Buku KB Kemenkes

Buku KB Kemenkes

Hak Cipta © dan Hak Penerbitan dilindungi Undang-Undang. Hak Cipta © 2020 oleh Direktorat Kesehatan Keluarga, Kementeria

Views 22 Downloads 1 File size 10MB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE

Recommend Stories

Citation preview

Hak Cipta © dan Hak Penerbitan dilindungi Undang-Undang. Hak Cipta © 2020 oleh Direktorat Kesehatan Keluarga, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Cetakan pertama, November 2020.

Dilarang mempergunakan keseluruhan maupun sebagian panduan ini, serta memperbanyak, mendistribusikan, atau mengubah ke dalam beragam format lain termasuk fotokopi, dan perekaman digital, kecuali dengan seizin pemegang Hak Cipta.

Izin untuk mempergunakan, memperbanyak, mendistribusikan, dan mengubah dalam format lain ditujukan kepada: Direktorat Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jl. HR Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9 Jakarta Selatan 12950, email: [email protected] Telp. (021) 5221227, Fax: (021) 5203884

KATA SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT KEMENTERIAN KESEHATAN Salah satu upaya penurunan angka kematian ibu dapat dilakukan dengan penguatan pilar safe motherhood, dimana pilar pertamanya adalah pelayanan kontrasepsi dan keluarga berencana. Penggunaan kontrasepsi bertujuan untuk memenuhi hak reproduksi setiap orang, membantu merencanakan kapan dan berapa jumlah anak yang diinginkan, dan mencegah kehamilan yang tidak direncanakan. Penggunaan alat kontrasepsi secara tepat juga dapat mengurangi risiko kematian ibu dan bayi, oleh karena itu pemenuhan akan akses dan kualitas program Keluarga Berencana (KB) sudah seharusnya menjadi prioritas dalam pelayanan Kesehatan. Hal ini juga selaras dengan amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam memberikan pelayanan KB yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih menjadi permasalahan utama bidang kesehatan serta masih jauh dari target global SDGs. Dari hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 menyebutkan AKI 305/100.000 Kelahiran Hidup (KH), dan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024 untuk AKI sebesar 183/100.000 Kelahiran Hidup. Angka Kematian Neonatal (AKN) masih tinggi di Indonesia. Pelayanan kontrasepsi atau keluarga berencana merupakan intervensi strategis dalam menurunkan AKI dan AKB. Namun saat ini pelayanan kontrasepsi dan keluarga berencana belum sepenuhnya berjalan optimal, hal ini bisa ditunjukan dari data SDKI 2017 capaian kesertaan ber KB untuk seluruh metode KB yaitu sebesar 63,6% dengan peserta KB cara modern sebesar 57,2% menurun dari hasil SDKI 2012 yaitu sebesar 57,9%, meskipun capaian metode KB Jangka Panjang (MKJP) mengalami peningkatan dari 18,2% (SDKI 2012) menjadi 23,3% (SDKI 2017). Penggunaan metode KB justru meningkat pada penggunaan KB metode tradisional (dari 4% pada SDKI 2012 menjadi 6% pada SDKI 2017. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan KB, salah satunya dengan penyediaan pedoman yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi petugas kesehatan dan pengelola program dalam melakukan pengembangan dan pelaksanaan pelayanan KB. Pedoman ini memberikan panduan dalam aspek klinis maupun manajemen, yang kemudian akan meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan (skill) dalam memberikan pelayanan kontrasepsi yang berkualitas bagi masyarakat. Saya menyambut baik disusunnya buku Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan Keluarga Berencana seraya berharap dengan adanya pedoman ini, tenaga kesehatan dan pemegang program dapat memberikan pelayanan dan pengembangan program yang berkelanjutan. Akhir kata saya mengucapkan

i

terima kasih dan apresiasi kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan pedoman ini, semoga pedomann ini dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas pelayanan KB di Indonesia. Jakarta, November 2020 Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat,

dr. Kirana Pritasari, MQIH

ii

KATA SAMBUTAN DEPUTI KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI (KBKR) BKKBN Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan KB, perlu adanya standarisasi pelayanan KB dalam rangka mengatasi permasalahan mutu pelayanan KB (supply side) yang berkaitan dengan ketersediaan dan persebaran fasilitas kesehatan yang melayani KB, ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten dalam pelayanan KB, kemampuan bidan dan dokter dalam memberikan penjelasan tentang pilihan metode KB secara komprehensif termasuk mengenai efek samping alat dan obat kontrasepsi dan penanganannya, serta komplikasi dan kegagalan. Untuk menjamin akses dan kualitas penyelenggaraan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) yang komprehensif selain melakukan optimalisasi dalam mutu pelayanan, diperlukan penguatan dalam penyediaan sarana penunjang pelayanan KB, pengelolaan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi untuk seluruh pasangan usia subur, serta penguatan sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan KB di fasilitas kesehatan. Dalam memenuhi kebutuhan terhadap beberapa hal diatas telah dituangkan didalam pedoman pelayanan kontrasepsi dan keluarga berencana ini. Apresiasi dan penghargaan kami sampaikan kepada Kementerian Kesehatan yang telah menyelesaikan penyusunan pedoman ini. Semoga pedoman ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang terlibat dalam peningkatan pelayanan KB, khususnya bagi pengelola program KB di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, para pemangku kepentingan program KB, dan tenaga kesehatan pemberi layanan KB di seluruh tingkatan wilayah, serta institusi pendidikan dan pelatihan kesehatan sehingga dapat membantu mewujudkan pelayanan kontrasepsi yang berkualitas, aman bagi seluruh klien KB dan masyarakat di Indonesia. Aamiin. Terima kasih Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Jakarta, Desember 2020 Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi

Dr. Eni Gustina, MPH

iii

KATA SAMBUTAN KETUA PENGURUS PUSAT PERHIMPUNAN OBSTETRI GINEKOLOGI INDONESIA (POGI)

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Ta’ala, Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat dan hidayah-Nya, Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan KB dapat diterbitkan. Pelayanan Kontrasepsi dan KB menjadi sangat esensial karena menjadi bagian dari kesehatan reproduksi dan upaya-upaya pemenuhan hak-hak reproduksi perempuan. Dimana keluarga berencana merupakan pilar utama dari Safe Motherhood, oleh karena itu Keluarga Berencana bersama kesehatan reproduksi tetap menjadi parameter dalam sustainable Development Goals (SDG’S) WHO dan salah satu poin penting untuk mencapai hal tersebut yaitu dipelukan peningkatan kualitas pelayanan kontrasepsi dan KB. Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan KB merupakan salah satu langkah untuk mewujudkan pelayanan KB sesuai standar sehingga dapat membantu masyarakat mendapatkan layanan KB dan kesehatan Reproduksi yang mereka butuhkan. Untuk mewujudkan hal tersebut fasilitas kesehatan saat ini harus dilengkapi dengan tenaga yang berkompeten, sarana dan prasarana penunjang yang memadai. Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Kementerian Kesehatan, BKKBN, Pokja KB dan Kespro POGI dan pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan pedoman ini. Semoga Allah ta’ala selalu memberkahi kita semua.

Jakarta, 21 Januari 2021 Ketua Umum Pengurus Pusat POGI

dr. Ari Kusuma Januarto, SpOG (K)

iv

KATA SAMBUTAN KETUA UMUM PENGURUS BESAR IKATAN BIDAN INDONESIA (IBI) Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menyambut baik dan memberikan apresiasi serta penghargaan kepada Kementerian Kesehatan yang telah menyelesaikan penyusunan Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan Keluarga Berencana (KB). Saya berharap pedoman ini dapat memberikan acuan bagi petugas kesehatan dan pengelola program dalam melakukan pengembangan dan pelaksanaan pelayanan KB, yang dapat memberikan peningkatan pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan (skill) dalam memberikan pelayanan kontrasepsi yang berkualitas bagi masyarakat. Pedoman ini memberikan panduan dalam aspek klinis maupun manajemen yang akan sangat berguna bagi Bidan dalam memberikan pelayanan KB sesuai kewenangan yang telah diatur dalam Pasal 46 undang-undang No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan dimana disebutkan bahwa tugas dan wewenang Bidan adalah sebagai pemberi pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. Hal ini juga dipertegas dengan Kepmenkes no. 320 Tahun 2020 Tentang Standar Profesi Bidan, khususnya kompetensi Pemasangan IUD/Implant di Level 4 Bagi Bidan Lulusan Profesi dan Level 3 bagi Ahli Madya Kebidanan. Ikatan Bidan Indonesia berharap Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan Keluarga Berencana ini, dapat memenuhi kebutuhan penjaminan akses dan kualitas penyelenggaraan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR), khususnya bagi Bidan dalam memberikan pelayanan yang holistik, komprehensif, dan berkesinambungan diberbagai tingkat fasilitas pelayanan kesehatan baik di Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama (FKTP) maupun Lanjutan (FKTRL) dan Praktik Mandiri Bidan. Semoga dengan terbitnya Pedoman ini dapat membantu dalam optimalisasi mutu pelayanan, penguatan penyediaan dan sarana penunjang pelayanan KB, serta pengelolaan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi serta penguatan sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan KB di fasilitas kesehatan yang pada akhirnya dapat meningkatkn derajat kesehatan masyarakat serta menurunkan AKI dan AKB, Stunting, serta menyiapkan generasi unggul menuju Indonesia Maju. Jakarta, Februari 2021 Ketua Umum Pengurus Besar IBI

Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes

v

vi

KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala Rahmat dan RidhoNya, Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan Keluarga Berencana dapat diselesaikan. Buku ini disusun untuk memberikan panduan yang update bagi petugas kesehatan. Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan Keluarga Berencana ditujukan bagi tenaga kesehatan dan pengelola program KB. Buku ini hadir agar menjadi acuan dalam memberikan pelayanan kontrasepsi serta pengembangan program KB yang berkelanjutan. Buku pedoman ini menjelaskan tentang kebijakan pelayanan KB, metode kontrasepsi, prosedur klinis pelayanan KB dan manajemen pelayanan KB. Pedoman ini disusun bersama-sama dengan BKKBN, organisasi profesi (PP POGI, PP IBI) dan lintas program terkait. Terima kasih kepada semua pihak yang berkontribusi dalam penyusunan Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan Keluarga Berencana ini, khususnya kepada mintra pembangunan UNFPA yang telah mendukung pelaksanaan penyusunan pedoman ini. Saran dan masukan dalam upaya penyempurnaan buku pedoman ini terus kami harapkan. Semoga buku pedoman ini dapat bermanfaat dan diterima dengan baik oleh sejawat tenaga kesehatan dan pengelola program KB.

Jakarta, November 2020 Direktur Kesehatan Keluarga,

dr. Erna Mulati, M.Sc, CMFM

vii

viii

DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN................................................................................... i KATA PENGANTAR ..............................................................................vii DAFTAR ISI .............................................................................................ix DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN .....................................................xi BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1

LATAR BELAKANG ........................................................................................ 1

1.2

TUJUAN ........................................................................................................... 4 1.2.1

UMUM ............................................................................................. 4

1.2.2

KHUSUS............................................................................................ 4

1.3

SASARAN ........................................................................................................ 5

1.4

RUANG LINGKUP .......................................................................................... 5

1.5

DASAR HUKUM.............................................................................................. 5

BAB II KEBIJAKAN PELAYANAN KB .................................................... 9 2.1.

PENTINGNYA PERENCANAAN KEHAMILAN .......................................... 9

2.2.

KEBIJAKAN PELAYANAN KB....................................................................... 9

2.3.

PERMASALAHAN PELAYANAN KB ......................................................... 13

2.4.

PERAN TENAGA KESEHATAN DALAM PELAYANAN KB .................... 16

2.5.

STANDARISASI PELAYANAN KONTRASEPSI .......................................... 18

BAB III METODE KONTRASEPSI .............................................................. 21 3.1.

PENGKLASIFIKASIAN METODE KONTRASEPSI ...................................... 21

3.2.

EFEKTIVITAS KONTRASEPSI ........................................................................ 22

3.3.

JENIS METODE KONTRASEPSI .................................................................. 23 3.3.1. ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) ....................... 23 3.3.2. KONTRASEPSI IMPLAN............................................................... 33 3.3.3. KONTRASEPSI SUNTIK ................................................................. 38 3.3.4. KONTRASEPSI PIL ........................................................................ 49 3.3.5. KONDOM ..................................................................................... 61 3.3.6. TUBEKTOMI ................................................................................... 63 3.3.7. VASEKTOMI .................................................................................. 65 3.3.8. METODE AMENORE LAKTASI (MAL) ...................................... 67 3.3.9. METODE SADAR MASA SUBUR ............................................... 68 3.3.10. SANGGAMA TERPUTUS ............................................................ 72

ix

BAB IV PROSEDUR KLINIS PELAYANAN KB ...................................... 73 4.1

4.2

ALGORITMA PELAYANAN KB .................................................................. 73 4.1.1

ALGORITMA PELAYANAN KB DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA .................................................................... 73

4.1.2

ALGORITMA UNTUK METODE KONTRASEPSI HORMONAL74

4.1.3

ALGORITMA UNTUK AKDR .................................................... 75

PELAKSANAAN PROSEDUR PELAYANAN ............................................. 77 4.2.1

PRA PELAYANAN ....................................................................... 77

4.2.2

PELAYANAN KONTRASEPSI...................................................... 90

4.2.3

PASCA PELAYANAN KONTRASEPSI ..................................... 196

4.2.4

PELAYANAN KONTRASEPSI PADA KONDISI KHUSUS ....... 220

BAB V MANAJEMEN PELAYANAN KB .............................................237 5.1

5.2

5.3

PERENCANAAN ........................................................................................ 237 5.1.1

PENENTUAN SASARAN ........................................................... 237

5.1.2

SUMBER DAYA MANUSIA ....................................................... 238

5.1.3

SARANA DAN PRASARANA .................................................. 238

5.1.4

ALAT DAN OBAT KONTRASEPSI ............................................ 239

5.1.5

JARINGAN PELAYANAN ........................................................ 245

5.1.6

PEMBIAYAAN ............................................................................ 246

PELAKSANAAN.......................................................................................... 247 5.2.1

PENCEGAHAN INFEKSI ........................................................... 247

5.2.2

KLASIFIKASI FASILITAS PELAYANAN ..................................... 250

5.2.3

SISTEM RUJUKAN ...................................................................... 252

PEMANTAUAN DAN EVALUASI ............................................................. 255 5.3.1

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB ....................................... 255

5.3.2

PENCATATAN DAN PELAPORAN ......................................... 256

5.3.3

INDIKATOR KEBERHASILAN PROGRAM .............................. 258

BAB VI PENUTUP .................................................................................261 LAMPIRAN ANATOMI RAHIM ...........................................................263 DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................265

x

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN A.

DAFTAR ISTILAH 1.

2.

3. 4.

5.

6. 7.

8. 9. 10. 11. 12.

13.

14.

15. 16.

Angka Kelahiran Total (Total Fertility Rate): Rata-rata banyaknya anak yang dilahirkan hidup oleh seorang perempuan selama masa reproduksinya. Contraceptive Prevalence Rate: Persentase cakupan peserta KB aktif dibandingkan dengan jumlah PUS di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Efek Samping Kontrasepsi: efek yang tidak diinginkan yang dapat terjadi akibat penggunaan alat kontrasepsi Fasilitas Pelayanan Kesehatan: suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama: adalah fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan komprehensif non spesialistik berupa pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan: adalah Fasilitas Kesehatan pelayanan komprehensif spesialistik atau sub spesialistik. Informed consent: Persetujuan tertulis tentang tindakan medis yang diberikan kepada klien atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap klien tersebut. KB Pasca Persalinan (KBPP): penggunaan suatu metode kontrasepsi sesudah melahirkan sampai 6 minggu/42 hari melahirkan. Kegagalan KB: Kasus terjadinya kehamilan pada akseptor KB aktif, yang pada saat tersebut menggunakan metode kontrasepsi. Komplikasi Kontrasepsi: Gangguan kesehatan ringan sampai berat bagi klien yang terjadi akibat penggunaan metode kontrasepsi. Pasangan Usia Subur (PUS): pasangan yang istrinya berumur antara 15-49 tahun. Peserta KB Aktif : Akseptor yang pada saat ini sedang memakai alat atau obat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau yang mengakhiri kesuburan, dan masih terlindungi oleh kontrasepsi. Peserta KB Baru: peserta yang baru pertama kali menggunakan metode kontrasepsi termasuk mereka yang pasca keguguran dan sesudah melahirkan, Unmet Need : Pasangan usia subur yang tidak ingin punya anak lagi atau yang ingin menjarangkan kelahiran, tetapi tidak menggunakan kontrasepsi. Vasektomi : Metode Sterilisasi Pria Tubektomi: Metode Sterilisasi Perempuan

xi

B.

DAFTAR SINGKATAN ABPK-KB AIDS AKI AKB AKDR Alokon BKKBN BPJS BPM CBR CPR CTU DO FKTP FKRTL HIV ICPD IBI IDI IGD IMS JKN KIE KSK KPK KSP KPP MAL MDGs MKJP MUPEN MOP MOW Nakes PKBI PKMI PLKB POGI PSA PUS RPJMN SDKI SKN TFR UNFPA VTP

xii

: Alat Bantu Pengambilan Keputusan Ber-KB : Acquired Immuno Deficiency Syndromes : Angka Kematian Ibu : Angka Kematian Bayi : Alat Kontrasepsi Dalam Rahim : Alat dan Obat Kontrasepsi : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional : Badan Penyelengggara Jaminan Sosial : Bidan Praktek Mandiri : Crude Birth Rate : Contraceptive Prevalence Rate : Contraceptive Technology Update : Drop-out : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama : Fasilitas kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan : Human Immunodeficiency Virus : International Conference on Population and Development : Ikatan Bidan Indonesia : Ikatan Dokter Indonesia : Instalasi Gawat Darurat : Infeksi Menular Seksual : Jaminan Kesehatan Nasional : Komunikasi Informasi Edukasi : Kontrasepsi Suntik Kombinasi : Kontrasepsi Pil Kombinasi : Kontrasepsi Suntik Progestin : Kontrasepsi Pil Progestin : Metode Amenore Laktasi : Millenium Development Goals : Metode Kontrasepsi Jangka Panjang : Mobil Unit Penerangan : Metode Operasi Pria : Metode Operasi Wanita : Tenaga Kesehatan : Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia : Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia : Petugas Lapangan Keluarga Berencana : Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia : Public Service Announcement : Pasangan Usia Subur : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional : Survei Demografi Kesehatan Indonesia : Sistem Kesehatan Nasional : Total Fertility Rate : The United Nations Fund for Population Activities : Vasektomi Tanpa Pisau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih menjadi permasalahan utama bidang kesehatan serta masih jauh dari target global SDGs. Dari hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 menyebutkan AKI 305/100.000 Kelahiran Hidup (KH), dan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024 untuk AKI sebesar 183/100.000 Kelahiran Hidup. Angka Kematian Neonatal (AKN) masih tinggi di Indonesia. Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 menyebutkan AKN adalah 15/1.000 KH dengan target 2024 adalah 10 per 1.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (AKB) 24/1.000 KH dengan target 2024 adalah 16/1.000 KH. Sedangkan target 2030 secara global untuk AKI adalah 70/100.000 KH, AKB mencapai 12/1.000 KH dan AKN 7/1.000 KH. Salah satu pendekatan yang banyak digunakan adalah pendekatan Safe motherhood, dimana terdapat empat pilar dalam menurunkan angka kematian ibu, yaitu keluarga berencana, pemeriksaan kehamilan sesuai standar, persalinan bersih dan aman, serta PONED dan PONEK. Pelayanan kontrasepsi atau keluarga berencana merupakan merupakan intervensi strategis dalam menurunkan AKI dan AKB. Penggunaan kontrasepsi bertujuan untuk memenuhi hak reproduksi setiap orang, membantu merencanakan kapan dan berapa jumlah anak yang diinginkan, dan mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Penggunaan alat kontrasepsi secara tepat juga dapat mengurangi risiko kematian ibu dan bayi, oleh karena itu pemenuhan akan akses dan kualitas program Keluarga Berencana (KB) sudah seharusnya menjadi prioritas dalam pelayanan Kesehatan. Dalam rangka meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB sesuai rekomendasi International Conference on Population and Development (ICPD) tahun 1994, upaya penguatan manajemen pelayanan KB menjadi salah satu upaya yang sangat penting. Hal ini juga selaras dengan amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam memberikan pelayanan KB yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat

1

Saat ini pencapaian indikator KB belum sepenuhnya menunjukkan keberhasilan, berdasarkan SDKI 2017 capaian kesertaan ber KB untuk seluruh metode KB yaitu sebesar 63,6% dengan peserta KB cara modern sebesar 57,2% menurun dari hasil SDKI 2012 yaitu sebesar 57,9%, meskipun capaian metode KB Jangka Panjang (MKJP) mengalami peningkatan dari 18,2% (SDKI 2012) menjadi 23,3% (SDKI 2017). Penggunaan metode KB justru meningkat pada penggunaan KB metode tradisional (dari 4% pada SDKI 2012 menjadi 6% pada SDKI 2017. Peningkatan kualitas pelayanan KB di Indonesia diarahkan untuk menjaga kelangsungan pemakaian alat atau metode KB, dimana salah satu indikator untuk mengukurnya adalah tingkat putus pakai. SDKI 2017 menunjukkan sebagian besar peserta KB menghentikan penggunaan metode KB nya karena efek samping/masalah kesehatan (33,2%), hal ini dapat disebabkan antara lain karena kualitas konseling yang belum optimal atau bahkan tidak dilakukan oleh petugas Kesehatan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, ditetapkan bahwa Pemerintah Pusat berwenang untuk menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan. Pada pembagian urusan pemerintahan bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana, salah satu sub urusan yang menjadi tugas pemerintah pusat adalah menyusun standarisasi pelayananan keluarga berencana, oleh karena itu penting untuk menyediakan satu pedoman yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pelayanan kontrasepsi dan Keluarga Berencana. Dalam penyusunan pedoman khususnya pada pelayanan kontrsepsi, pemerintah mengacu pada hasil adopsi dan adaptasi dari empat buku Pedoman KB (four cornerstones of family planning guidance) yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). Keempat buku ini disusun melalui proses yang dimulai dari kajian sistematik dan penilaian bukti penelitian kualitas tinggi. Bukubuku tersebut telah diperbarui sesuai dengan bukti baru yang muncul, dan konsensus yang dicapai oleh para ahli internasional di bidang KB. Keempat buku WHO tersebut diperuntukkan sebagai acuan dan alat bantu bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan KB berkualitas, mengembangkan dan menerapkan pedoman perencanaan keluarga untuk program KB nasional.

2

Dalam pertemuan regional anggota WHO SEARO (Regional Meeting to strengthen capacity in new WHO family planning guidelines: Towards universal reproductive health coverage in the SDGs era) tanggal 17-19 April 2017 di New Delhi telah disepakati oleh seluruh anggota untuk mengadopsi buku-buku pedoman KB WHO tersebut. Keempat buku tersebut telah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia meliputi, Kriteria Kelayakan Medis untuk Penggunaan Kontrasepsi (Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use) Edisi ke 5 tahun 2015, Rekomendasi Praktek Terpilih untuk Penggunaan Kontrasepsi (Selected Practice Recommendations for Contraceptive Use) Edisi Ketiga 2016, Buku Pegangan Global untuk Penyedia Keluarga Berencana (The Global Handbook for Family Planning Providers) Edisi 2018 dan Alat Bantu Pengambilan Keputusan untuk Klien dan Penyedia Keluarga Berencana (Decision-making Tool for Family Planning Clients and Providers) Buku pertama, kriteria kelayakan medis untuk penggunaan kontrasepsi memberikan informasi dan panduan menyeluruh tentang keamanan berbagai metode kontrasepsi untuk digunakan dalam konteks kondisi dan karakteristik kesehatan tertentu. Buku kedua, Rekomendasi Praktik Terpilih pada Penggunaan Kontrasepsi, memberikan panduan bagaimana menggunakan metode kontrasepsi dengan aman dan efektif ketika mereka dianggap layak secara medis. Buku ketiga Pegangan Global untuk Penyedia Keluarga Berencana, menawarkan informasi teknis untuk membantu penyedia layanan kesehatan dalam memberikan metode Keluarga Berencana yang sesuai dan efektif. Informasi tersebut menggabungkan dan mencerminkan Kriteria Kelayakan Medis untuk Penggunaan Kontrasepsi dan Rekomendasi Praktek Terpilih untuk Penggunaan Kontrasepsi Buku ini menyediakan panduan spesifik dan praktis pada 21 metode Keluarga Berencana. Buku itu juga mencakup isu Kesehatan yang mungkin timbul pada konteks layanan Keluarga Berencana. Buku ke empat Alat Bantu Pengambilan Keputusan untuk Klien dan Penyedia Keluarga Berencana berupa lembar balik, menggabungkan pedoman WHO ke dalam suatu alat yang membantu para penyedia Keluarga Berencana dan klien untuk mendiskusikan pilihan Keluarga Berencana dan membantu klien membuat keputusan. Alat lembar balik ini mengarahkan para penyedia dan klien melalui proses yang terstruktur yang memfasilitasi pemilihan dan penggunaan metode Keluarga Berencana. Alat tersebut juga membantu memandu kunjungan ulang para klien Keluarga Berencana. Buku Kriteria Kelayakan Medis untuk Penggunaan Kontrasepsi dan buku Rekomendasi Praktek Terpilih untuk Penggunaan Kontrasepsi ditujukan

3

untuk pembuat kebijakan dan manajer program dan diperlakukan sebagai referensi penting untuk membuat pedoman nasional. Dua buku lainnya Buku Pegangan Global untuk Penyedia Keluarga Berencana dan Buku Alat Bantu Pengambilan Keputusan untuk Klien dan Penyedia Keluarga Berencana ditujukan untuk penyedia layanan keluarga berencana garis depan di berbagai tingkat, yang mencakup banyak informasi teknis penting untuk membantu penyedia meningkatkan kemampuan mereka dalam pemberian layanan dan konseling. Saat ini pelaksanaan pelayan KB masih mengacu pada Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi yang diterbitkan pada tahun 2003 oleh Perkumpulkan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) dan telah beberapa kali dicetak ulang oleh BKKBN. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini perlu dilaksanakan pembaharuan dan pengkinian standar pelayanan KB, sehingga dapat meningkatkan kualitas dalam pemberian pelayanan kontrasepsi. Oleh karena itu Kementerian Kesehatan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama dengan Organisasi Profesi menerbitkan buku Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan Keluarga Berencana (KB) sebagai acuan bagi pengelola program dan penyedia layanan keluarga Berencana. 1.2 TUJUAN 1.2.1 UMUM Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB sebagai upaya mendukung percepatan penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. 1.2.2 KHUSUS 1. Meningkatkan kemampuan pengelola program KB dalam manajemen pelayanan kontrasepsi dan KB. 2. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan KB yang berkualitas berdasarkan rekomendasi berbasis bukti. 3. Meningkatkan kesertaan ber KB dan menurunkan putus pakai penggunaan kontrasepsi

4

1.3 SASARAN Pengelola program ditingkat Pemerintah Kabupaten/Kota serta penyedia layanan KB.

Pusat,

Provinsi

dan

1.4 RUANG LINGKUP Ruang lingkup penyusunan Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan Keluarga Berencana meliputi kebijakan pelayanan KB, manajemen pelayanan KB dan metode kontrasepsi. 1.5 DASAR HUKUM 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

14.

Undang-undang RepubIik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Undang-undang RepubIik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Undang-undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang RepubIik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Undang-undang RepubIik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2014 tentang Sistim Infomasi Kesehatan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024

5

15. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional. 16. Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan 17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran 18. Peraturan Menteri Kesehatan 1464/PER/X/ 2010 tentang Ijin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan 19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case Base Groups (INA CBGs) 20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional 21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Permenkes Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional. 22. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan 23. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan 24. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 tahun 2016 tentang Kefarmasian 25. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. 26. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 26 Tahun 2019 Tentang peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan. 27. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perijinan RS. 28. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 29. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 21 Tahun 2011, Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Sebelum Hamil, Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan, Pelayanan Kontrasepsi, dan pelayanan kesehatan Seksual 30. Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor: 316/PER/G4/2015 tentang Panduan Tata Cara Pengelolaan Data Rutin Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga.

6

31. Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor: 481/PER/G4/2016 tentang Sistem Informasi Keluarga. 32. Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat dan Obat Kontrasepsi Bagi Pasangan Usia Subur dalam Pelayanan Keluarga Berencana. 33. Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Tahun 2020 2024 34. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/514 Tahun 2015 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. 35. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 320 Tahun 2020 tentang Standar Profesi Bidan 36. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 425 Tahun 2020 tentang Standar Profesi Perawat 37. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia

7

8

BAB II KEBIJAKAN PELAYANAN KB 2.1.

PENTINGNYA PERENCANAAN KEHAMILAN

Merencanakan kehamilan penting untuk dilakukan karena kehamilan bukanlah suatu hal yang mudah untuk dijalani setiap pasangan suami istri. Banyak yang harus dipersiapkan sebelum kehamilan baik itu secara mental, fisik dan finansial. Kehamilan yang tidak direncanakan dengan baik dapat memberi dampak buruk bagi ibu dan bayinya. Dalam mempersiapkan kehamilan harus mempertimbangkan risiko dan manfaat kesehatan bersama dengan keadaan lain seperti usia, kesuburan, akses ke layanan kesehatan, dukungan pengasuhan anak, keadaan sosial dan ekonomi, dan preferensi pribadi dalam membuat pilihan untuk waktu kehamilan berikutnya. Hal ini penting agar terhindar dari komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan. Selain itu jarak antar kelahiran perlu diatur demi kesehatan dan kesejahteraan ibu maupun bayi Rekomendasi WHO tahun 2005, jarak yang yang dianjurkan untuk kehamilan berikutnya adalah minimal 24 bulan. Dasar dari rekomendasinya adalah bahwa menunggu selama 24 bulan setelah kelahiran hidup akan membantu mengurangi risiko yang merugikan bagi ibu, perinatal dan bayi. Selain itu, interval yang direkomendasikan ini dianggap konsisten dengan rekomendasi WHO / UNICEF untuk menyusui setidaknya selama dua tahun, dan juga dianggap mudah digunakan dalam program: "dua tahun". WHO juga merekomendasikan untuk kehamilan berikutnya setelah keguguran adalah minimal enam bulan untuk mengurangi risiko yang merugikan pada ibu dan perinatal. 2.2.

KEBIJAKAN PELAYANAN KB

Menurut WHO (World Health Organization) expert Committee 1970 Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga Keluarga Berencana dalam Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan,

9

mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Pengaturan kehamilan adalah upaya untuk membantu pasangan suami istri untuk melahirkan pada usia yang ideal, memiliki jumlah anak, dan mengatur jarak kelahiran anak yang ideal dengan menggunakan cara, alat, dan obat kontrasepsi. Kebijakan keluarga berencana dilaksanakan untuk membantu calon atau pasangan suami istri dalam mengambil keputusan dan mewujudkan hak reproduksi secara bertanggung jawab tentang: (1) Usia ideal perkawinan; (2) Usia ideal untuk melahirkan; (3) Jumlah ideal anak; (4) Jarak ideal kelahiran anak; dan (5) Penyuluhan kesehatan reproduksi. Selanjutnya tujuan kebijakan keluarga berencana berdasarkan Undang Undang Nomor 52 tahun 2009, meliputi: 1. 2. 3. 4. 5.

Mengatur kehamilan yang diinginkan; Menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak; Meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi; Meningkatkan partisipasi dan kesertaan laki-laki dalam praktek keluarga berencana; Mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan.

Sehubungan dengan hal direkomendasikan antara lain:

tersebut,

tujuan

reproduksi

yang

1.

Menunda kehamilan pada pasangan muda, ibu yang belum berusia 20 (dua puluh) tahun, atau klien yang memiliki masalah kesehatan;

2.

Mengatur jarak kehamilan pada klien yang berusia antara 20 (dua puluh) sampai 35 (tiga puluh lima) tahun; atau Pada klien yang berusia lebih dari 35 (tiga puluh lima) tahun diharapkan tidak hamil lagi. Mengatur jumlah anak yaitu klien yang telah menikah anak > 2, diharapkan tidak hamil lagi

3. 4.

10

Upaya lain yang juga dilaksanakan dalam peningkatan pelayanan KB yaitu melalui penguatan pemberdayaan masyarakat. Dalam peraturan menteri kesehatan tetang Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan. Bahwa salah satu kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah kesehatan ibu bayi dan balita, dimana pelayanan KB termasuk di dalamnya dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif serta menguatkan peran tenaga pendamping dan kader. Salah satu kebijakan dan strategi pembangunan nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 20202024, antara lain melalui Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak, Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi, mencakup: perluasan akses dan kualitas pelayanan KB serta kesehatan reproduksi (kespro) sesuai karakteristik wilayah yang didukung oleh optimalisasi peran sektor swasta dan pemerintah melalui advokasi, komunikasi, informasi, edukasi (KIE) Program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK/Bangga Kencana) dan konseling KB dan Kespro; peningkatan kompetensi Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), tenaga lini lapangan, dan tenaga kesehatan dalam pelayanan KB; penguatan fasilitas pelayanan kesehatan, jaringan dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan serta upaya kesehatan bersumber daya masyarakat; dan peningkatan KB pasca persalinan. Selanjutnya Kementerian Kesehatan telah menjabarkannya dalam Rencana Strategi (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2020-2024, dengan menetapkan penurunan angka kematian ibu sebagai major project, yang harus digarap dengan langkah-langkah strategis, efektif dan efisien. Salah satu Indikator pencapaian sasaran kegiatan tersebut untuk meningkatnya akses dan kualitas upaya kesehatan keluarga adalah Jumlah kabupaten/kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan usia reproduksi yaitu Kabupaten/Kota yang mempunyai minimal 50% puskesmas memberikan pelayanan kesehatan reproduksi calon pengantin (kespro catin), dan; seluruh Puskesmas mampu dan memberikan pelayanan KB Pasca Persalinan. Targetnya pada sebanyak 514 kabupaten/kota pada tahun 2024.

11

Selain itu salah satu sasaran kebijakan yang tertuang dalam dokumen rencana strategis BKKBN 2020-2024 yaitu meningkatnya kesertaan keluarga dalam Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Indikator yang digunakan untuk mencapai sasaran tersebut diantaranya adalah: 1.

2. 3. 4.

meningkatkan persentase angka prevalensi kontrasepsi modern (Modern Contraceptive Prevelance Rate/mcpr) dengan target 63,41 persen pada tahun 2024 menurunkan persentase kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (Unmet need) dengan target 7, 40 persen pada tahun 2024 meningkatkan Persentase Peserta KB Aktif (PA) Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) dengan target 28, 9 persen pada tahun 2024 menurunkan Angka Kelahiran Remaja Umur 15-19 tahun/Age Specific Fertility Rate (ASFR) 15-19 tahun dengan target 18 kelahiran per 1000 WUS usia 15-19 tahun pada tahun 2024

Untuk mencapai tujuan tersebut sangat diperlukan adanya koordinasi dan sinkronisasi, mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah dalam upaya untuk peningkatan akses dan kualitas pelayanan keluarga berencana. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan kontrasepsi dengan cara: 1. Menyediakan metode kontrasepsi sesuai dengan pilihan pasangan suami istri dengan mempertimbangkan usia, paritas, jumlah anak, kondisi kesehatan, dan norma agama; 2. Menyeimbangkan kebutuhan laki-laki dan perempuan; 3. Menyediakan informasi yang lengkap, akurat, dan mudah diperoleh tentang efek samping, komplikasi, dan kegagalan kontrasepsi, termasuk manfaatnya dalam pencegahan penyebaran virus penyebab penyakit penurunan daya tahan tubuh dan infeksi menular karena hubungan seksual; 4. Meningkatkan keamanan, keterjangkauan, jaminan kerahasiaan, serta ketersediaan alat, obat dan cara kontrasepsi yang bermutu tinggi; 5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia petugas keluarga berencana; 6. menyediakan pelayanan ulang dan penanganan efek samping dan komplikasi pemakaian alat kontrasepsi; 7. Menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi esensial di tingkat primer dan komprehensif pada tingkat rujukan; 8. Melakukan promosi pentingnya air susu ibu serta menyusui secara ekslusif

12

untuk mencegah kehamilan 6 (enam) bulan pasca kelahiran, meningkatkan derajat kesehatan ibu, bayi dan anak 9. Melalui pemberian informasi tentang pencegahan terjadinya ketidakmampuan pasangan untuk mempunyai anak setelah 12 (dua belas) bulan tanpa menggunakan alat pengaturan kehamilan bagi pasangan suami isteri. Program Keluarga Berencana dikelola oleh dua lembaga, yaitu BKKBN dari segi permintaan (Demand Side) dan Kementerian Kesehatan dari segi penyediaan pelayanan (Supply Side). Kegiatan utama di demand side yaitu penggerakan masyarakat, yang dilakukan antara lain melalui promosi KB, serta pemberian informasi dan motivasi kepada masyarakat. Kementerian Kesehatan di supply side menyediakan kesiapan fasyankes, tenaga kesehatan, jaminan kesehatan, maupun obat dan alkes kecuali alat dan obat kontrasepsi (alokon) yang disediakan oleh BKKBN. Selain melakukan pemasangan alokon dan penanganan efek samping, komplikasi dan kegagalan, tenaga kesehatan juga dapat melaksanakan penggerakan melalui konseling KB menggunakan alat bantu pengambilan keputusan (ABPK) dan penapisan kondisi kesehatan klien menggunakan Roda KLOP (Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam Penggunaan Kontrasepsi). Tentunya sangat penting untuk memastikan kedua Lembaga/institusi dapat bekerjasama dan berkolaborasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan program-program yang ada, sehingga berdampak pada keberhasilan program keluarga berencana. 2.3.

PERMASALAHAN PELAYANAN KB

Dalam pelaksanaan kebijakan pelayanan KB masih belum dilakukan dengan optimal, hal ini terlihat dari masih ditemukannya beberapa permasalahan dalam pelayanan KB antara lain : 1.

Angka Kelahiran Total / Total Fertility Rate (Rata-rata banyaknya anak yang dilahirkan hidup oleh seorang perempuan selama masa reproduksinya) masih tinggi. TFR saat ini berada di 2,4 (SDKI 2017) dan 2,45 (SKAP 2019) masih jauh dari target tahun 2024 yaitu sebesar 2,1%.

13

2.

Age Specific Fertility Rate (ASFR) perempuan usia 15-19 tahun masih tinggi, dimana hanya mengalami penurunan dari 48 (2012) menjadi 36 (2017) sementara target yang harus dicapai pada tahun 2024 adalah 14, sehingga masih perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan kehamilan di usia dini mengingat 4T merupakan salah satu risiko terjadinya kematian ibu.

3.

Pasangan usia subur yang tidak ingin punya anak lagi atau yang ingin menjarangkan kelahiran, tetapi tidak menggunakan kontrasepsi (Unmet Need) masih tinggi. Dari data tren penurunannya justru stagnan di angka 11% dalam 10 tahun terakhir. Sementara target sebesar 7,4% pada tahun 2024.

4.

Pencapaian persentase cakupan peserta KB aktif dibandingkan dengan jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu (Contraceptive Prevalence Rate /CPR) belum sesuai harapan.

5.

Selain itu cakupan Modern Contraceptive Prevalence Rate (mCPR) juga mengalami penurunan. Berdasarkan data SDKI 2017 masih sebesar 57,2, dan pada tahun 2019 menurun berdasarkan data Susenas 2019 yaitu sebesat 54,55%, sementara target tahun 2024 adalah 63,4%

6.

Kesertaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) rendah. Prevalensi Pemakaian MKJP menurut data baseline SDKI tahun 2012, sebesar 18,3%. Jika dilihat dari hasil Survey capaian tahun 2016 sudah meningkat menjadi 21,6% dan menurun pada tahun 2019 menjadi 21,39 (Susenas). Sementara target RPJMN tahun 2024 sebesar 28,39 %.

7.

Tingkat kelangsungan pemakaian kontrasepsi menurun yang ditunjukkan dengan peningkatan dari 21 pada SDKI tahun 2002 meningkat menjadi 26 (tahun 2007), 27 (tahun 2012) dan 29 (tahun 2017). Sementara target RPJMN adalah 20 pada tahun 2024.

8.

Berdasarkan Method Information Index (MII) Indonesia (Laporan Family Planning 2020 (FP2020) tahun 2015-2017 persentase kualitas konseling KB adalah sebesar 30,4%. Dimana Indeks yang digunakan untuk mengukur kualitas konseling KB yang diterima klien, yang meliputi: Informasi tentang metode lain ber-KB di luar yang diketahui/dikehendaki klien (57,6%); Informasi tentang efek samping kontrasepsi (49,2), dan Informasi tentang hal yang perlu dilakukan jika mengalami efek samping kontrasepsi (36,8). Terlihat bahwa konseling belum dilakukan dengan optimal. Sehingga perlu dilakukan upaya untuk penguatan pelaksanaan konseling ini, termasuk teknis pelaksanaannya yang dapat lebih mudah dilaksanakan oleh petugas

14

Kesehatan. 9.

Kualitas pelayanan KB masih belum optimal termasuk peran dokter umum dalam pelayanan kontrasepsi masih rendah

10. Belum optimalnya pelaksanaan Pelayanan KB dalam era JKN. Karena masih ditemukan permasalahan terkait pembiayaan, khususnya terkait jasa pelayanan. Ada beberapa hal yang belum jelas sehingga pelayanan tersebut tidak masuk dalam pembiayaan JKN, tetapi tidak dapat juga dibiayai oleh program, sehingga pelaksanaan pelayanan tidak dapat dilakukan dengan optimal. a.

Antara lain terkait pelayanan tubektomi interval yang tidak dapat dilakukan di Rumah Sakit, karena yang dapat dibiayai hanya yang mempunyai indikasi medis.

11. Berdasarkan data SDKI 2017, Pemakaiaan alat/cara KB Modern diantara perempuan kawin lebih tinggi pada yang tinggal di perdesaan (59%) dibandingkan yang tinggal diperkotaan (55%), dan pemakaiaan alat/cara KB modern diantara perempuan kawin tertinggi pada perempuan yang tamat SD (64%). Angka ini terus menurun sejalan dengan meningkatnya pendidikan. 12. Berdasarkan data SDKI 2017, Meskipun hanya sedikit disparitas berdasarkan kuintil kekayaan dan tempat tinggal, terdapat disparitas berdasarkan pendidikan, yaitu penggunaan kontrasepsi di antara perempuan yang tidak berpendidikan hampir 2 kali lebih rendah dibandingkan dengan yang mengenyam pendidikan dasar yang prevalensinya paling tinggi. 13. Berdasarkan data SDKI 2017, Ada juga disparitas yang cukup besar menurut provinsi, dengan prevalensi kontrasepsi di Papua dan Papua Barat paling rendah (35%) dibandingkan dengan provinsi dengan prevalensi tertinggi di Kalimantan Tengah (69%). 14. Masih adanya kepercayaan masyarakat atau mitos terkait KB seperti KB dilarang agama, banyak anak banyak rezeki dan juga informasi lain yang salah di masyarakat 15. Belum optimalnya koordinasi lintas sektor dalam hal pelayanan KB Dari data ini terlihat belum optimalnya cakupan program keluarga berencana. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan upaya yang lebih intensif lagi untuk mengatasi permasalahan yang ada sehingga dapat mencapai target-target program yang diharapkan.

15

2.4.

PERAN TENAGA KESEHATAN DALAM PELAYANAN KB

Tenaga Kesehatan yang berperan dalam pemberian pelayanan KB diantaranya adalah dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter spesialis urologi, dokter spesialis bedah umum, dokter umum, bidan dan perawat. Dalam praktiknya, kompetensi dan kewenangan masing-masing tenaga kesehatan tersebut dalam pelayanan Keluarga Berencana diatur oleh pemerintah melalui beberapa peraturan. Menurut penjelasan Undang Undang Tenaga Kesehatan Pasal 62 ayat (1) huruf c, yang dimaksud dengan "kewenangan berdasarkan kompetensi" adalah kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan secara mandiri sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensinya. Tenaga kesehatan yang diperlukan termasuk kewenangan dan kompetensi untuk pelayanan kontrasepsi dapat dilihat pada tabel berikut:

16

17

Kompetensi tenaga kesehatan dalam pemberian pelayanan kontrasepsi mengacu pada standar kompetensi yang dikeluarkan oleh masing-masing kolegium profesi. Sedangkan kewenangan merujuk pada regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Sehingga kompetensi tenaga kesehatan akan dibatasi oleh kewenangan yang melekat padanya. Untuk meningkatkan kualitas pemberian konseling maka tenaga kesehatan sebaiknya mendapatkan pelatihan Komunikasi Inter Personal (KIP)/konseling menggunakan (ABPK) ber KB. 2.5.

STANDARISASI PELAYANAN KONTRASEPSI

Langkah-langkah dalam pelayanan kontrasepsi dilakukan meliputi : A.

Pra Pelayanan: 1. Komunikasi, Informasi dan Edukasi

 Pelayanan KIE dilakukan di lapangan oleh tenaga penyuluh KB/PLKB dan kader serta tenaga kesehatan. Pelayanan KIE dapat dilakukan secara berkelompok ataupun perorangan.

 Tujuan untuk memberikan pengetahuan, mengubah sikap dan perilaku terhadap perencanaan keluarga baik untuk menunda, menjarangkan/membatasi kelahiran melalui penggunaan kontrasepsi.

 KIE dapat dilakukan melalui pertemuan, kunjungan rumah dengan menggunakan/memanfaatkan media antara lain media cetak, media sosial, media elektronik, Mobil Unit Penerangan (MUPEN), dan Public Service Announcement (PSA).

 Penyampaian materi KIE disesuaikan dengan kearifan dan budaya lokal. 2. Konseling Konseling dilakukan untuk memberikan berbagai masukan dalam metode kontrasepsi dan hal-hal yang dianggap perlu untuk diperhatikan dalam metode kontrasepsi yang menjadi pilihan klien berdasarkan tujuan reproduksinya. Tindakan konseling ini disebut sebagai informed choice. 3. Penapisan Penapisan klien merupakan upaya untuk melakukan kajian tentang kondisi kesehatan klien dengan menggunakan alat bantu berupa diagram lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Kontrasepsi (Roda

18

KLOP). Kondisi kesehatan dan karakteristik individu akan menentukan pilihan metode kontrasepsi yang diinginkan dan tepat untuk klien. Tujuan utama penapisan klien adalah:

 Ada atau tidak adanya kehamilan;  Menentukan keadaan yang membutuhkan perhatian khusus misalnya menyusui atau tidak menyusui pada penggunaan KB pasca persalinan;

 Menentukan

masalah kesehatan yang membutuhkan pengamatan dan pengelolaan lebih lanjut misalnya klien dengan HIV.

