=Khodri| first4=Myriam| last5=Menegoz| first5=Martin| last6=Cassou| first6=Christophe| last7=Hanquiez| first7=Vincent| journal=Global and Planetary Change| date=March 2017| volume=150| pages=24–45| doi=10.1016/j.gloplacha.2017.01.006| ref=harv| issn=0921-8181}}
* {{cite journal| title=Impact of explosive volcanic eruptions on the main climate variability modes| last1=Swingedouw| first1=Didier| last2=Mignot| first2=Juliette| last3=Ortega| first3=Pablo| last4=Khodri| first4=Myriam| last5=Menegoz| first5=Martin| last6=Cassou| first6=Christophe| last7=Hanquiez| first7=Vincent| journal=Global and Planetary Change| date=March 2017| volume=150| pages=24–45| doi=10.1016/j.gloplacha.2017.01.006| ref=harv| issn=0921-8181| bibcode=2017GPC...150...24S| hdl=2117/100745}}
* {{cite journal| url=https://pdfs.semanticscholar.org/be6c/9c985a544426cd374d47f5ff7638094adafb.pdf| title=Limited temperature response to the very large AD 1258 volcanic eruption| last1=Timmreck| first1=Claudia| last2=Lorenz| first2=Stephan J.| last3=Crowley| first3=Thomas J.| last4=Kinne| first4=Stefan| last5=Raddatz| first5=Thomas J.| last6=Thomas| first6=Manu A.| last7=Jungclaus| first7=Johann H.| journal=Geophysical Research Letters| date=6 November 2009| volume=36| issue=21| page=L21708| doi=10.1029/2009GL040083| ref=harv| bibcode=2009GeoRL..3621708T}}
* {{cite journal| url=https://pdfs.semanticscholar.org/be6c/9c985a544426cd374d47f5ff7638094adafb.pdf| title=Limited temperature response to the very large AD 1258 volcanic eruption| last1=Timmreck| first1=Claudia| last2=Lorenz| first2=Stephan J.| last3=Crowley| first3=Thomas J.| last4=Kinne| first4=Stefan| last5=Raddatz| first5=Thomas J.| last6=Thomas| first6=Manu A.| last7=Jungclaus| first7=Johann H.| journal=Geophysical Research Letters| date=6 November 2009| volume=36| issue=21| page=L21708| doi=10.1029/2009GL040083| ref=harv| bibcode=2009GeoRL..3621708T| hdl=11858/00-001M-0000-0011-F8A3-9| access-date=2019-05-19| archive-date=2019-02-09| archive-url=https://web.archive.org/web/20190209123957/https://pdfs.semanticscholar.org/be6c/9c985a544426cd374d47f5ff7638094adafb.pdf| dead-url=yes}}
* {{cite journal| url=https://www.researchgate.net/publication/280739917| title=Dynamics of the major plinian eruption of Samalas in 1257 A.D. (Lombok, Indonesia)| last1=Vidal| first1=Céline M.| last2=Komorowski| first2=Jean-Christophe| last3=Métrich| first3=Nicole| last4=Pratomo| first4=Indyo| last5=Kartadinata| first5=Nugraha| last6=Prambada| first6=Oktory| last7=Michel| first7=Agnès| last8=Carazzo| first8=Guillaume| last9=Lavigne| first9=Franck| last10=Rodysill| first10=Jessica| last11=Fontijn| first11=Karen| author12=Surono| journal=Bulletin of Volcanology| date=8 August 2015| volume=77| issue=9| page=73| doi=10.1007/s00445-015-0960-9| ref=harv| bibcode=2015BVol...77...73V}}
* {{cite journal| url=https://www.researchgate.net/publication/280739917| title=Dynamics of the major plinian eruption of Samalas in 1257 A.D. (Lombok, Indonesia)| last1=Vidal| first1=Céline M.| last2=Komorowski| first2=Jean-Christophe| last3=Métrich| first3=Nicole| last4=Pratomo| first4=Indyo| last5=Kartadinata| first5=Nugraha| last6=Prambada| first6=Oktory| last7=Michel| first7=Agnès| last8=Carazzo| first8=Guillaume| last9=Lavigne| first9=Franck| last10=Rodysill| first10=Jessica| last11=Fontijn| first11=Karen| author12=Surono| journal=Bulletin of Volcanology| date=8 August 2015| volume=77| issue=9| page=73| doi=10.1007/s00445-015-0960-9| ref=harv| bibcode=2015BVol...77...73V}}
{{refend}}
{{refend}}

Revisi terkini sejak 16 Agustus 2024 03.20

Letusan Samalas 1257
Gunung apiSamalas
Tanggal1257
JenisLetusan Plinian
LokasiLombok, Kepulauan Nusa Tenggara, Indonesia
8°24′36″S 116°24′30″E / 8.41000°S 116.40833°E / -8.41000; 116.40833
VEI7[1]
DampakPenurunan suhu global dan gagal panen, Hancurnya Kerajaan Pamatan di Lombok
Kompleks gunung berapi-kaldera di utara Lombok

Gunung Samalas meletus pada tahun 1257 M di Pulau Lombok, Indonesia. Letusan ini diperkirakan mencapai skala 7 dalam Volcanic Explosivity Index[a], menjadikannya salah satu letusan gunung berapi terbesar pada masa Holosen. Letusan ini menghasilkan kolom erupsi setinggi puluhan kilometer ke atmosfer serta aliran piroklastik yang mengubur hampir seluruh Pulau Lombok. Sebagian material piroklastik bahkan mencapai Pulau Sumbawa di seberang. Aliran piroklastik ini menghancurkan pemukiman-pemukiman penduduk, termasuk Pamatan, yang kala itu menjadi ibu kota sebuah kerajaan di Lombok. Jejak abu dari letusan ini terdeteksi hingga sejauh 340 kilometer (210 mi) di Pulau Jawa. Total material abu dan bebatuan yang dimuntahkan dalam letusan ini mencapai lebih dari 10 kilometer kubik (2,4 cu mi).

Kejadian ini terekam di dalam naskah lontar Babad Lombok. Letusan ini menyisakan sebuah kaldera besar yang kini berisi Danau Segara Anak. Aktivitas kegunungapian pada masa berikutnya menciptakan lebih banyak pusat-pusat vulkanis di dalam kaldera tersebut, termasuk Puncak Barujari, yang masih aktif hingga sekarang. Semburan aerosol yang dihasilkan oleh letusan ini memenuhi udara dan mengurangi radiasi matahari yang menggapai permukaan bumi. Hal ini menyebabkan pendinginan lapisan atmosfer selama beberapa tahun hingga menyebabkan kegagalan panen dan kelaparan di Eropa serta belahan bumi lainnya, meskipun tingkat keparahan anomali temperatur beserta dampaknya masih diperdebatkan. Ada kemungkinan bahwa letusan ini memicu terjadinya Zaman Es Kecil yang berlangsung selama berabad-abad. Sebelum situs letusan ini diketahui, dalam pengujian terhadap sampel pengeboran es dari berbagai belahan dunia, ditemukan peningkatan besar-besaran deposit sulfat pada sekitar tahun 1257, yang menjadi bukti kuat adanya letusan gunung berapi di suatu tempat. Barulah pada tahun 2013, ilmuwan menghubungkan catatan sejarah mengenai Gunung Samalas dengan temuan ini.

Geologi umum

[sunting | sunting sumber]

Gunung Samalas (juga dikenal sebagai Rinjani Tua[4]) kini menjadi bagian dari kompleks gunung berapi Rinjani di Lombok, Indonesia.[5] Sisa gunung berapi ini membentuk kaldera Segara Anak, dengan Gunung Rinjani di ujung timurnya.[4] Sejak keruntuhan Samalas, dua puncak berapi baru, Rombongan dan Barujari, telah terbentuk di dalam kalderanya. Gunung Rinjani juga aktif secara vulkanis melalui kawah Segara Muncar.[6] Gunung berapi lain di wilayah ini termasuk Gunung Agung, Batur, dan Bratan di Pulau Bali, sebelah barat Lombok.[7]

Letak Pulau Lombok

Pulau Lombok adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil[8] yang terletak di Busur Sunda[9] di Indonesia,[10] sebuah zona subduksi tempat penunjaman Lempeng Australia ke bawah Lempeng Eurasia[9] dengan kecepatan 7 sentimeter per tahun (2,8 in/tahun).[11] Magma yang mengaliri Gunung Samalas dan Gunung Rinjani kemungkinan berasal dari lelehan batu peridotit dari mantle wedge (bagian mantel yang diapit oleh dua lempeng di zona subduksi) di bawah tanah Lombok.[9] Sebelum letusan 1257, tinggi Gunung Samalas diperkirakan mencapai setidaknya 4.200 ± 100 meter (13.780 ± 330 ft), berdasarkan rekonstruksi yang mengekstrapolasi kemiringan lereng gunung yang tersisa ke atas. Bagian Samalas yang tersisa kini lebih rendah daripada puncak Gunung Rinjani, yang mencapai 3.726 meter (12.224 ft).[12]

