Gie
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. (Juni 2020) |
Gie | |
---|---|
Sutradara | Riri Riza |
Produser | Mira Lesmana |
Ditulis oleh | Riri Riza |
Berdasarkan | Catatan Seorang Demonstran oleh Sok Hok Gie |
Pemeran | Nicholas Saputra Wulan Guritno Indra Birowo Lukman Sardi Sita Nursanti Thomas Nawilis Jonathan Mulia Christian Audy Donny Alamsyah Robby Tumewu Tutie Kirana Gino Korompis Surya Saputra Happy Salma |
Penata musik | Thoersi Argeswara |
Sinematografer | Yudi Datau |
Penyunting | Sastha Sunu |
Distributor | |
Tanggal rilis | 14 Juli 2005 |
Durasi | 147 menit |
Negara | Indonesia |
Bahasa | Bahasa Indonesia |
Anggaran | Rp 7-10 miliar (perk.) |
Penghargaan |
---|
Festival Film Indonesia 2005 |
|
Gie adalah sebuah film biopik garapan sutradara Riri Riza. Gie mengisahkan seorang tokoh bernama Soe Hok Gie, mahasiswa Universitas Indonesia yang lebih dikenal sebagai demonstran dan pecinta alam. Film ini diproduksi oleh SinemArt Pictures (Surya Citra Media, kelompok perusahaan media yang memiliki SCTV dan Indosiar) dan Miles Films sebagai distributor, dan disponsori oleh A Mild (HM Sampoerna) sebagai sponsor untuk filmnya sejak tahun 2000.
Film ini diangkat dari buku Catatan Seorang Demonstran karya Gie sendiri, tetapi ditambahkan beberapa tokoh fiktif agar ceritanya lebih dramatis.[1] Menurut Riri Riza, hingga Desember 2005, 350.000 orang telah menonton film ini.[2] Pada Festival Film Indonesia 2005, Gie memenangkan tiga penghargaan, masing-masing dalam kategori Film Terbaik, Aktor Terbaik (Nicholas Saputra), dan Penata Sinematografi Terbaik (Yudi Datau).[3]
Sinopsis
Soe Hok Gie dibesarkan di sebuah keluarga keturunan Tionghoa yang tidak begitu kaya dan berdomisili di Jakarta. Sejak remaja, Hok Gie sudah mengembangkan minat terhadap konsep-konsep idealis yang dipaparkan oleh intelek-intelek kelas dunia. Semangat pejuangnya, setiakawannya, dan hatinya yang dipenuhi kepedulian sejati akan orang lain dan tanah airnya membaur di dalam diri Hok Gie kecil dan membentuk dirinya menjadi pribadi yang tidak toleran terhadap ketidakadilan dan mengimpikan Indonesia yang didasari oleh keadilan dan kebenaran yang murni. Semangat ini sering salah dimengerti orang lain. Bahkan sahabat-sahabat Hok Gie, Tan Tjin Han dan Herman Lantang bertanya "Untuk apa semua perlawanan ini?". Pertanyaan ini dengan kalem dijawab Soe dengan penjelasan akan kesadarannya bahwa untuk memperoleh kemerdekaan sejati dan hak-hak yang dijunjung sebagaimana mestinya, ada harga yang harus dibayar, dan memberontaklah caranya. Semboyan Soe Hok Gie yang mengesankan berbunyi, "Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan."
Masa remaja dan kuliah Hok Gie dijalani di bawah rezim pelopor kemerdekaan Indonesia Bung Karno, yang ditandai dengan konflik antara militer dengan PKI. Soe dan teman-temannya bersikeras bahwa mereka tidak memihak golongan manapun. Meskipun Hok Gie menghormati Sukarno sebagai founding father negara Indonesia, Hok Gie begitu membenci pemerintahan Sukarno yang diktator dan menyebabkan hak rakyat yang miskin terinjak-injak. Hok Gie tahu banyak tentang ketidakadilan sosial, penyalahgunaan kedaulatan, dan korupsi di bawah pemerintahan Sukarno, dan dengan tegas bersuara menulis kritikan-kritikan yang tajam di media. Soe juga sangat membenci bagaimana banyak mahasiswa berkedudukan senat janji-janji manisnya hanya omong kosong belaka yang mengedoki usaha mereka memperalat situasi politik untuk memperoleh keuntungan pribadi. Penentangan ini memenangkan banyak simpati bagi Hok Gie, tetapi juga memprovokasikan banyak musuh. Banyak interest group berusaha melobi Soe untuk mendukung kampanyenya, sementara musuh-musuh Hok Gie bersemangat menggunakan setiap kesempatan untuk mengintimidasi dirinya.