Klien tidak selalu memberikan informasi yang benar tentang kondisi kesehatannya, sehingga petugas kesehatan harus mengetahui bagaimana keadaan klien sebenarnya, bila diperlukan petugas dapat mengulangi pertanyaan yang berbeda. Perlu juga diperhitungkan masalah sosial, budaya atau agama yang mungkin berpengaruh terhadap respon klien tersebut termasuk pasangannya. Untuk sebagian besar klien bisa diselesaikan dengan cara anamnesis terarah, sehingga masalah utama dikenali atau kemungkinan hamil dapat dicegah. Beberapa metode kontrasepsi tidak membutuhkan pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan panggul, kecuali AKDR, tubektomi, dan vasektomi dan pemeriksaan laboratorium untuk klien dilakukan apabila terdapat indikasi medis. 4. Persetujuan Tindakan Tenaga Kesehatan Persetujuan tindakan tenaga kesehatan merupakan persetujuan tindakan yang menyatakan kesediaan dan kesiapan klien untuk ber-KB. Persetujuan tindakan medis secara tertulis diberikan untuk pelayanan kontrasepsi seperti suntik KB, AKDR, implan, tubektomi dan vasektomi, sedangkan untuk metode kontrasepsi pil dan kondom dapat diberikan persetujuan tindakan medis secara lisan. Setiap pelayanan kontrasepsi harus memperhatikan hak-hak reproduksi individu dan pasangannya, sehingga harus diawali dengan pemberian informasi yang lengkap, jujur dan benar

19

tentang metode kontrasepsi yang akan digunakan oleh klien tersebut. Penjelasan persetujuan tindakan tenaga kesehatan sekurangkurangnya mencakup beberapa hal berikut:

     B.

Tata cara tindakan pelayanan; Tujuan tindakan pelayanan yang dilakukan; Alternatif tindakan lain; Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

Pelayanan Kontrasepsi Menurut waktu pelaksanaannya, pelayanan kontrasepsi dilakukan pada: 1. masa interval, yaitu pelayanan kontrasepsi yang dilakukan selain pada masa pasca persalinan dan pasca keguguran 2. pasca persalinan, yaitu pada 0 - 42 hari sesudah melahirkan 3. pasca keguguran, yaitu pada 0 - 14 hari sesudah keguguran 4. pelayanan kontrasepsi darurat, yaitu dalam 3 hari sampai dengan 5 hari pascasenggama yang tidak terlindung dengan kontrasepsi yang tepat dan konsisten. Tindakan pemberian pelayanan kontrasepsi meliputi pemasangan atau pencabutan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), pemasangan atau pencabutan Implan, pemberian Suntik, Pil, Kondom, pelayanan Tubektomi dan Vasektomi serta pemberian konseling Metode Amenore Laktasi (MAL).

C.

Pasca Pelayanan Konseling pasca pelayananan dari tiap metode kontrasepsi sangat dibutuhkan. Konseling ini bertujuan agar klien dapat mengetahui berbagai efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi. Klien diharapkan juga dapat membedakan masalah yang dapat ditangani sendiri di rumah dan efek samping atau komplikasi yang harus mendapat pelayanan medis. Pemberian informasi yang baik akan membuat klien lebih memahami tentang metode kontrasepsi pilihannya dan konsisten dalam penggunaannya.

20

BAB III METODE KONTRASEPSI 3.1. PENGKLASIFIKASIAN METODE KONTRASEPSI Banyak klasifikasi yang digunakan untuk metode kontrasepsi seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini. Tabel Pengklasifikasian Metode Kontrasepsi MASA PERLINDUNGAN

KANDUNGAN NO

1

METODE

HORMONAL

AKDR Cu

NON HORMONAL

MKJP



NON MKJP

MODERN/TRADISIONAL

MODERN











TRADISIONAL

2

AKDR LNG



3

Implan



4

Suntik



5

Pil



6

Kondom



7

Tubektomi/ MOW







8

Vasektomi/ MOP







9

Metode Amenore Laktasi/ MAL





10

Sadar Masa Subur







11

Sanggama Terputus







√ √













Metode kontrasepsi dibagi atas tiga yaitu berdasarkan kandungan, masa perlindungan, cara modern dan tradisional sesuai dengan penggolongan di tabel. Metode kontrasepsi yang digunakan dalam program pemerintah adalah berdasarkan masa perlindungan yaitu Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) dan non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (non-MKJP). Pemahaman yang jelas dan transparan diperlukan untuk klasifikasi Metode Kontrasepsi Modern/Tradisional yang umum digunakan. Departemen Kesehatan Reproduksi dan Riset dari Organisasi Kesehatan Dunia (The World Health Organization Department of Reproductive Health and Research) dan United States Agency for International Development (USAID) mengadakan konsultasi teknis pada bulan Januari 2015 untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan klasifikasi Metode Kontrasepsi Modern/Tradisional. Dalam konsultasi tersebut disepakati bahwa Metode Kontrasepsi Modern harus memiliki karakteristik sebagai berikut: dasar yang kuat dalam biologi reproduksi, protokol yang tepat untuk penggunaan yang benar dan data yang ada menunjukkan

21

bahwa metode tersebut telah diuji dalam studi yang dirancang dengan tepat untuk menilai kemanjuran dalam berbagai kondisi. Dengan karakteristik ini, metode kontrasepsi baru ketika mereka datang di pasar umumnya akan dimasukkan sebagai modern. Semua inovasi kontrasepsi baru harus diuji terhadap kriteria ini untuk didefinisikan sebagai "modern". 3.2. EFEKTIVITAS KONTRASEPSI

Metode Keluarga Berencana

Angka Kehamilan Tahun Pertamaa (Trussell & Aikenb) Penggunaan konsisten dan benar

Angka Kehamilan 12 bulanc (Polis et al.d)

Penggunaan biasa

Penggunaan biasa

Implan

0,1

0,1

Vasektomi

0,1

0,15

Tubektomi

0,5

0,5

AKDR Levonorgestrel

0,5

0,7

AKDR Copper

0,6

0,8

MAL (6 bulan)

0,9e

2e

Kontrasepsi Suntik Kombinasi

0,05e

3e

Kontrasepsi Suntik Progestin

0,2

4

1,7

Kontrasepsi Pil Kombinasi

0,3

7

5,5

Kontrasepsi Pil Progestin

0,3

7

2

13

Metode Hari Standar

2

12

Metode 2 Hari

4

14

Metode Ovulasi

3

23

Sanggama Terputus

4

20

Kondom Perempuan

5

21

Tanpa Metode

85

85

Kondom Pria

0,6

1,4

5,4

Sadar Masa Subur

0 – 0,9

a

b

c d

e

Sangat Efektif

1-9

Efektif

10 - 19

Efektif Sedang

20 +

Kurang Efektif

Angka sebagian besar dari Amerika Serikat, Data dari sumber yang tersedia yang dirasa terbaik oleh penulis. Trussell J and Aiken ARA. Contraceptive efficacy. In: Hatcher RA et al. Contraceptive Technology, 21sd revised edition. New York, Ardent Media, 2018. Angka dari negara-negara berkembang. Data dari self-report survey berbasis populasi. Polis CB et al. Contraceptive failure rates in the developing world: an analysis of Demographic and Health Survey data in 43 countries. New York: Guttmacher Institute, 2016. Hatcher R et al. Contraceptive technology, 20th ed, New York, Ardent Media, 2011. Sumber : Keluarga Berencana Buku Pedoman Global Untuk Penyedia Layanan Edisi 2018

22

13,4

3.3. JENIS METODE KONTRASEPSI Metode kontrasepsi yang dijelaskan pada bab ini merupakan metode kotrasepsi yang tersedia di Indonesia. Untuk merk dagang yang di tuliskan sebagai contoh merupakan merk dagang alokon yang masuk dalam program pemerintah. 3.3.1. A.

ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR)

AKDR Copper

Pengertian: AKDR Copper adalah suatu rangka plastik yang lentur dan kecil dengan lengan atau kawat Copper (tembaga) di sekitarnya. Jenis:

AKDR Cu T 380 A

AKDR Nova T 380

AKDR Cu T 380 A merupakan AKDR yang disediakan oleh Pemerintah (Program) AKDR Nova T 380 tidak disediakan oleh Pemerintah (Non Program) tetapi banyak digunakan sebagai KB Mandiri Cara kerja: Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke saluran telur karena tembaga pada AKDR menyebabkan reaksi inflamasi steril yang toksik buat sperma Jangka waktu pemakaian: Jangka waktu pemakaian berjangka panjang dapat hingga 10 tahun, serta sangat efektif dan bersifat reversibel. Batas usia pemakai: Dapat dipakai oleh perempuan pada usia reproduksi.

23

Efektivitas: Memiliki efektivitas tinggi berkisar 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan). Kembalinya kesuburan: Kembalinya kesuburan tinggi setelah AKDR copper T dilepas. Keuntungan :  Mencegah kehamilan dengan sangat efektif Kurang dari 1 kehamilan per 100 perempuan yang menggunakan AKDR selama tahun pertama  Efektif segera setelah pemasangan  Berjangka Panjang, Studi menunjukkan bahwa AKDR CuT-380A efektif hingga 12 tahun, namun ijin edar berlaku untuk 10 tahun penggunaan.  Tidak mempengaruhi hubungan seksual  Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi)  Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir)  Kesuburan segera kembali setelah AKDR dilepas. Keterbatasan :  Pemasangannya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih secara khusus memasangnya pada rahim perempuan melalui vagina dan serviks. Seringkali klien takut selama pemasangan  Tidak ada perlindungan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS)  Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan  Klien tidak dapat melepas AKDR sendiri  AKDR mungkin keluar dari uterus tanpa diketahui  Klien harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu dengan cara memasukkan jari ke dalam vagina (sebagian perempuan tidak mau melakukan ini). Kriteria Kelayakan Medis Yang boleh menggunakan AKDR Copper AKDR aman dan efektif bagi hampir semua perempuan, termasuk perempuan yang:  Telah atau belum memiliki anak  Perempuan usia reproduksi, termasuk perempuan yang berusia lebih dari 40 tahun  Baru saja mengalami keguguran (jika tidak ada bukti terjadi infeksi)

24

      

Sedang menyusui Melakukan pekerjaan fisik yang berat Pernah mengalami kehamilan ektopik Pernah mengalami Penyakit Radang Panggul (PRP) Menderita infeksi vagina Menderita anemia Menderita penyakit klinis HIV ringan atau tanpa gejala baik sedang atau tidak dalam terapi antiretroviral

Yang tidak boleh menggunakan AKDR Copper Biasanya, perempuan dengan kondisi berikut sebaiknya tidak menggunakan AKDR- Copper:  Antara 48 jam dan 4 minggu pasca persalinan  Penyakit trofoblas gestasional nonkanker (jinak)  Menderita kanker ovarium  Memiliki risiko individual sangat tinggi untuk IMS pada saat pemasangan  Mengidap penyakit klinis HIV berat atau lanjut  Menderita systemic lupus erythematosus dengan trombositopenia berat Pada kondisi tersebut diatas, saat metode yang lebih sesuai tidak tersedia atau tidak dapat diterima oleh klien, tenaga kesehatan terlatih yang dapat menilai kondisi dan situasi klien secara hati-hati dapat memutuskan bahwa klien dapat menggunakan AKDR-Copper pada kondisi tersebut diatas. Tenaga kesehatan perlu mempertimbangkan seberapa berat kondisi klien, dan pada kebanyakan kondisi apakah klien mempunyai akses untuk tindak lanjut

25

Waktu pemasangan AKDR Copper: Seorang perempuan dapat menjalani pemasangan AKDR Copper kapanpun ia menghendaki selama yakin ia tidak hamil dan tidak ada kondisi medis yang menghambat KONDISI KLIEN Menstruasi teratur

WAKTU PEMASANGAN AKDR COPPER Kapan saja pada bulan tersebut • Jika mulai dalam 12 hari setelah permulaan menstruasi, tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika mulai lebih dari 12 hari setelah permulaan menstruasi, AKDR dapat dipasang kapan saja jika yakin ia tidak hamil. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan.

Berganti dari metode lain

• Segera, jika klien menggunakan metode secara konsisten dan benar atau jika sudah yakin tidak hamil. Tidak perlu menunggu menstruasi berikutnya. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika berganti dari suntik, AKDR dapat dipasang saat suntik ulangan seharusnya diberikan. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan.

Segera setelah melahirkan (tanpa memandang status menyusui)

• Kapanpun dalam 48 jam setelah melahirkan, termasuk persalinan sesar. (Penyedia layanan memerlukan pelatihan khusus untuk pemasangan paskapersalinan dengan tangan atau dengan forsep.) • Jika lebih dari 48 jam, tunda hingga setidaknya 4 minggu setelah melahirkan.

ASI eksklusif atau hampir eksklusif Kurang dari 6 bulan setelah melahirkan

• Jika AKDR tidak dipasang dalam 48 jam pertama setelah melahirkan dan menstruasi klien belum muncul kembali, AKDR dapat dipasang kapan saja antara 4 minggu dan 6 bulan. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika telah menstruasi, AKDR dapat

26

KONDISI KLIEN

WAKTU PEMASANGAN AKDR COPPER dipasang seperti saran yang diberikan kepada perempuan yang memiliki siklus menstruasi

ASI eksklusif atau hampir eksklusif Lebih dari 6 bulan setelah melahirkan

• Jika belum menstruasi, AKDR dapat dipasang kapan saja jika yakin tidak hamil. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika telah menstruasi, AKDR dapat dipasang seperti yang dianjurkan pada perempuan yang memiliki siklus menstruasi (lihat halaman sebelumnya).

ASI tidak eksklusif atau tidak menyusui Lebih dari 4 minggu setelah melahirkan

• Jika belum menstruasi, AKDR dapat dipasang kapan saja sepanjang dapat dipastikan bahwa klien tidak hamil. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika telah menstruasi, AKDR dapat dipasang seperti saran yang dianjurkan pada perempuan yang memiliki siklus menstruasi normal

Tidak menstruasi (tidak berhubungan dengan melahirkan atau menyusui)

• Kapan saja jika dapat dipastikan bahwa klien tidak hamil Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan.

Tidak menstruasi setelah keguguran atau aborsi

 Segera, jika AKDR dipasang dalam 12 hari setelah keguguran atau aborsi trimester 1 atau trimester 2 dan jika tidak terjadi infeksi. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan.  Jika lebih dari 12 hari setelah keguguran atau aborsi trimester 1 atau trimester 2 dan tidak terjadi infeksi, AKDR dapat dipasang kapan saja jika yakin ia tidak hamil. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan.  Jika terjadi infeksi, obati atau rujuk dan bantu klien memilih metode lain. Jika klien tetap ingin menggunakan AKDR, AKDR tersebut dapat dipasang setelah infeksi sembuh sempurna.

27

KONDISI KLIEN

WAKTU PEMASANGAN AKDR COPPER  Pemasangan AKDR setelah keguguran atau aborsi trimester 2 membutuhkan pelatihan khusus. Jika tidak terlatih secara khusus, tunda pemasangan hingga setidaknya 4 minggu pasca keguguran atau aborsi.

Setelah menggunakan Pil Kontrasepsi Darurat (PKD)

• AKDR dapat dipasang pada hari yang sama dengan hari minum PKD (PKD progestin, kombinasi, atau ulipristal acetate). Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika tidak dipasang segera, namun klien kembali untuk pemasangan AKDR, AKDR dapat dipasang kapan saja sepanjang dapat ditegaskan bahwa klien tidak hamil

Untuk kontrasepsi darurat

• Dalam 5 hari setelah hubungan seksual tanpa pengaman. • Bila waktu ovulasi dapat diperkirakan, AKDR dapat dipasang sampai dengan 5 hari setelah ovulasi. Terkadang lebih dari 5 hari setelah hubungan seksual tanpa pengaman.

*Metode kontrasepsi tambahan mencakup abstinensia, kondom pria dan perempuan, spermisida, dan sanggama terputus. Spermisida dan sanggama terputus merupakan metode kontrasepsi yang paling tidak efektif. Beri kondom jika memungkinkan.

B.

AKDR Levonorgestrel (AKDR-LNG)

Pengertian: AKDR LNG adalah suatu alat berbahan plastik berbentuk T yang secara terus-menerus melepaskan sejumlah kecil hormon progestin (levonorgestrel) setiap hari. AKDR Levonorgestrel tidak disediakan oleh Pemerintah (Non Program) tetapi banyak digunakan sebagai KB Mandiri Cara kerja:

28

Menghambat sperma membuahi sel telur telur. Jangka waktu pemakaian: Jangka waktu pemakaian berjangka panjang, efektif untuk pemakaian 5 tahun dan bersifat reversibel. Batas usia pemakai: Dapat dipakai oleh perempuan pada usia reproduksi. Keuntungan  Mencegah Kehamilan dengan sangat efektif Kurang dari 1 kehamilan per 100 perempuan yang menggunakan AKDR-LNG selama tahun pertama (2 per 1.000 perempuan)  Berjangka Panjang  Studi menunjukkan bahwa AKDR LNG efektif hingga 7 tahun, namun ijin edar berlaku untuk 5 tahun penggunaan.  Tidak mempengaruhi hubungan seksual  Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI  Kesuburan segera kembali setelah AKDR dilepas  Mengurangi nyeri haid  Mengurangi jumlah darah haid sehingga dapat mencegah anemia defisiensi besi  Sebagai pengobatan alternatif pengganti operasi pada perdarahan uterus disfungsional dan adenomiosis Keterbatasan  Pemasangan dan pencabutan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih secara khusus memasangnya pada uterus.  Mahal Kriteria Kelayakan Medis Yang boleh menggunakan AKDR-LNG : AKDR-LNG aman dan efektif untuk hampir semua perempuan, termasuk perempuan yang:  Telah atau belum memiliki anak  Perempuan usia reproduksi, termasuk perempuan yang berumur lebih dari 40 tahun  Baru saja mengalami keguguran (jika tidak ada bukti terjadi infeksi)  Sedang menyusui  Melakukan pekerjaan fisik yang berat  Pernah mengalami kehamilan ektopik

29

   

Pernah mengalami penyakit radang panggul (PRP) Menderita infeksi vagina Menderita anemia Menderita penyakit klinis HIV ringan atau tanpa gejala baik dengan atau tanpa pengobatan antiretroviral

Yang tidak boleh menggunakan AKDR-LNG : Biasanya, perempuan dengan kondisi berikut sebaiknya tidak menggunakan AKDR- LNG:  Antara 48 jam dan 4 minggu pasca persalinan  Penggumpalan darah vena dalam di kaki atau paru akut  Menderita kanker payudara lebih dari 5 tahun yang lalu, dan tidak muncul kembali  Sirosis berat atau tumor hepar berat  Penyakit tropoblas gestasional nonkanker (jinak)  Menderita kanker ovarium  Memiliki risiko individual sangat tinggi untuk IMS pada saat pemasangan  Mengidap penyakit klinis HIV berat atau lanjut  Menderita systemic lupus erythematosus dengan antibodi antifosfolipid positif (atau tidak diketahui), dan tidak dalam terapi imunosupresif. Pada kondisi khusus, saat metode yang lebih sesuai tidak tersedia atau tidak dapat diterima oleh klien, penyedia layanan berkualifikasi yang dapat menilai kondisi dan situasi klien secara hati-hati dapat memutuskan bahwa klien dapat menggunakan AKDR-LNG pada kondisi tersebut diatas. Penyedia layanan perlu mempertimbangkan seberapa berat kondisi klien, dan pada kebanyakan kondisi apakah klien mempunyai akses untuk tindak lanjut Waktu pemasangan AKDR LNG: Seorang perempuan dapat menjalani pemasangan AKDR LNG kapanpun ia menghendaki selama yakin ia tidak hamil dan tidak ada kondisi medis yang menghambat KONDISI Segera setelah melahirkan (tanpa memandang status menyusui)

30

WAKTU PEMASANGAN AKDR LNG • Kapanpun dalam 48 jam pasca persalinan. • Jika lebih dari 48 jam, tunda hingga setidaknya 4 minggu pasca persalinan

KONDISI Menstruasi teratur atau berganti dari metode nonhormonal

WAKTU PEMASANGAN AKDR LNG Kapanpun pada bulan tersebut • Jika ia memulai dalam 7 hari setelah permulaan menstruasi, tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika lebih dari 7 hari setelah permulaan menstruasi, AKDR-LNG dapat dipasang kapanpun selama yakin ia tidak hamil. Klien akan memerlukan metode kontrasepsi tambahan* untuk 7 hari pertama setelah pemasangan.

Berganti dari metode hormonal

• Segera, jika klien menggunakan metode secara konsisten dan benar atau jika yakin klien tidak hamil. Tidak perlu menunggu menstruasi berikutnya. • Jika klien memulai dalam 7 hari setelah permulaan menstruasi, tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika lebih dari 7 hari setelah permulaan menstruasi, klien akan memerlukan metode kontrasepsi tambahan* untuk 7 hari pertama setelah pemasangan. • Jika klien berganti dari suntik, AKDRLNG dapat dipasang ketika suntik ulangan seharusnya diberikan. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan

ASI eksklusif atau hampir eksklusif Kurang dari 6 bulan setelah melahirkan

• Jika AKDR-LNG tidak dipasang dalam 48 jam pertama pasca persalinan dan menstruasi klien belum muncul kembali, AKDR-LNG dapat dipasang kapanpun antara 4 minggu dan 6 bulan. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika menstruasi klien telah muncul kembali, AKDR-LNG dapat dipasang seperti saran yang diberikan kepada klien dengan siklus menstruasi.

31

KONDISI

WAKTU PEMASANGAN AKDR LNG

ASI eksklusif atau hampir eksklusif Lebih dari 6 bulan setelah melahirkan

• Jika menstruasi klien belum muncul kembali, AKDR-LNG dapat dipasang kapanpun sepanjang yakin klien tidak hamil. Klien akan memerlukan metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah pemasangan. • Jika menstruasi klien telah muncul kembali, AKDR-LNG dapat dipasang seperti saran yang diberikan kepada klien dengan siklus menstruasi (lihat halaman sebelumnya

ASI tidak eksklusif atau tidak menyusui Kurang dari 4 minggu setelah melahirkan ASI tidak eksklusif atau tidak menyusui Lebih dari 4 minggu setelah melahirkan

Jika AKDR-LNG tidak dipasang dalam 48 jam pertama pasca persalinan, tunda hingga setidaknya 4 minggu pasca persalinan • Jika menstruasi belum muncul kembali, AKDR- LNG dapat dipasang kapanpun sepanjang dapat dipastikan bahwa klien tidak hamil. Klien akan memerlukan metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah pemasangan. • Jika menstruasi telah muncul kembali, AKDR-LNG dapat dipasang seperti saran yang diberikan kepada klien dengan siklus menstruasi

Tidak menstruasi (tidak berhubungan dengan melahirkan atau menyusui)

Setelah aborsi

keguguran

atau

Kapanpun jika dapat ditegaskan bahwa klien tidak hamil. Klien akan memerlukan metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah pemasangan • Segera, jika AKDR-LNG dipasang dalam 7 hari setelah keguguran atau aborsi trimester 1 atau trimester 2 dan jika tidak terjadi infeksi. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika lebih dari 7 hari setelah keguguran atau aborsi trimester 1 atau trimester 2

32

KONDISI

WAKTU PEMASANGAN AKDR LNG dan tidak terjadi infeksi, AKDR-LNG dapat dipasang kapanpun selama yakin ia tidak hamil. Klien akan memerlukan metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah pemasangan. • Jika terjadi infeksi, obati atau rujuk dan bantu klien memilih metode lain. Jika klien tetap ingin menggunakan AKDRLNG, AKDR tersebut dapat dipasang setelah infeksi bersih sempurna. • Pemasangan AKDR-LNG setelah keguguran atau aborsi trimester 2 membutuhkan pelatihan khusus. Jika tidak terlatih secara khusus, tunda pemasangan hingga setidaknya 4 minggu pasca keguguran atau abortus

Setelah menggunakan Pil Kontrasepsi Darurat progestin, kombinasi, atau ulipristal acetate (UPA)

• AKDR-LNG dapat dipasang sepanjang dapat dipastikan bahwa klien tidak hamil, misal setelah menstruasi berikutnya mulai. Berikan metode kontrasepsi tambahan atau pil untuk digunakan sampai dengan AKDR dipasang. • AKDR-LNG seharusnya tidak dipasang dalam 6 hari pertama setelah minum PKD UPA. Obat-obat ini berinteraksi: jika AKDR-LNG dipasang lebih awal, dan keduanya ada di dalam tubuh, akibatnya satu atau keduanya mungkin menjadi kurang efektif.

3.3.2.

KONTRASEPSI IMPLAN

Pengertian: Implan merupakan batang plastik berukuran kecil yang lentur, seukuran batang korek api, yang melepaskan progestin yang menyerupai hormon progesteron alami di tubuh perempuan.

33

Jenis implan:  Implan Dua Batang: terdiri dari 2 batang implan mengandung hormon Levonorgestrel 75 mg/batang. Efektif hingga 4 tahun penggunaan (studi terkini menunjukkan bahwa jenis ini memiliki efektivitas tinggi hingga 5 tahun).  Implan Satu Batang (Implanon) : terdiri dari 1 batang implan mengandung hormon Etonogestrel 68 mg, efektif hingga 3 tahun penggunaan (studi terkini menunjukkan bahwa jenis ini memiliki efektivitas tinggi hingga 5 tahun). Cara kerja:  Mencegah pelepasan telur dari ovarium (menekan ovulasi)  Mengentalkan lendir serviks (menghambat bertemunya sperma dan telur) Efektivitas: Kurang dari 1 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama penggunaan Implan. Risiko kecil kehamilan masih berlanjut setelah tahun pertama pemakaian. Kembalinya kesuburan: Kembalinya kesuburan tinggi setelah Implan dilepas. Keuntungan :  Klien tidak perlu melakukan apapun setelah implan terpasang  Mencegah kehamilan dengan sangat efektif Kurang dari 1 kehamilan per 100 perempuan yang menggunakan implan pada tahun pertama (1 per 1.000 perempuan).  Merupakan metode kontrasepsi jangka panjang untuk 3 hingga 5 tahun, tergantung jenis implan.  Tidak mengganggu hubungan seksual  Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI  Kesuburan dapat kembali dengan segera setelah implan dilepas.  Mengurangi nyeri haid  Mengurangi jumlah darah haid sehingga dapat mencegah anemia defisiensi besi

34

Keterbatasan :  Tidak ada perlindungan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS).  Membutuhkan tenaga kesehatan yang terlatih secara khusus untuk memasang dan melepas. Klien tidak dapat memulai atau menghentikan pemakaian implan secara mandiri. Kriteria Kelayakan Medis : Yang boleh menggunakan Implan Hampir semua perempuan dapat menggunakan implan secara aman dan efektif, termasuk perempuan yang:  Telah atau belum memiliki anak  Perempuan usia reproduksi, termasuk perempuan yang berusia lebih dari 40 tahun  Baru saja mengalami keguguran, atau kehamilan ektopik  Merokok, tanpa bergantung pada usia perempuan maupun jumlah rokok yang dihisap  Sedang menyusui  Menderita anemia atau riwayat anemia  Menderita varises vena  Terkena HIV, sedang atau tidak dalam terapi antiretroviral Yang tidak boleh menggunakan Implan Perempuan dengan kondisi berikut sebaiknya tidak menggunakan implan:  Penggumpalan darah akut pada vena dalam di kaki atau paru  Perdarahan vaginal yang tidak dapat dijelaskan sebelum evaluasi terhadap kemungkinan kondisi serius yang mendasari  Menderita kanker payudara lebih dari 5 tahun yang lalu, dan tidak kambuh  Sirosis hati atau tumor hati berat  Systemic lupus erythematosus dengan antibodi antifosfolipid positif (atau tidak diketahui), dan tidak dalam terapi imunosupresif. Namun, pada kondisi khusus, saat metode yang lebih sesuai tidak tersedia atau tidak dapat diterima oleh klien, penyedia layanan berkualifikasi akan memutuskan bila klien dapat menggunakan implan pada kondisi tersebut diatas. Penyedia layanan perlu mempertimbangkan seberapa berat kondisi klien, dan pada kebanyakan kondisi apakah klien mempunyai akses untuk tindak lanjut.

35

Waktu pemasangan Implan: Seorang perempuan dapat menjalani pemasangan implan kapanpun ia menghendaki selama yakin ia tidak hamil dan tidak ada kondisi medis yang menghambat KONDISI Menstruasi teratur atau berganti dari metode nonhormonal

WAKTU PEMASANGAN IMPLAN Kapan pun pada bulan tersebut • Jika mulai dalam 7 hari setelah permulaan menstruasinya,, tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika mulai dari 7 hari setelah permulaan menstruasinya, implan dapat dipasang kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah pemasangan.

Berganti dari metode hormonal lainnya

• Segera, jika klien menggunakan metode hormonal secara konsisten dan benar atau jika klien yakin tidak hamil. Tidak perlu menunggu menstruasi bulan berikutnya. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika klien berganti dari KSK atau KSP, implan dapat dipasang ketika suntik ulangan seharusnya diberikan. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan.

ASI eksklusif atau hampir eksklusif Kurang dari 6 bulan setelah melahirkan

• Jika belum menstruasi, implan dapat dipasang pada klien kapan saja di antara waktu melahirkan sampai dengan 6 bulan. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika telah menstruasi, implan dapat dipasang seperti yang dianjurkan pada perempuan yang memiliki siklus menstruasi

ASI eksklusif atau hampir eksklusif Lebih dari 6 bulan setelah melahirkan

• Jika belum menstruasi, implan dapat dipasang pada klien kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah pemasangan. • Jika telah menstruasi, implan dapat dipasang seperti yang dianjurkan pada perempuan yang memiliki siklus menstruasi

36

KONDISI ASI Tidak Eksklusif Jika belum menstruasi

ASI Tidak Eksklusif

WAKTU PEMASANGAN IMPLAN • Implan dapat dipasang kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah pemasangan

Jika telah menstruasi

• Jika menstruasi klien telah kembali, implan dapat dipasang seperti yang dianjurkan pada perempuan yang memiliki siklus menstruasi normal

Tidak Menyusui



Kurang dari 4 minggu setelah melahirkan Tidak Menyusui Lebih dari 4 minggu setelah melahirkan

Implan dapat dipasang kapan saja. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan

• Jika belum menstruasi, implan dapat dipasang kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah pemasangan. • Jika menstruasi telah kembali, implan dapat dipasang seperti yang dianjurkan pada perempuan dengan siklus menstruasi normal

Tidak menstruasi (tidak berhubungan dengan melahirkan atau menyusui)

• Implan dapat dipasang kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah pemasangan.

Setelah keguguran atau aborsi

• Segera. Jika implan dipasang dalam 7 hari setelah keguguran atau aborsi trimester 1 atau trimester 2, tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika lebih dari 7 hari setelah keguguran atau aborsi trimester 1 atau 2, implan dapat dipasang kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah pemasangan

37

KONDISI Setelah pemakaian Pil Kontrasepsi Darurat (PKD)

WAKTU PEMASANGAN IMPLAN • Implan dapat dipasang pada hari yang sama dengan penggunaan PKD. •

Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama.

• Bila tidak segera memulai menggunakan implan, tetapi klien masih ingin tetap menggunakannya, ia dapat memulai kapan saja asalkan yakin tidak hamil. Setelah pemakaian PKD ulipristal asetat: • Implan dapat dipasang pada hari ke-6 setelah menggunakan PKD UPA. Tidak perlu menunggu menstruasi bulan berikutnya. Implan dan UPA berinteraksi. Jika implan dipasang lebih dulu; sehingga keduanya berada di dalam tubuh, salah satu atau keduanya bisa menjadi kurang efektif • Buat janji agar klien kembali pada hari ke-6 untuk pemasangan implan, atau sesegera mungkin setelahnya. • Perlu metode kontrasepsi tambahan sejak dari minum PKD UPA sampai dengan 7 hari setelah pemasangan implan. • JIka klien tidak memulai pada hari ke-6 namun kembali sesudahnya untuk penggunaan implan, implan dapat dipasang kapan saja jika yakin tidak hamil.

3.3.3. A.

KONTRASEPSI SUNTIK

Kontrasepsi Suntik Kombinasi (KSK)

Pengertian: Kontrasepsi Suntik Kombinasi (KSK) mengandung 2 hormon – yaitu progestin dan estrogen – seperti hormon progesteron dan estrogen alami pada tubuh perempuan

38

Jenis: Kontrasepsi Suntik Kombinasi yang mengandung 2 hormon – yaitu Medroxyprogesterone Acetate (MPA) / Estradiol Cypionate yang disediakan Pemerintah : 1. Suntikan 1 bulan sekali mengandung medroxyprogesterone acetate 50 mg/ml, dan estradiol cypionate 10 mg/ml. 2. Suntikan 2 bulan sekali mengandung medroxyprogesterone acetate 60 mg/ml, dan estradiol cypionate 7,5 mg/ml. 3. Suntikan 3 bulan sekali mengandung medroxyprogesterone acetate 120 mg/ml, dan estradiol cypionate 10 mg/ml. Cara Kerja:  Mencegah pelepasan telur dari ovarium (menekan ovulasi).  Membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi sperma terganggu  Perubahan pada endometrium (atrofi) sehingga implantasi terganggu  Menghambat transportasi gamet oleh tuba Keuntungan:  Tidak perlu pemakaian setiap hari  Dapat dihentikan kapan saja  Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri  Baik untuk menjarangkan kehamilan Keterbatasan :  Harus kembali ke tenaga kesehatan untuk disuntik tepat waktu  Efektivitas KSK tergantung pada kembalinya yang tepat waktu: Risiko kehamilan meningkat saat klien terlambat suntik ulang atau melewatkan suatu suntikan.  Kemungkinan keterlambatan pemulihan kesuburan setelah penghentian pemakaian Kriteria Kelayakan Medis : Yang dapat menggunakan Kontrasepsi Suntik Kombinasi (KSK): Hampir semua perempuan dapat dengan aman dan efektif menggunakan KSK, termasuk perempuan yang:  Telah atau belum memiliki anak  Perempuan usia reproduksi, termasuk perempuan berusia lebih dari 40 tahun  Baru saja mengalami abortus atau keguguran

39

 Merokok berapa pun jumlah batang rokok yang dihisap per hari dan berumur kurang dari 35 tahun  Merokok kurang dari 15 batang per hari dan berumur lebih dari 35 tahun  Anemia atau mempunyai riwayat anemia.  Menderita varises vena.  Terkena HIV, sedang atau tidak sedang dalam terapi antiretroviral Yang tidak dapat menggunakan Kontrasepsi Suntik Kombinasi (KSK): Perempuan dengan kondisi di bawah ini sebaiknya tidak memakai KSK :  Tidak menyusui dan melahirkan kurang dari 3 minggu, tanpa risiko tambahan terbentuknya penggumpalan darah di vena dalam (TVD – Trombosis Vena Dalam)  Tidak menyusui dan melahirkan antara 3 dan 6 minggu pasca persalinan dengan risiko tambahan yang memungkinkan terbentuknya TVD  Sedang menyusui antara 6 minggu hingga 6 bulan setelah melahirkan  Usia 35 tahun atau lebih dan merokok lebih dari 15 batang per hari  Tekanan darah tinggi (tekanan sistolik antara 140 dan 159 mmHg atau tekanan diastolik antara 90 dan 99 mmHg)  Tekanan darah tinggi terkontrol, yang memungkinkan untuk evaluasi lanjutan  Riwayat tekanan darah tinggi, di mana tekanan darah tidak dapat diukur (termasuk tekanan darah tinggi terkait kehamilan)  Penyakit infeksi atau tumor hati berat  Usia 35 tahun atau lebih dengan sakit kepala migrain tanpa aura  Usia kurang dari 35 tahun dengan sakit kepala migrain yang telah muncul atau memberat saat memakai KSK  Menderita kanker payudara lebih dari 5 tahun yang lalu, dan tidak muncul kembali  Diabetes selama lebih dari 20 tahun atau mengalami kerusakan pembuluh darah arteri, penglihatan, ginjal, atau sistem saraf karena diabetes  Faktor risiko multipel untuk penyakit kardiovaskular arteri seperti usia tua, merokok, diabetes, dan tekanan darah tinggi  Sedang dalam terapi lamotrigine. KSK dapat mengurangi efektivitas lamotrigin Pada kondisi tersebut diatas, saat tidak ada kontrasepsi lain yang lebih sesuai atau tidak dapat diterima klien, penyedia layanan terpercaya akan memutuskan bila klien dapat menggunakan KSK dengan kondisi tersebut diatas. Penyedia layanan perlu mempertimbangkan seberapa berat kondisi

40

klien dan pada kebanyakan kondisi apakah klien mempunyai akses untuk tindak lanjut. Waktu Pemberian Kontrasepsi Suntik Kombinasi (KSK): Seorang perempuan dapat memulai KSK kapanpun ia menghendaki selama yakin ia tidak hamil dan tidak ada kondisi medis yang menghambat KONDISI Menstruasi teratur atau berganti dari metode nonhormonal

WAKTU PEMBERIAN KSK Kapan pun di bulan tersebut • Jika mulai dalam 7 hari setelah permulaan menstruasinya, tidak perlu kontrasepsi tambahan*. • Jika mulai lebih dari 7 hari setelah permulaan menstruasinya, klien .dapat mulai menggunakan KSK kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu kontrasepsi tambahan* untuk 7 hari pertama setelah suntikan. • Jika berganti dari AKDR, ia dapat segera mulai menggunakan KSK

Berganti dari metode hormonal

• Segera, jika telah memakai kontrasepsi hormonal secara konsisten dan benar atau yakin tidak hamil. Tidak perlu menunggu menstruasi bulan berikutnya. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan*. • Jika berganti dari suntik yang lain, penyuntikan suntik yang baru dapat dilakukan saat suntik ulangan seharusnya diberikan. Tidak perlu kontrasepsi tambahan

ASI eksklusif atau hampir eksklusif Kurang dari 6 bulan setelah melahirkan ASI eksklusif atau hampir eksklusif Lebih dari 6 bulan setelah melahirkan

• Tunda suntik pertama sampai dengan 6 bulan setelah melahirkan atau ketika ASI tidak lagi menjadi sumber nutrisi utama bayi – mana saja yang lebih dulu • Jika belum menstruasi, klien dapat memulai KSK kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah suntikan.

41

KONDISI

WAKTU PEMBERIAN KSK • Jika telah menstruasi, klien dapat memulai KSk seperti dianjurkan pada klien yang memiliki siklus menstruasi normal

ASI tidak Eksklusif Kurang dari 6 minggu setelah melahirkan ASI tidak Eksklusif Lebih dari 6 minggu setelah melahirkan

Tunda suntik pertama sampai dengan setidaknya 6 minggu setelah melahirkan

• Jika belum menstruasi, klien dapat memulai KSK kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah suntikan. • Jika telah mentruasi, klien dapat memulai KSB seperti dianjurkan pada klien yang memiliki siklus menstruasi normal

Tidak Menyusui Kurang dari 4 minggu setelah melahirkan

Tidak Menyusui Lebih dari 4 minggu setelah melahirkan

• Klien dapat mulai menggunakan KSK kapan pun antara hari ke 21-28 setelah melahirkan. Tidak perlu kontrasepsi tambahan. (Jika ada risiko tambahan untuk trombosis vena dalam, tunggu hingga 6 minggu. • Jika belum menstruasi, klien dapat memulai KSK kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah suntikan. • Jika telah mentruasi, klien dapat memulai KSK seperti dianjurkan pada klien yang memiliki siklus menstruasi normal

Tidak menstruasi (tidak berhubungan dengan melahirkan / menyusui) Setelah keguguran atau aborsi

Klien dapat memulai KSK kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah suntikan • Segera. Jika klien mulai menggunakan dalam 7 hari setelah keguguran trimester 1 atau trimester 2 atau aborsi, tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika klien memulainya lebih dari 7 hari setelah keguguran trimester 1 atau trimester 2 atau aborsi, ia dapat memulai

42

KONDISI

WAKTU PEMBERIAN KSK KSK kapan pun jika yakin tidak hamil. Perlu kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah suntikan

Setelah pemakaian Pil Kontrasepsi Darurat (PKD)

Setelah pemakaian Kontrasepsi Pil Progestin (KPP) atau Pil Kontrasepsi Darurat Kombinasi (PKDK) • Klien dapat mulai menggunakan suntik pada hari klien selesai menggunakan PKD. Tidak perlu menunggu menstruasi untuk mulai menggunakan suntik. Perlu kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah suntikan. • Jika klien tidak segera memulainya, namun kembali untuk suntikan, maka ia dapat segera mulai kapan saja jika yakin tidak hamil. Setelah pemakaian Pil Kontrasepsi Darurat (PKD) ulipristal asetat (UPA): • Klien dapat mulai suntikan pada hari ke-6 setelah minum PKD UPA. Tidak perlu menunggu menstruasi bulan berikutnya. Ada interaksi antara KSK dan UPA jika suntikan dimulai lebih awal dan karena keduanya ada dalam tubuh, akibatnya satu atau keduanya akan menjadi kurang efektif. • Buat janji kunjungan kembali untuk disuntik pada hari ke-6 setelah penggunaan UPA, atau sesegera mungkin setelahnya. • Perlu kontrasepsi tambahan dari saat ia minum PKD UPA sampai 7 hari sesudah suntikan. • Jika klien tidak mulai suntik pada hari ke-6 namun kembalinya nanti, ia dapat memulai suntikan kapan saja jika yakin tidak hamil.

43

B.

Kontrasepsi Suntik Progestin (KSP)

Pengertian: Kontrasepsi suntik yang mengandung Progestin saja seperti hormon progesteron alami dalam tubuh perempuan. Jenis: 1. Program Pemerintah (disediakan oleh BKKBN): Depo Medroxyprogesterone Acetate (DMPA), 150 mg/vial (1 ml) merupakan suntikan intra muskuler.

2.

Nonprogram : • Depo subQ provera 104 suntikan subkutan setiap 3 bulan dengan sistem suntik Uniject dalam prefilled dosis tunggal syring hipodermik. • Norethisterone Enanthate (NET-EN) suntikan intra muskuler setiap 2 bulan

Cara Kerja :  Mencegah pelepasan telur dari ovarium (menekan ovulasi)  Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma  Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi Keuntungan :  Suntikan setiap 2-3 bulan.  Tidak perlu penggunaan setiap hari  Tidak mengganggu hubungan seksual  Dapat digunakan oleh perempuan menyusui dimulai 6 bulan setelah melahirkan  Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai perimenopause  Membantu mencegah: Kanker Endometrium, Mioma Uteri  Mungkin membantu mencegah: Penyakit radang panggul simptomatis, Anemia defisiensi besi

44

 Mengurangi: Krisis sel sabit pada perempuan dengan anemia sel sabit, Gejala endometriosis (nyeri panggul, menstruasi yang tidak teratur) Keterbatasan :  Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan untuk suntikan ulang  Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu  Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian, rata-rata 4 bulan  Pada pemakaian jangka panjang dapat sedikit menurunkan densitas (kepadatan) tulang Kriteria Kelayakan Medis : Yang boleh menggunakan Kontrasepsi Suntik Progestin (KSP): Hampir semua perempuan dapat dengan aman dan efektif menggunakan KSP, termasuk perempuan yang:  Telah atau belum memiliki anak  Perempuan usia reproduksi, termasuk perempuan berusia lebih dari 40 tahun  Baru saja mengalami keguguran  Merokok tanpa melihat usia perempuan maupun jumlah rokok yang dihisap  Sedang menyusui, mulai segera setelah 6 minggu setelah melahirkan  Terkena HIV, sedang atau tidak sedang dalam terapi antiretroviral. Yang tidak boleh menggunakan Kontrasepsi Suntik Progestin (KSP) : Perempuan dengan kondisi di bawah ini sebaiknya tidak memakai KSP :  Menyusui dan melahirkan kurang dari 6 minggu sejak melahirkan (pertimbangkan risiko kehamilan selanjutnya dan kemungkinan terbatasnya akses lanjutan untuk mendapatkan suntik)  Tekanan darah sangat tinggi (tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih atau tekanan diastolik 100 mmHg atau lebih)  Mengalami penggumpalan darah akut pada vena dalam di kaki atau paru  Riwayat penyakit jantung atau sedang menderita penyakit jantung terkait obstruksi atau penyempitan pembuluh darah (penyakit jantung iskemik)  Riwayat stroke  Memiliki faktor risiko multipel untuk penyakit kardiovaskular arteri seperti diabetes dan tekanan darah tinggi

45

 Mengalami perdarahan vaginal yang tidak diketahui sebelum evaluasi kemungkinan kondisi medis serius yang mendasari  Menderita kanker payudara lebih dari 5 tahun yang lalu, dan tidak kambuh  Diabetes selama lebih dari 20 tahun atau mengalami kerusakan pembuluh darah arteri, penglihatan, ginjal, atau sistem saraf karena diabetes  Menderita sirosis hati atau tumor hati  Menderita systemic lupus erythematosus (SLE) dengan antibodi antifosfolipid positif (atau tidak diketahui) dan tidak dalam terapi imunosupresif, atau trombositopenia berat. Pada kondisi tersebut diatas, saat tidak ada kontrasepsi lain yang lebih sesuai atau tidak dapat diterima klien, penyedia layanan akan memutuskan bila klien dapat menggunakan KSP dengan kondisi tersebut diatas. Penyedia layanan perlu mempertimbangkan seberapa berat kondisi klien dan pada kebanyakan kondisi apakah klien mempunyai akses untuk tindak lanjut. Waktu Pemberian Kontrasepsi Suntik Progestin (KSP) Seorang perempuan dapat memulai KSP kapanpun ia menghendaki selama yakin ia tidak hamil dan tidak ada kondisi medis yang menghambat KONDISI Menstruasi atau berganti dari metode non hormonal

WAKTU PEMBERIAN KSP Kapan pun pada bulan tersebut • Jika klien mulai dalam 7 hari setelah permulaan menstruasi, tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika klien mulai lebih 7 hari setelah permulaan menstruasinya, ia dapat mulai menggunakan KSP kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 2 hari pertama minum pil. • Jika berganti dari AKDR, dapat segera mulai menggunakan KSP

Berganti dari metode hormonal

46

• Jika telah menggunakan metode hormonal secara konsisten dan benar atau jika yakin tidak hamil, KSP dapat segera digunakan. Tidak perlu menunggu menstruasi bulan berikutnya. Tidak perlu kontrasepsi tambahan.