Unit geologis tertua di Lombok terbentuk pada kala Oligosen-Miosen,[5][10] seperti bisa dilihat dari formasi bebatuan vulkanis tua di bagian selatan pulau tersebut.[4][5] Samalas sendiri terbentuk melalui aktivitas vulkanis sekitar 12.000 tahun yang lalu. Sementara Rinjani terbentuk dalam rentang waktu antara 11.940 ± 40 hingga 2.550 ± 50 tahun yang lalu.[10] Sebuah letusan Rinjani yang diperkirakan terjadi antara 5.990 ± 50 hingga 2.550 ± 50 tahun yang lalu menghasilkan lapisan batu apung Propok yang memiliki ekuivalensi batuan padat[b] sebesar 01 kilometer kubik (0,24 cu mi).[14] Lapisan batu apung Rinjani, yang memiliki volume setara 03 kilometer kubik (0,72 cu mi) batuan padat,[15] kemungkinan dimuntahkan melalui letusan Rinjani atau Samalas;[16] lapisan ini diperkirakan berasal dari sekitar 2.550 ± 50 tahun yang lalu,[15] pada masa-masa akhir pembentukan Gunung Rinjani.[10] Muntahan material dari letusan ini terekam hingga sejauh 28 kilometer (17 mi) dengan ketebalan mencapai 6 sentimeter (2,4 in).[17] Letusan-letusan lain yang dihasilkan oleh Rinjani atau Samalas diperkirakan terjadi pada 11.980 ± 40, 11.940 ± 40, dan 6.250 ± 40 tahun yang lalu.[14] Aktivitas letusan berlanjut hingga kira-kira 500 tahun sebelum 1257.[18] Kini sebagian besar aktivitas vulkanis kompleks Rinjani-Samalas berpusat di Puncak Barujari yang meletus pada 1884, 1904, 1906, 1909, 1915, 1966, 1994, 2004, dan 2009, serta Rombongan yang pernah aktif pada 1944. Aktivitas vulkanis ini kebanyan berbentuk erupsi eksplosif dan aliran abu.[19]

Sebagian besar bebatuan Samalas adalah dasit, dengan kandungan SiO2 sebesar 62–63 persen.[10] Bebatuan vulkanik di Busur Banda termasuk kelompok kalk-alkali mulai dari basalt, andesit hingga dasit.[19] Lempeng bumi di bawah gunung berapi ini memiliki ketebalan sekitar 20 kilometer (12 mi) dengan lapisan terdalam zona Wadati–Benioff sekitar 164 kilometer (102 mi) di bawah permukaan.[9]

Sebuah puncak kerucut dan danau kehijauan di dalam sebuah kawah besar
Kaldera Segara Anak sisa letusan Samalas

Rekonstruksi letusan tahun 1257 telah dilakukan berdasarkan analisis geologis terhadap deposit material yang ditinggalkan.[14] Letusan ini kemungkinan berlangsung dalam rentang dua atau tiga bulan dari September tahun yang sama, mengingat waktu yang dibutuhkan bagi muntahan material letusan untuk mencapai lapisan es kutub serta meninggalkan jejak geologis di sana.[20] Letusan ini diawali dengan erupsi freatik (letusan akibat tekanan uap) yang memuntahkan abu setebal 3 sentimeter (1,2 in) yang menjangkau kawasan seluas 400 kilometer persegi (150 sq mi) di barat laut Pulau Lombok. Tahapan berikutnya adalah erupsi magmatik, yang membawa serpihan litik batu apung dengan ketebalan mencapai 8 sentimeter (3,1 in) melawan arah angin, menghujani Lombok Timur serta Bali.[14] Ini diikuti dengan muntahan abu dan batu lapili, serta aliran piroklastik yang sebagiannya hanya menjangkau lembah-lembah di lereng sebelah barat Samalas. Sebagian timbunan abu tergerus akibat aliran piroklastik hingga menciptakan struktur bergalur pada deposit abu tersebut. Aliran piroklastik menyeberangi Laut Bali sejauh 10 kilometer (6,2 mi) hingga menggapai Kepulauan Gili di sebelah barat Samalas. Jika dilihat dari deposit sisa letusan yang menandakan adanya interaksi antara lava dan air, letusan ini kemungkinan bersifat freatomagmatik. Letusan ini diikuti dengan tiga episode hujan batu apung yang menimpa wilayah lebih luas daripada fase erupsi lainnya.[21] Material batu apung terbawa sejauh 61 kilometer (38 mi) ke timur, melawan arah angin, hingga mencapai Sumbawa dan membentuk deposit setebal 7 sentimeter (2,8 in).[22]

Semburan batu apung ini diikuti dengan aliran piroklastik lainnya yang kemungkinan disebabkan oleh lunturnya kolom erupsi. Pada saat ini, erupsi tidak lagi menghasilkan kolom, tetapi semburan serupa air mancur, dan kaldera pun mulai terbentuk. Aliran piroklastik ini dikendalikan persebarannya oleh keadaan topografis Lombok, memenuhi lembah-lembah serta memutari halangan seperti gunung-gunung berapi tua selagi aliran tersebut meluas dan menghanguskan vegetasi di sekujur pulau. Aliran ini berinteraksi dengan udara dan memicu pembentukan awan-awan erupsi tambahan serta aliran piroklastik sekunder. Ketika aliran ini memasuki lautan di utara dan timur Lombok, ledakan uapnya menciptakan timbunan batu apung di pesisir pantai serta aliran piroklastik sekunder berikutnya.[22] Terumbu karang terkubur oleh aliran piroklastik ini; sebagian aliran bahkan menyeberangi Selat Alas antara Sumbawa dan Lombok serta membentuk deposit di Sumbawa.[23] Volume aliran piroklastik di Lombok mencapai 29 kilometer kubik (7,0 cu mi),[24] dengan material setebal 35 meter (115 ft) melingkupi wilayah sejauh 25 kilometer (16 mi) dari Samalas.[25] Keseluruhan tahapan erupsi ini juga dikenal dengan P1 (fase freatik dan magmatik), P2 (fase freatomagmatik dengan aliran piroklastik), P3 (fase Plinian) dan P4 (aliran piroklastik).[26] Durasi masing-masing fase P1 and P3 tidak diketahui tepatnya, tetapi bila keduanya digabungkan (tidak termasuk P2) lamanya kira-kira antara 12 hingga 15 jam.[27] Aliran piroklastik yang dihasilkan mengubah geografi wilayah timur Lombok, mengubur lembah-lembah sungai serta memanjangkan garis pantai; sebuah jaringan sungai baru terbentuk di atas deposit vulkanik pasca erupsi.[28] Kolom erupsi yang menyembur mencapai ketinggian 39–40 kilometer (24–25 mi) selama tahap pertama (P1),[29] dan 38–43 kilometer (24–27 mi) selama tahap ketiga (P3);[27] ketinggian yang cukup untuk memungkinkan fotolisis memengaruhi rasio isotop sulfur dari SO2 yang dikandungnya.[30]

Batuan vulkanik yang dimuntahkan oleh letusan ini menghujani Bali dan Lombok, serta sebagian Sumbawa.[11] Tefra dalam bentuk lapisan abu hasil erupsi ini bahkan juga mencapai Jawa, menjadi bagian dari Tefra Muntilan, yang dapat ditemukan di beberapa lereng gunung berapi di Jawa, tetapi tidak dapat dihubungkan dengan erupsi dari gunung-gunung ini. Lapisan tefra tersebut kini dianggap sebagai produk letusan Samalas 1257 dan diganti namanya menjadi Tefra Samalas.[22][31] Ketebalan lapisan tefra ini mencapai 2–3 sentimeter (0,79–1,18 in) di Gunung Merapi, 15 sentimeter (5,9 in) di Gunung Bromo, 22 sentimeter (8,7 in) di Kawah Ijen[32] dan 12–17 sentimeter (4,7–6,7 in) di Gunung Agung.[33] Di Danau Logung, Jawa Timur, 340 kilometer (210 mi) dari Samalas[22] ketebalannya mencapai 3 sentimeter (1,2 in). Sebagian besar tefra jatuh di arah barat dan barat daya dari Samalas.[34] Berdasarkan ketebalan Tefra Samalas yang ditemukan di Gunung Merapi, diperkirakan bahwa total volume tefra yang dimuntahkan mencapai 32–39 kilometer kubik (7,7–9,4 cu mi).[35] Indeks dispersal (luas wilayah permukaan yang terselimuti hujan abu atau tefra) letusan ini mencapai 7.500 kilometer persegi (2.900 sq mi) selama tahap pertama dan 110.500 kilometer persegi (42.700 sq mi) selama tahap ketiga, menandakan bahwa masing-masing tahapan merupakan erupsi Plinian dan Ultraplinian.[36]

