Lompat ke isi

Persalinan di air

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Berkas:Normal Childbirth.jpg
Bayi baru lahir dengan metode proses persalinan di air murni dengan tali pusar yang masih menempel setelah melahirkan di dalam air

Persalinan di air (Inggris: waterbirth) adalah proses persalinan atau proses melahirkan yang dilakukan di dalam air hangat.[1]

Sejarah

Persalinan di air merupakan perkembangan yang relatif baru yang diperkenalkan di Eropa, Perancis pada tahun 1803.[2] Pada 1970-an, beberapa bidan dan dokter di Rusia dan Prancis menjadi tertarik dengan cara-cara membantu bayi melakukan transisi dari dalam kehidupan di dalam rahim dengan kehidupan di luar sehalus mungkin.[2]

Keprihatinan mereka bahwa perawatan bersalin modern, dengan banyak intervensi, membuat bayi menjadi traumatis.[2] Beberapa dokter, termasuk dokter kandungan Perancis Frederic Leboyer (1983), berpikir bayi dapat terkena dampak seumur hidup karena cara mereka lahir ke dunia.[2]

Manfaat

Bagi ibu

  1. Ibu akan merasa lebih relaks karena semua otot yang berkaitan dengan proses persalinan menjadi elastis.[3]
  2. Metode ini juga akan mempermudah proses mengejan. Sehingga rasa nyeri selama persalinan tidak terlalu dirasakan.[3]
  3. Di dalam air proses pembukaan jalan lahir akan berjalan lebih cepat.[3]

Bagi bayi

  1. Menurunkan risiko cedera kepala bayi.[3]
  2. Meskipun belum dilakukan penelitian mendalam, namun pakar kesehatan meyakini bahwa lahir dengan metode ini memungkinkan IQ bayi menjadi lebih tinggi dibandingkan bayi yang lahir dengan metode lain.[3]
  3. Peredaran darah bayi akan lebih baik, sehingga tubuh bayi akan cepat memerah setelah dilahirkan.[3]

Resiko dan Prasyarat

  1. Kemungkinan air kolam tertelan oleh bayi sangat besar. Kondisi ini menyebabkan proses membutuhkan bantuan dokter kebidanan dan kandungan, juga spesialis anak yang akan melakukan pengecekan langsung saat bayi lahir. Sehingga jika ada gangguan bisa langsung terdeteksi dan diatasi.[3]
  2. Hipotermia atau suhu tubuh terlalu rendah akan dialami ibu jika proses melahirkan berlangsung lebih lama dari perperkiraan.[3]
  3. Bayi berisiko mengalami temperature shock jika suhu air tidak sama dengan suhu si ibu saat melahirkan yaitu 37 derajat celcius.[3]
  4. Tidak dapat dilakukan oleh ibu yang memiliki panggul kecil , sehingga harus melahirkan dengan bedah caesar.[4]
  5. Bila bayi beresiko sungsang lebih baik hindari melakukan persalinan di air. [4]
  6. Bila si ibu memiliki penyakit herpes, bisa beresiko menularkan penyakit tersebut melalui mata, selaput lendir dan tenggorokan bayi, karena kuman herpes dapat bertahan diair.[4]
  7. Kolam plastik yang digunakan harus benar benar steril agar tidak rentan terinfeksi kuman dan virus lainnya.[4]

Tahapan Persalinan

Proses persalinan di air memiliki tahapan yang sama seperti melahirkan normal. Hanya saja dengan ibu berendam dalam air hangat, membuat sirkulasi pembuluh darah jadi lebih baik. Akibatnya akan berpengaruh pula pada kontraksi rahim yang jadi lebih efektif dan lebih baik. Sehingga waktu tempuh dalam proses persalinan ini lebih singkat daripada proses melahirkan normal biasa. [5]

Berikut tahapannya:

  1. Ibu masuk ke dalam air ketika akan melahirkan, ibu mengalami fase pembukaan laten dan aktif. Saat fase aktif pembukaan sudah mencapai 5cm, ibu baru bisa masuk ke kolam air. Pada fase ini biasanya dibutuhkan waktu sebentar saja, sekitar 1-2 jam untuk menunggu kelahiran sang bayi.[5]
  2. Sikap rileks, biasanya begitu ibu masuk ke dalam kolam air akan terasa nyaman dan hilang rasa sakitnya. Ibu dapat duduk dengan relaks dan bisa lebih fokus melahirkan. Dapat juga posisi lain seperti menungging.[5]
  3. Mengedan seiring kontraksi. Di dalam air, mengedan akan lebih ringan, tidak menggunakan tenaga kuat yang biasanya membuat terasa lebih sakit. Air akan memblok rangsang-rangsang rasa sakit. Jadi, rasa sakit yang ada tidak diteruskan, melainkan akan hilang dengan sendirinya. Ditambah lagi kemampuan daya apung dari air yang akan meringankan saat mengedan. Mengedan mengikuti irama datangnya kontraksi. Bayi yang keluar juga tak perlu bantuan manipulasi tangan atau lainnya, kecuali terlihat agak seret keluarnya. Kontraksi yang baik akan mempercepat pembukaan rahim dan mempercepat proses persalinan. Apalagi dengan ibu berendam dalam air, dinding vagina akan lebih rileks, lebih elastis, sehingga lebih mudah dan cepat membukanya. Hal ini pula yang menyebabkan tak perlunya jahitan setelah melahirkan, kecuali bila memang ada robekan.[5]
  4. Pengangkatan bayi. Setelah keluar kaki bayi dan tubuh seluruhnya, barulah bayi diangkat. Darah yang keluar tidak berceceran ke mana-mana, melainkan mengendap di dasar kolam, demikian pula dengan ari-ari bayi.[5]Kontraksi rahim yang baik menyebabkan perdarahan yang terjadi pun sedikit.[5] Ketika bayi keluar dalam air, mungkin orang khawatir bayi akan tersedak, namun, sebetulnya bila diingat prinsipnya, bayi hidup sembilan bulan dalam air ketuban ibu. Jadi, begitu dia lahir keluar ke dalam kolam, sebetulnya dia lahir ke lingkungan dengan kondisi yang hampir mirip dalam kandungan, yaitu ke dalam air dengan suhu yang sama seperti halnya ketika dalam rahim.[5] Ketika bayi keluar dalam air, saat itu bayi belum ada rangsang untuk bernapas.[5] Setelah diangkat ke permukaan barulah terjadi perubahan, timbul rangsangan untuk bernapas dan biarkan ia menangis.[5] Setelah stabil kondisi pernapasannya, barulah digunting tali pusarnya.[5] Mengingat melahirkan di air membuat sirkulasi oksigen ke bayi lebih baik, maka ketika bayi lahir tampak kulit yang lebih kemerahan.[5]Artinya, oksigenisasi ke bayi lebih baik dan membuat paru-parunya pun jadi lebih baik. Bayi juga tampak bersih tak banyak lemak di tubuhnya. Kemudian bayi dibersihkan dengan disedot sedikit dan dibersihkan tali pusarnya.[5]

Metode

Ada dua metode persalinan di air

  1. Persalinan di air murni. Ibu masuk ke kolam persalinan setelah mengalami pembukaan 6 (enam) sampai proses melahirkan terjadi.[3]
  2. Persalinan di air emulsion. Ibu hanya berada di dalam kolam hingga masa kontraksi akhir. Proses melahirkan tetap dilakukan di tempat tidur.[3]

Referensi