KONDISI

WAKTU PEMBERIAN KSP • Jika berganti dari kontrasepsi suntik lainnya, klien dapat mulai menggunakan suntik baru saat suntik ulangan seharusnya diberikan. Tidak perlu kontrasepsi tambahan

ASI eksklusif atau hampir eksklusif Kurang dari 6 bulan setelah melahirkan

• Jika melahirkan kurang dari 6 minggu yang lalu, tunda suntikan pertama sampai dengan setidaknya 6 minggu setelah melahirkan. • Jika belum menstruasi, klien dapat mulai menggunakan KSP kapan saja antara 6 minggu dan 6 bulan. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika telah mentruasi, klien dapat mulai menggunakan KSP seperti yang dianjurkan pada klien yang memiliki siklus menstruasi

ASI eksklusif atau hampir eksklusif Lebih dari 6 bulan setelah melahirkan

• Jika belum menstruasi, klien dapat mulai menggunakan KSP kapan saja jika yakin ia tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah suntik. • Jika telah mentruasi, klien dapat mulai menggunakan KSP seperti yang dianjurkan pada klien yang memiliki siklus menstruasi

ASI tidak eksklusif Kurang dari 6 minggu setelah melahirkan ASI tidak eksklusif Lebih dari 6 minggu setelah melahirkan

Tunda suntikan pertama sampai dengan setidaknya 6 minggu setelah melahirkan

• Jika belum menstruasi, klien dapat mulai menggunakan KSP kapan saja jika yakin ia tidak hamil. Klien memerlukan metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah suntik • Jika telah mentruasi, klien dapat mulai menggunakan KSP seperti yang dianjurkan pada klien yang memiliki siklus menstruasi

Tidak Menyusui Kurang dari 4 minggu setelah melahirkan

Klien dapat mulai menggunakan KSP kapan saja. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan

47

KONDISI Tidak Menyusui Lebih dari 4 minggu setelah melahirkan

WAKTU PEMBERIAN KSP • Jika belum menstruasi, klien dapat memulai KSP kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah suntik. • Jika telah menstruasi, klien dapat memulai KSP seperti yang dianjurkan pada klien dengan siklus menstruasi normal

Tidak menstruasi (tidak berhubungan dengan melahirkan atau menyusui)

• Klien dapat mulai menggunakan KSP kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah suntik

Setelah keguguran atau abortus

• Segera. Jika klien mulai menggunakan dalam 7 hari setelah keguguran atau aborsi trimester 1 atau 2, tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika klien mulai menggunakan KSP lebih dari 7 hari setelah keguguran atau aborsi, ia dapat mulai menggunakan KSP kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah suntik

Setelah pemakaian Pil Kontrasepsi Darurat (PKD) jenis progestin atau kombinasi

• Dapat mulai menggunakan KSP pada hari yang sama dengan minum PKD. Tidak perlu menunggu menstruasi untuk mendapat suntikan. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama setelah suntikan. • Bila klien tidak segera mulai menggunakan KSP, tetapi kembali untuk suntik, ia dapat memulai kapan saja jika yakin tidak hamil.

Setelah pemakaian Pil Kontrasepsi Darurat (PKD) jenis ulipristal asetat (UPA)

• Menunggu menstruasi untuk mendapatkan suntikan. Suntikan dan UPA berinteraksi: jika suntik dimulai lebih dulu, maka keduanya berada di dalam tubuh, akibatnya salah satu atau keduanya dapat menjadi kurang efektif. • Buat jadwal klien kembali untuk mendapatkan suntik pada hari ke-6 setelah memakai PKD UPA, atau sesegera mungkin setelah itu.

48

KONDISI

WAKTU PEMBERIAN KSP • Klien perlu kontrasepsi tambahan dari saat ia menggunakan PKD UPA sampai 7 hari setelah suntik. • Jika klien tidak mulai suntikan pada hari ke-6 tetapi kembalinya agak terlambat untuk suntikan, ia mungkin perlu mulai kapan saja jika yakin tidak hamil

3.3.4. A.

KONTRASEPSI PIL

Kontrasepsi Pil Kombinasi (KPK)

Pengertian: Pil yang mengandung 2 macam hormon berdosis rendah - yaitu progestin dan estrogen-seperti hormon progesteron dan estrogen alami pada tubuh perempuan yang harus diminum setiap hari. Jenis:

 Monofasik: Pil mengandung hormon aktif estrogen/progestin dalam dosis yang sama Jenis pil monofasik yang beredar dipasaran antara lain: - 21 pil mengandung 30 µg Ethynil Estradiol (EE)/150 µg Levonorgestrel (LNG) dan 7 pil tanpa hormon. - 21 pil mengandung 30 µg EE/3000 µg Drospirenone dan 7 pil tanpa hormon - 24 pil mengandung 30 µg EE/2000 µg Drospirenone dan 4 pil tanpa hormon.

 Bifasik:

Pil mengandung hormon aktif estrogen/progestin dalam dua dosis yang berbeda Jenis pil bifasik yang beredar dipasaran antara lain: 21 pil mengandung 0.02 mg EE/0.15 mg Desogestrel, 5 pil mengandung: 0.01 mg EE dan 2 pil tanpa hormon

49

 Trifasik:

Pil mengandung hormon aktif estrogen/progestin dalam tiga dosis yang berbeda Jenis pil trifasik yang beredar dipasaran antara lain: - 7 pil mengandung 0,035 mg EE/0.5 mg Norethindrone, 7 pil mengandung 0,035 mg EE/0.75 mg Norethindrone, 7 pil mengandung 0,035 mg EE/1 mg Norethindrone dan 7 pil tanpa hormon. - 7 pil mengandung 0.025 mg EE/0.100 mg Desogestrel, 7 pil mengandung 0.025 mg EE/0.125 mg Desogestrel, 7 pil mengandung 0.025 mg EE/0.150 mg Desogestrel dan 7 pil tanpa hormon.

 Kuadrifasik : Pil mengandung hormon aktif estrogen/progestin dalam empat dosis yang berbeda Jenis pil kuadrifasik yang beredar dipasaran antara lain: 2 pil mengandung 3 mg Estradiol Valerate, 5 pil mengandung 2 mg Estradiol Valerate/2 mg Dienogest, 17 pil mengandung 2 mg Estradiol Valerate/3 mg Dienogest, 2 pil mengandung 1 mg Estradiol Valerate dan 2 pil tanpa hormon Kontrasepsi Pil Kombinasi (KPK) yang disediakan Pemerintah : Pil Monofasik yang mengandung hormon aktif estrogen/ progestin dalam dosis yang sama yaitu 21 pil mengandung 30 µg Ethynil Estradiol (EE)/150 µg Levonorgestrel (LNG) dan 7 pil tanpa hormon. Cara Kerja:  Mencegah pelepasan telur dari ovarium (menekan ovulasi)  Mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilalui oleh sperma  Pergerakan tuba terganggu sehingga transportasi telur dengan sendirinya akan terganggu

50

Keuntungan :  Dapat mengontrol pemakaian  Mudah digunakan  Mudah didapat, misalnya di apotek atau toko obat  Penghentian dapat dilakukan kapan pun tanpa perlu bantuan tenaga kesehatan  Tidak mengganggu hubungan seksual  Banyaknya darah haid berkurang (mencegah anemia)  Tidak terjadi nyeri haid,  Kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil dihentikan  Membantu mencegah Kanker Endometrium, Kanker Ovarium, Kista ovarium Penyakit Radang Panggul, Anemia Defisiensi Besi  Mengurangi nyeri haid, nyeri ovulasi, masalah perdarahan menstruasi dan jerawat Keterbatasan:  Mahal  Harus diminum setiap hari secara teratur  Mengurangi ASI pada perempuan menyusui Kriteria Kelayakan Medis : Yang boleh menggunakan KPK Hampir semua perempuan dapat menggunakan KPK secara aman dan efektif, termasuk perempuan yang:  Telah atau belum memiliki anak  Perempuan usia reproduksi, termasuk perempuan yang berusia lebih dari 40 tahun  Setelah melahirkan dan selama menyusui, setelah periode waktu tertentu.  Baru saja mengalami keguguran, atau kehamilan ektopik  Merokok – jika usia di bawah 35 tahun  Menderita anemia atau riwayat anemia  Menderita varises vena  Terkena HIV, sedang atau tidak dalam terapi antiretroviral Yang tidak boleh menggunakan KPK Perempuan dengan kondisi di bawah ini sebaiknya tidak memakai KPK :  Tidak menyusui dan kurang dari 3 minggu setelah melahirkan, tanpa risiko tambahan kemungkinan terjadinya penggumpalan darah pada vena dalam (TVD)

51

 Tidak menyusui dan antara 3 hingga 6 minggu pasca persalinan dengan risiko tambahan kemungkinan terjadinya TVD  Terutama menyusui antara 6 minggu hingga 6 bulan setelah melahirkan  Usia 35 tahun atau lebih yang merokok  Tekanan darah tinggi (tekanan sistolik antara 140 dan 159 mmHg atau tekanan diastolik antara 90 dan 99 mmHg)  Tekanan darah tinggi terkontrol, dan memungkinkan untuk dilakukan evaluasi lanjutan  Riwayat tekanan darah tinggi, dan tekanan darah tidak dapat diukur (termasuk tekanan darah tinggi terkait kehamilan)  Riwayat jaundis saat menggunakan KPK sebelumnya  Penyakit kandung empedu (sedang atau diobati secara medis)  Usia 35 tahun atau lebih dengan sakit kepala migrain tanpa aura  Usia kurang dari 35 tahun dengan sakit kepala migrain tanpa aura yang muncul atau memberat ketika menggunakan KPK  Menderita kanker payudara lebih dari 5 tahun yang lalu, dan tidak kambuh  Diabetes selama lebih dari 20 tahun atau mengalami kerusakan pembuluh darah, penglihatan, ginjal, atau sistem saraf karena diabetes  Faktor risiko multipel untuk penyakit kardiovaskular arteri seperti usia tua, merokok, diabetes, dan tekanan darah tinggi  Sedang dalam terapi barbiturat, carbamazepin, oxcarbazepine, fenitoin, primidone, topiramate, rifampisin, atau rifabutin. Sebaiknya memakai metode kontrasepsi tambahan karena obat-obatan tersebut mengurangi efektivitas KPK.  Sedang dalam terapi lamotrigin. KPK dapat mengurangi efektivitas lamotrigin. Pada kondisi tersebut diatas, saat tidak ada kontrasepsi lain yang lebih sesuai atau tidak dapat diterima klien, penyedia layanan akan memutuskan bila klien dapat menggunakan KPK dengan kondisi tersebut diatas. Penyedia layanan perlu mempertimbangkan seberapa berat kondisi klien dan pada kebanyakan kondisi apakah klien mempunyai akses untuk tindak lanjut. Waktu pemberian KPK: Seorang perempuan dapat memulai KPK kapanpun ia menghendaki selama yakin ia tidak hamil dan tidak ada kondisi medis yang menghambat KONDISI Menstruasi teratur atau berganti dari metode non

52

WAKTU PEMBERIAN KPK Kapan saja pada bulan tersebut • Jika mulai dalam 5 hari setelah permulaan

KONDISI hormonal

WAKTU PEMBERIAN KPK menstruasi, tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika mulai lebih dari 5 hari setelah permulaan menstruasinya, klien dapat mulai menggunakan KPK kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama minum pil. • Jika berganti dari AKDR, ia dapat segera mulai menggunakan KPK

Berganti dari metode hormonal

• Jika telah menggunakan kontrasepsi hormonal secara konsisten dan benar atau jika yakin tidak hamil, KPK dapat segera digunakan. Tidak perlu menunggu menstruasi bulan berikutnya. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika berganti dari kontrasepsi suntik, ia dapat mulai menggunakan KPK saat suntik ulangan seharusnya diberikan. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan

ASI eksklusif atau hampir eksklusif Kurang dari 6 bulan setelah melahirkan ASI eksklusif atau hampir eksklusif Lebih dari 6 bulan setelah melahirkan ASI eksklusif atau hampir eksklusif Lebih dari 6 bulan setelah melahirkan ASI tidak eksklusif Kurang dari 6 minggu setelah melahirkan

Berikan KPK dan beri tahu klien untuk mulai menggunakannya 6 bulan setelah melahirkan atau ketika ASI tidak lagi menjadi sumber nutrisi utama bayi – mana saja yang lebih dulu • Jika belum menstruasi, klien dapat mulai menggunakan KPK kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama minum pil. • Jika telah mentruasi, klien dapat mulai menggunakan KPK seperti yang dianjurkan pada klien yang memiliki siklus menstruasi

• Berikan KPK dan beri tahu klien untuk mulai menggunakan 6 minggu setelah melahirkan. • Berikan pula metode kontrasepsi tambahan selama periode hingga 6 minggu setelah melahirkan jika klien belum

53

KONDISI

WAKTU PEMBERIAN KPK mentruasi

ASI tidak eksklusif Lebih dari 6 minggu setelah melahirkan

• Jika belum menstruasi, klien dapat mulai menggunakan KPK kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama minum pil. • Jika telah mentruasi, klien dapat mulai menggunakan KPK seperti saran yang dianjurkan pada klien yang memiliki siklus menstruasi

Tidak Menyusui Kurang dari 4 minggu setelah melahirkan

Tidak Menyusui Lebih dari 4 minggu setelah melahirkan

• Klien dapat mulai menggunakan KPK kapan saja antara hari ke 21-28 setelah melahirkan. Berikan KPK kapan saja untuk mulai digunakan dalam 7 hari ini. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. Jika ada risiko tambahan untuk TVD, tunggu hingga 6 minggu • Jika klien belum menstruasi, klien dapat mulai menggunakan KPK kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama minum pil. • Jika telah menstruasi, klien dapat mulai menggunakan KPK seperti yang dianjurkan pada klien yang memiliki siklus menstruasi

Tidak menstruasi (tidak berhubungan dengan melahirkan atau menyusui)



Klien dapat mulai menggunakan KPK kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama minum pil.

Setelah keguguran atau aborsi

• Segera. Jika klien mulai menggunakan KPK dalam 7 hari setelah keguguran atau aborsi trimester 1 atau 2, tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika klien mulai menggunakan KPK lebih dari 7 hari setelah keguguran atau aborsi, ia dapat mulai menggunakan KPK kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama minum pil.

54

KONDISI

WAKTU PEMBERIAN KPK

Setelah pemakaian Pil Kontrasepsi Darurat (PKD) jenis Progestin atau Kombinasi

• Setelah selesai menggunakan PKD, klien dapat segera mulai atau memulai Kembali pengguna KPK. Tidak perlu menunggu menstruasi berikutnya. Pengguna rutin KPK yang membutuhkan PKD karena keliru memakai KPK, dapat melanjutkan pil yang tersisa dari kemasan yang sekarang. • Bila tidak segera mulai menggunakan KPK, tetapi tetap ingin menggunakannya, klien dapat mulai menggunakan kapan saja jika yakin tidak hamil. • Semua klien perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama minum pil.

Setelah pemakaian Pil Kontrasepsi Darurat (PKD) Ulipristal Asetat (UPA)

• Klien dapat mulai atau memulai kembali KPK pada hari ke-6 setelah selesai meminum PKD UPA. Tidak perlu menunggu menstruasi berikutnya. Kontrasepsi Pil Kombinasi (KPK) dan UPA dapat berinteraksi jika KPK dimulai lebih dulu, maka keduanya akan berada di dalam tubuh, akibatnya salah satu atau keduanya bisa menjadi kurang efektif. • Berikan pasokan pil yang cukup dan informasikan untuk memulai pil tersebut di hari ke-6 setelah pemakaian PKD UPA. • Perlu metode kontrasepsi tambahan dari mulai saat klien menggunakan PKD UPA sampai pemakaian KPK selama 7 hari. • Jika klien tidak mulai KPK pada hari ke-6 tetapi kembali menggunakan KPK sesudahnya, ia dapat mulai menggunakan kapan saja jika yakin tidak hamil

55

B.

Kontrasepsi Pil Progestin (KPP)

Pengertian: Pil yang mengandung progestin saja dengan dosis yang sangat rendah seperti hormon progesteron alami pada tubuh perempuan. Jenis :  Kemasan 28 pil berisi Lynestrenol 0,5 mg (Kontrasepsi Pil Progestin yang disediakan Pemerintah)  Kemasan 28 pil berisi 75 µg norgestrel  Kemasan 35 pil berisi 300 µg levonorgestrel atau 350 µg norethindrone. Sangat dianjurkan untuk ibu menyusui karena tidak mengganggu produksi ASI Cara Kerja :  Mencegah ovulasi,  Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma  Menjadikan endometrium tipis dan atrofi Keuntungan:  Dapat diminum selama menyusui  Dapat mengontrol pemakaian  Penghentian dapat dilakukan kapan pun tanpa perlu bantuan tenaga kesehatan  Tidak mengganggu hubungan seksual  Kesuburan cepat Kembali  Mengurangi nyeri haid  Mengurangi jumlah perdarahan haid Keterbatasan:  Harus diminum setiap hari dan pada waktu yang sama, bila lupa satu pil saja, kegagalan menjadi lebih besar  Peningkatan/penurunan berat badan

56

Kriteria Kelayakan Medis : Yang boleh menggunakan KPP : Hampir semua perempuan dapat menggunakan KPP secara aman dan efektif, termasuk perempuan yang:  Sedang menyusui (dapat mulai segera setelah 6 minggu melahirkan)  Telah atau belum memiliki anak  Perempuan usia reproduksi, termasuk perempuan yang berusia lebih dari 40 tahun  Baru saja mengalami keguguran, atau kehamilan ektopik  Merokok, tanpa melihat usia perempuan maupun jumlah rokok yang dihisap  Menderita anemia atau riwayat anemia  Menderita varises vena  Terkena HIV, sedang atau tidak sedang dalam terapi antiretroviral Yang tidak boleh menggunakan KPP : Perempuan dengan kondisi di bawah ini sebaiknya tidak memakai KPP :  Mengalami penggumpalan darah akut pada vena dalam (trombosis vena dalam) di kaki atau paru  Menderita kanker payudara lebih dari 5 tahun yang lalu, dan tidak kambuh  Menderita sirosis hati atau tumor hati berat  Menderita Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dengan antibodi antifosfolipid positif (atau tidak diketahui)  Sedang dalam terapi barbiturat, carbamazepin, oxcarbazepine, fenitoin, primidone, topiramate, rifampisin, atau rifabutin. Sebaiknya memakai metode kontrasepsi tambahan karena obat-obatan tersebut mengurangi efektivitas KPP. Pada kondisi tersebut diatas, saat tidak ada kontrasepsi lain yang lebih sesuai atau tidak dapat diterima klien, penyedia layanan akan memutuskan bila klien dapat menggunakan KPP dengan kondisi tersebut diatas. Penyedia layanan perlu mempertimbangkan seberapa berat kondisi klien dan pada kebanyakan kondisi apakah klien mempunyai akses untuk tindak lanjut. Waktu Pemberian KPP: Seorang perempuan dapat memulai KPP kapanpun ia menghendaki selama yakin ia tidak hamil dan tidak ada kondisi medis yang menghambat

57

KONDISI ASI eksklusif atau hampir eksklusif Kurang dari 6 bulan setelah melahirkan

WAKTU PEMBERIAN KPP • Jika belum menstruasi, klien dapat mulai menggunakan KPP kapan saja antara sesudah melahirkan dan 6 bulan. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika telah mentruasi, klien dapat mulai menggunakan KPP seperti yang dianjurkan pada klien yang memiliki siklus menstruasi

ASI eksklusif atau hampir eksklusif Lebih dari 6 bulan setelah melahirkan

• Jika belum menstruasi, klien dapat mulai menggunakan KPP kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 2 hari pertama minum pil. • Jika telah mentruasi, klien dapat mulai menggunakan KPP seperti seperti yang dianjurkan pada klien yang memiliki siklus menstruasi

ASI tidak Eksklusif Bila belum menstruasi

ASI tidak Eksklusif Bila telah menstruasi Tidak Menyusui Kurang dari 4 minggu setelah melahirkan Tidak Menyusui Lebih dari 4 minggu setelah melahirkan

Klien dapat mulai menggunakan KPP kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 2 hari pertama minum pil. Klien dapat mulai menggunakan KPP seperti yang dianjurkan pada klien yang memiliki siklus menstruasi Klien dapat mulai menggunakan KPP kapan saja. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan

• Jika belum menstruasi, klien dapat mulai menggunakan KPP kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 2 hari pertama minum pil. • Jika telah menstruasi, klien dapat mulai menggunakan KPP seperti yang dianjurkan pada klien yang memiliki siklus menstruasi

58

KONDISI Berganti dari metode hormonal

WAKTU PEMBERIAN KPP • Jika telah menggunakan metode hormonal secara konsisten dan benar atau jika yakin tidak hamil, KPP dapat segera digunakan. Tidak perlu menunggu menstruasi bulan berikutnya. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika berganti dari kontrasepsi suntik, ia dapat mulai menggunakan KPP saat suntik ulangan seharusnya diberikan. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan

Menstruasi teratur atau berganti dari metode non hormonal

Kapan saja pada bulan tersebut • Jika klien mulai dalam 5 hari setelah permulaan menstruasi, tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika mulai lebih 5 hari setelah permulaan menstruasi, ia dapat mulai menggunakan KPP kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 2 hari pertama minum pil. • Jika klien berganti dari AKDR, ia dapat segera mulai menggunakan KPP

Tidak menstruasi (tidak berhubungan dengan melahirkan atau menyusui)

• Klien dapat mulai menggunakan KPP kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 2 hari pertama minum pil.

Setelah keguguran atau abortus

• Segera. Jika klien mulai menggunakan dalam 7 hari setelah keguguran atau aborsi trimester 1 atau 2, tidak perlu metode kontrasepsi tambahan. • Jika klien mulai menggunakan KPP lebih dari 7 hari setelah keguguran/aborsi trimester 1 atau trimester 2, ia dapat mulai menggunakan KPP kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 2 hari pertama minum pil

59

KONDISI

WAKTU PEMBERIAN KPP

Setelah pemakaian Pil Kontrasepsi Darurat (PKD) jenis progestin atau kombinasi:

• Setelah selesai menggunakan PKD, perempuan dapat segera mulai atau memulai kembali penggunaan KPP. Tidak perlu menunggu menstruasi berikutnya. Pengguna rutin KPP yang membutuhkan PKD karena keliru memakai KPK, dapat melanjutkan pil yang tersisa dari kemasan saat ini. • Bila tidak segera memulai KPP, tetapi tetap ingin menggunakannya, klien dapat mulai menggunakan kapan saja jika yakin tidak hamil. • Semua klien perlu metode kontrasepsi tambahan untuk 2 hari pertama minum pil

Setelah memakai PKD Ulipristal Asetat (UPA):

• Klien dapat mulai atau memulai kembali KPP pada hari ke-6 setelah selesai meminum PKD UPA. Tidak perlu menunggu menstruasi berikutnya. Kontrasepsi Pil Progestin (KPP) dan UPA dapat berinteraksi: jika KPP dimulai lebih dulu, maka keduanya akan berada di dalam tubuh, akibatnya salah satu atau keduanya dapat menjadi kurang efektif. • Berikan pasokan pil yang cukup dan informasikan untuk memulai pil tersebut di hari ke-6 setelah pemakaian PKD UPA. • Perlu metode kontrasepsi tambahan dari mulai saat klien memakai PKD UPA sampai pemakaian KPP selama 2 hari. • Jika klien tidak mulai KPP hari ke-6 tetapi kembali menggunakan KPP sesudahnya, klien dapat mulai menggunakan kapan saja jika yakin tidak hamil

60

3.3.5. A.

KONDOM

Kondom Laki-Laki

Pengertian: Merupakan selubung/sarung karet yang berbentuk silinder dengan muaranya berpinggir tebal, yang bila digulung berbentuk rata atau mempunyai bentuk seperti putting susu yang dipasang pada penis saat hubungan seksual Terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), polyurethane, polyisoprene, kulit domba, dan nitrile. Jenis:

 Kondom berkontur (bergerigi)  Kondom beraroma  Kondom tidak beraroma Cara Kerja:

 Menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di ujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah ke dalam saluran reproduksi perempuan

 Khusus untuk kondom yang terbuat dari lateks dan vinil dapat mencegah penularan mikroorganisme (IMS termasuk HIV/AIDS) dari satu pasangan kepada pasangan yang lain

HBV dan

Keuntungan:

 Murah dan dapat dibeli bebas  Tidak perlu pemeriksaan kesehatan khusus  Proteksi ganda (selain mencegah kehamilan tetapi juga mencegah IMS termasuk HIV-AIDS)

 Membantu mencegah terjadinya kanker serviks (mengurangi iritasi bahan karsinogenik eksogen pada serviks) Keterbatasan:

 Cara penggunaan sangat mempengaruhi keberhasilan kontrasepsi  Agak mengganggu hubungan seksual (mengurangi sentuhan langsung),

 Bisa menyebabkan kesulitan untuk mempertahankan ereksi  Malu membelinya di tempat umum 61

Kriteria Kelayakan Medis: Yang Boleh Menggunakan Kondom Laki-laki: Semua laki-laki dapat secara aman menggunakan kondom pria kecuali mereka dengan reaksi alergi berat terhadap karet lateks Waktu Pemakaian: Kapan saja laki-laki atau pasangan menginginkan perlindungan terhadap kehamilan atau IMS B.

Kondom Perempuan

Pengertian: Sarung atau penutup yang lembut, transparan, dan tipis sesuai dengan vagina. Mempunyai cincin lentur pada kedua ujung, satu cincin pada ujung tertutup membantu untuk memasukkan kondom, cincin pada ujung terbuka untuk mempertahankan bagian kondom tetap di luar vagina. Terbuat dari berbagai bahan, seperti lateks, polyurethane, dan nitrile, di bagian dalam dan luar kondom dilapisi dengan lubrikan berbasis silikon. Cara Kerja: Membuat penghalang yang mempertahankan sperma tetap berada di luar vagina, sehingga mencegah kehamilan. Juga dapat mencegah penularan infeksi di semen, penis, atau vagina ke pasangan lain. Keuntungan:

 Dapat memprakarsai penggunaannya  Memiliki tekstur yang lembut dan lembab, yang terasa lebih alami dibanding kondom lateks pria saat berhubungan seksual

 Membantu melindungi dari kehamilan dan IMS, termasuk HIV  Pada sebagian perempuan, cincin di bagian luar meningkatkan stimulasi seksual

 Dapat digunakan tanpa berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan

 Dapat dimasukkan lebih dahulu sehingga tidak mengganggu hubungan seksual

 Tidak mengurangi sensasi seksual  Tidak harus segera dilepas setelah ejakulasi

62

Keterbatasan: Memerlukan latihan untuk cara pemakaian yang benar. Kriteria Kelayakan Medis: Yang Boleh Menggunakan Kondom Perempuan: Semua perempuan dapat menggunakan kondom perempuan kecuali mereka dengan reaksi alergi berat terhadap lateks semestinya tidak menggunakan kondom perempuan berbahan lateks. Waktu Pemakaian: Kapan saja perempuan atau pasangan menginginkan perlindungan terhadap kehamilan atau IMS

3.3.6.

TUBEKTOMI

Pengertian: Prosedur bedah sukarela untuk menghentikan kesuburan secara permanen pada perempuan yang tidak ingin anak lagi Jenis: 1. Minilaparotomi dengan membuat insisi kecil pada perut. Tuba fallopi ditarik ke irisan untuk dipotong dan diikat. Jenis: • Minilaparotomi Suprapubik : pada masa interval • Minilaparotomi Subumbilikus : pada pasca persalinan 2. Laparoskopi dengan memasukkan pipa kecil panjang dengan lensa di dalamnya ke dalam perut melalui insisi kecil. Laparoskop memungkinkan dokter untuk mencapai dan memblok atau memotong tuba falopi di dalam perut. Cara Kerja: Mengoklusi tuba falopii (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum Keuntungan:

    

Sangat efektif Tidak mempengaruhi proses menyusui Tidak bergantung pada faktor senggama Tidak memiliki efek samping dalam jangka panjang Tidak

perlu

khawatir

menjadi

hamil

atau

khawatir

mengenai

63

kontrasepsi lagi

 Pengguna tidak perlu melakukan atau mengingat apapun setelah prosedur dilakukan

 Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual Keterbatasan:

 Kesuburan tidak dapat dipulihkan kembali, kecuali dengan operasi rekanalisasi

 Rasa sakit dalam jangka pendek setelah tindakan  Harus dilakukan oleh dokter yang terlatih (untuk laparoskopi dilakukan oleh Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi) Kriteria Kelayakan Medis : Yang boleh menjalani tubektomi:

 Perempuan yang sudah memiliki jumlah anak > 2  Perempuan yang pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius

 Perempuan yang paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini

 Pasca persalinan/pasca keguguran Yang sebaiknya tidak menjalani tubektomi:

 Perempuan dengan perdarahan pervaginam yang belum terjelaskan  Perempuan dengan infeksi sistemik atau pelvik yang akut  Perempuan yang kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan

 Perempuan yang belum memberikan persetujuan tertulis Memulai Prosedur Tubektomi: Seorang perempuan dapat memulai prosedur tubektomi kapanpun ia menghendaki selama yakin ia tidak hamil dan tidak ada kondisi medis yang menghambat

64

KONDISI

MEMULAI PROSEDUR TUBEKTOMI

Tanpa perdarahan

Kapanpun jika yakin klien tidak hamil

Setelah keguguran atau abortus

Dalam 48 jam setelah keguguran atau aborsi tanpa komplikasi, jika sebelumnya klien telah memberikan informed choice secara sukarela.  Segera atau dalam 48 jam pasca persalinan, jika sebelumnya klien telah memberikan informed choice secara sukarela.  Kapanpun 6 minggu atau lebih pasca persalinan jika yakin klien tidak hamil. Kapan saja pada bulan tersebut • Kapanpun dalam 7 hari setelah permulaan menstruasi. Tidak perlu menggunakan metode kontrasepsi tambahan sebelum prosedur. • Jika lebih dari 7 hari setelah permulaan menstruasi, klien dapat menjalani prosedur kapanpun selama yakin ia tidak hamil. • Jika klien berganti dari pil, ia dapat melanjutkan penggunaan pil hingga menyelesaikan paket pil untuk menjaga siklus regulernya. • Jika klien berganti dari AKDR, ia dapat segera menjalani prosedur

Setelah melahirkan

Menstruasi teratur atau berganti dari metode lain

3.3.7.

VASEKTOMI

Pengertian: Vasektomi adalah tindakan memotong dan mengikat vas (ductus) deferens tanpa menggunakan pisau bedah, dengan tujuan memutuskan aliran sperma dari testis sehingga terjadi azoospermia. Cara Kerja: Mengikat dan memotong setiap saluran vas deferens sehingga sperma tidak bercampur dengan semen. Semen dikeluarkan, tetapi tidak dapat menyebabkan kehamilan

65

Keuntungan:

   

Aman dan nyaman Sangat efektif Permanen Laki-laki mengambil tanggung jawab untuk kontrasepsi – mengambil alih beban perempuan

 Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual Keterbatasan:

 Tidak segera efektif (WHO menyarankan kontrasepsi tambahan selama 3 bulan setelah prosedur, kurang lebih 20 kali ejakulasi)

 Komplikasi minor seperti infeksi, perdarahan, nyeri pasca operasi. Teknik tanpa pisau merupakan pilihan mengurangi perdarahan dan nyeri dibandingkan teknik insisi

 Harus dilakukan oleh dokter umum yang terlatih untuk vasektomi atau Dokter Spesialis Bedah dan Dokter Spesialis Urologi. Kriteria Kelayakan Medis : Yang Dapat Menjalani Vasektomi Dengan konseling dan informed consent yang tepat, semua laki-laki dapat menjalani vasektomi secara aman, termasuk laki-laki yang:

    

Sudah memiliki jumlah anak > 2 Mempunyai istri usia reproduksi Menderita penyakit sel sabit Berisiko tinggi terinfeksi HIV atau IMS lainnya Terinfeksi HIV, sedang dalam pengobatan antiretroviral atau tidak

Memulai Prosedur Vasektomi: Jika tidak ada alasan medis untuk menunda, seorang laki-laki dapat menjalani prosedur vasektomi kapanpun ia menghendaki

66

3.3.8.

METODE AMENORE LAKTASI (MAL)

Pengertian: Metode keluarga berencana sementara yang mengandalkan pemberian ASI secara eksklusif, artinya hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan ataupun minuman apa pun lainnya. MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila: A. Ibu belum menstruasi bulanan. B. Bayi disusui secara penuh (ASI Eksklusif) dan sering disusui lebih dari 8 kali sehari, siang dan malam. C. Bayi berusia kurang dari 6 bulan Cara Kerja: Mekanisme kerja utama dengan cara mencegah pelepasan telur dari ovarium (ovulasi). Sering menyusui secara sementara mencegah pelepasan hormon alami yang dapat menyebabkan ovulasi Keuntungan:

 Tidak memberi beban biaya untuk keluarga berencana atau untuk makanan bayi

       

Efektivitasnya tinggi Segera efektif Tidak mengganggu hubungan seksual Tidak ada efek samping secara sistemik Tidak perlu pengawasan medis Tidak perlu obat atau alat Bayi mendapat kekebalan pasif Sumber asupan gizi yang terbaik dan sempurna untuk tumbuh kembang bayi yang optimal

 Mengurangi perdarahan pasca persalinan  Meningkatkan hubungan psikologik ibu dan bayi Keterbatasan:

 Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera menyusui dalam 30 menit pasca persalinan

 Mungkin sulit dilaksanakan karena kondisi sosial  Efektif hanya sampai dengan 6 bulan

67

Kriteria Kelayakan Medis: Semua perempuan menyusui dapat secara aman menggunakan MAL, tetapi perempuan dengan kondisi berikut mungkin ingin mempertimbangkan metode kontrasepsi lain:

 Terinfeksi HIV  Menggunakan obat-obat tertentu selama menyusui (termasuk obat yang mengubah suasana hati, reserpin, ergotamin, anti-metabolit, siklosporin, kortikosteroid dosis tinggi, bromokriptin, obat-obat radioaktif, lithium, dan antikoagulan tertentu)

 Bayi baru lahir memiliki kondisi yang membuatnya sulit untuk menyusu (termasuk kecil masa kehamilan atau prematur dan membutuhkan perawatan neonatus intensif, tidak mampu mencerna makanan secara normal, atau memiliki deformitas pada mulut, rahang, atau palatum) Memulai menggunakan MAL: Klien dapat mulai menggunakan MAL kapan saja jika memenuhi kriteria:

 Belum menstruasi  Tidak memberikan bayi makanan lain selain ASI  Tidak membiarkan periode panjang tanpa menyusui, baik siang atau malam

 Bayi berusia kurang dari 6 bulan

3.3.9.

METODE SADAR MASA SUBUR

Pengertian: Seorang perempuan mengetahui kapan periode masa suburnya dari waktu mulai dan berakhirnya siklus menstruasi. Pasangan secara suka rela menghindari sanggama pada masa subur perempuan. Jenis metode Sadar Masa Subur: A. Metode berbasis kalender: meliputi mencatat hari dari siklus menstruasi untuk mengidentifikasi kapan mulai dan berakhirnya masa subur. Contoh: Standard Day Methods, yang menghindari hubungan seksual pada hari ke 8 sampai 19 siklus menstruasinya dan Metode Ritme Kalender.

68

B. Metode berbasis gejala: bergantung dari pengamatan tanda kesuburan.  Sekresi serviks: Ketika seorang perempuan mengamati atau merasakan sekresi serviks, kemungkinan klien subur. Klien mungkin hanya merasa vaginanya sedikit basah.  Suhu tubuh basal: Suhu tubuh istirahat seorang perempuan sedikit meningkat setelah melepaskan sel telur (ovulasi). Ia cenderung tidak akan hamil dari 3 hari sejak peningkatan suhu tubuh ini sampai mulainya menstruasi bulan berikutnya. Suhu klien tetap dalam kondisi tinggi hingga permulaan menstruasi bulan berikutnya. Contoh: Two Days Methods, Metode Suhu Tubuh Basal, Metode Ovulasi (Metode Billings atau Metode Lendir Serviks), dan Metode Symptothermal. Cara Kerja: Menghindari hubungan seksual pada masa subur. Keuntungan:

   

Tanpa biaya Tidak ada risiko kesehatan yang berhubungan dengan kontrasepsi Tidak ada efek samping sistemik Meningkatkan keterlibatan suami dalam KB

Keterbatasan:

    

Keefektifan tergantung dari kemauan dan disiplin pasangan Perlu ada pelatihan (butuh pelatih, bukan tenaga medis) Perlu pencatatan setiap hari Perlu pantang selama masa subur Infeksi vagina membuat lender serviks sulit dinilai

Kriteria Kelayakan Medis untuk Metode Berbasis Kalender: Semua perempuan dapat menggunakan metode berbasis kalender. Tidak ada kondisi medis yang menghalangi penggunaan metode ini, namun beberapa kondisi dapat membuat metode ini lebih sulit untuk digunakan secara efektif. Pada situasi berikut Tunda dalam memulai penggunaan metode berbasis kalender:

 Baru saja melahirkan atau sedang menyusui (Tunda hingga klien mendapat minimal 3 siklus menstruasi dan siklusnya teratur lagi. Untuk

69

beberapa bulan setelah siklus yang teratur kembali, gunakan dengan perhatian)

 Baru saja mengalami keguguran (Tunda hingga permulaan menstruasi bulan berikutnya)

 Perdarahan vagina yang tidak teratur (Tunda hingga siklusnya menjadi lebih teratur) Pada situasi berikut Tunda atau gunakan dengan Hati-hati metode berbasis kalender:

 Menggunakan obat yang membuat siklus menstruasi menjadi tidak teratur (contohnya, antidepresan tertentu, medikasi tiroid, penggunaan antibiotik tertentu dalam jangka panjang, atau penggunaan obat anti inflamasi non steroid (NSAIDs) dalam jangka panjang seperti aspirin atau ibuprofen) Kriteria Kelayakan Medis untuk Metode Berbasis Gejala: Semua perempuan dapat menggunakan metode berbasis gejala. Tidak ada kondisi medis yang menghalangi penggunaan metode ini, namun beberapa kondisi dapat membuat metode ini lebih sulit untuk digunakan secara efektif Pada situasi berikut gunakan Hati-hati dengan metode berbasis gejala:

 Baru saja mengalami aborsi atau keguguran  Siklus menstruasi baru saja dimulai atau menjadi kurang teratur atau berhenti karena usia yang lebih tua (Ketidakteraturan siklus menstruasi umum terjadi pada perempuan muda di beberapa tahun pertama setelah menstruasi pertamanya dan pada perempuan yang lebih tua yang mendekati menopause. Mengidentifikasi masa subur mungkin sulit.)

 Kondisi kronis yang meningkatkan suhu tubuh klien (untuk metode suhu tubuh basal dan simptotermal) Pada situasi berikut Tunda dalam memulai penggunaan metode berbasis gejala:

 Baru saja melahirkan atau sedang menyusui (Tunda hingga sekresi normal kembali biasanya minimal 6 bulan setelah melahirkan untuk perempuan menyusui dan minimal 4 minggu setelah melahirkan untuk perempuan yang tidak menyusui. Untuk beberapa bulan setelah siklus kembali teratur, gunakan Hati-hati)

 Kondisi akut yang meningkatkan suhu tubuh (untuk metode suhu tubuh basal dan symptothermal)

 Menstruasi yang tidak teratur 70

Pada situasi berikut Tunda atau gunakan dengan Hati-hati metode berbasis gejala:

 Menggunakan obat apapun yang mengubah sekresi serviks, contohnya antihistamin, atau obat yang meningkatkan suhu tubuh, contohnya antibiotik. Memulai menggunakan Metode Berbasis Kalender Sekali dilatih, seorang perempuan atau pasangan biasanya dapat mulai menggunakan metode berbasis kalender kapan saja. Bagi klien yang tidak dapat memulai dengan segera, berikan metode lain untuk digunakan hingga mereka dapat memulai KONDISI Memiliki siklus menstruasi yang teratur Tidak menstruasi Setelah melahirkan (menyusui atau tidak menyusui)

Setelah keguguran atau aborsi

Berganti dari metode hormonal

Setelah menggunakan Pil Kontrasepsi Darurat

MEMULAI METODE BERBASIS KALENDER Kapan pun pada bulan tersebut. Tidak perlu menunda hingga permulaan siklus menstruasi bulan berikutnya Tunda metode berbasis kalender hingga menstruasi kembali • Tunda Metode Berbasis Kalender hingga klien memiliki 4 siklus menstruasi dan panjang siklus terakhir 26-32 hari. • Kembalinya siklus teratur pada perempuan yang menyusui membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan perempuan tidak menyusui • Tunda Metode Berbasis Kalender hingga permulaan menstruasi bulan berikutnya, klien dapat memulainya lagi jika tidak ada perdarahan karena luka pada saluran genital. • Tunda memulai Metode Berbasis Kalender hingga permulaan menstruasi bulan berikutnya. • Jika klien beralih dari suntik, tunda Metode Berbasis Kalender setidaknya hingga suntik ulangan seharusnya diberikan, dan mulai metode tersebut pada permulaan menstruasi bulan berikutnya. Tunda Metode Berbasis Kalender hingga permulaan menstruasi bulan berikutnya

71

3.3.10. SANGGAMA TERPUTUS Pengertian: Metode KB tradisional, dimana laki-laki mengeluarkan alat kelamin (penis) nya dari vagina sebelum mencapai ejakulasi Disebut juga sebagai koitus interuptus dan “menarik keluar.” Cara Kerja: Penis dikeluarkan sebelum ejakulasi sehingga sperma tidak masuk ke dalam vagina akibatnya tidak ada pertemuan antara sperma dan ovum dan kehamilan dapat dicegah Keuntungan:  Efektif bila dilaksanakan dengan benar  Dapat digunakan setiap waktu  Tidak memerlukan biaya  Tidak ada efek samping  Dapat digunakan sebagai pendukung metode KB lainnya  Meningkatkan keterlibatan suami dalam KB Keterbatasan:  Efektivitas sangat bergantung pada kesediaan pasangan untuk melakukan sanggama terputus setiap melaksanakannya  Memutus kenikmatan dalam berhubungan seksual Kriteria Kelayakan Medis: Semua laki-laki boleh melakukan metode sanggama terputus. Tidak ada kondisi medis yang menghalangi penggunaan metode ini. Sanggama terputus boleh untuk:  Tidak mempunyai metode lain  Jarang berhubungan seksual  Keberatan menggunakan metode lain  Pasangan yang memerlukan kontrasepsi dengan segera  Pasangan yang memerlukan metode sementara sambal menunggu metode yang lain Sanggama terputus tidak boleh untuk:  Laki-laki dengan pengalaman ejakulasi dini  Laki-laki yang sulit melakukan sanggama terputus

72

BAB IV PROSEDUR KLINIS PELAYANAN KB 4.1 ALGORITMA PELAYANAN KB 4.1.1 ALGORITMA PELAYANAN KB DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Sumber : Reproductive Health Access Project (2013) www.reproductiveaccess.org

Keterangan: (*) kriteria pasien dirujuk ke FKTRL antara lain :  Tidak tersedia Alokon yang sesuai dengan keinginan klien dan sudah memenuhi Kriteria Kelayakan Medis  Klien menginginkan kontrasepsi tubektomi/MOW  Klien termasuk Kategori 3 dari Kriteria Kelayakan Medis

73

4.1.2 ALGORITMA UNTUK METODE KONTRASEPSI HORMONAL Klien mau ikut KB untuk pertama kali :

Sumber : Reproductive Health Access Project (2013) www.reproductiveaccess.org

74

4.1.3 ALGORITMA UNTUK AKDR

Sumber : Reproductive Health Access Project (2013) www.reproductiveaccess.org

75

1 Jika tes kehamilan positif, berikan opsi konseling. 2 CDC menyarankan bahwa manfaat memulai kontrasepsi kemungkinan melebihi risiko kehamilan dini. 3 Untuk pasien dengan indeks massa tubuh lebih dari 25, kontrasepsi Darurat (Kondar) Levonorgestrel EC bekerja tidak lebih baik daripada plasebo. Kondar Ulipristal memiliki kemanjuran yang lebih tinggi daripada Kondar Levonorgestrel bagi mereka yang melakukan hubungan seks tanpa kondom 3-5 hari yang lalu. Karena hormon dapat menurunkan kemanjuran ulipristal, metode baru ini harus dimulai tidak lebih dari 5 hari setelah ulipristal. Pertimbangkan untuk memulai injeksi / IUD / implan lebih cepat jika manfaatnya melebihi risiko. Sumber : Reproductive Health Access Project (2013) www.reproductiveaccess.org

76

4.2 PELAKSANAAN PROSEDUR PELAYANAN 4.2.1 PRA PELAYANAN A.

Konseling

Konseling dilakukan untuk memberikan berbagai masukan dalam metode kontrasepsi dan hal-hal yang dianggap perlu untuk diperhatikan dalam metode kontrasepsi yang menjadi pilihan klien berdasarkan tujuan reproduksinya. Konseling ini melihat lebih banyak pada kepentingan klien dalam memilih metode kontrasepsi yang diinginkannya. Tindakan konseling ini disebut sebagai informed choice. Petugas kesehatan wajib menghormati keputusan yang diambil oleh klien. Dalam memberikan konseling, khususnya bagi klien yang baru, hendaknya dapat diterapkan enam langkah yang sudah dikenal dengan kata kunci SATU TUJU. Penerapan SATU TUJU tersebut tidak perlu dilakukan secara berturut-turut karena petugas harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan klien. Beberapa klien membutuhkan lebih banyak perhatian pada langkah yang satu dibanding dengan langkah yang lainnya. Kata kunci SATU TUJU adalah sebagai berikut: 1. SA: SApa dan SAlam kepada klien secara terbuka dan sopan. Berikan perhatian sepenuhnya kepada mereka dan berbicara di tempat yang nyaman serta terjamin privasinya. Yakinkan klien untuk membangun rasa percaya diri. Tanyakan kepada klien apa yang perlu dibantu serta jelaskan tujuan dan manfaat dari pelayanan yang akan diperolehnya. 2. T: Tanyakan pada klien informasi tentang dirinya. Bantu klien untuk berbicara mengenai pengalaman Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, tujuan, kepentingan, harapan, serta keadaan kesehatan dan kehidupan keluarganya. Tanyakan kontrasepsi yang diinginkan oleh klien. Berikan perhatian kepada klien apa yang disampaikan sesuai dengan kata-kata, gerak isyarat dan caranya. Coba tempatkan diri kita di dalam hati klien. Perlihatkan bahwa kita memahami. Dengan memahami pengetahuan, kebutuhan dan keinginan klien, kita dapat membantunya. 3. U: Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beritahu apa pilihan yang paling mungkin, termasuk pilihan beberapa jenis kontrasepsi. Bantulah klien pada jenis kontrasepsi yang paling dia inginkan, serta jelaskan pula jenis-jenis kontrasepsi lain yang ada. Juga jelaskan

77

alternatif kontrasepsi lain yang mungkin diingini oleh klien. Uraikan juga mengenai risiko penularan HIV/AIDS dan pilihan metode ganda. 4. TU: BanTUlah klien menentukan pilihannya. Bantulah klien berfikir mengenai apa yang paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Doronglah klien untuk menunjukkan keinginannya dan mengajukan pertanyaan. Tanggapilah secara terbuka. Petugas membantu klien mempertimbangkan kriteria dan keinginan klien terhadap setiap jenis kontrasepsi. Tanyakan juga apakah pasangannya akan memberikan dukungan dengan pilihan tersebut. Jika memungkinkan diskusikan mengenai pilihan tersebut kepada pasangannya. Pada akhirnya yakinlah bahwa klien telah membuat suatu keputusan yang tepat. Petugas dapat menanyakan apakah Anda sudah memutuskan pilihan jenis kontrasepsi? Atau apa jenis kontrasepsi terpilih yang akan digunakan? 5. J: Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya. Setelah klien memilih jenis kontrasepsinya, jika diperlukan, perlihatkan alat/obat kontrasepsinya. Jelaskan alat/obat kontrasepsi tersebut digunakan dan bagaiamana cara penggunaannya. Sekali lagi doronglah klien untuk bertanya dan petugas menjawab secara jelas dan terbuka. Beri penjelasan juga tentang manfaat ganda metode kontrasepsi, misalnya kondom yang dapat mencegah infeksi menular seksual (IMS). Cek pengetahuan klien tentang penggunaan kontrasepsi pilihannya dan puji klien apabila dapat menjawab dengan benar. 6. U: Perlunya dilakukan kunjungan ulang. Bicarakan dan buatlah perjanjian kapan klien akan kembali untuk melakukan pemeriksaan lanjutan atau permintaan kontrasepsi jika dibutuhkan. Perlu juga selalu mengingatkan klien untuk kembali apabila terjadi suatu masalah. Keputusan pemilihan kontrasepsi sebaiknya mempertimbangkan penggunaan kontrasepsi yang rasional, efektif dan efisien. Keluarga Berencana merupakan program yang berfungsi bagi pasangan untuk menunda kelahiran anak pertama (postponing), menjarangkan anak (spacing) atau membatasi (limiting) jumlah anak yang diinginkan sesuai

78

dengan keamanan medis kesuburan (fecundity).

serta

kemungkinan

kembalinya

fase

Dalam melakukan konseling, salah satu alat yang digunakan adalah Alat Bantu Pengambil Keputusan (ABPK) ber-KB yang merupakan lembar balik yang dapat membantu petugas melakukan konseling sesuai standar dengan adanya tanda pengingat mengenai keterampilan konseling yang perlu dilakukan dan informasi yang perlu diberikan disesuaikan dengan kebutuhan klien. ABPK mengajak klien bersikap lebih partisipatif dan membantu mengambil keputusan. ABPK juga mempunyai beberapa fungsi yaitu: a. b. c. d. e.