Lapisan tefra dengan butiran halus berwarna krem dari letusan Samalas telah digunakan sebagai penanda tefrokronologis[c] di Bali.[38] Material tefra dari letusan ini bahkan ditemukan di dalam inti es sejauh 13.500 kilometer (8.400 mi) dari Samalas.[39] Lapisan tefra di Pulau Dongdao, Laut Cina Selatan, juga dihubungkan dengan letusan Samalas.[40] Abu dan aerosol hasil letusan diperkirakan memberikan dampak bagi manusia serta koral yang jaraknya jauh dari lokasi letusan.[41]

Ada beberapa perkiraan mengenai volume material yang dimuntahkan selama tahap-tahap letusan Samalas. Tahap pertama letusan memuntahkan sekitar 126–134 kilometer kubik (30–32 cu mi). Sementara volume material yang dikeluarkan pada fase fraetomagmatik diperkirakan mencapai 09–35 kilometer kubik (2,2–8,4 cu mi).[42] Total volume ekuivalen batuan padat dari letusan ini secara keseluruhan mencapai setidaknya 40 kilometer kubik (9,6 cu mi).[36] Magma hasil letusan merupakan jenis trasidasitik dan mengandung amfibol, apatit, klinopiroksen, besi sulfida, ortopiroksen, plagioklase, serta titanomagnetit. Lava yang disemburkan tersusun dari magma basaltik melalui kristalisasi sebagian[43] dan memiliki temperatur kira-kira 1.000 °C (1.830 °F).[12] Semburan lava ini kemungkinan dipicu oleh masuknya magma baru ke dalam kantung magma atau efek dari gaya apung gelembung gas.[44]

Letusan ini mencapai skala 7 dalam Volcanic Explosivity Index,[45] menjadikannya salah satu letusan terbesar pada kala Holosen.[46] Letusan-letusan yang kekuatannya sebanding dengan ini adalah letusan Danau Kurile (di Kamchatka, Russia) pada milenium ke-7 SM, letusan Gunung Mazama (yang menghasilkan Danau Crater, Oregon, Amerika Serikat) pada milenium ke-6 SM, letusan Minoa (di Santorini, Yunani)[46] antara 1627 hingga 1600 SM,[47] serta letusan Tierra Blanca Joven yang menyisakan Danau Ilopango (El Salvador) pada abad ke-6 Masehi.[46] Letusan-letusan sebesar ini dapat menyebabkan dampak bencana yang besar bagi manusia serta menghilangkan kehidupan baik di sekitar lokasi letusan maupun pada jarak yang lebih jauh.[48]

Letusan ini meninggalkan kawah selebar sekiranya 6–7 kilometer (3,7–4,3 mi) di tempat Gunung Samalas tadinya berdiri;[6] di dalam dinding kawah setinggi sekitar 700–2.800 meter (2.300–9.200 ft) itu, sebuah danau kawah sedalam 200 meter (660 ft)[15] yang disebut Segara Anak.[49] Puncak Barujari menjulang setinggi 320 meter (1.050 ft) di tepi danau tersebut, dan telah meletus sebanyak 15 kali sejak 1847.[15] Ada kemungkinan bahwa Samalas sudah memiliki danau kawah sebelum letusan 1257, yang menyumbang sekitar 01–03 kilometer kubik (0,24–0,72 cu mi) air pada fase letusan fraetomagmatik. Kemungkinan lainnya, air tersebut berasal dari akuifer.[50] Sebagian lereng Rinjani yang menghadap kaldera Samalas ikut runtuh.[12]

Letusan yang menghasilkan kaldera ini pertama kali dikenali pada tahun 2003. Pada tahun 2004, sebuah penelitian menaksir bahwa volume letusan ini mencapai 10 kilometer kubik (2,4 cu mi).[14] Riset mula-mula memperkirakan bahwa letusan pembentuk kaldera ini terjadi antara tahun 1210 dan 1300. Pada tahun 2013, Lavigne mengusulkan bahwa letusan ini terjadi antara bulan Mei dan Oktober 1257, dan menyebabkan perubahan iklim pada tahun 1258.[6] Beberapa desa di Lombok dibangung di atas timbunan aliran piroklastik sisa kejadian tahun 1257.[51]

Riwayat pengkajian

[sunting | sunting sumber]

Adanya letusan gunung berapi besar pada sekitar tahun 1257–1258 diketahui pertama kali melalui analisis terhadap sampel es hasil pengeboran dari wilayah kutub.[52][53] Menggunakan metode pengukuran keasaman termutakhir pada tahun 1980, sekelompok peneliti Denmark menemukan lonjakan konsentrasi sulfat dari berbagai masa[54] pada sampel es dari Crête, Greenland (hasil pengeboran tahun 1974[55]) yang dihubungkan dengan timbunan abu riolitik.[56] Lapisan es dari masa 1257–1258 menunjukkan jejak lonjakan sulfat terbesar ketiga yang ditemukan di Crête.[57] Awalnya, para peneliti tersebut menduga bahwa deposit sulfat ini bersumber dari gunung berapi di dekat Greenland,[54] tetapi catatan sejarah Islandia tidak menyebutkan adanya letusan gunung berapi pada sekitar tahun 1250. Ditambah lagi, pada tahun 1988 ditemukan bahwa sampel es dari Antarktika (tepatnya dari Byrd Station dan Kutub Selatan) juga mengandung jejak peningkatan sulfat dari kurun waktu yang sama dengan jejak dari Greenland.[58] Lonjakan sulfat serupa juga ditemukan pada sampel es dari Pulau Ellesmere, Kanada.[59] Luasnya cakupan jejak sulfat Samalas membuat para ahli geologi menjadikannya sebagai penanda stratigrafis bahkan sejak sebelum sumber letusannya diketahui.[60]

Sampel-sampel es ini mengisyaratkan peningkatan deposit sulfat yang tinggi, diikuti dengan timbunan tefra,[61] dalam kurun waktu antara tahun 1257[62] hingga 1259.[61] Jejak lonjakan sulfat ini merupakan yang terbesar[d] selama 7.000 tahun dan berukuran dua kali lebih besar daripada jejak yang dihubungkan dengan letusan Gunung Tambora pada tahun 1815.[62] Dalam sebuah kajian dari tahun 2003, volume ekuivalensi batuan padat bagi letusan ini ditaksir berkisar antara 200 kilometer kubik (48 cu mi) hingga 800 kilometer kubik (190 cu mi),[64] walaupun volume sebenarnya bisa jadi lebih kecil, hanya saja kaya akan sulfur.[65] Diameter kaldera hasil letusan diperkirakan berukuran sekitar 10–30 kilometer (6,2–18,6 mi),[66] dan letaknya diperkirakan berada di dekat khatulistiwa.[67] Letusan ini diperkirakan berasal dari wilayah Cincin Api,[68] walaupun awalnya gunung yang menjadi sumber letusan ini belum dapat diketahui secara pasti.[52] Gunung Tofua di Tonga sempat diusulkan sebagai sumber, tetapi usulan ini ditolak karena letusan Tofua dianggap terlalu kecil untuk menghasilkan jejak-jejak sulfat dari tahun 1257.[69] Sementara, letusan Gunung Harrat al-Rahat dekat Madinah pada tahun 1256 dianggap terlalu awal dan terlalu kecil untuk memicu timbunan sulfat sebesar ini.[70] Kajian lain mengusulkan skenario letusan beberapa gunung berapi secara bersamaan.[71]

Awalnya, tidak ditemukan anomali cuaca yang dapat dihubungkan secara pasti dengan lapisan sulfat tahun 1257,[72][73] tetapi pada tahun 2000[72] laporan mengenai fenomena-fenomena cuaca khas akibat letusan gunung berapi[54] ditemukan dalam catatan Abad Pertengahan dari belahan bumi utara.[52][53] Sebelumnya, perubahan pola cuaca juga dilaporkan dalam kajian-kajian lingkar pohon dan rekonstruksi cuaca.[72]

Teori bahwa Gunung Samalas/Rinjani merupakan sumber letusan ini pertama kali disuarakan pada tahun 2012, sebab calon-calon sumber letusan lainnya – Gunung El Chichón dan Quilotoa – tidak cocok dengan unsur kimiawi penyusun lapisan-lapisan sulfat yang telah ditemukan.[74] Kurun waktu dan ukuran letusan ini juga tidak sesuai dengan data dari El Chichon dan Quilotoa, begitu juga dengan data dari calon lainnya, Gunung Okataina.[53]

Seluruh rumah hancur dan tersapu habis, mengambang di lautan, dan banyak orang yang mati.