Tan Tjin Han, teman kecil Hok Gie, sudah lama mengagumi keuletan dan keberanian Soe Hok Gie, tetapi dirinya sendiri tidak memiliki semangat pejuang yang sama. Dalam usia berkepala dua, kedua lelaki dipertemukan kembali meski hanya sebentar. Hok Gie menemukan bahwa Tan telah terlibat PKI tetapi tidak tahu konsekuensi apa yang sebenarnya menantinya. Hok Gie mendesak Tan untuk menanggalkan segala ikatan dengan PKI dan bersembunyi, tetapi Tan tidak menerima desakan tersebut.
Hok Gie dan teman-temannya menghabiskan waktu luang mereka naik gunung dan menikmati alam Indonesia yang asri dengan Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) UI. Selain itu, mereka juga gemar menonton dan menganalisis film, menikmati kesenian-kesenian tradisional, dan menghadiri pesta-pesta.
Film ini menggambarkan petualangan Soe Hok Gie mencapai tujuannya untuk menggulingkan rezim Sukarno, dan perubahan-perubahan dalam hidupnya setelah tujuan ini tercapai.
Tokoh tambahan
Tan Tjin Han, figur yang menjadi sahabat Gie semasa kecil, adalah seorang tokoh fiktif yang diilhami oleh dua orang sahabat Hok Gie, Djin Hok dan Effendi. Dari buku harian Hok Gie memang terdapat referensi tentang Djin Hok yang menjadi korban kekerasan tantenya, tetapi pada masa dewasa Hok Gie namanya tak pernah lagi disebut-sebut. Teman Hok Gie yang menjadi korban razia yang dilakukan oleh TNI adalah Effendi.
Ira dan Sinta adalah dua perempuan yang mewakili wanita-wanita dalam hidup Hok Gie. Meskipun Hok Gie memang pernah berpacaran dengan beberapa gadis UI, Ira dan Sinta dalam film ini adalah tokoh-tokoh fiktif. Riri Riza, pembuat film ini bahkan menyempatkan diri ke luar negeri untuk mewawancarai salah seorang wanita yang pernah dekat dengan Soe, tetapi dia menolak untuk membiarkan identitasnya diketahui publik dan tidak mau membeberkan detail-detail hubungan mereka dengan Hok Gie. Buku harian Hok Gie memang menyebutkan keterlibatannya dengan tiga perempuan, tetapi tidak dengan jelas menyatakan apakah dia memang mencintai salah satu di antara mereka.
Ira adalah seorang wanita muda yang cerdas dan hidup dengan semangat pejuang untuk impian-impian idealistis yang juga dimiliki Hok Gie. Ira adalah sahabat dan pendukung Hok Gie yang paling setia dan selalu hadir, baik saat Gie sedang kerja maupun main. Sempat terlihat tanda-tanda asmara yang subtil antara Hok Gie dengan Ira, tetapi baru sekali kencan keduanya sudah tidak berani melanjutkannya menjadi sebuah kisah cinta.
Selang beberapa tahun, muncullah seorang gadis menawan bernama Sinta. Orang tua Sinta yang berada mengagumi karya-karya tulis Hok Gie. Jelas terlihat bahwa Hok Gie dan Sinta secara fisik memang tertarik satu sama lain, tetapi tidak berhasil menjalin hubungan hati-ke-hati yang mantap. Kelihatannya Sinta sekadar suka ditemani Hok Gie dan bangga menjadi pacar seorang tokoh yang dihormati, tetapi sebenarnya tidak betul-betul peduli dengan hal-hal yang menjadi obsesi hati Hok Gie. Sebaliknya, Hok Gie tidak tahu bagaimana mengambil hati Sinta dan merasa tidak puas dengan hubungan mereka. Kehadiran Sinta menimbulkan kerikuhan antara Gie dengan Ira.