Membantu pengambilan keputusan metode kontrasepsi; Membantu pemecahan masalah dalam penggunaan kontrasepsi; Alat bantu kerja bagi provider (tenaga kesehatan); Menyediakan referensi/info teknis; Alat bantu visual untuk pelatihan provider (tenaga kesehatan) yang baru bertugas.

Untuk mengetahui lebih lanjut pelaksanaan konseling dengan menggunakan ABPK dapat membaca “Pedoman Pelayanan Konseling KB dengan menggunakan Lembar Balik ABPK”. B.

Penapisan Medis

Tujuan utama penapisan medis sebelum pemberian suatu metode kontrasepsi adalah untuk menentukan apakah ada kehamilan atau tidak, keadaan yang membutuhkan perhatian khusus, dan masalah penyakit lain yang membutuhkan pengamatan dan pengelolaan lebih lanjut Untuk sebagian besar klien keadaan ini bisa diselesaikan dengan cara anamnesis terarah, sehingga masalah utama dapat dikenali atau kemungkinan hamil dapat disingkirkan. Sebagian besar metode kontrasepsi, kecuali AKDR dan tubektomi tidak membutuhkan pemeriksaan fisik maupun panggul.

79

Pemeriksaan laboratorium untuk klien KB atau klien baru umumnya tidak diperlukan karena :  Sebagian besar klien KB berusia muda (umur 16 – 35 tahun) dan umumnya sehat  Pada perempuan, masalah kesehatan reproduksi yang membutuhkan perhatian (misalnya kanker payudara, mioma uterus) jarang didapat pada umur sebelum 35 atau 40 tahun  Pil Kombinasi (berisi Estrogen dan Progestin) dosis rendah yang sekarang tersedia lebih baik daripada produk sebelumnya karena efek samping lebih sedikit  Pil/Suntikan Progestin, dan Implan bebas dari efek yang berhubungan dengan Estrogen dan dosis Progestin yang dikeluarkan per hari bahkan lebih rendah dari Pil Kombinasi Selain itu, dahulu tenaga kesehatan cendrung menggunakan syarat pemakaian metode kontrasepsi secara berlebihan sehingga mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi klien. Akibatnya banyak permintaan pemeriksaan laboratorium yang sebenarnya tidak diperlukan (misalnya pemeriksaan kolesterol, fungsi hati, glukosa atau Pap Smear). Walaupun permintaan menjadi klien KB meningkat, kemampuan pelayanan terbatas karena tidak tersedianya laboratorium untuk pemeriksaan yang diminta. Keadaan ini merupakan hambatan terhadap pemilihan kontasepsi dan pelaksanaan pelayanan. Karena itu agar klien dapat memperoleh metode kontrasepsi yang terbaik sesuai dengan pilihannya, penilain calon klien harus dibatasi pada prosedur yang diperlukan untuk semua klien pada setiap tatanan. Setiap kondisi didefinisikan sebagai mewakili karakteristik individu (misalnya, usia, riwayat kehamilan) atau kondisi medis yg diketahui sebelumnya (misalnya, diabetes, hipertensi). Tenaga kesehatan perlu mengetahui kondisi medis dan karakteristik khusus sebelum klien menggunakan kontrasepsi karena:  Pada klien dengan kondisi medis atau karakteristik khusus, terdapat metode kontrasepsi yg mungkin dpt memperburuk kondisi medis atau membuat risiko kesehatan tambahan.  Di sisi lain terdapat juga kondisi medis atau karakteristik klien yg dpt mempengaruhi efektifitas metode kontrasepsi Faktor yang perlu juga dipertimbangan saat memilih metode kontrasepsi tertentu adalah karakteristik, penyakit tertentu yang mendasari, efek samping produk, biaya, ketersediaan, dan preferensi dari pasien.

80

WHO telah menerbitkan buku Kriteria Kelayakan Medis untuk Penggunaan Kontrasepsi (Edisi kelima tahun 2015) untuk memberikan panduan kepada tenaga kesehatan memutuskan apakah metode kontrasepsi tertentu dapat digunakan, dengan adanya karakteristik individu atau kondisi medis tertentu. Kriteria kelayakan penggunaan kontrasepsi juga mempertimbangkan masalah sosial, perilaku dan kriteria non medis lainnya. Setiap kondisi didefinisikan sebagai mewakili karakteristik individu (misalnya, usia, riwayat kehamilan) atau kondisi medis yg diketahui sebelumnya (misalnya, diabetes, hipertensi). Tujuan Kriteria Kelayakan Medis untuk Penggunaan Kontrasepsi untuk : • mendasarkan pedoman praktik KB pada bukti terbaik yang tersedia • mengatasi kesalahpahaman tentang siapa yang boleh dan tidak boleh menggunakan kontrasepsi dengan aman • mengurangi hambatan medis • meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB Kategori Kriteria Kelayakan Medis pada Penggunaan Kontrasepsi Kategori 1 Kategori 2

Kategori 3 Kategori 4

Kondisi tidak ada batasan untuk penggunaan metode kontrasepsi Kondisi dimana kelebihan penggunaan kontrasepsi lebih besar daripada teori yang ada ataupun risiko yang telah terbukti Kondisi dimana risiko secara teori dan risiko yang telah terbukti lebih besar dibandingkan keuntungan penggunaan metode kontrasepsi Kondisi dengan risiko kesehatan yang tidak dapat diterima pada suatu penggunaan metode kontrasepsi

Kategori 1 dan 4 cukup jelas. Kategori 2 menunjukan bahwa metode tersebut dapat digunakan tetapi memerlukan tindak lanjut yang seksama Kategori 3 memerlukan penilaian klinik dan akses terhadap pelayanan klinik yang baik. Seberapa besar masalah yang ada dan ketersediaan serta penerimaan metode alternatif perlu dipertimbangkan. Dengan perkataan lain, pada Kategori 3 metode kontrasepsi tersebut tidak dianjurkan, kecuali tidak tersedia metode lain yang lebih sesuai

81

Interpretasi dan Aplikasi pada Praktik Klinis

KATEGORI

DESKRIPSI

1

Kondisi tidak ada pembatasan apapun dalam penggunaan metode kontrasepsi Kondisi dimana penggunaan kontrasepsi lebih besar manfaatnya dibandingkan dengan risiko secara teori dan risiko yang telah terbukti terjadi Kondisi dimana risiko secara teori dan risiko yang telah terbukti lebih besar dibandingkan manfaat penggunaan metode kontrasepsi Kondisi dengan risiko kesehatan yang tidak dapat diterima pada suatu penggunaan metode kontrasepsi

2

3

4

FASILITAS KLINIK LENGKAP (RUMAH SAKIT)

FASILITAS KLINIK TERBATAS (PUSKESMAS)

Metode boleh digunakan pada situasi apapun Metode boleh digunakan tetapi memerlukan tindak lanjut yang seksama

Metode yang tidak direkomendasikan untuk digunakan kecuali tidak ada metode lain yang tersedia atau diterima

Metode boleh digunakan

Metode tidak boleh digunakan

Metode tidak boleh digunakan

Penggunaan Kategori di tempat pelayanan dengan fasilitas klinik terbatas, misalnya di Puskesmas, kategori 1 sampai 4 dapat disederhanakan menjadi 2 kategori. Kategori 1 dan 2 digabung menjadi kategori 1 (metode boleh digunakan) dan kategori 3 dan 4 digabung menjadi kategori 2 (metode tidak boleh digunakan) Secara umum, metode-metode tersebut dapat dilakukan tanpa pertimbangan akan pengaruh terhadap kesehatan pada klien yang memilihnya, karena itu, kategori rekomendasi 1-4 tidak digunakan untuk metode-metode tersebut.

82

Namun, terdapat beberapa kondisi medis yang membuat penggunaan metode ini lebih rumit. Kategori untuk Kalender, Tubektomi dan Vasektomi digunakan kategori yang lain karena tidak ada kondisi medis yang dapat diperparah dengan penggunaan metode-metode tersebut. Kategori untuk Metode Kalender:  A (Accept) = Boleh: Tidak terdapat alasan medis untuk menolak metode sadar masa subur pada kondisi ini.  C (Caution) = Hati-hati: Metode ini normalnya disediakan pada keadaan rutin, namun dengan persiapan dan peringatan ekstra. Untuk metode sadar masa subur, hal ini biasanya berarti bahwa konseling khusus kemungkinan dibutuhkan untuk memastikan penggunaan metode yang benar oleh klien pada keadaan ini.  D (Delay) = Tunda: Penggunaan metode ini harus ditunda sampai kondisi ini dievalusi atau dibenarkan. Metode kontrasepsi alternatif temporer harus disediakan. Kategori untuk Tubektomi dan Vasektomi: Selain A, C dan D juga ada Kategori S (Special) = Khusus : Prosedur harus dilakukan oleh operator yang berpengalaman dan peralatan harus lengkap dan tersedia untuk untuk anestesi umum dan harus disiapkan regimen anestesi yang tepat. Metode kontrasepsi alternatif temporer harus disediakan jika rujukan dibutuhkan Untuk memudahkan pemakaian Buku Kriteria Kelayakan Medis untuk Penggunaan Kontrasepsi (WHO 2015) telah diringkas dalam bentuk Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis untuk Penggunaan Kontrasepsi (Roda KLOP) dalam bentuk cetakan dan aplikasi elektronik (mobile application) untuk telpon genggam dan tablet dengan sistem operasi Android dan iOS yang bisa diunduh dengan gratis dengan nama KLOP KB. Pada sistem operasi Android aplikasi KLOP KB dapat diunduh melalui Play Store dan untuk sistem operasi iOS melalui App Store. Aplikasi KLOP KB mendapat penghargaan dari Kominfo dengan predikat : Karya Terpilih Indonesia Enterpreneur TIK 2019 Kategori Public Sector pada tanggal 10 Juli 2019 Roda KLOP tersebut mencakup rekomendasi untuk memulai penggunaan sembilan jenis metode kontrasepsi yang umum.

83

RODA KLOP DALAM BENTUK CETAKAN Bagian Depan Kategori Diagram Lingkaran Sisi Luar (tidak bisa di putar-putar) : berisi kondisi-kodisi medis atau karakteristik khusus yg dimiliki klien Diagram Lingkaran Sisi Dalam (bisa di putar-putar) : berisi metode-metode kontrasepsi) Kategori untuk Sterilisasi Bedah (Vasaektomi dan Tubektomi) Kategori untuk Kontrasepsi Non Sterilisasi Langkah-langkah penapisan kelayakan medis menggunakan Roda KLOP 1. Tanyakan kondisi dan masalah kesehatan klien dengan menggali riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit dahulu. 2. Cocokkanlah kondisi-kondisi medis atau karakteristik khusus dengan menggunakan Roda KLOP, antara yang dimiliki klien (ditunjukkan pada diagram lingkaran sisi luar) dengan metode-metode kontrasepsi (ditunjukkan pd diagram lingkaran sisi dalam). 3. Lihatlah rekomendasi penggunaan metode-metode kontrasepsi yang ditunjukkan dengan nomor atau huruf. Nomor atau huruf ini merupakan kategori yang menunjukkan apakah klien dapat mulai menggunakan suatu metode kontrasepsi. 4. Selain terdapat pada diagram lingkaran sisi luar, beberapa kondisi medis atau karakteristik khusus tertentu juga dapat dilihat pada diagram lingkaran sisi belakang. Seluruh kondisi medis atau karakteristik khusus yang terdapat pada diagram lingkaran sisi belakang memiliki kategori 1 dan 2, artinya setiap metode kontrasepsi non-sterilisasi dapat digunakan

84

Bagian Belakang 5. Jika nomor atau huruf diikuti kode tertentu (misal 3A, Cu), lihatlah keterangan kode tsb pada diagram lingkaran sisi belakang. Sebagai contoh : Pada klien dengan HIV stadium 3 atau AKDR-Cu memiliki kategori 3A. Pada diagram lingkaran sisi belakang, keterangan kode “A” bermakna : Jika kondisi timbul saat menggunakan metode kontrasepsi ini, kontrasepsi tersebut dapat dilanjutkan selama pengobatan. Hal ini berarti: Klien dengan HIV stadium 3 atau 4 tidak direkomendasikan untuk memulai penggunaan AKDR-Cu. Namun jika HIV stadium 3 atau 4 baru timbul pada saat klien sedang menggunakan AKDR-Cu, maka AKDR-Cu tetap dapat dilanjutkan sesuai jangka waktu pemakaian, dengan syarat klien mendapat pengobatan HIV sesuai standar. 6. Jika diperlukan, buatlah tabel bantu utk mempermudah penapisan kelayakan medis. Pada kolom “Kondisi”, isilah dengan kondisi medis atau karakteristik khusus yang dimiliki klien. Pada kolom “Metode”, isilah dengan nomor atau kode rekomendasi yang tertera pada diagram lingkaran.

85

Contoh tabel yg telah diisi adalah sebagai berikut: METODE KONDISI

KIK

PP

DMPA/ NET EN

IMPLAN LNG/ETG

AKDR Cu

AKDR LNG

TUBEKTOMI

VASEKTOMI

Hipertensi ≥ 160 mmHg DM

4

2

3

2

1

1

S

-

2

2

2

2

1

2

C

C

Pasca persalinan 48 jam sampai dengan < 4 minggu

4

2

3

2

3

3

A/D

Berikanlah informasi kepada klien tentang hasil penapisan kelayakan medis sesuai kondisi medis dan karakteristik khusus yang dimiliki klien Informasi yang diberikan meliputi: a. Metode yang direkomendasikan adalah metode yang berada dalam kategori 1 atau 2 (untuk metode non-sterilisasi), serta A atau C (untuk metode sterilisasi). Pada contoh di atas, untuk klien post-partum 48 jam s/d < 4 minggu dengan hipertensi >160 mmHg dan diabetes melitus, metode kontrasepsi yang direkomendasikan adalah:  Pil progestin saja, atau  Implan LNG/ETG, atau  Vasektomi (utk suami klien) b. Metode kontrasepsi yang tidak direkomendasikan Metode yang tidak direkomendasikan adalah metode yang berada dlm kategori 3 atau 4 (untuk metode non-sterilisasi), serta D atau S (untuk metode sterilisasi). Pada contoh di atas, untuk klien post-partum 48 jam s/d < 4 minggu dengan hipertensi >160 mmHg dan diabetes melitus, metode kontrasepsi yang tidak direkomendasikan adalah yang selain metode pada butir (a). Berikanlah informasi bahwa metode yang tidak direkomendasikan ini mungkin dapat memperburuk kondisi medis atau membuat risiko kesehatan tambahan pd klien. Selain itu, kondisi medis atau karakteristik

86

khusus yang dimiliki klien juga dapat mempengaruhi efektifitas metode kontrasepsi yang tidak direkomendasikan tersebut. 7.

Bila klien setuju dengan hasil penapisan, lanjutkanlah dengan permintaan informed consent dan pemberian pelayaengannan kontrasepsi sesuai standar.

8.

Bila klien tidak setuju dengan hasil penapisan, lakukanlah konseling ulang apda kunjungan berikutnya atau berikanlah kesempatan kepada klien untuk berdiskusi bersama pasangan. Sementara itu, anjurkan klien dan pasangan untuk menggunakan kontrasepsi metode barier/kondom.

87

88

89

C.

Persetujuan Tindakan Medis (Informed Choice dan Informed Consent)

Informed Choice adalah suatu kondisi peserta/calon peserta KB yang memilih kontrasepsi didasari oleh pengetahuan yang cukup setelah mendapat informasi yang lengkap melalui Komunikasi Inter Personal / Konseling (KIP/K). Dalam hal ini petugas kesehatan dapat menggunakan Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK) ber-KB. ABPK ber-KB membantu petugas dalam melakukan konseling sesuai standar dan sekaligus mengajak klien bersikap lebih partisipatif dan membantu klien untuk mengambil keputusan. Informed Consent adalah persetujuan yang diberikan oleh klien atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap klien tersebut. Informasi yang diberikan harus disampaikan selengkap-lengkapnya, jujur dan benar tentang metode kontrasepsi yang akan digunakan oleh calon/klien KB. Setiap tindakan medis yang mengandung risiko harus dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan, yaitu klien yang bersangkutan dalam keadaan sadar dan sehat mental. 4.2.2 PELAYANAN KONTRASEPSI A.

Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

1.

Pemasangan AKDR Interval

a.

AKDR Copper T 380A

Persiapan alat: Alat-alat untuk pemasangan terdiri dari :  Spekulum cocor bebek (ukuran kecil, sedang dan besar)  Tenakulum  Sonde uterus  Forsep tampon (tampon tang)  Gunting Mayo  Mangkok tempat larutan antiseptik  Meja ginekologi (obsgyn bed)

90

 Sarung tangan steril.  Larutan antiseptik untuk membersihkan serviks (sebaiknya pakai Iodofor, seperti povidon iodin)  Kasa Persiapan tenaga Kesehatan  Cuci Tangan  Pakai sarung tangan steril atau DTT  Pakai masker Prosedur Pemasangan AKDR Copper T 380a Langkah Umum Pemasangan AKDR: Langkah 1.  Jelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan mempersilahkan klien untuk mengajukan pertanyaan  Sampaikan kepada klien kemungkinan akan merasa sedikit sakit pada beberapa langkah waktu pemasangan dan nanti akan diberitahu bila sampai pada langkah-langkah tersebut.  Pastikan klien telah mengosongkan kandung kencingnya.  Bantu klien berbaring diatas meja ginekologi Langkah 2.  Lakukan pemeriksaan genitalia eksterna;  Untuk memeriksa adanya ulkus, pembengkakan kelenjar getah bening (bubo),  pembengkakan kelenjar Bartolin dan kelenjar Skene  Lakukan pemeriksaan genitalia interna dengan spekulum (inspeculo):  Untuk memeriksa adanya cairan vagina, servisitis dan pemeriksaan mikroskopik bila diperlukan  Lakukan pemeriksaan bimanual dan pemeriksaan panggul :  Untuk menentukan besar, posisi, konsistensi dan mobilitas uterus  Untuk memeriksa adanya nyeri goyang serviks dan tumor pada adneksa atau kavum Douglasi Langkah 3. Lakukan pemeriksaan mikroskopik bila tersedia dan ada indikasi Langkah 4 Masukkan sonde uterus

91

Untuk menentukan posisi uterus dan kedalaman kavum uteri  Pakai sarung tangan steril atau DTT  Pasang spekulum. Bersihkan serviks dengan larutan antiseptik dua kali atau lebih

Sumber : IUD Guideline (Slide) JHPIEGO

 Jepit serviks dengan tenakulum yang steril/DTT pada posisi vertikal (pada jam 10 atau jam 2) dengan pelan-pelan dan hati-hati untuk mengurangi rasa sakit

Sumber : IUD Guideline (Slide) JHPIEGO

 Masukkan ujung sonde yang steril/DTT kedalam kanalis servikalis dengan hati-hati tidak menyentuh spekulum maupun dinding vagina (No touch technique), sementara tangan yang satu tetap mempertahankan tarikan pada tenaculum

Sumber : IUD Guideline (Slide) JHPIEGO

92

 Masukkan sonde secara hati-hati kedalam kavum uteri sambil mempertahankan tarikan tenakulum kearah luar dan kebawah. Bila terasa ada tahanan pada ostium servikalis interna, gunakan sonde uterus yang kecil (bila tersedia). Jangan mencoba untuk melakukan dilatasi serviks, kecuali oleh dokter spesialis. Memasukkan sonde uterus akan lebih mudah bila menggunakan tarikan secara hati-hati pada tenakulum. Bila klien mulai menunjukkan tandatanda akan pingsan atau pucat dengan denyut jantung menjadi lambat, maka tindakan harus segera dihentikan

Sumber : IUD Guideline JHPIEGO

 Bila terasa tahanan yang ringan menandakan ujung sonde sudah mencapai fundus, perhatikan arah kavum uteri dan cabut sonde  Tentukan kedalaman uterus dengan melihat batas lendir atau darah pada sonde. Kedalaman uterus rata-rata antara 6 sampai 8 sentimeter  Jangan mencoba untuk memasang AKDR bila kedalaman uterus kurang dari 6,5 sentimeter  Apabila pada pemasangan masa interval kedalaman uterus > 8 cm, maka tindakan harus dihentikan karena kemungkinan telah terjadi perforasi uterus Langkah 5. Masukkan lengan AKDR Copper T 380A REGULER didalam kemasan sterilnya.

Pastikan batang AKDR seluruhnya berada didalam tabung inserter (sebagian batang AKDR sering keluar dari tabung inserter meskipun kemasannya belum dibuka) dan ujung tabung inserter yang berlawanan dengan ujung yang berisi AKDR berada didekat tempat membuka kemasan.

93

 Letakkan kemasan diatas permukaan datar, keras dan bersih, dengan kertas penutup yang transparan berada diatas. Buka kertas penutup dibagian ujung yang berlawanan dari tempat AKDR sampai kira-kira sepanjang setengah jarak dengan leher biru.

 Angkat kemasan dengan memegang bagian yang sudah dibuka (hati-hati jangan sampai AKDR keluar dari tabung inserter). Kedua bagian kertas penutup yang sudah terbuka dilipat ke masingmasing sisinya dan dipegang saat mengangkat, sehingga pendorong tetap steril waktu dimasukkan kedalam tabung inserter. Dengan tangan yang lain, masukkan pendorong kedalam tabung inserter dan dorong hati-hati sampai menyentuh ujung batang AKDR.  Letakkan kembali kemasan pada tempat datar dengan bagian transparan menghadap keatas. Pegang dan tahan ke 2 ujung lengan AKDR dari atas penutup transparan dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri.

 Tangan kanan mendorong kertas pengukur dari ujung kemasan yang sudah dibuka sampai keujung kemasan yang masih tertutup, sehingga lengan AKDR berada diatas kertas pengukur.

94

 Sambil tetap memegang ujung ke 2 lengan, dorong inserter dengan tangan kanan sampai kepangkal lengan sehingga ke 2 lengan akan terlipat mendekati tabung inserter

 Tahan ke 2 lengan yang sudah terlipat tersebut dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri. Tarik tabung inserter melewati ke 2 ujung lengan, kemudian dorong kembali dan putar sampai ke 2 ujung lengan masuk kedalam tabung inserter dan terasa ada tahanan yaitu pada batas lempengan tembaga.

Bagian lengan yang mempunyai lempengan tembaga tidak bisa dimasukkan kedalam tabung inserter, oleh karena itu tabung inserter jangan didorong terus kalau sudah terasa ada tahanan.

Leher biru pada tabung inserter digunakan sebagai tanda kedalaman kavum uteri dan penunjuk kearah mana lengan akan membuka saat dikeluarkan dari tabung inserter. Pegang leher biru dari atas penutup transparan dan dorong tabung inserter sampai jarak antara ujung lengan yang terlipat dengan ujung leher biru bagian depan (dekat batang AKDR) sama panjangnya dengan kedalaman kavum uteri yang telah diukur dengan sonde.

95

Putar tabung inserter sampai sumbu panjang leher biru berada pada posisi horisontal sebidang dengan lengan AKDR  AKDR sekarang siap untuk dipasang pada uterus. Buka seluruh penutup transparan secara hati-hati. Pegang tabung inserter yang sudah berisi AKDR dalam posisi horisontal agar AKDR maupun pendorong tidak jatuh. Jangan melepas AKDR sebelum tabung inserter mencapai fundus.

Sebelum memasang, tabung inserter jangan sampai permukaan yang tidak steril agar tidak terkontaminasi.

tersentuh

Masukkan lengan AKDR Copper T 380A SAFE LOAD didalam kemasan sterilnya

 Masukkan pendorong kedalam tabung inserter dan dorong perlahan hingga ujung pendorong hampir menyentuh bagian bawah T

Sumber : IUD Guideline JHPIEGO

96

 Pegang alat safe load dengan ibu jari dan jari telunjuk

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v= bwzLEYNFIYw&ab_channel=DKTNIGE RIA

Sumber : IUD Guideline JHPIEGO

 Dorong Lengan T ke alat safe load

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=bwzLEYNFIY w&ab_channel=DKTNIGERIA

Sumber : IUD Guideline JHPIEGO

 Dorong sampai lengan T berada di dalam alat Safe Load

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=bwzLEYNFIYw&ab_channel=DKTNIGERIA

 Tarik perlahan tabung inserter dari lengan AKDR yang terlipat sampai keluar dari alat Safe Load

,

97

 Dorong perlahan dan putar tabung inserter kembali ke ujung lengan T yang terlipat, sehingga kedua ujung berada di dalam di dalam tabung inserter

 Lepaskan AKDR dari alat Safe Load dengan memutar tabung inserter 90 derajat

Sumber : IUD Guideline JHPIEGO

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=bwzLEYNFIYw&ab_channel=DKTNIGERIA

98

Langkah 6 Pasang AKDR Copper T 380A  Tarik tenakulum (yang masih menjepit serviks sesudah melakukan sondase uterus) sehingga kavum uteri, kanalis servikalis dan vagina berada dalam satu garis lurus.  Masukkan dengan pelan dan hati-hati tabung inserter yang sudah berisi AKDR kedalam kanalis servikalis dengan mempertahankan posisi leher biru dalam arah horisontal.

Sumber : IUD Guideline JHPIEGO

 Dorong tabung inserter sampai leher biru menyentuh serviks atau sampai terasa ada tahanan dari fundus uteri. Pastikan leher biru tetap dalam posisi horisontal.

Sumber : IUD Guideline JHPIEGO

 Lepaskan lengan AKDR dengan menggunakan Teknik Withdrawal yaitu dengan memegang serta menahan tenakulum dan pendorong dengan satu tangan, sedang tangan lain menarik tabung inserter sampai pangkal pendorong. Dengan cara ini lengan AKDR akan berada tepat di fundus (puncak kavum uteri).

Sumber : IUD Guideline JHPIEGO

99

 Keluarkan pendorong dengan tetap memegang menahan tabung inserter.  Setelah pendorong keluar dari tabung inserter, dorong kembali tabung inserter dengan pelan dan hati-hati sampai leher biru menyentuh serviks atau terasa ada tahanan dari fundus. Langkah ini menjamin bahwa lengan AKDR akan berada ditempat yang setinggi mungkin dalam kavum uteri.  Keluarkan seluruh tabung inserter dari kanalis servikalis. Pada waktu benang tampak muncul dari kanalis serviks sepanjang 3 - 4 cm, potong benang tersebut dengan menggunakan gunting Mayo yang tajam.

dan

Dapat juga dilakukan dengan cara lain yaitu keluarkan seluruh tabung inserter dari kanalis servikalis. Gunakan forsep untuk menjepit benang AKDR kurang lebih 3 - 4 cm dari lubang serviks. Forsep didorong kearah uterus dan potong benang didepan jepitan forsep sehingga benang yang tersembul hanya 3 - 4 cm. Memotong benang dengan menggunakan cara ini dapat mengurangi resiko tercabutnya AKDR (bila gunting tumpul dan benang tidak terpotong benar sehingga hanya terjepit)  Lepas tenakulum. Bila ada perdarahan banyak dari tempat bekas jepitan tenakulum, tekan dengan kasa sampai perdarahan berhenti.

Sumber : IUD Training Resources Package

100

Langkah 7. Bantu klien bangun dan turun dari meja ginekologi (hati-hati mungkin klien merasa pusing). Beritahu klien kapan dan bagaimana cara memeriksa benang AKDR. Bila tidak melanggar budaya dan pribadi klien, persilahkan klien untuk mencoba memeriksa sendiri benang AKDR tersebut. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan beritahu kapan untuk periksa kembali. Setelah pemasangan, klien diminta menunggu di klinik selama 15 30 menit sebelum diperbolehkan pulang Langkah 8. Buang bahan-bahan habis pakai yang terkontaminasi sebelum melepas sarung tangan. Bersihkan permukaan yang terkontaminasi Langkah 9. Lakukan dekontaminasi alat-alat dan sarung tangan dengan segera setelah selesai dipakai

b.

AKDR NOVA T

Prosedur Pemasangan AKDR Nova T: Langkah 1 Masukkan spekulum untuk memvisualisasikan ostium uteri eksternal dan desinfeksi vagina dan serviks. Langkah 2. Gunakan tenakulum untuk menjepit serviks dan biarkan pada posisinya sampai Nova-T telah dimasukkan. Langkah 3. Gunakan sonde untuk menentukan posisi dan panjangnya cavum uteri. Langkah 4. Buka sebagian tutup plastik untuk memaparkan ujung bawah tabung inserter; Sambil memegang tabung dengan satu tangan, tarik benang sampai lengan Nova-T masuk ke dalam tabung inserter. Lakukan tidak lebih dari lima menit sebelum pemasangan. Sumber : Bayern Health Care (2011)

101

Langkah 5 Tahan cincin kuning dengan satu tangan, pindahkan tabung inserter sampai tepi bawah cincin kuning sesuai dengan ukuran sonde sebelumnya. Sambil memegang benang sedikit direnggangkan dengan satu tangan, masukkan pendorong ke dalam tabung inserter dengan tangan yang bebas. Ini akan memastikan bahwa benang terbentang lurus dalam tabung. Langkah 6 Keluarkan Nova-T dari penutup plastik. Masukkan Nova-T dengan lembut ke dalam kanalis sevikalis dan lanjutkan sampai cincin kuning menyentuh serviks. Sisi lebar cincin kuning harus horizontal untuk memastikan pembukaan lengan yang benar berikutnya. Langkah 7 Pegang pendorong dengan satu tangan dan tarik tabung inserter ke belakang sampai mencapai bagian bergaris pada tabung inserter, sehingga cincin kuning tertarik dari serviks sekitar 1,5 cm dan lengan Nova-T terbuka. Langkah 8 Dorong tabung inserter sampai cincin kuning menyentuh serviks lagi. Lengan Nova-T menyentuh fundus uteri. Langkah 9 Untuk melepaskan Nova-T seluruhnya dari tabung inserter, pegang pendorong dengan kuat dan tarik tabung inserter ke belakang sampai penghalang (backstop). Untuk menghindari terjeratnya benang antara tabung inserter dan pendorong, lepaskan pendorong dengan hati-hati terlebih dahulu dan kemudian tabung inserter. Potong benang sekitar 3 cm dari serviks

Sumber : Bayern Health Care (2011)

102

c.

AKDR Levonorgestrel (LNG)

Prosedur Pemasangan AKDR LNG Langkah 1: Pakai sarung tangan steril, buka kemasan steril sepenuhnya

Sumber : Donald Angstetra (2017)

 Angkat gagang inserter yang berisi AKDR LNG dan lepaskan benang dengan hati-hati agar menggantung dengan bebas.  Tempatkan ibu jari atau jari telunjuk di penggeser (slider). Pastikan penggeser berada pada posisi terjauh misalnya di bagian atas gagang ke arah tabung inserter  Dengan tabung inserter menghadap ke atas, periksa apakah lengan AKDR LNG dalam posisi horizontal. Jika tidak, sejajarkan pada permukaan yang datar dan steril. Langkah 2: Masukan AKDR LNG ke dalam tabung inserter  Pegang penggeser di posisi terjauh, tarik kedua benang untuk memasukkan AKDR LNG ke dalam tabung inserter Sumber : Bayer.Inc. (2019)

103

Langkah 3: Kencangkan benang  Kencangkan benang pada celah di ujung bawah pegangan untuk menjaga lengan AKDR LNG tetap berada dalam tabung inserter Sumber : Bayer.Inc. (2019)

Langkah 4: Mengatur tabung inserter  Atur tabung inserter sesuai kedalaman uterus yang telah diukur dengan sonde Langkah 5: Pemasangan  Pegang penggeser dengan ibu jari atau telunjuk dengan kuat di posisi paling jauh. Pegang forsep tenakulum dengan tangan yang lain dan lakukan traksi ldengan hati-hati untuk menyelaraskan arah kanalis servikalis dengan rongga uterus.  Sambil mempertahankan traksi pada leher rahim, perlahan-lahan masukkan tabung inserter melalui kanalis servikalis ke dalam rongga uterus sampai cincin pada tabung inserter 1,5 hingga 2 cm dari ostium eksternal serviks.

Sumber : Donald Angstetra (2017)

104

Langkah 6: Lepaskan lengan  Sambil tetap memegang tabung inserter, lepaskan lengan AKDR LNG dengan menarik penggeser ke belakang sampai bagian atas penggeser mencapai tanda Tunggu sekitar 10 detik untuk memungkinkan lengan horizontal AKDR LNG membuka dan mendapatkan kembali bentuk-T-nya Sumber : Bayer.Inc. (2019)

Langkah 7 : Tempatkan pada fundus uteri  Perlahan masukkan inserter ke dalam rongga uterus sampai cincin bertemu serviks dan merasakan resistensi fundus. Langkah 8: Lepaskan AKDR LNG dan tarik inserter  Sambil tetap memegang tabung inserter, tarik penggeser sepenuhnya ke bawah untuk melepaskan AKDR LNG dari tabung inserter Benang akan dilepaskan secara otomatis dari celah.

Sumber : Donald Angstetra (2017)

 Periksa apakah benang tergantung dengan bebas dan tarik perlahan inserter dari uterus. Jangan menarik benang karena ini akan merubah posisi AKDR LNG Langkah 9: Potong benangnya  Potong benang secara tegak lurus terhadap panjang benang, misalnya, dengan gunting lengkung steril, menyisakan sekitar 3 cm terlihat di luar serviks Catatan : Memotong benang pada sudut tertentu dapat meninggalkan ujung yang tajam.  Pemasangan selesai

105

B.

Tehnik Pemasangan AKDR Pasca Plasenta

1. Menggunakan Forsep Kelly Panjang 2. Menggunakan Inserter panjang 3. Menggunakan tangan (insersi manual) Jika dilakukan episiotomi, luka episiotomi dijahit setelah pemasangan AKDR Langkah pertama utk pemasangan AKDR pasca placenta yg aman dg menerapkan Manajemen Aktif Kala Tiga Persalinan (Active Management of the Third Stage Of Labor) Manajemen Aktif Kala Tiga Persalinan terdiri dr 3 langkah: 1. Memberikan oksitosin 10 unit secara intramuskular dalam waktu satu menit setelah melahirkan 2. Melahirkan plasenta melalui traksi terkontrol pada tali pusat dan tekanan balik ke uterus 3. Memijat uterus melalui perut setelah plasenta dilahirkan

1.

Pemasangan Akdr Pasca placenta Menggunakan Forcep Kelly Panjang:

Peralatan : 1. Sarung tangan steril 2. Spekulum Sims 3. Ringed forcep utk menjepit serviks 4. Forsep lengkung Kelly Panjang 12 "(jika tidak tersedia, Ringed forceps kedua) 5. Kain kasa 6. Larutan antiseptik 7. Doek steril untuk menutupi klien Langkah- langkah pemasangan :  Lakukan palpasi uterus untuk mengevaluasi ketinggian fundus dan kontraksi, dan jika perlu, pijat uterus untuk mendorong kontraksi yang stabil  Cuci tangan dengan sabun dan air, keringkan dengan handuk tangan

106

 Pakai sarung tangan steril baru  Tempatkan doek steril bersih di atas perut bagian bawah klien dan di bawah bokongnya  Pastikan bokong klien berada di paling ujung meja (dengan atau tanpa penyangga kaki)  Masukkan spekulum ke dalam vagina dan visualisasikan serviks, periksa laserasi atau robekan jalan lahir  Bersihkan serviks dan dinding vagina dengan larutan antiseptik yang banyak dan berikan waktu agar antiseptik tersebut bekerja  Jepit portio anterior menggunakan Ringed forcep

Sumber : Laerdal Global Health http://youtube/-xNIKU15v_0

 Pegang AKDR di dalam kemasan dengan Forsep Kelly Panjang atau dengan Ringed forcep kedua Sumber : Laerdal Global Health http://youtube/-xNIKU15v_0

 AKDR harus dipegang pada lengan vertikal; lengan horizontal AKDR harus sedikit keluar dari cincin forsep.

 Tempatkan AKDR ke arah lengkungan dalam forsep Kelly dengan benang AKDR jauh dari forsep.

Sumber : https://www.engenderhealth.org/files/pubs/familyplanning/PPIUD_Trainers-Manual.pdf

107

 Tarik perlahan ringed forcep penjepit portio.

Sumber : Laerdal Global Health http://youtube/-xNIKU15v_0

 Masukkan forcep Kelly melalui vagina dan serviks

Sumber : https://www.engenderhealth.org/files/pubs/family-planning/PPIUD_Trainers-Manual.pdf

Sumber : Laerdal Global Health http://youtube/-xNIKU15v_0

 Lakukan pemasangan sambil duduk. Bila berdiri akan membuat ringed forcep terlalu banyak mengarah kebelakang.

Sumber : https://www.engenderhealth.org/files/pubs/family-planning/PPIUD_Trainers-Manual.pdf

108

 Lepaskan forsep penjepit serviks, gerakkan forsep Kelly ke atas menuju fundus sambil tetap duduk

Sumber : Laerdal Global Health http://youtube/-xNIKU15v_0

Berdiri, letakan tangan diperut klien. Dorong uterus ke arah dorsar/superior untuk mengurangi sudut dan lekukan antara uterus dan segmen bawah rahim, serta mengkonfirmasi ujung forser telah mencapai fundus .

 Setelah forsep mencapai fundus, putar 45 derajat kekanan utk menempatkan lengan horizontal di fundus

Buka forsep untuk melepaskan AKDR.  Lepaskan forsep secara perlahan dari rongga rahim, biarkan sedikit terbuka dan arah ke samping, mengikuti dinding lateral rahim saat menarik forsep keluar ke arah yg berlawanan.

109

 Lebarkan introitus dengan dua jari dan visualisasikan bagian dalam vagina Benang AKDR terlihat melalui serviks: - Jika uterus-nya kecil dan berkontraksi dengan baik, jangan lakukan apa pun. - Jika uterus-nya besar, berarti AKDR tidak mencapai fundus, lepas AKDR dan pasang baru, menggunakan forsep steril baru dan AKDR steril baru  Jahit robekan vagina 2.

Pemasangan AKDR Pasca Placenta Menggunakan Inserter Panjang: Peralatan : 1. Sarung tangan steril 2. Spekulum Sims 3. Ringed forceps utk menjepit serviks 4. Kain kasa 5. Larutan antiseptik 6. Doek steril untuk menutupi klien 7. Gunting benang Mayo

110

Inserter untuk Pasca plasenta :  Inserter ekstra panjang untuk memastikan AKDR dapat mencapai fundus  Benang ekstra panjang memastikan visibilitas di serviks setelah pemasangan  Celah di ujung tabung inserter untuk mengaitkan benang dan menstabilkan AKDR pada bidang yang benar untuk pemasangan  Leher biru menjaga benang tetap kencang dan menstabilkan orientasi AKDR hingga dipasang Langkah-langkah pemasangan :  Pasang spekulum vagina dan jepit portio dg ringed forcep

Sumber : Laerdal Global Health http://youtube/-xNIKU15v_0

 Keluarkan AKDR dari kemasannya

Sumber : Laerdal Global Health http://youtube/-xNIKU15v_0

 Pasang AKDR

Sumber : Laerdal Global Health http://youtube/-xNIKU15v_0

111

 Lepas Ringed Forcep

Sumber : Laerdal Global Health http://youtube/-xNIKU15v_0

 Tekan fundus uteri dan dorong inserter kearah fundus sampai terasa tahanan

Sumber : Laerdal Global Health http://youtube/-xNIKU15v_0

 Tarik inserter

Sumber : Laerdal Global Health http://youtube/-xNIKU15v_0

 Potong benang

112

3.

Pemasangan AKDR Pasca Placenta Menggunakan Tangan :

Peralatan : 1. Sarung tangan steril yang panjang sampai siku 2. Spekulum Sims untuk visualisasi serviks 3. Ringed forceps untuk memegang serviks 4. Kain kasa 5. Larutan antiseptik 6. Doek steril untuk menutupi klien Langkah-langkah pemasangan :  Pasang spekulum vagina dan jepit portio dengan ringed forcep kemudian lepas spekulum  Pegang AKDR dg memegang batang vertikal di antara jari telunjuk dan jari tengah tangan dominan

Sumber : https://www.engenderhealth.org/files/pubs/family-planning/PPIUD_Trainers-Manual.pdf

 Masukkan tangan yang memegang AKDR kedalam vagina sampai ke fundus

113

 Lepaskan ringed forcep dan letakkan tangan nondominan di perut untuk memastikan tangan yang memegang AKDR telah mencapai fundus.  Setelah mencapai fundus, putar 45 derajat tangan pemegang AKDR ke kanan untuk memposisikan AKDR secara horizontal di fundus  Lepas AKDR  Gerakkan tangan mendekati dinding lateral Rahim sebelum mengeluarkan tangan dari fundus Sumber : https://www.engenderhealth.org/files/pubs/family-planning/PPIUD_Trainers-Manual.pdf

Langkah-langkah setelah pemasangan AKDR Pasca plasenta :  Tempatkan semua instrumen bekas dalam larutan enzimatik/deterjen untuk dekontaminasi.  Buang semua bahan limbah dengan benar.  Lepaskan sarung tangan setelah dekontaminasi dalam larutan enzimatik/deterjen dan buang.  Cuci tangan dengan sabun dan air, lalu keringkan dengan kain bersih dan kering.  Lengkapi kartu AKDR untuk klien dan tulis semua informasi yang diperlukan dalam catatan klien. 2. Prosedur Pencabutan AKDR: Langkah 1. Menjelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan persilahkan klien untuk bertanya Langkah 2. Melakukan persiapan alat dan bahan serta bantu klien untuk berbaring di meja ginekologi. Langkah 3. Memasukkan spekulum untuk melihat serviks dan benang AKDR Langkah 4. Mengusap serviks dan vagina dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali Langkah 5. Menyampaikan pada klien bahwa sekarang akan dilakukan pencabutan. Meminta klien untuk tenang dan menarik nafas panjang jika ada rasa sakit jelaskan pada klien bahwa hal tersebut normal

114

Pencabutan normal. , Jepit benang didekat serviks menggunakan klem lurus atau lengkung yang sudah di disinfeksi tingkat tinggi atau steril, tarik benang pelan-pelan, tidak boleh menarik dengan kuat. AKDR biasanya dapat dicabut dengan mudah.