Babad Lombok, [75]

Kaitan antara letusan Samalas dengan kejadian-kejadian ini dipastikan pada tahun 2013[52] berdasarkan penanggalan radiokarbon pohon-pohon di Lombok[76] serta bukti sejarah Babad Lombok yang dituliskan di atas dedaunan lontar dalam bahasa Jawa Kuno.[52] Babad Lombok mengisahkan sebuah letusan katastropis yang terjadi di Lombok sebelum akhir abad ke-13.[12] Temuan-temuan ini meyakinkan Franck Lavigne (ahli ilmu bumi dari Pantheon-Sorbonne University[77]), yang telah mencurigai gunung berapi di Lombok sebagai sumber letusan, untuk menyimpulkan bahwa Samalas-lah pelakunya.[54] Peran letusan Samalas dalam anomali cuaca global juga telah dipastikan dengan perbandingan geokimia antara pecahan sampel es serta deposit erupsi di Lombok.[49] Kajian lanjutan yang menemukan kesamaan geokimia antara tefra yang ditemukan dalam sampel es kutub dengan hasil letusan Samalas juga turut memperkuat temuan ini.[78]

Dampak pada iklim

[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan data aerosol dan paleoklimatologis

[sunting | sunting sumber]

Jejak sulfat pada sampel es dari berbagai tempat di bumi yang dihubungkan dengan Samalas merupakan jejak sulfat paling kuat selama 1000 tahun terakhir.[79] Menurut satu perkiraan, jejak ini bahkan merupakan yang paling kuat selama 2500 tahun terakhir.[80] Jejak ini sekitar delapan kali lebih kuat daripada jejak sulfat hasil letusan Krakatau pada tahun 1883.[54] Di belahan bumi utara, jejak sulfat Samalas hanya kalah kuat dari jejak yang dihasilkan oleh letusan Laki pada tahun 1783/1784;[79] Jejak sulfat dari sampel es ini telah digunakan sebagai penanda waktu dalam kajian-kajian kronostratografis.[81] Sampel es dari Illimani di Bolivia bahkan juga mengandung thallium[82] dan jejak sulfat dari letusan Samalas.[83] Sebagai perbandingan, material sulfur yang dimuntahkan oleh letusan Pinatubo pada tahun 1991 hanya sekitar sepersepuluh dari material sulfur yang dimuntahkan oleh letusan Samalas.[84] Timbunan sulfat dari letusan Samalas telah ditemukan di Svalbard,[85] dan luruhan material asam sulfat dari gunung ini kemungkinan berdampak secara langsung pada lahan gambut di utara Swedia.[86] Selain itu, aerosol sulfat yang dihasilkan oleh letusan ini kemungkinan mengekstrak sejumlah besar isotop berilium 10Be dari stratosfer; pengekstrakan dan pendepositan material semacam ini pada lapisan es dapat memberi dampak serupa dengan perubahan aktivitas matahari.[87] Massa sulfur dioksida yang dilepaskan oleh letusan ini diperkirakan mencapai sekitar 158 ± 12 juta ton.[43] Massa sulfur ini lebih besar daripada yang dilepaskan oleh letusan Tambora, walaupun mungkin saja ini karena letusan Samalas lebih efektif dalam memuntahkan tefra hingga mencapai lapisan stratosfer. Selain itu, magma Samalas kemungkinan memiliki kandungan sulfur yang lebih tinggi.[88] Luruhan material dari letusan ini kemungkinan membutuhkan berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan untuk menjangkau tempat-tempat yang jauh.[68] Aerosol yang dimuntahkan oleh letusan gunung berapi berskala besar dapat membentuk lapisan tersendiri di stratosfer. Lapisan ini mengurangi sinar yang menjangkau permukaan bumi dan menurunkan temperatur, sehingga dapat berdampak pada berkurangnya hasil panen.[89] Menurut temuan yang didapat dari kajian sampel es Dome C di Antarktika, material aerosol sulfat hasil letusan Samalas kemungkinan bertahan dalam konsentrasi tinggi di atmosfer hingga kira-kira tiga tahun, walaupun material aerosol dalam jumlah yang lebih kecil kemungkinan masih bertahan selama beberapa waktu lebih lama.[90]

Data dari kajian lingkar pohon yang berkaitan dengan dampak letusan ini adalah penurunan pertumbuhan pohon di Mongolia pada tahun 1258–1262,[91] lingkar-lingkar pohon yang rusak akibat pembekuan pada masa pertumbuhan,[92] lingkar-lingkar yang terang pada pohon-pohon di Kanada dari tahun 1258 dan Siberia barat laut dari tahun 1259,[93] lingkar-lingkar pohon yang tipis di Sierra Nevada, California, Amerika Serikat,[94] serta penipisan lingkar pohon selama satu dekade penuh pada pohon-pohon di Norwegia dan Swedia.[95] Temuan lainnya yang menunjukkan besarnya dampak letusan ini adalah jejak pendinginan pada sedimen danau di timur laut Tiongkok,[96] jejak musim hujan yang teramat basah di Vietnam,[76] dan jejak kekeringan yang ditemukan pada berbagai tempat di belahan bumi utara[97] serta pada gua-gua Thailand.[e][98] Penurunan suhu mungkin saja bertahan selama sekitar 4–5 tahun berdasarkan simulasi iklim dan data kajian lingkar pohon.[99]

Efek lain dari perubahan iklim akibat letusan mungkin adalah penurunan singkat konsentrasi karbon dioksida di atmosfer.[71] Penurunan laju pertumbuhan konsentrasi karbon dioksida atmosfer tercatat setelah letusan Pinatubo 1992; beberapa mekanisme untuk penurunan atmosfer yang didorong oleh konsentrasi vulkanik telah diusulkanCO2 , termasuk lautan yang lebih dingin menyerap ekstrak dan lebih sedikit melepasnyaCO2, penurunan tingkat respirasi yang menyebabkan akumulasi karbon di biosfer,[100] dan peningkatan produktivitas biosfer karena meningkatnya sinar matahari yang tersebar dan pemupukan lautan oleh abu vulkanik.[101]

Sinyal Samalas hanya dilaporkan secara tidak konsisten dari informasi iklim pada lingkaran pohon,[102][103] dan efek suhu juga terbatas, mungkin karena keluaran sulfat yang besar mengubah ukuran rata-rata partikel dan dengan demikian pemancaran radiasinya.[104] Pemodelan iklim menunjukkan bahwa letusan Samalas mungkin telah menurunkan suhu global sekitar 2 °C (3,6 °F), nilai yang sebagian besar tidak direplikasi oleh data proxy.[105] Pemodelan yang lebih baik dengan model sirkulasi umum yang mencakup penjelasan rinci tentang aerosol menunjukkan bahwa anomali suhu utama terjadi pada tahun 1258 dan berlanjut hingga 1261.[105] Model iklim cenderung melebih-lebihkan dampak iklim dari letusan gunung berapi;[106] salah satu penjelasannya adalah bahwa model iklim cenderung berasumsi bahwa aerosol kedalaman optik meningkat secara linier dengan jumlah belerang yang meletus.[107] Kemungkinan terjadinya El Niño sebelum letusan kemungkinan juga telah ikut mengurangi pendinginan.[108]

Letusan Samalas, bersama dengan pendinginan abad ke-14, diperkirakan telah memicu pertumbuhan lapisan es, lautan es,[109] dan gletser di Norwegia.[110] Kemajuan es setelah letusan Samalas mungkin telah memperkuat dan memperpanjang efek iklim.[86] Aktivitas vulkanik di kemudian hari pada 1269, 1278, dan 1286 dan pengaruh es laut di Atlantik Utara akan berkontribusi lebih jauh pada perluasan es.[111] Kemajuan gletser yang dipicu oleh letusan Samalas didokumentasikan di Pulau Baffin, di mana es yang mendekat telah membunuh dan kemudian memasuki vegetasi, yang kemudian melestarikannya.[112] Demikian pula, perubahan di Kanada Arktik dari fase iklim hangat menjadi lebih dingin bertepatan dengan letusan Samalas.[113]

Berdasarkan simulasi

[sunting | sunting sumber]