Kisah cinta Hok Gie dan Sinta mungkin diilhami oleh pacar Hok Gie yang terdekat. Pacar Hok Gie adalah putri sebuah pasangan kaya yang mengagumi karya-karya Hok Gie. Namun, begitu hubungan Hok Gie dengan pacarnya semakin intim, orang tua si gadis mulai membuat-buat dalih untuk menghalang-halangi putrinya dan Hok Gie untuk saling bertemu. Menurut orang tuanya, adalah terlalu riskan bila sang putri menikahi seorang pria yang keuangannya sulit dan sering menjadi target intimidasi dan macam-macam ancaman.
Film ini menggambarkan Ira sebagai perempuan yang selalu siap bergabung dengan para lelaki untuk naik gunung. Saat Hok Gie cs. menaiki Gunung Semeru, hadirlah seorang perempuan bernama Wiwiek Wiyana—tokoh yang tidak pernah disebut-sebut dalam film. Akan tetapi, apakah pengilhaman karakter Ira ada hubungannya dengan Maria bisa diragukan, karena menurut film ini, sementara Hok Gie naik ke Semeru, Ira sedang bersantai di rumahnya ditemani alunan tembang romantis yang membangkitkan cerita lama.
Tokoh-tokoh tambahan lainnya antara lain Denny (salah seorang sahabat Hok Gie yang periang, lucu, dan ramai), Jaka (tokoh PMKRI yang kemungkinan besar adalah Cosmas Batubara ) dan Santi.
Piala Citra FFI 2005
- Piala Citra - Film Bioskop Terbaik
- Piala Citra - Pemeran Utama Pria Terbaik (Nicholas Saputra)
- Piala Citra - Pengarah Sinematografi Terbaik (Yudi Datau)
- Nominasi Piala Citra - Sutradara (Riri Riza)
- Nominasi Piala Citra - Pemeran Pembantu Pria (Lukman Sardi)
- Nominasi Piala Citra - Pemeran Pembantu Wanita (Wulan Guritno)
- Nominasi Piala Citra - Skenario (Riri Riza)
- Nominasi Piala Citra - Tata Artistik (Iri Supit)
- Nominasi Piala Citra - Penyunting Gambar (Sastha Sunu)
- Nominasi Piala Citra - Tata Suara (Adityawan Susanto, Satrio Budiono)
- Nominasi Piala Citra - Tata Musik (Thoersi Argeswara)
Referensi
- ^ Ayuningtyas, Rita (18 Desember 2018). "4 Fakta Menarik tentang Soe Hok Gie". Liputan6. Diakses tanggal 24 Februari 2021.
- ^ Febrianto, Samuel, ed. (28 April 2016). "Mampukah Miles Raih Kesuksesan Melalui AADC 2". Tribunnews.com. Diakses tanggal 24 Februari 2021.
- ^ "'Gie' dan 'Brownies' Dominasi FFI 2005". Detik.com. 16 Desember 2005. Diakses tanggal 24 Februari 2021.
Pranala luar
- (Indonesia) Situs resmi
- Gie di IMDb (dalam bahasa Inggris)
- (Indonesia) "Gie Film Terbaik" Diarsipkan 2007-03-12 di Wayback Machine., KOMPAS, 16 Desember 2005
Penghargaan dan prestasi | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Arisan! (2004) |
Film Bioskop Terbaik (Festival Film Indonesia) Produksi: Miles Films Sutradara: Riri Riza Pemeran: Nicholas Saputra, Wulan Guritno, Lukman Sardi, Indra Birowo (2005) |
Diteruskan oleh: Ekskul (2006) Dibatalkan |