Sumber : IUD Guideline JHPIEGO

Untuk mencegah benangnya putus, tarik dengan kekuatan tetap dan cabut AKDR dengan pelan-pelan. Bila benang putus saat ditarik tetapi ujung AKDR masih dapat dilihat maka jepit ujung AKDR tersebut dan tarik keluar Pencabutan sulit. Bila benang AKDR tidak tampak, periksa pada kanalis servikalis dengan menggunakan klem lurus atau lengkung. Bila tidak ditemukan pada kanalis servikalis, masukkan klem Aligator kedalam kavum uteri untuk menjepit benang atau AKDR itu sendiri.

Bila tidak dapat dikeluarkan dengan klem aligator maka segera dirujuk untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut Bila sebagian AKDR sudah tertarik keluar tetapi kemudian mengalami kesulitan menarik seluruhnya dari kanalis servikalis, putar klem 3600 pelan-pelan sambil tetap menarik selama klien tidak mengeluh sakit.

115

Klien di rujuk bila:  Pada saat prosedur pencabutan AKDR klien merasa kesakitan  Bila sebagian atau seluruh batang AKDR tidak dapat dikeluarkan dari rongga rahim Bila dari pemeriksaan bimanual didapatkan sudut antara uterus dengan kanalis servikalis sangat tajam, gunakan tenakulum untuk menjepit serviks dan lakukan tarikan kebawah dan keatas dengan pelan-pelan dan hatihati, sambil memutar klem. Jangan menggunakan tenaga yang besar. Langkah 6: Setelah seluruh proses pencabutan selesai, maka tenaga kesehatan menunjukan hasil pencabutan AKDR kepada klien. C.

Implan

Jenis Implan : 1. Implan 2 batang : Ada 3 jenis trokar Implan Dua Batang yang disediakan Pemerintah (BKKBN) yang berbeda cara pemakaiannya

Pendorong trokar diputar Produksi : PT Triyasa NF

Pendorong trokar dipatahkan Produksi : PT Harsen

Pendorong trokar diputar dan dipatahkan Produksi : PT Catur Dakwah CF

2. Implan 1 batang Ada 2 jenis trokar Implan Satu Batang yang berbeda cara pemakaiannya

116

1. Prosedur Pemasangan Implan 2 Batang Persiapan Alat Peralatan yang diperlukan untuk setiap pemasangan adalah sebagai berikut: • Meja periksa untuk tempat tidur klien • Penyangga lengan atau meja samping • Sabun untuk mencuci lengan • Spidol untuk menggambar pola • Pola terbuat dari plastik (template) untuk menandai posisi kapsul dalam bentuk seperti kipas Alat dan bahan yang diperlukan untuk pemasangan batang implan meliputi : • Kain penutup operasi steril (bersih) yang kering • Dua mangkok steril atau DTT (satu untuk larutan antiseptik, satu tempat air mendidih atau steril yang berisi kapas bulat untuk membersihkan bedak pada sarung tangan) • Sepasang sarung tangan steril / DTT • Tabung suntik (5 atau 10 ml) dan jarum suntik yang panjang (nomer 22) • Forsep jaringan (tambahan) • Band aid/plester atau kasa steril dengan plester • Kasa dan kasa pembalut (verban) • Dua batang implan dalam inserter dan skalpel pada satu kemasan steril • Larutan Antiseptik • Anestesi lokal (konsentrasi 1% tanpa epinefrin) • Efinefrin untuk syok anafilaktik (harus selalu tersedia untuk keadaan darurat)

117

Pemasangan implan 2 batang Persiapan Langkah 1: Periksa untuk memastikan klien sudah mencuci seluruh lengan dengan sabun dan air, serta membilasnya. Pastikan tidak terdapat sisa sabun (sisa sabun menurunkan efektifitas antiseptik tertentu). Langkah ini sangat penting bila klien kurang menjaga kebersihan dirinya Langkah 2: Bantu klien berbaring dimeja periksa. Lengan harus disangga dengan baik dan dapat digerakkan lurus atau sedikit bengkok dengan posisi yang memudahkan untuk pemasangan dan nyaman untuk klien Langkah 3: Letakkan kain bersih yang kering dibawah lengan klien Langkah 4: Tentukan tempat pemasangan yang optimal, 8 cm diatas lipatan siku, gunakan pola (template) dan spidol untuk menandai tempat insisi yang akan dibuat dan pada setiap ujung atas batang implan (bila akan menggunakan antiseptik yang mengandung alkohol gunakan spidol dengan tinta permanen). Langkah 5.: Siapkan tempat alat-alat dan buka bungkus steril atau DTT tanpa menyentuh alat-alat didalamnya Tindakan Sebelum Pemasangan : Langkah 1: Cuci tangan dengan sabun dan air, keringkan dengan kain bersih. Untuk pemasangan atau pencabutan batang implan cukup dengan mencuci tangan memakai air dan sabun biasa lebih kurang 10 - 15 detik dan kemudian dibilas dengan air mengalir. Langkah 2: Pakai sarung tangan steril atau DTT (ganti sarung tangan untuk setiap klien guna mencegah kontaminasi silang).

118

Catatan : Jangan menggunakan bedak untuk memakai sarung tangan. Butir-butir bedak yang halus dapat jatuh ke tempat insisi dan menyebabkan terjadinya jaringan parut (reaksi jaringan ikat). Bila sarung tangan diberi bedak, bersihkan dengan kasa steril yang direndam dengan air steril atau air mendidih. Langkah 3: Atur alat dan bahan-bahan sehingga mudah dicapai. Langkah 4.: Usap tempat insisi dengan larutan antiseptik sebanyak dua kali. Gunakan klem steril atau DTT untuk memegang kasa berantiseptik. (Bila memegang kasa berantiseptik hanya dengan tangan, hati-hati jangan sampai mengkontaminasi sarung tangan dengan menyentuh kulit yang tidak steril). Mulai mengusap dari tempat yang akan dilakukan insisi kearah luar dengan gerakan melingkar sekitar 8 - 13 cm. Bila memakai iodofor (misalnya Betadine) biarkan kering lebih kurang 2 menit sebelum memulai tindakan. (Iodofor memerlukan waktu 2 menit untuk melepaskan Iodin bebas). Hapus antiseptik yang berlebihan hanya bila tanda yang sudah dibuat tidak terlihat. Langkah 5: Bila ada gunakan kain penutup (doek) yang mempunyai lubang untuk menutupi lengan. Lubang tersebut harus cukup lebar untuk memaparkan tempat yang akan dipasang batang implan. Dapat juga dengan menutupi lengan di bawah tempat pemasangan dengan kain steril (Pilihan lain adalah menggunakan kain yang telah di dekontaminasi, di cuci dan dikeringkan diudara atau dengan mesin pengering). Pemberian Anestesi Lokal Langkah 1.: Setelah memastikan kembali bahwa klien tidak alergi terhadap obat anestesi, isi alat suntik dengan 2 ml obat anestesi (1% tanpa epinefrin). Dosis ini sudah cukup untuk menghilangkan rasa sakit selama memasang kedua batang implan. Jelaskan pada klien bahwa pada waktu menyuntikkan obat anestesi akan terasa sedikit sakit akan tetapi pada waktu pemasangan kedua batang implan tidak akan terasa sakit.

119

Langkah 2.: Masukkan jarum tepat dibawah kulit pada tempat insisi (yang terdekat dengan siku) Suntikkan sedikit obat anestesi untuk membuat gelembung kecil (Skin Wheal) di bawah kulit. Tanpa memindahkan jarum, masukkan ke bawah kulit (subdermis) sekitar 5 cm diantara kedua batang implan yang akan dipasang. Hal ini akan membuat kulit (dermis) terangkat dari jaringan lunak di bawahnya. Bila panjang jarum kurang dari 5 cm, dorong kembali pangkal jarum sehingga ujung jarum mencapai setinggi kedua tanda (telah dibuat sebelumnya) pada kulit yang mengarah ke bahu.

Lakukan aspirasi untuk memastikan jarum tidak masuk kedalam pembuluh darah. Tarik jarum pelan-pelan sehingga membentuk jalur sambil menyuntikkan obat anestesi sebanyak 1 ml diantara kedua batang implan yang akan dipasang. Letakkan alat suntik pada tempat yang aman untuk menghindari kecelakaan tertusuk jarum. Lakukan pemijatan pada tempat penyuntikan agar penyebaran obat anestesi merata, hal ini akan meningkatkan efektivitas anestesi. Catatan : Untuk mencegah toksisitas, dosis total tidak boleh melebihi 10 ml (10 g/l) dari 1 % anestesi lokal tanpa epinefrin

120

Pemasangan Batang Implan Langkah 1: Sebelum membuat insisi, sentuh tempat insisi dengan ujung klem untuk memastikan obat anestesi telah bekerja. Bila klien masih bisa merasakan sentuhan klem tersebut, tunggu 2 menit dan ulangi lagi cara tersebut. Langkah 2: Pegang skalpel dengan sudut 450, buat insisi kecil (2 mm), hanya untuk sekedar menembus kulit. Jangan membuat insisi yang panjang atau dalam. Cara lain, dapat langsung ditusukkan kedalam kulit tanpa membuat insisi lebih dulu Langkah 3.: Masukkan trokar dengan atau tanpa pendorong didalamnya (tergantung jenis trokar) kedalam luka insisi dengan sudut yang kecil dengan ujung trokar yang tajam (bevel) menghadap ke atas. Tusukkan trokar sampai ujung tajam seluruhnya berada di bawah kulit (2-3 mm dari ujung bevel). Jangan memasukkan trokar dengan paksaan. Jika terdapat tahanan, coba dari sudut lainnya. Ada 2 tanda pada trokar, tanda (I) dekat ujung menunjukkan batas trokar yang harus tetap dibawah kulit setelah memasang setiap batang implan. Tanda (II) dekat pangkal menunjukkan batas trokar dimasukkan kebawah kulit sebelum memasukkan setiap batang implan.

Langkah 4.: Untuk meletakkan batang implan tepat dibawah kulit, angkat trokar ke atas, sehingga kulit terangkat. Masukkan trokar beserta pendorong didalamnya secara perlahan-lahan dan hati-hati ke arah tanda (II) dekat pangkal. Trokar harus cukup dangkal sehingga dapat diraba dari luar dengan jari. Trokar harus selalu terlihat mengangkat kulit selama pemasangan.

121

Masuknya trokar akan lancar bila berada di bidang yang tepat dibawah kulit.

Catatan : Jangan menyentuh trokar pada waktu memasukkan dan menarik keluar terutama bagian tabung yang masuk kebawah kulit untuk mencegah trokar terkontaminasi Pemasangan 2 Batang Implant Dengan Memutar Pendorong Trokar  Masukkan pendorong trokar sampai batas A dengan posisi tanda panah pada trokar dan tanda panah pada pendorong trokar menghadap keatas

Sumber : Video PT Triyasa NF.

 Masukkan trokar sampai tanda II

Sumber : Video PT Triyasa NF.

122

 Putar pendorong trokar 180⁰ sampai tanda panah pada pendorong trokar menghadap ke bawah saat akan mengeluarkan implan pertama

 Tarik trokar keluar dari kulit sampai batas I sambil menahan pendorong trokar

Sumber : Video PT Triyasa NF.

 Gerakkan trokar kesamping 15⁰

 Masukkan kembali trokar ke bawah kulit sampai batas II

 Putar pendorong trokar 180⁰ sampai tanda panah pada pendorong trokar menghadap ke atas

123

 Sambil menahan pendorong, trokar ditarik sampai batas I, Implan II masuk ke dalam kulit, Trokar langsung dikeluarkan dari kulit

Sumber : Video PT Triyasa NF.

Pemasangan 2 Batang Implant Dengan Mematahkan Batas Penahan Pendorong

 Masukkan trokar sampai batas (II)

Sumber : Video PT Harsen Lab.

 Tangan kanan menahan pendorong hingga batas penahan sekaligus menarik trokar hingga batas (I)

 Tangan kiri menahan implan agar tertinggal dibawah kulit

Sumber : Video PT Harsen Lab.

124

 Pastikan implan sudah keluar dari trokar Arahkan trokar kesisi yg lain (pola V), masukkan trokar sampai batas (II)  Patahkan batas penahan pendorong

 Tarik trokar hingga berbunyi “klik”  Tangan kanan menarik trokar hingga keluar, tangan kiri menahan implan

Sumber : Video PT Harsen Lab.

 Raba ujung batang implan didaerah dekat bahu untuk memastikan batang implan telah terpasang dengan benar  Raba daerah insisi untuk memastikan ke 2 ujung batang implan berada 5 mm dari luka insisi

125

Pemasangan 2 Batang Implan Dengan Mematahkan Dan Memutar Pendorong Trokar Trokar (Kedua batang implant berada di dalamTrokar)

Belahan di pangkal trocar untuk tempat mematahkan sayap yang ada ditengah pendorong Pendorong

Sayap yang berada di tengah Pendorong berfungsi sebagai penahan Implan Langkah-langkah pemasangan : Pemasangan Implan Pertama 1. Tusukkan trokar pd titik pertama yg terdekat dg siku. 2. Posisikan trokar menghadap ke atas kearah jam 12 dan perhatikan tanda batasnya yg berwarna hitam. 3. Tusukkan trokar, jungkitkan, kemudian dorong secara perlahan

Sumber : Video PT Catur Dakwah CF.

4. Sesudah Inserter masuk, arahkan ke satu titik menelusuri bawah kulit untuk menjaga agar pemasangan Implant benar-benar tepat di bawah kulit, datar, dan dangkal

Sumber : Video PT Catur Dakwah CF.

126

5. Masukkan pendorong yang ada sayap ditengahnya, posisikan sayap berada di bawah (arah jam 6).

Sumber : Video PT Catur Dakwah CF.

6. Tarik trokar, secara perlahan sementara itu tahan pendorong sampai sayap pada pendorong masuk tepat pada belahan di pangkal trokar

Sumber : Video PT Catur Dakwah CF.

7. Tarik trokar sambil menahan Implan yang sudah di bawah kulit, tahan dengan jari tengah atau salah satu jari.

8. Tarik trokar sampai tanda batas (lingkaran warna hitam) dekat ujung trokar, sampai Implan pertama keluar dan berada pada posisi yang benar di bawah kulit. Pemasangan Implan Kedua 9.

Pada titik yang sama saat pemasangan implan pertama, arahkan trokar sesuai dengan titik gambar pola yang sudah dibuat seperti huruf V, dimana kedua ujungnya berjarak lebih kurang 1,5 cm.

10. Dorong trokar sampai batas (lingkaran warna hitam) pada pangkal trokar .

127

11. Tahan dan putar pendorong ke kanan sampai sayap pada pendorong patah dan terlepas.

Sumber : Video PT Catur Dakwah CF.

12. Patahkan pegangan pendorong.

Implan kedua seluruhnya sudah terlepas dari trokar dan berada tepat di bawah kulit.

2. Prosedur pemasangan implan 1 batang Non program : implanon

Langkah 1  Regangkan kulit tempat insersi dengan ibu jari dan telunjuk  Tusukkan ujung jarum dengan membuat sudut 30º  Lepaskan kulit Langkah 2  Arahkan aplikator mendatar  Angkat kulit dengan ujung jarum, tetapi tetap jaga jarum berada di subdermal Sumber : Slide Schering Plough.

128

 Sewaktu mengangkat kulit masukkan jarum keseluruhan tanpa dipaksa (menjaga tetap subdermal)  Pertahankan aplikator sejajar kulit. Langkah 3  Lepas pengaman obturator  Putar obturator 90º Langkah 4  Sejajarkan obturator dengan lengan atas menggunakan 1 tangan, tangan lainnya menarik perlahan jarum keluar dari lengan  Jangan mendorong obturator Sumber : Slide Schering Plough.

Langkah 5  Periksa jarum dan pastikan implant tidak ada lagi. Setelah jarum dicabut, ujung obturator yang berlekuk akan terlihat.  Selalu pastikan untuk meraba Implanon dan mintalah pasien untuk merabanya juga.

Program Implanon NXT

Langkah 1  Tusuk kulit dengan aplikator pada sudut 30 derajat. Masukkan hanya bagian miring dari jarum  Turunkan aplikator ke posisi horizontal

129

 Angkat kulit dengan ujung jarum, tusuk jarum hingga seluruh panjang jarum, aplikator dalam posisi yang sama dengan jarum yang sudah masuk seluruhnya

Sumber : Implanon NXT Global Training Package

Langkah 2  Buka penggeser ungu dengan mendorongnya sedikit ke bawah

 Geser penggeser ungu sepenuhnya ke belakang sampai berhenti, biarkan implan pada posisi terakhirnya dan kunci jarum di dalam badan aplikator  Lepaskan aplikator dengan hati-hati dan biarkan implan tetap di tempatnya

130

Tindakan setelah pemasangan batang implan Menutup luka insisi  Dekatkan kedua tepi luka insisi kemudian tutup dengan band aid (plester untuk luka ringan) atau kasa steril dan plester. Luka insisi tidak perlu dijahit karena dapat menimbulkan jaringan parut.  Periksa adanya perdarahan. Tutup daerah pemasangan dengan pembalut untuk hemostasis dan mengurangi memar (perdarahan subkutan). Membuang sampah dan dekontaminasi  Sebelum melepas sarung tangan, masukkan alat - alat ke tempat berisi larutan enzimatik atau deterjen untuk dekontaminasi. Rendam selama 10 menit, kemudian segera bilas dengan air bersih sebelum di sterilisasi/DTT.  Buang alat suntik (jangan lepaskan jarum dari tabungnya) dan skalpel kedalam kontainer yang tahan/anti tusukan  Kain penutup (bila digunakan) harus dicuci sebelum dipakai lagi. Taruh di dalam kontainer yang kering dan tertutup kemudian bawa ketempat cucian  Dengan masih memakai sarung tangan, buang bahan - bahan yang terkontaminasi (kasa, kapas dan lain - lain) dalam kontainer yang anti bocor dan diberi tanda, atau dalam kantong plastik.  Celupkan sebentar tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan enzimatik untuk dekontaminasi bagian luar sarung tangan kemudian hati - hati lepas dengan cara membalik, sehingga bagian dalam menjadi bagian luar.  Bila menggunakan sarung tangan sekali pakai, buang sarung tangan tersebut kedalam kontainer untuk sampah  Semua sampah harus dibakar atau ditanam Merawat klien  Buat catatan pada rekam medik tempat pemasangan batang implan dan kejadian tidak umum yang mungkin terjadi selama pemasangan. (Akan lebih baik bila digambar secara sederhana kira - kira tempat pemasangan kedua batang implan pada lengan klien).  Beri petunjuk untuk perawatan luka insisi setelah pemasangan dan buat jadwal kunjungan ulang kalau diperlukan.  Amati klien lebih kurang 15 sampai 20 menit. Sebelum memulangkan klien, periksa apakah ada perdarahan dari luka insisi dan tanyakan apa yang dirasakan. Kalau ada berikan kartu yang berisi cara - cara merawat luka insisi.

131

Petunjuk perawatan luka insisi dirumah  Jaga luka insisi tetap kering dan bersih selama paling sedikit 48 jam. Luka insisi dapat mengalami infeksi bila basah saat mandi atau mencuci pakaian.  Jangan membuka pembalut tekan selama 48 jam dan biarkan band aid ditempatnya sampai luka insisi sembuh (umumnya 3 - 5 hari)  Mungkin akan terdapat memar, bengkak atau sakit didaerah insisi selama beberapa hari. Hal ini normal.  Klien dapat segera bekerja secara rutin. Hindari benturan atau luka didaerah tersebut atau menambahkan tekanan.  Setelah luka insisi sembuh, daerah tersebut dapat disentuh dan dibersihkan dengan tekanan normal.  Bila terdapat tanda-tanda infeksi seperti demam, daerah insisi kemerahan dan panas atau sakit yang menetap selama beberapa hari, segera kembali ke klinik. Bila terjadi infeksi  Obati dengan pengobatan yang sesuai untuk infeksi lokal  Bila terjadi abses (dengan atau tanpa ekspulsi kapsul) cabut kedua batang implant Kunci keberhasilan pemasangan  Untuk tempat pemasangan batang implan, pilihlah lengan klien yang jarang digunakan.  Gunakan cara pencegahan infeksi yang dianjurkan.  Insisi untuk pemasangan harus kecil, hanya sekedar menembus kulit. Gunakan skalpel atau trokar tajam untuk membuat insisi.  Pastikan batang implan tersebut dipasang paling sedikit 8 cm (3 inci) diatas lipat siku, didaerah medial lengan.  Masukkan trokar dengan pendorong didalamnya melalui luka insisi dengan sudut yang kecil, tepat dibawah kulit. Jangan memasukkan trokar dengan paksa.  Trokar harus terlihat mengangkat kulit selama memasukkannya untuk memastikan pemasangan tepat dibawah kulit  Pastikan batang implan pertama benar - benar keluar dari trokar sebelum batang implan yang kedua dipasang (Untuk mencegah kerusakan batang implan pertama, pegang batang implan tersebut dengan jari tengah dan masukkan trokar pelan-pelan disepanjang tepi jari tersebut).  Setelah selesai memasang, bila sebuah ujung batang implan menonjol keluar atau terlalu dekat dengan luka insisi, harus dicabut dengan hati

132

- hati dan dipasang kembali dalam posisi yang tepat (lebih kurang 5 mm dari luka insisi).  Jangan mencabut ujung trokar dari tempat insisi sebelum kedua batang implan dipasang dan diperiksa posisinya. Hal ini untuk memastikan bahwa kedua batang implan dipasang dengan posisi yang benar dan pada bidang yang sama dibawah kulit.  Kedua batang implan harus membentuk sudut sekitar 150.  Gambar tempat batang implan tersebut pada rekam medik dan buat catatan bila ada kejadian tidak umum yang mungkin terjadi selama pemasangan

3. Pencabutan Implan Tehnik pencabutan a. Tehnik standar untuk pencabutan implan Norplant® (generasi pertama Implan yang tidak diproduksi lagi) telah dipublikasikan pada tahun 1990 oleh The Population Council juga oleh WHO b. Tehnik "pop out" diperkenalkan oleh Darney dan kawan - kawan pada tahun 1992 untuk mencabut kapsul implan Norplant® yang lebih keras, kurang praktis untuk mencabut batang implan Jadena™ yang lebih lunak dan lebih lentur c. Tehnik U diperkenalkan oleh Untung Praptohardjo dan Wibowo pada tahun 1993, melaporkan metode baru untuk pencabutan implan Norplant® yaitu Peralatan yang diperlukan untuk setiap pencabutan Implan ● Meja periksa untuk tempat tidur klien ● Penyangga lengan atau meja samping ● Sabun untuk mencuci lengan ● Spidol ● Kain penutup operasi steril (bersih) yang kering ● Tiga mangkok steril atau DTT (satu untuk larutan antiseptik, satu tempat air mendidih atau steril yang berisi kapas bulat untuk membersihkan bedak pada sarung tangan dan satu lagi berisi larutan enzimatik/deterjen untuk dekontaminasi batang implan yang telah dicabut) ● Sepasang sarung tangan steril / DTT ● Larutan Antiseptik ● Anestesi lokal (konsentrasi 1% tanpa epinefrin) ● Tabung suntik (5 atau 10 ml) dan jarum suntik dengan panjang 2,5 - 4

133

● ● ● ● ● ●

cm (nomer 22) Skalpel (pisau bedah) nomer 11 Klem pemegang batang implan (Gambar 2). Klem lengkung dan lurus (mosquito dan Crile) Band aid atau kasa steril dengan plester Kasa pembalut Efinefrin untuk syok anafilaktik (harus selalu tersedia untuk keadaan darurat)

Catatan : Untuk tehnik standar diperlukan 2 klem (mosquito atau Crile) baik yang lengkung ataupun lurus Menyuntikkan Obat Anestesi Isi alat suntik dengan 3 ml obat anestesi (1% tanpa Epinefrin). Masukkan jarum tepat dibawah kulit pada tempat insisi akan dibuat. Suntikkan sedikit obat anestesi untuk membuat gelembung kecil di bawah kulit. Masukkan jarum secara hati-hati di bawah ujung batang implan pertama sampai lebih kurang sepertiga panjang batang (1 cm). Lakukan aspirasi untuk memastikan jarum tidak masuk kedalam pembuluh darah. Tarik jarum pelan-pelan sambil menyuntikkan obat anestesi (kira-kira 0,5 ml) untuk mengangkat ujung batang implan Ingat: Menyuntikkan obat anestesi lokal dibawah ujung dari batang implan sangat menentukan kemudahan dan kecepatan proses pencabutan Tanpa mencabut jarum, geser ujung jarum dan masukkan kebawah batang implan berikutnya. Ulangi proses ini sampai seluruh ujung kedua batang implan terangkat. Jangan menyuntikkan obat anestesi diatas batang implan karena akan membuat jaringan menjadi oedem sehingga batang implan sulit diraba. Bila perlu dapat ditambahkan lagi anestesi, selama berlangsungnya proses pencabutan. Sebelum memulai, sentuh tempat insisi dengan ujung jarum atau skalpel untuk memastikan obat anestesi telah bekerja.

134

Langkah Pencabutan Tehnik standar: Langkah 1. Tentukan lokasi insisi yang mempunyai jarak sama dari ujung bawah semua batang implan (dekat siku), kira-kira 5 mm dari ujung bawah batang implan bila jarak tersebut sama maka insisi dibuat pada tempat insisi waktu pemasangan. Sebelum menentukan lokasi, pastikan tidak ada ujung batang implan yang berada dibawah insisi lama (Hal ini untuk mencegah terpotongnya batang implan saat melakukan insisi). Langkah 2. Pada lokasi yang sudah dipilih, buat insisi melintang (transversal) yang kecil lebih kurang 4 mm dengan menggunakan skalpel. Jangan membuat insisi yang besar

Langkah 3. Mulai dengan mencabut batang implan yang mudah diraba dari luar atau yang terdekat tempat insisi. Langkah 4. Dorong ujung batang implan kearah insisi dengan jari tangan sampai ujung batang implan tampak pada luka Sumber : JHPIEGO insisi. Saat ujung batang implan tampak pada luka insisi, masukkan klem lengkung (mosquito atau Crile) dengan lengkungan jepitan mengarah keatas, kemudian jepit ujung batang implan dengan klem tersebut Catatan : Bila batang implan sulit digerakkan kearah insisi, hal ini mungkin karena jaringan fibrous yang mengelilingi batang implan (Lihat : Langkah 4A dan 4B mengenai cara memotong jaringan parut tersebut) Langkah 4A. Masukkan klem lengkung melalui luka insisi dengan lengkungan jepitan mengarah kekulit, teruskan sampai berada dibawah ujung batang implan dekat siku. Buka dan tutup jepitan klem untuk memotong secara tumpul jaringan parut yang mengelilingi ujung batang implan. Ulangi sampai ujung ke dua batang implan seluruhnya bebas dari jaringan parut yang mengelilinginya (mudah digerakkan)

135

Langkah 4B. Dorong ujung batang implan pertama sedekat mungkin pada luka insisi. Sambil menekan (fiksasi) batang implan dengan jari telunjuk dan jari tengah, masukkan lagi klem lengkung (lengkungan jepitan mengarah kekulit), sampai berada dibawah ujung batang implan, jepit batang didekat ujungnya (5 sampai 10 mm) dan secara hati-hati tarik keluar melalui luka insisi Langkah 5. Bersihkan dan buka jaringan ikat yang mengelilingi batang implan dengan cara menggosok-gosok pakai kasa steril untuk memaparkan ujung bawah batang implan Cara lain, bila jaringan ikat tidak bisa dibuka dengan cara menggosok-gosok pakai kasa steril, dapat dengan menggunakan skalpel secara hati-hati. Untuk mencegah terpotongnya batang implan, gunakan sisi yang tidak tajam dari skalpel waktu membersihkan jaringan ikat yang mengelilingi batang implan. Langkah 6. Jepit batang menggunakan klem kedua

implan

yang

sudah

terpapar

dengan

Lepaskan klem pertama dan cabut batang implan secara pelan dan hati-hati dengan klem kedua. Batang implan akan mudah dicabut oleh karena jaringan ikat yang mengelilinginya tidak melekat pada karet silikon. Bila batang implan sulit dicabut, pisahkan secara hati-hati sisa jaringan ikat yang melekat pada batang implan dengan menggunakan kasa atau skalpel.

Langkah 7. Pilih batang implan berikutnya. Gunakan teknik yang sama (Langkah 4 sampai 6) untuk mencabut batang implan berikutnya.

136

Batang yang sulit dicabut Langkah 1. Raba ke dua ujung batang implan dengan jari telunjuk dan jari tengah. Letakkan jari tengah pada ujung batang implan yang dekat bahu dan jari telunjuk pada ujung batang implan yang dekat siku, kemudian dorong batang implan sedekat mungkin kearah insisi

Sumber : JHPIEGO

Langkah 2. Masukkan klem lengkung kedalam luka insisi sampai ujung jepitan klem berada dibawah batang implan dengan kedua jari tetap menekan ujungujung batang implan untuk memfiksasi Langkah 3. Jepit batang implan dari bawah dengan klem lengkung Langkah 4. Jangan mencoba untuk menarik batang implan keluar oleh karena ujung klem yang sekarang masuk kedalam luka insisi lebih kurang 1 sampai 2 cm. Dorong ujung batang implan kearah insisi, balikkan (flip) pegangan klem 1800 kearah bahu klien dan kemudian pegang klem dengan tangan yang berlawanan

Sumber : JHPIEGO

Catatan : Bila setelah klem dibalikkan, batang implan belum terlihat (Langkah 4) putar (twist) klem 1800 kearah sumbu utamanya. Tarik klem hati-hati sehingga ujung batang implan terlihat pada luka insisi dari sisi yang berlawanan dengan klem Langkah 5. Bersihkan dan buka jaringan ikat yang mengelilingi batang implan dengan menggosok-gosok pakai kasa steril untuk memaparkan ujung batang implan. Cara lain bila jaringan ikat tidak bisa dibuka dengan menggosok-gosok pakai kasa steril, dapat menggunakan skalpel Langkah 6. Setelah jaringan ikat yang mengelilingi batang implan terbuka, gunakan klem kedua untuk menjepit batang implan yang sudah terpapar. Lepaskan klem pertama dan cabut batang implan dengan klem kedua

137

Langkah 7. Tutup luka insisi dengan tensoplast/band aid atau plester. Biasanya diperlukan pemakaian bebat tekan oleh karena metoda ini menyebabkan trauma pada jaringan ikat bila menggunakan skalpel. Tehnik POP OUT Langkah 1. Raba ujung batang implan di daerah dekat siku, dorong ujung bagian atas batang implan (dekat bahu klien) dengan menggunakan jari. Pada saat ujung bagian bawah batang implan (dekat siku) tampak jelas dibawah kulit, buat insisi kecil (2 - 3 mm) diatas ujung batang implan dengan menggunakan skalpel Langkah 2. Lakukan penekanan dengan menggunakan ibu jari dan jari tangan lainnya pada ujung bagian bawah batang implan untuk membuat ujung batang implan tersebut tepat berada dibawah tempat insisi.

Sumber : JHPIEGO

Langkah 3. Masukkan ujung tajam skalpel kedalam luka insisi sampai terasa menyentuh ujung batang implan. Bila perlu, potong jaringan ikat yang mengelilingi ujung batang implan sambil tetap memegang batang implan dengan ibu jari dan jari telunjuk. Langkah 4. Tekan jaringan ikat yang sudah terpotong tadi dengan ke dua ibu jari sehingga ujung bawah batang implan terpapar keluar

Sumber : JHPIEGO

Langkah 5. Tekan sedikit ujung atas batang implan (dekat bahu) sehingga batang implan muncul (pop out) pada luka insisi dan dengan mudah dapat dipegang dan dicabut

138

Setelah batang implan pertama berhasil dicabut, batang berikutnya akan muncul dengan menggunakan teknik yang sama

implan

Langkah 6. Luka insisi ditutup dengan band aid atau kasa steril dan plester. Pembalut tekan biasanya tidak diperlukan karena teknik pop out ini tidak menyebabkan atau hanya sedikit merusak jaringan (subkutaneus) ditempat pencabutan. Tehnik U

Klem U untuk memegang batang implan Sumber : JHPIEGO

Langkah 1. Raba ke dua batang implan untuk menentukan lokasinya Untuk menentukan tempat insisi, raba (tanpa sarung tangan) ujung batang implan dekat lipatan siku.

Untuk memudahkan meraba batang implan, basahkan sedikit ujung jari dengan air sabun atau larutan antiseptik. Dengan cara ini dapat menghilangkan gesekan antara ujung jari klinisi dengan kulit klien sehingga batang implan lebih mudah diraba. Langkah 2. Buat tanda pada ke dua ujung setiap batang implan dengan menggunakan spidol untuk memastikan posisi dari setiap batang implan. Bila akan memakai antiseptik yang mengandung alkohol untuk mempersiapkan tempat insisi harus menggunakan spidol permanen. Sumber : JHPIEGO

139

Langkah 3. Usap tempat pencabutan dengan kasa berantiseptik sebanyak 2 kali. Gunakan klem steril atau DTT untuk memegang kasa tersebut. (Bila memegang kasa berantiseptik hanya dengan tangan, hati - hati jangan sampai mengkontaminasi sarung tangan dengan menyentuh kulit yang tidak steril). Mulai mengusap dari tempat yang akan dilakukan insisi kearah luar dengan gerakan melingkar sekitar 8 - 13 cm. Bila memakai Iodofor biarkan kering selama 2 menit sebelum memulai tindakan. Hapus antiseptik yang berlebihan hanya bila tanda yang sudah dibuat tidak terlihat. Langkah 4. Bila ada, gunakan kain (doek) lubang steril untuk menutupi lengan. Lubang tersebut harus cukup lebar untuk memaparkan lokasi batang implan. Dapat juga dengan menutupi lengan di bawah tempat batang implan dipasang dengan menggunakan kain steril (Pilihan lain adalah menggunakan kain yang telah di dekontaminasi, di cuci dan dikeringkan diudara atau dengan mesin pengering). Langkah 5. Raba sekali lagi kedua batang implan untuk menentukan lokasinya Langkah 6. Isi alat suntik dengan 1 ml obat anestesi (1% tanpa epinefrin). Masukkan jarum tepat dibawah kulit pada tempat insisi akan dibuat - diantara kedua batang implan lebih kurang 5 mm dari ujung yang dekat lipatan siku. Suntikkan sedikit obat anestesi untuk membuat gelembung kecil di bawah kulit. Masukkan jarum lebih dalam secara hati - hati lebih kurang 1 cm dibawah ujung batang implan. Lakukan aspirasi untuk memastikan jarum tidak masuk kedalam pembuluh darah. Suntikkan 1 ml obat anestesi dibawah batang implan sambil menarik jarum pelan - pelan. Letakkan alat suntik ditempat yang aman untuk mencegah kecelakaan tertusuk jarum. Tekan daerah tempat penyuntikan untuk menyebarkan anestesi kesekitarnya sehingga efektivitasnya meningkat.

140

Langkah 7. Tentukan lokasi insisi pada kulit diantara batang implan lebih kurang 5 mm dari ujung batang implan dekat siku. Klinisi yang sudah berpengalaman membuat insisi pada bekas luka insisi waktu pemasangan.

Sumber : JHPIEGO

Langkah 8. Buat insisi kecil (4 mm) memanjang (vertikal) sejajar diantara sumbu panjang batang implan dengan menggunakan skalpel Langkah 9. Masukkan ujung klem U secara hati-hati melalui luka insisi dengan sudut yang tepat ke sumbu panjang batang implan yang terdekat. Langkah 10. Fiksasi batang implan yang letaknya paling dekat luka insisi dengan jari telunjuk sejajar panjang batang implan Langkah 11. Masukkan klem lebih dalam sampai ujungnya menyentuh batang implan. Buka klem dan pegang batang implan dengan sudut yang tepat pada sumbu panjangnya lebih kurang 5 mm diatas ujung bawah batang implan. Pastikan klem telah mengelilingi seluruh batang implan. Bila klem menjepit, batang implan akan mudah patah

Sumber : JHPIEGO

Setelah batang implan terpegang, tarik kearah insisi. Bila tidak bisa ditarik, balikkan pegangan klem 1800 kearah bahu klien untuk memaparkan batang implan

141

Langkah 12. Bersihkan batang implan dari jaringan ikat yang mengelilinginya dengan menggosok - gosok menggunakan kasa steril untuk memaparkan batang implan sehingga mudah dicabut. Langkah 13.: Gunakan klem lengkung (mosquito atau Crile) untuk menjepit kapsul yang sudah terpapar. Lepaskan klem U dan cabut batang implan dengan pelan - pelan dan hati - hati. Taruh batang implan yang telah dicabut dalam mangkok kecil yang berisi klorin 0,5 % untuk dekontaminasi sebelum dibuang. Batang implan akan keluar dengan mudah karena jaringan ikat tidak melekat pada batang implan. Bila batang implan tidak bisa keluar dengan mudah, bersihkan kembali jaringan ikat yang mengelilinginya dengan menggosok - gosok pakai kasa atau sisi yang tidak tajam dari skalpel. Langkah 14.: Cabut batang implan berikutnya dengan menggunakan tehnik yang sama. Tunjukkan ke dua batang implan tersebut kepada klien. Hal ini sangat penting untuk meyakinkan klien oleh karena bekas tempat batang implan (berbentuk lorong dari jaringan ikat) masih akan terasa sampai beberapa bulan. Sehingga klien merasa batang implan masih berada didalam lengannya

Sumber : JHPIEGO

D. Suntik 1. Kontrasepsi Suntik Kombinasi (KSK) Langkah 1. Menyiapkan satu dosis suntikan, jarum, dan syring (alat suntik / spuit)  25 mg MPA/estradiol cypionate atau 50 mg NET-EN/estradiol valerate, suntikan jarum intra muskular, dan syring 2 ml atau 5 ml. NET-EN/estradiol valerate kadang tersedia dalam bentuk syring yang

142

sudah terisi (prefilled syringe)  Untuk setiap suntikan gunakan disposable auto-disable syringe dan jarum dari kemasan baru bersegel (tidak melampaui tanggal kadaluwarsa dan tidak rusak), jika tersedia. Langkah 2. Cuci tangan menggunakan sabun dan air, jika memungkinkan. Jika lokasi suntikan kotor, cuci dengan sabun dan air. Tidak perlu menyeka lokasi suntikan dengan antiseptik Jika menggunakan “prefilled syringe”, lanjut ke langkah 5 Langkah 3. Menyiapkan vial  MPA/estradiol cypionate: kocok vial.  NET-EN/estradiol valerate: tidak perlu mengocok vial.  Tidak perlu menyeka bagian atas vial dengan antiseptik.  Jika vial dingin, hangatkan dengan suhu kulit sebelum disuntikkan. Langkah 4. Mengisi syring Tusuk bagian atas vial dengan jarum steril dan isi syring dengan dosis yang sesuai. Langkah 5. Menyuntikkan Formula Tusukkan jarum steril dalam-dalam ke pinggul (otot ventrogluteal), atau lengan atas (otot deltoid), atau pantat (otot gluteal, bagian atas luar), atau paha luar (depan), salah satu bagian yang dikehendaki oleh klien. Suntikkan isi syring

Sumber :World Health Organization

Jangan memijat lokasi suntikan Langkah 6.: Membuang syring sekali pakai dan jarum secara aman  Jangan menutup kembali, membengkokkan, atau mematahkan jarum sebelum dibuang.  Letakkan pada tempat benda tajam  Jangan menggunakan kembali syring dan jarum sekali pakai.

143

 Syring dan jarum dihancurkan setelah sekali pakai karena bentuknya, alat-alat tersebut sulit untuk didesinfeksi. Oleh karena itu, penggunaan kembali syring atau jarum yang sudah pernah dipakai dapat menyebarkan penyakit seperti HIV dan hepatitis  Jika memakai syring dan jarum yang dapat digunakan kembali, alatalat tersebut harus disterilkan kembali setelah digunakan dulu sehabis tiap pemakaian  Memberitahu nama suntikan dan membuat kesepakatan jadwal kunjungan selanjutnya dalam 4 minggu 2. Kontrasepsi Suntik Progestin (KSP) Langkah 1.: Menyiapkan satu dosis suntikan, jarum, dan syring  DMPA 150 mg: syring 3 ml  NET-EN 200 mg: syring 1 ml atau 3 ml Langkah 2.: Cuci tangan menggunakan sabun dan air, jika memungkinkan.  Jika lokasi suntikan kotor, cuci dengan sabun dan air. Tidak perlu menyeka lokasi suntikan dengan antiseptik  Jika menggunakan “prefilled” syring, lanjut ke langkah 5 Langkah 3.: Menyiapkan vial  DMPA: Kocok vial pelan-pelan.  NET-ET: Tidak perlu mengocok vial. Tidak perlu menyeka bagian atas vial dengan antiseptik. Jika vial dingin, hangatkan dengan suhu kulit sebelum disuntikkan. Langkah 4.: Mengisi syring Tusuk bagian atas vial dengan jarum steril dan isi syring dengan dosis yang sesuai. Langkah 5.: Menyuntikkan Formula Tusukkan jarum steril dalam-dalam ke pinggul (otot ventrogluteal), atau lengan atas (otot deltoid), atau pantat (otot gluteal, bagian atas luar), salah satu bagian yang dikehendaki oleh klien. Suntikkan isi syring.

144

Jangan memijat lokasi suntikan

Langkah 5.: Membuang syring sekali pakai dan jarum dengan aman  Jangan menutup kembali, membengkokkan, atau mematahkan jarum sebelum dibuang.  Letakkan pada tempat benda tajam. E. Kondom Laki-Laki Langkah 1.: Menggunakan kondom baru setiap kali berhubungan seksual  Cek kemasan kondom. Jangan digunakan jika robek atau rusak. Hindari menggunakan kondom yang sudah melewati batas kadaluarsa. Hanya gunakan jika tidak ada kondom yang lebih baru.  Buka kemasan dengan hati-hati. Jangan gunakan kuku, gigi, atau apapun yang dapat merusak kondom. Langkah 2.: Memasang kondom di ujung penis yang ereksi dengan bagian yang tergulung di sisi luar sebelum kontak fisik  Untuk perlindungan terbaik, pasang kondom sebelum kontak alat kelamin Langkah 3.: Membuka gulungan kondom sampai dasar penis yang ereksi  Gulungan kondom seharusnya dapat dibuka dengan mudah. Membuka paksa akan membuatnya robek ketika digunakan  Jika gulungan kondom tidak dapat dibuka dengan mudah, mungkin kondom tersebut terbalik, rusak, atau sudah terlalu lama. Buanglah dan gunakan kondom baru.  Jika kondom terbalik dan tidak ada kondom lain yang tersedia, balik kondom dan pasang pada penis. Langkah 4.: Memegang pinggiran kondom dan tarik penis ketika masih ereksi segera setelah ejakulasi  Tarik keluar penis.  Lepaskan kondom, hindari semen tertumpah.  Jika berhubungan seksual lagi atau berganti ke aktivitas seksual yang

145

lain, gunakan kondom baru Langkah 5.: Membuang kondom bekas secara aman Bungkus kondom dalam kemasannya, dan buang ke tempat sampah. Jangan buang ke toilet, karena akan menyumbat pipa.

F. Kondom Perempuan Langkah Dasar: 1. Menggunakan kondom perempuan yang baru setiap kali berhubungan seksual • Cek kemasan kondom. Jangan digunakan jika kemasan robek atau rusak. Hindari menggunakan kondom yang sudah melewati batas kadaluarsa. Hanya gunakan jika tidak ada kondom yang lebih baru. • Jika memungkinkan, cuci tangan dengan sabun lembut dan air bersih sebelum memasang kondom. 2. Memasang kondom ke dalam vagina sebelum kontak fisik  Untuk perlindungan terbaik, pasang kondom sebelum penis kontak dengan vagina. Dapat dipasang sampai dengan 8 jam sebelum hubungan seksual.  Pilih satu posisi yang nyaman untuk memasang – jongkok, mengangkat satu kaki, duduk, atau berbaring  Gesekkan tepi kondom satu dengan lainnya agar lubrikan tersebar merata.  Pegang cincin di ujung yang tertutup, dan tekan sehingga menjadi panjang dan sempit.  Dengan tangan lainnya, buka bibir luar (labia) dan tempatkan kondom pada bukaan vagina.  Dengan hati-hati, tekan cincin bagian dalam ke dalam vagina sedalam mungkin. Masukkan satu jari ke dalam kondom untuk mendorong kondom ke tempatnya. Sekitar 2 hingga 3 cm kondom dan cincin bagian luar akan tetap berada di luar vagina. 3. Memastikan penis masuk dalam kondom dan tetap berada di dalam kondom  Laki-laki atau perempuan semestinya secara hati-hati memasukkan ujung penis ke dalam kondom – bukan di antara kondom dan dinding vagina. Jika penis masuk di kondom, segera tarik dan coba lagi.

146

 Jika saat berhubungan seksual, secara tidak sengaja kondom tertarik keluar dari vagina atau cincin bagian luar terdorong saat berhubungan seksual, pasang kondom kembali ke tempatnya. 4. Memegang cincin luar kondom, memutarnya untuk menutup rapat cairan di dalamnya, dan menarik keluar vagina dengan hati-hati setelah penis dikeluarkan Kondom perempuan tidak harus segera dilepas setelah berhubungan seksual  Lepas kondom sebelum berdiri, untuk menghindari tumpahnya semen.  Jika berhubungan seksual lagi, gunakan kondom baru.  Penggunaan kembali kondom perempuan tidak dianjurkan 5. Membuang kondom bekas dengan aman  Bungkus kondom dalam kemasannya, dan buang ke tempat sampah. Jangan buang ke toilet, karena akan menyumbat pipa G. Tubektomi Pilihan manajemen nyeri untuk tubektomi minilaparotomi meliputi: 1. Pilihan Farmakologis a. Anestesi lokal :  Anestesi lokal tanpa sedasi dan analgesi dalam beberapa dekade terakhir adalah pilihan yang lebih disukai untuk manajemen nyeri dalam minilaparotomi, tetapi karena bukti pilihan multimodal lain yang lebih baik dan lebih efektif telah muncul, rejimen ini tidak lagi direkomendasikan.  Anestesi lokal dengan sedasi untuk menghilangkan kecemasan menjadi pilihan yang lebih disukai, tetapi kombinasi ini juga tidak lagi direkomendasikan, mengingat bukti manajemen nyeri yang lebih efektif dan aman melalui kombinasi analgesia dan pendekatan nonfarmakologis.  Anestesi lokal dengan sedasi dan analgesia sekarang menjadi pilihan yang lebih disukai. Pendekatan ini juga direkomendasikan dalam kombinasi dengan pendekatan non-farmakologis. Ini lebih aman, efektif, dan memungkinkan pemulihan cepat.