Menurut rekonstruksi tahun 2003, penurunan suhu musim panas akibat letusan ini mencapai 069 °C (124 °F) di belahan bumi selatan dan 046 °C (83 °F) di belahan bumi utara.[72] Data-data proxy[f] yang lebih mutakhir menunjukkan penurunan suhu hingga 07 °C (13 °F) pada 1258 dan 12 °C (22 °F) pada 1259, tetapi dengan tingkat berbeda-beda tergantung wilayah.[114] Sebagai perbandingan, radiative forcing letusan Pinatubo pada tahun 1991 hanya sekitar sepertujuh dari letusan Samalas.[115] Suhu permukaan laut juga menurun sebesar 03–22 °C (5,4–39,6 °F),[116] sehingga menyebabkan perubahan pada sirkulasi samudra. Perubahan pada suhu dan salinitas samudra kemungkinan bertahan hingga satu dekade.[117] Tingkat presipitasi maupun evaporasi menurun, walaupun penurunan evaporasi lebih parah daripada penurunan presipitasi.[118]

Letusan gunung berapi juga dapat menyebarkan bromin dan klorin ke stratosfer. Senyawa oksida dari kedua unsur ini, klorin monoksida and bromin monoksida turut berperan dalam mengurai lapisan ozon. Walaupun kebanyakan bromin dan klorin hasil letusan gunung berapi larut dalam kolom erupsi dan tidak mencapai stratosfer, kuantitas semburan halogen Samalas yang diperkirakan mencapai 227 ± 18 million tonnes of chlorine and up to 1.3 ± 0.3 million tonnes of bromine cukup untuk mereduksi lapisan ozon di stratosfer[43] sekalipun hanya sebagian kecil dari semburan tersebut yang mencapai stratosfer.[119] Menurut sebuah hipotesis, radiasi ultraviolet yang timbul akibat berkurangnya lapisan ozon ini kemungkinan menyebabkan penurunan kekebalan tubuh secara luas pada populasi manusia sehingga berbagai epidemi timbul pada tahun-tahun pascaletusan.[120]

Dampak sosial dan historis

[sunting | sunting sumber]

Letusan Samalas menyebabkan bencana global pada tahun 1257–1258.[49] Letusan gunung berapi besar secara umum dapat menyebabkan berbagai bencana seperti kelaparan, termasuk pada wilayah yang jauh dari gunung tersebut, akibat dampak iklim yang ditimbulkannya.[89]

Kerajaan di Lombok dan Bali

[sunting | sunting sumber]

Wilayah Kepulauan Indonesia bagian barat dan tengah pada saat itu terpecah menjadi kerajaan-kerajaan saingan yang merekam kejadian sejarah mereka dalam berbagai prasasti.[48] Namun, sedikit sekali catatan sejarah mengenai letusan Samalas yang dapat ditemukan.[121] Salah satunya adalah Babad Lombok, yang menceritakan bagaimana desa-desa di Lombok luluh-lantak akibat aliran abu, gas, dan lahar pada sekitar abad ke-13.[52] Naskah babad lain yang kemungkinan merujuk pada letusan ini adalah Babad Sembalun dan Babad Suwung.[122] Dari naskah-naskah ini pulalah nama "Samalas" didapatkan[4].

Kota Pamatan, sebuah pusat pemerintahan kerajaan di Lombok, hancur dan hilang dari catatan sejarah akibat letusan ini. Meski begitu, naskah babad menyebut bahwa keluarga kerajaan berhasil selamat,[123] dan tidak ada bukti yang jelas mengenai apakah kerajaan tersebut sepenuhnya hancur akibat letusan.[121] Ribuan orang diperkirakan meninggal dalam letusan ini[12] walaupun sebagian penduduk Lombok kemungkinan mengungsi sebelum erupsi terjadi.[124] Di Bali, jumlah prasasti yang dikeluarkan penguasa setempat menurun setelah letusan.[125] Bali dan Lombok diperkirakan mengalami penurunan penduduk[126] yang mungkin berlangsung selama beberapa generasi, sehingga mempermudah Raja Kertanegara dari Singhasari untuk menaklukkan Bali pada 1284 tanpa perlawanan berarti.[127][125] Kawasan pantai barat Sumbawa mengalami depopulasi dan tetap sepi penduduk hingga saat ini; penduduk setempat kala itu kemungkinan melarang kawasan terdampak letusan untuk ditinggali, dan ingatan akan larangan tersebut terus bertahan hingga akhir-akhir ini.[128]

Oseania dan Selandia Baru

[sunting | sunting sumber]

Sejarah di Oseania pada umumnya tidak memiliki penanggalan yang pasti, sehingga sulit menentukan rentang waktu dan peran atau dampak dari kejadian tertentu di kawasan tersebut. Meski begitu, terdapat bukti yang menunjukkan adanya berbagai krisis antara tahun 1250 dan 1300 di Oseania, contohnya seperti yang terjadi di Pulau Paskah, yang dapat dikaitkan permulaan Zaman Es Kecil serta letusan Samalas.[41] Pada sekitar tahun 1300, banyak pemukiman di Pasifik yang berpindah tempat, yang kemungkinan terkait dengan penurunan permukaan air laut setelah pertengahan abad ke-13.[129]

Perubahan iklim yang dipicu oleh letusan Samals dan permulaan Zaman Es Kecil barangkali menyebabkan orang-orang Polinesia bermigrasi ke arah barat daya pada abad ke-13. Pemukiman pertama di Selandia Baru muncul pada sekitar tahun 1230–1280 M. Kemunculan pemukiman manusia di sana dan kepulauan sekitarnya bisa jadi merupakan akibat dari migrasi ini.[130]

Eropa, Timur Dekat dan Timur Tengah

[sunting | sunting sumber]

