Gaza, SPNA – Direktur Umum Organisasi Kesehatan Dunia, Tedros Adhanom Ghebreyesus, pada Minggu (12/11/2023), mengumumkan bahwa WHO dapat berkomunikasi dengan petugas kesehatan di Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza, akan tetapi kondisinya sangat parah dan berbahaya.
“Situasinya sangat berbahaya. Sudah 3 hari tanpa listrik, tanpa air, dan internet yang sangat lemah. Ini sangat mempengaruhi kemampuan kami untuk memberikan perawatan dasar bagi korban,” kata Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Tedros Ghebreyesus menyebutkan bahwa serangan penembakan dan pemboman yang masih terus menerus terjadi di wilayah tersebut telah memperparak kondisi.
“Sangat disayangkan jumlah korban jiwa di antara pasien telah meningkat secara signifikan. Dunia tidak bisa tinggal diam sementara rumah sakit, yang seharusnya menjadi tempat berlindung yang aman, berubah menjadi tempat maut dan kehancuran,” kata Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Pada hari Sabtu, WHO mengumumkan hilangnya kontak dengan petugas-petugas yang menangani korban serangan Israel di Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza.
“Ketika laporan-laporan mengerikan terus bermunculan terkait rumah sakit yang menjadi terus menjadi sasaran serangan berulang kali, kami berasumsi bahwa orang-orang kami di sana telah bergabung bersama puluhan ribu pengungsi yang meninggalkan daerah tersebut,” kata Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Militer pendudukan Israel terus melanjutkan melakukan serangan dan pemboman di Jalur Gaza sejak tanggal 7 Oktober lalu, di tengah blokade ketat terhadap penduduk, menipisnya persediaan makanan dan obat-obatan. Pesawat tempur Israel juga membombardir rumah sakit dan sekolah-sekolah.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, hingga pada Minggu (12/11/2023), sebanyak 11.180 penduduk Palestina meninggal dunia dalam serangan udara militer pendudukan Israel, termasuk di antaranya 4.609 anak-anak dan 3.100 perempuan. Sementara itu, lebih 27.500 orang mengalami luka-luka dan ribuan lainnya masih hilang di dalam reruntuhan akibat serangan bom Israel.
(T.FJ/S: RT Arabic)