147

b. Anestesi regional termasuk penggunaan anestesi spinal. Karena minilaparotomy adalah prosedur singkat, pendekatan ini tidak disarankan. Opsi lain yang tidak terlalu rumit aman, efektif, dan memungkinkan pemulihan cepat, dengan klien siap untuk keluar setelah beberapa saat. c. Anestesi umum tidak dianjurkan untuk penggunaan rutin. Dalam beberapa kasus, anestesi umum mungkin diperlukan, seperti yang dijelaskan dalam kriteria kelayakan medis (yaitu, untuk klien dengan kondisi seperti obesitas atau bekas luka sebelumnya, serta untuk klien yang sangat cemas karena pilihan manajemen nyeri lain kemungkinan akan kurang efektif) . 2. Pilihan Non Farmakologis Pilihan nonfarmakologis tidak direkomendasikan untuk digunakan sebagai satu-satunya pilihan manajemen nyeri selama prosedur pembedahan. Pilihan- pilihan ini meliputi:  Pembentukan komunikasi yang baik dengan klien (sebagai bagian dari konseling dan komunikasi verbal yang berkelanjutan selama prosedur)  Teknik bedah yang halus (Gentle surgical technique)  Hipnosis. Regimen Penanganan Nyeri yang Direkomendasikan Kombinasi anestesi lokal dengan sedasi dan analgesia: Dasarnya :  Pemberian sedatif dan analgesik untuk membantu klien rileks dan membebaskannya dari rasa sakit dengan sedikit atau tanpa kecemasan atau nyeri.  Mengurangi depresi kardiorespirasi, menurunkan kadar puncak obat dalam darah, dan pemulihan lebih cepat.  Memiliki risiko lebih rendah dari komplikasi yang tidak terduga dan mengancam jiwa.  Lebih murah dan lebih mudah daripada anestesi umum, mengingat peralatan dan tingkat pelatihan yang diperlukan untuk anestesi umum. Rejimen yang direkomendasikan mencakup pemberian obat sebelum, selama, dan setelah prosedur 1. Segera sebelum dan selama prosedur:  Untuk Sedasi : diazepam, midazolam, atau promethazine  Untuk Analgesia: Nonnarkotika: antiinflamasi nonsteroid (NSAID) diklofenak atau ibuprofen

148

Narkotika: meperidine, nalbuphine, pentazocine, atau fentanyl  Untuk Anestesi lokal: 1% lignokain (tanpa epinefrin) 2. Setelah prosedur: Diklofenak atau ibuprofen Pertimbangan umum untuk anestesi lokal  Lidocaine adalah anestesi lokal yang paling banyak dipakai karena mudah digunakan, memiliki lebih sedikit efek samping, lebih murah, dan kerjaY pendek.  Dosis yang dianjurkan adalah 4,5–5,0 mg / kg lidokain 1% tanpa epinefrin, tidak melebihi 300 mg atau 30 ml untuk rata-rata orang dengan berat 60 kg. Melebihi dosis total 300 mg kemungkinan besar akan menyebabkan efek samping lidokain. (Perhatikan bahwa untuk klien 50 kg, dosis yang dianjurkan tidak boleh melebihi 250 mg.) Dengan menggunakan dua teknik infiltrasi yang direkomendasikan, dalam banyak kasus, kurang dari 20 ml lidokain 1% akan cukup untuk mencapai efek anestesi lokal yang baik.  Obat harus disuntikkan ke semua lapisan dinding perut (dari kulit ke lapisan peritoneum), sambil memastikan bahwa jarum tidak berada di dalam pembuluh darah.  Onset kerja Lidocaine bergantung pada beberapa faktor, termasuk konsentrasi dan volume obat. Secara umum, dibutuhkan waktu 2-3 menit untuk mencapai anestesi yang adekuat.  Jika diperlukan, anestesi dapat ditambah untuk memastikan bahwa efek anestesi tetap terjaga. Namun, dosis maksimum yang diperbolehkan tidak boleh dilampaui.  Setelah operator memasuki rongga peritoneum, teteskan kornu uterus dan segmen isthmic dari tuba dengan beberapa ml larutan lidokain 1% untuk menghilangkan nyeri karena manipulasi dan oklusi tuba falopi.

Sumber: Engenderhealth 2015

149

Dua teknik yang direkomendasikan untuk infiltrasi anestesi lokal adalah: 1. Teknik bentuk berlian (The diamond-shape technique) 2. Teknik bentuk kipas (The fan-shape technique) Kedua teknik tersebut efektif, dan dengan sedikit penyesuaian, dapat digunakan untuk prosedur minilaparotomi suprapubik dan subumbilikal. 1. Teknik bentuk berlian (The diamond-shape technique)

Sumber: Engenderhealth 2015   







150

Setelah lapangan operasi ditutup dengan doek steril, ambil 20 ml lidokain 1%. Beri tahu klien bahwa akan disuntikkan obat untuk menghilangkan rasa sakit dan klien akan merasakan tusukan jarum di perutnya. Di tengah tempat sayatan, masukkan jarum ke lapisan intradermal dan infiltrasi 0,5–1,0 ml untuk membuat tonjolan kecil (wheal). Kemudian gerakkan jarum secara horizontal di sepanjang lokasi sayatan ke kiri atau kanan. Setelah seluruh panjang jarum dimasukkan, lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa jarum tidak menusuk pembuluh darah, kemudian perlahan-lahan suntikkan sekitar 1,5 ml lidokain secara perlahan saat jarum ditarik. Ulangi langkah yang sama ke arah yang berlawanan, tanpa menarik jarum dari kulit atau dari wheal. Arahkan jarum ke arah kranial di lapisan intradermal hingga mencapai panjang penuh dan aspirasi kembali untuk memastikan bahwa jarum tidak berada dalam pembuluh darah, kemudian perlahan-lahan suntikkan lidokain sambil menarik jarum ke lokasi sayatan. Setelah berada di tengah sayatan, sekarang masukkan jarum sepenuhnya ke lapisan intradermal ke arah kaudal, lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa jarum tidak berada di dalam pembuluh darah, lalu perlahan-lahan suntikkan larutan lidokain sambil menarik jarum ke tempat sayatan. Sebanyak sekitar 6 ml lidokain telah disuntikkan ke dalam kulit.







Langkah selanjutnya adalah membius lapisan fasia ke empat arah, seperti yang dilakukan pada kulit. Jarum hanya perlu dimasukkan dengan sudut 45 derajat di setiap arah. Di setiap arah, lakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa jarum tidak berada di pembuluh darah, kemudian menyuntikkan sekitar 1 ml sambil menarik jarum ke arah tengah sayatan. Peritoneum akan menjadi lapisan berikutnya yang akan dibius. Ini dilakukan dengan memajukan jarum pada sudut 90 derajat, tepat di luar selubung Musculus Rectus Abdominus

Setelah semua lapisan telah diinfiltrasi dengan larutan lidokain, tunggu setidaknya dua menit sebelum membuat sayatan kulit. Verifikasi bahwa anestesi telah bekerja dengan menggunakan pinset bergigi untuk memegang kulit.

2. Teknik bentuk kipas (The fan-shape technique)

Sumber: Engenderhealth 2015



Dari salah satu ujung lokasi sayatan yang direncanakan, masukkan jarum ke lapisan intradermal dan buat wheal.

151

  



 

Dorong jarum secara horizontal pada bidang intradermal ke seluruh panjang sayatan. Aspirasi jarum untuk memastikan bahwa jarum tidak menusuk pembuluh darah. Suntikkan secara perlahan sekitar 3-4 ml larutan lidokain sambil menarik jarum secara perlahan. Setelah ujung jarum berada di wheal, dorong kembali jarum ke panjang penuh dan pada sudut 30 derajat di sepanjang sayatan untuk masuk ke lapisan fasia. Sekali lagi, lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa pembuluh darah tidak tertusuk dan suntikkan sekitar 3-4 ml lidokain saat jarum ditarik ke arah wheal. Selanjutnya, gerakkan jarum pada sudut 60 derajat di sepanjang panjang sayatan, dan terakhir ulangi proses tersebut pada sudut 90 derajat, untuk membius peritoneum. Aspirasi setiap kali untuk menghindari infiltrasi anestesi ke dalam pembuluh darah, suntikkan 3-4 ml larutan lidokain ke setiap lapisan. Cabut jarum dari tempat sayatan dan tunggu setidaknya 2 menit hingga obat bius bekerja. Verifikasi bahwa anestesi telah bekerja dengan menggunakan pinset bergigi untuk memegang kulit

Tehnik Tubektomi: 1. Tubektomi Mini Laparotomi Suprapubik  Dilakukan melalui sayatan suprapubik, jika uterus berukuran normal atau sedikit membesar ( pasca-aborsi dan interval).  Dilakukan idealnya dalam waktu dua minggu dari hari pertama menstruasi normal terakhir (atau dalam satu minggu, untuk mereka yang memiliki siklus pendek 21 hari), sebelum ovulasi, atau dalam minggu pertama setelah keguguran.  Menggunaan elevator uterus dan pengait tuba

152

2. Tubektomi Minilaparotomi Subumbilikal.  Dilakukan melalui sayatan subumbilical, jika uterus berukuran besar (segera setelah melahirkan)  Idealnya dilakukan dalam waktu 48 jam setelah persalinan pervaginam (atau paling lama hingga hari ke 3 setelah persalinan)  Tidak melakukan pemeriksaan bimanual,  Posisi litotomi dan menggunaan elevator uterus,  Tidak perlu rawat inap di rumah sakit

3. Tubektomi Laparoskopi



Dilakukan melalui laparoskop



Dapat dilakukan setiap saat selamat periode “interval” (6 minggu atau lebih setelah persalinan atau setiap saat bila diyakini bahwa klien tidak sedang dalam keadaan hamil).

• •

Posisi lititimi dan penggunaan elevator uterus

sayatan

subumbilical

untuk

memasukkan

Tidak perlu rawat inap

Peralatan Minilaparotomi Peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk melakukan minilaparotomi umumnya tersedia di sebagian besar fasilitas kamar operasi, kecuali untuk dua instrumen yang khusus untuk tubektomi minilaparotomi suprapubik yaitu elevator uterus dan pengait tuba.

153

Elevator Uterus

Pengait Tuba

Jenis alat yang digunakan untuk minilaparotomi:

• • • • • •

Needle holder Gunting benang Spekulum Tenakulum Pengait Tuba Elevator Uterus

• • • • • • •

Allis forceps Babcock forceps Pinset Anatomis Pinset Bedah Klem arteri lurus Gunting Mayo Skalpel

Prosedur Tubektomi Minilaparotomi Suprapubik Persiapan di ruang pra operasi: • Sapa klien • Tinjau informasi medis yang relevan • Verifikasi persetujuan yang diinformasikan • Verifikasi pemahaman klien tentang prosedur • Periksa kepatuhan dengan instruksi pra operasi • Berikan obat penenang dan analgesik • Perhatikan tanda-tanda vital • Minta klien untuk mengosongkan kandung kemihnya sebelum memasuki ruang operasi

154

Langkah-Langkah Prosedur Tubektomi Minilaparotomi Suprapubik 1. Bantu Klien naik ke Meja Operasi Posisikan klien dimeja operasi. Ada 2 posisi yang dapat digunakan : (1) Posisi Lithotomi (Dorsal lithotomy position)

Sumber: Engenderhealth 2015

(2) Posisi Terlentang(Dorsal supine position)

Sumber: Engenderhealth 2015

Posisi litotomi adalah posisi yang terbaik, karena untuk memasang dan memanipulasi elevator uterus jauh lebih mudah karena tersedia ruang yang cukup. Posisi ini membutuhkan meja operasi dengan kemampuan untuk memposisikan anggota tubuh klien dalam posisi litotomi. Pada posisi terlentang, apabila akan memasang dan memanipulasi elevator uterus, klien harus diposisikan dalam posisi katak (frog position)

155

2. Pasang Elevator Uterus Elevator Uterus membantu memanipulasi uterus sehingga dapat dengan mudah mengakses tuba. Elevator Uterus harus dipasang sebelum memulai prosedur minilaparotomi. Ini harus dilakukan setelah klien diposisikan dalam posisi litotomi atau kaki katak pada posisi terlentang. Langkah-langkah:  Kenakan sarung tangan steril.  Bicaralah dengan klien selama prosedur pemasangan, jelaskan langkah-langkahnya dan apa yang akan dia rasakan. Pastikan dia merasa nyaman dengan bersikap lembut dan melakukan gerakan lambat, termasuk saat melakukan semua langkah bedah lainnya. Minta klien untuk melaporkan ketidaknyamanan.  Terus pantau tanda-tanda vital.  Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menentukan posisi uterus (anteverted atau retrovert, ante-flexed atau retroflexed), mobilitas, ukuran, dan bentuk.  Persiapkan peralatan untuk memasang elevator uterus  Masukkan spekulum vagina untuk mengekspos dan memvisualisasikan serviks dan mencegah dinding vagina bersentuhan dengan elevator uterus  Bersihkan serviks terlebih dahulu, kemudian bersihkan vagina dengan menggunakan larutan antiseptik (Iodophors atau Chlorhexidine gluconate

156

 Masukkan elevator uterus ke serviks tanpa menyentuh dinding vagina

Sumber: Engenderhealth 2015

Elevator uterus dapat dimasukkan dengan dua cara yaitu menggunakan tenakulum, atau tanpa menggunakan tenakulum. Tenakulum digunakan untuk menstabilkan serviks. Langkah-langkah memasukkan elevator menggunakan Tenakulum:  Pegang spekulum dengan satu tangan  Tangan yang lain memegang tenakulum dengan telapak tangan menghadap ke atas untuk memfasilitasi visualisasi serviks.  Jepit serviks pada bibir anterior secara horizontal pada posisi jam 2 dan jam 10, agar tidak mengganggu pembatas elevator uterus.  Tarik tenakulum untuk meluruskan uterus yang anteversi, retroversi, atau retroflexi sehingga memudahkan untuk memasukkan elevator kedalam kavum uteri sampai pembatas elevator. Langkah-langkah memasukkan elevator tanpa menggunakan Tenakulum:  Manipulasi spekulum untuk mengekspos ostium serviks eksternal, dan membersihkan serviks dan dinding vagina dengan antiseptik.  Masukkan elevator uterus kedalam kavum uteri sampai pembatas elevator  Setelah elevator uterus terpasang, lepas sarung tangan 3.

Persiapan dinding perut klien  Persiapkan alat-alat  Cuci tangan dengan sabun  Kenakan gaun bedah steril dan sarung tangan steril

157

 Lakukan tindakan antiseptik dengan povidone iodine pada dinding perut klien ditempat insisi kulit, dimulai di tempat bertanda "1" dan kemudian pindah ke "2." Sebanyak 2 kali. Biarkan selama dua menit agar antiseptik mengering.

 Terus berkomunikasi dengan klien selama prosedur.  Tutup dengan doek steril  Operator berada di sebelah kiri klien dan asisten di sebelah kanan klien.

Sumber: Engenderhealth 2015

 Tentukan lokasi insisi suprapubik. Ada dua cara untuk melakukannya: a. Palpasi di bagian dinding abdomen yang paling tipis, biasanya 2–3 cm di atas simfisis pubis (tulang pubis) atau b. Secara perlahan turunkan gagang elevator uterus untuk menaikkan fundus uterus ke dinding perut. Tonjolan yang muncul di dinding perut menunjukkan ketinggian fundus, dan sayatan harus dibuat 1–2 cm di bawah tinggi fundus yang teraba.

158

4. Infiltrasi tempat insisi dengan anestesi lokal 







   

 

Jelaskan kepada klien bahwa kulitnya akan dibius untuk mengurangi rasa sakit dan bahwa dia mungkin merasakan tekanan, tarikan, atau kram selama beberapa langkah operasi. Terus berkomunikasi dengan klien selama prosedur. Siapkan larutan anestesi lokal (lidokain 1% tanpa epinefrin), sebanyak 20 cc. Jika tidak tersedia, dua alat suntik 10 cc dapat digunakan. Di tempat lokasi insisi yang sudah ditentukan, suntikkan sedikit larutan anestesi sehingga muncul tonjolan kecil di kulit di tempat masuknya jarum. Ikuti langkah-langkah yang telah dijelaskan untuk teknik bentuk kipas atau bentuk berlian untuk menyuntikkan larutan anestesi ke setiap lapisan (kulit, jaringan subkutan, fasia, dan peritoneum) sepenuhnya dibius. Sebelum menyuntikkan, lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa jarum tidak memasuki pembuluh darah. Panjang penuh dari lokasi sayatan (3-5 cm) harus dibius. Jangan melebihi dosis maksimum yang aman untuk anestesi lokal (300 mg, atau 30ml lidokain 1% tanpa epinefrin). Tunggu setidaknya dua menit sampai anestesi lokal bekerja. Sambil menunggu, bicaralah dengan klien, untuk meyakinkan dan mengalihkan perhatiannya. Uji efek anestesi dengan menusuk area tersebut dengan jarum. Jika klien merasakan tusukan jarum (seperti yang diamati dengan melihat wajahnya, bukan dengan menanyakan apakah sakit), tunggu dua menit lagi. Uji lagi dan berikan lebih banyak anestesi lokal jika diperlukan (seperempat dari dosis awal). Sisakan lidokain di dalam tabung suntik (sekitar 3–5 cc) untuk diteteskan ke tuba dan mesosalping, sesuai kebutuhan.

159

5. Masuk kedalam cavum abdomen  





Buat insisi pada kulit Tarik kulit kencang untuk membuat insisi kulit sentral dan transversal sekitar 3–5 cm, tanpa mengenai jaringan subkutan. Catatan: Panjang sayatan harus ditentukan oleh posisi rahim dan mobilitasnya, tetapi yang terpenting oleh ketebalan dan lemak dinding perut klien. Jika klien dibius dengan benar, panjang sayatan bisa mencapai 5 cm, untuk memberikan area pembedahan dan visualisasi yang tepat. Dengan forsep Allis atau forsep hemostatik, buka jaringan subkutan dengan lembut dan tepat, untuk meminimalkan trauma jaringan dan perdarahan. Kontrol perdarahan, jika ada. Masukkan retraktor dengan hati-hati ke dalam insisi; untuk meningkatkan visualisasi, gunakan ujung pendek retraktor. Catatan: Bidang sayatan harus tetap berada di garis tengah.

Membuka Fascia dan musculus rectus  Setelah fasia terlihat, pegang fasia dengan dua forsep Allis, di tengah insisi.

Sumber: Engenderhealth 2015

 Buka Fascia dengan menggunakan gunting atau scalpel sehingga tampak musculus rectus

160

 Buka musculus rectus dengan gunting Mayo Masukkan ujung gunting Mayo yang tertutup di garis tengah dan pisahkan dengan membuka gunting

 Posisikan retraktor dengan lembut pada insisi di antara musculus rectus untuk membuka lemak preperitoneal, sambil menjaga insisi terbuka lebar.

Sumber: Engenderhealth 2015

 Buka lemak untuk mengekspos peritoneum.  Naikkan retraktor untuk membebaskan dinding perut dari isi perut

 Tempatkan meja operasi pada posisi Trendelenburg (kepala meja dimiringkan ke bawah sebesar 15-20 derajat) untuk menggeser usus dan omentum menjauh dari lokasi operasi, sehingga meminimalkan risiko cedera.

161

Jika meja operasi tidak memiliki kemampuan untuk posisi Trendelenburg balok berukuran kecil (ketebalan 3–4 inci) dapat digunakan untuk meninggikan kaki meja, sehingga mencapai sudut yang cukup mirip.  Nilai tingkat kenyamanan klien. Asisten operator harus menjaga retraktor dinding perut tetap terbuka, dalam posisi horizontal, dengan lembut menarik dinding perut ke atas. Membuka peritoneum  Identifikasi peritoneum dan minta klien menarik napas dalam saat operator memegang peritoneum dengan ujung hemostat. Angkat peritoneum, periksa, dan palpasi lipatan jaringan untuk memastikan bahwa itu adalah peritoneum yang tembus cahaya dan isi perut tidak melekat padanya. Catatan: Hindari penggunaan instrumen bergigi pada peritoneum, untuk mencegah cedera pada struktur di bawahnya)  Angkat peritoneum, pegang dengan hemostat kedua dan gunakan gunting untuk membuat lubang kecil di antara kedua hemostat. Saat membuka peritoneum, periksa struktur di bawahnya untuk memastikan bahwa usus dan / atau kandung kemih tidak terjepit hemostat.  Tempatkan bilah retraktor di dalam insisi peritoneum dan buka peritoneum lebih jauh dengan hati-hati, untuk memaksimalkan visualisasi struktur panggul.  Jaga agar insisi tetap terbuka dengan mempertahankan traksi pada retraktor, sambil secara perlahan mengangkat dinding perut dengan retraktor pada posisi horizontal, menggunakan traksi lembut dan tidak mendorongnya ke dalam.  Perhatikan rongga perut dengan hati-hati sementara insisi tetap terbuka lebar, untuk memvisualisasikan dan mengidentifikasi serta menemukan lokasi fundus rahim Memanipulasi elevator uterus  Turunkan gagang elevator uterus dengan lembut untuk memposisikan uterus dan tuba falopi dekat dengan dinding perut dan insisi, ini akan menggeser fundus uterus menuju lokasi sayatan dan dinding perut.  Putar pegangan elevator uterus ke kiri atau ke kanan untuk memposisikan tuba falopi di tempat insisi. Perhatikan bahwa memutar

162

elevator ke sisi kiri akan membantu membuka tuba fallopi di sisi yang berlawanan (kanan).

Sumber: Engenderhealth 2015

Melihat Fundus dan Membius Tuba Fallopii

Teteskan 3-5 cc lidokain 1% melalui sayatan ke setiap tuba falopi atau ke kornua dan rahim. Monitoring Klien  Sangat penting bagi tim untuk memastikan bahwa klien merasa nyaman saat prosedur sedang berlangsung.  Perawat yang mematau klien harus berbicara dengan klien dan secara teratur memantau tanda-tanda vitalnya dengan interval 10–15 menit. Mencapai Tuba Falopii Ada dua cara untuk mencapai tuba. Jika tuba dapat divisualisasikan melalui sayatan di rongga perut, operator dapat menggunakan Babcock forceps untuk memegang tuba falopi. Jika tuba tidak dapat dilihat melalui insisi perut, operator harus menggunakan pengait tuba untuk mencapai tuba Menggunakan Babcock forceps  Dengan hati-hati, putar gagang elevator uterus untuk menampilkan tuba falopii pertama dan lebih dekat ke lokasi sayatan.  Pegang tuba dengan Babcock forceps, gerakkan perlahan dan hatihati sepanjang tuba dengan pinset tidak bergigi, dan bawa tuba ke lubang insisi.

163

 Setelah mengambil tuba dengan hati-hati, pastikan bahwa itu adalah tuba falopi dengan mencari ujung tuba (fimbria).

Memutar uterus untuk memposisikan tuba di lokasi insisi

Sangat penting untuk dipastikan bahwa struktur yang dipegang adalah tuba falopi. Ada beberapa struktur lain di rongga perut yang dapat digenggam (misalnya, ligamentum rotundum, ligamentum ovarium, dan usus atau adhesi).

Menggunakan Pengait Tuba Jika tuba tidak terlihat, gunakan pengait tuba untuk membawanya ke lubang insisi.  Dengan tangan kiri, manipulasi elevator uterus untuk mendekatkan rahim ke insisi (memutar pegangan ke kiri atau ke kanan, sesuai kebutuhan).  Dengan tangan kanan, geser pengait tuba ke belakang fundus uterus dan gerakkan kait di sekitar fundus ke satu sisi uterus, ke arah dinding anterior.  Pengait tuba ditarik secara horizontal sehingga keluar melalui insisi.

164

 Pegang tuba dengan lembut menggunakan Babcock forcep dan ikuti tuba untuk menemukan ujungnya (fimbria).  Pegang tuba sambil melepaskan elevator uterus.  Tarik tuba keluar dari insisi

Sumber: Engenderhealth 2015 Oklusi Tuba Teknik yang direkomendasikan untuk oklusi tuba adalah teknik Pomeroy yang dimodifikasi. Alasan penggunaannya adalah sebagai berikut:  metode tercepat dan paling sederhana untuk oklusi tuba.  melibatkan sedikit manipulasi dan trauma pada jaringan dan struktur.  membutuhkan sedikit bahan jahitan. Langkah-langkah untuk oklusi tuba dengan menggunakan teknik Pomeroy yang dimodifikasi:  Temukan area avaskular mesosalpinx dan posisikan ulang Babcock forcep ke bagian tuba ini.  Buat loop sepanjang 2-3 cm dari tuba dengan menahan vertikal Babcock forcep.  Gunakan pinset tidak bergigi untuk menarik salah satu ujung tuba dengan hati-hati untuk memperlihatkan bagian avaskular tuba di loop yang dibuat.

165

 Dengan menggunakan benang yang dapat diserap (sebaiknya 0 atau 00 catgut kromik atraumatik), masukkan jarum dan benang melalui bagian avaskular mesosalpinx dan buat jangkar mengikat di sekitar satu sisi loop (ujung proksimal, atau sisi ke arah uterus), menggunakan simpul persegi.

.

Memotong Tuba

 Potong loop tuba falopi di atas simpul.  Gunakan gunting melengkung untuk memotong loop tuba 1–2 cm di atas simpul. Mulai dengan memotong sisi proksimal tuba, lalu potong sisi distal tuba. Bagian tuba dan mesosalpinx yang diikat dan dipotong berisi pembuluh darah, dan operator harus memastikan bahwa tidak ada perdarahan sebelum mengembalikan tuba ke dalam rongga perut. Sumber: Engenderhealth 2015

166

Menutup insisi Langkah-langkah untuk menutup insisi sama untuk prosedur minilaparotomi suprapubik dan subumbilikalis.  Tempat insisi harus dijahit dalam dua lapisan. Lapisan yang akan dijahit adalah fasia dan kulit. Peritoneum sebaiknya tidak dijahit.  Sebelum menutup tempat insisi, operator harus memastikan bahwa tidak ada cedera atau pendarahan dari organ abdomen atau pendarahan pada kulit dan jaringan di bawahnya. Menutup fasia  Asisten harus menarik kembali kulit dan lemak subkutan untuk membuka tepi insisi fasia.  Gunakan forsep Allis untuk menahan setiap tepi di garis tengah, terapkan traksi untuk memperlihatkan tepi fasia. Asisten dapat menggunakan retraktor untuk memaksimalkan eksposur salah satu sudut insisi fasia dan menempatkan jahitan penahan pada sudut insisi.  Dengan eksposur yang baik dari tepi fasia, jahit fasia dari satu sisi ke ujung lainnya. Pastikan ujung sayatan yang lain juga terbuka dan diamankan sebelum membuat simpul persegi. Pertahankan sisa bahan jahitan untuk penutupan kulit.

Sumber: Engenderhealth 2015 Menutup kulit Tutup kulit dengan jahitan jelujur atau simpul, menggunakan sisa benang yang dapat diserap. Menutup luka insisi yang sudah dijahit Untuk prosedur minilaparotomi suprapubik:  Tutup luka insisi yang sudah dijahit dengan kain kasa steril dan plester.  Lepas elevator uterus.  Periksa perineum setelah elevator uterus dilepas untuk mengetahui adanya perdarahan.

167

Untuk prosedur minilaparotomi subumbilikal :  Tutup luka insisi yang sudah dijahit dengan kain kasa steril dan plester.  Gunakan pembalut vagina untuk menyerap cairan / lokia vagina atau perdarahan.  Beri tahu klien bahwa prosedur telah selesai. Tubektomi Minilaparotomi Subumbilikal Prosedur bedah subumbilikal adalah pendekatan yang lebih disukai untuk klien postpartum dalam waktu satu minggu setelah melahirkan. Namun, setelah satu minggu, involusi uterus berkembang pesat, dan uterus tidak lagi dapat diakses melalui sayatan subumbilikal. Dalam kasus seperti itu, klien harus dijadwalkan untuk menjalani prosedur suprapubik setelah 4-6 minggu pascapartum. Elevator uterus tidak digunakan pada klien postpartum.  Menilai Tinggi Fundus Uterus Setelah klien diposisikan di atas meja operasi, operator akan menilai ketinggian fundus uterus untuk menentukan lokasi insisi. Catatan: Untuk prosedur minilaparotomi subumbilikalis, insisi di daerah subumbilikal minimal 1 sampai 2 cm. di bawah pusar.  Mempersiapkan area perut klien sebelum Minilaparotomi Subumbilical Persiapan daerah perut, tempat insisi akan dibuat, mengikuti langkah-langkah yang sama dengan prosedur minilaparotomi suprapubik. Perbedaan utama adalah area yang harus disiapkan adalah area subumbilical.  Infiltrasi tempat insisi dengan anestesi lokal

Sumber: Engenderhealth 2015

Dinding perut di daerah subumbilical sangat tipis di garis tengah dan tidak ada musculus rectus di bawah umbilikus setelah melahirkan Jarum tidak boleh dimasukkan terlalu dalam.

168

Jumlah total anestesi yang dibutuhkan juga akan lebih sedikit, sekitar 68 cc larutan anestesi.  Insisi melintang tepat di bawah umbilikus, panjang 2–3 cm, tanpa mengenai jaringan subkutan.  Buka jaringan subkutan menggunakan forsep Allis atau forsep hemostatik.

Sumber: Engenderhealth 2015  Buka fasia dan pegang dengan dua forsep Allis, di tengah sayatan. Peritoneum dan usus kadang-kadang dekat dan hampir melekat pada fasia tepat di bawah umbilicus. Sebelum menjepit fascia minta klien menarik napas; ini memungkinkan usus untuk keluar dari area tersebut

Sumber: Engenderhealth 2015  Buat sayatan melintang kecil untuk membuka fasia dan pegang tepinya dengan forsep Allis. Kemudian gunakan gunting Mayo untuk secara hati-hati memperpanjang insisi transversal untuk membuka fasia sedikit di luar tepi insisi kulit.  Posisikan retraktor dengan lembut di dalam insisi, untuk visualisasi yang lebih baik.

169

 Pegang dan angkat peritoneum dan lihat atau rasakan lipatan jaringan untuk memastikan bahwa itu adalah peritoneum yang tembus cahaya dan usus atau omentum tidak melekat padanya.  Buat lubang kecil dengan gunting, periksa struktur di bawahnya untuk memastikan bahwa usus atau omentum tidak terpotong secara tidak sengaja. Setelah membuka peritoneum, langkah selanjutnya adalah menempatkan retraktor di dalam peritoneum dan dengan lembut membuka peritoneum lebih lanjut, untuk memaksimalkan visualisasi abdomen. Peritoneum harus tetap terbuka dengan mempertahankan traksi perlahan pada retraktor, sambil mengangkat dinding perut dengan retraktor dalam posisi horizontal, menggunakan traksi lembut dan tidak memasukkannya. Mendorong rahim ke arah sisi berlawanan dari tuba yang sedang diakses

Memindahkan insisi agar berada di atas tuba yang sedang diakses

Sumber: Engenderhealth 2015 Langkah-langkah untuk mengakses tuba adalah sebagai berikut:  Gunakan retraktor untuk menggerakkan bukaan perut di atas tuba dengan lembut, menarik ke bawah dan ke samping, dan / atau pindahkan selang ke lokasi sayatan dengan menekan lembut sisi perut dan mendorong uterus ke arah medial.  Pindahkan sayatan di atas setiap tabung dengan hati-hati; hindari trauma pada pembuluh darah yang membengkak dan tuba yang edematosa dan rapuh yang umum pada klien postpartum.  Setelah salah satu tuba terlihat, teteskan 2-3 ml lidokain 1% pada tuba falopi melalui insisi. Demikian juga pada tuba lainnya teteskan 2-3 ml lidokain 1%. Penyerapan anestesi lokal tinggi, dan timbulnya efek anestesi hampir langsung.

170

 Gunakan pengait tuba untuk menarik keluar tuba Dengan rahim didorong ke medial dan insisi ditempatkan sedekat mungkin dengan kornu, geser perlahan pengait tuba di sekitar satu sisi rahim ke arah anterior, bagian bawah rahim dan kemudian tarik pengait tuba secara horizontal dan keluar melalui insisi. Manuver ini harus mengaitkan tuba dan menggerakannya ke depan menuju insisi. Pertahankan komunikasi dengan klien selama langkah-langkah ini.

Sumber: Engenderhealth 2015  Gunakan forsep Babcock untuk memegang tuba melalui insisi.  Gunakan pinset tidak bergigi untuk mengekspos fimbria (memastikan bahwa itu adalah tuba falopi). Teknik untuk pemeriksaan, pengikatan, dan pemotongan tuba falopi sama dengan prosedur minilaparotomi suprapubik. Operator harus sangat berhati-hati dalam memanipulasinya karena tuba klien postpartum mungkin membesar dan edema, dengan pembuluh yang membengkak.

Tubektomi Laparoskopi Langkah-langkah tindakan: 1. Persiapan tindakan 2. Langkah tindakan 3. Perawatan dan pamantauan pasca tindakan 4. Pencegahan infeksi pasca tindakan 5. Konseling dan instruksi pasca tindakan 6. Pemulangan akseptor

171

1. Persiapan tindakan Persiapan peralatan, bahan, obat-obatan, calon akseptor, dan petugas a. Set laparoskop 1. Insuflator dilengkapi selang steril

2. Illuminator dilengkapi dengan kabel serat optic

3. Teleskop dilengkapi dengan aplikator cincin Fallope

b.

172

Set instrumen bedah 1) Jarum Veress/Tuohy 2) Trokar dan selongsongnya 3) Pisau bedah dan gagangnya 4) Klem Allis 5) Pinset bedah 6) Pemegang jarum, jarum dan benang catgut chromic 7) Tang tampon 8) Gunting 9) Klem duk 10) Mangkok larutan antiseptic

c. Set pemeriksaan panggul dan fiksasi uterus 1) Spekulum vagina 2) Sonde rahim 3) Tang tampon 4) Tenakulum 5) Manipulator/elevator rahim 6) Mangkok larutan antiseptik d. Bahan dan obat 1. Gas CO2 dengan tabungnya 2. Cincin Fallope 3. Kasa steril 4. Linen steril 5. Sarung tangan steril 6. Cairan antiseptik 7. Obat anestesi lokal 8. Obat premedikasi 9. Alat suntik sekali pakai 5 cc dan 10 cc 10. Wing needle 11. Aqua bidest 12. Obat antibiotika dan analgetika 13. Plester 14. Obat dan peralatan penanggulangan keadaan darurat 2. Langkah tindakan Sebelum memulai prosedur, periksa kembali untuk memastikan bahwa klien telah: • Memberikan informed consent secara sukarela untuk prosedur ini • Mengosongkan kandung kemih (buang air kecil); dan • Mencuci dan membilas daerah abdomen dan umbilikalnya. Bicara dengan klien: • Jelaskan pada klien bahwa kulitnya akan disuntik anestesi tetapi ia akan merasakan rasa sakit yang ringan. • Jelaskan pada klien bahwa ia mungkin akan dapat merasakan tekanan, tarikan, atau kram selama beberapa langkah dalam operasi. • Jelaskan pada klien bahwa jika ia merasakan tidak nyaman kapan saja, ia harus memberitahu petugas tim operasi agar dapat diberi tindakan untuk menghilangkan ketidaknyamanan tersebut.

173

Langkah Persiapan Langkah 1: Tim operasi berganti pakaian dengan pakaian operasi termasuk tutup kepala dan masker. Langkah 2: Sapa klien dengan ramah, ulang kembali riwayat klien dan pemeriksaan fisik. Tanyakan apakah ia alergi terhadap larutan antiseptik atau obat anestesi. Tanyakan apakah informed consent telah diperoleh dan periksa kebenaran identitas klien. Langkah 3: Jika klien belum mandi di rumahnya, mintalah agar ia mencuci daerah perut dan pelvis dengan sabun dan air secara menyeluruh untuk menghilangkan sisa-sisa sabun (sabun sisa akan mengurangi efektivitas dari beberapa antiseptik). Langkah 4: Tanyakan apakah klien telah mengosongkan kandung kemihnya (buang air kecil) atau belum. Langkah 5: Pastikan klien tidak dalam keadaan gelisah, jika klien masih gelisah berikan konseling yang sesuai. Hal-Hal Yang Harus Dilakukan Sebelum Operasi Langkah 1: Tempatkan klien dalam posisi litotomi pada meja operasi. Langkah 2: Pastikan bahwa semua peralatan telah siap. Langkah 3: Pastikan bahwa alat insuflator dan sumber cahaya bekerja dengan baik.

174

Langkah 4: Pastikan bahwa tanda-tanda vital klien telah diukur dan dicatat. Langkah 5: Cuci tangan dengan seksama menggunakan sabun dan air. Keringkan dengan handuk bersih kering atau keringkan dengan udara. Kenakan sarung tangan steril Langkah 6: Pastikan bahwa klien berada dalam posisi litotomi. Langkah 7: Lakukan pemeriksaan per vagina dengan hati-hati untuk menilai ukuran uterus, menentukan posisi, mobilitas dan bentuk uterus dan apakah terdapat abnormalitas pelvis atau tidak. Langkah 8: Rendam kedua sarung tangan beberapa saat dalam larutan klorin 0,5%. Lepas sarung tangan dengan membalikkannya. Jika sarung tangan akan dibuang, tempatkan sarung tangan dalam wadah khusus yang tahan bocor atau kantung plastik. Jika sarung tangan akan digunakan kembali, tempatkan sarung tangan di dalam larutan klorin untuk dekontaminasi. Langkah 9: Lakukan cuci tangan bedah (surgical scrub) selama 3 sampai 5 menit dan kenakan baju bedah steril dan sarung tangan bedah steril.

Langkah 10: Lakukan tindakan antiseptik dengan mengusap lokasi insisi dan bergerak ke arah luar dalam gerakan memutar hingga 10 atau 15 cm dan biarkan mengering (sekitar 2 menit) sebelum proses dilanjutkan. Langkah 11: Pasang duk steril di atas klien.

Langkah12: Periksa sistem Laparaskop dan unit trokar untuk memastikan bahwa keduanya berfungsi dengan baik.

175

Langkah 13: Lakukan “verbal anestesi” dengan berbicara terus dengan klien selama prosedur ini. Pemasangan Elevator Uterus/Kanula Rubin Langkah 1: Masukkan spekulum Sim untuk melihat serviks. Berikan larutan antiseptik dua kali pada serviks dan vagina. Langkah 2: Dengan hati-hati, pasang forsep tenaculum/forsep vulsellum di bibir anterior serviks (jam 12)

Langkah 3: Lakukan sondase uterus Langkah 4: Masukkan kanula Rubin / elevator uterus ke dalam kanalis servikalis tanpa menyentuh ujung hingga dinding bagian pinggir vagina.

176

Langkah 5: Lepas spekulum Sim

Infiltrasi Dengan Anestesi Lokal Prosedurnya sama dengan Tubektomi Minilaprotomi

Membuat Pneumoperitoneum Langkah 1: Instruksikan perawat untuk menempatkan klien dalam posisi kepala ke bawah (trendelenburg) dengan sudut tidak lebih dari 20°. Langkah 2: Pegang bagian pinggir umbilikal inferior dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan yang tidak dominan dan angkat dinding abdomen menjauhi usus. Buat insisi kecil, sekitar 2-3 mm, pada kulit di sepanjang pinggiran margin umbilikal inferior.

177

Langkah 3: Ambil jarum verres dan insersikan melalui sayatan tersebut pada sudut 45 ° menuju pelvis.

Pada saat jarum menembus fascia dan peritoneum akan terasa dua bagian lepas yang berbeda. Langkah 4: Hubungkan selang insuflator steril atau DTT pada stop cock jarum verres. Minta perawat untuk menyambungkan ujung yang lain ke unit insuflator.

Langkah 5: Insuflasi pada abdomen bagian bawah menggunakan tombol aliran tinggi dari unit insuflator untuk memasukkan karbon dioksida pada kecepatan 1 liter per menit. Periksa apakah abdomen telah dimasuki dengan benar dengan menggunakan alat ukur tekanan pada unit insuflator untuk memeriksa tekanan negatif intra-abdomen Cara lain, tempatkan setetes obat anestesi pada bukaan Luer-Lok jarum Verres dan perhatikan perembesannya ketika dinding abdomen diangkat secara manual. Jika udara masuk ke rongga pre-peritoneal maka akses abdomen menjadi lebih sulit. Untuk mengatasi kesulitan ini, terdapat beberapa cara :

178

• Upayakan untuk mengevakuasi udara dari rongga pre-peritoneal dengan membuka stop cock dari jarum Verres. Kemudian masukkan kembali jarum Verres untuk mencapai pneumoperitoneum. • Tempatkan kembali jarum Verres, konfirmasi penempatan intra abdomennya dan isi rongga abdomen dengan sedikit tambahan udara. Ini akan memuat dinding abdomen lebih meregang dan memungkinkan dimasukkannya trokar. • Jika tindakan di atas tidak berhasil, beri metode kontrasepsi sementara pada klien dan minta klien untuk datang kembali setelah 2 minggu Langkah 6: Ketuk-ketuk abdomen bagian bawah dan dengarkan apakah terdapat suara seperti drum yang mengindikasikan terbentuknya pneumoperitoneum Langkah 7: Lepas jarum verres setelah memasukkan 1,5-2,0 liter karbon dioksida atau setelah abdomen bagian bawah mencapai ukuran seperti hamil 20 minggu atau 5 bulan. Langkah 8: Minta perawat untuk memasang cincin fallopii (falope ring) pada laparoskop Cara: • Lumasi cincin Fallopii dengan air steril atau air mendidih atau gel lignocaine 2%, jika tersedia. Tempatkan dilator ke dalam tabung bagian dalam laparoskop.

• Tempatkan ujung dari pemandu cincin Fallopii terhadap ujung dilator dan dengan gerakan yang mantap, tekan band (karet) perlahanlahan di sepanjang dilator sampai berada di tabung bagian dalam. Lepas pemandu dan dilator.

• Geser saklar cincin (ring) ke posisi nomer 1 ketika memasukkan cincin pertama (posisi nomer 2 ketika memasukkan cincin kedua).

179

• Ulang dua langkah di atas untuk memasukkan cincin kedua. Ingat untuk menggerakkan saklar ke posisi nomer 1. Jangan regangkan cincin Fallopii selama lebih dari 5 menit

Akses Abdomen Langkah 1: Periksa katup terompet (trumpet valve) dan seal karet dari lengan trokar untuk memastikan bahwa alat tersebut hampa udara. Langkah 2: Perluas insisi awal hingga mencapai lebar sekitar 2 cm. Langkah 3: Rakit unit trokar dengan memasukkan trokar ke dalam lengan trocar

180

Langkah 4: Pegang dinding abdomen anterior yang langsung berada di bawah umbilikus dan angkat. Langkah 5: Tahan trokar yang telah dirakit pada tangan yang dominan, pastikan bahwa thenar eminence berada di ujung atas trokar. Langkah 6: Miringkan pegangan trokar menuju kepala dengan sudut 60–70° dengan mengarahkan ujung trokar ke sebuah titik khayalan di tempat kantung Douglas berada. Tekan ke bawah dan putar untuk menembus fascia dan peritoneum. Hentikan setelah terasa menembus peritoneum.

181

Langkah 7: Tarik trokar sedikit dan majukan lengan trokar 1-2 cm ke dalam rongga abdomen. Hubungkan selang insuflator ke stop cock trokar dan buka. Masukkan udara sesuai dengan kebutuhan.

Keluarkan trokar tanpa mengeluarkan lengan trokar.

Langkah 8: Hubungan kabel cahaya fiber optic ke laparoskop dan minta perawat untuk menyalakan sumber cahaya.

182

Langkah 9: Tahan mekanisme katup terompet (trumpet) trokar di antara jari tengah dan thenar eminence dari tangan yang tidak dominan dengan posisi telapak tangan menghadap ke bawah.

Langkah 10: Tahan bagian hand grip laparoskop dengan menggunakan ibu jari, jari tengah dan jari manis dari tangan yang dominan. Biarkan jari telunjuk bebas. Langkah 11: Masukkan ujung laparoskop ke dalam lengan trokar. Buka katup terompet dan masukkan laparoskop perlahan-lahan secara dilihat langsung. Lakukan manuver unit laparoskop-trokar menuju rongga pelvis

Langkah 12: Periksa dan identifikasi struktur rongga pelvis. Angkat uterus dengan menekan elevator uterus ke bawah. Putar dengan gerakan “lock dan key” untuk melihat tuba dan ovarium.

183

Oklusi Tuba Langkah 1: Pastikan lokasi dan lakukan konfirmasi saluran tuba fallopii dengan melacak saluran tuba dari kornu sampai ujung fimbria Langkah 2: Buka ujung-ujung forsep secara penuh dengan menekan pelatuk (trigger operating slide) menjauhi hand grip.

Langkah 3: Tempatkan ujung posterior di bawah aspek inferior tuba sekitar 3 cm dari kornu Perlahan-lahan tarik ujung forsep dengan menarik pelatuk (trigger operating slide) menuju hand grip. Gerakkan laparoskop ke depan selama penarikan ujung forsep untuk mengurangi risiko laserasi atau cedera pada tuba. Lanjutkan penarikan sampai tegangan pegas terasa.. Langkah 4: Dengan menggunakan telunjuk, periksa bahwa adaptor cincin (ring) berada dalam posisi nomer 1 tanpa melepas pandangan dari teropong atau monitor laparoskop.

Berikan tekanan tambahan operating slide untuk mengatasi tegangan pegas dan untuk melepas cincin fallopii (falope ring). Perlahan-lahan, dorong operating slide untuk membuka ujung-ujung forsep dan lepas saluran tuba fallopii yang telah dipasang cincin tersebut.