Tarikh-tarikh Eropa menyebutkan keadaan cuaca yang tidak lazim pada 1258.[131] Laporan dari Prancis dan Inggris pada tahun 1258 mengenai fenomena serupa awan yang tak kunjung hilang mengindikasikan adanya kabut kering yang meliputi kawasan tersebut.[132] Tarikh-tarikh Abad Pertengahan menyebut bahwa pada tahun 1258, musim panasnya bersuhu dingin dan berhujan, sehingga menyebabkan banjir dan kegagalan panen,[53] dengan suhu dingin antara Februari hingga Juni.[133] Suhu beku terjadi pada musim panas tahun 1259 menurut tarikh-tarikh Rusia.[93] Di Eropa dan Timur Tengah, perubahan pada warna atmosfer, badai, suhu dingin, dan cuaca buruk dilaporkan terjadi pada tahun 1258–1259,[134] ditambah dengan permasalahan pertanian yang juga terjadi di kawasn tersebut termasuk Afrika Utara.[135] Di Eropa, curah hujan berlebih, suhu dingin, dan awan yang tebal menyebabkan kerusakan pada hasil tani, sehingga menyebabkan kelaparan yang juga diikuti dengan wabah penyakit,[136][76] walaupun bencana kelaparan yang terjadi tidak sampai separah Kelaparan Besar 1315–1317.[137]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Volcanic Explosivity Index (VEI) adalah skala yang mengukur intensitas dari sebuah letusan gunung;[2] skala 7 menandakan letusan besar yang menghasilkan setidaknya 100 kilometer kubik (24 cu mi) muntahan material vulkanik. Letusan sebesar ini terjadi satu atau dua kali setiap milenium, walaupun sepertinya perkiraan ini lebih kecil dari kenyataan karena kurang lengkapnya rekaman geologis dan sejarah.[3]
  2. ^ Ekuivalensi batuan padat adalah sebuah besaran yang digunakan untuk mengukur seberapa besar volume magma yang membentuk lapisan material piroklastik.[13]
  3. ^ Tefrokronologi adalah teknik geokronologi yang menggunakan lapisan batu apung yang usianya diketahui untuk mengaitkan serta menyelaraskan berbagai kejadian.[37]
  4. ^ Jejak lonjakan sulfat dari sekitar tahun 44 SM dan 426 SM, yang ditemukan di kemudian hari, memiliki ukuran yang sebanding.[63]
  5. ^ Walaupun kekeringan di Thailand tampaknya berlanjut hingga melewati masa ketika dampak aerosol Samalas seharusnya sudah tidak lagi terasa.[98]
  6. ^ Dalam paleoklimatologi, data proxy adalah bukti fisik yang dapat digunakan untuk mereka ulang keadaan iklim di masa lampau sebagai pengganti data observasi langsung. Data inti es dan lingkar pohon termasuk ke dalam jenis data proxy.
  1. ^ "Rinjani". Global Volcanism Program. Smithsonian Institution. Diakses tanggal 22 January 2020. 
  2. ^ Newhall, Self & Robock 2018, hlm. 572.
  3. ^ Newhall, Self & Robock 2018, hlm. 573.
  4. ^ a b c d "Rinjani Dari Evolusi Kaldera hingga Geopark". Geomagz. 4 April 2016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-02-22. Diakses tanggal 3 March 2018. 
  5. ^ a b c Métrich et al. 2018, hlm. 2258.
  6. ^ a b c Rachmat et al. 2016, hlm. 109.
  7. ^ Fontijn et al. 2015, hlm. 2.
  8. ^ Mutaqin et al. 2019, hlm. 338–339.
  9. ^ a b c d Rachmat et al. 2016, hlm. 107.
  10. ^ a b c d e Rachmat et al. 2016, hlm. 108.
  11. ^ a b Mutaqin et al. 2019, hlm. 339.
  12. ^ a b c d e Lavigne et al. 2013, hlm. 16743.
  13. ^ Pyle, David M. (2015-01-01). Sizes of Volcanic Eruptions. The Encyclopedia of Volcanoes (dalam bahasa Inggris). hlm. 257–264. doi:10.1016/B978-0-12-385938-9.00013-4. ISBN 9780123859389. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-02-18. Diakses tanggal 2018-10-19. 
  14. ^ a b c d e Vidal et al. 2015, hlm. 3.
  15. ^ a b c d Vidal et al. 2015, hlm. 2.
  16. ^ Métrich et al. 2018, hlm. 2260.
  17. ^ Métrich et al. 2018, hlm. 2264.
  18. ^ Métrich et al. 2018, hlm. 2263.
  19. ^ a b Rachmat et al. 2016, hlm. 110.
  20. ^ Crowley, T. J.; Unterman, M. B. (23 May 2013). "Technical details concerning development of a 1200 yr proxy index for global volcanism". Earth System Science Data. 5 (1): 193. Bibcode:2013ESSD....5..187C. doi:10.5194/essd-5-187-2013. 
  21. ^ Vidal et al. 2015, hlm. 5.
  22. ^ a b c d Vidal et al. 2015, hlm. 7.
  23. ^ Mutaqin et al. 2019, hlm. 344.
  24. ^ Vidal et al. 2015, hlm. 17.
  25. ^ Lavigne et al. 2013, hlm. 16744.
  26. ^ Vidal et al. 2015, hlm. 21–22.
  27. ^ a b Vidal et al. 2015, hlm. 18.
  28. ^ Mutaqin et al. 2019, hlm. 348.
  29. ^ Vidal et al. 2015, hlm. 17–18.
  30. ^ Whitehill, A. R.; Jiang, B.; Guo, H.; Ono, S. (20 February 2015). "SO2 photolysis as a source for sulfur mass-independent isotope signatures in stratospehric aerosols". Atmospheric Chemistry and Physics. 15 (4): 1861. Bibcode:2015ACP....15.1843W. doi:10.5194/acp-15-1843-2015. 
  31. ^ Alloway et al. 2017, hlm. 87.
  32. ^ Alloway et al. 2017, hlm. 90.
  33. ^ Vidal et al. 2015, hlm. 8.
  34. ^ Vidal et al. 2015, hlm. 12.
  35. ^ Vidal et al. 2015, hlm. 16.
  36. ^ a b Vidal et al. 2015, hlm. 19.
  37. ^ Lowe, David J. (April 2011). "Tephrochronology and its application: A review". Quaternary Geochronology (dalam bahasa Inggris). 6 (2): 107. doi:10.1016/j.quageo.2010.08.003. hdl:10289/4616. ISSN 1871-1014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-02-18. Diakses tanggal 2018-10-19. 
  38. ^ Fontijn et al. 2015, hlm. 8.
  39. ^ Stevenson, J. A.; Millington, S. C.; Beckett, F. M.; Swindles, G. T.; Thordarson, T. (19 May 2015). "Big grains go far: understanding the discrepancy between tephrochronology and satellite infrared measurements of volcanic ash". Atmospheric Measurement Techniques. 8 (5): 2075. Bibcode:2015AMT.....8.2069S. doi:10.5194/amt-8-2069-2015. 
  40. ^ Yang, Zhongkang; Long, Nanye; Wang, Yuhong; Zhou, Xin; Liu, Yi; Sun, Liguang (1 February 2017). "A great volcanic eruption around AD 1300 recorded in lacustrine sediment from Dongdao Island, South China Sea". Journal of Earth System Science (dalam bahasa Inggris). 126 (1): 5. doi:10.1007/s12040-016-0790-y. ISSN 0253-4126. 
  41. ^ a b Margalef et al. 2018, hlm. 5.
  42. ^ Vidal et al. 2015, hlm. 14.
  43. ^ a b c Vidal, Céline M.; Métrich, Nicole; Komorowski, Jean-Christophe; Pratomo, Indyo; Michel, Agnès; Kartadinata, Nugraha; Robert, Vincent; Lavigne, Franck (10 October 2016). "The 1257 Samalas eruption (Lombok, Indonesia): the single greatest stratospheric gas release of the Common Era". Scientific Reports. 6: 34868. Bibcode:2016NatSR...634868V. doi:10.1038/srep34868. PMC 5056521alt=Dapat diakses gratis. PMID 27721477. 
  44. ^ Métrich et al. 2018, hlm. 2278.
  45. ^ Whelley, Patrick L.; Newhall, Christopher G.; Bradley, Kyle E. (22 January 2015). "The frequency of explosive volcanic eruptions in Southeast Asia". Bulletin of Volcanology. 77 (1): 3. Bibcode:2015BVol...77....1W. doi:10.1007/s00445-014-0893-8. PMC 4470363alt=Dapat diakses gratis. PMID 26097277. 
  46. ^ a b c Lavigne et al. 2013, hlm. 16745.
  47. ^ Lavigne et al. 2013, Table S1.
  48. ^ a b Alloway et al. 2017, hlm. 86.
  49. ^ a b c Reid, Anthony (10 July 2016). "Revisiting Southeast Asian History with Geology: Some Demographic Consequences of a Dangerous Environment". Dalam Bankoff, Greg; Christensen, Joseph. Natural Hazards and Peoples in the Indian Ocean World. Palgrave Macmillan US. hlm. 33. doi:10.1057/978-1-349-94857-4_2. ISBN 978-1-349-94857-4. 
  50. ^ Vidal et al. 2015, hlm. 14–15.
  51. ^ Lavigne, Franck; Morin, Julie; Mei, Estuning Tyas Wulan; Calder, Eliza S.; Usamah, Muhi; Nugroho, Ute (2017). Mapping Hazard Zones, Rapid Warning Communication and Understanding Communities: Primary Ways to Mitigate Pyroclastic Flow Hazard. SpringerLink. Advances in Volcanology (dalam bahasa Inggris). hlm. 4. doi:10.1007/11157_2016_34. ISBN 978-3-319-44095-8. 
  52. ^ a b c d e f "Culprit Behind Medieval Eruption". Science. 342 (6154): 21.2–21. 3 October 2013. doi:10.1126/science.342.6154.21-b. 
  53. ^ a b c d Lavigne et al. 2013, hlm. 16742.
  54. ^ a b c d e Hamilton 2013, hlm. 39.
  55. ^ Langway, Chester C. (2008). "The history of early polar ice cores" (PDF). Cold Regions Science and Technology. 52 (2): 28. doi:10.1016/j.coldregions.2008.01.001. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-11-18. Diakses tanggal 29 January 2019. 
  56. ^ Oppenheimer 2003, hlm. 417–418.
  57. ^ Hammer, Clausen & Langway 1988, hlm. 103.
  58. ^ Hammer, Clausen & Langway 1988, hlm. 104.
  59. ^ Hammer, Clausen & Langway 1988, hlm. 106.
  60. ^ Osipova, O. P.; Shibaev, Y. A.; Ekaykin, A. A.; Lipenkov, V. Y.; Onischuk, N. A.; Golobokova, L. P.; Khodzher, T. V.; Osipov, E. Y. (7 May 2014). "High-resolution 900 year volcanic and climatic record from the Vostok area, East Antarctica". The Cryosphere (dalam bahasa English). 8 (3): 7. doi:10.5194/tc-8-843-2014. ISSN 1994-0416. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 April 2019. Diakses tanggal 7 April 2019. 
  61. ^ a b Narcisi et al. 2019, hlm. 165.
  62. ^ a b Auchmann, Renate; Brönnimann, Stefan; Arfeuille, Florian (March 2015). "Tambora: das Jahr ohne Sommer". Physik in Unserer Zeit (dalam bahasa Jerman). 46 (2): 67. Bibcode:2015PhuZ...46...64A. doi:10.1002/piuz.201401390. 
  63. ^ Sigl, M.; Winstrup, M.; McConnell, J. R.; Welten, K. C.; Plunkett, G.; Ludlow, F.; Büntgen, U.; Caffee, M.; Chellman, N.; Dahl-Jensen, D.; Fischer, H.; Kipfstuhl, S.; Kostick, C.; Maselli, O. J.; Mekhaldi, F.; Mulvaney, R.; Muscheler, R.; Pasteris, D. R.; Pilcher, J. R.; Salzer, M.; Schüpbach, S.; Steffensen, J. P.; Vinther, B. M.; Woodruff, T. E. (8 July 2015). "Timing and climate forcing of volcanic eruptions for the past 2,500 years". Nature. 523 (7562): 543–9. Bibcode:2015Natur.523..543S. doi:10.1038/nature14565. PMID 26153860. 
  64. ^ Oppenheimer 2003, hlm. 419.
  65. ^ Oppenheimer 2003, hlm. 419–420.
  66. ^ Oppenheimer 2003, hlm. 424.
  67. ^ Hammer, Clausen & Langway 1988, hlm. 107.
  68. ^ a b Campbell 2017, hlm. 113.
  69. ^ Caulfield, J. T.; Cronin, S. J.; Turner, S. P.; Cooper, L. B. (27 April 2011). "Mafic Plinian volcanism and ignimbrite emplacement at Tofua volcano, Tonga". Bulletin of Volcanology. 73 (9): 1274. Bibcode:2011BVol...73.1259C. doi:10.1007/s00445-011-0477-9. 
  70. ^ Stothers 2000, hlm. 361–362.
  71. ^ a b Brovkin et al. 2010, hlm. 675.
  72. ^ a b c d Oppenheimer 2003, hlm. 422.
  73. ^ Zielinski, Gregory A. (1995). "Stratospheric loading and optical depth estimates of explosive volcanism over the last 2100 years derived from the Greenland Ice Sheet Project 2 ice core". Journal of Geophysical Research. 100 (D10): 20949. doi:10.1029/95JD01751. 
  74. ^ Witze, Alexandra (14 July 2012). "Earth: Volcanic bromine destroyed ozone: Blasts emitted gas that erodes protective atmospheric layer". Science News. 182 (1): 12. doi:10.1002/scin.5591820114. 
  75. ^ Hamilton 2013, hlm. 39–40.
  76. ^ a b c Hamilton 2013, hlm. 40.
  77. ^ "Centuries-old volcano mystery solved?". Science News. UPI. 18 June 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 April 2019. Diakses tanggal 11 March 2019. 
  78. ^ Narcisi et al. 2019, hlm. 168.
  79. ^ a b Kokfelt et al. 2016, hlm. 2.
  80. ^ Swingedouw et al. 2017, hlm. 28.
  81. ^ Boudon, Georges; Balcone-Boissard, Hélène; Solaro, Clara; Martel, Caroline (September 2017). "Revised chronostratigraphy of recurrent ignimbritic eruptions in Dominica (Lesser Antilles arc): Implications on the behavior of the magma plumbing system". Journal of Volcanology and Geothermal Research (dalam bahasa Inggris). 343: 135. doi:10.1016/j.jvolgeores.2017.06.022. ISSN 0377-0273. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-02-18. Diakses tanggal 2018-10-20. 
  82. ^ Kellerhals, Thomas; Tobler, Leonhard; Brütsch, Sabina; Sigl, Michael; Wacker, Lukas; Gäggeler, Heinz W.; Schwikowski, Margit (1 February 2010). "Thallium as a Tracer for Preindustrial Volcanic Eruptions in an Ice Core Record from Illimani, Bolivia". Environmental Science & Technology. 44 (3): 888–93. doi:10.1021/es902492n. ISSN 0013-936X. PMID 20050662. 
  83. ^ Knüsel, S. (2003). "Dating of two nearby ice cores from the Illimani, Bolivia". Journal of Geophysical Research. 108 (D6): 4181. Bibcode:2003JGRD..108.4181K. doi:10.1029/2001JD002028. 
  84. ^ Fu et al. 2016, hlm. 2862.
  85. ^ Wendl, I. A.; Eichler, A.; Isaksson, E.; Martma, T.; Schwikowski, M. (7 July 2015). "800-year ice-core record of nitrogen deposition in Svalbard linked to ocean productivity and biogenic emissions". Atmospheric Chemistry and Physics. 15 (13): 7290. Bibcode:2015ACP....15.7287W. doi:10.5194/acp-15-7287-2015. 
  86. ^ a b Kokfelt et al. 2016, hlm. 6.
  87. ^ Baroni et al. 2019, hlm. 6.
  88. ^ Vidal et al. 2015, hlm. 21.
  89. ^ a b Stothers 2000, hlm. 362.
  90. ^ Baroni et al. 2019, hlm. 21.
  91. ^ Davi, N.K.; D'Arrigo, R.; Jacoby, G.C.; Cook, E.R.; Anchukaitis, K.J.; Nachin, B.; Rao, M.P.; Leland, C. (August 2015). "A long-term context (931–2005 C.E.) for rapid warming over Central Asia". Quaternary Science Reviews. 121: 95. Bibcode:2015QSRv..121...89D. doi:10.1016/j.quascirev.2015.05.020. 
  92. ^ Baillie, M. G. L.; McAneney, J. (16 January 2015). "Tree ring effects and ice core acidities clarify the volcanic record of the first millennium". Climate of the Past (dalam bahasa English). 11 (1): 105. doi:10.5194/cp-11-105-2015. ISSN 1814-9324. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-20. Diakses tanggal 19 October 2018. 
  93. ^ a b Hantemirov, Rashit M; Gorlanova, Ludmila A; Shiyatov, Stepan G (July 2004). "Extreme temperature events in summer in northwest Siberia since AD 742 inferred from tree rings". Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology (dalam bahasa Inggris). 209 (1–4): 161. doi:10.1016/j.palaeo.2003.12.023. ISSN 0031-0182. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-02-18. Diakses tanggal 2018-10-16. 
  94. ^ Scuderi, Louis A. (1990). "Tree-Ring Evidence for Climatically Effective Volcanic Eruptions". Quaternary Research (dalam bahasa Inggris). 34 (1): 73. doi:10.1016/0033-5894(90)90073-T. ISSN 1096-0287. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-01-11. Diakses tanggal 11 January 2019. 
  95. ^ Thun, Terje; Svarva, Helene (February 2018). "Tree-ring growth shows that the significant population decline in Norway began decades before the Black Death". Dendrochronologia (dalam bahasa Inggris). 47: 28. doi:10.1016/j.dendro.2017.12.002. ISSN 1125-7865. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-02-18. Diakses tanggal 2018-10-16. 
  96. ^ Chu, Guoqiang; Sun, Qing; Wang, Xiaohua; Liu, Meimei; Lin, Yuan; Xie, Manman; Shang, Wenyu; Liu, Jiaqi (1 July 2012). "Seasonal temperature variability during the past 1600 years recorded in historical documents and varved lake sediment profiles from northeastern China". The Holocene (dalam bahasa Inggris). 22 (7): 787. doi:10.1177/0959683611430413. ISSN 0959-6836. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 April 2019. Diakses tanggal 7 April 2019. 
  97. ^ Fei, Jie; Zhou, Jie (February 2016). "The drought and locust plague of 942–944 AD in the Yellow River Basin, China". Quaternary International (dalam bahasa Inggris). 394: 120. doi:10.1016/j.quaint.2014.11.053. ISSN 1040-6182. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-02-18. Diakses tanggal 2018-12-26. 
  98. ^ a b Tan, Liangcheng; Shen, Chuan-Chou; Löwemark, Ludvig; Chawchai, Sakonvan; Edwards, R. Lawrence; Cai, Yanjun; Breitenbach, Sebastian F. M.; Cheng, Hai; Chou, Yu-Chen; Duerrast, Helmut; Partin, Judson W.; Cai, Wenju; Chabangborn, Akkaneewut; Gao, Yongli; Kwiecien, Ola; Wu, Chung-Che; Shi, Zhengguo; Hsu, Huang-Hsiung; Wohlfarth, Barbara (27 August 2019). "Rainfall variations in central Indo-Pacific over the past 2,700 y". Proceedings of the National Academy of Sciences (dalam bahasa Inggris). 116 (35): 17202,17204. doi:10.1073/pnas.1903167116. ISSN 0027-8424. PMC 6717306alt=Dapat diakses gratis. PMID 31405969. 
  99. ^ Stoffel et al. 2015, hlm. 787.
  100. ^ Brovkin et al. 2010, hlm. 674.
  101. ^ Brovkin et al. 2010, hlm. 674–675.