184

Langkah 5: Periksa apakah pemasangan cincin tuba telah memadai atau tidak, yaitu terdapat sebuah loop berukuran 2 cm di atas cincin tuba, dan periksa apakah terdapat perdarahan aktif atau tidak. Tarik ujung-ujung forsep seluruhnya sebelum pemeriksaan dilakukan. Langkah 6: Tentukan lokasi dan konfirmasi keadaan saluran tuba berikutnya. Manipulasi kanula rubin/elevator uterus jika diperlukan Langkah 7: Tempatkan adaptor cincin di posisi nomer 2. Ulangi Langkah 2–5 untuk menyumbat saluran tuba. Langkah 8: Periksa rongga pelvis untuk melihat adanya perdarahan dan cedera organ lain. Langkah 9: Lepas Laparoskop dari rongga perut dan matikan sumber cahaya eksternal. Biarkan katup terompet trokar terbuka untuk mengempiskan abdomen. Lepas trokar, goyangkan sesuai dengan kebutuhan untuk membantu omentum jatuh. Kembalikan posisi meja operasi dari posisi Trendelenburg ke posisi horisontal Langkah 10: Tutup insisi dengan jahitan tunggal dengan menggunakan cat gut kromik. beri antiseptik dan tutup dengan tensoplast.

Instruksi Perawatan Luka Di Rumah Untuk Klien • Klien harus beristirahat dan menjaga agar lokasi operasi tetap kering selama 2 hari lalu secara bertahap kembalilah ke aktivitas normal sesuai dengan kemampuannya (ia harus dapat kembali beraktivitas secara normal dalam waktu 7 sampai 14 hari setelah tindakan). • Klien tidak diperkenankan berhubungan seksual selama 2 minggu, dan harus berhenti jika merasa tidak nyaman.

185

• Hindari mengangkat benda berat atau meregangkan daerah insisi selama 2 minggu. • Untuk mengurangi rasa sakit, minum satu atau dua tablet analgesik seperti ibuprofen setiap 4-6 jam (Jangan gunakan aspirin karena akan menambah perdarahan). • Klien harus kembali setelah 7 hari untuk diperiksa luka operasinya. • Jika terdapat tanda-tanda infeksi seperti demam dengan inflamasi (kemerahan ditambah rasa panas) pada lokasi tindakan, atau dirasakan adanya rasa sakit terus menerus pada perut selama beberapa hari, klien harus kembali ke klinik H. Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) Vasektomi adalah tindakan memotong dan mengikat vas (ductus) deferens tanpa menggunakan pisau bedah, dengan tujuan memutuskan aliran sperma dari testis sehingga terjadi azoospermia. Vasektomi tidak langsung menghasilkan sterilitas saat itu juga. Setelah menjalani vasektomi, diperlukan kontrasepsi lain selama 3 bulan. Klien harus menahan diri untuk tidak ejakulasi selama 3 hari setelah vasektomi. Peralatan : Alat khusus untuk Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) :

Sumber: EngenderHealth 2013 Klem pungsi digunakan untuk melakukan pungsi, membuka kulit skrotum dan sarung vas deferens, serta meluksir vas deferens keluar dari sarungnya. Klem fiksasi ini digunakan untuk fiksasi vas deferens di bawah kulit pada raphe skroti

186

Prosedur Tindakan : 1. Persiapan : 1. Persiapan peralatan dan bahan. • Klem fiksasi • Klem pungsi • Klem lurus sedang (untuk tindakan asepsis) • Gunting runcing • Mangkok antiseptik • Duk lubang 50x50 cm, diameter 7,5 cm • Taplak alas instrumen 50x60 cm • Sarung tangan operator & asisten • Larutan anestesi lokal (tanpa adrenalin) 5-6 cc • Larutan antiseptik 10-15 cc • Benang sutra 2/0 • Alat suntik sekali pakai 5 cc • Kasa steril • Plester (Tensoplast) • Perban 2. Persiapan Calon Akseptor Persiapan umum : • Registrasi calon akseptor • Konseling dan penandatangan permohonan dan persetujuan tindakan vasektomi. • Pemeriksaan penapisan medis Persiapan pra Tindakan : • Ganti pakaian akseptor dengan gaun kamar operasi • Sesaat sebelum tindakan, cukur rambut yang ada di daerah skrotum dan • Persilahkan dan bantu naik ke meja tindakan • Fiksasi penis ke dinding perut menggunakan plester • Lakukan pemeriksaan fisik sekali lagi untuk memastikan tidak adanya penyulit. 3. Persiapan Petugas • Kenakan baju operasi, masker, dan topi yang bersih. • Cuci tangan menggunakan air dengan sabun, keringkan dengan handuk yang steril • Kenakan sarung tangan steril • Operator berdiri di sisi kanan akseptor (bagi yang kidal sebaliknya) • Asisten berdiri di sisi sebaliknya

187

4. Persiapan Lapangan Tindakan • Lakukan tindakan asepsis terhadap lapangan tindakan yang meliputi skrotum dan sekitarnya dengan menggunakan larutan antiseptik yang tidak merangsang genetalia, dengan Povidone iodine 10 % atau Courtesy of NSV video, WHO Chlorhexidin gluconate 4 % pada : a. garis tengah dari penis ke arah skrotum b. sisi kanan dan kiri skrotum dari kranial ke kaudal c. bagian bawah skrotum dan perineum d. paha bagian dalam kanan dan kiri • Tutup lapangan tindakan menggunakan duk lubang, tampilkan seluruh skrotum keluar dari lubang duk. 2. Pemberian Anestesi • Gunakan larutan anestesi lokal seperti lidokain / prokain / xylokain. • Lakukan “verbokain” (mengajak bicara akseptor untuk mengalihkan perhatian akseptor dari rasa nyeri dan takut). • Lakukan anestesi pada kulit tepat di titik pungsi secara infiltrasi intrakutan, dan vasal blok pada vas deferens kanan dan kiri 1. Anestesi kulit • Tentukan letak titik pungsi, yakni pada raphe skroti setinggi perbatasan antara sepertiga atas dan dua pertiga bawah skrotum. • Lakukan fiksasi vas deferens sebelah kanan dengan teknik 3 jari (ibu jari, telunjuk, dan jari tengah tangan kiri) sebagai berikut: 1) Sisipkan jari tengah tangan kiri (dalam posisi menghadap ke atas) dari sisi kanan klien ke kebawah skrotum tepat dibawah titik pungsi, kemudian angkat ke atas hingga skrotum terangkat dan menjadi lebih tinggi dari pangkalnya. Sumber : EngenderHealth 2007 2) Gunakan jari telunjuk dan ibu jari, beberkan kulit skrotum yang berada di atas jari tengah, hingga vas deferens membayang dibawah kulit.

188

3) Gunakan tangan kanan, geser kulit skrotum hingga titik pungsi pada rape tepat berada diatas vas. Letakkan ibu jari bagian ventralnya pada titik pungsi, geser ke kaudal hingga terdapat jarak yang cukup Courtesy of NSV video, WHO antara ibu jari dengan telunjuk untuk melakukan anestesi. Pada posisi ini vas deferens difiksasi di antara ibu jari dan jari tengah.

4) Gunakan jari telunjuk tangan kiri, regangkan kulit skrotum di kranial titik pungsi, pertahankan posisi ini 5) Pada titik pungsi, lakukan infiltrasi kulit dengan larutan anestesi lokal anestesi (5 ml lidokain 2% atau 10 ml lidokain 1%) sebanyak 0,5 cc sehingga terbentuk skin wheal (tonjolan kecil seperti kulit jeruk) pada titik tersebut. Pertahankan posisi ini.

Courtesy of NSV video, WHO

2. Anestesi vas deferens kanan Anestesi dilakukan secara vasal block (intrafunikuler) dengan langkah berikut: 1) Tanpa mencabut jarum suntik, rubah arah jarum hingga menembus sarung vas deferens (fasia spermatika eksternal), kemudian jarum suntik didorong menyusuri vas ke arah anulus inguinalis eksternal hingga sampai ke pangkalnya. 2) Lakukan aspirasi, jika tidak ada darah lakukan penyuntikan vasal block larutan anestesi (lidokain 1 - 2%) sebanyak 1 – 2 cc. Dosis dapat ditingkatkan jika efek anestesi tidak mencukupi, tetapi tidak boleh melebihi dosis maksimum yang direkomendasikan untuk lidokain, yaitu 4,5 mg per kg berat badan (300 mg lidokain)

189

Anestesi vas deferens kiri • Berdiri di sisi kanan klien, ubah posisi agar menghadap kaki klien. • Lakukan dengan cara yang sama seperti pada vas deferens kanan

Sumber : EngenderHealth 2007

Tindakan Pada Vas Deferens Sebelah Kanan 1) Pemasangan klem fiksasi • Hilangkan edema lokal kulit skrotum pada titik pungsi yang terjadi akibat pemberian anestesi lokal pada kulit, dengan memijit • Gunakan teknik 3 jari, lakukan fiksasi vas deferens sebelah kanan. • Gunakan tangan kanan, pegang klem fiksasi dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas.

Sumber : EngenderHealth 2007

Sumber : EngenderHealth 2007

• Regangkan sedikit kedua daun klem hingga kedua ujung klem (cincin) renggang dengan celah selebar kurang lebih dua kali lebar (garis tengah) vas deferens. • Letakkan ujung klem fiksasi pada titik pungsi yang dibawahnya terdapat vas deferens dengan posisi tegak lurus terhadap bidang datar.

190

• Gunakan jari tangan kiri yang sedang berada dibawah skrotum, dorong ke atas kulit sekaligus vas deferens hingga masuk ke dalam cincin klem fiksasi, kemudian klem dikunci. • Rebahkan klem fiksasi ke arah kaudal hingga ujung klem menonjol ke permukaan. Lepaskan pegangan tangan kanan Sumber : EngenderHealth 2007

Gunakan tangan kiri pegang batang klem fiksasi dengan posisi ibu jari di atas klem, jari telunjuk meregangkan skrotum, jari lainnya di bawah klem. Pertahankan posisi ini untuk langkah berikutnya. 2) Pungsi dan buka kulit beserta sarung vas deferens • Pegang klem pungsi dengan tangan kanan Posisi telapak tangan dan lengkung klem menghadap ke bawah. • Regangkan klem pungsi, letakkan ujung daun klem sebelah kiri di puncak lengkungan vas deferens dengan posisi membentuk sudut 450 terhadap bidang datar. • Lakukan pungsi kulit dan sarung vas sekaligus hingga menyentuh vas deferens yang terasa kenyal, kemudian cabut klem pungsi. • Rapatkan kedua ujung klem, kemudian masukkan ujung klem ke lubang pungsi dengan posisi membentuk sudut 450 terhadap bidang datar • Regangkan klem hingga kulit dan sarung vas robek dan vas deferens terlihat berwarna putih mengkilat seperti mutiara. Jika vas deferens belum tampak mengkilat, menandakan belum terbebas dari jaringan sekitarnya, ulangi gerakan ini.

Courtesy of NSV video, WHO

191

3) Meluksir vas deferens • Gunakan tangan kiri pegang klem fiksasi dan gunakan tangan kanan pegang klem pungsi. • Gunakan ujung daun klem pungsi sebelah kanan, dengan posisi sudut membentuk sudut 450 terhadap bidang datar sisipkan ke vas deferens yang telah terbuka

Sumber : EngenderHealth 2007



• •

Putar klem pungsi 900-1800 searah jarum jam sehingga vas deferens tampak pada ujung klem. Lepaskan klem fiksasi dari kulit dan vas deferens dengan tangan kiri. Gunakan klem fiksasi untuk menjepit vas deferens yang tergantung pada ujung klem pungsi.

Courtesy of NSV video, WHO



192

Lepaskan klem pungsi.

Sumber : EngenderHealth 2007

4) Membebaskan jaringan perivasal • Gunakan tangan kiri untuk memegang klem fiksasi, jaga posisi kedua kaki lengkungan vas deferens agar tidak saling terputar. • Gunakan tangan kanan, untuk memegang pungsi dengan posisi lengkung klem dan telapak tangan menghadap ke atas. • Gunakan daun klem pungsi sebelah kiri untuk menusuk sampai tembus jaringan Courtesy of NSV video, WHO perivasal tepat dibawah lengkungan vas deferens, kemudian cabut klem. • Rapatkan kedua daun klem pungsi, lengkung klem menghadap operator, masukkan ke dalam lubang bekas tusukan • Renggangkan kedua daun klem pungsi

Sumber : EngenderHealth 2007

Courtesy of NSV video, WHO

5) Mengikat dan memotong vas deferens • Klem telah diregangkan, posisi di bawah lengkung vas deferens yang sudah dibebaskan dari jaringan pervasal.

193



Asisten menyisipkan seutas benang pada celah daun klem pungsi, jepit kemudian tarik klem sehingga benang masuk ke dalam lengkung vas deferens

Sumber : EngenderHealth 2007

Courtesy of NSV video, WHO





Buat satu simpul ikatan benang, cabut klem pungsi, selanjutnya asisten membuat simpul kedua, kemudian potong salah satu ujung benang pada simpul sehingga tinggal satu utas benang bagi puntung vas abdominal setelah nantinya vas digunting Gunting vas deferens pada kurang lebih 5 cm di atas ikatan.

6) Interposisi vas deferens Interposisi dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya rekanalisasi spontan, dengan cara membuat barier antara puntung abdominal dengan puntung testikular menggunakan sarung vas  Dengan satu benang simpul yang masih terikat pada vas bagian abdominal, masukkan kembali kedua puntung vas ke dalam skrotum dengan cara memencet menggunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan pada lubang pungsi maka kedua puntung vas akan meluncur masuk ke dalam skrotum.

Sumber : EngenderHealth 2007

194







Keluarkan kembali kedua puntung vas dengan cara pegang ujung benang menggunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri, kemudian tarik ke permukaan, gunakan jari kelingking tangan kiri untuk menahan skrotum agar tidak ikut tertarik saat menarik benang. Kedua puntung akan muncul keluar diselubungi oleh sarung vas (fascia spermatik eksterna). Gunakan klem pungsi yang dipegang tangan kanan dengan posisi lengkung klem dan telapak tangan menghadap ke bawah, segera jepit sarung vas yang terlihat keluar muncul ke permukaan. Keluarkan puntung vas bagian abdominal dari selubung sarung vas. Dekatkan sarung vas yang dijepit klem pungsi ke vas puntung abdominal, kemudian asisten mengikat keduanya menjadi satu. Maka ujung puntung vas bagian abdominal berada di luar sarung vas, puntung vas bagian testikuler berada di dalam sarung.

Courtesy of NSV video, WHO



Kontrol perdarahan, jika tidak ada perdarahan, potong semua ujung benang, masukkan kembali puntung ke dalam skrotum. Tindakan pada vas deferens kanan selesai.

Tindakan Pada Vas Deferens Sebelah Kiri Tindakan nya sama dengan tindakan pada vas deferens sebelah kanan, perbedaannya pada pada langkah fiksasi vas deferens. Operator menghadap ke arah kaki akseptor Penutupan Luka 1) Kontrol perdarahan, jika terjadi perdarahan subkutan hentikan dengan cara memijit kulit scrotum. Jika perdarahan tidak berhenti, lakukan eversi kulit melalui lubang luka skrotum, cari sumber perdarahan, kemudian lakukan hemostatis dengan cermat. 2) Lakukan aproksima tepi luka, kemudian tutup menggunakan plester obat. 3) Bantu akseptor turun dari meja tindakan, persilakan menuju ruang pulih, dan sarankan akseptor melaksanakan nasehat pasca tindakan.

195

4.2.3 PASCA PELAYANAN KONTRASEPSI A. Konseling Pasca Pelayanan Konseling dan tindak lanjut pasca pelayananan dari tiap metode kontrasepsi sangat dibutuhkan. Konseling ini bertujuan agar klien dapat mengetahui berbagai efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi. Klien diharapkan juga dapat membedakan masalah yang dapat ditangani sendiri di rumah dan efek samping atau komplikasi yang harus mendapat pelayanan medis. Pemberian informasi yang baik akan membuat klien lebih memahami tentang metode kontrasepsi pilihannya dan konsisten dalam penggunaannya. ALAT KONTRASEPSI Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

196

KONSELING PASCA PELAYANAN -

Penjelasan mengenai kemungkinan mengalami kram dan nyeri dan terdapat perubahan pola menstruasi yang merupakan efek samping tersering dari AKDR, seperti menstruasi dalam jumlah banyak dan lama, menstruasi tidak teratur, nyeri menstruasi yang lebih hebat.

-

Gejala ini biasanya membaik beberapa bulan pasca insersi AKDR.

-

Kunjungan ulang dilakukan 7 hari setelah pemasangan

-

Klien dapat kembali setiap saat jika ada sesuatu yang dirasakan mengganggu sehubungan dengan pemasangan AKDR.

setelah

ALAT KONTRASEPSI Implan

KONSELING PASCA PELAYANAN -

Penjelasan agar klien menjaga lokasi pemasangan implan kering selama 4 hari dan dapat melepas kassa setelah 2 hari, sedangkan melepas plester atau perekat setelah 3 hingga 5 hari.

-

Penjelasan tentang rasa nyeri, memar atau bengkak setelah anestesi hilang dan akan membaik dengan sendirinya.

-

Penjelasan mengenai kemungkinan ada perubahan pola menstruasi yang merupakan efek samping tersering, seperti: • Menstruasi ireguler yang lebih dari 8 hari atau sepanjang tahun pertama. • Menstruasi regular, kemudian jarang atau tidak ada menstruasi.

-

Nyeri menstruasi yang lebih hebat Gejala ini biasanya membaik setelah beberapa bulan.

Kontrasepsi Suntik

-

Kemungkinan terjadi beberapa efek samping yang bukan merupakan tanda-tanda penyakit.

-

Klien dapat kembali setiap saat jika ada sesuatu yang dirasakan mengganggu sehubungan dengan metode kontrasepsi yang digunakan.

-

Penjelasan mengenai kemungkinan ada perubahan pola menstruasi yang merupakan efek samping tersering, seperti menstruasi ireguler, menstruasi memanjang, menstruasi sering atau bahkan tidak ada menstruasi. Gejala ini biasanya membaik setelah beberapa bulan.

-

Penjelasan mengenai efek samping yang bukan merupakan tanda-tanda penyakit.

-

Klien dapat kembali setiap saat jika ada sesuatu yang dirasakan mengganggu sehubungan dengan metode kontrasepsi yang digunakan.

197

ALAT KONTRASEPSI Kontrasepsi Pil

KONSELING PASCA PELAYANAN -

Sampaikan kepada klien untuk selalu minum pil tepat waktu dan apabila terjadi efek samping setelah konsumsi pil dapat berkonsultasi ke faskes terdekat.

-

Pastikan klien mendapatkan stock pil yang cukup saat kunjungan.

Kondom

-

Pada saat kunjungan ulang ditanyakan apakah terdapat masalah pada penggunaan kondom. Bila masalah yang timbul karena kekurangtahuan cara penggunaan kondom maka berikan konseling ulang hingga klien paham. Apabila terdapat ketidaknyamanan dalam menggunakan kondom maka dapat dianjurkan untuk memilih jenis kontrasepsi lain.

Tubektomi

Sampaikan kepada klien informasi berikut:

198

1)

Jagalah luka operasi tetap kering hingga pembalut dilepaskan. Mulai lagi aktivitas normal secara bertahap.

2)

Hindari hubungan intim hingga merasa nyaman.

3)

Hindari mengangkat benda-benda berat dan bekerja keras selama 1 minggu.

4)

Apabila nyeri maka minumlah 1 atau 2 tablet analgetik.

5)

Jadwalkanlah kunjungan ulang antara 7-14 hari setelah pembedahan

6)

Kembalilah setiap waktu apabila terdapat keluhan.

ALAT KONTRASEPSI Vasektomi

KONSELING PASCA PELAYANAN Informasikan kepada klien hal-hal berikut: 1)

Pertahankan band aid selama 3 hari.

2)

Pada masa penyembuhan luka jangan menarik atau menggaruk luka.

3)

Boleh mandi setelah 24 jam namun daerah luka tidak boleh basah. Setelah 3 hari luka boleh dicuci dengan air dan sabun.

4)

Pakailah penunjang skrotum.

5)

Jika nyeri, berikan 1-2 tablet analgetik (paracetamol atau ibuprofen) setiap 4-5 jam.

6)

Hindari mengangkat barang berat dan kerja keras selama 3 hari.

7)

Boleh bersanggama setelah 7 hari pasca tindakan. Untuk mencegah kehamilan pakailah kondom atau kontrasepsi lain selama 3 bulan atau sampai ejakulasi 15-20 kali.

8)

Jika memungkinkan lakukan periksa semen 3 bulan pasca vasektomi atau sesudah 15-20 kali ejakulasi.

B. Efek Samping dan Penanganan 1. AKDR Copper T380 A EFEK SAMPING

PENANGANAN

AKDR COPPER T 380 A Menstruasi irregular/tidak teratur

- Yakinkan klien jika kondisi tersebut tidak berbahaya dan biasanya akan berkurang atau berhenti setelah beberapa bulan pertama penggunaan. - Pengobatan jangka pendek, boleh diberikan NSAID seperti Ibuprofen diberikan 2x400 mg selama 5 hari atau indometasin diberikan 2x25 mg selama 5 hari, dimulai sejak kondisi tersebut terjadi. - Jika

kondisi

ini

terus

berlangsung,

199

EFEK SAMPING

PENANGANAN

AKDR COPPER T 380 A pertimbangkan penyebab lain yang tidak berhubungan dengan kontrasepsi. Menstruasi yang banyak dan lama

-

Yakinkan klien jika kondisi tersebut tidak berbahaya dan biasanya akan berkurang atau berhenti setelah penggunaan beberapa bulan.

-

Pengobatan jangka pendek, boleh diberikan: • Asam traneksamat 3x500 mg selama 5 hari, dimulai sejak perdarahan berlangsung. • Asam mefenamat 3X500 mg selama 5 hari • Anti inflamasi non steroid (NSAID) seperti ibuprofen diberikan 2x400 mg selama 5 hari atau indometasin diberikan 2x25 mg selama 5 hari. Anti inflamasi lainnya – kecuali aspirin- boleh digunakan.

Kram dan nyeri perut

Anemia

200

-

Sarankan untuk meminum obat penambah zat besi atau makanan yang mengandung zat besi untuk mencegah anemia.

-

Jika kondisi ini terus berlangsung, pertimbangkan penyebab lain yang tidak berhubungan dengan kontrasepsi.

-

Kram dan nyeri perut dapat dirasakan beberapa hari setelah insersi AKDR copper T.

-

Kram perut biasa terjadi dalam 3 sampai 6 bulan setelah penggunaan AKDR, khususnya saat menstruasi. Kondisi ini tidak berbahaya.

-

Jika nyeri menganggu dapat ditambahkan Aspirin 500 mg, ibuprofen 400 mg atau parasetamol 500-1000 mg atau penghilang nyeri lainnya. Aspirin tidak dapat digunakan jika ada perdarahan hebat.

-

Awasi klien dengan gejala anemia atau dengan Hb kurang dari 9 g/dl atau hematokrit kurang dari 30.

-

Berikan preparat zat besi jika dibutuhkan.

EFEK SAMPING

PENANGANAN

AKDR COPPER T 380 A

Pasangan dapat merasakan benang AKDR copper T saat senggama

-

Jelaskan pentingnya mengkonsumsi makanan yang kaya zat besi.

-

Jelaskan jika hal itu kadang terjadi jika benang dipotong kurang pendek.

-

Jika pasangan tetap merasa terganggu, maka: • Benang dapat dipotong lebih pendek sehingga benang tidak keluar ke kanalis servikalis. Pasangan tidak akan dapat merasakan benang tetapi klien tidak akan bisa mengecek benang AKDR. • Jika klien tetap ingin dapat mengecek benang AKDR, disarankan untuk memasang AKDR yang baru.

Nyeri hebat di perut bawah (curiga penyakit radang panggul)

-

Beberapa gejala penyakit radang panggul juga menyerupai gejala kehamilan ektopik. Jika kehamilan ektopik tidak terbukti, nilai sebagai penyakit radang panggul dan berikan pengobatan yang tepat atau rujuk.

-

Obati jika didapatkan gonore, clamidia dan infeksi bakteri anaerob. Sarankan menggunakan kondom untuk sementara.

-

Tidak perlu mencabut AKDR jika klien tetap ingin memakainya. Jika AKDR ingin dicabut, lakukan setelah pemberian antibiotik.

201

2. AKDR Levonorgestrel (LNG) EFEK SAMPING

PENANGANAN

AKDR LEVONORGESTREL Perubahan pola menstruasi 

Menstruasi lebih sedikit atau lebih pendek



Menstruasi jarang



Menstruasi tidak teratur



Tidak menstruasi



Menstruasi memanjang



Jerawat



Nyeri Kepala



Nyeri atau nyeri tekan payudara



Mual



Peningkatan berat badan



Pusing



Perubahan suasana hati

Dilakukan edukasi dengan menjelaskan bahwa perubahan menstruasi umumnya bukan tanda penyakit dan efek samping akan berkurang beberapa bulan pertama setelah pemasangan. Klien dapat kembali jika efek samping dirasakan sangat mengganggu. Dilakukan edukasi dengan menjelaskan bahwa beberapa efek samping dapat terjadi dan umumnya berkurang beberapa bulan pertama setelah pemasangan. Klien dapat kembali jika efek samping dirasakan sangat mengganggu. Untuk mengatasi nyeri dapat diberikan aspirin 500 mg atau ibuprofen 400 mg atau parasetamol (500 – 1000 mg)

3. Implan EFEK SAMPING IMPLAN Menstruasi irregular (tidak teratur)

202

PENANGANAN -

Yakinkan klien jika kondisi tersebut tidak berbahaya dan biasanya akan berkurang atau berhenti setelah setahun pemasangan.

-

Pengobatan jangka pendek, Ibuprofen diberikan 3x800 mg selama 5 hari, atau asam mefenamat diberikan 3x500 mg, selama 5 hari, dimulai sejak kondisi tersebut terjadi.

-

Jika obat diatas tidak membantu, dapat diberikan: 

Kontrasepsi pil kombinasi yang mengandung progestin levonorgestrel, diminum 1 pil sehari selama 21 hari.



Ethynyl estradiol, diberikan 1 x50µg selama 21 hari.

EFEK SAMPING IMPLAN

PENANGANAN -

Jika kondisi ini terus berlangsung, pertimbangkan penyebab lain yang tidak berhubungan dengan kontrasepsi.

Tidak ada menstruasi

-

Yakinkan klien jika kondisi ini tidak berbahaya.

Menstruasi yang banyak dan lama

-

Yakinkan klien jika kondisi tersebut tidak berbahaya dan biasanya akan berkurang atau berhenti setelah beberapa bulan.

-

Pengobatan jangka pendek, ibuprofen diberikan 3x 800 mg selama 5 hari, atau asam mefenamat diberikan 3x500 mg selama 5 hari, dimulai sejak kondisi tersebut terjadi. Kombinasi dengan kontrasepsi oral 50 µg ethynl estradiol dapat memberikan hasil lebih baik.

-

Sarankan untuk meminum obat penambah zat besi untuk mencegah anemia.

-

Jika kondisi ini terus berlangsung, pertimbangkan penyebab lain yang tidak berhubungan dengan kontrasepsi.

Nyeri perut

-

Aspirin 500 mg atau ibuprofen 400 mg atau parasetamol 500-1000 mg atau penghilang nyeri lainnya.

Jerawat

-

Jika klien ingin menghentikan implan karena jerawat, dapat dipertimbangkan penggantian metode kontrasepsi dengan kontrasepsi oral kombinasi.

Perubahan berat badan

-

Diet dan konsul gizi.

Nyeri payudara

-

Rekomendasikan menggunakan supportive bra (saat aktivitas dan tidur)

-

Kompres panas atau dingin.

-

Aspirin 500 mg atau ibuprofen 400 mg atau parasetamol 500-1000 mg atau penghilang nyeri lainnya.

203

EFEK SAMPING IMPLAN Perubahan mood dan hasrat seksual

Nyeri setelah pemasangan atau pencabutan

PENANGANAN -

Berikan dukungan yang sepantasnya jika perubahan tersebut mempengaruhi hubungan dengan pasangan.

-

Jika terjadi perubahan mood (suasana hati) yang berat seperti depresi mayor, maka harus mendapatkan perawatan segera.

-

Cek balutan pada lengan apakah terlalu ketat.

-

Aspirin 500 mg atau ibuprofen 400 mg atau parasetamol 500-1000 mg atau penghilang nyeri lainnya.

4. Kontrasepsi Suntik Progestin (KSP) EFEK SAMPING KSP Menstruasi irregular (tidak teratur)

PENANGANAN -

Yakinkan klien jika kondisi tersebut tidak berbahaya dan biasanya akan berkurang atau berhenti setelah beberapa bulan pasca pemasangan.

-

Pengobatan jangka pendek, boleh diberikan asam mefenamat 2x500 mg selama 5 hari atau valdecoxib diberikan 1x40 mg selama 5 hari, dimulai sejak kondisi tersebut terjadi.

-

Jika kondisi ini terus berlangsung, pertimbangkan penyebab lain yang tidak berhubungan dengan kontrasepsi.

Tidak ada menstruasi

-

Yakinkan klien jika kondisi ini tidak berbahaya.

Menstruasi yang banyak dan lama

-

Yakinkan klien jika kondisi tersebut tidak berbahaya dan biasanya akan berkurang atau berhenti setelah beberapa bulan.

-

Pengobatan jangka pendek, boleh diberikan asam mefenamat diberikan 3x500 mg selama 5 hari, atau valdecoxib diberikan 1x40 mg selama 5 hari atau ethynyl estradiol diberikan 1x50µg selama 21 hari dimulai sejak kondisi tersebut terjadi.

-

Jika perdarahan mengancam kesehatan,

204

EFEK SAMPING KSP

PENANGANAN sarankan untuk mengganti metode kontrasepsi. -

Sarankan untuk meminum obat penambah zat besi untuk mencegah anemia.

-

Jika kondisi ini terus berlangsung, pertimbangkan penyebab lain yang tidak berhubungan dengan kontrasepsi.

Kembung atau rasa tidak nyaman di perut

-

Pertimbangkan solusi yang tersedia secara lokal.

Perubahan berat badan

-

Diet dan konsul gizi.

Perubahan mood (suasana hati) dan hasrat seksual

-

Berikan dukungan yang sepantasnya jika perubahan tersebut mempengaruhi hubungan dengan pasangan.

-

Jika terjadi perubahan mood (suasana hati) yang berat seperti depresi mayor, maka harus mendapatkan perawatan segera.

-

Aspirin 500 mg atau ibuprofen 400 mg atau parasetamol 500-1000 mg atau penghilang nyeri lainnya.

Nyeri kepala biasa

205

5. Kontrasepsi Suntik Kombinasi (KSK) EFEK SAMPING KSK Menstruasi irregular (tidak teratur)

PENANGANAN - Yakinkan klien jika kondisi tersebut tidak berbahaya dan biasanya akan berkurang atau berhenti setelah beberapa bulan pasca pemasangan. - Pengobatan jangka pendek, boleh diberikan asam mefenamat 2x500mg selama 5 hari atau valdecoxib diberikan 1x 40mg selama 5 hari, dimulai sejak kondisi tersebut terjadi. - Jika kondisi ini terus berlangsung, pertimbangkan penyebab lain yang tidak berhubungan dengan kontrasepsi.

Tidak ada menstruasi

- Yakinkan klien jika kondisi ini tidak berbahaya.

Menstruasi yang banyak dan lama

-

Yakinkan klien jika kondisi tersebut tidak berbahaya dan biasanya akan berkurang atau berhenti setelah beberapa bulan.

-

Pengobatan jangka pendek, boleh diberikan asam mefenamat diberikan 3x500 mg selama 5 hari, atau valdecoxib diberikan 1x40 mg selama 5 hari atau ethynyl estradiol diberikan 1x50µg selama 21 hari dimulai sejak kondisi tersebut terjadi.

-

Jika perdarahan mengancam kesehatan, sarankan untuk mengganti metode kontrasepsi.

-

Sarankan untuk meminum obat penambah zat besi untuk mencegah anemia.

-

Jika kondisi ini terus berlangsung, pertimbangkan penyebab lain yang tidak berhubungan dengan kontrasepsi.

Kembung atau rasa tidak nyaman di perut

-

Pertimbangkan solusi yang tersedia secara local.

Perubahan berat badan

-

Diet dan konsul gizi.

Perubahan mood dan hasrat seksual

-

Berikan dukungan yang sepantasnya jika perubahan tersebut mempengaruhi hubungan dengan pasangan.

206

EFEK SAMPING KSK

PENANGANAN -

Nyeri kepala biasa

Jika terjadi perubahan mood yang berat seperti depresi mayor, maka harus mendapatkan perawatan segera.

- Aspirin 500 mg atau ibuprofen 400 mg atau parasetamol 500-1000 mg atau penghilang nyeri lainnya.

6. Kontrasepsi Pil Kombinasi (KPK) EFEK SAMPING KPK Menstruasi tidak teratur atau perdarahan pervaginam

PENANGANAN - Minum pil setiap hari pada jam yang sama. - Ibuprofen 3 x 800 mg selama 5 hari. - NSAID. - Bila perdarahan tidak berhenti sarankan menggunakan metode kontrasepsi lain.

Tidak menstruasi

- Lakukan konseling bahwa terkadang setelah pemakaian kontrasepsi pil menstruasi menjadi tidak teratur dan bahkan tidak menstruasi. - Pastikan pil diminum setiap hari. - Pastikan klien tidak hamil.

Sakit kepala biasa (bukan migraine)

- Aspirin 500 mg atau ibuprofen 400 mg atau parasetamol 500-1000 mg atau penghilang nyeri lainnya. - Bila sakit kepala berlanjut maka konseling untuk memilih kontrasepsi jenis lain.

Mual atau pusing

- Untuk mengatasi mual minum pil menjelang tidur atau saat makan.

Payudara nyeri

- Sarankan menggunakan bra yang sesuai baik saat aktivitas ataupun - Kompres hangat atau dingin. - Aspirin 500 mg atau ibuprofen 400 mg atau parasetamol 500-1000 mg atau penghilang nyeri lainnya.

207

EFEK SAMPING KPK

PENANGANAN

Perubahan berat badan

- Evaluasi pola makan dan konsul gizi bila perlu.

Perubahan mood dan aktivitas seksual

- Lakukan konseling bila keluhan berlanjut sarankan memilih kontrasepsi lain.

Jerawat

- Jerawat umumnya timbul bersamaan dengan penggunaan pil. - Bila klien telah menggunakan pil kombinasi selama beberapa bulan dan jerawat tetap ada maka berikan pil dengan kombinasi lain jika ada atau sarankan memilih kontrasepsi jenis lain.

Gastritis

- Pil diminum setelah makan - Jika diperlukan dapat diberikan antasida.

7. Kontrasepsi Pil Progestin (KPP) EFEK SAMPING KPP Menstruasi tidak teratur atau perdarahan pervaginam

PENANGANAN - Minum pil setiap hari pada jam yang sama. - Ibuprofen 3 x 800 mg selama 5 hari. - NSAID. - Bila perdarahan tidak berhenti sarankan menggunakan metode kontrasepsi lain.

Tidak menstruasi

Sakit kepala biasa (bukan migraine)

Mual atau pusing

208

- Lakukan konseling bahwa terkadang setelah pemakaian kontrasepsi pil menstruasi menjadi tidak teratur dan bahkan tidak menstruasi. - Pastikan pil diminum setiap hari. - Pastikan klien tidak hamil. - Aspirin 500 mg atau ibuprofen 400 mg atau parasetamol 500-1000 mg atau penghilang nyeri lainnya. - Bila sakit kepala berlanjut maka konseling untuk memilih kontrasepsi jenis lain. - Untuk mengatasi mual minum pil menjelang tidur atau saat makan.

EFEK SAMPING KPP Payudara nyeri

Perubahan berat badan Perubahan suasana hati (mood) dan aktivitas seksual Jerawat

Gastritis

PENANGANAN - Sarankan menggunakan bra yang sesuai baik saat aktivitas ataupun tidur. - Kompres hangat atau dingin. - Aspirin 500 mg atau ibuprofen 400 mg atau parasetamol 500-1000 mg atau penghilang nyeri lainnya. - Evaluasi pola makan dan konsul. - gizi bila perlu. - Lakukan konseling bila keluhan berlanjut sarankan memilih kontrasepsi lain. - Jerawat umumnya timbul bersamaan dengan penggunaan pil. - Bila klien telah menggunakan pil progestin selama beberapa bulan dan jerawat tetap ada maka berikan pil dengan kombinasi lain jika ada atau sarankan memilih kontrasepsi jenis lain. - Pil diminum setelah makan. - Jika diperlukan dapat diberikan antasida.

8. Kondom EFEK SAMPING KONDOM

PENANGANAN

Kondom rusak atau diperkirakan bocor (sebelum berhubungan)

- Buang dan pakai kondom baru atau gunakan kondom dan spermisida.

Kondom bocor atau dicurigai ada curahan di vagina saat berhubungan

- Pertimbangkan penggunaan kontrasepsi darurat.

Reaksi alergi

- Ganti metode kontrasepsi atau jika tersedia gunakan kondom yang terbuat dari lamb skin atau gut. - Terapi alerginya jika mengganggu.

Mengurangi kenikmatan hubungan seksual

- Gunakan kondom yang lebih tipis atau anjurkan metode kontrasepsi lain.

209

9. Tubektomi Tidak ada efek samping. 10.Vasektomi Tidak ada efek samping. C. Komplikasi Dan Penanganan 1. AKDR Copper T 380 A KOMPLIKASI

PENANGANAN

AKDR COPPER T 380 A Nyeri hebat di perut bawah (curiga kehamilan ektopik)

-

Waspadai gejala kehamilan ektopik karena dapat mengancam jiwa.

-

Rujuk fasyankes tingkat lanjut.

Perforasi uteri

- Jika perforasi dicurigai terjadi saat insersi, hentikan prosedur secepatnya (keluarkan AKDR jika telah dilakukan insersi). Observasi klien sebaik-baiknya: 

Satu jam pertama, klien harus bed rest dan cek tanda vital tiap 5 sampai 10 menit.



Jika klien tetap stabil setelah 1 jam, cek tanda perdarahan intra-abdomen seperti hematokrit rendah atau hemoglobin jika memungkinkan dan cek tanda vital.



Observasi beberapa jam lagi, jika tidak ada tanda dan gejala, klien dapat pulang ke rumah tetapi hindari seks selama 2 minggu. Bantu klien untuk memilih metode lainnya.



Jika didapatkan nadi cepat dan penurunan tekanan darah, nyeri baru atau peningkatan intensitas nyeri sekitar uterus, segera rujuk.

- Jika perforasi uteri dicurigai terjadi 6 minggu atau lebih setelah insersi, segera rujuk ke fasyankes tingkat lanjut

210

KOMPLIKASI AKDR COPPER T 380 A

PENANGANAN

AKDR copper T keluar sebagian (ekspulsi sebagian)

- Keluarkan AKDR dan diskusikan dengan klien apakah tetap ingin menggunakan AKDR atau metode lainnya. (AKDR yang baru dapat langsung dipasang saat itu)

AKDR copper T keluar sempurna (ekspulsi lengkap)

- Diskusikan dengan klien apakah tetap ingin menggunakan AKDR atau metode lainnya. (AKDR yang baru dapat langsung dipasang saat itu) - Jika klien curiga terjadi ekspulsi lengkap tapi tidak tau kapan tepatnya terjadi, sarankan untuk melakukan x-ray atau USG untuk menilainya. Sarankan metode lain selama proses penilaian.

AKDR patah

- Rujuk ke fasyankes tingkat lanjut

Benang hilang

- Cek benang dengan prosedur medis yang aman. Sekitar setengah dari kasus hilang benang dapat ditemukan di kanalis servikalis. - Jika benang tidak dapat ditemukan, pastikan tidak ada kehamilan sebelum melakukan tindakan invasif. Segera rujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki USG.

Perdarahan pervaginam yang tidak dapat dijelaskan

- Evaluasi riwayat sebelumnya dan lakukan pemeriksaan pelvis. Diagnosis dan obati dengan tepat. Bila tidak ada perbaikan Rujuk ke Fasyankes Tingkat Lanjut. - AKDR tetap dapat digunakan selama proses evaluasi. - Jika penyebabnya adalah penyakit radang panggul atau infeksi menular seksual, AKDR tetap dapat digunakan selama pengobatan.

Kehamilan

- Jelaskan bahwa AKDR dapat mengancam kehamilan dan keluarkan AKDR segera selama benang AKDR masih terlihat.

211

KOMPLIKASI

PENANGANAN

AKDR COPPER T 380 A Pada perempuan yang hamil saat AKDR copper T masih terpasang dapat mengalami keguguran, kelahiran prematur atau infeksi

- Rujuk ke Fasyankes Tingkat Lanjut.

2. AKDR Levonorgestrel KOMPLIKASI

PENANGANAN

AKDR LEVONORGESTREL 

212

Tusukan (perforasi) pada dinding rahim oleh AKDR LNG yang digunakan pada pemasangan

- Jika perforasi dicurigai terjadi saat insersi, hentikan prosedur secepatnya (keluarkan AKDR jika telah dilakukan insersi). Observasi klien sebaik-baiknya: 

Satu jam pertama, klien harus bed rest dan cek tanda vital tiap 5 sampai 10 menit. 

Jika klien tetap stabil setelah 1 jam, cek tanda perdarahan intraabdomen seperti hematokrit rendah atau hemoglobin jika memungkinkan dan tanda vital. Observasi beberapa jam lagi, jika tidak ada tanda dan gejala, klien dapat pulang ke rumah tetapi hindari seks selama 2 minggu. Bantu klien untuk memilih metode lainnya.



Jika didapatkan nadi cepat dan penurunan tekanan darah, nyeri baru atau peningkatan intensitas nyeri sekitar uterus, segera rujuk.



Jika perforasi uteri dicurigai terjadi 6 minggu atau lebih setelah insersi, segera rujuk ke fasyankes tingkat lanjut

KOMPLIKASI AKDR LEVONORGESTREL Nyeri hebat pada perut bagian bawah

PENANGANAN - Bila dicurigai penyakit radang panggul, lakukan pengobatan sesegera mungkin, tidak perlu melepas AKDR jika klien tetap ingin menggunakannya. Jika infeksi tidak membaik, pertimbangkan untuk melepas AKDR dan sambil diberikan antibiotik. Lakukan pengawasan. - Bila curiga kista ovarium, klien dapat melanjutkan menggunakan AKDR LNG selama evaluasi dan pengobatan, dilakukan pengobatan atau rujuk bila kista membesar dengan tidak normal, terpelintir atau pecah. - Bila dicurigai kehamilan ektopik rujuk ke fasyankes tingkat lanjut.

AKDR keluar sebagian atau seluruhnya

- Bila keluar sebagian, lepas AKDR, dapat dipasang kembali bila klien tidak hamil. Jika klien tidak ingin melanjutkan penggunaan AKDR, bantu memilih metode lain. - Bila keluar seluruhnya atau benang tidak di temukan sedangkan klien tidak tahu apakah AKDR keluar atau tidak, rujuk untuk USG atau x-ray, sementara berikan metode kontrasepsi tambahan untuk klien.

Sangat jarang 

Keguguran



Kelahiran prematur atau infeksi pada perempuan hamil dengan AKDR LNG

Rujuk apabila fasilitas kesehatan tidak memungkinkan melakukan penanganan sesuai prosedur.

213

3. Implan KOMPLIKASI Infeksi insersi

pada

tempat

PENANGANAN -

Jangan mencabut implan.

-

Bersihkan area yang terinfeksi dengan sabun dan air atau antiseptik.

-

Berikan antibiotik oral selama 7-10 hari minta klien kembali jika antibiotik telah habis, dan jika tetap terjadi infeksi, cabut implan.

Ekspulsi

-

Tidak ada Jika tidak ada infeksi, ganti batang implan melalui insisi baru dekat dengan batang implan lainnya atau sarankan untuk mengganti implan.

Nyeri hebat di perut bawah

-

Biasanya diakibatkan berbagai hal seperti pembesaran folikel ovarium atau kista.

-

Klien dapat terus menggunakan implan selama penilaian.

-

Tidak ada pengobatan khusus, dan biasanya menghilang dengan sendirinya.

-

Jika dicurigai sebagai salah satu gejala kehamilan ektopik, dengan gejala lain berupa: 

Perdarahan pervaginam yang tidak normal, atau tidak menstruasi.



Pusing.



Lemas, pingsan.

- Segera dirujuk ke Fasyankes tingkat lanjut. Sakit kepala hebat

214

-

Implan segera dicabut.

4. Kontrasepsi Suntik Progestin (KSP) KOMPLIKASI KSP Perdarahan pervaginam yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya

PENANGANAN -

Rujuk atau evaluasi riwayat sebelumnya dan lakukan pemeriksaan pelvis, diagnosis dan obati dengan tepat

-

Jika penyebab perdarahan tidak dapat ditemukan, ganti metode kontrasepsi (selain implan dan AKDR).

-

Jika perdarahan disebabkan infeksi menular seksual atau penyakit radang panggul, klien tetap dapat melanjutkan metode ini.

Kondisi kesehatan yang serius seperti penyempitan pembuluh darah, penyakit hati yang berat, hipertensi yang berat, penyumbatan vena di tungkai atau paru, stroke, kanker payudara atau kerusakan arteri penglihatan, ginjal atau system saraf pusat karena diabetes

-

Stop suntikan kontrasepsi.

-

Ganti metode kontrasepsi.

-

Rujuk ke Fasyankes tingkat lanjut.

Curiga kehamilan

-

Evaluasi kehamilan.

-

Stop suntikan jika kehamilan terkonfirmasi.

5. Kontrasepsi Suntik Kombinasi (KSK) KOMPLIKASI KSK Perdarahan pervaginam yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya

PENANGANAN -

Rujuk ke fasyankes tingkat lanjut atau evaluasi riwayat sebelumnya dan lakukan pemeriksaan pelvis, diagnosis dan obati dengan tepat.

-

Jika penyebab perdarahan tidak dapat ditemukan, ganti metode kontrasepsi (selain implan dan AKDR)

-

Jika perdarahan disebabkan infeksi menular

215

seksual atau penyakit radang panggul, klien tetap dapat melanjutkan metode ini.

Kondisi kesehatan yang serius seperti penyempitan pembuluh darah, penyakit hati yang berat, hipertensi yang berat, penyumbatan vena di tungkai atau paru, stroke, kanker payudara atau kerusakan arteri penglihatan, ginjal atau system saraf pusat karena diabetes Curiga kehamilan

- Stop suntikan kontrasepsi. - Ganti metode kontrasepsi. -

Rujuk ke Fasyankes tingkat lanjut.

-

Evaluasi kehamilan.

- Stop suntikan jika kehamilan terkonfirmasi.