  102. ^ Guillet et al. 2017, hlm. 123.
  103. ^ Baillie, M. G. L.; McAneney, J. (16 January 2015). "Tree ring effects and ice core acidities clarify the volcanic record of the first millennium". Climate of the Past. 11 (1): 106. Bibcode:2015CliPa..11..105B. doi:10.5194/cp-11-105-2015. 
  104. ^ Boucher, Olivier (19 May 2015). "Stratospheric Aerosols". Atmospheric Aerosols. Springer Netherlands. hlm. 279. doi:10.1007/978-94-017-9649-1_12. ISBN 978-94-017-9649-1. 
  105. ^ a b Guillet, Sebastien; Corona, Christophe; Stoffel, Markus; Khodri, Myriam; Poulain, Virginie; Guiot, Joel; Luckman, Brian; Churakova, Olga; Beniston, Martin; Franck, Lavigne; Masson-Delmotte, Valerie; Oppenheimer, Clive (2015). "Toward a more realistic assessment of the climatic impacts of the 1257 eruption". EGU General Assembly 2015. 17: 1268. Bibcode:2015EGUGA..17.1268G. 
  106. ^ Swingedouw et al. 2017, hlm. 30.
  107. ^ Stoffel et al. 2015, hlm. 785.
  108. ^ Timmreck et al. 2009, hlm. 3.
  109. ^ Brewington, Seth D. (May 2016). "The Social Costs of Resilience: An Example from the Faroe Islands". Archeological Papers of the American Anthropological Association. 27 (1): 99. doi:10.1111/apaa.12076. 
  110. ^ Faust, Johan C.; Fabian, Karl; Milzer, Gesa; Giraudeau, Jacques; Knies, Jochen (February 2016). "Norwegian fjord sediments reveal NAO related winter temperature and precipitation changes of the past 2800 years". Earth and Planetary Science Letters. 435: 91. Bibcode:2016E&PSL.435...84F. doi:10.1016/j.epsl.2015.12.003. 
  111. ^ Zhong, Y.; Miller, G. H.; Otto-Bliesner, B. L.; Holland, M. M.; Bailey, D. A.; Schneider, D. P.; Geirsdottir, A. (31 December 2010). "Centennial-scale climate change from decadally-paced explosive volcanism: a coupled sea ice-ocean mechanism". Climate Dynamics. 37 (11–12): 2374–2375. Bibcode:2011ClDy...37.2373Z. doi:10.1007/s00382-010-0967-z. 
  112. ^ Robock, Alan (27 August 2013). "The Latest on Volcanic Eruptions and Climate". Eos, Transactions American Geophysical Union. 94 (35): 305–306. Bibcode:2013EOSTr..94..305R. doi:10.1002/2013EO350001. 
  113. ^ Gennaretti, F.; Arseneault, D.; Nicault, A.; Perreault, L.; Begin, Y. (30 June 2014). "Volcano-induced regime shifts in millennial tree-ring chronologies from northeastern North America". Proceedings of the National Academy of Sciences. 111 (28): 10077–10082. Bibcode:2014PNAS..11110077G. doi:10.1073/pnas.1324220111. PMC 4104845alt=Dapat diakses gratis. PMID 24982132. 
  114. ^ Guillet et al. 2017, hlm. 126.
  115. ^ Lim, Hyung-Gyu; Yeh, Sang-Wook; Kug, Jong-Seong; Park, Young-Gyu; Park, Jae-Hun; Park, Rokjin; Song, Chang-Keun (29 August 2015). "Threshold of the volcanic forcing that leads the El Niño-like warming in the last millennium: results from the ERIK simulation". Climate Dynamics. 46 (11–12): 3727. Bibcode:2016ClDy...46.3725L. doi:10.1007/s00382-015-2799-3. 
  116. ^ Chikamoto, Megumi O.; Timmermann, Axel; Yoshimori, Masakazu; Lehner, Flavio; Laurian, Audine; Abe-Ouchi, Ayako; Mouchet, Anne; Joos, Fortunat; Raible, Christoph C.; Cobb, Kim M. (16 February 2016). "Intensification of tropical Pacific biological productivity due to volcanic eruptions" (PDF). Geophysical Research Letters. 43 (3): 1185. Bibcode:2016GeoRL..43.1184C. doi:10.1002/2015GL067359. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2018-07-22. Diakses tanggal 16 December 2018. 
  117. ^ Kim, Seong-Joong; Kim, Baek-Min (30 September 2012). "Ocean Response to the Pinatubo and 1259 Volcanic Eruptions". Ocean and Polar Research. 34 (3): 321. doi:10.4217/OPR.2012.34.3.305. 
  118. ^ Fu et al. 2016, hlm. 2859.
  119. ^ Wade et al. 2020, hlm. 26657.
  120. ^ Wade et al. 2020, hlm. 26656.
  121. ^ a b Alloway et al. 2017, hlm. 98.
  122. ^ Mutaqin & Lavigne 2019, hlm. 2.
  123. ^ Hamilton 2013, hlm. 41.
  124. ^ Mutaqin & Lavigne 2019, hlm. 9.
  125. ^ a b Reid, Anthony (2017-01-16). "Population history in a dangerous environment: How important may natural disasters have been?". Masyarakat Indonesia (dalam bahasa Inggris). 39 (2): 520. ISSN 2502-5694. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-19. Diakses tanggal 18 October 2018. 
  126. ^ Reid, Anthony (2016). "Building Cities in a Subduction Zone: Some Indonesian Dangers". Dalam Miller, Michelle Ann; Douglass, Mike. Disaster Governance in Urbanising Asia. Springer Singapore. hlm. 51. doi:10.1007/978-981-287-649-2_3. ISBN 978-981-287-649-2. 
  127. ^ Lavigne et al. 2013, hlm. 16746.
  128. ^ Mutaqin & Lavigne 2019, hlm. 7-8.
  129. ^ Newhall, Self & Robock 2018, hlm. 576.
  130. ^ Anderson, Atholl (2016). The First Migration: Māori Origins 3000BC – AD1450 (dalam bahasa Inggris). Bridget Williams Books. hlm. 18. ISBN 9780947492809. 
  131. ^ Ludlow, Francis (2017). "Volcanology: Chronicling a medieval eruption". Nature Geoscience (dalam bahasa Inggris). 10 (2): 78–79. doi:10.1038/ngeo2881. ISSN 1752-0908. 
  132. ^ Stothers 2000, hlm. 363.
  133. ^ D'Arrigo, Rosanne; Jacoby, Gordon; Frank, David (2003). "Dendroclimatological evidence for major volcanic events of the past two millennia". Volcanism and the Earth's Atmosphere: Dendroclimatological evidence for major volcanic events of the past two millennia. Washington DC American Geophysical Union Geophysical Monograph Series. Geophysical Monograph Series. 139. hlm. 259. Bibcode:2003GMS...139..255D. doi:10.1029/139GM16. ISBN 978-0-87590-998-1. 
  134. ^ Dodds & Liddy 2011, hlm. 54.
  135. ^ Sánchez, Antonio Vicente Frey (2017). "¿Qué puede aportar el clima a la historia? El ejemplo del periodo cálido medieval en el Magreb almorávide y almohade". El Futuro del Pasado: Revista Electrónica de Historia (dalam bahasa Spanyol). 6 (8): 221–266. ISSN 1989-9289. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-20. Diakses tanggal 20 October 2018. 
  136. ^ Guillet et al. 2017, hlm. 124.
  137. ^ Guillet et al. 2017, hlm. 127.

Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Zhang2019" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Wallace2019" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Fernandez-Turiel2019" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Baldwin2018" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Sanchez2019" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "TokerSivan2012" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Knudsen2018" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "WangWang2019" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Sánchez2014" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Cruz2017" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "YanKorty2015" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Matson2016" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Herweijer2007" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Schneider2009" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Arrigo2001" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Guillet2016" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Miller2012" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "RobertDavid2016" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Gillingham2014" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "HAGrosjean2015" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Xoplaki2016" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Luterbacher2016" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Bradley2016" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.
Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Naulier2015" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.

Kesalahan pengutipan: Tag <ref> dengan nama "Neukom2014" yang didefinisikan di <references> tidak digunakan pada teks sebelumnya.

8°24′36″S 116°24′30″E / 8.41000°S 116.40833°E / -8.41000; 116.40833{{#coordinates:}}: tidak bisa memiliki lebih dari satu tag utama per halaman

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]