6. Kontrasepsi Pil Kombinasi (KPK) Jarang ditemukan komplikasi. 7. Kontrasepsi Pil Progestin (KPP) KOMPLIKASI KPP Amenorea

PENANGANAN Lakukan anamnesis dan pe riksaan untuk menentukan kehamilan. Apabila klien hamil maka pil segera dihentikan. Amenorea dapat terjadi karena efek hormonal.

Mual, muntah dan pusing

Apabila klien tidak hamil maka sarankan untuk minum pil saat makan atau sebelum tidur.

Perdarahan pervaginam

Dilakukan konseling untuk meminum pil pada waktu yang sama dan jelaskan bahwa perdarahan umum terjadi pada 3 bulan pertama dan akan segera berhenti. Bila perdarahan tetap terjadi maka

216

sarankan untuk mengganti metode kontrasepsi.

8. Kondom Tidak ada komplikasi. 9. Tubektomi KOMPLIKASI TUBEKTOMI

PENANGANAN

Infeksi

- Dapat diberikan antibiotik dan bila terdapat abses dapat dilakukan drainase.

Demam pasca operasi

- Obati infeksi berdasarkan apa yang ditemukan.

Luka pada kandung kemih atau intestinal

- Dilakukan konsultasi dan penanganan luka.

Hematoma

- Gunakan packs yang hangat dan lembab

Emboli gas

- Resusitasi dan tatalaksana emboli

Nyeri pada lokasi pembedahan

- Tatalaksana sesuai dengan derajat nyeri dan pastikan apakah ada infeksI

Perdarahan superfisial

- Mengontrol perdarahan dan obati berdasarkan temuan. Saat dilakukan anastesi

 Reaksi hipersensitivitas.

- Pemberian anestesi lokal secara perlahan-lahan dengan dosis sesuai berat badan. -

Bila terjadi penyulit seperti diatas, lakukan langkah tindakan:  Hentikan pemberian anestesi  Baringkan klien dalam posisi Trendelenburg dengan sudut miring tidak melebihi 15°.  Evaluasi tanda-tanda vital. Jaga agar saluran napas tetap terbuka,

217

KOMPLIKASI TUBEKTOMI

PENANGANAN jika ada sumbatan harus dibersihkan dan pasang spatel lidah, beri oksigen dengan tekanan gas serendah mungkin dan harus dimonitor dengan gas meter. - Reaksi alergi biasanya responsif terhadap pemberian antihistamin. Reaksi yang lebih hebat mungkin memerlukan glukokortikoid sistemik seperti metilprednisolon atau deksametason.

 Penyulit pada sistem kardiovaskular, misalnya aritmia, depresi miokard, atau hipotensi, dan fibrilasi ventikula.

- Aritmia jantung akan mereda setelah beberapa waktu bila hemodinamik dapat dipertahankan. Untuk aritmia dengan curah jantung yang minimal atau pada kasus asystole, diperlukan resusitasi jantung paru. Hipotensi diatasi dengan pemberian cairan, vasokonstriktor perifer seperti fenilefrin. Klien ditidurkan dalam posisi mendatar dengan tungkai diangkat 30-40 cm. Bila curah jantung menurun, berikan juga inotropik seperti dopamine.

 Penyulit pada susunan saraf pusat, misalnya rasa ringan kepala, rasa metalik pada mulut, rasa kaku pada lidah dan bibir, ucapan tak jelas atau tinnitus.

- Keracunan SSP oleh anestesi lokal diperberat oleh hiperkarbia. Cara mengatasinya diberikan diazepam i.v.(0,1 mg/kg) atau tiopental (2 mg/kg) untuk mengatasi kejang

Saat Tindakan  Jika pemberian larutan anestesi tidak cukup/tepat maka akan menimbulkan rangsangan peritonium dengan gejala nyeri, mual, muntah, sampai syok.

- Tambahkan anestesi, tetapi tidak melebihi dosis maksimal.

 Dapat terjadi perdarahan yang berlebihan.

-

218

Perdarahan berlebih hal ini dapat dicegah dan diatasi dengan cara

KOMPLIKASI TUBEKTOMI

PENANGANAN hemostatis yang cermat. Pasca Tindakan

 Infeksi

-

Jika luka basah, kompres (menggunakan zat yang tidak merangsang), jika luka kering gunakan salep antiseptik.

 Hematoma

-

Jika perdarahan tidak terlalu progresif, penanganan cukup dengan cara konservatif yakni dikompres menggunakan es batu. Jika perdarahan progresif, maka harus dioperasi dan jika tidak dapat ditangani, segera Rujuk.

 Granuloma sperma

-

Edukasi untuk tidak ejakulasi selama 1 minggu pasca prosedur untuk pencegahan granuloma sperma

-

Bila asimptomatik dilakukan observasi

-

Bila nyeri dapat diberikan analgetik. Bila rasa nyeri persisten dapat dilakukan eksisi sperma granuloma dan mengikat kembali vas deferens.

10.Vasektomi KOMPLIKASI VASEKTOMI

PENANGANAN Pasca Tindakan





Penyumbatan pembuluh darah (blood clot)

Abses

-

Biasanya akan sembuh sendiri dalam beberapa minggu.

-

Jika penyumbatan besar akan membutuhkan penanganan bedah, segera rujuk.

-

Lakukan prosedur antiseptik.

-

Drainase abses.

219

 Nyeri yang berlangsung lebih dari 1 bulan

-

Berikan antibiotik selama 7-10 hari.

-

Jika terjadi sepsis, segera dirujuk.

-

Disarankan untuk menggunakan pakaian dalam yang dapat menyangga skrotum.

-

Dikompres dengan air hangat.

-

Boleh diberikan antinyeri.

-

Jika tidak ada perbaikan, segera Rujuk.

Jangka Panjang  Antibodi sperma

-

Terbentuk jika spermatozoa masuk ke dalam jaringan. Sampai saat ini tidak ditemui penyulit yang disebabkan antibodi sperma.

 Rekanalisasi spontan

-

Melakukan kembali VTP, lakukan interposisi yakni dibuat barier vasia antara puntung testikuler dan puntung abdominal.

4.2.4

PELAYANAN KONTRASEPSI PADA KONDISI KHUSUS

A. Kontrasepsi Darurat 1. Jenis kontrasepsi darurat a. Pil kontrasepsi darurat Pil Kontrasepsi Darurat membantu mencegah kehamilan bila diminum dalam jangka waktu 5 hari setelah hubungan seksual tanpa perlindungan. Semakin cepat diminum setelah hubungan seksual, semakin baik. b. AKDR Copper T Metode ini sangat efektif untuk mencegah kehamilan. Metode ini dapat dipakai dalam 5 hari pasca senggama yang tidak terlindung sebagai kontrasepsi darurat. 2. Indikasi kontrasepsi darurat a. Perkosaan b. Senggama tanpa menggunakan kontrasepsi c. Penggunaan kontrasepsi yang tidak tepat dan tidak konsisten

220

1) Kondom tidak digunakan dengan benar, terlepas bocor 2) Diafragma pecah, robek atau diangkat terlalu cepat; 3) Salah hitung masa subur; 4) Gagal putus senggama karena terlanjur ejakulasi; 5) Ekspulsi AKDR; 6) Lupa minum 3 (tiga) atau lebih pil kombinasi atau mulai minum kontrasepsi pil kombinasi 3 (tiga) hari lebih setelah selesai menstruasi; 7) Terlambat lebih dari 1 (satu) minggu untuk suntik KB setiap bulan; dan/atau 8) Terlambat lebih dari 4 (empat) minggu untuk suntik KB tiga bulanan.

atau

baru atau yang yang

a) Pil Kontrasepsi Darurat Pil kontrasepsi darurat mencegah kehamilan dengan mencegah atau menunda ovulasi dan tidak menyebabkan aborsi

Tipe Kontrasepsi Hormon

Formulasi

Jumlah Tablet yang Diminum Pertama 12 jam kali kemudian

Pil Progestin Pil khusus untuk kontrasepsi darurat berisi progestin

1.5 mg LNG

1

0

0.75 mg LNG

2

0

Pil Kontrasepsi Progestin

0.03 mg LNG

50*

0

0.0375 mg LNG

40*

0

0.075 mg Norgestrel

40*

0

Pil Kombinasi (Estrogen dan Progestin) Pil khusus untuk kontrasepsi darurat berisi Estrogen-

0.05 mg EE + 0.25 mg LNG

2

2

221

Tipe Kontrasepsi Hormon

Formulasi

Jumlah Tablet yang Diminum Pertama kali

12 jam kemudian

0.02 mg EE + 0.1 mg LNG

5

5

0.03 mg EE + 0.15 mg LNG

4

4

0.03 mg EE + 0.125 mg LNG

4

4

0.05 mg EE + 0.25 mg LNG

2

2

0.03 mg EE + 0.3 mg norgestrel

4

4

0.05 mg EE + 0.5 mg norgestrel

2

2

1

0

Progestin Pil Kontrasepsi kombinasi (estrogenprogestin)

Pil Ulipristal acetate Pil khusus untuk kontrasepsi darurat berisi Ulipristal Acetate

30 mg ulipristal acetate

*) Jumlah pil yang banyak, namun aman

222

Kriteria Kelayakan Medis Pil Kontrasepsi Darurat KONDISI Kehamilan Menyusui Riwayat kehamilan ektopik Obesitas* (BMI ≥30 kg/m²) Riwayat penyakit kardiovaskular berat (penyakit jantung iskemik, serangan cerebrovascular atau kondisi tromboembolik lainnya) Migrain Penyakit hati berat (termasuk Jaundice) Penginduksi CYP3A4 (seperti rifampicin, fenitoin, fenobarbital, carbamazepine, efavirenz, fosphenyotin, nevirapine, oxcarbazepine, primidone, rifabutin, St John’s wort/hypericum perforatum) Penggunaan pil kontrasepsi berulang Perkosaan

KATEGORI KPK

LNG

UPA

NA 1 1 1 2

NA 1 1 1 2

NA 1 1 1 2

2 2

2 2

2 2

1

1

1

1

1

1

1

1

1

Keterangan: NA : Not Applicable (Tidak dapat diterapkan) KPK = Kontrasepsi Pil Kombinasi LNG = levonogestrel UPA = ulipristal asetat *) Pil Kontrasepsi Darurat dapat menjadi kurang efektif pada perempuan dengan BMI ≥30 kg/m² dibandingkan dengan perempuan dengan BMI 400 C dan jauhkan dari sinar matahari langsung, bahan kimia, dan bahan yang mudah terbakar Lindungi dari kelembaban, sinar matahari langsung, suhu 15-300 C Simpan di tempat kering, suhu >300 C

MASA KADALUWARSA 5 tahun

5 tahun

3 - 5 tahun

7 tahun

Untuk memastikan apakah alat/obat kontrasepsi dalam kondisi baik, sebelum didistribusikan kepada klien, lakukan hal sebagai berikut: 1) Petugas melakukan pengecekan kondisi fisik atas alat/obat kontrasepsi yang diterima 2) Apabila kondisi kontrasepsi baik, kemudian akan disimpan lebih dari 6 bulan, apabila kondisi tempat penyimpanan kurang baik (terlalu panas/klembab), petugas perlu melakukan pengecekan fisik secara berkala (mingguan/bulanan) 3) Lakukan pencatatan dan pelaporan atas temuan yang ada untuk mendapatkan solusi yang baik

5.1.5

JARINGAN PELAYANAN

Dalam pengelolaan program KB, sebaiknya dilakukan dengan konsep wilayah, sehingga Puskesmas sebagai penanggung jawab wilayah perlu

245

melakukan koordinasi dengan jaringan dan jejaring fasilitas Kesehatan. Sehingga sangat diperlukan ketersediaan data jaringan dan jejaring tersebut. Data jaringan pelayanan Puskesmas antara lain Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling dan bidan desa. Data jejaring fasilitas pelayanan kesehatan antara lain: klinik, Praktik Mandiri Dokter, Praktik Mandiri Bidan, RS, apotik, laboratorium dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. 5.1.6

PEMBIAYAAN

Pembiayaan pelayanan KB meliputi komponen pembiayaan untuk pelayanan KB, ketersediaan tenaga, transportasi, dan logistik. Dalam penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang Kesehatan yang dimulai pada tahun 2014, pelayanan Keluarga Berencana merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan tingkat Lanjutan (FKRTL) yang dijamin pembiayaannya oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pola pembiayaan pelayanan KB dibagi: - FKTP : sistem kapitasi dan non kapitasi - FKTRL : dibayar dengan sistem paket INACBGgs Selain dengan sistem diatas untuk pelayanan KB pasca persalinan dapat juga dibiayai melalui Jaminan Persalinan (Jampersal), dengan harapan setiap ibu yang melahirkan dapat mengakses pelayanan KB segera setelah persalinan untuk mencegah jarak kehamilan yang terlalu dekat. Sementara untuk penyediaan alokon dibiayai oleh dana program dari BKKBN. Untuk transportasi petugas dapat menggunakan dana APBN al. BOK Puskesmas maupun dana APBD. Dana pendistribusian alokon dari Kabupaten/kota ke fasilitas kesehatan disediakan melalui dana BOKB yang ada dalam DAK Kab/Kota. Selain itu pada dana DAK Fisik agar Kab/Kota dapat menyediakan sarana prasarana penunjang KB seperti AKDR Kit, implan removal kit dan kursi/meja ginekologi Bagi klien yang bukan peserta JKN untuk jasa pelayanan menggunakan dana mandiri, sementara klien yang menggunakan alokon non program

246

dari pemerintah maka jasa pelayanan dan alokon menggunakan dana mandiri.

5.2 PELAKSANAAN 5.2.1 PENCEGAHAN INFEKSI Tujuan utama tindakan pencegahan infeksi dalam pelayanan kontrasepsi adalah:  Mencegah infeksi pada waktu memberikan pelayanan metoda kontrasepsi yang menggunakan alat - alat seperti Suntik, Pemasangan Implant, AKDR, Tubektomi dan Vasektomi  Mengurangi resiko penularan penyakit infeksi Hepatitis B dan HIV/AIDS tidak hanya pada klien tetapi juga pada petugas kesehatan dan staf termasuk petugas pembersihan.  Memenuhi prasyarat pelayanan KB yang sesuai standar  Perlindungan dari infeksi dikalangan petugas: Pelayanan KB membutuhkan kepatuhan melaksanakan tindakan sesuai dengan Kewaspadaan Standar (Standard Precaution) di ruang pemeriksaan dan laboratorium. Petugas harus memperlakukan semua spesimen darah, jaringan dan cairan tubuh sebagai pembawa infeksi. Cara pelaksanaan Kewaspadaan Standar :  Anggap setiap orang (klien maupun petugas) dapat menularkan infeksi  Cuci tangan, upaya yang paling penting untuk mencegah kontaminasi silang  Gunakan Alat Pelindung Diri - Masker Bedah (Medical/Surgical mask) - Pelindung Mata (Goggles) - Pelindung Wajah (Face Shield) - Sarung tangan pemeriksaan (Examination Gloves) - Sarung tangan bedah (Surgical Gloves)  Gunakan cairan antiseptik untuk membersihkan kulit maupun membran mukosa sebelum memasang AKDR, Implan, Tubektomi dan vasektomi  Lakukan upaya kerja yang aman seperti tidak memasang tutup jarum suntik, memberikan alat-alat tajam dengan cara yang aman

247

 Buang bahan-bahan habis pakai dengan aman untuk melindungi petugas pengelola limbah medis dan untuk mencegah cidera maupun penularan infeksi kepada masyarakat  Lakukan pemrosesan terhadap alat-alat setelah dipakai dengan cara mendekontaminasi dalam larutan cairan enzimatik/detergen selama 10 menit atau larutan lain yang direkomendasikan, selanjutnya dicuci dan disikat kemudian dibilas dengan air mengalir yang bersih kemudian disterilisasi atau Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) . Cuci tangan dilakukan : 1) sebelum dan setelah memeriksa (bersentuhan langsung) klien 2) sebelum dan setelah memakai sarung tangan steril atau DTT 3) Membersihkan alat-alat atau bahan lainnya yang habis dipakai Sarung tangan dipakai bila akan:  melakukan suatu Tindakan di klinik atau OK  melakukan pemrosesan alat - alat, sarung tangan dan bahan lainnya  membuang sampah yang terkontaminasi (misalnya : kasa, kapas, verban) Menggunakan alat suntik yang aman:  Gunakan alat suntik untuk satu kali pemakaian  Jangan melepaskan jarum dari tabung suntik setelah selesai dipakai  Jangan menutup kembali ,membengkokkan atau mematahkan jarum sebelum dibuang  Dekontaminasi alat suntik sebelum dibuang  Buang alat suntik dalam kontainer pembuangan yang tahan tusukan bila tidak dipakai lagi  Pemusnahan alat dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi fasyankes dan sesuai dengan peraturan menteri kesehatan

248

PEMROSESAN ALAT :

DEKONTAMINASI Rendam dalam cairan enzimatik atau deterjen

CUCI DAN BILAS Pakai sarung tangan tebal untuk mencegah tertusuk alat-alat tajam

Metode Terbaik

Metode Alternatif

STERILISASI

OTOKLAF Tanpa bungkus 20 menit Dibungkus 30 menit

DESINFEKSI TINGKAT TINGGI

OVEN

REBUS 20 menit

Tanpa bungkus 20 menit Dibungkus 30 menit

KIMIAWI RENDAM 20 menit

DINGINKAN Siap pakai

Dekontaminasi (Pra Pencucian): Masih memakai sarung tangan, rendam alat-alat selama 10 menit dalam larutan enzimatik atau air dengan deterjen WHO sejak tahun 2016 tidak merekomendasikan pemakaian Klorin 0,5% untuk Dekontaminasi Cuci dan Bilas :  Cuci semua alat-alat dalam ember berisi air dan deterjen pakai sarung tangan karet tebal  Sikat semua geligi, sambungan dan permukaan alat menggunakan sikat gigi  Sikat dibawah permukaan air agar muka tidak terpercik air cucian  Bilas dibawah air mengalir

249

Sterilisasi :  Sterilisasi uap (Otoklaf): 1210C, 106 kpa, waktu yang diperlukan 20 menit untuk alat yang tidak dibungkus dan 30 menit untuk alat yang dibungkus  Sterilisasi panas kering (Oven): 1700C selama 1 jam Untuk alat-alat tajam (gunting, jarum) sterilisasi dilakukan dengan suhu 1600C selama 2 jam  Sterilisasi kimia: Glutaraldehid (Cydex®) direndam selama 8 – 10 jam Bilas dengan air steril sebelum digunakan kembali atau sebelum disimpan Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT):  DTT dengan Merebus: Seluruh alat harus terendam, rebus selam 20 menit dalam panci tertutup Mulai menghitung waktu air mulai mendidih Jangan memasukkan alat kedalam air mendidih Pakai alat tersebut sesegera mungkin atau simpan dalam wadah tertutup dan kering yang telah di DTT, bisa disimpan sampai 1 minggu  DTT dengan Larutan Kimia: Rendam dalam Glutaraldehid, Klorin … % Pembuangan limbah terkontaminasi:  Gunakan sarung tangan rumah tangga  Pindahkan limbah terkontaminasi ke tempat pembuangan dalam wadah tertutup  Buang alat/benda tajam kedalam wadah tahan tusuk  Cuci tangan, sarung tangan dan wadah yang telah digunakan untuk membuang limbah  Pemusnahan alat dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi fasyankes dan sesuai dengan peraturan menteri kesehatan

5.2.2 KLASIFIKASI FASILITAS PELAYANAN Sesuai dengan Permenkes Nomor 71 tahun 2013, tentang pelayanan kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional dinyatakan bahwa penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Berdasarkan cara

250

pembayaran dalam JKN, terdiri dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Pelayanan KB tersebut dilaksanakan secara berjenjang di:

1)

FKTP meliputi:  Pelayanan konseling;  Kontrasepsi kondom, pil, suntik, implan dan AKDR  Pelayanan vasektomi atau Metode Operasi Pria (MOP)  Penanganan efek samping dan komplikasi ringan-sedang akibat penggunaan kontrasepsi;  Merujuk pelayanan yang tidak dapat ditangani di FKTP. Fasiltas Kesehatan yang termasuk di FKTP antara lain : Puskesmas. Klinik Pratama, Praktek Mandiri Dokter, Rumah Sakit tipe D Pratama, Praktik Mandiri Bidan

2)

FKRTL meliputi :  Pelayanan konseling;  Pelayanan kontrasepsi AKDR dan implan  Tubektomi/Metode Operasi Wanita (MOW)  Vasektomi/Metode Operasi Pria (MOP).  penanganan efek samping dan komplikasi Fasiltas Kesehatan yang termasuk di FKTRL antara lain : Klinik Utama, Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus. Untuk wilayah yang tidak mempunyai fasilitas pelayanan kesehatan, terdapat pelayanan yang dilaksanakan secara mobile atau bergerak oleh BKKBN. Pembiayaan pelayanan kontrasepsi bergerak ini di luar skema JKN. Pelayanan KB bergerak ini tetap harus memperhatikan standar dan kualitas pelayanan, sehingga kejadian efek samping dan komplikasi dapat dikurangi. Selain itu untuk kecamatan yang tidak ada tenaga dokter berdasarkan penetapan Kepala Dinas Kesehatan Kab/kota setempat, BPJS Kesehatan dapat bekerjasama dengan praktik bidan, dengan persyaratan praktik bidan tersebut harus membuat perjanjian kerjasama dengan dokter atau Puskesmas pembinanya.

251

5.2.3 SISTEM RUJUKAN Tujuan sistem rujukan di sini adalah untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelayanan kontrasepsi secara terpadu. Perhatian khusus ditujukan untuk menunjang upaya penurunan angka kejadian efek samping, komplikasi dan kegagalan penggunaan kontrasepsi. Sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas masalah yang timbul, baik secara vertikal maupun horizontal kepada fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. Dengan pengertian tersebut, maka merujuk berarti meminta pertolongan secara timbal balik kepada fasilitas pelayanan yang lebih kompeten untuk penanggulangan masalah yang sedang dihadapi. Rangkaian jaringan fasilitas pelayanan kesehatan dalam sistem rujukan tersebut berjenjang dari yang paling sederhana di tingkat keluarga sampai satuan fasilitas pelayanan kesehatan nasional dengan dasar pemikiran rujukan ditujukan secara timbal balik ke satuan fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. Pelaksanaan rujukan pelayanan KB dapat dilakukan secara vertikal maupun horizontal. A.

Rujukan Vertikal

Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar faskes KB yang berbeda tingkatan. Rujukan vertikal dapat dilakukan dari tingkatan faskes yang lebih rendah ke tingkatan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Rujukan vertikal dari tingkatan faskes yang lebih rendah ke tingkatan yang lebih tinggi dilakukan apabila :  Klien membutuhkan pelayanan spesialistik atau sub spesialistik;  Faskes perujuk tidak dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan klien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.  Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila:  Pelayanan pada klien dapat ditangani oleh faskes dengan tingkatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;

252

 Klien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan faskes yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; B.

Rujukan Horizontal

Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar faskes KB dalam satu tingkatan. Rujukan Horizontal dilakukan apabila faskes perujuk tidak dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan klien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. Rujukan horizontal dapat berlangsung baik di antara FKTP maupun antar FKRTL. Pelaksanaan pelayanan rujukan horizontal dilakukan apabila:  Pelayanan KB belum/tidak tersedia pada faskes perujuk  Komplikasi yang tidak bisa ditangani oleh faskes perujuk  Kasus-kasus yang membutuhkan penanganan dengan sarana/teknologi yang lebih canggih/memadai yang ada di faskes tempat rujukan. Dalam menjalankan pelayanan KB, FKTP dan FKRTL wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan yang berlaku. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.

Keadaan gawat darurat Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku Bencana Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah 5. Pertimbangan geografis 6. Pertimbangan ketersediaan fasilitas. 7. Faskes dalam wilayah cakupan rujukan tidak mempunyai sarana/tenaga yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam melakukan rujukan bukan berarti melepaskan tanggung jawab dengan menyerahkan klien ke fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, akan tetapi karena kondisi klien yang mengharuskan pemberian pelayanan yang lebih kompeten dan bermutu melalui upaya rujukan. Sebelum melakukan rujukan pelayanan KB, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan, yaitu :

253

1)

Prosedur Klinis: a) Melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medik untuk menentukan diagnosa utama dan diagnosa banding. b) Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO). c) Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan. d) Untuk klien gawat darurat harus didampingi petugas Medis/ Paramedis yang kompeten dibidangnya dan mengetahui kondisi pasien. e) Apabila pasien diantar dengan kendaraan Puskesmas keliling atau ambulans, agar petugas dan kendaraan tetap menunggu pasien di IGD tujuan sampai ada kepastian klien tersebut mendapat pelayanan dan kesimpulan dirawat inap atau rawat jalan.

2)

Prosedur Administratif: a) Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-rujukan. b) Membuat catatan rekam medis pasien. c) Memberikan Informed Consernt (persetujuan/penolakan rujukan) d) Membuat surat rujukan pasien rangkap 2 e) Lembar pertama dikirim ke tempat rujukan bersama pasien yang bersangkutan. Lembar kedua disimpan sebagai arsip. f) Mencatat identitas pasien pada buku register rujukan pasien. g) Menyiapkan sarana transportasi dan sedapat mungkin menjalin komunikasi dengan tempat tujuan rujukan. h) Pengiriman pasien ini sebaiknya dilaksanakan setelah diselesaikan administrasi yang bersangkutan.

Dalam melaksanakan rujukan, kepada klien atau keluarga harus diberikan:  Konseling tentang kondisi klien yang menyebabkan perlu dirujuk  Konseling tentang kondisi yang diharapkan diperoleh di tempat rujukan  Informasi tentang fasilitas pelayanan kesehatan tempat rujukan dituju  Pengantar tertulis kepada fasilitas pelayanan yang dituju mengenai kondisi klien saat ini dan riwayat sebelumya serta upaya/tindakan yang telah diberikan  Bila perlu, berikan upaya stabilisasi klien selama di perjalanan  Bila perlu, karena kondisi klien, dalam perjalanan menuju tempat rujukan harus didampingi bidan/perawat Sebelum merujuk petugas kesehatan diharapkan sudah menghubungi fasilitas pelayanan tempat rujukan yang dituju terlebih dahulu.

254

Fasilitas pelayanan kesehatan yang menerima rujukan, setelah memberikan upaya penanggulangan dan kondisi klien telah membaik, harus segera mengembalikan klien ke tempat fasilitas pelayanan asalnya dengan terlebih dahulu memberikan:  Konseling tentang kondisi klien sebelum dan sesudah diberi upaya penanggulangan  Nasihat yang perlu diperhatikan oleh klien mengenai kelanjutan penggunaan kontrasepsi  Pengantar tertulis kepada fasilitas pelayanan yang merujuk mengenai kondisi klien dan upaya penanggulangan yang telah diberikan serta saran-saran upaya pelayanan lanjutan yang harus dilaksanakan, terutama tentang kelanjutan penggunaan kontrasepsi

5.3 PEMANTAUAN DAN EVALUASI 5.3.1

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB

Tujuan sistem pemantauan dan evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana keseluruhan upaya yang dilaksanakan berdampak terhadap kemajuan program KB, termasuk pelayanan kontrasepsi yang mencakup ketersediaan pelayanan, keterjangkauan pelayanan, dan kualitas pelayanan KB tersebut berdasarkan kebijakan yang berlaku. Kegiatan pemantauan dan evaluasi pelayanan ini dilapangan pada hakikatnya dapat terselenggara melalui peran yang dilaksanakan oleh Tim Jaga Mutu dengan mempergunakan indikator-indikator pelayanan yang sudah ditetapkan pada setiap metode kontrasepsi dalam program KB. Dalam pelaksanaan pelayanan KB ada beberapa pihak yang terlibat antara lain sektor Kesehatan, BKKBN dan organisasi profesi. Sehingga perlu dilakukan pengaturan peran dan tanggung jawab pelayanan KB ini antara lain terkait pengembangan kebijakan mengenai program pelayan KB ataupun penetapan peran dan tanggung jawab dari berbagai pihak yang terkait dengan pelayanan KB tersebut. Tujuan kebijakan pemberian pelayanan KB :  Memberikan informasi tentang adanya pilihan metode kontrasepsi dalam program KB yang sudah tersedia secara luas, sehingga menumbuhkan permintaan masyarakat  Memberikan pelayanan yang berkualitas yang menempatkan keselamatan klien sebagai prioritas.

255

Kebijakan tersebut dilaksanakan melalui penyediaan tenaga pemberi pelayanan yang kompeten serta patuh terhadap standar pelayanan yang sudah ditetapkan, pemenuhan sarana pelayanan yang memadai, pemberian pelayanan konseling yang berkualitas, penapisan klien, pelayanan pasca tindakan dan pelayanan rujukan yang optimal. Sehubungan dengan hal tersebut maka terkait peran dan kewenangan masing-masing pihak adalah sebagai berikut : -

-

-

Sektor kesehatan (Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kab/Kota serta Fasilitas pelayanan kesehatan) memegang tanggung jawab dalam penyediaan pelayanan KB yang berkualitas dan melakukan pembinaan untuk pelayanan KB pada faskes yang menyediakan layanan KB BKKBN, OPD KB, PKB dan Petugas Lapangan KB memegang tanggung jawab dalam aspek pengembangan kebijakan program KB Nasional. Secara operasional BKKBN memegang peranan dalam penggerakan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang positif terhadap pelayanan KB tersebut, serta penyediaan alat dan obat kontrasepsi. Organisasi profesi memegang tanggung jawab dalam mendukung program pemerintah untuk memberikan pelayanan kontrasepsi yang berkualitas antara lain melalui penyusunan standar klinis pelayanan, menjadi fasilitator pada pelatihan tenaga Kesehatan, serta melakukan pembinaan kepada anggota profesi secara berkala sehingga dapat memberikan pelayanan kontrasepsi dan KB yang berkualitas.

Kementerian Kesehatan, BKKBN dan Organisai profesi Bersama-sama bertanggung jawab untuk melaksanakan upaya advokasi kepada Lembaga pengambil keputusan dalam program KB. Disamping itu secara bersama-sama pula mendorong institusi profesi, tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk dapat ikut menyelenggarakan kegiatan KIE dalam peningkatan permintaan masyarakat terhadap penerimaan program KB Nasional. 5.3.2

PENCATATAN DAN PELAPORAN

Kegiatan pencatatan dan pelaporan merupakan suatu proses untuk mendapatkan data dan informasi yang merupakan substansi pokok dalam sistem informasi program KB Nasional dan dibutuhkan untuk kepentingan

256

operasional program. Data dan informasi tersebut juga merupakan bahan pengambilan keputusan, perencanaan, pemantauan dan penilaian serta pengendalian program. Oleh karena itu data dan informasi yang dihasilkan harus akurat, tepat waktu dan dapat dipercaya. Dalam upaya memenuhi harapan dan informasi yang dihasilkan merupakan data dan informasi yang berkualitas, maka selalu dilakukan langkah- langkah penyempurnaan sesuai dengan perkembangan program dengan visi dan misi program baru serta perkembangan kemajuan teknologi informasi. Pencatatan dan pelaporan pelayanan kontrasespi Program KB ditujukan kepada kegiatan dan hasil kegiatan operasional yang meliputi: a. Kegiatan pelayanan kontrasepsi b. Hasil kegiatan pelayanan kontrasepsi baik di Klinik B maupun di dokter/bidan praktek swasta c. Pencatatan keadaan alat-alat kontrasepsi di klinik KB Khusus untuk pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan pelayanan kontrasepsi, terkait dengan kebutuhan yang berbeda, dilakukan dalam dua versi yakni: 1) sesuai dengan format dari BKKBN, dan 2) sesuai dengan format dari Kementerian Kesehatan. Mekanisme dan arus pencatatan dan pelaporan pelayanan kontrasepsi: 1) Setiap peserta KB baru dan peserta KB ganti cara dibuatkan Kartu Peserta KB (K/I/KB), disimpan oleh peserta KB dan dibawa ke faskes setiap kali sewaktu peserta KB melakukan kunjungan ulang 2) Setiap peserta KB baru dan peserta KB ganti cara dibuatkan Kartu Status Peserta KB (K/IV/KB), disimpan di faskes yang bersangkutan dan digunakan kembali sewaktu peserta KB melakukan kunjungan ulang di faskes tersebut 3) Setiap pelayanan KB yang dilakukan oleh Puskesmas harus dicatat dalam Kohort Kesehatan Usia Reproduksi/Register Pelayanan KB (R/I/KB/15), dilakukan rekapitulasi pada setiap akhir bulan. 4) Setiap penerimaan dan pengeluaran jenis alat/obat kontrasepsi oleh faskes dicatat dalam Register Alat dan Obat Kontrasepsi KB (R/II/KB/15), dilakukan rekapitulasi pada setiap akhir bulan, dan merupakan sumber data untuk pengisian Laporan Bulanan Klinik KB (F/II/KB/2013) 5) Pelayanan kontrasepsi yang dilakukan di Pustu, Poskesdes/ Polindes

257

dan Bidan/ Dokter Praktik Mandiri setiap hari dicatat dalam Kohor Kesehatan Usia Reproduksi, dilakukan rekapitulasi pada setiap akhir bulan, dikirim ke Puskesmas penanggung jawab wilayah kerja yang bersangkutan dan merupakan sumber data untuk pengisian Laporan Bulanan Puskesmas 6) 7) Setiap bulan petugas Puskesmas membuat Laporan Hasil Pelayanan kontrasepsi yang ada di seluruh wilayah kerjanya dengan merekapitulasi hasil pelayanan kontrasepsi yang dilakukan oleh Puskesmas dan hasil pelayanan kontrasepsi yang dikirim dari Pustu, Poskesdes/Polindes dan Bidan/Dokter Praktik Mandiri yang ada dalam wilayah kerjanya. 8) Pelaporan puskesmas dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan ditembuskan juga ke SKPD KB 9) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan ke Dinas kesehatan Provinsi.

5.3.3

INDIKATOR KEBERHASILAN PROGRAM

Pemantauan (monitoring) dapat diartikan sebagai upaya pengumpulan, pencatatan, dan analisis data secara periodik dalam rangka mengetahui

258

kemajuan program dan memastikan kegiatan program terlaksana sesuai rencana yang berkualitas. Penilaian (evaluasi) adalah suatu proses pengumpulan dan analisis informasi mengenai efektivitas dan dampak suatu program dalam tahap tertentu baik sebagian atau keseluruhan untuk mengkaji pencapaian program yang diperoleh dari pencatatan dan pelaporan. Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi perlu ditentukan indikator keberhasilan program. Indikator dapat dikelompokkan berdasarkan kategori meliputi indikator input, proses dan output serta outcome. Indikator yang dipilih adalah indikator yang paling berkaitan (berkaitan langsung) dengan kinerja program KB dan utamakan indikator yang ada dalam pedoman sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan KB. A.

Indikator Input

Indikator input mengacu pada Sistem Kesehatan Nasional meliputi:  data sasaran : sasaran PUS, PUS dengan 4T dan sasaran ibu bersalin  data alat dan obat kontrasepsi: memenuhi kecukupan jumlah dan jenis alokon di fasilitas  data ketenagaaan: kecukupan dari segi jumlah, distribusi, pelatihan yang yang telah dilaksanakan serta kompetensi petugas  data sarana-prasarana: memenuhi kecukupan jumlah dan jenis sarana prasarana pelayanan KB  data sumber pembiayaan: ABPN, APBD atau sumber daya lainnya yang tidak mengikat. B.

Indikator proses

Mengacu atau membandingkan kesesuaian pelaksanaan dengan standar (dapat menggunakan instrumen kajian mandiri, penyelian fasilitatif dan audit medik pelayanan KB), seperti:  Pengendalian Pencegahan Infeksi  pelayanan konseling  pemberian pelayanan KB Indikator Cakupan Pelayanan KB :  Persentase peserta KB baru permetode kontrasepsi  Persentase peserta KB aktif permetode kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate /CPR)  Persentase peserta KB Cara Modern  Persentase Kesertaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang  Persentase KB Pasca Persalinan permetode kontrasepsi.  Persentase kasus efek samping per metode

259

    C.

Persentase kasus komplikasi per metode Persentase kasus kegagalan per metode Persentase kasus Drop-Out per metode Persentase PUS “4T” ber KB Indikator outcome

Merupakan indikator hasil atau dampak terkait pelayanan KB antara lain :  Pasangan usia subur yang tidak ingin punya anak lagi atau yang ingin menjarangkan kelahiran, tetapi tidak menggunakan kontrasepsi (Unmet Need)  Angka Kelahiran Total/Total Fertility Rate (Rata-rata banyaknya anak yang dilahirkan hidup oleh seorang perempuan selama masa reproduksinya)  Angka Kematian Ibu  Diharapkan dengan pelayanan KB yang optimal, maka dapat mendukung penurunan kejadian kehamilan yang tidak diiinginkan dan aborsi yang tidak aman sehingga berdampak dalam menurunkan Angka Kematian Ibu.

260

BAB VI PENUTUP Pedoman pelayanan kontrasepsi dan keluarga berencana ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya dalam mengurangi risiko kematian ibu dan bayi melalui peningkatan kualitas pelayanan KB. Mengingat saat ini masih belum optimalnya pencapaian – pencapaian indikator pelayanan KB, sehingga perlu dilaksanakan upaya-upaya konkrit dalam mendukung kemajuan pengembangan program KB. Sehubungan dengan hal tersebut dengan mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi, diperlukan pedoman yang up date sebagai panduan bagi tenaga kesehatan dan pengelola program dalam melakukan pelayanan dan pengembangan program KB, baik dari aspek klinis maupun manajemen. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi tenaga kesehatan dan pengelola program KB untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kontrasepsi dan Keluarga Berencana di Indonesia.

261

262

LAMPIRAN ANATOMI RAHIM

263

264

DAFTAR PUSTAKA 1.

Angstetra Donald (2017). Animation for insertion of Mirena IUD diakses dari www.goldcoastwomencare.com.au., pada 19/07/20.

2.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (1993): Panduan AKDR untuk Pelayanan Keluarga Berencana, Terjemahan oleh ILyas Angsar dari IUD Manual, Jhpiego Corporation

3.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (1997): Panduan Implan Jadena untuk Pelayanan Keluarga Berencana, Terjemahan oleh ILyas Angsar dari Jadelle Manual, Jhpiego Corporation

4.

Bayer Health Care (2011) : NOVA T 380 Intrauterine device (IUD) diakses dari https://www.bayer.ca/omr/online/nova-t-pi-en.pdf , pada 19/07/20.

5.

Bayer Inc. (2019) : Mirena Product Monograph diakses dari https://www.bayer.ca/omr/online/mirena-pm-en.pdf, pada 19/07/20.

6.

Bluestone, Julia Rebecca Chase Enriquito R. Lu (2008): IUD Guidelines for Family Planning Service Programs: A Problem-Solving Reference Manual, Jhpiego Corporation

7.

Hubacher, David. James Trussell. (2015). A definition of modern contraceptive methods, diakses dari http://www.track20.org/download/pdf/Article%20%20Hubacher%20and%20Trussell%20Contraception%202015.pdf, pada 18 Juni 2020

8.

Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat (2018): Kriteria Kelayakan Medis Untuk Penggunaan Kontrasepsi. Penyunting Angsar, Ilyas, Yudianto Budi Saroyo, Herbert Situmorang, diterjemahkan dari Medical eligibility criteria for contraceptive use, 5th ed. 2015,

9.

Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat (2019): Rekomendasi Praktik Terpilih Pada Penggunaan Kontrasepsi, Penyunting Angsar, Ilyas, Yudianto Budi Saroyo, Herbert Situmorang, diterjemahkan dari Selected practice recommendations for contraceptive use, 3rd ed. 2016, World Health Organization

10. Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat (2018): Alat Bantu Pengambilan Keputusan Ber-KB. Penyunting Angsar, Ilyas, Yudianto Budi Saroyo, Herbert Situmorang, diterjemahkan dari

265

Decision-Making Tool for Family Planning Clients and Providers, 2005, World Health Organization 11. Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat (2019): Keluarga Berencana Buku Pedoman Global Untuk Penyedia Layanan, Penyunting Wilopo, Siswanto Agus, Ova Emilia, diterjemahkan dari Family Planning A Global Handbook For Providers, Updated 3rd ed. 2018, World Health Organization 12. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014). Pedoman Manajemen Pelayanan Keluarga Berencana. 13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Nomer Tahun tentang 14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2020 : Petunjuk Teknis Pelayanan Keluarga Berencana Pasca persalinan 15. Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia : Panduan Pelayanan Vasektomi Tanpa Pisau Untuk Pelaksana Pelayanan. Editor Nur Rasyid, Cetakan ke 3, Desember 2013 16. Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (1994): Pencegahan Infeksi dalam pelayanan Keluarga Berencana, Terjemahan oleh Siti Dhyanti Wishnuwardhani, Abdul Bari Saifuddin dari Infection Prevention for Family Planning Service Programs, 1992 17. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.(2003). Editor Saifuddin, Abdul Bari, Biran Affandi, Enriquito R. Lu, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Edisi 1, Cetakan 1. 18. Quickstart Algorithm. Diakses dari https://www.reproductiveaccess.org/wpcontent/uploads/2014/12/QuickstartAlgorithm.pdf pada 18Juli 2020 19. Rachimhadi, Trijatmo, Ilyas Angsar, Wahyu Hadisaputra, Joko Waspodo, Muamar. 2003. Laparoskopi Oklusi Tuba Anestesi lokal, Edisi 1, Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia 20. United Nations, Department of Economic and Social Affairs, Population Division (2019). Contraceptive Use by Method 2019: Data Booklet (ST/ESA/SER.A/435). 21. Training Resources Package for Family Planning: Training Module : Contraceptive methods diakses dari https://www.fptraining.org/ pada 18 Juni 2020 22. World Health organization (2007) : Report of a WHO Technical Consultation on Birth Spacing (2005)

266

23. World Health organization (2016) : Decontamination and Reprocessing of Medical Devices for Health-care Facilities 24., World Health organization (2018).: Emergency Contraception, diakses dari https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/emergencycontraception 25. World Health organization (2020).: Family planning/Contraception methods, diakses dari https://www.who.int/news-room/factsheets/detail/family-planning-contraception pada 18 Mei 2020

267

268

TIM PENYUSUN Penasehat dr. Erna Mulati,M.Sc. CMFM Penanggung Jawab : dr. Lovely Daisy, MKM Tim Penyusun: dr. lLyas Angsar, SpOG (K) dr. Wira Hartiti, M.Epid dr. Ratna Sari Junita Kontributor : IDI: dr. Fritzar Irmansyah, SpOG (K); dr. Dhika Prabu Armandhanu SpOG (K) M.Kes POGI: dr. Ari Kusuma Januarto, SpOG (K); Prof. Dr. dr. Budi Wiweko, Sp.OG(K), MPH; Dr. dr. Yudi M. Hidayat, SpOG (K), DMAS., M.Kes, Dr. dr. Pudjo Hartono, SpOG (K), Prof. Dr. dr. Andon Hestiantoro, SpOG (K), MPH Pokja KB dan Kespro, PP POGI: Dr.dr.Julianto Witjaksono, SpOG (K) MGO, Prof. dr. Ova Emilia, M. med, SpOG (K), Ph.D; dr. Detty Nurdiati, MPH, PhD, SpOG(K); Dr. dr. Yudianto Budi Saroyo, SpOG (K),MPH; dr. Nurhadi Rahman, SpOG (K); dr. Suryono S.I, Santoso, SpOG; Dr. dr. Herbert Situmorang, SpOG (K); dr. Cepi Teguh Pramayadi, SpOG (K), MARS ; dr. Riyan Hari Kurniawan, SpOG (K); dr. M. Dwi Priangga SpOG (K); dr. M. Adya Firmansha SpOG (K), dr. Marie Caesarini, SpOG; Dr. Diannisa Ikarumi, SpOG, Dr. dr. Eka Rusdianto Gunardi, SpOG (K), MPH, IAUI :Dr. dr. Nur Rasyid, SpU, dr. Ricky Adriansjah SpU; PKMI: Dr. dr. Wiryawan Permadi SpOG (K); Dr. dr. Hermanus Suhartono SpOG (K); Ir. Muammar PERDATIN: dr. Alamsyah Ambo Ala Husain, SpAnKMN KEMENKES: dr. Erna Mulati MSc,.CMFM; dr. Lovely Daisy, MKM; dr. Yenni Yuliana; drg. Wara Pertiwi Osing MA, dr. Wisnu Trianggono, MPH; dr. Wita Nursanthi Nasution, MARS; dr. Isyanna Paramitta; drg. Diah Handaryati; dr. Upik Rukmini, MKM; dr. Christian S Mamahit.M.Kes; Maylan Wulandari, SST; Indah N. Mardhika, SKM, MSc.PH; Nabila Salsabila, SKM; Evasari Br Ginting, SKM; dr.Erni Risvayanti,M.Kes; Ika Permatasari, SKM, MKM; Muhammad Rizki BKKBN: dr. H. Zamhir Setiawan, M.Epid ; Mukhtar Bakti,SH,MA; drg.Widwiono, M.Kes; dr. Fajar Firdawati; dr. Ruri Mutia Ichwan; dr. Nia Reviani, MAPS; dr. Azora Ferolita, dr. Ari Widiastuti, dr. Mataram Endra Widagda; Lilik Aryani Falupi, SS, MPH; Dwi Ulumy, S. IP, M. Si; Agustin Ayu Asmarawati, S.Psi; Reni Safitri, Amd; dr. Noer Aziza; Pipie Parawansha, S.K.M, MPH; Nindi Widyakirono, A.Md; Muhamad Arfan, S.T, M.PH; Ira Fitriyani Rachmat, S.Sos; Ayu Rachmawati Listyowardani, S.Si, MKM; dr. Popy Irawati, MPH IBI: Dr. Ade Jubaedah, SSiT, MM, MKM; Sri Poerwaningsih SST.SKM.M.Kes; Dr. Heru Herdiawati, SST,SH,MH; Bintang Petralina, SST, M.Keb; Ratna Chaerani, SST,Mkes UNFPA Indonesia: Riznawaty Imma Aryanty, Ph.D; dr. Elvira Liyanto; Anggraini Sari Astuti, SKM; WHO Indonesia: dr. Alfrida

Camelia

Silitonga,

Jhpiego:

Istiyani Purbaabsari, Cut Sofa

Kumala,

Damaryanti Suryaningsih

269

270